Anda di halaman 1dari 6

Sciencenia Marin Kurnia

03211940000047
Manajemen Lingkungan (B)

Aplikasi ‘Fukuoka Method’ untuk Mengurangi Emisi CH4 dan Peningkatan Kualitas Air Lindi
pada Open Dumping Area di Indonesia

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sampah adalah barang atau benda
yang dibuang karena tidak dapat terpakai lagi dan sebagainya. Sedangkan menurut Undang-
Undang nomor 18 tahun 2008, Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
proses alam yang berbentuk padat. Seiring berjalannya waktu, jumlah sampah di dunia
semakin meningkat setiap saat. Meningkatnya timbulan sampah di dunia meningkat
diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu pertumbuhan ekonomi, peningkatan
industrialisasi, dan urbanisasi yang sangat cepat. Faktor-faktor tersebut timbul diakibatkan
oleh adanya pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dan cepat setiap waktunya.
Dengan kata lain, peningkatan jumlah sampah di dunia akan terus terjadi selama masih ada
kehidupan dan peningkatan populasi di dunia.
Saat ini, di daerah perkotaan di Indonesia, pengolahan sampah yang dihasilkan dimulai
dengan proses pengumpulan dan pemilahan sampah di sumbernya. Sistem Reduce, Reuse,
dan Recycle (3R) dilakukan di sumber penghasil sampah, yaitu rumah tangga, perkantoran,
pertokoan, dan perhotelan. Kemudian, sampah dikumpulkan oleh pengumpul sampah untuk
kemudian dikirim ke Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) atau Tempat
Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) untuk dilakukan pengolahan pada sebagian volume
sampah.
Pengolahan sampah yang dapat dilakukan di TPST berbeda jenis untuk sampah organik
dan sampah anorganik. Jenis pengolahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi volume
sampah organik diantaranya adalah Composting, BSF (Black Soldier Fly), dan RDF (Refused
Derived Fuel). Metode BSF adalah metode untuk mengubah sampah organik menjadi maggot
BSF yang kaya akan protein. Nantinya larva maggot dapat dijual sebagai produk pakan ikan
dan unggas. Sedangkan metode RDF adalah metode konversi sampah organik menjadi bahan
bakar ramah lingkungan. Sedangkan sampah anorganik seperti kertas, kardus, botol plastik,
dan botol kaca akan didaur ulang menjadi barang kerajinan atau dilakukan kompaksi untuk
mengurangi volumenya.
Setelah dilakukan pengolahan Sebagian sampah di TPST, sisa sampah yang tidak
terolah di TPST akan diangkut dengan memanfaatkan sistem transportasi truk sampah, baik
truk dengan bak terbuka, dump truck, compactor, dan sebagainya menuju ke Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA). Saat ini, pengolahan sampah di TPA umumnya hanya ditumpuk saja
dengan menggunakan sistem open dumping hingga menjadi gunung sampah. Selain menjadi
gunung sampah yang menimbulkan potensi longsor, open dumping area menimbulkan
berbagai permasalahan lingkungan dan sosial bagi masyarakat yang tinggal di sekitar area
tersebut. Masalah sosial yang timbul berupa aroma tidak sedap, timbulnya gangguan
kesehatan berupa gatal-gatal, virus, dan lain-lain. Selain itu, jalanan menuju TPA yang setiap
hari dilalui oleh truk sampah menjadi kotor dan rusak, sehingga mengganggu kenyamanan
masyarakat atau pengguna jalan yang lain.
Sciencenia Marin Kurnia
03211940000047
Manajemen Lingkungan (B)

Permasalahan lingkungan yang dapat timbul akibat open dumping area diantaranya
adalah gangguan kualitas air di sekitar TPA akibat air lindi yang dihasilkan oleh tumpukan
sampah, pencemaran kualitas tanah, ceceran sampah yang membuat lingkungan kumuh, dan
pencemaran udara berupa aroma dan gas methana (CH4) yang merusak lapisan ozon.
Gas CH4 (Methana) merupakan salah satu Gas Rumah Kaca (GRK) yang dapat
menyebabkan efek rumah kaca, sebagai penyebab terjadinya pemanasan global (Global
Warming). Saat ini, terdapat kurang lebih 450 TPA di kota besar, namun yang beroperasi
secara maksimal hanya kurang dari 10%. Dari 10% TPA yang beroperasi maksimal tersebut,
hanya 25 TPA yang sudah menerapkan sistem landfill, sedangkan Sebagian besar lainnya
masih menggunakan sistem open dumping (Herlambang, dkk., 2010).
Berdasarkan data yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK), tercatat bahwa Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 21,88 juta ton pada 2021.
Dari jumlah sampah tersebut, potensi gas methana yang dapat dihasilkan adalah sebesar
62,30 ton CH4/tahun atau setara dengan 1308,349 ton CO2/tahun.
Gambaran besarnya potensi Gas Rumah Kaca (GRK) dari sampah ini, menuntut
perubahan di dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Oleh karena itu, dalam Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan, menyatakan bahwa
pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan azas tanggung jawab, berkelanjutan,
manfaat, keadilan, kesadaran, kebersamaan, keselamatan, keamanan, dan nilai ekonomi,
dengan tujuan meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta
menjadikan sampah sebagai sumber daya.
Dalam usaha mengurangi timbunan sampah yang berpotensi untuk menghasilkan
sejumlah besar gas rumah kaca, beberapa Tempat Pemrosesan Akhir sudah dimodifikasi
menjadi sistem Sanitary Landfill (SL). Gas yang dihasilkan dari SL dapat digunakan untuk
menjadi pembangkit listrik tenaga sampah, bahan bakar kendaraan, dan dikonversi nilainya
ke dalam perdagangan karbon internasional.
Namun tentunya, dalam usaha mengubah sistem open dumping menjadi sanitary
landfill serta membangun teknologi konversi sampah menjadi listrik atau gas dibutuhkan
sumber daya yang tidak sedikit. Akibatnya, tidak semua Tempat Pemrosesan Akhir mampu
melakukan hal tersebut. Sebagian besar dari mereka masih mempertahankan sistem open
dumping demi menekan biaya operasional.
Mengingat tingginya biaya untuk mengubah sistem open dumping menjadi sanitary
landfill, salah satu metode yang dapat diterapkan dan menjadi jalan tengah untuk mengurangi
potensi timbulnya gas methana yang menjadi kontributor besar dalam gas rumah kaca (GRK)
adalah dengan menerapkan Fukuoka Method (Metode Fukuoka) yang merupakan Metode
Semi-aerobik Landfill Area.
Fukuoka Method adalah sebuah teknik struktur Semi-aerobik Landfill Area yang
dikembangkan oleh Dr. Masataka Hanashima, seorang professor di Universitas Fukuoka,
Jepang. Berdasarkan strukturnya, landfill area dibedakan ke dalam lima jenis landfill, yaitu
Sciencenia Marin Kurnia
03211940000047
Manajemen Lingkungan (B)

Anaerobic Landfill, Anaerobic Sanitary Landfill, Advanced Anaerobic Sanitary Landfill, Semi-
aerobic Landfill, dan Aerobic Landfill.
Anaerobic Landfill area adalah suatu struktur landfill untuk menimbun sampah serta
dekomposisi zat organik yang berjalan dalam kondisi yang terkontrol dan melibatkan berbagai
jenis mikroorganisme dalam kondisi tidak ada oksigen (Ricci & Confalonieri, 2016).
Berkebalikan dengan Anaerobic Landfill Area, Aerobic Landfill Area masih menggunakan
oksigen untuk proses pembusukan dan terjadi kontak antara air lindi yang dihasilkan dengan
oksigen serta udara bebas. Sedangkan pada semi-aerobic landfill area, proses dekomposisi
sampah dilakukan dengan menggunakan oksigen yang masuk melalui pipa leachate yang
besar.
Penerapan metode semi-aerobik landfill di Indonesia sudah dilakukan di beberapa
Tempat Pemrosesan Akhir di Indonesia. Tempat Pemrosesan Akhir Cibereum di Kota Banjar,
Provinsi Jawa Barat dan Tempat Pemrosesan Akhir Cikundul, Kabupaten Sukabumi, Provinsi
Jawa Barat termasuk ke dalam TPA yang pertama kali menguji coba Metode Fukuoka atau
Semi-aerobik Landfill Area ini. Kedua TPA tersebut menerapkan metode semi-aerobik landfill
area sejak tahun 2009 dan 2010.
Pada kondisi semi-aerobik, struktur landfill dibuat dengan disertai pipa pengumpul
lindi di bagian dasar tumpukan yang dibatasi oleh kerikil. Ujung pipa memiliki penampang
yang lebar dan terbuka mengarah ke udara. Sepanjang dinding pipa diberi lubang yang dapat
menjadi pintu masuk dan mengalirnya air lindi dari tumpukan sampah di atas pipa. Sedangkan
bukaan di kedua ujung pipa ini bertujuan agar udara (O2) dapat masuk ke dalam tumpukan
sampah. Pipa pengumpul lindi diletakkan di bagian paling bawah dengan tujuan agar air lindu
dapat mengalir secepat mungkin ke dalam pipa dan mencegah kembalinya air lindi ke
tumpukan atau bahkan meresap ke dalam tanah.
Proses dekomposisi sampah oleh bakteri selain menghasilkan air lindi juga
menghasilkan gas methana (CH4) yang tinggi. Gas methana ini menjadi penyumbang utama
gas rumah kaca, sehingga sangat berbahaya apabila terlepas ke udara dalam jumlah yang
besar secara terus menerus. Tingginya suhu dan aktivitas bakteri di dalam tumpukan sampah
meningkatkan suhu di dalamnya. Akibatnya, proses reaksi gas CH4 yang ada di dalam
tumpukan sampah dengan oksigen yang masuk berlangsung dengan cepat dan kedua gas
tersebut bersatu untuk menghasilkan CO2.
Fasilitas untuk mengeluarkan udara atau gas dari TPA tidak dibutuhkan dalam metode
semi-aerobik dikarenakan panas yang dihasilkan dari aktivitas mikroba, konveksi panas
muncul untuk perbedaan suhu internal dan eksternal sebagai akibat dari kenaikan suhu di
TPA, dan gas CO2 mengalir keluar dengan arah berlawanan dari aliran air lindi di tumpukan
sampah. Tidak dibutuhkannya fasilitas untuk mengeluarkan udara khusus akan memudahkan
proses atau kegiatan konstruksi, operasi, dan pemeliharaan.
Selain berfungsi untuk merubah gas methana menjadi gas karbondioksida, Tempat
Pemrosesan Akhir semi-aerobik memanfaatkan karakteristik ini untuk mencegah lindi
meresap ke dalam fondasi TPA dan mencemari air tanah. Ini juga mempercepat penguraian
Sciencenia Marin Kurnia
03211940000047
Manajemen Lingkungan (B)

bahan limbah, dan memurnikan lindi sebanyak mungkin di tingkat pengumpulan dengan
membuat aliran udara ke TPA melalui pipa pengumpul secara alami dengan panas fermentasi
lapisan TPA.
Perubahan gas methana menjadi karbondioksida ini menjadikan proses pembusukan
sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) menjadi lebih ramah lingkungan. Hal ini
dikarenakan Gas methana (CH4) memiliki potensi merusak 20 hingga 30 kali lebih besar dari
pada gas karbondioksida (CO2) (Kustiasih dkk, 2014).
Proses semi atau anaerobic landfill dapat diketahui berhasil atau tidak melalui
parameter CH4 dan O2. Menurut Herlambang (2010), proporsi gas CH4 pada keadaan semi-
aerobik adalah kurang dari 7-8%, sedangkan komposisi O2 berada pada persentase 6-14%.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di kedua TPA pertama yang menerapkan Metode
Fukuoka, yaitu TPA Cibereum dan TPA Cikundul, kualitas gas yang dihasilkan di TPA Cibereum
adalah 7-11% CH4 dan O2 sebanyak 15-17%. Sedangkan TPA Cikundul menghasilkan 5-10%
CH4 dan O2 sebanyak 15-17%. Hasil ini menujukkan bahwa proses semi-aerobik landfill dapat
diterapkan dan memiliki output yang sesuai dengan baku mutu (Darwati, 2013).
Apabila dibandingkan dengan metode anaerobik, Fukuoka Method dapat mengurangi
emisi Gas Rumah Kaca (GRK) hingga 50%. Turunnya emisi GRK disebabkan oleh adanya supply
oksigen yang mempercepat proses dekomposisi komponen organik di dalam timbunan
sampah. Oksigen yang masuk mengikat karbon (C) dalam bahan limbah padat untuk
menghasilkan gas karbon dioksida dan dikeluarkan dari TPA. Di TPA anaerobik, oksigen tidak
disuplai. Setelah O2 yang tergabung dengan bahan limbah di awal TPA digunakan, ia beralih
ke periode fermentasi methana anaerobik untuk menghasilkan gas methana dan gas karbon
dioksida.
Selain mengurangi gas methana yang menyumbang peran berbahaya dalam Gas
Rumah Kaca (GRK), Tempat Pemrosesan Akhir dengan metode semi-aerobik landfill area juga
bermanfaat untuk meningkatkan kualitas air lindi yang dihasilkan, sehingga proses
pengolahan air limbah lindi di TPA dapat dilakukan dengan lebih mudah. Kandungan BOD dan
COD dalam air limbah lindi tergolong sangat tinggi dan sulit diolah agar memenuhi baku mutu
untuk dibuang ke lingkungan.
Pada pengolahan secara anaerobic, konsentrasi BOD setelah 1 tahun ditimbun adalah
senilai 30.000 hingga 40.000 mg/l, sama dengan konsentrasi COD nya. Sedangkan pada
pengolahan semi-aerobik, konsentrasi BOD setelah 1 tahun ditimbun hanya sebanyak 300
mg/l dengan konsentrasi COD berkisar 1000 hingga 2000 mg/l. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan di kedua TPA tempat pengujian gas methana, didapatkan hasil konsentrasi
BOD yang hanya berkisar antara 114 hingga 163 mg/l setelah 6 bulan masa timbun.
Sedangkan konsentrasi COD nya hanya sekitar 250 mg/l. Data tersebut menunjukkan bahwa
kualitas lindi yang dihasilkan oleh sistem pengolahan semi-aerobik lebih baik dibandingkan
dengan sistem anaerobic dengan konsentrasi BOD yang lebih rendah 6 hingga 7 kali.
Penerapan sistem semi-aerobik landfill ini nantinya dapat mengurangi beban pengolahan
pada instalasi pengolahan air limbah lindi di Tempat Pemrosesan Akhir (Darwati, 2013).
Sciencenia Marin Kurnia
03211940000047
Manajemen Lingkungan (B)

Dari data-data percobaan dan penelitian kualitas lindi dan emisi CH4 yang dihasilkan
oleh metode semi-aerobik landfill area di atas, diketahui beberapa keuntungan yang akan
didapatkan melalui penerapan Metode Fukuoka adalah adanya pipa yang diletakkan di dasar
tumpukan akan membantu air lindi mengalir dengan cepat keluar dari timbunan sampah
sehingga memudahkan udara atau oksigen untuk masuk dan membentuk kondisi aerobik di
antara lapisan timbunan sampah. Kondisi aerobic yang ada di dalam lapisan timbunan akan
membantu meningkatkan kemampuan mikroba untuk mendekomposisi sampah. Mudahnya
oksigen masuk ke dalam lapisan sampah juga dibantu oleh adanya outlet pipa yang terbuka.
Dibandingkan dengan tempat pembuangan sampah lain yang direklamasi dengan
metode aerobik atau anaerobik, tempat pembuangan sampah yang dibuat dengan Metode
Fukuoka akan memiliki kualitas yang stabil dan lebih baik lebih cepat segera setelah
penutupan TPA dilakukan. Oleh karena itu, setelah dilakukan pemantauan lingkungan dan
pengamanan yang memadai dalam jangka waktu tertentu, TPA tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai lahan pertanian, lahan fasilitas publik seperti sekolah, lapangan tenis, dan taman
olahraga lainnya.
Salah satu contoh TPA yang menggunakan Metode Fukuoka dan sudah ditutup untuk
diubah fungsi lahannya adalah Imazu Landfill Site yang terletak di Fukuoka, Jepang. Imazu
Landfill Site dibangun pada Bulan Februari, 1975 dan digunakan selama 24 tahun hingga
ditutup pada Bulan September, 1999. Saat ini, lahan bekas TPA Imazu sudah beralih fungsi
menjadi sebuah desa khusus anak-anak Fukuoka. Pada dasarnya, fasilitas desa anak-anak
tersebut digunakan oleh sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang Bernama SOS-
Kinderdorf, yang bertujuan untuk memberikan perlindungan, tempat tinggal, dan Pendidikan
bagi anak-anak yang tidak dapat tinggal bersama keluarganya karena berbagai alasan. Lebih
efektifnya lagi, lereng dan area hijau sekitar TPA juga dipasangi pembangkit listrik tenaga
surya untuk mensupplai kebutuhan energi listrik di wilayah tersebut.
Keberhasilan Fukuoka, Jepang dalam mengaplikasikan metode semi-aerobik landfill
area tidak hanya berhenti di situ. Professor dan para ahli yang pertama kali menemukan
metode tersebut mulai mengajarkan dan memberikan edukasi di negara-negara lain. Hingga
saat ini, Metode Fukuoka sudah banyak diterapkan di negara-negara lain di Benua Asia,
seperti India, China, Malaysia, Korea, Jepang, Thailand, Fillipina, dan Indonesia. Hasilnya,
negara-negara tersebut berhasil melakukan berbagai inovasi dan pengembangan Metode
Fukuoka untuk menghasilkan lebih banyak manfaat bagi lingkungannya.
Namun, walaupun menghasilkan kualitas air lindi yang lebih baik dan emisi gas
methana yang lebih rendah, pengaplikasian Fukuoka Method atau Semi-aerobik Landfill area
tidak serta merta mudah dilakukan di seluruh Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Indonesia.
Hal ini dikarenakan dalam merencanakan pembangunan atau pengubahan metode landfill di
TPA membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Perencanaan untuk mengetahui estimasi biaya, utamanya dilakukan pada empat
tahap yang berbeda, yaitu tahap pra-konstruksi, tahap konstruksi, tahap operasional, dan
tahap penutupan. Biaya untuk setiap tahap diestimasi secara terpisah untuk mendapatkan
Sciencenia Marin Kurnia
03211940000047
Manajemen Lingkungan (B)

gambaran yang jelas tentang biaya pengembangan, operasional, dan penutupan apabila
kedepannya landfill area sudah tidak beroperasi kembali. Biaya yang dibutuhkan dalam
tahapan pra-konstruksi mencakup biaya pembuatan AMDAL, Analisis laboratorium, dan
pembebasan lahan. Pada tahap konstruksi, biaya mencakup seluruh fasilitas, material, dan
sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam proses konstruksi TPA. Saat akhirnya Semi-
aerobik Landfill area beroperasi, biaya yang dibutuhkan akan digunakan untuk material
penutup, kegiatan penimbunan, pemeliharaan, pemantauan, inspeksi, dan sebagainya.
Walaupun membutuhkan biaya lebih dalam proses pembangunannya, Metode
Fukuoka atau semi-aerobik Landfill Area dapat menekan dampak negatif TPA terhadap
lingkungan dengan pengolahan bau, lindi, dan emisi gas methana. Usaha ini sesuatu yang
sangat penting dan layak untuk dicoba untuk memastikan bahwa pengembangan TPA di
negara berkembang harus mempertimbangkan pengembangan, pengoperasian, dan rencana
penutupannya serta alih fungsi lahan yang bermanfaat sehingga konsep sanitary landfill dapat
dioperasikan dan dipelihara secara efektif, efisien, dan berkelanjutan.

Daftar Pustaka
Darwati, S. (2013). Kinerja Penimbunan Sampah Sistem Semi Aerobik Landfill Sebagai Bahan
Masukan Penyusunan Standar Landfill. Jurnal Standardisasi, 15(1), 28-35.
Fukuoka City Environmental Bureau Japan. (2013, March). The Fukuoka Method. What is The
Semi-Aerobic Landfill?.
Herlambang, (2010), Produksi Gas Metana dari Pengolahan Sampah Perkotaan dengan Sistem
Sel, Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT.
I. R.Rahim , T. Shimaoka, H. Nakayama. (2018), Cost Analysis of Municipal Solid Waste
Management Major Indonesian Cities, J.Japanese Society of Civil Engineers,
Division. G (Environmental Research), Vol.68(6), 201.
Kustiasih, Tuti, Lya Mellany Setyawati, Fitrijani Anggraini, Sri Darwati dan Aryenti. 2014.
Faktor Penentu Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pengelolaan Sampah Perkotaan.
Bandung.
Matsufuji, (2007), Caution for Application of Fukuoaka Method (Semi aerobik landfill
Technology) , JICA, Kyushu International Centre, 2007 from
www.sprep.org/att/IRC/ecopies/global/159.pdf.
Ricci, M., & Confalonieri, A. (2016). Technical Guidance on the Opertion of Organic Waste
Treatment Plants. s.I: International Solid Waste Association.
T. L. Chong, Y. Matsufuji, M. N. H (Fukuoka method) in developing countries: A Malaysia cost
analysis, J. Waste Management 25 (2005) 702–711.
Undang-Undang Republik Indonesia no. 18 tahun 2008, Pengelolaan Sampah, Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia RI, Lembaran Negara RI tahun 2008 no. 69, Jakarta.
Link Website: https://keycancencen.blogspot.com/2022/10/aplikasi-fukuoka-method-
untuk.html

Anda mungkin juga menyukai