Anda di halaman 1dari 117

EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN

RAKYAT DAERAH (DPRD) TERHADAP PENINGKATAN


PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA LANGSA

TESIS

OLEH

SYAFRIZAL WAHYUDI
117005024

PROGRAM STUDI PASCASARJANA ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT DAERAH (DPRD) TERHADAP PENINGKATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA LANGSA

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum


Pada Progam Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara

OLEH

SYAFRIZAL WAHYUDI
117005024

PROGRAM STUDI PASCASARJANA ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada
Tanggal : 25 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS


Ketua : Prof. Muhammad Abduh.,S.H
Anggota : 1. Dr. Faisal Akbar Nasution.,S.H.,M.H
2. Dr. Jusmadi Sikumbang.,S.H., M.S
3. Dr. Pendastaren Taringan.,S.H.,MH
4. Dr. Mirza Nasution.,S.H., M. Hum

Universitas Sumatera Utara


SURAT PERNYATAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : SAFRIZAL WAHYUDI
Nim : 117005024
Program Studi : Magister Ilmu Hukum
Judul Tesis : EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD)
TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN
ASLI DAERAH DI KOTA LANGSA
Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan saya tidak

akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnyadan dalam keadaan sehat

Medan, Januari 2016


Yang membuat Pernyataan

SYAFRIZAL WAHYUDI

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Pengawasan disektor penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangatlah


penting untuk selalu menjadi prioritas dalam kinerja pihak DPRD dan juga
Pemerintah daerah atau biasa juga disebut pengawasan internal, agar tercapainya
sistem keuangan daerah yang mandiri sehingga nantinya pihak pemerintah daerah
tidak lagi menggantungkan dirinya kepada pusat dan sumber-sumber penerimaan
lainnya, sehingga defisit anggaran tidak perlu menjadi agenda rutin dalam
pembahasan RAPBD setiap tahunnya. Hubungan kemitraan dan pengawasan antara
pemerintah daerah dan DPRD yang kondusif menunjukkan dinamika politik yang
baik karena DPRD dapat memainkan perannya secara baik yang berimplikasi
positif.berdasarkan hal tersebut maka yang menjadi permasalahan ialah Bagaimana
pengaturan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang
diamanatkan oleh Undang-Undang di Indonesia?, Bagaimana efektivitas pelaksanaan
fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap peningkatan
Pendapatan Asli Daerah di Kota Langsa? Dan Hambatan-hambatan apa raja yang
dihadapi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam melaksanakan fungsi
pengawasan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Langsa?.
Penelitian ini merupakan penelitian normatif dan memiliki pendekatan
peraturan perundang-undangan yang menganalisi fenomena efektivitas pengawasan
DPRD terhadap peningkatan pendapatan asli daerah.
Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa Pengaturan fungsi pengawasan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan, yaitu : Pasal 41 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah jo Pasal 292 dan 343 Undang-Undang No. 27 Tahun 2009
Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 42 ayat 1 huruf c
Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan 43 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.Melihat pengaturan tentang fungsi
pengawasan DPRD terdapat dalam beberapa undang-undang maka hal ini tidak
mencerminkan unifikasi hukum yang dicita-cita. Keanekaragaman akan memberi
kesulitan kepada masyarakat untuk mendudukkan mana peraturan yang lebih tinggi
dan mana perturan yang lebih rendah sehingga jelas hirarki sebuah peraturan
perundang-undangan. Efektivitas pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) terhadap peningkatan pendapatan ash daerah (PAD) di Kota
Langsa dapat dilakukan dengan menerapkan beberapa cara pengawasan, yaitu :
Preliminary Control, Interim Control, dan Post Control dan Hambatan-hambatan
yang dihadapi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam melaksanakan
fungsi pengawasan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) di Kota
Langsa dapat dilihat melalui, yaitu : Undang-undang, Penegak hukum, Faktor sarana
atau fasilitas, Faktor Masyarakat, Faktor Kebudayaan. Namun yang paling besar
permasalahannya terdapat pada penegak hukum, sarana atau fasilitas, dan masyarakat
sedangkan kebudayaan serta undang-undang masih berjalan dengan baik.

Universitas Sumatera Utara


Sebagai saran Diharapkan kedepan Indonesia memiliki regulasi peraturan
perundang-undangan yang secara khusus mengatur fungsi dari Dewan Perwakilan
Rakyat Dacrah (DPRD) khususnya mengenai fungsi pengawasan, tidak seperti
sekarang yang terdapat dalam beberapa buah peraturan perundang-undangan.Agar
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Langsa tidak ragu menerapkan 3
(tiga) bentuk pengawasan di atas agar upaya peningkatan PAD Kota Langsa dapat
berjalan dengan maksimal.Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) perlu
melakukan diskusi atau musyawarah dengan eksekutif Kota Langsa agar hambatan-
hambatan yang dihadapi dalam melakukan pengawasan dalam upaya peningkatan
PAD Kota Langsa dapat segera diatasi.

Kata kunci: Pengawasan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan


Pendapatan Asli Daerah

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Supervision in the revenue sector revenue is important to always be a priority


in the performance of the Parliament and Government of the region or also called
internal controls, in order to achieve the regional financial system that is self-
contained so that later the local government no longer rely him to the center and
other sources of revenue, so that the budget deficit does not have to be a regular
agenda in the discussion of budgets annually. Partnerships and oversight between
local governments and legislators conducive showed good political dynamics because
Parliament can play its role as both a positive impact. based on that then that
becomes the problem is How are the supervisory functions of Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) which is mandated by law in Indonesia?, How effective
implementation of the supervisory function of the regional council to increase
regional revenue in Langsa? And any barriers faced by the regional council in
carrying out oversight functions to increase revenue in Kota Langsa?.
This research is a normative and had the approach of legislation that
analyzed the phenomenon of the effectiveness of Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
to increase revenue.
The results of this study indicate that the supervisory function settings Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) contained in the legislation, namely: Article 41
of Law No. 32 Year 2004 on Regional Government in conjunction with Article 292
and 343 of Law No. 27 of 2009 on the People's Consultative Assembly, the House of
Representatives, the Regional Representative Council and the Regional
Representatives Council. Article 42 paragraph 1 letter c of Law No. 32 Year 2004 on
Regional Government and 43 paragraph (1) of Law Number 32 Year 2004 View
settings on the oversight function of Parliament contained in several laws so this does
not reflect the legal unification aspired goal. Diversity will give trouble to the
people's seat which regulation is higher and which lower perturan so clear hierarchy
of a legislation. The effectiveness of the implementation of the supervisory functions
of Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) to increase local revenue (PAD) in
Kota Langsa can be done by applying some means of supervision, namely:
Preliminary Control, Interim Control, and the Post Control and barriers faced by
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) in carrying out the oversight function to
increase local revenue in Kota Langsa can be seen through, namely: legislation, law
enforcement, means or facility factor, factor Society, Culture factors. But the biggest
problem is contained in law enforcement, means or facilities, and the public while the
culture and laws are still going well. As a suggestion Indonesia Expected future have
regulatory legislation that specifically regulate the function of Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD), especially regarding the oversight function, not as now
contained in several pieces of legislation. In order for Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Langsa do not hesitate to apply three (3) forms of supervision over

Universitas Sumatera Utara


that efforts to increase the revenue Langsa can run with the maximum. Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah(DPRD) needs to conduct discussions or meetings with
executives Langsa that the obstacles encountered in conducting surveillance in an
effort to increase revenue Langsa can be immediately addressed.

Keywords : Surveillance, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) and the


Local Revenue

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji hanya bagi Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, hidayah, dan

karunia-Nya, kesehatan, kekuatan dan kemudahan yang diberikan kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan penelitian tesis ini sebagai salah satu syarat dalam

menyelesaikan studi di program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara,

yang berjudul “EFEKTIVITAS PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN

RAKYAT DAERAH (DPRD) TERHADAP PENINGKATAN pENDAPATAN

ASLI DAERAH DI KOTA LANGSA”. Sholawat dan salam penulis hadiahkan

kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang yang

istiqomah mengikuti jejaknya hingga akhir zaman.

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Prof.

Muhammad Abduh, SH..selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan

ilmu, meluangkan waktu untuk memberikan masukan, bimbingan dan motivasi

kepada penulis hingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih kepada

Bapak DR.Faisal Akbar Nasution, SH., MH selaku dosen pembimbing kedua yang

telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan

terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak DR. Jusmadi Sikumbang SH, MS.

yang dengan sabar membimbing, mengarahkan, mengoreksi tulisan penulis, dan

menyediakan waktu berdiskusi dalam penulisan tesis ini. Semoga Allah SWT

Universitas Sumatera Utara


membalas segala kebaikan Bapak Dosen dalam bimbingan dan ilmu yang

telah diberikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr.dr.Syahril Pasaribu,D.T.M&H.,M.Sc.(C.T.M), Sp.A.(K.), selaku

Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu

Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Mahmul

Siregar, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum

Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH. M.H selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan masukan dan saran yang membangun dalam penyusunan tesis ini.

6. Bapak Dr. Mirza Nasution, SH., Hum selaku Dosen Penguji kedua yang juga telah

memberikan masukan dan saran yang membangun dalam penyusunan tesis ini.

7. Terima Kasih kepada Bapak Abdul Hakim selaku Deputy Branch Manager

Bussiness PT.Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Kantor Cabang Batam yang

selalu memberikan kemudahan penulis dalam mengikuti perkuliahan sampai

dengan penulisan Tesis ini diselesaikan.

Universitas Sumatera Utara


8. Seluruh Dosen dan Staff Tata Usaha Program Studi Magister Ilmu Hukum

Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam proses administrasi.

Tesis ini penulis dedikasikan kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Amir

Syarifuddin dan Ibunda Cut Yusra, yang telah melahirkan, mendidik dan mendo’akan

setiap langkah kehidupan ananda dengan ikhlas penuh kasih sayang, serta memotivasi

penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan hingga kejenjang Pasca Sarjana,

Semoga setiap keburukan ananda dimasa lampau dapat ananda perbaiki dan tebus

dimasa-masa yang akan datang. Ucapan terima kasih dari hati yang tulus atas segala

pengorbanan jiwa raga yang tiada bandingnya, semoga Allah SWT membalas

kebaikan yang telah diberikan dengan sebaik-sebaik balasan. Aamiin.

Terimakasih kepad istri tercinta Lily Fitria yang senantiasa menjadi inspirasi,

memberi doa, dan dukungan selama berlangsungnya masa perkuliahan hingga

memasuki masa penyelesaian perkuliahan

Terima kasih kepada sahabat-sahabat seperjuangan di Program Studi Magister

Ilmu Hukum Muhammad Iqbal Tarigan, Adespa Roy, Rambe, Julieta Simo, Tika,

Irene, Terimakasih pula kepada rekan kerja di PT.Bank Tabungan Negara (Persero)

Tbk Kantor Cabang Batam serta teman-temanku tercinta yang tidak dapat saya

sebutkan satu persatu.

Penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi teknik

penulisan maupun dari segi pembahasannya, karena itu kritik dan saran dari berbagai

pihak yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan pada masa yang akan

datang. Semoga tesis ini bermanfaat bagi dunia pendidikan dan masyarakat luas serta

Universitas Sumatera Utara


mendapat keberkahan dan ridho dari Allah SWT. Dan semoga Allah

membalas kebaikan yang diberikan. Aamiin Ya Rabbal ‘Aalamiin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, Januari 2016

Penulis

SYAFRIZAL WAHYUDI

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Data Pribadi
Nama : Syafrizal Wahyudi
Tempat/tanggal Lahir : Karang Baru, 4 Juni 1988
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Lorong Pendidikan, Gang Durian No.48 Gampong
Paya Bujok Seuleumak Kec.Langsa Baro, Kota Langsa

2. Keluarga
Nama Orangtua
Ayah : Amir Syarifuddin
Ibu : Cut Yusra
Istri : Lily Fitria

3. Pendidikan
a. SDN 02 Lulus Tahun 2000
b. SMP Negeri No.3 Langsa Lulus Tahun 2003
c. SMA Negeri No.3 Langsa Lulus Tahun 2006
d. Strata Satu (S1) Fakultas Hukum
Universitas Syiah Kuala Lulus Tahun 2011
e. Strata Dua (S2) Program Studi Magister
Ilmu Hukum USULulus Tahun 2014

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Lernbar Pengesahan................................................................................................. iii


Pernyataan................................................................................................................ v
Abstrak..................................................................................................................... vi
Abstract.................................................................................................................... viii

Kata Pengantar......................................................................................................... x

Daftar Riwayat Hidup.............................................................................................. xiv

Daftar Isi................................................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.................................................................................... 12

C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 13

D. Manfaat Penelitian................................................................................... 13

E. Keaslian Penelitian................................................................................... 14

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional........................................... 16

1. Kerangka Teori.................................................................................... 16

2. Landasan Konsepsi.............................................................................. 28

G. Metode Penelitian.................................................................................... 31

1. Jenis Dan Sifat Penelitian.................................................................... 31

2. Pendekatan Masalah............................................................................ 31

3. Sumber Hukum Dan Bahan Hukum.................................................... 32

4. Metode Pengumpulan Bahan Hukum....................................................33

5. Metode Pengolahan Data Dan Analisis Data........................................ 33

Universitas Sumatera Utara


BAB II PENGATURAN FUNGSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT DAERAH (DPRD) YANG DIAMANATKAN OLEH
UNDANG-UNDANG DI INDONESIA

A. Tinjauan Umum Tentang Pengawasan.............................................. 34

1.Pengertian Pengawasan.................................................................. 34

B. Tinjauan Umum Tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


(DPRD)....................................................................................... 39

1. Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)......... 39

2.Fungsi, Tugas Dan Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


(DPRD)................................................................................. 41

C. Tinjauan Umum Tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD)........... 43

1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)............................ 43

2. Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)................... 45

D. Pengaturan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


(DPRD) Yang Terdapat Dalam Peraturan Perundang-Undangan 49

BAB III EFEKTIVITAS PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) TERHADAP
PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA
LANGSA

A. Selayang Pandang Kota Langsa................................................. 58

1. Sejarah Terbentuknya Kota Langsa....................................... 58

2. Kondisi Geografi Kota Langsa............................................... 63

B. Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota


Langsa....................................................................................... 65

Universitas Sumatera Utara


C. Efektivitas Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Di Kota Langsa.......................................................... 74

BAB IVHAMBATAN-HAMBATAN YANG DI•ADAPI OLEH DEWAN


PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DALAM
MELAKSANAKAN FUNGSI PENGAWASAN UNTUK
MENINGKATKAN PENDAPAT ASLI DAERAH (PAD) DI KOTA
LANGSA

A. Undang-Undang........................................................................... 85

B. Penegak Hukum........................................................................ 87

C. Faktor Sarana Atau Fasilitas...................................................... 89

D. Masyarakat............................................................................... 90

E. Faktor Kebudayaan.................................................................... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan............................................................................... 92

B. Saran......................................................................................... 94

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 95

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia yang terdiri dari banyak provinsi merupakan salah satu

negara berkembang yang terdapat di Asia Tenggara.Salah satu perkembangan yang

paling menonjol, yakni pada sektor perekonomian dan sektor pembangunannya,

dengan kata lain sektor ini sangat mempengaruhi berkembangnya suatu negara itu

sendiri. Hal ini dapat terlihat dari pelaksanaan pembangunan pada negara yang diikuti

oleh perkembangan pada daerah-daerahnya pula, sehingga wajar apabila dalam

pelaksanaan pembangunan pemerintah sangat memerlukan dana yang cukup besar

untuk melaksanakan pembangunan tersebut. Hal ini mendorong sumber-sumber dana

yang menjadi pendukung pembangunan disebuah daerah harus terus digali dan

pemerintah juga dituntut untukcermat dalam melihat potensi-potensi sumber

pendanaan yang ada, sehingga dapat dikembangkan serta ditingkatkan demi

kelangsungan hidup masyarakat.

Sektor pajak dan retribusi yang banyak disebut juga Pendapatan Asli

Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber penerimaan yang potensial pada suatu

daerah, maka dengan begitu perlu adanya pengembangan serta pengawasan. Fungsi

pengawasan disini bertujuan agar terciptanya suatu mekanisme yang baik dalam

proses penerimaan ataupun pengelolaan sumber pendapatan daerah baik itu berupa

pajak daerah maupun retribusi daerah, sehingga nantinya sumber-sumbper

Universitas Sumatera Utara


pendapatan tersebut mampu menjadi objek pendanaan dan mampu menopang

pembiayaan pembanguan serta menguatkan laju perekonomian pada suatu daerah.

Sebagai salah satu sumber pembiayaan yang dimiliki oleh daerah,

pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang diperoleh tingkat pemerintahan

lokal (pemda) yang digali pemerintah daerah tersebut dari sumber-sumber ekonomi

yang ada didaerahnya. Dalam konsep pendapatan asli daerah ini tercakup komponen-

komponen penerimaan yang berasal dari hasil perolehan pajak daerah, retribusi

daerah, bagian daerah yang berasal dari laba Badan Usaha Milik Daerah , serta lain-

lain pendapatan asli daerah yang sah. 1 Ciri umum yang terlihat dari sumber-sumber

PAD adalah banyak jenis penerimaan yang diserahkan kepada daerah, tetapi sebagian

besar kurang potensial dalam artian lebih besar biaya pemungutannya dari pada hasil

pungutannya. 2

Secara konstitusional pajak diatur dalam pasal 23A UUD 1945 yang

menyatakan bahwa “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan

negara diatur dengan undang-undang” 3, dimana pada pasal tersebut menyatakan

bahwa perpajakan merupakan salah satu kewajiban setiap warga negara yang bersifat

memaksa. Konsekuensi dengan adanya pasal tersebut maka negara wajib membuat

aturan tentang perpajakan sebagai pendukungnya, baik berupa undang-undang

1
Achmad Lutfi, Penyempurnaan Administrasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah : Suatu
upaya dalam optimalisasi penerimaan PAD, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisis : Bisnis &
Birokrasi, Vol XIV, No 1, Januari 2006, Dep. Ilmu Administrasi, FISIP UI, hal.2
2
Ibid
3
Faisal Akbar Nasution, Pemerintahan Daerah dan Sumber-Sumber Pendapatan Daerah,
(Jakarta: Sofmedia, 2009), hal.124

Universitas Sumatera Utara


maupun peraturan daerah yang bersifat mengikat sesuai dengan prosedur yang diatur

oleh UUD 1945 dan akhirnya “melahirkan” hukum pajak nasional. 4

Untuk mengatur tentang pungutan pajak dan retribusi daerah pemerintah

bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengeluarkan undang-

undang No. 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang

kemudian disempurnakan dengan undang-undang No.34 Tahun 2000. Kedua undang-

undang ini menjadi dasar hukum pemungutan pajak serta retribusi pada daerah. 5

Namun, seiring dengan perkembangan jaman, maka pada tahun 2009 kedua undang-

undang tersebut dirubah lagi menjadi undang-undang No.28 Tahun 2009 Tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan sampai sekarang undang-undang tersebut

menjadi landasan hukum dalam pembentukan aturan hukum yang berkaitan dengan

pajak dan juga retribusi daerah disetiap daerah khususnya di Kota Langsa.

Sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 5 dan pasal 6 Undang-Undang

No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan

Daerah, berdasarkan pasal tersebut dapat mengisyaratkan bahwa sesuatu yang

diperoleh pemerintah daerah yang dapat diukur dengan uang karena kewenangan

(otoritas) yang diberikan masyarakat dapat berupa hasil pajak daerah dan retribusi

daerah. Dalam pasal 5 dan pasal 6 menerangkan bahwa dalam penyelenggaraan

fungsi-funsi pemerintahan daerah, kepala daerah Kabupaten/Kota. Didalam

penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan daerah tidak terus

4
Adrian Sutedi, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, (Bogor Selatan: GhaliaIndonesia, 2008),
hal 13
5
Mariot.P.Siahaan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, (Jakarta: Rajawali Pers,2009), hal. 5

Universitas Sumatera Utara


menerus selalu menggantungkan dana (anggaran) dari pusat melalui pembagian dana

perimbangan.

Ketentuan mengenai PAD secara ringkas mengandung beberapa hal yaitu :

a. PAD merupakan sumber pendapatan daerah dengan mengelola dan

memanfaatkan potensial daerahnya.

b. Di dalam mengelola, mengolah dan memanfaatkan potensi daerah, PAD dapat

berupa pemungutan pajak, retribusi dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. 6

Dengan begitu apabila pemerintah pusat harus membagikan jumlah dana

yang sama besarnya kepada setiap provinsi maka pemerintah pusat pastinya akan

mengalami masalah. yakni adanya defisit anggaran dalam jumlah yang cukup besar,

dikarenankan setiap daerah tidaklah sama jumlah pendapatan serta keperluannya

terhadap anggaran tersebut. Maka karena itu, pemerintah pusat dalam sistem

desentralisasinya memberi hak otonomi kepada daerah (local government) yang

menjalankannya, adalah menimbulkan pembagian kewenangan pada sektor keuangan

untuk membiayai penyelenggaraan urusan rumah tangga (otonomi) pada pemerintah

daerah tersebut. 7

Berbicara otonomi daerah tidak dapat dilepaskan dari isu kapasitas

keuangan dari tiap-tiap daerah. Bahkan pada tahun-tahun sebeleumnya, otonomi

senantiasa dikaitkan dengan automoney, Artinya, kemandirian daerah dalam

6
Hukum Industri, 2011, Pendapatan Asli Daerah (PAD),
http://hukum2industri.wordpress.com/2011/04/26/pendapatan-asli-daerah-pad/, diakses 13 Februari
2013
7
Faisal Akbar Nasution, Op.Cit, hal. 117

Universitas Sumatera Utara


menyelenggarakan kewenangannya diukur dari kemampuannya menggali sumber-

sumber pendapatan sendiri. Penerapan automoney inilah yang kemudian mendorong

daerah-daerah untuk lebih giat meningkatkan PAD, termasuk dengan menciptakan

berbagai bentuk pajak dan retribusi daerah. 8

Untuk memperoleh dana dalam jumlah yang cukup untuk menjalankan

roda pemerintahan dan juga melaksanakan program-program pembangunan yang

berkelanjutan dan merata kesegala sektor. Maka, pemerintah daerah harus melakukan

upaya mencari sumber pendapatan daerah yang berasal dari pemberian pemerintah

pusat, dan pendapatan yang berasal dari pengutipan pajak daerah dan retribusi daerah.

Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, diatur sumber-sumber

penerimaan daerah yakni berasal dari sektor pendapatan daerah dan pembiayaan. 9

Pedapatan daerah bersumber dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-

lain pendapatan sedangkan pembiayaan bersumber dari sisa lebih perhitungan

anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan daerah dan hasil

penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. 10 Pendapatan asli daerah merupakan

salah satu wujud dari desentralisasi fiskal, untuk memberikan sumber-sumber

penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan

potensinya. Sumber-sumber PAD adalah hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,

8
Adrian Sutedi, Implikasi Hukum Atas Sumber Pembiayaan Daerah Dalam Kerangka
Otonomi Daerah, (Jakarta:Sinar Grafika, 2009) hal. 70
9
Lihat Sophia Hadyanto, Faisal Akbar Nasution, Nazaruddin dan Gunadi (ed), Paradigma
Kebijakan Hukum Pasca Reformasi : Dalam Rangka Ultah Ke-80 Prof. Solly Lubis, (Jakarta: PT.
Sofmedia, 2010), hal. 270
10
Lihat Pasal 5 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat Dan Daerah

Universitas Sumatera Utara


hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolan kekayaan daerah, dan pendapatan asli

daerah lainnya.

Kewenangan daerah dalam pemungutan pajak dan retribusi diatur dengan

Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Berdasarkan undang-undang tersebut, daerah diberikan kewenangan untuk memungut

11 jenis pajak dan 33 jenis retribusi, dengan pertimbangan bahwa jenis pajak dan

retribusi tersebut secara umum dipungut yang baik.

Saat ini dengan adanya perubahan undang-

undangnomor12tahun2008tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 32

tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diharapkan membawa perubahan

fundamental dalam hubungan tata pemerintahan. undang-undang nomor 32 tahun

2004 tentang Pemerintahan.

Daerahmerupakansalahsatulandasanyuridisbagiperkembanganotonomidaer

ahdi Indonesia.Dalampenjelasanundang-undanginidisebutkanbahwapengembangan

otonomipadadaerahkabupatendankotadiselenggarakandenganmemperhatikan prinsip-

prinsipdemokrasi,peransertamasyarakat,pemerataandankeadilanserta memperhatikan

potensi dan keanekaragaman daerah.

Otonomi yang diberikan

kepadakabupatendankotadilaksanakandenganmemberikankewenanganyang

luas,nyatadanbertanggungjawabkepadapemerintahdaerahsertaproporsional, artinya

pelimpahan tanggung jawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian pemanfaatan

dari sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pemerintah

Universitas Sumatera Utara


pusat dan daerah.

Pada hakekatnya APBD (anggaran pendapatan belanja daerah)

merupakan perwujudan amanah rakyat kepada pemerintah melalui Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat

dan pelayanan kepada masyarakat. 11Dalam Negara demokrasi, keberadaan

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat daerah

(DPRD) atau lembaga legislatif adalah merupakan suatu keharusan. 12 Hal ini

bertujuan agar adanya check and balances 13 dalam sebuah negara sehingga

eksekutif sebagai pelaksana kedaulatan rakyat tidak sewenang-wenang

dalam menjalankan kekuasaannya terutama dalam menggunakan anggaran.

APBD yang salah satu sumbernya berasal dari Pendapatan Asli

Daerah (PAD) merupakan salah satu modal awal suatu pemerintahan daerah

dalam mendapatkan dana untuk menggerakkan sektor pembangunan dan

memenuhi belanja daerahnya. Pendapatan Asli Daerah merupakan suatu

inisiatif dalam melepaskan ketergantungan terhadap pendanaan daerahnya

dari pemerintah pusat. Pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah sesuai

dengan apa yang telah diatur oleh Undang-Undang No. 28 Tahun 2009

11
Soekarwo, Berbagai MasalahKeuangan Daerah, ( Surabaya: AirlanggaUniversityPress,
2003), hal.65
12
Sadu Wasistono & Ondo Riyani, Etika Hubungan Legislatif Eksekutif Dalam Pelaksanaan
Otonomi Daerah, (Bandung: Fokusmedia, Cet. Ke.2, 2003), hal. 93
13
check and balances ialah pengawasan dan keseimbangan maksudnya dimana setiap
cabang kekuasaan dapat mengawasi dan mengimbangi cabang kekuasaan lainnya sehingga
menghasilkan sistem kelembagaan negara yang tidak memiliki lembaga super body. Lihat
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
1992), hal. 153. Dan Saiful Anwar, Sendi-Sendi Hukum Tata Negara Indonesia (Era
Reormasi), (Medan: Gelora Madani Press, 2004), hal. 98

Universitas Sumatera Utara


tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah harus diimplementasikan secara

baik dalam rangka pencapaian target penerimaan serta pendapatan daerah.

Dalam pelaksanaan undang-undang tersebut perlu adanya pengawasan yang

kuat agar tidak terjadinya penyimpangan dan penyelewengan.

Berdasarkan kondisi nyata yang terjadi dilapangan, realisasi

penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah belumlah mencapai target

sesuai waktu sebagaimana yang telah ditetapkan setiap tahunnya. Hal

tersebut ternyata tidak lepas dari adanya masalah terhadap pencapaian target

pajak daerah dan retribusi daerah guna meningkatkan penerimaan

pendapatan asli daerah, masalah yang terjadi dilapangan yaitu masih belum

tercapainya target penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah disegala

sektor, hal ini terlihat dari adanya pembahasan terhadap adanya defisit

anggaran setiap tahunnya disetiap kabupaten/kota.

Hal tersebut dikarenakan dalam pelaksanaan kebijakan baik itu

kebijakan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah maupun kebijakan

yang menjadi kewenangan dari pihak legislatif daerah (DPRD) dalam

menjalankan fungsi pengawasannya yang masih kurang efektif. Dimana

masih sangat banyaknya terjadi pungutan liar yang dilakukan oleh pihak

petugas selaku perpanjang tangan dari pihak pemerintah, terlalu sering

terjadinya keterlambatan dalam hal pembayaran ataupun penagihan maupun

kurangnya pengawasan terhadap jalannya peraturan pemerintah daerah.

Belum efektifnya Sumber Daya Manusia yang melakukan pengwasan

Universitas Sumatera Utara


terhadap lokasi-lokasi strategis untuk melakukan pengutipan pajak daerah

ataupun retribusi daerah.

DPRD dalam hal ini sebagai wakil rakyat mempunyai wewenang dalam

pengawasan terhadap APBD.Halinitercantumdalampasal42ayat(1)hurufcUndang-

UndangNo.32tahun 2004tentangPemerintahanDaerahyangmenyatakan bahwa:

“DPRD mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan pengawsan


terhadap Perda dan Peraturan Perundang-undangan lainny, Peraturan
Kepala Daerah, APBD, Kebijakan Pemerintah Daerah dalam
melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama internasional
didaerah”

Daripasaltersebutdapatdikemukakanbahwasalahsatutugasdanwewenang

DPRDadalahmelaksanakanpengawasanterhadappengelolaan baik itu dalam PAD

maupun dalam konteks APBD.Tugasdan wewenangtersebut merupakan

salahsatudaritigafungsiDPRDdalamsistem pemerintahan daerah yakni masuk

dalamfungsi pengawasan.

Pengawasanadalahsalahsatupilarterpentingdalamprosesbernegara. Fungsi

pengawasan dilaksanakan untuk menjamin terwujud dan efektifnya kebijakan-

kebijakan yang telah ditetapkan.

Padaera otonomi daerah, pelaksanaan fungsi pengawasan oleh DPRD

menjadi kian penting, karena pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

mengelolaberbagaiurusan dan kebijakanditingkatdaerah.Padadasarnya,jika

pelaksanaankebijakan-kebijakanpemerintahdaerahdilakukansesuaidenganapa yang

telah ditetapkan, DPRD dapat melaksanakan fungsi pengawasan secara minimal.

Tetapi jika dalam pelaksanaan banyak terjadi penyimpangan, maka pelaksanaan

Universitas Sumatera Utara


fungsi ini harus maksimal. 14

Sejalan dengan fungsinya, berbagai sorotan yang ditujukan kepada

lembaga DPRD sangatlah menurunkan kredibilitasnya sebagai lembaga pengawas,

sehingga secara tidak langsung DPRD belumlah mampu melaksanakan tata

pemerintahan yang baik (good governance) 15 dan tidak dapat menjadikan dirinya

sebagai lembaga yang bersih dan berwibawa, dengan kata lain fungsi

pengawasanakancenderung tidak efektif dan sekedar menjadi alat politik kepentingan

saja.

Pengawasanterhadap APBD akan efektif jika seluruh anggota DPRD

betul-betul menempatkan diri sebagai pengawas sesuai dengan fungsi DPRD. Fungsi

pengawasan APBD oleh DPRD akan semakin efektif jika masyarakat memberi

dukungan dalam hal informasi dan data penyimpangan pelaksanaan APBD di

lapangan. 16

Pengawasan disektor penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

sangatlah penting untuk selalu menjadi prioritas dalam kinerja pihak DPRD dan

juga Pemerintah daerah atau biasa juga disebut pengawasan internal, agar

tercapainya sistem keuangan daerah yang mandiri sehingga nantinya pihak

14
Maslahatul Ummah, Pelakasanaan Fungsi Pengawsan DPRD Terhadap Pengelolaan APBD
diKota Mojokerto, (Malang: Universitas Brawijaya, 2007), hal. 8
15
good governance kadang kala diterjemahkan menjadi good administration (Inggris) atau
Behoorlijk Bestuur (Belanda) atau pemerintahan yang baik, governance atau pemerintahan itu sendiri
dapat diartikan sebagai suatu sistem ataupun mekanisme atau proses pelaksanaan kekuasaan atau
wewenang dalam kerangka kehidupan bernegara yang melibatkan semua komponen baik dari supra
struktur politik maupun infra struktur polotik. Lihat M. Solly Lubis, Serba-Serbi Politik & Hukum
Edisi 2, (Jakarta: PT. Sofmedia, 2011), hal. 144
16
IrwanNatsir,LembagaPengawas Jangan Bermain, www.pikiran-rakyat.com, diakses 2 Maret
2013

Universitas Sumatera Utara


pemerintah daerah tidak lagi menggantungkan dirinya kepada pusat dan sumber-

sumber penerimaan lainnya, sehingga defisit anggaran tidak perlu menjadi agenda

rutin dalam pembahasan RAPBD setiap tahunnya. Hubungan kemitraan dan

pengawasan antara pemerintah daerah dan DPRD yang kondusif menunjukkan

dinamika politik yang baik karena DPRD dapat memainkan perannya secara baik

yang berimplikasi positif.

Pengawasan fungsional yang berasal dari lingkungan internal organisasi

pemerintah, atau juga yang dikenal sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah

(APIP). APIP terdiri dari BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan)

IRJEN (Inspektorat Jendral Departemen) atau Unit Pengawas Lembaga Non

Departemen, IRWIL (Inspektorat Wilayah), Badan Pengawas Daerah (Bawasda), SPI

(Satuan Pengawas Intern).

Pengawasan melekat adalah pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan

atau atasan langsung suatu organisasi terhadap kinerja bawahan dengan tujuan untuk

mengetahui atau menilai apakah kerja yang telah ditetapkan telah dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan atau peraturan perundang undangan yang berlaku. Sedangkan

pengawasan fungsional adalah pengawasan internal yang dilakukan oleh aparat

fungsional baik yang berasal dari lingkungan internal departeman, lembaga Negara

atau BUMN termasuk pengawasan dari lembaga khusus pengawasan. Pengawasan

yang dilakukan oleh Dewan dapat berupa pengawasan secara langsung dan tidak

langsung serta preventip dan represif. Pengawasan langsung dilakukan secara pribadi

dengan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri ditempat pekerjaan dan

Universitas Sumatera Utara


meminta secara langsung dari pelaksana dengan cara inspeksi. Sedangkan pengwasan

tidak langsung dilakukan dengan cara mempelajari laporan yang diterima dari

pelaksana. Pengawasan preventif dilakukan melalui preaudit yaitu sebelum pekerjaan

dimulai. Pengawasan represif dilakukan melalui postaudit dengan pemeriksaan

terhadap pelaksanaan ditempat (inspeksi). 17

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka yang menajadi

pokok permasalahan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) yang diamanatkan oleh Undang-Undang di Indonesia?

2. Bagaimana efektivitas pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kota

Langsa?

3. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah dalam melaksanakan fungsi pengawasan untuk meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Langsa?

C. Tujuan Penelitian

17
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29358/4/Chapter%20II.pdf, diakses 13
Februari 2013

Universitas Sumatera Utara


Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut ;

1. Untuk mengetahui dan menganalisa tentang pengaturan fungsi pengawasan

yang diamanatkan oleh Undang-Undang di Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan

Perwakilan Rakyat terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kota

Langsa.

3. Untuk mengetahui dan menganalisa Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam melaksanakan fungsi pengawasan

guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kota Langsa.

D. Manfaat Praktis

Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum

yang timbul. 18 Dengan melakukan penelitian hukum diharapkan hasil yang dicapai

untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya atas isu yang

diajukan. 19 Bertitik tolak dari tujuan sebagaimana tersebut diatas, diharapkan dengan

penelitian ini akan dapat memberikan manfaat atau kegunaan secara teoritis dan

praktis dibidang hukum yaitu :

18
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, Cetakan
ke-3, 2007), hal. 41.
19
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


1. Secara Teoritis

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum

administrasi negara dimana hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

bagi masyarakat, mahasiswa, khususnya lembaga DPRD yang memiliki

fungsi pengawasan terhadap keuangan daerah.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman dan bahan

rujukan bagi mahasiswa, masyarakat, pemerintah, dalam melakukan

penelitian yang berkaitan dengan peningkatan pendapatan asli daerah dan

juga dapat memberi masukan kepada lembaga pemeriksa keuangan serta

pengawas keuangan daerah untuk lebih mengefektifkan fungsi

pengawasanya terhadap penerimaan dan pendapatan asli daerah.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pengamatan serta penelususran kepustakaan yang dilakukan

baik diperpustakaan Universitas Sumatera Utara maupun diuniversitas lainnya,

penelitian yang mengangkat judul “ Efektivitas Pengawasan DPRD Terhadap

Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kota Langsa” belum pernah dilakukan.

Dengan demikian, dilihat dari permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam

Universitas Sumatera Utara


penelitian ini, maka dapay dikatakan bahwa tesis ini mengandung kadar keaslian

karena telah memenuhi dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu mengandung

beberapa aspek kejujuran, rasional obyektif, dan terbuka sehingga penelitian ini dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah, dan terbuka terhadap beberapa

masukan serta saran-saran yang bersifat membangun.

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dengan topik

yang sama dengan permasalahan dan pembahasan berbeda yaitu :

1. Pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan peraturan daerah tentang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Padang Panjang Tahun 2006, diteliti oleh

Nurhayati, dimana dalam penelitian tersebut titik berat pembahasannya adalah

mengenai proses fungsi pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan APBD.

Adapun penelitian-penelitian yang sebelumnya tersebut berbeda

permasalahan dengan yang akan diteliti dan permasalahan tersebut hanya mengacu

kepada pengawasan DPRD kepada peningkatan pendapatan asli daerah dikota

Langsa, oleh karena itu penelitian dan penulisan tesis ini dijamin keaslian dan dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan landasan Konsepsional

1. Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara


Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk

membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan

filosofisnya yang tertinggi. 20 Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai

kelanjutan dari mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang

demikian itulah kita merekonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas. 21

Berdasarkan hal tersebut, maka kerangka teori dapat diartikan sebagai

kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis si penulis mengenai

sesuatu kasus ataupun permasalahan (problem), yang menjadi bahan

perbandingan, pegangan yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang

merupakan masukan eksternal dalam penelitian ini. 22

Upaya pengawasan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

sangatlah penting demi keberlanjutan pembangunan daerah dan diharapkan dapat

menjadi penyangga utama dalam membiayai kebutuhan rumah tangga daerahnya.

Upaya yang dilakukan oleh pihak DPRD dalam meningkatkan Pendapatan Asli

Daerah salah satunya dengan cara meningkatkan penerimaan dari sektor Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah. Maka penelitian ini akan menganalisa perundang-

undangan mengenai pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang

didasarkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan hukum yang

tertinggidisamping norma-norma hukum yang lain.

20
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 254
21
Ibid, hal.253
22
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : CV Mandar Maju, 1994), hal.80

Universitas Sumatera Utara


Kerangka teori bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan, kegunaan

tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut :

1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan

fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

2. Teori sangat berguna di dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,

membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi.

3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah

diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti.

4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena

telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-

faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

5. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada

pengetahuan peneliti. 23

Sejalan dengan hal tersebut, Sebelum melanjutkan penelitian yang lebih

serius dan mendalam, peneliti perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan

berfikir untuk menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang

telah dipilih. Dalam kaitan ini, teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini

adalah teori-teori desentralisasi fiskal , teori kelembagaan, dan teori pengawasan

23
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
2006), hal. 121

Universitas Sumatera Utara


berdasarkan UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 28

tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi daerah.

Teori Desentralisasi

Secara etimologi istilah desentralisasi berasal dari bahasa Latin, yaitu

“de” berarti lepas dan “centrum” berarti pusat. Jadi menurut perkataan berasal

dari desentralisasi adalah melepaskan dari pusat. 24 Desentralisasi dan otonomi

daerah adalah suatu peristiwa yang menimbulkan perubahan mendasar pada

hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, sekaligus mengubah perilaku

sebagian masyarakat Indonesia yang sebelumnya hanya berfokus pada satu

pusat kekuasaan yaitu pemerintah pusat. Desentralisasi memang tidak

mempunyai suatu definisi yang tunggal. Apapun definisi desentralisasi yang

dipilih, harus terjadi harmonisasi yang baik antara desentralisasi politik dan

fiskal.

Desentralisasi politik yaitu memberikan kewenangan kepada

pemerintah daerah untuk menjalankan suatu kebijakan. Desentralisasi fiskal

didefinisikan sebagai penyerahan sebagian dari tanggung jawab fiskal atau

keuangan negara dari pemerintah pusat kepada jenjang pemerintahan

dibawahnya (provinsi, kabupaten atau kota) 25Desentralisasi fiskal, merupakan

24
Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD
dan Kepala Daerah, (Bandung: PT Alumni, 2004), hal 117
25
Wahyudi Kumorotomo, Desentralisasi Fiskal Politik dan Perubahan Kebijakan, (Jakarta: PT
Prenada Media Group, 2008), hal. 1

Universitas Sumatera Utara


salah satu komponen utama dari desentralisasi. Apabila Pemerintah Daerah

melaksanakan fungsinya secara efektif, dan diberikan kebebasan dalam

pengambilan keputusan penyediaan pelayanan di sektor publik, maka mereka

harus didukung sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal

dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) termasuk surcharge of taxes, pinjaman,

maupun dana perimbangan dari Pemerintah Pusat. 26

Desentralisasi sebagai upaya untuk mendukung penyelengaraan

otonomi daerah secara proposional diwujudkan dengan pengaturan,

pembagian dan pemanfaatan sumber daya daerah yang berkeadilan, serta

perimbangan keuangan antara pusat dan daerah sebagai sumber pembiayaan

pemerintah dan pembangunan daerah.

Desentralisasi fiskal dapat diketahui dengan menghitung rasio PAD

terhadap total penerimaan daerah, rasio subsidi dan bantuan pemerintah pusat

atau pemerintah yang lebih tinggi terhadap total penerimaan daerah, rasio

pajak untuk daerah terhadap total penerimaan daerah dan rasio penerimaan

daerah terhadap total penerimaan negara. Pengukuran derajat desentralisasi

fiskal daerah dapat terlihat dari rasio antara PAD terhadap total penerimaan

daerah. 27

26
Frame, Teori Desentralisasi Dan Fiskal, http://2frameit.blogspot.com/2011/07/teori-
desentralisasi-fiskal.html, diakses 27 Maret 2013
27
Ibid

Universitas Sumatera Utara


Desentralisasi fiskal kemudian menyediakan pembiayaan untuk

pengalihan kewenangan tersebut. Beberapa prinsip dasar yang harus

diperhatikan dalam mendesain konsep desentralisasi :

1. Konsep desentralisasi harus dibangun dengan mengintegrasikan

empat aspek utama yaitu, struktur, fungsi, lingkungan struktur

(internal dan eksternal), serta aspek perilaku aktor dalam struktur.

2. Eksistensi desentralisasi harus dimaknai hanya sebagai “salah satu

alat” untuk mewujudkan demokratisasi dan kesejahteraan rakyat

(social welfare).

3. Definisi operasional dari desentralisasi harus dirumuskan secara

jelas.

4. Tujuan desentralisasi harus dirancang berdasarkan kerangka kerja

ekonomi-politik (political economy frame-work) dan disertai

dengan ukuran-ukuran yang jelas 28.

Organisasi yang besar dan kompleks seperti Negara Indonesia tak akan

efesien jika semua kewenangan politik dan administrasi diletakkan pada

puncak hirarki organisasi/pemerintah pusat, karena pemerintah pusat akan

menanggung beban yang berat. Juga tidak cukup jika hanya dilimpahkan

secara dekonsentrasi kepada pejabatnya di beberapa wilayah Negara. Agar

28
Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Daerah, (Bandung: Nusa Mdia, 2009), hal. 92-100.

Universitas Sumatera Utara


kewenangan tersebut dapat diimplementasikan secara efisien dan akuntabel,

maka sebagian kewenangan politik dan administrasi perlu diserahkan pada

jenjang organisasi yang lebih rendah.

Penyerahan sebagian kewenangan politik dan administrasi pada

jenjang organisasi yang lebih rendah disebut desentralisasi. Jadi, desentralisasi

adalah penyerahan wewenang politik dan administrasi dari puncak hirarki

organisasi (pemerintah pusat) kepada jenjang organisasi di bawahnya

(pemerintah daerah) 29.

Menurut Rondinelli, ia menekankan desentralisasi sebagai “transfer of

political power”. Desentralisasi itu sendiri setidak-tidaknya mempunyai dua

kelompok tujuan yakni politik dan administrasi. Tujuan politiknya adalah

dalam rangka demokratisasi, sedangkan tujuan administrasinya adalah dalam

rangka efektivitas dan efisiensi. 30 Di sini nampak hubungan yang sangat erat

antara desentralisasi dengan demokratisasi. Bahkan Huntington

mengemukakan bahwa desentralisasi sebenarnya merupakan salah satu wujud

dari adanya gelombang demokratisasi ketiga. Dari penjelasan tersebut dapat

29
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2007), hal. 4-10
30
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewargaan (civic education)Demokrasi, Hak asasi
Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Prenada Media, 2003), hal. 152-153

Universitas Sumatera Utara


disimpulkan bahwa inti dari good governance adalah demokratisasi,

sedangkan salah satu tujuan desentralisasi adalah juga untuk demokratisasi. 31

Pada tahun-tahun terakhir, bagaimanapun, sejumlah Negara di sunia

mengembangkan mekanisme yang membantu yang tidak perdaya, meski

sederhana, beberapa batasan pada desain dan pelaksanaan progam

desentralisasi dan pemerintahan lokal lebih awal. Bidang-bidang yang

diprioritaskan dalam pemerintahan desentralisasi antara lain :

1. Penguatan kapasitas lokal.

2. Reformasi politik dan hukum.

3. Desentralisasi yang berfokus di distrik.

4. Politik dan partisipasi rakyat.

5. Pembangunan institusi lokal dan keterlibatan lokal.

6. Desentralisasi fiskal.

7. Hubungan antara pemerintah (di tingkat pusat).

8. Reformasi fiskal, administrasi dan pelayanan masyarakat.

9. Membangun kerja sama di tingkat lokal.

31
Syamsuddin Haris, Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Desentralisasi, Demokratisasi &
Akuntabilitas Pemerintahan Daerah, (Jakarta: Lipi Press, 2005), hal. 61

Universitas Sumatera Utara


10. Pembuatan keputusan yang partisipatif 32.

Menurut pendapat peneliti desentralisasi dalam asas otonomi dan tugas

pembantuan sesuai dengan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, dalam penyelenggaraan urusan

pemerintahan daerah dilaksanakan dalam ruang lingkup Negara Kesatuan

Republik Indonesia, merupakan kebebasan dan kemandirian yang seluas-

luasnya dilakukan oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu, dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dilaksanakan oleh kepala daerah

yang memiliki fungsi atau bidang pekerjaan sebagai penyelenggara

pemerintahan daerah melaksanakan otonomi daerah dan desentralisasi sesuai

dengan demokrasi 33.

Teori Kelembagaan

Penyelenggaraan pemerintahan suatu negara akan berjalan dengan

baik apabila didukung oleh lembaga-lembaga negara yang saling

berhubungan satu sama lain sehingga merupakan satu kesatuan dalam

mewujudkan nilai-nilai kebangsaan dan perjuangan negara sesuai dengan

kedudukan, peran, kewenangan dan tanggung jawabnya masing-

32
Tim Pondok Edukasi, Pegangan Memahami desentralisasi, (Bantul: Pondok Edukasi, 2005),
hal. 55-62
33
Hasnan, Mengenai Peraturan Ketentuan Sanksi Pidana Dalam Pemerintah Daerah, (Medan:
USU, Tesis, 2012), hal. 25

Universitas Sumatera Utara


masing. 34Lembaga negara bukan konsep yang secara terminologis memiliki

istilah tunggal atau seragam. Di dalam kepustakaan Inggris, untuk menyebut

lembaga negara di gunakan istilah Political instruction, sedangkan dalam

terminologi bahasa Belanda terdapat istilah staat organen. Sementara itu,

bahasa Indonesia menggunakan lembaga negara atau organ negara.

Menurut Scott teori kelembagaan baru (neoinstitutional theory)

adalah tentang bagaimana menggunakan pendekatan kelembagaan baru

dalam mempelajari sosiologi organisasi. Akar teoritisnya berasal dari teori

kognitif, teori kultural, serta fenomenologi dan etnometodologi. Ada 3

elemen analisis yang membangun kelembagaan walau kadang-kadang ada

yang dominan, tapi mereka berkerja dalam kombinasi. Ketiganya datang dari

perbedaan cara pandang terhadap sifat realitas sosial dan keteraturan sosial

dalam tradisi sosiologi sebelumnya. Ketiga elemen tersebut adalah aspek

regulatif, aspek normatif, dan aspek kultural-kognitif. 35

Kelembagaan menyediakan pedoman dan sumber daya untuk

bertindak, sekaligus batasan-batasan dan hambatan untuk bertindak. Fungsi

kelembagaan adalah untuk tercapainya stabilitas dan keteraturan (order), tapi

mereka pun berubah. Kelembagaan adalah property sekaligus proses. Dalam

pendekatan kelembagaan baru dipelajari apa tipe-tipe dan bentuk-bentuk

34
Kanekz, 2013, Kelembagaan, http://kanekz.wordpress.com/tag/kelembagaan/, diakses 27
Maret 2013
35
Ibid

Universitas Sumatera Utara


kelembagaan yang mendorong lahirnya organisasi formal. Hal ini berkaitan

dengan hambatan struktural dan kultural (kontrol) versus kemampuan atau

keberanian individu untuk bertindak kreatif (make difference). 36

Teori kelembagaan dalam administrasi publik berkaitan dengan

organisasi dan manajemen institusi publik, mencakup hubungan antar

struktur organisasi, peraturan terkait norma-norma, dan proses organisasi,

perilaku, hasil, dan akuntabilitas lembaga publik. Dalam administrasi publik,

istilah lembaga biasanya mengacu pada sebuah organisasi publik yang dapat

memanggil otoritas negara untuk menegakkan keputusannya. Dalam konteks

izin, lembaga-lembaga umum didefinisikan sebagao konstruksi sosial, aturan

dan norma-norma yang membatasi perilaku individu dan kelompok. 37Hal

penting tentang lembaga tersebut meliputi 38 :

1. Landasan hukum kelembagaan yang terdiri dari seperangkat peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang tujuan yang hendak dicapai,

strategi untuk mencapai tujuan, dan pedoman untuk melaksanakan

strategi, serta kewenangan, tugas pokok dan fungsi lembaga dalam

rangka mencapai tujuan.

36
Syahyuti, 2010, Paham Kelembagaan Baru,
http://syahyutilembagaorganisasi.blogspot.com/2010/12/paham-kelembagaan-baru-scott-2008.html,
diakses 28 Maret 2013
37
Syafaat Nur, 2012, The Public Administration Theory Primer, http://syafaat-
nur.blogspot.com/2012/10/the-public-administration-theory-primer.html, diakses 28 Maret 2013
38
http:// repository. ipb.ac.id/ bitstream/ handle/ 123456789/ 61019/BAB%20II%20
Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=4, diakses 28 Maret 2013

Universitas Sumatera Utara


2. Tujuan yang hendak dicapai, strategi untuk mencapai tujuan, dan

pedoman untuk melaksanakan strategi sebagaimana dapat diketahui

melalui penafsiran dan penalaran terhadap landasan hukum disertai

sengan landasan hukum yang rasional.

3. Keberadaan atau eksistensi dari kewenangan, tugas pokok dan fungsi

lembaga sebagaimana dapat diketahui melalui penafsiran dan penalaran

terhadap landasan hukum dengan argumentasi yang rasional.

4. Sarana dan prasarana untuk melaksanakan kewenangan, tugas pokok dan

fungsi lembaga sebagaimana dapat diketahui melalui penafsiran dan

penalaran terhadap landasan hukum dengan argumentasi yang

rasional.Hasil kerja dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dapat

dipahami melalui penafsiran dan penalaran terhadap landasan hukum

disertai dengan argumentasi yang rasional.

Teori Pengawasan

Terselenggaranya pengawasan dalam sebuah institusi yakni untuk

menilai kinerja suatu institusi dan memperbaiki kinerja sebuah institusi.

Oleh karena itu dalam setiap perusahaan mutlak, bahkan rutin adanya sistem

pengawasan. Dengan demikian pengawasan merupakan instrument

pengendalian yang melekat pada setihap tahapan opersional perusahaan.

Fungsi pengawasan dapat dilakukan setiap saat, baik selama proses

Universitas Sumatera Utara


manajemen atau administrasi berlangsung maupun setelah berakhir untuk

mengetahuai tingkat pencapaian tujuan suatu organisasi atau kerja.

Fungsi pengawasan dilakukan terhadap perencanaan dan kegiatan

pelaksanaannya. Kegiatan pengawasan sebagai fungsi manajemen

bermaksud untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan yang

terjadi setelah perencanaan dibuat dan dilaksanakan. Keberhasilan perlu

dipetrtahankan dan jika mungkin ditingkatkan dalam perwujudan

manajemen/administrasi berikutnya dilingkungan suatu organisasi/ unit krja

tertentu. Sebaliknya setiap kegagalan harus diperbaiki dengan menghindari

penyebabnya baik dalam menyusun perencanaan maupun pelaksanaannya.

Menurut Winardi pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan

seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung

arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai

dengan apa yang direncanakan. 39 Dengan demikian pengawasan pada

hakekatnya merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam

kenyataan (das sein) dengan hasil yang diinginkan ( das soolen). Hal ini

disebabkan karena antara kedua hal tersebut sering terjadi penyimpangan-

penyimpangan, maka tugas pengawasan adalah melakukan koreksi atas

penyimpangan-penyimpangan tersebut. 40 Winardi mengungkapkan bahwa

pengawasan berarti membuat sesuatu terjadi, sesuai dengan apa yang

39
Winardi, Manajer dan Manajemen, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 224
40
Ibid, hal. 226

Universitas Sumatera Utara


menurut rencana akan terjadi. Perencanaan dan pengawasan boleh dikatakan

tidak dapat kita pisahkan satu sama lain, dan mereka ibarat kembar siam

dalam bidang manajemen. 41

Fungsi pengawasan yang melekat pada fungsi dan kinerja dari DPRD

haruslah dilaksanakan dengan baik dan teliti, sehingga pengawasan yang

dilakukan oleh pihak DPRD dapat mencegah terjadinya kebocoran-

kebocoran sumber PAD yang seharusnya dapat menjadi nilai tambah bagi

pemasukan kas daerah.

2. Landasan Konsepsi

Kerangka konseptual mengandung makna adanya stimulasi dan

dorongan konseptualisasi untuk melahirkan suatu konsep baginya atau

memperkuat keyakinan atau konsepnya sendiri mengenai suatu

permasalahan.Peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori

dan observasi, antara teori dan kenyataan.

Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau

pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum. 42

Selanjutnya konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu

penelitian, kalau masalah dan konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah

diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian dan

41
Ibid, hal. 172
42
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudi, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal 7

Universitas Sumatera Utara


suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari sekelompok fakta

atau gejala itu.

Agar tidak terjadi perbedaan pengertian tentang konsep-konsep yang

dipergunakan dalam penelitian ini, Sesuai judul penulisan yang diajukan, yaitu

tentang Efektivitas Pengawasan Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah

(PAD) di Kota Langsa, maka penulis akan memberikan istilah-istilah yang

dipakai dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

a. Efektivitas

Efektivitas berasal dari kataefektif yang mengandung

pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang

diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai.

Pengertian Efektivitas Menurut Menurut Agung Kurniawan dalam

bukunya Transformasi Pelayanan Publik “Efektivitas adalah kemampuan

melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu

organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara

pelaksanaannya”. 43

b. Pengawasan

Pengawasan secara umum dapat diartiakan sebagai aktivitas pokok dalam

manajemen untuk mengusahakan sedemikian rupa agar pekerjaan-pekerjaan

43
Definisi, 2013, Pengertian Efektifitas Menurut Para Ahli, Lihat http://definisi.org/pengertian-
efektifitas-menurut-para-ahli, diakses 29 Maret 2013

Universitas Sumatera Utara


terlaksana sesuai dengan rencana serta sesuai dengan hasil yang dikendaki. 44

c. Peningkatan

Peningkatan merupakan dasar dari kata “tingkat” yang didalam kamus

besar bahasa Indonesia tingkat adalah batas waktu; sepadan suatu peristiwa

(proses, kejadian dsb; babak; tahap)

d. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang

dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. Pendapatan Asli Daerah merupakan suatu pendapatan yang

menunjukkan suatu kemampuan daerah menghimpun sumber-sumber dana untuk

membiayai kegiatan rutin maupun pembangunan. Jadi pengertian dari

pendapatan asli daerah dapat dikatakan sebagai pendapatan rutin dari usaha-

usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi-potensi sumber keuangan

daerahnya untuk membiayai tugas dan tanggungjawabnya. 45

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian ini digunakan metode penelitian hukum normatif 46. Penelitian

hukum normatif adalah penelitian dengan hanya mengolah dan menggunakan

44
Ibnu Syamsi, Administrasi Perlengkapan Materiil Pemerintah Daerah, (Jakarta: Bina
Aksara, 1982), hal 121
45
Indra Widhi Ardiansyah, Analisis Kontribusi Pajak Hotel dan Restoran Terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Purworejo Tahun 1989-2003, (Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia, Skripsi, 2005), hal 61-62
46
Menurut Ronald Dworkin, penelitian hukum normatif ini disebut juga dengan istilah
doctrinal, yaitu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam perundang-undangan

Universitas Sumatera Utara


data-data sekunder yang berkaitan dengan masalah “Efektifitas Pengawasan

Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah”.

2. Pendekatan Masalah

Tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis normatif, maka

pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan perundang-undangan (statute

approach) 47. Pendekatan perundang-undangan merupakan pendekatan utama

dalam penelitian ini, karena yang menjadi pusat perhatian utama dalam penelitian

ini adalah efektifitas pengawasan terhadap peningkatan pendapatan asli daerah.

Dengan demikian, penelitian ini menitik beratkan pada peraturan perundang-

undangan. Hal ini sesuai dengan kegunaan dari metode penelitian hukum normatif,

yaitu untuk mengetahui dan mengenal apakah dan bagaimanakah hukum

positifnya mengenai suatu masalah tertentu 48.

Pendekatan perundang-undangan dan konseptual dipandang perlu

untuk pendalaman, disamping sebagai pelengkap pendekatan yuridis-normatif.

Pendekatan perundang-undangan diperlukan untuk memperoleh gambaran

mengenai efektifitas pengawasan terhadap peningkatan pendapatan asli daerah.

Pendekatan konseptual digunakan dalam rangka untuk lebih memahami mengenai

efektifitas pengawasan terhadap peningkatan pendapatan asli daerah.

(law as it written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh Hakim melalui proses pengadilan
(law as it is decided by the judge through judicial process).
47
Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia
Publishing, 2006), hal. 295
48
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke 20, (Bandung:
Alumni, 1994), hal.140

Universitas Sumatera Utara


3. Sumber Hukum dan Bahan Hukum

Penelitian ini didasarkan pada bahan-bahan yang bersumber dari

perpustakaan dan dokumen pemerintah. Adapun sumber dan bahan hukum yang

dimaksud diperoleh dari :

a. Bahan hukum primer, terdiri dari :

1) Norma atau kaedah dasar, Pasal 23 A UUD 1945;

2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah &

Retribusi Daerah;

3) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan

Daerah;

4) Undang-Undang Nomor 32 Tentang Pemerintah Daerah.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan-bahan hukum primer yaitu karangan ilmiah, buku-buku, referensi dan

informasi.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang member petunjuk dan

penjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, yakni kamus umum,

kamus hukum, jurnal, artikel, majalah, dan lain sebagainya.

4. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan penelitian diperoleh dengan penelitian kepustakaan. Bahan-bahan

dikumpulkan dan dicatat menjadi kutipan langsung, ikhtisar dan analisis. Bahan

dokumen diperoleh dengan cara menginventarisasi dan mengoleksi semua

Universitas Sumatera Utara


peraturan perundang-undangan serta dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan

dengan pengawasan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

5. Metode Pengelohan Data dan Analisis Data

Bahan hukum yang diperoleh dengan menggunakan penelitian studi

kepustakaan, aturan perundang-undangan dan artikel kemudian diuraikan dan

dihubungkan dengan sedemikian rupa, sehingga dapat disajikan dalam penulisan

yang lebih sistematis, guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.

Pengolahan bahan hukum dilakukan secara deskriptif-analisis, yaitu menarik

kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan

konkret yang dihadapi. Selanjutnya bahan hukum yang ada di analisis untuk

melihat pola kecenderungan dalam penerapan fungsi pengawasn terhadap

penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sehingga kemudian dapat membantu

sebagai dasar acuan dan pertimbangan hukum dalam penyusunan peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan pengawasan penerimaan Pendapatan

Asli Daerah.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
BAB II

PENGATURAN FUNGSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN


RAKYAT DAERAH (DPRD) YANG DIAMANATKAN OLEH UNDANG-
UNDANG DI INDONESIA

A. Tinjauan Umum Tentang Pengawasan

1. Pengertian Pengawasan

Pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan

pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan

sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut. Tujuan pengawasan pada

dasarnya merupakan sebuah aspek dalam organisasi yang bertujuan untuk

memberikan masukan demi perbaikan agar terjadi kemajuan di masa depan ke

arah yang lebih baik lagi dimana diperoleh dari hasil pengawasan. Pengawasan

sendiri memiliki banyak pengertian yang diutarakan oleh para ahli. Berikut

beberapa pengertian dari pengawasan, yaitu :

a. Soewarno Hadayaningrat mengemukakan,”pengawasan adalah suatu proses


dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang
dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan dan
kebijaksanaan yang telah ditentukan. Jelasnya pengawasan harus berpedoman
pada rencana yang telah ditentukan, perintah, tujuan dan kebijaksanaan yang
telah ditentukan sebelumnya”. 49

b. Manulang mengemukakan, “pengawasan adalah pengawasan dapat diartikan

sebagai suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah

49
Soewarno Hadayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi Dan Manajemen, (Jakarta:
Toko Gunung Agung, 1996), hal 143

Universitas Sumatera Utara


dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya

pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula”. 50

c. Sarwoto mengemukakan, “pengawasan adalah kegiatan manajer yang

mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana

yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki”. 51

d. Winardi memaparkan pengertian pengawasan yang dikutip dari George R.


Terry dalam buku Principles of management edisi ketujuh, “pengawasan
adalah mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan, maksudnya
mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan-tindakan
korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan apa yang direncanakan. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa Controlling/pengawasan atau pengawasan dapat
dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan, mengoreksi penyimpangan-
penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas yang
direncanakan”. 52

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan atau menilai sebuah hasil

pekerjaan, apakah sudah sesuai dengan perencanaan yang ditetapkan sebelumnya

atau belum, dimana kewenangan ini dipegang oleh pihak yng ditetapkan dalam

sebuah organisasi, misalnya pemerintah diawasi oleh badan legislatif, bawahan

dalam perusahaan diawasi oleh manajer dan lain sebagainya.

Dalam hal aktifitas penyelenggaraan pemerintahan baik pusat maupun

daerah, pengawasan dapat dipahami sebagai instrumen berbagai aktivitas yang

50
Priyo Budiharto, Endang Larasati dan Sri Suwirti, “Analisis Kebijakan Pengawasan
Melekat Di Badan Pengawas Provinsi Jawa Tengah”, Dalam Dialogue Jurnal Ilmu Administrasi Dan
Kebijakan Publik, hal. 46
51
Ibid, hal. 46-47
52
Ibid. hal. 47

Universitas Sumatera Utara


telah digariskan dalam peraturan perundang-undangan maka dapat dilaksanakan

secara baik dalam arti sesuai dengan apa yang dimaksud. 53

Pada dasarnya ada beberapa jenis pengawasan yang dapat dilakukan,

yaitu: 54

a. Pengawasan Intern dan Ekstern


b. Pengawasan Preventif dan Represif
c. Pengawasan Aktif dan Pasif
d. Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtimatigheid) dan
pemeriksaan kebenaran materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran
(doelmatigheid)

Berikut akan diuraikan jenis-jenis pengawasan di atas, yaitu :

1) Pengawasan Intern dan Ekstern

Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau

badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.

Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan

langsung atau pengawasan melekat (built in control) atau pengawasan yang

dilakukan secara rutin oleh inspektorat jenderal pada setiap kementerian dan

inspektorat wilayah untuk setiap daerah yang ada di Indonesia, dengan

menempatkannya di bawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri.

Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh unit

53
Suriansyah Murhani, Aspek-Aspek Hukum Pengawasan Pemerintah Daerah, (Yoyakarta:
Laksbang, 2008), hal. 2
54
http://itjen-depdagri.go.id/article-25-pengertian-pengawasan.html, diakses 12 November
2013. Dalam sumber lain disebutkan bahwa pengawasan preventif disebut juga pengawasan a-priori
dan pengawasan represif disebut a-posteori yang mana kedua bentuk pengawasan ini termasuk bagian
dari pengawasan dari segi waktunya sedangkan pengawasan aktif sama dengan pengawasan hukum
dan pengawasan pasif sama dengan pengawasan dari segi kemanfaatan, yang mana keduanya
tergolong pada pengawasan dari segi sifatnya. Lihat Saiful Anwar Dan Marzuki Lubis, Sendi-Sendi
Hukum Administrasi Negara, (Medan: Gelora Madani Press, 2004), hal. 128-129

Universitas Sumatera Utara


pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang diawasi. Dalam hal ini di

Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga

tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dalam

menjalankan tugasnya, BPK tidak mengabaikan hasil laporan pemeriksaan aparat

pengawasan intern pemerintah, sehingga sudah sepantasnya di antara keduanya

perlu terwujud harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan negara. Proses

harmonisasi demikian tidak mengurangi independensi BPK untuk tidak memihak

dan menilai secara obyektif aktivitas pemerintah.

2) Pengawasan Preventif dan Represif

Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, pengawasan yang

dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga

dapat mencegah terjadinya penyimpangan.Lazimnya, pengawasan ini dilakukan

pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan

pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara

lebih besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem

pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan

preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan

langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi

lebih awal.

Di sisi lain, pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan

terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan. Pengawasan model ini

lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang telah

Universitas Sumatera Utara


ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan

dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan.

3) Pengawasan Aktif dan Pasif

Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk pengawasan yang

dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan. Hal ini berbeda dengan

pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui penelitian dan

pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang disertai dengan bukti-

bukti penerimaan dan pengeluaran. Di sisi lain, pengawasan berdasarkan

pemeriksaan kebenaran formil menurut hak (rechmatigheid) adalah pemeriksaan

terhadap pengeluaran apakah telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan

hak itu terbukti kebenarannya. Sementara, hak berdasarkan pemeriksaan

kebenaran materil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid) adalah

pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah memenuhi prinsip ekonomi, yaitu

pengeluaran tersebut diperlukan dan beban biaya yang serendah mungkin.

4) Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtimatigheid) dan

pemeriksaan kebenaran materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran

(doelmatigheid)

Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara, pengawasan

ditujukan untuk menghindari terjadinya korupsi, penyelewengan, dan pemborosan

anggaran negara yang tertuju pada aparatur atau pegawai negara, dengan

dijalankannya pengawasan tersebut diharapkan pengelolaan dan pertanggung

jawaban anggaran dan kebijakan negara dapat berjalan sebagaimana

Universitas Sumatera Utara


direncanakan.

B. Tinjauan Umun Tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

1. Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga

legislatif tingkat daerah. Pada tingkat pusat lembaga legislatif ini disebut Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR). 55 Pembentukan lembaga legislatif ini sudah dilakukan

sejak zaman pemerintahan kolonial belanda dengan nama Volksraad, lembaga ini

pada zaman kemerdekaan dirubah menjadi Komite Nasional Indonesia Pusat

(KNIP) dan pada akhirnya dirubah menjadi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 56

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sendiri memiliki beragam

pengertian yang mengacu pada pengaturan yang diatur dalam Undang-Undang

maupun pendapat dari beberapa ahli. Berikut beberapa definisi dari Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yaitu :

a. Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah menyebutkan, “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya

disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah”.

55
Sebagai sebuah perbandingan dalam islam penyebutan lembaga legislatif disebut dengan
istilah Majelis Syura bukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau yang lainnya. Lihat Munawir
Sjadzali, Islam Dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: UI Press, 1993), hal. 167-
168
56
Lembaga Volksraad merupakan lembaga parlemen dibentuk pada tanggal 8 Maret 1942
oleh pemerintahan Belanda, kemudian lembaga tidak berlaku lagi setelah Belanda tidak menjajah
Indonesia lagi. Pada tanggal 29 Agustus 1945dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) oleh
Presiden. Kemudian, lembaga ini berubah nama menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR RI) dan untuk daerah disebut Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Lihat
http://www.dpr.go.id/id/tentang-dpr/sejarah, diakses 12 November 2013

Universitas Sumatera Utara


b. Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 Tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyebutkan, “Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disingkat DPRD, adalah Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

c. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah

Dan Retribusi Daerah menyebutkan, “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,

yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah lembaga perwakilan rakyat daerah

sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah”.

d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah badan legislatif tempat wakil rakyat

membuat undang-undang di tingkat provinsi, kota, atau kabupaten. 57

Uraian pengertian di atas memberikan gambaran keanekaragaman

pengertian dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pengertian tersebut

jelas akan membawa ke dalam bentuk pemahaman bahwa tidak ada unifikasi

pengertian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Indonesia walaupun

terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang merumuskan secara sama,

seperti Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan

Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi

Daerah. Hal tersebut berbanding terbalik dengan Undang-Undang No. 27 Tahun

2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,


57
http://kbbi.web.id/, diakses 12 November 2013

Universitas Sumatera Utara


Dewan Perwakilan Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang

menyebutkan yang dimaksud Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) ialah

sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 sama sekali tidak disebutkan pengertian dari Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD). 58 Oleh karena itu, akan dirumuskan pengertian Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah badan tempat wakil rakyat atau

lembaga perwakilan rakyat untuk membuat undang-undang (legislasi), melakukan

pengawasan dan fungsi anggaran di tingkat provinsi, kota, atau kabupaten yang

merupakan salah satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

2. Fungsi, Tugas Dan Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD)

Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. 59

Sebagai negara kesatuan yang berbentuk republik, Indonesia dalam melakukan

aktifitas keluar maupun kedalam, diurus oleh satu pemerintahan yang merupakan

langkah kesatuan baik pemerintah pusat maupun daerah. 60 Untuk menjalankan

pemerintahan, pemerintah pusat melakukan pelimpahan kewenangan kepada

pemerintahan daerah. Salah satunya ialah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

58
Lihat Pasal 19-22B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
59
Lihat Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
60
Budi Sudjijono, Manajemen Pemerintahan Federal Perspektif Indonesia Masa Depan,
(Jakarta: Citra Mandala Pratama, 2003), hal. 1

Universitas Sumatera Utara


(DPRD). 61 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam menyelenggarakan

urusan pemerintahan daerah memiliki fungsi, tugas dan wewenang.

Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yaitu : 62

a. Legislasi;

b. Anggaran;

c. Pengawasan;

Tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yaitu

: 63

a. Membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat


persetujuan bersama;
b. Membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan
kepala daerah;
c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan
perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan
pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan
kerja sama internasional di daerah;
d. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala
daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi
dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD
kabupaten/kota;
e. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil
kepala daerah;
f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap
rencana perjanjian internasional di daerah;
g. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sana internasional yang
dilakukan oleh pemerintah daerah;

61
Pemerintahan Daerah terdiri dari Pemerintah Daerah dan DPRD. Lihat Pasal 1 angka 2
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
62
Lihat Pasal 41 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah jo Pasal
292 dan 343 Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
63
Lihat Pasal 42 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah jo Pasal
293 dan Pasal 344 Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Universitas Sumatera Utara


h. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i. Membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;
j. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah;
k. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar daerah dan dengan
pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.

Berdasarkan uraian diatas baik dari segi fungsi, tugas dan wewenang

dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terdapat 1 (satu) hal yang

menarik, yaitu fungsi pengawasan. Hal ini menjadi menarik karena fungsi

pengawasan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak dapat berjalan

maksimal disebabkan oleh DPRD juga merupakan bagian dari pemerintah daerah,

tentu saja akan sulit nmenjalankan fungsi ini, karena DPRD tidak bisa berlaku

independen seperti DPR Republik Indonesia. 64

C. Tinjauan Umum Tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD)

1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara garis besar terbagi menjadi 2

(dua), yaitu retribusi daerah dan pajak daerah. Kedua buah sumber PAD ini jika

diperoleh secara maksimal akan dapat membantu pemerintahan daerah dalam

melaksanakan pelayanan publik secara optimal.

Untuk memperjelas pengertian dari PAD, berikut akan diutarakan

beberapa pengertian, yaitu :

64
M. Agus Santoso,”Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Menjalankan Fungsi
Pengawasan”, Dalam Jurnal Hukum No. 4 Vol. 18, 18 Oktober 2011, (Yogyakarta: Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia), hal. 606

Universitas Sumatera Utara


a. Indra Bastian mengemukakan,”pendapatan asli daerah adalah akumulasi dari

pos penerimaan pajak daerah dan pos retribusi daerah, pos penerimaan pajak

yang berisi hasil perusahaan milik daerah, pos pengelolaan investasi serta

pengelolaan sumber alam”. 65

b. Abdul Halim mengemukakan,”pendapatan asli daerah adalah penerimaan

yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang

dipungut berdasarkan pengaturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku”. 66

c. Pasal 1 angka 18 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dengan Pemerintahan Daerah

menyebutkan,”Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah

pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan

Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. 67

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan pendapatan asli daerah

adalah pendapatan yang dipungut oleh pemerintahan daerah yang berasal sumber-

sumber potensial diwilayahnya, seperti pajak daerah, retribusi daerah, investasi

dan lain sebagainya sesuai dengan Peraturan Daerah yang berlaku. Namun perlu

65
Indra Bastian, Akuntansi Sektor Publik Di Indonesia, (Yogyakarta: BPFE UGM, 2001), hal.
110
66
Abdul Halim, Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi Revisi,
(Jakarta: Salemba Empat, 2004), hal. 64
67
Pendapatan asli daerah dalam peraturan perundangan lain disebut dengan pendapatan
daerah tanpa menggunakan kata asli, namun dari segi pengertian kata tersebut cenderung
menggambarkan maksud dari kata pendapatan asli daerah. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah
daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Lihat Pasal 1 angka 26 Peraturan
Pemerintah No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Universitas Sumatera Utara


dipahami bahwa jika terjadi perkara yang memerlukan rujukan pengertian maka

yang dipakai ialah pengertian yang terdapat dalam Pasal 1 angka 18 Undang-

Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Pusat Dengan Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

menerangkan sumber pendapatan daerah tidak hanya berasal dari pendapatan asli

daerah yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil

pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah, akan

tetapi juga berasal dari dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang

sah. 68

2. Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Salah satu sumber pendanaan pelaksanaan Pemerintahan Daerah adalah

pendapatan asli daerah (PAD). PAD bertujuan untuk memberikan keleluasaan

kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah

sebagai perwujudan asas desentralisasi. 69

PAD terdiri atas beberapa sumber. Adapun sumber-sumber PAD

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah Pasal 157 jo Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dengan Pemerintahan Daerah

Pasal 6 ayat 1, yaitu :

68
Lihat pasal 157 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
69
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal. 72

Universitas Sumatera Utara


a. Hasil pajak daerah;

b. Hasil retribusi daerah;

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan;

d. Lain-lain PAD yang sah.

Berikut akan diuraikan sumber-sumber PAD di atas, yaitu :

1) Hasil pajak daerah

Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah-daerah

disamping retribusi daerah. Untuk mengetahui perihal pajak daerah akan

diuraikan pengertian mengenai pajak daerah.

a) Rochmad Sumitro mengemukakan,”pajak daerah adalah Pajak lokal atau

pajak daerah ialah pajak yang dipungut oleh daerah-daerah swatantra, seperti

Provinsi, Kotapraja, Kabupaten, dan sebagainya”. 70

b) Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah

Dan Retribusi Daerah menyebutkan,”Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut

Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah

bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

70
Munawir, Pokok-Pokok Perpajakan, (Yogyakarta: Liberty, 1980), hal. 3

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan 2 (dua) pengertian di atas maka dapat dirumuskan

mengenai ciri-ciri dari pajak daerah, yaitu :

(a) Pajak daerah berasal dan pajak negara yang diserahkan kepada daerah

sebagai pajak daerah;

(b) Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang;

(c) Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undang-undang

dan/atau peraturan hukum Lainnya;

(d) Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai

penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai

perigeluaran daerah sebagai badan hukum publik.

2) Hasil retribusi daerah

Menurut pasal 1 angka 64 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009

Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daera menyebutkan,”Retribusi Daerah, yang

selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas

jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh

Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.

Berdasarkan pengertian di atas, ciri-ciri retribusi daerah, yaitu : 71

a) retribusi dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan;


b) pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu;

71
Imam Soebechi, Judicil Review Perda Pajak Dan Retribusi Daerah, (Jakarta: PT. Sinar
Grafika, 2012), hal.127

Universitas Sumatera Utara


c) adanya prestasi langsung dari negara kepada individu pembayar retribusi
berupa jasa;
d) uang hasil retribusi digunakan bagi pelayanan umum berkait dengan retribusi
bersangkutan;
e) pelaksanaannya dapat dipaksakan, biasanya bersifat ekonomis.

3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

Menurut penjelasan Pasal 157 huruf a angka 3 Undang-Undang No. 32

Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, bahwa yang dimaksud dengan “hasil

pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan adalah bagian laba dari BUMD,

hasil kerjasama dengan pihak ketiga”.

Menurut Abdul Halim,”hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan adalah penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik

daerah danpengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan”. 72

4) Lain-lain PAD yang sah

Menurut penjelasan Pasal 157 huruf a angka 4 Undang-Undang No. 32

Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,”Lain-lain PAD yang sah adalah

Penerimaan daerah diluar pajak dan retribusi daerah, seperti jasa giro, hasil

penjualan aset daerah”. Selain itu, yang termasuk lain-lain PAD yang sah, yakni

hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga,

keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dan komisi,

72
Abdul Halim, Loc.Cit

Universitas Sumatera Utara


potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan

barang dan/atau jasa oleh daerah. 73

Menurut Abdul Halim,”Lain-lain PAD yang sah adalah penerimaan

daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah”. 74

Harus dipahami keberadan pendapat ahli di atas tentang jenis-jenis lain

PAD sifatnya hanya perbandingan saja akan tetapi yang dikaui secara

konstitusional ialah yang terdapat atau tertulis atau tercantum dalam Undang-

Undang.

D. Pengaturan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Yang Terdapat Dalam Peraturan Perundang-Undangan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan salah satu pihak

yang menyelenggarakan pemerintahan daerah selain pemerintah daerah. 75 DPRD

sebagai penyelenggara pemerintahan daerah merupakan salah satu cerminan negara

kesatuan. 76 DPRD memiliki beberapa fungsi, salah satu fungsinya ialah pengawasan

73
Lihat Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat Dengan Pemerintahan Daerah
74
Ibid, hal. 67
75
Pemerintahan daerah penyelenggaraan urusan pemerintahan dilaksanakan oleh pemerintah
daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lihat Pasal 1 angka 2 Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
76
Indonesia adalah negara demokrasi, untuk tegaknya negara demokrasi perlu diadakan
pemisahan kekuasaan negara ke dalam tiga poros kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif (pembuat
undang-undang), kekuasaan eksekutif (pelaksana undang-undang) dan kekuasaan yudikatif
(peradilan/kehakiman, untuk menegakkan perundang-undangan kalau terjadi pelanggaran), ketiga
poros kekuasaan tersebut masing-masing terpisah satu sama lain, baik mengenai orangnya maupun
fungsinya, ajaran tersebut berasal dari pendapat Montesquieu yang diberi nama Trias Politica (Tri =
tiga, As = poros/pusat, dan Politica = kekuasaan). Doktrin trias politica tersebut, bahwa yang

Universitas Sumatera Utara


yang diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah jo Pasal 292 dan 343 Undang-Undang No. 27 Tahun 2009

Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Fungsi pengawasan

DPRD ini dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah mencerminkan bahwa DPRD

sebagai Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah melaksanakan pengawasan terhadap

pelaksanaan Peraturan Daerah dan Peraturan Perundang-undangan lainnya, peraturan

Kepala Daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program

pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah, 77 hal ini merupakan

wujud kehidupan demokrasi dalam pemerintah daerah, yang harapannya adalah

sebagai pelaksanaan check and balance lembaga diluar kekuasaan pemerintah daerah

agar terdapat keseimbangan, kemudian Kepala Daerah tidak semaunya sendiri dalam

menjalankan tugasnya, maka keberadaan DPRD sangat diperlukan dalam

pembangunan daerah, namun di satu sisi DPRD juga merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dengan pemerintah daerah, dan akan menimbulkan kesulitan dalam

menjalankan tugas pengawasan tersebut, sehingga belum bisa dijalankan secara

efektif. Lebih lanjut fungsi pengawasan DPRD dijelaskan dalam Pasal 42 ayat 1 huruf

dimaksud pemisahan kekuasaan adalah pemisahan kekuasaan di tingkat pusat negara, bukan di tingkat
daerah, karena mengenai kekuasaan legislatif, dijelaskan bahwa di negara kesatuan yang disebut
sebagai negara unitaris, unitary adalah negara tunggal (satu negara) yang monosentris (berpusat satu),
terdiri hanya satu negara, satu pemerintahan, satu kepala negara, satu legislatif yang berlaku bagi
seluruh daerah di wilayah negara bersangkutan. Lihat Bambang Sutiyoso, Aspek-Aspek Perkembangan
Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hal. 18 dan M. Agus Santoso,
Op.Cit, hal. 609-610 serta Budi Sudjijono, Loc.Cit
77
Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2008), hal. 67

Universitas Sumatera Utara


c Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, yang berbunyi :

“melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-

undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah

dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di

daerah”.

Hubungan antara pengawasan dengan penyelenggaraan pemerintahan

daerah pada dasarnya bahwa pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk

mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau

kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak. Dengan demikian

manifestasi dari kinerja pengawasan adalah kegiatan untuk menilai suatu pelaksanaan

tugas secara de facto, sedangkan tujuan pengawasan itu pada hakekatnya adalah

sebagai media terbatas untuk melakukan semacam cross check atau pencocokan

apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan tolok ukur yang telah

ditentukan sebelumnya atau tidak, demikian pula dengan tindak lanjut dari hasil

pengawasan tersebut. 78

Antara DPRD dengan Kepala Daerah mempunyai hubungan pengawasan

yaitu hubungan yang dimiliki baik sebagai anggota DPRD maupun DPRD sebagai

kelembagaan terhadap Kepala Daerah sebagai pencerminan dari pemerintahan yang

demokratis, dengan maksud agar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak

menyimpang dari norma-norma dan peraturan perundang-undangan serta pedoman

lainnya yang ditetapkan bersama atau yang digariskan oleh pemerintah yang lebih
78
M. Agus Santoso, Op.Cit, hal. 611

Universitas Sumatera Utara


tinggi. Kemudian dari hubungan pengawasan tersebut melahirkan beberapa hak, yaitu

meminta keterangan kepada kepala daerah, melakukan rapat kerja dengan kepala

daerah atau perangkat daerah, mengadakan rapat dengar pendapat dengan kepala

daerah, mengajukan pertanyaan dan hak menyelidiki, serta melakukan kunjungan ke

lapangan, dan lain sebagainya. Sebagai tindak lanjut dari hubungan pengawasan itu

adalah hubungan pertanggungjawaban. Kesemua itu tercermin dalam Pasal 43 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa DPRD

mempunyai hak :

a. Interpelasi;

b. Angket;

c. Menyatakan pendapat.

Pengertian hak interpelasi sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal 43

ayat (1) huruf a, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah hak DPRD untuk

meminta keterangan kepada Kepala Daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah

yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah

dan negara, sedangkan yang dimaksud hak angket dalam penjelasan Pasal 43 ayat (1)

huruf b, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah pelaksanaan fungsi

pengawasan DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu

kepada daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan

masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan.

Universitas Sumatera Utara


Kemudian yang dimaksud hak menyampaikan pendapat seperti yang termuat

dalam penjelasan Pasal 43 ayat (1) huruf c, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

adalah hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau

mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi

penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak

angket. Sedangkan yang dimaksud tindak lanjut dalam ketentuan ini adalah

pemberian sanksi apabila terbukti adanya pelanggaran atau rehabilitasi nama baik

apabila tidak terbukti adanya pelanggaran, seperti termuat dalam penjelasan Pasal 48

huruf d, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Fungsi pengawasan DPRD selain dimuat dalam Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 juga dimuat dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Yakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kemudian sebagai operasinoal dari

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009

ditetapkan pula Perturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010, tentang Pedoman

Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah.

Mengenai fungsi Pengawasan DPRD lebih lanjut termuat dalam Pasal 2 ayat

(1) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010, tentang Pedoman Penyusunan

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah, yang menyatakan bahwa : DPRD mempunyai fungsi :

a. Legislasi;

Universitas Sumatera Utara


b. Anggaran;

c. Pengawasan.

Kemudian dalam ayat (4) nya menyebutkan bahwa fungsi pengawasan

sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diwujudkan dalam mengawasi

pelaksanaan peraturan daerah dan APBD, selanjutnya sebagai perwujudan dari fungsi

pengawasan tersebut, DPRD diberikan hak-hak yang diatur dalam Pasal 9 Peraturan

Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa DPRD mempunyai hak :

a. Interpelasi;

b. Angket;

c. Menyatakan pendapat.

Pelaksanaan hak angket dilakukan setelah diajukan hak interpelasi dan

mendapat persetujuan dari Rapat paripurna DPRD yang dihadiri sekurangkurangnya

3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD, dan putusan diambil dengan

persetujuan sekurang-kurangnya ⅔(dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang

hadir. Dalam menggunakan hak angket dibentuk panitia angket yang terdiri dari atas

semua unsur fraksi DPRD yang bekerja dalam waktu paling lama 60 (enam puluh)

hari telah menyampaikan hasil kerjanya kepada DPRD. 79 Dalam pelaksanaan

tugasnya panitia angket dapat memanggil, mendengar, dan memeriksa seorang yang

dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah yang sedang diselidiki serta

untuk meminta menunjukkan surat atau dokumen yang berkaitan dengan hal yang

79
Ni’matul Huda, Otonomi Daerah Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematik,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal. 163

Universitas Sumatera Utara


sedang diselidiki. Setiap orang yang dipanggil, didengar, dan diperiksa wajib

memenuhi panggilan panitia angket kecuali ada alasan yang sah menurut peraturan

perundang-undangan. Dalam hal telah dipanggil dengan patut secara berturut-turut

tidak memenuhi panggilan, panitia angket dapat memanggil secara paksa dengan

bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. 80 Seluruh hasil kerja panitia angket bersifat rahasia. Tata cara penggunaan

hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat diatur dalam Peraturan

Tata Tertib DPRD yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Fungsi

pengawasan yang dimiliki oleh DPRD sebagai penyeimbang dari kekuasaan Kepala

Daerah yang diberikan kewenangan dalam menjalankan pemerintahan oleh Undang-

Undang, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dalam

menjalankan tugasnya dalam rangka mensejahterakan rakyat seperti yang

diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, karena DPRD juga

merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah tentu saja dalam melaksanakan

tugasnya harus berorientasi pada kesejahteraan rakyat, di samping itu juga

menjalankan kontrol terhadap penggunaan anggaran agar tidak terjadi korupsi yang

bisa merugikan daerah itu sendiri yang berimplikasi pada kerugian negara.

Atas dasar prinsip normatif tentang fungsi pengawasan DPRD, dalam praktik

kehidupan demokrasi sebagai lembaga legislatif memilki posisi sentral yang biasanya

tercermin dalam doktrin kedaulatan rakyat. Hal ini didasarkan pada suatu pandangan

bahwa lembaga DPRD sebagai wakil rakyat dapat mewakili rakyat secara utuh dan
80
Ibid

Universitas Sumatera Utara


memilki kompetensi untuk memenuhi kehendak rakyat pula, agar Kepala Daerah

sebagai lembaga ekskutif dapat mengimplementasikan hukum dan prinsip-prinsip

dasar yang ditetapkan oleh lembaga legislatif sebagai pencerminan kehendak rakyat

di daerah, sehingga akan terjadi suasana check and balance. Dalam menjalankan

pemerintahan dan terjadi sikap saling mengawasi serta tidak ada lembaga daerah yang

melampaui batas kekuasaan yang telah ditentukan. Kemauan yang dikehendaki oleh

peraturan perundang-undangan mengenai fungsi pengawasan DPRD terhadap Kepala

Daerah belum bisa dilaksanakan secara optimal, seperti yang diharapkan pada doktrin

pemisahan kekuasaan, yaitu lembaga legislatif yang terpisah murni dengan lembaga

eksekutif. Ternyata doktrin pemisahan kekuasaan tersebut tidak berlaku bagi

pemerintah daerah, karena pada hakikatnya penyelenggara pemerintahan di daerah

adalah Kepala Daerah dan DPRD. Peran DPRD yang di format berdasarkan UU No.

32 Tahun 2004 sudah cukup ideal dalan kontek demokrasi di Indonesia, hanya saja

perlu ditegaskan bahwa fungsi pengawasan DPRD terhadap Pemerintah Daerah tidak

sama dengan peran pengawasan yang dimiliki oleh DPR Republik Indonesia, karena

DPRD memang bukan lembaga legislatif daerah, hal ini penting untuk menjaga

keutuhan Negara Kesatuan Indonesia. 81

81
M. Agus Santoso, Op.Cit, Hal. 616

Universitas Sumatera Utara


BAB III

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN DEWAN


PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) TERHADAP PENINGKATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA LANGSA

A. Selayang Pandang Kota Langsa

1. Sejarah Terbentuknya Kota Langsa

Dalam pembentukan daerah administratif baru (baik provinsi, kabupaten

atau kota) di Indonesia tentunya terdapat dasar hukum yang mendasari. Dasar

hukum tersebut pada hakikatnya harus terlebih dahulu terdapat dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mana ia

berkedudukan sebagai undang-undang tertinggi di Republik Indonesia baru

kemudian dapat diimplementasikan dalam peraturan perundang-undangan lain

yang lebih rendah.

Berikut dasar hukum yang terdapat hukum pembentukan daerah

administratif baru yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, yaitu :

a. Pasal 5 ayat 1, berbunyi :

“Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan

Perwakilan Rakyat”.

b. Pasal 18, berbunyi :

“(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan
undang-undang.

Universitas Sumatera Utara


(2) Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum.
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten dan dipilih secara demokratis.
(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintahan Pusat.
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lain
untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam
undang-undang.”

c. Pasal 18A, berbunyi :

“(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah


provinsi, kabupaten, dan kota, atau provinsi dan kabupaten dan kota, diatur
dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman
daerah.
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur
dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.”

d. Pasal 18B, berbunyi :

“(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang


bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia Yang diatur dalam undang-undang.”

e. Pasal 20 ayat 1, berbunyi:

“Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.”

Dalam pembentukan daerah administratif baru, kelima Pasal diatas yang

dijadikan landasan hukum. Landasan hukum yang terdapat dalam Undang-

Universitas Sumatera Utara


Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada dasarnya tidak ada

kata-kata pembentukan daerah administratif baru akan tetapi mengisyaratkan

boleh dibentuk daerah administratif baru, misalnya terdapat pada Pasal 18 ayat 1

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan

“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi,

kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan

undang-undang”.

Bunyi pasal 18 ayat 1 tersebut telah menyebutkan bahwa Indonesia

adalah negara kesatuan yang terdiri dari provinsi dan provinsi terdiri dari

kabupaten dan kota yang mana hal ini dapat diterjemahkan apabila Indonesia

membutuhkan daerah administratif baru, yaitu provinsi, kabupaten dan kota maka

dapat dilakukan pembentukan yang kemudian diberikan peraturan perundang-

undangan sebagai dasar hukum terbentuknya sebuah daerah administratif baru.

Jika dilihat keterkaitan antara 1 (satu) pasal dengan pasal lainnya yang

mendasari terbentuknya daerah administratif baru maka ini jelas sangat

berhubungan. Hubungan tersebut ialah untuk pembentukan sebuah daerah

administratif diatur oleh Pasal 18 ayat 1, kemudian pada Pasal 18 ayat 2-7

terdapat hal-hal yang seharusnya ada dalam sebuah daerah administratif terutama

daerah administratif baru, kemudian pada Pasal 18A-18B berisi kewenangan dan

penghargaan dari pemerintah pusat atas pemerintahan daerah akan kearifan lokal

yang tidak bertentangan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

Universitas Sumatera Utara


(NKRI) yang mana hal ini tetu ada disetiap daerah administratif kemudian agar

sebuah daerah administratif itu memiliki dasar hukum maka undang-undang yang

menjadi dasar hukumnya dibentuk oleh Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat

sesuai dengan bunyi Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 20 ayat 1 Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pembentukan kota Langsa sebagai salah satu daerah administrasi baru di

Indonesia juga memiliki dasar hukum, didasarkan atas 5 (lima) peraturan di atas,

yaitu : Pasal 5 ayat 1, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, dan Pasal 20 ayat 1

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 82Kota Langsa

sendiri terbentuk atas dasar, yaitu : 83

a. Perkembangan dan kemajuan Provinsi Daerah Istimewa Aceh pada umumnya,


dan Kabupaten Aceh Timur pada khususnya, serta adanya aspirasi yang
berkembang dalam masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dengan
mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri, perlu meningkatkan
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan
kemasyarakatan guna menjamin perkembangan dan kemajuan pada masa
yang akan datang;
b. Kemajuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah
penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lainnya di Kota Administratif
Langsa Kabupaten Aceh Timur, serta meningkatnya beban tugas dan volume

82
Lihat konsideran mengingat Undang-Undang No. 3 Tahun 2001 Tentang Pembentukan
Kota Langsa. Disamping dasar terbentuknya Kota Langsa di atas maka secara peraturan (Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah) yang memiliki persyaratan yang cukup
ketat sehingga dapat dibentuk sebuah daerah administrasi baru telah terpenuhi. Persyaratan tersebut
yang telah terpenuhi, yaitu :
a. Administratif (persetujuan DPRD sesuai jenjang, Walikota/Bupati sesuai jenjang, persetujuan
Provinsi, Gubernur, Mendagri);
b. Teknis (kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas
daerah, pertahanan keamanan dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi
daerah);
c. Fisik (yaitu perbatasan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan).
Lihat Sophia Hadyanto, Faisal Akbar Nasution, Nazaruddin dan Gunadi (ed), Op.Cit, hal. 103
83
Lihat konsideran menimbang Undang-Undang No. 3 Tahun 2001 Tentang Pembentukan
Kota Langsa

Universitas Sumatera Utara


kerja di bidang penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan
dan pelayanan kemasyarakatan serta memberikan kemampuan dalam
pemanfaatan potensi daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah di
Kabupaten Aceh Timur, perlu membentuk Kota Langsa sebagai daerah
otonomi.

Sebelum ditetapkan menjadi Kota, Langsa adalah bagian dari kabupaten

Aceh Timur yang Ibukota kabupatennya adalah Langsa dan merupakan kota

administratif yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun

1991 Tanggal 22 Oktober 1991, dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri

Republik Indonesia pada Tanggal 2 April 1992. Sesuai dengan perkembangan

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam baik dari segi budaya, politik dan ekonomi,

Provinsi ini semakin dituntut mengembangkan diri, khususnya dari segi

pemerintahan sehingga pada Tahun 2001 terbentuklah Kota Langsa yang

merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Timur berdasarkan pada Undang-

Undang No. 3 Tahun 2001 pada tanggal 21 Juni 2001 dan peresmiannya

dilaksanakan di Jakarta pada Tanggal 17 Oktober 2001 oleh Menteri dalam

Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia, Pejabat Walikota Pertama, yaitu

H. Azhari Aziz, SH, MM yang dilantik oleh Gubernur Nanggroe Aceh

Darussalam pada Tanggal 2 Nopember 2001 di Banda Aceh. Walikota definitif

hasil Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Pilkadasung) 2006 adalah Drs. Zulkifli

Zainon, MM yang dilantik oleh Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam pada

Tanggal 14 Maret 2007 di Langsa. 84

84
http://www.kotalangsa.com/, diakses 13 November 2013

Universitas Sumatera Utara


Pada awal terbentuknya Kota Langsa terdiri dari 3 Kecamatan, yaitu

Kecamatan Langsa Barat, Kecamatan Langsa Kota dan Kecamatan Langsa Timur

dengan Jumlah Desa Sebanyak 45 Desa (Gampong) dan 6 Kelurahan. Kemudian

dimekarkan menjadi 5 Kecamatan Berdasarkan Qanun Kota Langsa No 5 Tahun

2007 tentang Pembentukan Kecamatan Langsa lama dan Langsa Baro.

2. Kondisi Geografi Kota langsa

Kota Langsa merupakan salah satu kota otonom termuda di Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam. Secara geografis wilayah Kota Langsa mempunyai

kedudukan strategis, baik dari segi ekonomi maupun sosial budaya. Mempunyai

potensi di bidang Industri, Perdagangan dan Pertanian, Kota Langsa mempunyai

prospek yang baik bagi pemenuhan pasar di dalam dan luar negeri.

Kota Langsa mempunyai luas wilayah 262,41 KM2, yang terletak pada

posisi antara 04° 24’ 35,68”–04°33’ 47,03” Lintang Utara dan 97°53’ 14,59”–

98° 04’ 42,16” Bujur Timur, dengan ketinggian antara 0–25 M diatas permukaan

laut serta mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut : 85

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka;

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Birem Bayeun Kabupaten

Aceh Timur;

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Birem Bayeun Kabupaten Aceh

Timur;

85
Lihat Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Kota
Langsa

Universitas Sumatera Utara


d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Manyak Payed Kabupaten

Aceh Tamiang.

Daerah Kota Langsa merupakan Wilayah yang beriklim tropis yang

selalu dipengaruhi oleh angin musim, sehingga setiap tahunnya terdapat dua

musim yang berbeda, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan

setiap tahun biasanya berlangsung antara bulan September sampai dengan

Februari dan musim kemarau berkisar antara bulan maret sampai dengan

Agustus.Walaupun sering mengalami perubahan cuaca,hujan rata-rata setiap

tahunnya berkisar antara 1500 mm sampai 3000 mm,sedangkan suhu udara rata-

rata berkisar antara 28°–32° C dan kelembaban nisbi rata-rata 75 persen.

Kota Langsa dengan luas 26.241 Ha, merupakan daerah Perdagangan,

Industri dan Pertanian, dimana area perkebunan mencapai 39,88 persen dari

keseluruhan luas daerah Kota Langsa atau sebesar 10.466 Ha. Luas area untuk

bangunan/pekarangan mencapai 6.037 Ha atau 23,01 persen dari total luas Kota

Langsa, lahan sawah mencapai 1.925 Ha atau sebesar 7,34 persen, ladang/huma

mencapai 1.864 Ha atau sebesar 7,10 persen, tambak/kolam seluas 1.344 Ha atau

5,08 persen, tegalan/kebun 1.267 Ha atau 4,83 persen, dan perkebunan rakyat

1.244 Ha atau 4,74 persen.

Universitas Sumatera Utara


Tabel.1 Luas Daerah Menurut Tata Guna Tanah

No. Jenis Penggunaan Luas (Ha) Presentase (%)


1. Lahan sawah 1.925 7,34
2. Tegalan/kebun 1.267 4,83
3. Bangunan/pekarangan 6.037 23,01
4. Ladang/huma 1.864 7,10
5. Padang rumput 34 0,13
6. Perkebunan besar 10.466 39,88
7. Perkebunan rakyat 1.244 4,74
8. Tambak/kolam 1.334 5,08
9. Hutan 350 1,33
10. Sementara tidak diusahakan 645 2,46
11. Lainnya 1.075 4,10
Jumlah 26.241 100

Sumber :http://www.kotalangsa.com/, diakses 13 November 2013

Disamping itu juga terdapat lahan yang sementara tidak diusahakan

seluas 645 Ha atau 2,46 persen, hutan bakau 350 Ha atau 1,33 persen dan padang

rumput seluas 34 Ha atau 0,13 persen serta untuk penggunaan lainnya seperti

jalan,jembatan,lapangan dan lain sebagainya seluas 1.075 Ha atau sebesar 4,10

persen dari total luas wilayah Kota Langsa.

B. Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Langsa

Pada prinsipnya, fungsi parlemen di zaman modern sekarang ini berkaitan

dengan 2 (dua) hal, yaitu : 86

1. Fungsi perwakilan, yaitu pertama-tama untuk mewakili kepentingan rakyat yang

berdaulat dengan cara duduk di lembaga perwakilan rakyat;

86
Jimly, 2013, Fungsi Anggaran DPR, http://www.jimly.com/makalah-nama-file-fungsi-
anggaran-DPR.pdf, diakses 15 November 2013

Universitas Sumatera Utara


2. Fungsi permusyawaratan bersama dan deliberasi untuk pengambilan keputusan

yang menyangkut kepentingan dan untuk mencapai tujuan bersama dalam

masyarakat.

Kedua fungsi pokok tersebut dijabarkan dalam tiga kegiatan pokok yang

selama ini lebih dikenal dan biasa disebut sebagai fungsi parlemen, yaitu :

1. Fungsi legislasi;

2. Fungsi pengawasan;

3. Fungsi anggaran.

Salah satu fungsi yang menarik ialah fungsi pengawasan. Fungsi ini menjadi

menarik karena sangat berkaitan dengan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah.

Hal ini dalam ruang lingkup nasional akan berjalan maksimal akan tetapi jika fungsi

pengawasan DPRD khususnya Kota Langsa maka akan jauh lebih menarik karena

sifat fungsi pengawasan dari DPRD se-Indonesia khususnya Kota Langsa fungsi

pengawasan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak dapat berjalan

maksimal disebabkan oleh DPRD juga merupakan bagian dari pemerintah daerah,

tentu saja akan sulit nmenjalankan fungsi ini, karena DPRD tidak bisa berlaku

independen seperti DPR Republik Indonesia. 87

Namun, walaupun demikian bentuk fungsi pengawasan DPRD se-Indonesia

khususnya DPRD Kota Langsa dapat dilihat dalam pola hubungan antara kepala

87
Perlu dipahami bahwa keberadaan DPRD tidak hanya berfungsi sebagai legislasi,
pengawasan dan anggaran akan tetapi secara praktek seharusnya keberadaan DPRD memiliki fungsi
politik dan fungsi pendidikan demokrasi di kalangan rakyat. Lihat Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok
Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007), hal. 467

Universitas Sumatera Utara


daerah kota langsa yang disebut walikota dengan DPRD Kota Langsa. Pola hubungan

tersebut cenderung akan menghasilkan bentuk pengawasan yang berkesinambungan

walaupun sifatnya tidak berjalan dengan maksimal yang disebut check and balance. 88

Hubungan antara walikota dan DPRD Kota Langsa merupakan wujud dari bentuk

kesejajaran yang berujung pada bentuk kemitraan antara keduanya yang tergambar

sebagai berikut : 89

1. Hubungan yang berkenaan dengan pemilihan, sebagai hubungan yang paling awal
terjalin antara DPRD Kota langsa dan walikota sebagai perwujudan dari
demokrasi;
2. Hubungan dalam bidang legislasi, merupakan konskuensi dari pemerintah daerah
yang berotonomi dalam rangka mengatur dan mengurus rumah tangga daerah
sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan rakyat daerah. Untuk itu DPRD Kota
Langsa dan walikota diberikan kewenangan untuk membuat dan menetapkan
Perda;
3. Hubungan dalam bidang anggaran, merupakan hubungan kewenangan antara
DPRD Kota Langsa dengan walikota dalam rangka penyusunan RAPBD Kota
Langsa dan menetapkan APBD Kota Langsa serta perubahan APBD Kota Langsa
dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Kota Langsa;
4. Hubungan dalam bidang pengawasan, adalah hubungan yang dilakukan oleh
DPRD Kota Langsa secara sepihak terhadap Walikota sebagai pencerminan dari
pemerintahan yang demokratis, dengan maksud agar dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah tidak menyimpang dari aturan-aturan yang telah ditetapkan
bersama, juga tidak menyimpang norma-norma dan peraturan perundang-
undangan lainnya;
5. Hubungan dalam bidang pertanggungjawaban adalah hubungan yang sifatnya
sepihak dari DPRD Kota Langsa kepada Walikota dan dapat juga dikelompokkan
ke dalam hubungan pengawasan. Karena pada hakikatnya pertanggungjawaban
itu sendiri merupakan instrumen untuk melihat, mengevaluasi dan menguji sejauh
mana penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu periode tertentu itu sudah
terlaksana atau sebaliknya belum terlaksana sesuai dengan rencana dan program
yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan;

88
Hasil wawancara dengan T. Hidayat, Wakil Ketua DPRD Kota Langsa, DPRD-DPRD Kota
Langsa, Kota Langsa, 23 November 2013
89
Hasil wawancara dengan T. Hidayat, Wakil Ketua DPRD Kota Langsa, DPRD-DPRD Kota
Langsa, Kota Langsa, 23 November 2013

Universitas Sumatera Utara


6. Hubungan dalam bidang administrasi, yaitu hubungan yang berkenaan dengan
pengangkatan pejabat daerah, seperti Sekretaris Daerah Kota Langsa, dan lain
sebagainya.

Hubungan pengawasan DPRD Kota Langsa terhadap walikota akan

berdampak pada pertanggungjawaban. Di dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa : Selain mempunyai kewajiban

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah mempunyai kewajiban juga

untuk memberikan laporan penyelenggaraan daerah kepada Pemerintah, dan

memberikan laporan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan

laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat. Pada ayat (3),

menyatakan bahwa : Laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada

Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden

melalui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur, dan kepada Menteri Dalam Negeri

melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Keterangan laporan pertanggungjawaban kepada DPRD Kota Langsa tersebut

meliputi penyelenggaraan urusan rumah tangga daerah dan urusan tugas pembantuan,

akan tetapi tindak lanjut dari pemberian keterangan pertanggungjawaban tersebut,

DPRD Kota Langsa tidak mempunyai kewenangan yang jelas, karena tidak diatur

bagaimana konsekuensinya seandainya keterangan pertanggungjawaban walikota

tidak dapat diterima oleh DPRD Kota Langsa. 90

Laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah sebagai

bentuk pertanggungjawaban secara vertikal, yang disampaikan kepada Presiden


90
Juanda, Op.Cit, hal. 291

Universitas Sumatera Utara


melalui Menteri Dalam Negeri, sedangkan laporan keterangan pertanggungjawaban

kepada DPRD Kota Langsa bersifat horizontal karena memang antara DPRD Kota

Langsa dan walikota mempunyai kedudukan yang sejajar, tidak ada yang lebih tinggi

dan sama-sama dipilih oleh rakyat secara langsung melalui pemilihan umum dan

pemilihan kepala daerah secara langsung. Oleh karena, DPRD Kota Langsa dan

walikota adalah penyelenggara pemerintahan daerah maka secara normatif hubungan

antara keduanya harus dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Pada

prinsipnya urgensi jenis hubungan antara legislatif dan ekskutif daerah tersebut

meliputi hal-hal yaitu : representasi, anggaran, pertanggungjawaban, pembuatan

peraturan daerah, pengangkatan sekeretaris daerah, pembinaan dan pengawasan. 91

Laporan pertanggungjawaban kepala daerah secara khusus walikota Langsa

terhadap DPRD Kota Langsa disebut juga dengan Laporan Keterangan

Pertanggungjawaban (LKPJ). 92 Laporan keterangan pertanggungjawaban kepala

daerah kepada DPRD yang selanjutnya disebut LKPJ adalah laporan yang berupa

informasi penyelenggaraan pemerintahan daerah selama 1 (satu) tahun anggaran atau

akhir masa jabatan yang disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD (pasal 1

angka 9 PP No. 3 Tahun 2007).

91
J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan
Lokal dan Tantangan Global, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 149
92
Dasar hukum nomenklatur dan pelaksanaan Laporan Keterangan Pertanggungjawan (LKPJ)
kepala daerah ialah Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah
Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah Kepada Masyarakat

Universitas Sumatera Utara


Didalam Laporan Keteranagan Pertanggungjawaban Kepala Daerah (LKPJ)

terdapat mekanisme yang harus dipatuhi, yaitu :

1. LKPJ disampaikan oleh Kepala Daerah kepada DPRD dalam Rapat Paripurna

paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir (PP 105 Tahun

2001).

2. Masing-masing Fraksi memberikan tanggapan terhadap LKPJ yang disampaikan

Kepala Daerah. Tanggapan bersifat membandingkan antara rencana yang telah

disepakati dalam dokumen perencanaan (APBD, Renstra/RPJMD) dengan

pelaksanaannya.

3. Pada bagian akhir, DPRD melalui rapat paripurna menyampaikan pendapat

akhirnya yang dituangkan dalam bentuk Keputusan DPRD.

4. Sebagai sebuah Laporan Kinerja, DPRD dapat memberikan penilaian terhadap

LKPJ Kepala Daerah dengan kriteria yang disepakati bersama (baik, cukup,

kurang dan sebagainya).

5. LKPJ yang disampaikan Kepala Daerah kepada DPRD hanya dalam pelaksanaan

desentralisasi saja (pasal 334 ayat 1 huruf h UU 27 Tahun 2009 tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah

dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).

6. Selain pelaksanaan desentralisasi dilaporkan pula pelaksanaan asas tugas

pembantuan dari Kabupaten/Kota ke Desa (pasal 17 ayat 2 PP Nomor 52 Tahun

2001 tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan). Sedangkan tugas pembantuan

Universitas Sumatera Utara


yang datang dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah Propinsi tidak

dilaporkan.

7. LKPJ dari Kepala Daerah kepada DPRD bersifat informatif, dengan demikian tidak

ada opsi menerima atau menolak LKPJ. Apabila ada hal-hal yang dianggap tidak

sesuai dengan kebijakan yang telah disepakati, DPRD dapat menggunakan hak

interpelasi/meminta keterangan dan atau hak angket.

8. Materi yang dibahas oleh DPRD adalah mengenai berbagai kegiatan untuk dilihat

kesesuaiannya antara kebijakan yang telah disetujui bersama baik dalam bentuk

Rencana Strategis/RPJMD maupun yang tertuang dalam APBD, termasuk

dampak langsung yang nampak maupun dampak yang tidak segera nampak.

Materi mengenai teknis keuangan akan diaudit oleh BPK.

9. Kepala Daerah menyampaikan Laporan Keuangan kepada Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK) paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir -

bulan Maret. (pasal 56 ayat 3 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara).

10. Kepala Daerah menyampaikan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban

pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa

oleh BPK paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir - bulan

Juni (pasal 184 ayat 1 UU 32 Tahun 2004).

Tata cara dalam penyampaian LKJP diatur dalam pasal 23 sampai dengan

pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007, yang mengatur sebagai berikut:

Pasal 23 : (1) LKPJ disampaikan oleh kepala daerah dalam rapat paripurna DPRD.

Universitas Sumatera Utara


(2) LKPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas oleh DPRD secara

internal sesuai dengan tata tertib DPRD.

(3) Berdasarkan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

DPRD menetapkan keputusan DPRD.

(4) Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan

paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah LKJP diterima.

(5) Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan

kepada kepala daerah dalam rapat paripurna yang bersifat istimewa

sebagai rekomendasi kepada kepala daerah untuk perbaikan

penyelenggaraan pemerintahan daerah kedepan.

(6) Apabila LKPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditanggapi

dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah LKPJ diterima, maka

dianggap tidak ada rekomendasi untuk penyempurnaan.

Pasal 24 : LKPJ akhir masa jabatan kepala daerah merupakan ringkasan laporan

tahun-tahun sebelumnya dengan LKPJ sisa masa jabatan yang belum

dilaporkan.

Pasal 25 : Sisa waktu penyelenggaraan pemerintahan daerah yang belum dilaporkan

dalam LKPJ oleh kepala daerah yang berakhir masa jabatannya,

dilaporkan oleh kepala daerah terpilih atau pejabat kepala daerah atau

pelaksana tugas kepala daerah berdasarkan laporan dalam memori serah

terima jabatan.

Universitas Sumatera Utara


Pasal 26: Apabila kepala daerah berhenti atau diberhentikan sebelum masa

jabatannya berakhir, LKPJ disampaikan oleh pejabat pengganti

pelaksana tugas kepala daerah.

Perlu dipahami bahwa mekanisme atau tata cara LKPJ ini sama semua daerah

termasuk Kota Langsa. Namun, jika dipahami secara seksama LKPJ yang bersifat

istimewa sebagai rekomendasi kepada kepala daerah yang dapat digunakan untuk

perbaikan penyelenggaraan pemerintahan daerah ke depan jika 30 (tiga) puluh hari

LKPJ telah diterima DPRD tidak dilakukan pembahasan maka dianggap tidak ada

rekomendasi untuk penyempurnaan sehingga LKPJ itu sepenuhnya diterima. 93 Hal ini

tentu mengandung konsekuensi bahwa bentuk pengawasan yang dimiliki oleh DPRD

Kota Langsa tidak maksimal karena dalam bunyi peraturan di atas tidak ada kata

”mewajibkan” sehingga menyebabkan kegiatan LKPJ ini hanya sebagai seremoni

rutin yang tidak memiliki hasil sama sekali. Dapat juga disebut kegiatan pemborosan

karena dalam proses pembuatan LKPJ telah menghabiskan ribuan lembar kertas.

C. Efektivitas Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD) Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di

Kota Langsa

93
Lihat Pasal 23 ayat (5) dan (6) Peraturan Pemerintah Tentang No. 3 Tahun 2007 Tentang
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dan Informasi
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat

Universitas Sumatera Utara


Fungsi pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen untuk

menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kebijakan dan rencana yang telah

ditetapkan serta memastikan tujuan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Fungsi

pengawasan ini mengandung makna penting, baik bagi pemerintah daerah maupun

pelaksana pengawasan. Bagi pemerintah daerah, fungsi pengawasan merupakan suatu

mekanisme peringatan dini (early warning system), untuk mengawal pelaksanaan

aktivitas mencapai tujuan dan sasaran. Sedangkan bagi pelaksana pengawasan, fungsi

pengawasan ini merupakan tugas mulia untuk memberikan telaahan dan saran, berupa

tindakan perbaikan 94.

Tujuan utama pengawasan DPRD, antara lain:

a. Menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana;


b. Menjamin kemungkinan tindakan koreksi yang cepat dan tepat terhadap
penyimpangan dan penyelewengan yang ditemukan;
c. Menumbuhkan motivasi, perbaikan, pengurangan, peniadaan penyimpangan;
d. Meyakinkan bahwa kinerja pemerintah daerah sedang atau telah mencapai tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan.

DPRD secara umum, khususnya DPRD Kota Langsa dalam menjalankan

fungsi pengawasan, diharapkan benar-benar dapat memastikan bahwa pemerintah

daerah berpihak pada kepentingan publik, dan harus mampu mewujudkan tujuan dan

kepentingan bersama yang sudah disepakati dalam proses legislasi dan penganggaran.

Aspirasi masyarakat pada hakekatnya secara melembaga sudah terwakili melalui

94
Kartiwa, A., 2006, Implementasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Rangka Mewujudkan
“good governance”, Pusat Informasi Proses Legislasi Indonesia, www.parlemen.net, diakses 25
November 2013

Universitas Sumatera Utara


wakil-wakilnya di DPRD, khususnya dalam bidang pengawasan. 95 Namun demikian,

fungsi pengawasan yang dijalankan oleh DPRD belum/tidak dirasakan masyarakat

sehingga timbul anggapan pengawasan kurang efektif dan tidak sesuai dengan

harapan masyarakat. Hal ini tergambar dari terus defisitnya hasil PAD Kota Langsa.

Pada tahun 2011, memasuki triwulan ketiga atau sampai dengan September 2011,

pendapatan Kota Langsa baru sebesar Rp 275 miliar lebih atau 67,08% dari target

sebesar Rp 411 miliar lebih. Sementara PAD (pendapatan asli daerah) hingga bulan

September 2011 baru terealisasi sebesar Rp 10 miliar lebih dari target yang

ditetapkan sebesar Rp 24 miliar lebih. Sepertinya target PAD Kota Langsa tidak akan

tercapai. 96 Kemudian pada tahun 2012 PAD Kota Langsa juga mengalami devisit

lebih kurang sebesar 10 miliyar. 97 Akan tetapi, pada tahun 2013 PAD Kota Langsa

mengalami kenaikan sebesar 2 miliyar. 98

Jika dilihat dari uraian di atas maka bisa dikatakan bahwa sebenarnya

Kota Langsa sama sekali tidak mengalami pertumbuhan PAD secara signifikan akan

tetapi malah cenderung berjalan ditempat karena jika dilihat pada tahun 2011 maka

PAD Kota Langsa jelas tidak memenuhi target kemudian pada tahun 2012 PAD

tersebut juga mengalami devisit sebesar 10 miliyar. Akan tetapi, pada tahun 2013

95
Hasil wawancara dengan T. Hidayat, Wakil Ketua DPRD Kota Langsa, DPRD-DPRD Kota
Langsa, Kota Langsa, 23 November 2013
96
Medan Bisnis, 2011, Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa Tidak Memenuhi Target,
http://www.medanbisnisdaily.com/news/arsip/read/2013/10/19/57152/distannak_tapteng_salurkan_27
65_bibit_buah/#.Us-BldIW2vd, diakses 30 November 2013
97
Inspirasi Bangsa, 2012, Pemko Langsa Perkirakan Devisit Keuangan,
http://inspirasibangsa.com/pemko-langsa-perkirakan-devisit-keuangan-rp10-m/, diakses 30 November
2013
98
Harian Orbit, 2013, Pemko Langsa Gelar Syukuran, http://www.harianorbit.com/pemko-
langsa-gelar-syukuran/, diakses 30 November 2013

Universitas Sumatera Utara


PAD mengalami kenaikan 2 miliyar. Jika dilihat PAD Kota Langsa masih mengalami

devisit sebesar 8 miliyar jika dilihat berdasarkan penetapan PAD tahun lalu. Jelas

PAD Kota Langsa sama sekali tidak mengalami perubahan yang berarti dari tahun ke

tahun.

Hal ini jelas membawa dampak pada fungsi pengawasan DPRD dinilai

sebagian besar masyarakat belum optimal sehingga membawa dampak pada tidak

optimalnya pengawasan terhadap PAD yang berujung pada kurang kokohnya

keuangan daerah. 99Seharusnya DPRD Kota Langsa mampu melakukan pengawasan

terhadap PAD sehingga kedepan penggunaan PAD dan peningkatan terhadap PAD

dapat dilakukan.

Anggota DPRD yang sekaligus menjadi anggota partai politik tertentu

semestinya dapat menjadi bagian dari sistem yang mengkritisi kinerja eksekutif. Akan

tetapi, tidak semua anggota DPRD memiliki sikap yang kritis terhadap Pemerintah

Daerah. Kondisi ini bukan hanya meliputi anggota dewan yang berasal dari partai

yang berkuasa, tetapi juga anggota DPRD di luar partai yang berkuasa seringkali

berpihak pada partai yang berkuasa. 100 DPRD dinilai tidak profesional karena tidak

mampu menjalankan fungsi pengawasan secara optimal, sehingga penyerapan

anggaran oleh eksekutif berjalan nyaris tanpa pengawasan yang berarti. Hal ini

berakibat pada pelaksanaan pembangunan oleh pemerintah daerah yang cenderung

kurang maksimal, sehingga manfaat pembangunan kurang dirasakan oleh rakyat.

99
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal. 160
100
D. Munir, 2010, Hak Interpelasi Bantu Fungsi Pengawasan, http://www.pikiran-
rakyat.com/node/112046, diakses 30 November 2013

Universitas Sumatera Utara


Seringkali anggota DPRD tidak melakukan inspeksi untuk meninjau proyek yang

dikerjakan oleh eksekutif. Walaupun banyak pengaduan masyarakat tentang

ketidakberesan pelaksanaan pembangunan. Hal ini juga jelas mengganggu

kepentingan umum secara khusus masyarakat Kota Langsa. 101

Sebenarnya DPRD adalah lembaga politik. Sifatnya sebagai lembaga

politik tercermin dalam fungsinya untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Prasyarat

pokok untuk menjadi anggota DPRD adalah kepercayaan (legitimasi) rakyat, bukan

prasyarat keahlian yang lebih bersifat teknis.

Faktanya, para anggota DPRD berasal dari berbagai latar berlakang

yang sangat beragam. Sistem Pemilihan Umum Indonesia yang bersifat langsung,

umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (luber dan jurdil) memang membuka peluang

bagi semua komponen dalam masyarakat untuk memilih dan dipilih sebagai wakil

rakyat (anggota DPRD). Keberagaman yang ada dalam keanggotaan DPRD

semestinya dijadikan sebagai kekuatan dalam menjalankan tugas dan fungsi DPRD.

Para anggota DPRD seyogyanya melakukan introspeksi dan menyadari bahwa masih

101
Bentuk-bentuk kegiatan pembangunan yang mempnyai sifat kepentingan umum meliputi
bidang-bidang, yaitu :
a. Pertanahan;
b. Pekerjaan umum;
c. Perlengkapan Umum;
d. Jasa umum;
e. Ilmu pengetahuan dan seni budaya;
f. Kesehatan;
g. Olah raga;
h. Keselamatan umum terhadap bencana alam
i. Kesejahteraan sosial;
j. Makam/kuburan;
k. Parawisata dan rekreasi;
l. Usaha-usaha ekonomi yang bermanfaat bagi keselamatan umum.
Lihat M. Solly Lubis, Kebijakan Publik, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2007), hal. 40

Universitas Sumatera Utara


terdapat berbagai kekurangan atau kelemahan, sehingga kekurangan dan kelemahan

tersebut dapat dicarikan solusi guna memperbaiki dan menguatkan pelaksanaan

fungsi yang melakat pada lembaga DPRD.

DPRD di masa mendatang tidak boleh lagi menutupi kelemahannya

dengan berlindung di balik ketidakseragaman latar belakang anggotanya. Semua

anggota DPRD seyogyanya berupaya untuk meningkatkan perannya sebagai wakil

rakyat yang secara aktif dalam mengawasi jalannya pemerintahan di daerah masing-

masing dengan sebaik-baiknya. Instrumen yang dapat digunakan untuk itu adalah

segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan rencana anggaran yang telah

ditetapkan dan disepakati bersama. Setiap anggota DPRD semestinya menyadari dan

melaksanakan fungsi-fungsi yang melekat pada dirinya sebagai anggota DPRD

(fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan) secara optimal. DPRD

dalam melaksanakan fungsi tersebut perlu menghimpun dukungan informasi seluas-

luasnya dari masyarakat. Artinya, DPRD membuka peran serta atau partisipasi

aktifmasyarakat untuk turut melakukan pengawasan terhadap pemerintah daerah

termasuk dalam mengawasi sepak terjang DPRD itu sendiri.

Banyak cara yang dapat dilakukan oleh DPRD untuk mengatasi berbagai

kekurangan dan kelemahannya. DPRD dimungkinkan untuk menggunakan tenaga

ahli atau pakar di bidangnya yang berasal dari luar anggota DPRD. Para ahli atau

pakar dapat direkrut oleh DPRD menjadi staf ahli atau dalam bentuk mitra bestari.

Para anggota DPRD juga harus rajin mengumpulkan informasi dari

masyarakat. Informasi dari masyarakat dapat dikumpulkan dengan berbagai cara,

Universitas Sumatera Utara


seperti penjaringan informasi melalui kotak pos, layanan pengaduan melalui

telepon/handphone, penjaringan informasi melalui media elektronik seperti internet

(website, facebook, e-mail dan sebagainya), melaui media massa, dan penjaringan

informasi langsung ke sumbernya melalui kunjungan secara berkala dan inspeksi

mendadak ke masyarakat.

Semua informasi yang dibutuhkan oleh DPRD tersedia dalam masyarakat,

tergantung bagaimana DPRD dapat menggali informasi yang mereka dibutuhkan.

DPRD semestinya menjalin hubungan baik dengan semua komponen masyarakat di

berbagai level dan bidang seperti LSM, tokoh agama, tokoh pemuda, mahasiswa,

pengusaha, organisasi profesi, budayawan, seniman, tokoh pendidikan, forum Kepala

Desa, organisasi kerukunan tani dan nelayan, majelis ta’lim dan sebagainya. Hal ini

penting dilakukan mengingat intensitas DPRD dalam menjalin komunikasi dengan

pihak masyarakat relatif terbatas. Selama ini terkesan bahwa DPRD kurang dekat

dengan warga masyarakat yang diwakilinya. DPRD cenderung sibuk dengan

kepentingan dan urusannya sendiri, sehingga kepentingan masyarakat yang

diwakilinya cenderung terabaikan. Kondisi ini memunculkan kesan dalam

masyarakat, seolah-olah para anggota DPRD hanya membutuhkan rakyat atau mau

dekat dengan rakyat pada saat pemilihan umum saja, setelah terpilih dan dilantik

menjadi anggota DPRD rakyat ditinggalkan.

Universitas Sumatera Utara


Langkah mendasar untuk menguatkan fungsi pengawasan dapat dilakukan

sebagai berikut : 102

1. Merumuskan batasan tentang lingkup kerja dan prioritas pengawasan;


2. Merumuskan standar akuntabilitas yang baku dalam pengawasan yang dapat
diterima oleh lembaga yang menjadi sasaran dan mitra pengawasannya. Standar
akuntabilitas yang baku harus dimiliki dan dipahami oleh DPRD, agar dapat
menghindarkan diri dari politisasi fungsi pengawasan dan terhindar dari dampak
negatif yang mungkin ditimbulkannya;
3. Merumuskan standar atau ukuran yang jelas untuk menentukan sebuah kebijakan
publik dikatakan berhasil, gagal atau menyimpang dari Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) yang telah ditetapkan;
4. Merumuskan rekomendasi serta tindak lanjut dari hasil pengawasan, baik itu pada
tingkat kebijakan, proyek, atau kasus-kasus tertentu. Semua itu harus dirumuskan
Bdalam Tata Tertib DPRD, sehingga alat kelengkapan dewan yang akan
melakukan fungsi pengawasan memiliki satu pemahaman yang sama meskipun
berasal dari fraksi yang berbeda-beda.

Untuk mempertegas efektivitas pengawasan DPRD Kota Langsa terhadap

peningkatan PAD dapat dilakukan dengan beberapa bentuk pengawasan, yaitu : 103

1. Preliminary Control

2. Interim Control

3. Post Control

Untuk memperjelas bentuk pengawasan di atas akan diuraikan sebagai

berikut :

a. Preliminary Control ialah pengawasan awal anggota DPRD pada saat

pembahasan anggaran termasuk PAD. Dalam pengawasan pendahuluan ini

102
M. Malik, 2008, Funggsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah : Antara
Pengawasan Politik dan Manuver Politik, http://cetak.bangkapos.com/
opini/read/187/Fungsi+Pengawasan+DPRD.html, diakses 30 November 2013
103
Hariande L.Bintang dan Ahmad jamaan, 2013, Pengawasan DPRD Terhadap
Pelaksanaan PERDA, http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JDOD/article/view/1736, diakses 30
November 2013

Universitas Sumatera Utara


anggota DPRD sangat diharapkan perannya dalam meneliti setiap usulan

khususnya mengenai PAD yang bersumber dari penyedia layanan masyarakat,

sepertiPERDA retribusi pasar ini, diharapkan DPRD Kota Langsa lebih melihat

kesesuaian dengan tingkat pendapatan pedagang khususnya dari sisi biaya

retribusi. Kewenangan DPRD Kota Langsa ini sesuai dengan Pasal 343 ayat (1)

huruf c, berbunyi DPRD Kabupaten/kota mempunyai fungsi : pengawasan Jo

Pasal 344 ayat (1) huruf c, berbunyi DPRD Kabupaten/kota mempunyai tugas dan

wewenang : melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah

dan anggaran pendapatandan belanja daerah kabupaten/kota Undang-Undang No.

27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

b. Interim Control ialah pengawasan untuk memastikan penggunaan PAD berjalan

sesuai standar yang ditetapkan dan memenuhi harapan masyarakat selama

dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Pengawasan juga bisa diarahkan terhadap

pelaksanaan kebijakan pada masa perjalannya sebuah peraturan. Pengawasan ini

akan melihat pelaksanaan pengawasan DPRD Kota Langsa terhadap Aparatur

pelaksana dari instansi pemerintah daerah. Dasar hukum kegiatan ini tetap

merujuk kepada Pasal 343 ayat (1) huruf c Jo Pasal 344 ayat (1) huruf c Undang-

Undang No. 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah.

Universitas Sumatera Utara


c. Post Control ialah evaluasi terhadap target yang direncanakan. Pengawasan

diharapkan akan menghasilkan rekomendasi mempertahankan, memperbaiki atau

meningkatkan suatu PAD. Penilaian atas selesainya sebuah kegiatan yang sudah

direncanakan dalam program kerja pemerintah dalam hal ini melihat pengawasan

hasil yang dicapai pada PAD. Dasar hukum Pasal 343 ayat (1) huruf c Jo Pasal

344 ayat (1) huruf h, berbunyi DPRD Kabupaten/Kota mempunyai tugas dan

wewenang meminta keteranganpertanggungjawaban bupati/walikota dalam

penyelenggaraan pemerintahandaerah kabupaten/kota jo Peraturan Pemerintah

No. 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada

Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

Kepada Masyarakat Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 Tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Namun demikian pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota Langsa

dalam upaya peningkatan PAD jangan dipandang sebagai konotasi negatif akan tetapi

harus dipandang secara positif karena pengawasan mempunyai tujuan, yaitu : 104

a. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan telah sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan atau tidak;
b. Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang dijumpai oleh kepala daerah dan
para penyelenggara pemerintahan di daerah sehingga dengan demikian dapat
diambil langkah-langkah perbaikan di kemudian hari;
c. Pengawasan bukanlah untuk mencari kesalahan, tetapi untuk memperbaiki
kesalahan;

104
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal. 206

Universitas Sumatera Utara


d. Pengawasan dilakukan untuk mendorong harmonisasi antara kebutuhan/keinginan
rakyat dengan para penyelenggara pemerintahan di daerah;
e. Untuk mensinergikan antara program/kebijakan pemerintah dengan program
kebijakan pemerintah daerah.

Perlu diingat bahwa Kepala Daerah sebagai mitra kerja DPRD tidak lagi

bertanggung jawab kepada DPRD, melainkan hanya sebatas menyampaikan Laporan

Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) kepada DPRD yang berupa progress report

kinerja pemerintah daerah selama satu tahun anggaran. Berarti bahwa pengawasan

yang dilakukan oleh DPRD tidak lagi dalam kapasitas untuk menerima atau menolak

pertanggungjawaban Kepala Daerah. Pemerintah dan DPRD bukanlah berada pada

posisi yang saling berhadapan, oleh karena itu memposisikan Pemerintah Daerah dan

DPRD pada dua kutub yang berlawanan: antara utara - selatan atau timur - barat

adalah sebuah tindakan yang tidak tepat dalam kontek otonomi daerah, karena kedua

lembaga publik ini merupakan bagian dari Pemerintahan Daerah.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI OLEH DEWAN


PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DALAM MELAKSANAKAN
FUNGSI PENGAWASAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI
DAERAH (PAD) DI KOTA LANGSA

Hakikatnya dalam proses penegakan hukum sangat bertalian erat dengan

masyarakat, karena dalam masyarakat hukum hidup, tumbuh dan berkembang.

Roscoe Pound mengatakan “hukum merupakan sarana untuk merekayasa sosial (law

is tool of social engineering)”. 105 Artinya, hukum merupakan bagian masyarakat yang

merupaya mengatur kehidupan masyarakat agar sesuai dengan keadilan, kemanfaatan

dan berkepastian hukum. Proses pelaksanaan hukum tentu memiliki banyak

hambatan-hambatan yang merintangi atau menghalangi tegaknya hukum

dimasyarakat.

Bagian ini untuk melihat hambatan-hambatan yang dihadapi oleh DPRD

dalam melaksanakan fungsi pengawasan untuk meningkatkan PAD Kota Langsa akan

merujuk pada pendapat Seorjono Soekanto. Seorjono Soekanto mengatakan ada 5

(lima) langkah yang harus dipenuhi untuk mengupayakan hukum atau aturan atau

ketentuan dapat bekerja dan berfungsi (secara efektif) yaitu: 106

a. Undang-undang;
b. Penegak hukum;
c. Faktor sarana atau fasilitas;
d. Faktor Masyarakat;
e. Faktor Kebudayaan.

105
Yeswil Anwar dan Adang, Pengantar Sosiologi Hukum, (Jakarta: Grasindo, 2008), hal. 45
106
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Hukum, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 5

Universitas Sumatera Utara


A. Undang-Undang

Undang-undang yang dimaksud merupakan undang-undang dalam arti materil

ialah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat penguasa pusat mapun daerah

yang sah. Dengan demikian maka undang-undang yang dimaksud mencakup,

yaitu: 107

1. Peraturan pusat yang berlaku untuk semua warga negara atau suatu golongan

tertentu saja maupun yang berlaku umum di sebagian wilayah negara;

2. Peraturan setempat yang hanya berlaku di suatu tempat atau daerah saja.

Dalam praktik penyelenggaraan peraturan perundang-undangan di lapangan

ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini

disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak,

sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara

normatif.

Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar

hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan

itu tidak bertentangan dengan hukum. Maka pada hakikatnya penyelenggaraan

hukum bukan hanya mencakup law enforcement saja, namun juga peace maintenance,

karena penyelenggaraan hukum sesungguhnya merupakan proses penyerasian antara

nilai kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

Dengan demikian, tidak berarti setiap permasalahan sosial hanya dapat diselesaikan

107
Ibid, hal. 7

Universitas Sumatera Utara


dengan hukum yang tertulis, karena tidak mungkin ada peraturan perundang-

undangan yang dapat mengatur seluruh tingkah laku manusia, yang isinya jelas bagi

setiap warga masyarakat yang diaturnya dan serasi antara kebutuhan untuk

menerapkan peraturan dengan fasilitas yang mendukungnya.

Pada hakikatnya, hukum itu mempunyai unsur-unsur antara lain hukum

perundang-undangan, hukum traktat, hukum yuridis, hukum adat, dan hukum

ilmuwan atau doktrin. Secara ideal unsur-unsur itu harus harmonis, artinya tidak

saling bertentangan baik secara vertikal maupun secara horizontal antara perundang-

undangan yang satu dengan yang lainnya, bahasa yang dipergunakan harus jelas,

sederhana, dan tepat karena isinya merupakan pesan kepada warga masyarakat yang

terkena perundang-undangan itu.

Berkaitan dengan keberadaan peraturan perundang-undangan untuk Kota


Langsa telah diatur dalam beberapa qanun terutama dalam hal PAD antara lain,
sebagai berikut :
1. Qanun No. 5 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Dan Pengusahaan Penangkaran
Sarang Burung Walet;
2. Qanun No. 6 Tahun 2008 Tentang Retribusi Terminal;
3. Qanun No. 7 Tahun 2008 Tentang Retribusi Parkir;
4. Qanun No. 13 Tahun 2008 Tentang Ijin Pengoperasian Becak Bermotor Dalam
Kota Langsa.
Keberadaan qanun di atas tidak ada dampak negatif artinya tidak ada respon
negatif dari masyarakat bahkan masyarakat Kota Langsa sangat mendukung, hal ini

Universitas Sumatera Utara


juga sangat baik sehingga setiap tindakan dalam proses untuk memperoleh PAD telah
memiliki payung hukum yang jelas. 108
B. Penegak Hukum
Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian aparat penegak
hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas
petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan
dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum dengan
mengutip pendapat J. E. Sahetapy yang mengatakan :
“Dalam rangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa

penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebijakan. Penegakan kebenaran

tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam kerangka penegakan hukum oleh

setiap lembaga penegakan hukum (inklusif manusianya) keadilan dan kebenaran

harus dinyatakan, harus terasa dan terlihat, harus diaktualisasikan”. 109

Di dalam konteks di atas yang menyangkut kepribadian dan mentalitas


penegak hukum, bahwa selama ini ada kecenderungan yang kuat di kalangan
masyarakat untuk mengartikan hukum sebagai petugas atau penegak hukum, artinya
hukum diidentikkan dengan tingkah laku nyata petugas atau penegak hukum.
Sayangnya dalam melaksanakan wewenangnya sering timbul persoalan karena sikap
atau perlakuan yang dipandang melampaui wewenang atau perbuatan lainnya yang
dianggap melunturkan citra dan wibawa penegak hukum, hal ini disebabkan oleh
kualitas yang rendah dari aparat penegak hukum tersebut.

Merujuk pada komitmen dari aparatur pelaksana sebuah kebijakan dapat

menunjang berjalannya kebijakan tersebut sesuai dengan apa yang diinginkan.

108
Hasil wawancara dengan T. Hidayat, Wakil Ketua DPRD Kota Langsa, DPRD-DPRD Kota
Langsa, Kota Langsa, 23 November 2013
109
Ronny, Efektifitas Penegakan Hukum, http:ronny-hukum.blogspot.com, diakses 12
November 2013

Universitas Sumatera Utara


Sebuah kebijakan tidak bisa berjalan dengan baik dan mencapai hasil yang diinginkan

jika para aparatur pelaksananya tidak memiliki komitmen untuk melaksanakan tugas

dan tanggungjawabnya sebagai pelaksana kebijakan. Dan pada aparatur pelaksana

kebijakan di Kota Langsa komitmennya sangat kurang, hal ini dapat dilihat dengan

devisitnya PAD Kota Langsa. 110

Kejujuran adalah suatu sikap yang mutlak dimiliki oleh seorang implementer,

karena tanpa kejujuran di dalam melaksanakan kebijakan maka akan hilang

kepercayaan dari pembuat kebijakan dan masyarakat terhadap pelaksana kebijakan.

Kejujuran itu harus terus diterapkan pada saat memulai implementasi kebijakan

sampai pencapaian hasil yang telah ditargetkan sebelumnya. Sebgai besar sikap ini

belum ditunjukkan oleh aparat pelaksana, hal ini terbukti karena terdapat laporan

warga perihal korupsi dalam penggunaan dan PAD oleh eksekutif di Kota Langsa. 111

Sifat demokratis yang dimaksud adalah sifat aparat pelaksana untuk dapat menerima

segala kebijakan yang ada serta melaksanakannya sesuai tugasnya masing-masing

dan juga dapat menerima hasil-hasil yang telah dicapai. Akan tetapi ini juga kurang

ditunjukkan oleh para aparat pelaksana. 112

Penguraian di atas menunjukkan lemahnya para pejabat maupun penegak


hukum sehingga dalam pelaksanaan kebijakan terhadap pengawasan dalam upaya
peningkatan PAD Kota Langsa tidak dapat berjalan dengan maksimal.

110
Hasil wawancara dengan T. Hidayat, Wakil Ketua DPRD Kota Langsa, DPRD-DPRD
Kota Langsa, Kota Langsa, 23 November 2013
111
Hasil wawancara dengan T. Hidayat, Wakil Ketua DPRD Kota Langsa, DPRD-DPRD
Kota Langsa, Kota Langsa, 23 November 2013
112
Hasil wawancara dengan T. Hidayat, Wakil Ketua DPRD Kota Langsa, DPRD-DPRD
Kota Langsa, Kota Langsa, 23 November 2013

Universitas Sumatera Utara


C. Faktor Sarana Atau Fasilitas

Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan

perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan. Pendidikan

yang diterima oleh Polisi dewasa ini cenderung pada hal-hal yang praktis

konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi mengalami hambatan di dalam

tujuannya, diantaranya adalah pengetahuan tentang kejahatan computer, dalam tindak

pidana khusus yang selama ini masih diberikan wewenang kepada jaksa, hal tersebut

karena secara teknis yuridis polisi dianggap belum mampu dan belum siap. Walaupun

disadari pula bahwa tugas yang harus diemban oleh polisi begitu luas dan banyak.

Masalah perangkat keras dalam hal ini adalah sarana fisik yang berfungsi

sebagai faktor pendukung. Sebab apabila sarana fisik seperti kertas tidak ada dan

karbon kurang cukup dan mesin tik yang kurang baik, bagaimana petugas dapat

membuat berita acara mengenai suatu kejahatan?.

Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting

di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan

mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan

yang aktual.

Universitas Sumatera Utara


Dalam peningkatan PAD kota langsa masih banyak sarana dan prasarana yang

belum lengkap dan ini perlu dibenahi agar dapat maksimal dalam melasanakan

pekerjaan, yaitu :

1. Kantor yang tersedia

2. TV

3. Komputer

4. Honor yang diperuntukan untuk staf

Dari 4 (empat) sarana dan prasarana di atas salah satu yang paling penting

ialah permasalahan honor untuk pegawai honorer yang seringkali dibayar dalam 3

(tiga) bulan sekaligus tidak perbulan sehingga hal ini akan berpengaruh pada knerja

pegawai yang berakibat pada tidak fokus para pegawai honorer jika bekerja karena

harus memikirkan uang tambahan dari pekerjaan lain jika gaji dibayar dengan cara

tersebut di atas. 113

D. Masyarakat

Masyarakat/individu dalam hal ini menjadi suatu faktor yang cukup


mempengaruhi juga didalam efektivitas hukum. Apabila masyarakat tidak sadar
hukum dan atau tidak patuh hukum maka tidak ada keefektifan. Kesadaran hukum
merupakan konsepsi abstrak didalam diri manusia, tentang keserasian antara
ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya. Kesadaran hukum
sering dikaitkan dengan pentaatan hukum, pembentukan hukum, dan efektivitas

113
Hasil wawancara dengan T. Hidayat, Wakil Ketua DPRD Kota Langsa, DPRD-DPRD
Kota Langsa, Kota Langsa, 23 November 2013

Universitas Sumatera Utara


hukum. Kesadaran hukum merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat dalam
manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan. 114

Keadaan atau jumlah masyarakat Kota Langsa berjumlah 138.903 dengan luas
Kota Langsa 26.241 Ha dengan mayoritas bertani dan memiliki unit dagang. Namun,
masyarakat mayoritas terkandang cenderung tidak menghiraukan untuk membayar
kewajibannya seperti retribusi dan pajak daerah. Hal ini berdampak pada tidak
maksimalnya perolehan PAD Kota Langsa. 115

E.Faktor Kebudayaan

Dalam kebudayaan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal


kebudayaan. Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan
masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya
bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan
orang lain. Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang
perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan
apa yang dilarang.

Dalam hal ini kepatuhan masyarakat Kota Langsa terhadap adat istiadat
membawa dampak kepada kepatuhan setiap kebijakan dan peraturan yang dibuat oleh
pemerintah daerah. 116

114
Ronny, Op.Cit, 12 November 2013
115
Hasil wawancara dengan T. Hidayat, Wakil Ketua DPRD Kota Langsa, DPRD-DPRD
Kota Langsa, Kota Langsa, 23 November 2013
116
Hasil wawancara dengan T. Hidayat, Wakil Ketua DPRD Kota Langsa, DPRD-DPRD
Kota Langsa, Kota Langsa, 23 November 2013

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil peneltian di atas, maka kesimpulan yang dapat

diberikan, yaitu :

1. Pengaturan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang

terdapat dalam peraturan perundang-undangan, yaitu

Pasal 41 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah jo

Pasal 292 dan 343 Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 Tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah

Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 42 ayat 1 huruf c Undang-Undang

No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan 43 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004. Melihat pengaturan tentang fungsi pengawasan

DPRD terdapat dalam beberapa undang-undang maka hal ini tidak mencerminkan

unifikasi hukum yang dicita-cita. Keanekaragaman akan memberi kesulitan

kepada masyarakat untuk mendudukkan mana peraturan yang lebih tinggi dan

Universitas Sumatera Utara


mana perturan yang lebih rendah sehingga jelas hirarki sebuah peraturan

perundang-undangan.

2. Efektivitas pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) terhadap peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) di Kota Langsa

dapat dilakukan dengan menerapkan beberapa cara pengawasan, yaitu

a. Preliminary Control

b. Interim Control

c. Post Control

Penerapan 3 (tiga) teknik ini dengan jika dikaitkan dengan aturan hukum yang

berlaku, yakni Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 Tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat meningkatkan sistem pengawasan

DPRD sehingga setiap tindakan untuk meningkatkan PAD Kota Langsa dapat

dilakukan dengan maksimal.

3. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) dalam melaksanakan fungsi pengawasan untuk meningkatkan

pendapatan asli daerah (PAD) di Kota Langsa dapat dilihat melalui, yaitu :

a. Undang-undang;

b. Penegak hukum;

c. Faktor sarana atau fasilitas;

d. Faktor Masyarakat;

Universitas Sumatera Utara


e. Faktor Kebudayaan.

Namun yang paling besar permasalahannya terdapat pada penegak hukum, sarana

atau fasilitas, dan masyarakat sedangkan kebudayaan serta undang-undang masih

berjalan dengan baik

B. Saran

Berikut beberapa hal yang dapat disarankan, yaitu :

1. Diharapkan kedepan Indonesia memiliki regulasi peraturan perundang-undangan

yang secara khusus mengatur fungsi dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) khususnya mengenai fungsi pengawasan, tidak seperti sekarang yang

terdapat dalam beberapa buah peraturan perundang-undangan.

2. Agar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Langsa tidak ragu

menerapkan 3 (tiga) bentuk pengawasan di atas agar upaya peningkatan PAD

Kota Langsa dapat berjalan dengan maksimal.

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) perlu melakukan diskusi atau

musyawarah dengan eksekutif Kota Langsa agar hambatan-hambatan yang

dihadapi dalam melakukan pengawasan dalam upaya peningkatan PAD Kota

Langsa dapat segera diatasi.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Buku

Anwar, Saiful Dan Marzuki Lubis, Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, Medan:
Gelora Madani Press, 2004

---------------, Sendi-Sendi Hukum Tata Negara Indonesia (Era Reormasi),


Medan: Gelora Madani Press, 2004

Anwar, Yeswil dan Adang, Pengantar Sosiologi Hukum, Jakarta: Grasindo, 2008.

Bastian, Indra, Akuntansi Sektor Publik Di Indonesia, Yogyakarta: BPFE UGM, 2001

Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia


Pustaka Utama, 1992

Hadayaningrat, Soewarno, Pengantar Studi Ilmu Administrasi Dan Manajemen,


Jakarta: Toko Gunung Agung, 1996

Hadyanto, Sophia, Faisal Akbar Nasution, Nazaruddin dan Gunadi (ed), Paradigma
Kebijakan Hukum Pasca Reformasi : Dalam Rangka Ultah Ke-80 Prof. Solly
Lubis, Jakarta: PT. Sofmedia, 2010

Halim, Abdul, Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi Revisi,
Jakarta: Salemba Empat, 2004

Haris, Syamsuddin, Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Desentralisasi,


Demokratisasi & Akuntabilitas Pemerintahan Daerah, Jakarta: Lipi Press,
2005

Hartono, Sunaryati, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke 20,


Bandung: Alumni, 1994

Huda, Ni’matul, Hukum Pemerintahan Daerah, Bandung: Nusa Mdia, 2009

-------------------, Otonomi Daerah Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematik,


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005

Ibrahim, Johnny, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia
Publishing, 2006

Universitas Sumatera Utara


Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi,
(Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007), hal. 467
Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara
DPRD dan Kepala Daerah, Bandung: PT Alumni, 2004

Kaloh, J., Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab
Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, Jakarta: Rineka Cipta, 2002

Kumorotomo, Wahyudi, Desentralisasi Fiskal Politik dan Perubahan Kebijakan,


Jakarta: PT Prenada Media Group, 2008

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : CV Mandar Maju, 1994

------------------, Kebijakan Publik, Bandung: CV. Mandar Maju, 2007

------------------, Serba-Serbi Politik & Hukum Edisi 2, Jakarta: PT. Sofmedia, 2011

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
Cetakan ke-3, 2007

Munawir, Pokok-Pokok Perpajakan, Yogyakarta: Liberty, 1980

Murhani, Suriansyah, Aspek-Aspek Hukum Pengawasan Pemerintah Daerah,


Yoyakarta: Laksbang, 2008

Nausution, Faisal Akbar, Pemerintahan Daerah dan Sumber-Sumber Pendapatan


Daerah, Jakarta: Sofmedia, 2009

Nurcholis, Hanif, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2007

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1999

Siahaan, Mariot.P., Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Jakarta: Rajawali Pers, 2009

Sjadzali, Munawir, Islam Dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta:
UI Press, 1993

Soebechi, Imam, Judicil Review Perda Pajak Dan Retribusi Daerah, Jakarta: PT.
Sinar Grafika, 2012

Universitas Sumatera Utara


Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudi, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995
-----------------------, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia
Press, 2006

-----------------------, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Hukum, Jakarta:


PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Soekarwo, BerbagaiMasalahKeuangan Daerah, Surabaya:


AirlanggaUniversityPress, 2003

Sudjijono, Budi, Manajemen Pemerintahan Federal Perspektif Indonesia Masa


Depan, Jakarta: Citra Mandala Pratama, 2003

Sunarno, Siswanto, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Jakarta: Sinar


Grafika, 2008

Sutedi, Adrian, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, Bogor Selatan: GhaliaIndonesia,
2008

------------------, Implikasi Hukum Atas Sumber Pembiayaan Daerah Dalam


Kerangka Otonomi Daerah, Jakarta:Sinar Grafika, 2009

Sutiyoso, Bambang, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman Di


Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2005

Syamsi, Ibnu, Administrasi Perlengkapan Materiil Pemerintah Daerah, Jakarta: Bina


Aksara, 1982

Tim Pondok Edukasi, Pegangan Memahami desentralisasi, Bantul: Pondok Edukasi,


2005

Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewargaan (civic education) Demokrasi, Hak
Asasi Manusia Dan Masyarakat Madani, Jakarta: Prenada Media, 2003

Ummah, Maslahatul, Pelakasanaan Fungsi Pengawsan DPRD Terhadap


Pengelolaan APBD di Kota Mojokerto, Malang: Universitas Brawijaya, 2007

Wasistono, Sadu & Ondo Riyani, Etika Hubungan Legislatif Eksekutif Dalam
Pelaksanaan Otonomi Daerah, Bandung: Fokusmedia, Cet. Ke.2, 2003

Winardi, Manajer dan Manajemen, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000

Universitas Sumatera Utara


Jurnal Dan Laporan Penelitian

Ardiansyah, Indra Widhi, Analisis Kontribusi Pajak Hotel dan Restoran Terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Purworejo Tahun 1989-2003,
Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, Skripsi, 2005

Budiharto, Priyo, Endang Larasati dan Sri Suwirti, “Analisis Kebijakan Pengawasan
Melekat Di Badan Pengawas Provinsi Jawa Tengah”, Dalam Dialogue Jurnal
Ilmu Administrasi Dan Kebijakan Publik

Hasnan, Mengenai Peraturan Ketentuan Sanksi Pidana Dalam Pemerintah Daerah,


Medan: USU, Tesis, 2012

Lutfi, Achmad, Penyempurnaan Administrasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah :


Suatu upaya dalam optimalisasi penerimaan PAD, Jurnal Ilmu Administrasi
dan Organisis : Bisnis & Birokrasi, Vol XIV, No 1, Januari 2006, Dep. Ilmu
Administrasi, FISIP UI

Santoso, M. Agus,”Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Menjalankan


Fungsi Pengawasan”, Dalam Jurnal Hukum No. 4 Vol. 18, 18 Oktober 2011,
Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,


Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.

Undang-Undang No. 3 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Kota Langsa.

Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

Peraturan Pemerintah Tentang No. 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan


Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat

Universitas Sumatera Utara


Daerah, Dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Kepada Masyarakat

Internet

A. Kartiwa, 2006, Implementasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Rangka


Mewujudkan “good governance”, Pusat Informasi Proses Legislasi Indonesia,
www.parlemen.net, diakses 25 November 2013

D. Munir, 2010, Hak Interpelasi Bantu Fungsi Pengawasan, http://www.pikiran-


rakyat.com/node/112046, diakses 30 November 2013

Definisi, 2013, Pengertian Efektifitas Menurut Para Ahli, Lihat


http://definisi.org/pengertian-efektifitas-menurut-para-ahli, diakses 29 Maret
2013

Frame, Teori Desentralisasi Dan Fiskal, http://2frameit.blogspot.com/2011/07/teori-


desentralisasi-fiskal.html, diakses 27 Maret 2013

Harian Orbit, 2013, Pemko Langsa Gelar Syukuran,


http://www.harianorbit.com/pemko-langsa-gelar-syukuran/, diakses 30
November 2013

http:// repository. ipb.ac.id/ bitstream/ handle/ 123456789/ 61019/BAB%20II%20


Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=4, diakses 28 Maret 2013

http://itjen-depdagri.go.id/article-25-pengertian-pengawasan.html, diakses 12
November 2013

http://kbbi.web.id/, diakses 12 November 2013

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29358/4/Chapter%20II.pdf, diakses
13 Februari 2013

http://www.dpr.go.id/id/tentang-dpr/sejarah, diakses 12 November 2013

Hukum Industri, 2011, Pendapatan Asli Daerah (PAD),


http://hukum2industri.wordpress.com/2011/04/26/pendapatan-asli-daerah-
pad/, diakses 13 Februari 2013

Universitas Sumatera Utara


Inspirasi Bnagsa, 2012, Pemko Langsa Perkirakan Devisit Keuangan,
http://inspirasibangsa.com/pemko-langsa-perkirakan-devisit-keuangan-rp10-
m/, diakses 30 November 2013

IrwanNatsir,LembagaPengawas Jangan Bermain, www.pikiran-rakyat.com, diakses 2


Maret 2013
Jimly, 2013, Fungsi Anggaran DPR, http://www.jimly.com/makalah-nama-file-
fungsi-anggaran-DPR.pdf, diakses 15 November 2013

Kanekz, 2013, Kelembagaan, http://kanekz.wordpress.com/tag/kelembagaan/, diakses


27 Maret 2013

M. Malik, 2008, Funggsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah : Antara


Pengawasan Politik dan Manuver Politik, http://cetak.bangkapos.com/
opini/read/187/Fungsi+Pengawasan+DPRD.html, diakses 30 November 2013

Medan Bisnis, 2011, Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa Tidak Memenuhi Target,
http://www.medanbisnisdaily.com/news/arsip/read/2013/10/19/57152/distann
ak_tapteng_salurkan_2765_bibit_buah/#.Us-BldIW2vd, diakses 30 November
2013

Syafaat Nur, 2012, The Public Administration Theory Primer, http://syafaat-


nur.blogspot.com/2012/10/the-public-administration-theory-primer.html,
diakses 28 Maret 2013

Syahyuti, 2010, Paham Kelembagaan Baru,


http://syahyutilembagaorganisasi.blogspot.com/2010/12/paham-kelembagaan-
baru-scott-2008.html, diakses 28 Maret 2013

Hariande L.Bintang dan Ahmad jamaan, 2013, Pengawasan DPRD Terhadap


Pelaksanaan PERDA,
http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JDOD/article/view/1736, diakses 30
November 2013

Ronny, Efektifitas Penegakan Hukum, http:ronny-hukum.blogspot.com, diakses 12


November 2013

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai