Disusun oleh:
TEKNIK ELEKTRO
Puji syukur kami haturkan kepada Allah Swt, yang telah memberikan nikmat
iman, islam, dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
“Pengolahan Sampah Organik Menjadi Sumber Energi Listrik” dengan tepat
waktu. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang
kita nantikan syafa’atnya di di akhirat nanti.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Dosen Kimia Teknik dan Ilmu
Lingkungan, rekan-rekan program studi teknik elektro, dan orang tua yang telah
memberikan dukungan sepenuhnya pada kami.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini tidak akan terwujud tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Kami juga menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kata sempurna, oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran yang
membangun sehingga makalah ini dapat dikembangkan untuk mendapatkan
hasil yang lebih baik.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat hal ini juga berbanding
lurus kebutuhan akan energi yang besar pula. Cepat atau lambat minyak bumi
sebagai penghasil sumber energi saat ini akan habis maka dari itu disamping
harus menghemat penggunaan energi dari sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui, juga harus mencari sumber alternatif energi baru untuk memenuhi
kebutuhan energi yang tidak dapat dibendung lagi.
Kota besar dan metropolitan di Indonesia saat ini mengalami krisis sampah
karena Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah eksisting sudah penuh. Sejalan
dengan pertambahan penduduk dan peningkatan gaya hidup yang semakin
konsumtif, timbulan sampah semakin besar dan beragam, sementara sampai saat
ini perkembangan penanganan sampah di Indonesia masih kurang optimal,
sehingga sebagian besar sampah masih tertimbun di TPA. Pencarian lahan TPA
yang baru sangat sulit dilakukan, sementara jumlah sampah yang terus meningkat.
Konsep pengelolaan sampah seperti yang tercantum dalam UU no. 18 tahun 2008
yaitu pengurangan sampah di level produsen dan konsumen, serta penanganan
sampah yang meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, dan pemrosesan
akhir belum mampu menyelesaikan permasalahan tersebut. Oleh karena itu,
diperlukan solusi untuk dapat menyelesaikan masalah sampah secara cepat,
signifikan dan ramah lingkungan. Satu satu solusi yang dapat dilakukan adalah
dengan menerapkan teknologi termal.
1.3. Tujuan
TEORI FUNDAMENTAL
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia atau proses alam yang
berbentuk padat atau semia padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat
terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan
dibuang ke lingkungan. Sampah merupakan konsekuensi aktifitas manusia,
jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia
terhadap barang/material yang dikonsumsi manusia sehari-hari.
Diantara sistem pengolahan sampah pada TPA, yang paling penting adalah
teknik capping (menutup) lahan. Hal ini sangat penting karena rencana
pengembangan sistem pengumpulan gas metan termasuk penyediaan sebuah tutup
(cap) semi-imperiable untuk memungkinkan terjadinya penyerapan kelembapan.
Lahan TPA harus dilapisi/ditutup dengan membran yang sesuai untuk mencegah
lepasnya gas LFG ke udara.
2.4. Landfill Gas (LFG)
LFG adalah gas yang dihasilkan dari proses fermentasi atau anaerobik dari
bahan organik seperti kotoran manusia, kotoran hewan, limbah pertanian, limbah
perkebunan, dll. Kandungan yang paling utama dalam LFG adalah metan(CH4)
dan karbon dioksida(CO2).
Dalam kondisi anaerobik maka bahan organik tersebut terurai dan gas
anaerobik dihasilkan. Gas ini semakin berkumpul untuk kemudian perlahan-lahan
terlepas ke atsmofer. Hal ini menjadi bahaya karena dapat meyebabkan ledakan
(kandungan gas metan), pemanasan global melalui gas metana yang merupakan
gas rumah kaca(21 kali lebih besar dari CO2), dan material gas organik yang
terlepas dapat menyebabkan photochemical smog. Untuk gas yang berasal dari
landfill, biasanya memiliki kandungan 60% gas metan(CH4) dan karbon
dioksida(CO2). Berikut adalah gas yang dihasilkan dari landfill dengan proses
anaerobik:
Metan (CH4) 45 - 60
(Sumber:http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308084-S42329-Syarifudin.pdf )
Dari tabel tersebut diketahui bahwa kandungan terbesar yang dihasilkan dari
landfill adalah gas metan, kemudian karbon dioksida. Gas metan dihasilkan oleh
bahan-bahan organik seperti yang telah disebutkan diatas yang mengalami proses
anaerobik (tanpa udara).
Metana adalah gas yang dihasilkan dari hasil pembusukan sampah padat yang
dikondisikan dalam suatu pengolahan (Zietsman, 2003). Gas metan merupakan
gas rumah kaca yang menyumbang pemanasan global dua puluh satu kali lebih
besar dari CO2. Hal tersebut dapat dikurangi dengan cara ditangkap/diesktrasi
dengan cara flaring atau dijadikan sebagai bahan pembangkit listrik(Leny
Bernstein,2007).
BAB III
PEMBAHASAN
Pada tahap kedua, cairan buah busuk akan disalurkan kedalam sebuah pipa
pengurai untuk yang terhubung pada sebuah tabung hampa udara. Pada umumnya
tabung ini terletak didasar tanah. Didalam tabung ini tidak ada udara(hampa
udara) atau disebt anaerob. Dalam kondisi tanpa oksigen(hampa udara) maka
cairan dari buah busuk akan menghasilkan bakteri. Bakteri ini akan bekerja untuk
mengurai cairan buah busuk sehingga akan menghasilkan gas metana. Gas metana
ini merupakan sumber utama yang nantinya menjadi bahan untuk dihasilkan
listrik.
Pada tahap ketiga gas metana diproses keluar dari tabung melalui sebuah
pipa-pipa tertutup. Gas metana kemudian dikompresikan sehingga menghasilkan
sebuah tekanan kemudian memutar sebuah tubin. Hasil putaran turbin ini akan
menggerakan generator untuk menghasilkan sebuah listrik.
Pada limbah gas, PLTSa sudah dilengkapi dengan sistem pengolahan emisi
dan efluen, sehingga polutan yang dikeluarkan berada di bawah baku mutu yang
berlaku di Indonesia, dan tidak mencemari lingkungan.
Sedangkan untuk limbah cair hasil dari pengolahan akan dibuat sebuah pipa
pembuangan untuk menghindari bau yang berasal dari sampah, karena limbah
berasal dari bahan organik maka limbah dapat diolah lagi sehingga dapat
dijadikan pupuk untuk pertanian. Saat proses bongkar-muat sampah, jalan menuju
PLTSa dibuat terpisah dengan jalan umum sehingga bau yang ditimbulkan dari
sampah organik tersebut dapat berkurang dan di sekitar bagunan PLTSa ditanami
pepohonan sehingga membentuk greenbelt (sabuk hijau).
BAB IV
ANALISIS
Hasil dari pengoperasian PLTSa juga apabila tidak diolah secara tepat
maka akan timbul bau yang tidak sedap. Bau ini akan mudah terhempas oleh
angin hingga ke segala arah, akibatnya bau dari limbah tersebut lama-lama
dapat mengganggu aktifitas warga yang lokasi tempat tinggalnya memiliki
jarak yang cukup dekat dengan PLTSa tersebut. Oleh karena itu, pengelola
harus memiliki sistem yang dapat mengurai limbah hasil dari pengoperasian
dari PLTSa tersebut sehingga tidak akan menimbulkan dampak yang
kontroversial pada masyarakat yang tempat tinggalnya tidak jauh dari PLTSa
tersebut.
BAB V
KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Semakin tua bumi maka sampah juga akan terus bertmbah. Oleh karena itu
perlu adanya perlu adanya sebuah sistem yang dapat mengolahnya mejadi energi
yang dapat digunakan untuk kehidupan manusia. Pembangunan proyek
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) merupakan langkah yang tepat guna
mengurangi sampah yang terus menumpuk. Berkembangnya teknologi pada setiap
tahun, PLTSa dalam beberapa waktu mendatang akan dapat menggantikan sistem
pembangkit listrik yang masih menggunakan sumber energi tidak terbarukan yang
tidak lagi efisien guna menyelamatkan bumi dari tumpukan sampah.
DAFTAR PUSTAKA
https://media.neliti.com/media/publications/192112-ID-studi-potensi-limbah-kota-sebagai-
pemban.pdf (diakses pada tanggal 17 Oktober 2019. Pukul 10:24)
https://www.academia.edu/10090980/
Makalah_Pembangkit_Listrik_Tenaga_Sampah (diakses pada tanggal 17 Oktober 2019.
Pukul 10:29)
https://enviro.bppt.go.id/Publikasi/ProsidingTekLing2018/Makalah%20II.8_Teknologi
%20Pembangkit%20Listrik%20Tenaga%20Sampah....pdf (diakses pada tanggal 17 Oktober 2019.
Pukul 10:32)