Anda di halaman 1dari 7

3.

32 Teori Bilangan 

Kegiatan Belajar 3

Faktorisasi Tunggal

P ada Kegiatan Belajar 2, telah dibicarakan bahwa setiap bilangan bulat


positif yang lebih besar dari 1 terbagi oleh suatu bilangan prima
sehingga setiap bilangan bulat positif yang lebih besar dari 1 adalah suatu
bilangan prima atau bilangan itu dapat dinyatakan sebagai perkalian dari
bilangan-bilangan prima tertentu. Pada kegiatan belajar ini, akan dipelajari
bahwa pemfaktoran suatu bilangan bulat positif atas faktor-faktor prima
adalah tunggal yang kita kenal sebagai faktorisasi tunggal. Akan tetapi,
sebelum membicarakan faktorisasi tunggal, kita akan mempelajari beberapa
teorema sebagai persiapan untuk mempelajari faktorisasi tunggal.

Teorema 3.6
Jika p suatu bilangan prima dan p  ab maka p  a atau p  b.

Bukti
Karena p suatu bilangan prima, untuk sebarang bilangan bulat a berlaku
(a, p) = 1 atau (a, p) = p. Jika (a, p) = 1 dan p  ab maka p  b. Jika (a, p) = p
maka p  a. Jadi, terbukti bahwa p  a atau p  b.
Teorema 3.6 ini dapat diperluas untuk bilangan-bilangan bulat a1, a2,
a3, ..., an sebagai berikut.

Jika p suatu bilangan prima dan p  a1a2a3... an maka p  ai untuk suatu


i = 1, 2, 3, . . . , n.

Bukti
Kita akan membuktikan dengan induksi matematika pada n, yaitu
banyaknya faktor.
Untuk n = 1, yaitu p  a1, jelas benar.
Untuk n = 2, yaitu p  a1 a2, karena p suatu bilangan prima, menurut Teorema
3.6 p  a1 atau p  a2.
Diambil sebagai hipotesis induksi untuk t dengan 2 < t < n, yaitu p prima
dan p  a1a2a3... at maka pak untuk 2 < k < t.
Pandang p  a1a2a3...an, atau dapat ditulis sebagai p  (a1a2a3...an-1)(an)
maka menurut Teorema 3.6 diperoleh p  a1a2a3 ... an-1 atau p  an.
 PEMA4312/MODUL 3 3.33

Jika p  an, teorema telah terbukti.


Jika p  a1a2a3... an-2an-1, menurut Teorema 3.6 lagi diperoleh bahwa
p  a1a2a3... an-2 atau p  an-1.
Jika p  an-1, teorema terbukti.
Jika p  a1a2a3... an-2, proses seperti di atas dapat diteruskan.
Berdasarkan hipotesis yang diambil, proses tersebut mesti akan berakhir.
Ini berarti bilangan prima p membagi salah satu dari a1, a2, a3, ..., an.
Jika pada Teorema 3.6 diambil kasus bahwa p, q, dan r masing-masing
bilangan prima dan p  qr maka p  q atau p  r, yaitu p = q atau p = r. Karena
p, q, dan r masing-masing bilangan prima, kasus tersebut dapat diperluas
sebagai berikut.

Jika p, q1, q2, q3, ... , qn, semuanya bilangan prima dan p  q1q2q3 ... qn
maka p = qk untuk suatu k dengan 1 ≤ k ≤ n.

Selanjutnya, kita akan membuktikan ketunggalan dari faktorisasi prima


dari suatu bilangan bulat positif. Teorema ini sering disebut faktorisasi
tunggal yang merupakan teorema dasar dalam aritmetika.

Teorema 3.7
Pemfaktoran suatu bilangan bulat positif yang lebih besar dari 1 atas
faktor-faktor prima adalah tunggal, kecuali urutan dari faktor-faktornya.

Bukti
Pada Teorema 3.3, kita telah membuktikan bahwa setiap bilangan bulat
positif yang lebih besar dari 1 adalah suatu bilangan prima atau bilangan itu
dapat dinyatakan sebagai perkalian dari bilangan-bilangan prima tertentu.
Sekarang kita akan membuktikan bahwa faktor-faktor prima tersebut adalah
tunggal.
Ambil sebarang bilangan bulat positif n > 1. Jika n suatu bilangan prima,
n adalah faktornya sendiri.
Jika n suatu bilangan komposit dan diandaikan bahwa pemfaktoran n
atas faktor-faktor prima adalah tidak tunggal, misalnya

n = p1p2 ... pt dan n = q1q2 ... qr


3.34 Teori Bilangan 

dengan pi dan qj adalah bilangan-bilangan prima untuk i = 1,2,3, ..., t dan


j = 1,2,3, ..., r serta p1  p2  p3  ...  pt dan q1  q2  q3  ...  qr dengan t ≤ r.
Karena n = p1p2 ... pt maka p1  n sehingga p1  q1q2q3... qr. Selanjutnya,
menurut perluasan Teorema 3.6, p1 = qk untuk suatu k dengan 1 ≤ k ≤ r.
Mengingat q1  q2  q3  ...  qr maka p1 ≤ q1.
Karena n = q1q2 ... qr maka q1  n sehingga q1  p1p2... pt.. Menurut
perluasan Teorema 3.6, q1 = pm untuk suatu m dengan 1 ≤ m ≤ t.
Mengingat p1  p2  p3  ...  pt maka q1 ≤ p1. Karena p1 ≤ q1 dan q1 ≤ p1 maka
p1 = q1 sehingga dari pemisalan n di atas kita memperoleh bahwa p2 p3 ... pt =
q2q3 … qr.
Jika proses seperti di atas diteruskan, kita akan memperoleh bahwa
p2 = q2 sehingga p3 p4 …pt = q3q4 … qr..
p3 = q3 sehingga p4 p5 …pt = q4q5 ... qr..
dan seterusnya.

Apabila t = r, proses tersebut akan berakhir pada pt = qr dan teorema


terbukti. Akan tetapi, apabila t < r, akan diperoleh bahwa
1 = qt+1qt+2qt+3...qr.
Hal ini mustahil karena qt+1qt+2qt+3...qr adalah bilangan-bilangan prima
maka haruslah t = r sehingga p1 = q1 , p2 = q2 , p3 = q3 , …., pt = qr.
Ini berarti bilangan bulat positif n tersebut hanya dapat dinyatakan
sebagai hasil kali faktor-faktor primanya secara tunggal.
Pembuktian yang lebih singkat dari teorema faktorisasi tunggal tersebut
menggunakan induksi matematika. Coba lakukan pembuktian dengan induksi
matematika ini dengan memperhatikan petunjuk berikut ini.
Apakah teorema benar untuk n = 2?
Sebagai hipotesis, misalkan teorema benar untuk suatu bilangan bulat
positif n ≤ k dan harus ditunjukkan bahwa teorema benar untuk n = k + 1.
Misalkan k + 1 = p1p2…pt = q1q2q3…qr dengan pi dan qj adalah bilangan-
bilangan prima ... dan seterusnya seperti bagian pembuktian di atas sehingga
diperoleh p1 = q1 dan p2p3 ... pt = q2q3 ... qr. Bilangan ini lebih kecil atau sama
dengan k, mengingat hipotesis maka teorema benar untuk n = k+1. Dengan
demikian, terbuktilah teorema tersebut.
Kita mengetahui bahwa banyaknya bilangan asli adalah tak berhingga
dan setiap bilangan bulat positif dapat difaktorkan atas faktor-faktor prima.
Apakah banyaknya bilangan prima itu tak berhingga pula?
 PEMA4312/MODUL 3 3.35

Euclides membuktikannya dengan bukti tak langsung (bukti dengan


kontradiksi) bahwa banyaknya bilangan prima adalah tak berhingga.
Misalkan, p1 = 2, p2 = 3, p3 = 5, p4 = 7, ... adalah urutan bilangan-bilangan
prima dan andaikan ada bilangan prima terbesar, misalkan pn, sekarang
dibentuk suatu bilangan bulat positif.

N = p1p2 ...pn + 1

Karena N > 1, menurut Teorema 3.2, N dapat dibagi oleh suatu bilangan
prima sehingga N dapat dibagi oleh sekurang-kurangnya satu bilangan prima
dari p1 , p2 , p3 ..., pn. Misalnya, bilangan prima pk dengan 1 ≤ k ≤ n yang
membagi N, yaitu pk  N.

N = p1p2p3 ... pn +1, dengan pk  N dan pk  p1p2p3 ... pn, maka pk  1

Hal ini tidak mungkin karena pk adalah suatu bilangan prima. Oleh
karena itu, pengandaian bahwa ada bilangan prima terbesar adalah tidak
benar sehingga pengandaian tersebut harus diingkar. Hal ini diperoleh bahwa
tak ada bilangan prima terbesar. Dengan kata lain, banyaknya bilangan prima
adalah tak berhingga.
Hal tersebut terkenal sebagai teorema Euclides yang dinyatakan sebagai
berikut.

Teorema 3.8 (teorema Euclides)


Banyaknya bilangan prima adalah tak berhingga.
Pada pembuktian teorema Euclides tersebut, yang menarik adalah
pembentukan bilangan bulat positif N sebagai hasil kali semua bilangan
prima ditambah 1. Apakah N tersebut suatu bilangan prima?
Misalkan, kita memulai untuk bilangan prima pertama, yaitu 2, maka
kita memperoleh
N1 = 2 + 1 = 3
N2 = 2.3 + 1 = 7
N3 = 2.3.5 + 1 = 31
N4 = 2.3.5.7 + 1 = 211
N5 = 2.3.5.7.11 + 1 = 2311.
3.36 Teori Bilangan 

Coba tunjukkan bahwa N1, N2, N3, N4, dan N5 tersebut masing-masing
adalah bilangan prima. Selanjutnya, tentukanlah N6, N7 dan N8. Tunjukkan
bahwa bilangan-bilangan ini bukan bilangan prima.

N6 = 59509
N7 = 1997277
N8 = 34727953

Suatu pertanyaan yang jawabannya belum diketahui, apakah ada banyak


tak berhingga k sedemikian hingga Nk suatu bilangan prima pula. Demikian
pula, apakah ada banyak tak berhingga bilangan komposit Nk.
Perhatikan barisan bilangan prima 2, 3, 5, 7, ..., pn. pn adalah bilangan
prima ke-n. Sekarang, kita ingin menentukan suatu batas atas dari barisan pn
tersebut. Pada pembuktian teorema Euclides di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa pn 1 p1 p2 p3 .... pn 1 pnn 1 .
Sebagai contoh, jika n = 3, ketidaksamaan itu menjadi berikut ini.

7 p4 p33 1 53 1 126

Ketidaksamaan ini menunjukkan bahwa bilangan prima ke-4 kurang dari


126. Tampak bahwa pendekatan ini masih sangat kasar. Pendekatan yang
lebih halus diberikan teorema berikut ini.

Teorema 3.9
Dalam suatu barisan bilangan prima, jika pn menyatakan bilangan prima
n 1
ke n maka pn 22 .

Bukti
Pembuktian menggunakan induksi matematika pada n. Untuk n = 1
0
diperoleh p1 22 , yaitu p1 2 . Hal ini memang benar sebab bilangan
prima pertama adalah 2.
Selanjutnya, sebagai hipotesis, teorema diasumsikan benar untuk n = k,
k 1
yaitu pk 22 . Harus dibuktikan bahwa teorema benar untuk n = k + 1,
k
yaitu pk 1 22 .
 PEMA4312/MODUL 3 3.37

Perhatikan berikut ini.


pk 1 p1 p2 p3 ... pk 1
2 3 k 1
pk 1 2 22 22 22 ... 22 1
2 3 k 1
pk 1 21 2 2 2 ... 2
1

Mudah ditunjukkan bahwa 1 + 2 + 22 + 23 + … + 2k-1 = 2k –1, yaitu suatu


deret geometri dengan rasio 2, sehingga diperoleh

k 1
pk 1 22 1 .

k 1
Karena 22 1 untuk setiap bilangan asli k maka ketidaksamaan itu
menjadi berikut.

2 1 k 1
pk 1 22 22
k
pk 1 22

Karena teorema benar untuk n = 1 dan benar untuk n = k dan telah


ditunjukkan benar untuk n = k + 1, teorema benar untuk setiap bilangan asli
n.
n
Memperhatikan teorema ini, bilangan prima ke (n+l), yaitu pn 1 22 .
n
Maka itu, banyaknya bilangan prima yang lebih kecil dari 22 tidak kurang
dari (n+l) buah. Jadi, untuk n  1, ada paling sedikit n + 1 buah bilangan
n
prima yang lebih kecil dari 2 2 .

LAT IH A N

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,


kerjakanlah latihan berikut!
1) Buktikanlah bahwa jika p suatu bilangan prima dan p  an dengan n suatu
bilangan asli, maka p  a!
3.38 Teori Bilangan 

2) Buktikanlah bahwa jika 2n – 1 suatu bilangan prima maka n suatu


bilangan prima pula!

3) Jika n suatu bilangan ganjil, tunjukkan bahwa ada suatu bilangan kuadrat
yang jika ditambahkan pada n menghasilkan suatu bilangan kuadrat pula!

4) Tentukan suatu bilangan prima p sedemikian hingga 17p + 1 adalah


suatu bilangan kuadrat!

5) Jika n  1, tunjukkan bahwa ada tak berhingga banyaknya bilangan


prima yang berbentuk (4n + 1). Demikian pula untuk bilangan prima
yang berbentuk (4n + 3).

6) Berikut ini, contoh-contoh bilangan-bilangan prima sekawan, yaitu 3 dan


5, 5 dan 7, 11 dan 13, 17 dan 19, 41 dan 43, dan sebagainya, yaitu dua
bilangan prima yang selisihnya 2.
a) Tunjukkan bahwa 1949 dan 1951 adalah bilangan-bilangan prima
sekawan (twin primes).
b) Apabila 1 ditambahkan pada hasil kali bilangan-bilangan prima
sekawan, diperoleh suatu bilangan kuadrat sempurna. Buktikanlah!
c) Jika p bilangan prima yang lebih besar dan 5, buktikanlah bahwa
jumlah bilangan-bilangan sekawan p dan p + 2 terbagi 12.

7) Untuk n > 3, tunjukkan bilangan-bilangan bulat n, n + 2, dan n + 4 tidak


mungkin semuanya prima!

8) Tunjukkan bahwa barisan berikut ini, semua sukunya adalah komposit!


(n + l)! – 2, (n + l)! – 3, ..., (n + l)! – (n + l)

9) Tunjukkan bahwa tak ada bilangan bulat berbentuk n3 + 1 yang


merupakan bilangan prima, kecuali 2!

10) Memperhatikan soal nomor 8, carilah 1000 bilangan bulat positif


berturutan yang semuanya komposit!

Anda mungkin juga menyukai