TESIS
OLEH
SYAFRIZAL WAHYUDI
117005024
TESIS
OLEH
SYAFRIZAL WAHYUDI
117005024
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan saya tidak
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnyadan dalam keadaan sehat
SYAFRIZAL WAHYUDI
Segala puji hanya bagi Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, hidayah, dan
sehingga dapat menyelesaikan penelitian tesis ini sebagai salah satu syarat dalam
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang yang
kepada penulis hingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih kepada
Bapak DR.Faisal Akbar Nasution, SH., MH selaku dosen pembimbing kedua yang
telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak DR. Jusmadi Sikumbang SH, MS.
menyediakan waktu berdiskusi dalam penulisan tesis ini. Semoga Allah SWT
telah diberikan.
tingginya kepada:
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
4. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Mahmul
Siregar, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum
5. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH. M.H selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan masukan dan saran yang membangun dalam penyusunan tesis ini.
6. Bapak Dr. Mirza Nasution, SH., Hum selaku Dosen Penguji kedua yang juga telah
memberikan masukan dan saran yang membangun dalam penyusunan tesis ini.
7. Terima Kasih kepada Bapak Abdul Hakim selaku Deputy Branch Manager
Bussiness PT.Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Kantor Cabang Batam yang
Tesis ini penulis dedikasikan kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Amir
Syarifuddin dan Ibunda Cut Yusra, yang telah melahirkan, mendidik dan mendo’akan
setiap langkah kehidupan ananda dengan ikhlas penuh kasih sayang, serta memotivasi
Semoga setiap keburukan ananda dimasa lampau dapat ananda perbaiki dan tebus
dimasa-masa yang akan datang. Ucapan terima kasih dari hati yang tulus atas segala
pengorbanan jiwa raga yang tiada bandingnya, semoga Allah SWT membalas
Terimakasih kepad istri tercinta Lily Fitria yang senantiasa menjadi inspirasi,
Ilmu Hukum Muhammad Iqbal Tarigan, Adespa Roy, Rambe, Julieta Simo, Tika,
Irene, Terimakasih pula kepada rekan kerja di PT.Bank Tabungan Negara (Persero)
Tbk Kantor Cabang Batam serta teman-temanku tercinta yang tidak dapat saya
Penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi teknik
penulisan maupun dari segi pembahasannya, karena itu kritik dan saran dari berbagai
pihak yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan pada masa yang akan
datang. Semoga tesis ini bermanfaat bagi dunia pendidikan dan masyarakat luas serta
Penulis
SYAFRIZAL WAHYUDI
1. Data Pribadi
Nama : Syafrizal Wahyudi
Tempat/tanggal Lahir : Karang Baru, 4 Juni 1988
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Lorong Pendidikan, Gang Durian No.48 Gampong
Paya Bujok Seuleumak Kec.Langsa Baro, Kota Langsa
2. Keluarga
Nama Orangtua
Ayah : Amir Syarifuddin
Ibu : Cut Yusra
Istri : Lily Fitria
3. Pendidikan
a. SDN 02 Lulus Tahun 2000
b. SMP Negeri No.3 Langsa Lulus Tahun 2003
c. SMA Negeri No.3 Langsa Lulus Tahun 2006
d. Strata Satu (S1) Fakultas Hukum
Universitas Syiah Kuala Lulus Tahun 2011
e. Strata Dua (S2) Program Studi Magister
Ilmu Hukum USULulus Tahun 2014
Kata Pengantar......................................................................................................... x
Daftar Isi................................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 12
C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 13
D. Manfaat Penelitian................................................................................... 13
E. Keaslian Penelitian................................................................................... 14
1. Kerangka Teori.................................................................................... 16
2. Landasan Konsepsi.............................................................................. 28
G. Metode Penelitian.................................................................................... 31
2. Pendekatan Masalah............................................................................ 31
1.Pengertian Pengawasan.................................................................. 34
A. Undang-Undang........................................................................... 85
B. Penegak Hukum........................................................................ 87
D. Masyarakat............................................................................... 90
E. Faktor Kebudayaan.................................................................... 91
A. Kesimpulan............................................................................... 92
B. Saran......................................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 95
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia yang terdiri dari banyak provinsi merupakan salah satu
dengan kata lain sektor ini sangat mempengaruhi berkembangnya suatu negara itu
sendiri. Hal ini dapat terlihat dari pelaksanaan pembangunan pada negara yang diikuti
yang menjadi pendukung pembangunan disebuah daerah harus terus digali dan
Sektor pajak dan retribusi yang banyak disebut juga Pendapatan Asli
Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber penerimaan yang potensial pada suatu
daerah, maka dengan begitu perlu adanya pengembangan serta pengawasan. Fungsi
pengawasan disini bertujuan agar terciptanya suatu mekanisme yang baik dalam
proses penerimaan ataupun pengelolaan sumber pendapatan daerah baik itu berupa
lokal (pemda) yang digali pemerintah daerah tersebut dari sumber-sumber ekonomi
yang ada didaerahnya. Dalam konsep pendapatan asli daerah ini tercakup komponen-
komponen penerimaan yang berasal dari hasil perolehan pajak daerah, retribusi
daerah, bagian daerah yang berasal dari laba Badan Usaha Milik Daerah , serta lain-
lain pendapatan asli daerah yang sah. 1 Ciri umum yang terlihat dari sumber-sumber
PAD adalah banyak jenis penerimaan yang diserahkan kepada daerah, tetapi sebagian
besar kurang potensial dalam artian lebih besar biaya pemungutannya dari pada hasil
pungutannya. 2
Secara konstitusional pajak diatur dalam pasal 23A UUD 1945 yang
menyatakan bahwa “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan
bahwa perpajakan merupakan salah satu kewajiban setiap warga negara yang bersifat
memaksa. Konsekuensi dengan adanya pasal tersebut maka negara wajib membuat
1
Achmad Lutfi, Penyempurnaan Administrasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah : Suatu
upaya dalam optimalisasi penerimaan PAD, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisis : Bisnis &
Birokrasi, Vol XIV, No 1, Januari 2006, Dep. Ilmu Administrasi, FISIP UI, hal.2
2
Ibid
3
Faisal Akbar Nasution, Pemerintahan Daerah dan Sumber-Sumber Pendapatan Daerah,
(Jakarta: Sofmedia, 2009), hal.124
undang No. 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang
undang ini menjadi dasar hukum pemungutan pajak serta retribusi pada daerah. 5
Namun, seiring dengan perkembangan jaman, maka pada tahun 2009 kedua undang-
undang tersebut dirubah lagi menjadi undang-undang No.28 Tahun 2009 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan sampai sekarang undang-undang tersebut
menjadi landasan hukum dalam pembentukan aturan hukum yang berkaitan dengan
pajak dan juga retribusi daerah disetiap daerah khususnya di Kota Langsa.
No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan
diperoleh pemerintah daerah yang dapat diukur dengan uang karena kewenangan
(otoritas) yang diberikan masyarakat dapat berupa hasil pajak daerah dan retribusi
4
Adrian Sutedi, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, (Bogor Selatan: GhaliaIndonesia, 2008),
hal 13
5
Mariot.P.Siahaan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, (Jakarta: Rajawali Pers,2009), hal. 5
perimbangan.
berupa pemungutan pajak, retribusi dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. 6
yang sama besarnya kepada setiap provinsi maka pemerintah pusat pastinya akan
mengalami masalah. yakni adanya defisit anggaran dalam jumlah yang cukup besar,
terhadap anggaran tersebut. Maka karena itu, pemerintah pusat dalam sistem
daerah tersebut. 7
6
Hukum Industri, 2011, Pendapatan Asli Daerah (PAD),
http://hukum2industri.wordpress.com/2011/04/26/pendapatan-asli-daerah-pad/, diakses 13 Februari
2013
7
Faisal Akbar Nasution, Op.Cit, hal. 117
berkelanjutan dan merata kesegala sektor. Maka, pemerintah daerah harus melakukan
upaya mencari sumber pendapatan daerah yang berasal dari pemberian pemerintah
pusat, dan pendapatan yang berasal dari pengutipan pajak daerah dan retribusi daerah.
penerimaan daerah yakni berasal dari sektor pendapatan daerah dan pembiayaan. 9
Pedapatan daerah bersumber dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-
anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan daerah dan hasil
penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan
potensinya. Sumber-sumber PAD adalah hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,
8
Adrian Sutedi, Implikasi Hukum Atas Sumber Pembiayaan Daerah Dalam Kerangka
Otonomi Daerah, (Jakarta:Sinar Grafika, 2009) hal. 70
9
Lihat Sophia Hadyanto, Faisal Akbar Nasution, Nazaruddin dan Gunadi (ed), Paradigma
Kebijakan Hukum Pasca Reformasi : Dalam Rangka Ultah Ke-80 Prof. Solly Lubis, (Jakarta: PT.
Sofmedia, 2010), hal. 270
10
Lihat Pasal 5 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat Dan Daerah
daerah lainnya.
Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
11 jenis pajak dan 33 jenis retribusi, dengan pertimbangan bahwa jenis pajak dan
Daerahmerupakansalahsatulandasanyuridisbagiperkembanganotonomidaer
ahdi Indonesia.Dalampenjelasanundang-undanginidisebutkanbahwapengembangan
otonomipadadaerahkabupatendankotadiselenggarakandenganmemperhatikan prinsip-
prinsipdemokrasi,peransertamasyarakat,pemerataandankeadilanserta memperhatikan
kepadakabupatendankotadilaksanakandenganmemberikankewenanganyang
luas,nyatadanbertanggungjawabkepadapemerintahdaerahsertaproporsional, artinya
dari sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pemerintah
(DPRD) atau lembaga legislatif adalah merupakan suatu keharusan. 12 Hal ini
bertujuan agar adanya check and balances 13 dalam sebuah negara sehingga
Daerah (PAD) merupakan salah satu modal awal suatu pemerintahan daerah
dari pemerintah pusat. Pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah sesuai
dengan apa yang telah diatur oleh Undang-Undang No. 28 Tahun 2009
11
Soekarwo, Berbagai MasalahKeuangan Daerah, ( Surabaya: AirlanggaUniversityPress,
2003), hal.65
12
Sadu Wasistono & Ondo Riyani, Etika Hubungan Legislatif Eksekutif Dalam Pelaksanaan
Otonomi Daerah, (Bandung: Fokusmedia, Cet. Ke.2, 2003), hal. 93
13
check and balances ialah pengawasan dan keseimbangan maksudnya dimana setiap
cabang kekuasaan dapat mengawasi dan mengimbangi cabang kekuasaan lainnya sehingga
menghasilkan sistem kelembagaan negara yang tidak memiliki lembaga super body. Lihat
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
1992), hal. 153. Dan Saiful Anwar, Sendi-Sendi Hukum Tata Negara Indonesia (Era
Reormasi), (Medan: Gelora Madani Press, 2004), hal. 98
tersebut ternyata tidak lepas dari adanya masalah terhadap pencapaian target
pendapatan asli daerah, masalah yang terjadi dilapangan yaitu masih belum
sektor, hal ini terlihat dari adanya pembahasan terhadap adanya defisit
masih sangat banyaknya terjadi pungutan liar yang dilakukan oleh pihak
DPRD dalam hal ini sebagai wakil rakyat mempunyai wewenang dalam
Daripasaltersebutdapatdikemukakanbahwasalahsatutugasdanwewenang
dalamfungsi pengawasan.
Pengawasanadalahsalahsatupilarterpentingdalamprosesbernegara. Fungsi
pelaksanaankebijakan-kebijakanpemerintahdaerahdilakukansesuaidenganapa yang
pemerintahan yang baik (good governance) 15 dan tidak dapat menjadikan dirinya
sebagai lembaga yang bersih dan berwibawa, dengan kata lain fungsi
saja.
betul-betul menempatkan diri sebagai pengawas sesuai dengan fungsi DPRD. Fungsi
pengawasan APBD oleh DPRD akan semakin efektif jika masyarakat memberi
lapangan. 16
sangatlah penting untuk selalu menjadi prioritas dalam kinerja pihak DPRD dan
juga Pemerintah daerah atau biasa juga disebut pengawasan internal, agar
14
Maslahatul Ummah, Pelakasanaan Fungsi Pengawsan DPRD Terhadap Pengelolaan APBD
diKota Mojokerto, (Malang: Universitas Brawijaya, 2007), hal. 8
15
good governance kadang kala diterjemahkan menjadi good administration (Inggris) atau
Behoorlijk Bestuur (Belanda) atau pemerintahan yang baik, governance atau pemerintahan itu sendiri
dapat diartikan sebagai suatu sistem ataupun mekanisme atau proses pelaksanaan kekuasaan atau
wewenang dalam kerangka kehidupan bernegara yang melibatkan semua komponen baik dari supra
struktur politik maupun infra struktur polotik. Lihat M. Solly Lubis, Serba-Serbi Politik & Hukum
Edisi 2, (Jakarta: PT. Sofmedia, 2011), hal. 144
16
IrwanNatsir,LembagaPengawas Jangan Bermain, www.pikiran-rakyat.com, diakses 2 Maret
2013
sumber penerimaan lainnya, sehingga defisit anggaran tidak perlu menjadi agenda
dinamika politik yang baik karena DPRD dapat memainkan perannya secara baik
pemerintah, atau juga yang dikenal sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah
(APIP). APIP terdiri dari BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan)
atau atasan langsung suatu organisasi terhadap kinerja bawahan dengan tujuan untuk
mengetahui atau menilai apakah kerja yang telah ditetapkan telah dilaksanakan sesuai
fungsional baik yang berasal dari lingkungan internal departeman, lembaga Negara
yang dilakukan oleh Dewan dapat berupa pengawasan secara langsung dan tidak
langsung serta preventip dan represif. Pengawasan langsung dilakukan secara pribadi
tidak langsung dilakukan dengan cara mempelajari laporan yang diterima dari
B. Perumusan Masalah
Langsa?
C. Tujuan Penelitian
17
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29358/4/Chapter%20II.pdf, diakses 13
Februari 2013
berikut ;
Langsa.
D. Manfaat Praktis
yang timbul. 18 Dengan melakukan penelitian hukum diharapkan hasil yang dicapai
untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya atas isu yang
diajukan. 19 Bertitik tolak dari tujuan sebagaimana tersebut diatas, diharapkan dengan
penelitian ini akan dapat memberikan manfaat atau kegunaan secara teoritis dan
18
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, Cetakan
ke-3, 2007), hal. 41.
19
Ibid.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman dan bahan
E. Keaslian Penulisan
Dengan demikian, dilihat dari permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam
karena telah memenuhi dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu mengandung
beberapa aspek kejujuran, rasional obyektif, dan terbuka sehingga penelitian ini dapat
Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Padang Panjang Tahun 2006, diteliti oleh
permasalahan dengan yang akan diteliti dan permasalahan tersebut hanya mengacu
Langsa, oleh karena itu penelitian dan penulisan tesis ini dijamin keaslian dan dapat
1. Kerangka Teori
Upaya yang dilakukan oleh pihak DPRD dalam meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah salah satunya dengan cara meningkatkan penerimaan dari sektor Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah. Maka penelitian ini akan menganalisa perundang-
20
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 254
21
Ibid, hal.253
22
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : CV Mandar Maju, 1994), hal.80
3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah
pengetahuan peneliti. 23
serius dan mendalam, peneliti perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan
berfikir untuk menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang
telah dipilih. Dalam kaitan ini, teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini
23
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
2006), hal. 121
Teori Desentralisasi
“de” berarti lepas dan “centrum” berarti pusat. Jadi menurut perkataan berasal
dipilih, harus terjadi harmonisasi yang baik antara desentralisasi politik dan
fiskal.
24
Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD
dan Kepala Daerah, (Bandung: PT Alumni, 2004), hal 117
25
Wahyudi Kumorotomo, Desentralisasi Fiskal Politik dan Perubahan Kebijakan, (Jakarta: PT
Prenada Media Group, 2008), hal. 1
terhadap total penerimaan daerah, rasio subsidi dan bantuan pemerintah pusat
atau pemerintah yang lebih tinggi terhadap total penerimaan daerah, rasio
pajak untuk daerah terhadap total penerimaan daerah dan rasio penerimaan
fiskal daerah dapat terlihat dari rasio antara PAD terhadap total penerimaan
daerah. 27
26
Frame, Teori Desentralisasi Dan Fiskal, http://2frameit.blogspot.com/2011/07/teori-
desentralisasi-fiskal.html, diakses 27 Maret 2013
27
Ibid
(social welfare).
jelas.
Organisasi yang besar dan kompleks seperti Negara Indonesia tak akan
menanggung beban yang berat. Juga tidak cukup jika hanya dilimpahkan
28
Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Daerah, (Bandung: Nusa Mdia, 2009), hal. 92-100.
rangka efektivitas dan efisiensi. 30 Di sini nampak hubungan yang sangat erat
29
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2007), hal. 4-10
30
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewargaan (civic education)Demokrasi, Hak asasi
Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Prenada Media, 2003), hal. 152-153
6. Desentralisasi fiskal.
31
Syamsuddin Haris, Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Desentralisasi, Demokratisasi &
Akuntabilitas Pemerintahan Daerah, (Jakarta: Lipi Press, 2005), hal. 61
Teori Kelembagaan
32
Tim Pondok Edukasi, Pegangan Memahami desentralisasi, (Bantul: Pondok Edukasi, 2005),
hal. 55-62
33
Hasnan, Mengenai Peraturan Ketentuan Sanksi Pidana Dalam Pemerintah Daerah, (Medan:
USU, Tesis, 2012), hal. 25
yang dominan, tapi mereka berkerja dalam kombinasi. Ketiganya datang dari
perbedaan cara pandang terhadap sifat realitas sosial dan keteraturan sosial
34
Kanekz, 2013, Kelembagaan, http://kanekz.wordpress.com/tag/kelembagaan/, diakses 27
Maret 2013
35
Ibid
istilah lembaga biasanya mengacu pada sebuah organisasi publik yang dapat
36
Syahyuti, 2010, Paham Kelembagaan Baru,
http://syahyutilembagaorganisasi.blogspot.com/2010/12/paham-kelembagaan-baru-scott-2008.html,
diakses 28 Maret 2013
37
Syafaat Nur, 2012, The Public Administration Theory Primer, http://syafaat-
nur.blogspot.com/2012/10/the-public-administration-theory-primer.html, diakses 28 Maret 2013
38
http:// repository. ipb.ac.id/ bitstream/ handle/ 123456789/ 61019/BAB%20II%20
Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=4, diakses 28 Maret 2013
Teori Pengawasan
Oleh karena itu dalam setiap perusahaan mutlak, bahkan rutin adanya sistem
kenyataan (das sein) dengan hasil yang diinginkan ( das soolen). Hal ini
39
Winardi, Manajer dan Manajemen, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 224
40
Ibid, hal. 226
tidak dapat kita pisahkan satu sama lain, dan mereka ibarat kembar siam
Fungsi pengawasan yang melekat pada fungsi dan kinerja dari DPRD
kebocoran sumber PAD yang seharusnya dapat menjadi nilai tambah bagi
2. Landasan Konsepsi
penelitian, kalau masalah dan konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah
diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian dan
41
Ibid, hal. 172
42
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudi, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal 7
dipergunakan dalam penelitian ini, Sesuai judul penulisan yang diajukan, yaitu
a. Efektivitas
melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu
organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara
pelaksanaannya”. 43
b. Pengawasan
43
Definisi, 2013, Pengertian Efektifitas Menurut Para Ahli, Lihat http://definisi.org/pengertian-
efektifitas-menurut-para-ahli, diakses 29 Maret 2013
c. Peningkatan
besar bahasa Indonesia tingkat adalah batas waktu; sepadan suatu peristiwa
pendapatan asli daerah dapat dikatakan sebagai pendapatan rutin dari usaha-
G. Metode Penelitian
44
Ibnu Syamsi, Administrasi Perlengkapan Materiil Pemerintah Daerah, (Jakarta: Bina
Aksara, 1982), hal 121
45
Indra Widhi Ardiansyah, Analisis Kontribusi Pajak Hotel dan Restoran Terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Purworejo Tahun 1989-2003, (Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia, Skripsi, 2005), hal 61-62
46
Menurut Ronald Dworkin, penelitian hukum normatif ini disebut juga dengan istilah
doctrinal, yaitu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam perundang-undangan
2. Pendekatan Masalah
dalam penelitian ini, karena yang menjadi pusat perhatian utama dalam penelitian
undangan. Hal ini sesuai dengan kegunaan dari metode penelitian hukum normatif,
(law as it written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh Hakim melalui proses pengadilan
(law as it is decided by the judge through judicial process).
47
Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia
Publishing, 2006), hal. 295
48
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke 20, (Bandung:
Alumni, 1994), hal.140
perpustakaan dan dokumen pemerintah. Adapun sumber dan bahan hukum yang
Retribusi Daerah;
Daerah;
informasi.
c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang member petunjuk dan
dikumpulkan dan dicatat menjadi kutipan langsung, ikhtisar dan analisis. Bahan
konkret yang dihadapi. Selanjutnya bahan hukum yang ada di analisis untuk
Asli Daerah.
1. Pengertian Pengawasan
sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut. Tujuan pengawasan pada
arah yang lebih baik lagi dimana diperoleh dari hasil pengawasan. Pengawasan
sendiri memiliki banyak pengertian yang diutarakan oleh para ahli. Berikut
49
Soewarno Hadayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi Dan Manajemen, (Jakarta:
Toko Gunung Agung, 1996), hal 143
pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan atau menilai sebuah hasil
atau belum, dimana kewenangan ini dipegang oleh pihak yng ditetapkan dalam
50
Priyo Budiharto, Endang Larasati dan Sri Suwirti, “Analisis Kebijakan Pengawasan
Melekat Di Badan Pengawas Provinsi Jawa Tengah”, Dalam Dialogue Jurnal Ilmu Administrasi Dan
Kebijakan Publik, hal. 46
51
Ibid, hal. 46-47
52
Ibid. hal. 47
yaitu: 54
Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan
dilakukan secara rutin oleh inspektorat jenderal pada setiap kementerian dan
53
Suriansyah Murhani, Aspek-Aspek Hukum Pengawasan Pemerintah Daerah, (Yoyakarta:
Laksbang, 2008), hal. 2
54
http://itjen-depdagri.go.id/article-25-pengertian-pengawasan.html, diakses 12 November
2013. Dalam sumber lain disebutkan bahwa pengawasan preventif disebut juga pengawasan a-priori
dan pengawasan represif disebut a-posteori yang mana kedua bentuk pengawasan ini termasuk bagian
dari pengawasan dari segi waktunya sedangkan pengawasan aktif sama dengan pengawasan hukum
dan pengawasan pasif sama dengan pengawasan dari segi kemanfaatan, yang mana keduanya
tergolong pada pengawasan dari segi sifatnya. Lihat Saiful Anwar Dan Marzuki Lubis, Sendi-Sendi
Hukum Administrasi Negara, (Medan: Gelora Madani Press, 2004), hal. 128-129
lebih besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem
preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan
lebih awal.
terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan. Pengawasan model ini
lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang telah
terhadap pengeluaran apakah telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan
(doelmatigheid)
anggaran negara yang tertuju pada aparatur atau pegawai negara, dengan
legislatif tingkat daerah. Pada tingkat pusat lembaga legislatif ini disebut Dewan
sejak zaman pemerintahan kolonial belanda dengan nama Volksraad, lembaga ini
(KNIP) dan pada akhirnya dirubah menjadi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 56
maupun pendapat dari beberapa ahli. Berikut beberapa definisi dari Dewan
55
Sebagai sebuah perbandingan dalam islam penyebutan lembaga legislatif disebut dengan
istilah Majelis Syura bukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau yang lainnya. Lihat Munawir
Sjadzali, Islam Dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: UI Press, 1993), hal. 167-
168
56
Lembaga Volksraad merupakan lembaga parlemen dibentuk pada tanggal 8 Maret 1942
oleh pemerintahan Belanda, kemudian lembaga tidak berlaku lagi setelah Belanda tidak menjajah
Indonesia lagi. Pada tanggal 29 Agustus 1945dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) oleh
Presiden. Kemudian, lembaga ini berubah nama menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR RI) dan untuk daerah disebut Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Lihat
http://www.dpr.go.id/id/tentang-dpr/sejarah, diakses 12 November 2013
d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah badan legislatif tempat wakil rakyat
jelas akan membawa ke dalam bentuk pemahaman bahwa tidak ada unifikasi
Tahun 1945 sama sekali tidak disebutkan pengertian dari Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD). 58 Oleh karena itu, akan dirumuskan pengertian Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah badan tempat wakil rakyat atau
pengawasan dan fungsi anggaran di tingkat provinsi, kota, atau kabupaten yang
(DPRD)
aktifitas keluar maupun kedalam, diurus oleh satu pemerintahan yang merupakan
58
Lihat Pasal 19-22B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
59
Lihat Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
60
Budi Sudjijono, Manajemen Pemerintahan Federal Perspektif Indonesia Masa Depan,
(Jakarta: Citra Mandala Pratama, 2003), hal. 1
a. Legislasi;
b. Anggaran;
c. Pengawasan;
: 63
61
Pemerintahan Daerah terdiri dari Pemerintah Daerah dan DPRD. Lihat Pasal 1 angka 2
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
62
Lihat Pasal 41 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah jo Pasal
292 dan 343 Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
63
Lihat Pasal 42 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah jo Pasal
293 dan Pasal 344 Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Berdasarkan uraian diatas baik dari segi fungsi, tugas dan wewenang
dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terdapat 1 (satu) hal yang
menarik, yaitu fungsi pengawasan. Hal ini menjadi menarik karena fungsi
pengawasan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak dapat berjalan
maksimal disebabkan oleh DPRD juga merupakan bagian dari pemerintah daerah,
tentu saja akan sulit nmenjalankan fungsi ini, karena DPRD tidak bisa berlaku
(dua), yaitu retribusi daerah dan pajak daerah. Kedua buah sumber PAD ini jika
64
M. Agus Santoso,”Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Menjalankan Fungsi
Pengawasan”, Dalam Jurnal Hukum No. 4 Vol. 18, 18 Oktober 2011, (Yogyakarta: Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia), hal. 606
pos penerimaan pajak daerah dan pos retribusi daerah, pos penerimaan pajak
yang berisi hasil perusahaan milik daerah, pos pengelolaan investasi serta
adalah pendapatan yang dipungut oleh pemerintahan daerah yang berasal sumber-
dan lain sebagainya sesuai dengan Peraturan Daerah yang berlaku. Namun perlu
65
Indra Bastian, Akuntansi Sektor Publik Di Indonesia, (Yogyakarta: BPFE UGM, 2001), hal.
110
66
Abdul Halim, Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi Revisi,
(Jakarta: Salemba Empat, 2004), hal. 64
67
Pendapatan asli daerah dalam peraturan perundangan lain disebut dengan pendapatan
daerah tanpa menggunakan kata asli, namun dari segi pengertian kata tersebut cenderung
menggambarkan maksud dari kata pendapatan asli daerah. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah
daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Lihat Pasal 1 angka 26 Peraturan
Pemerintah No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
yang dipakai ialah pengertian yang terdapat dalam Pasal 1 angka 18 Undang-
menerangkan sumber pendapatan daerah tidak hanya berasal dari pendapatan asli
daerah yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah, akan
tetapi juga berasal dari dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang
sah. 68
68
Lihat pasal 157 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
69
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal. 72
pajak daerah ialah pajak yang dipungut oleh daerah-daerah swatantra, seperti
Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi
70
Munawir, Pokok-Pokok Perpajakan, (Yogyakarta: Liberty, 1980), hal. 3
(a) Pajak daerah berasal dan pajak negara yang diserahkan kepada daerah
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
71
Imam Soebechi, Judicil Review Perda Pajak Dan Retribusi Daerah, (Jakarta: PT. Sinar
Grafika, 2012), hal.127
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, bahwa yang dimaksud dengan “hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan adalah bagian laba dari BUMD,
dipisahkan adalah penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik
Penerimaan daerah diluar pajak dan retribusi daerah, seperti jasa giro, hasil
penjualan aset daerah”. Selain itu, yang termasuk lain-lain PAD yang sah, yakni
hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga,
keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dan komisi,
72
Abdul Halim, Loc.Cit
PAD sifatnya hanya perbandingan saja akan tetapi yang dikaui secara
konstitusional ialah yang terdapat atau tertulis atau tercantum dalam Undang-
Undang.
kesatuan. 76 DPRD memiliki beberapa fungsi, salah satu fungsinya ialah pengawasan
73
Lihat Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat Dengan Pemerintahan Daerah
74
Ibid, hal. 67
75
Pemerintahan daerah penyelenggaraan urusan pemerintahan dilaksanakan oleh pemerintah
daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lihat Pasal 1 angka 2 Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
76
Indonesia adalah negara demokrasi, untuk tegaknya negara demokrasi perlu diadakan
pemisahan kekuasaan negara ke dalam tiga poros kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif (pembuat
undang-undang), kekuasaan eksekutif (pelaksana undang-undang) dan kekuasaan yudikatif
(peradilan/kehakiman, untuk menegakkan perundang-undangan kalau terjadi pelanggaran), ketiga
poros kekuasaan tersebut masing-masing terpisah satu sama lain, baik mengenai orangnya maupun
fungsinya, ajaran tersebut berasal dari pendapat Montesquieu yang diberi nama Trias Politica (Tri =
tiga, As = poros/pusat, dan Politica = kekuasaan). Doktrin trias politica tersebut, bahwa yang
Pemerintahan Daerah jo Pasal 292 dan 343 Undang-Undang No. 27 Tahun 2009
pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah, 77 hal ini merupakan
sebagai pelaksanaan check and balance lembaga diluar kekuasaan pemerintah daerah
agar terdapat keseimbangan, kemudian Kepala Daerah tidak semaunya sendiri dalam
pembangunan daerah, namun di satu sisi DPRD juga merupakan bagian yang tidak
efektif. Lebih lanjut fungsi pengawasan DPRD dijelaskan dalam Pasal 42 ayat 1 huruf
dimaksud pemisahan kekuasaan adalah pemisahan kekuasaan di tingkat pusat negara, bukan di tingkat
daerah, karena mengenai kekuasaan legislatif, dijelaskan bahwa di negara kesatuan yang disebut
sebagai negara unitaris, unitary adalah negara tunggal (satu negara) yang monosentris (berpusat satu),
terdiri hanya satu negara, satu pemerintahan, satu kepala negara, satu legislatif yang berlaku bagi
seluruh daerah di wilayah negara bersangkutan. Lihat Bambang Sutiyoso, Aspek-Aspek Perkembangan
Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hal. 18 dan M. Agus Santoso,
Op.Cit, hal. 609-610 serta Budi Sudjijono, Loc.Cit
77
Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2008), hal. 67
daerah”.
daerah pada dasarnya bahwa pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk
mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau
kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak. Dengan demikian
manifestasi dari kinerja pengawasan adalah kegiatan untuk menilai suatu pelaksanaan
tugas secara de facto, sedangkan tujuan pengawasan itu pada hakekatnya adalah
sebagai media terbatas untuk melakukan semacam cross check atau pencocokan
apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan tolok ukur yang telah
ditentukan sebelumnya atau tidak, demikian pula dengan tindak lanjut dari hasil
pengawasan tersebut. 78
yaitu hubungan yang dimiliki baik sebagai anggota DPRD maupun DPRD sebagai
lainnya yang ditetapkan bersama atau yang digariskan oleh pemerintah yang lebih
78
M. Agus Santoso, Op.Cit, hal. 611
meminta keterangan kepada kepala daerah, melakukan rapat kerja dengan kepala
daerah atau perangkat daerah, mengadakan rapat dengar pendapat dengan kepala
lapangan, dan lain sebagainya. Sebagai tindak lanjut dari hubungan pengawasan itu
mempunyai hak :
a. Interpelasi;
b. Angket;
c. Menyatakan pendapat.
ayat (1) huruf a, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah hak DPRD untuk
yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah
dan negara, sedangkan yang dimaksud hak angket dalam penjelasan Pasal 43 ayat (1)
kepada daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan
perundang-undangan.
dalam penjelasan Pasal 43 ayat (1) huruf c, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
adalah hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau
mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi
penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak
angket. Sedangkan yang dimaksud tindak lanjut dalam ketentuan ini adalah
pemberian sanksi apabila terbukti adanya pelanggaran atau rehabilitasi nama baik
apabila tidak terbukti adanya pelanggaran, seperti termuat dalam penjelasan Pasal 48
Tahun 2004 juga dimuat dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kemudian sebagai operasinoal dari
Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan
Mengenai fungsi Pengawasan DPRD lebih lanjut termuat dalam Pasal 2 ayat
Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan
a. Legislasi;
c. Pengawasan.
pelaksanaan peraturan daerah dan APBD, selanjutnya sebagai perwujudan dari fungsi
pengawasan tersebut, DPRD diberikan hak-hak yang diatur dalam Pasal 9 Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa DPRD mempunyai hak :
a. Interpelasi;
b. Angket;
c. Menyatakan pendapat.
3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD, dan putusan diambil dengan
hadir. Dalam menggunakan hak angket dibentuk panitia angket yang terdiri dari atas
semua unsur fraksi DPRD yang bekerja dalam waktu paling lama 60 (enam puluh)
tugasnya panitia angket dapat memanggil, mendengar, dan memeriksa seorang yang
dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah yang sedang diselidiki serta
untuk meminta menunjukkan surat atau dokumen yang berkaitan dengan hal yang
79
Ni’matul Huda, Otonomi Daerah Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematik,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal. 163
memenuhi panggilan panitia angket kecuali ada alasan yang sah menurut peraturan
tidak memenuhi panggilan, panitia angket dapat memanggil secara paksa dengan
undangan. 80 Seluruh hasil kerja panitia angket bersifat rahasia. Tata cara penggunaan
hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat diatur dalam Peraturan
pengawasan yang dimiliki oleh DPRD sebagai penyeimbang dari kekuasaan Kepala
menjalankan kontrol terhadap penggunaan anggaran agar tidak terjadi korupsi yang
bisa merugikan daerah itu sendiri yang berimplikasi pada kerugian negara.
Atas dasar prinsip normatif tentang fungsi pengawasan DPRD, dalam praktik
kehidupan demokrasi sebagai lembaga legislatif memilki posisi sentral yang biasanya
tercermin dalam doktrin kedaulatan rakyat. Hal ini didasarkan pada suatu pandangan
bahwa lembaga DPRD sebagai wakil rakyat dapat mewakili rakyat secara utuh dan
80
Ibid
dasar yang ditetapkan oleh lembaga legislatif sebagai pencerminan kehendak rakyat
di daerah, sehingga akan terjadi suasana check and balance. Dalam menjalankan
pemerintahan dan terjadi sikap saling mengawasi serta tidak ada lembaga daerah yang
melampaui batas kekuasaan yang telah ditentukan. Kemauan yang dikehendaki oleh
Daerah belum bisa dilaksanakan secara optimal, seperti yang diharapkan pada doktrin
pemisahan kekuasaan, yaitu lembaga legislatif yang terpisah murni dengan lembaga
adalah Kepala Daerah dan DPRD. Peran DPRD yang di format berdasarkan UU No.
32 Tahun 2004 sudah cukup ideal dalan kontek demokrasi di Indonesia, hanya saja
perlu ditegaskan bahwa fungsi pengawasan DPRD terhadap Pemerintah Daerah tidak
sama dengan peran pengawasan yang dimiliki oleh DPR Republik Indonesia, karena
DPRD memang bukan lembaga legislatif daerah, hal ini penting untuk menjaga
81
M. Agus Santoso, Op.Cit, Hal. 616
atau kota) di Indonesia tentunya terdapat dasar hukum yang mendasari. Dasar
hukum tersebut pada hakikatnya harus terlebih dahulu terdapat dalam Undang-
Perwakilan Rakyat”.
“(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan
undang-undang.
boleh dibentuk daerah administratif baru, misalnya terdapat pada Pasal 18 ayat 1
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan
undang-undang”.
adalah negara kesatuan yang terdiri dari provinsi dan provinsi terdiri dari
kabupaten dan kota yang mana hal ini dapat diterjemahkan apabila Indonesia
membutuhkan daerah administratif baru, yaitu provinsi, kabupaten dan kota maka
Jika dilihat keterkaitan antara 1 (satu) pasal dengan pasal lainnya yang
administratif diatur oleh Pasal 18 ayat 1, kemudian pada Pasal 18 ayat 2-7
terdapat hal-hal yang seharusnya ada dalam sebuah daerah administratif terutama
daerah administratif baru, kemudian pada Pasal 18A-18B berisi kewenangan dan
penghargaan dari pemerintah pusat atas pemerintahan daerah akan kearifan lokal
sebuah daerah administratif itu memiliki dasar hukum maka undang-undang yang
menjadi dasar hukumnya dibentuk oleh Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat
sesuai dengan bunyi Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 20 ayat 1 Undang-Undang Dasar
Indonesia juga memiliki dasar hukum, didasarkan atas 5 (lima) peraturan di atas,
yaitu : Pasal 5 ayat 1, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, dan Pasal 20 ayat 1
82
Lihat konsideran mengingat Undang-Undang No. 3 Tahun 2001 Tentang Pembentukan
Kota Langsa. Disamping dasar terbentuknya Kota Langsa di atas maka secara peraturan (Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah) yang memiliki persyaratan yang cukup
ketat sehingga dapat dibentuk sebuah daerah administrasi baru telah terpenuhi. Persyaratan tersebut
yang telah terpenuhi, yaitu :
a. Administratif (persetujuan DPRD sesuai jenjang, Walikota/Bupati sesuai jenjang, persetujuan
Provinsi, Gubernur, Mendagri);
b. Teknis (kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas
daerah, pertahanan keamanan dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi
daerah);
c. Fisik (yaitu perbatasan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan).
Lihat Sophia Hadyanto, Faisal Akbar Nasution, Nazaruddin dan Gunadi (ed), Op.Cit, hal. 103
83
Lihat konsideran menimbang Undang-Undang No. 3 Tahun 2001 Tentang Pembentukan
Kota Langsa
Aceh Timur yang Ibukota kabupatennya adalah Langsa dan merupakan kota
1991 Tanggal 22 Oktober 1991, dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam baik dari segi budaya, politik dan ekonomi,
Undang No. 3 Tahun 2001 pada tanggal 21 Juni 2001 dan peresmiannya
Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia, Pejabat Walikota Pertama, yaitu
hasil Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Pilkadasung) 2006 adalah Drs. Zulkifli
84
http://www.kotalangsa.com/, diakses 13 November 2013
Kecamatan Langsa Barat, Kecamatan Langsa Kota dan Kecamatan Langsa Timur
kedudukan strategis, baik dari segi ekonomi maupun sosial budaya. Mempunyai
prospek yang baik bagi pemenuhan pasar di dalam dan luar negeri.
Kota Langsa mempunyai luas wilayah 262,41 KM2, yang terletak pada
posisi antara 04° 24’ 35,68”–04°33’ 47,03” Lintang Utara dan 97°53’ 14,59”–
98° 04’ 42,16” Bujur Timur, dengan ketinggian antara 0–25 M diatas permukaan
Aceh Timur;
Timur;
85
Lihat Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Kota
Langsa
Aceh Tamiang.
selalu dipengaruhi oleh angin musim, sehingga setiap tahunnya terdapat dua
musim yang berbeda, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan
Februari dan musim kemarau berkisar antara bulan maret sampai dengan
tahunnya berkisar antara 1500 mm sampai 3000 mm,sedangkan suhu udara rata-
Industri dan Pertanian, dimana area perkebunan mencapai 39,88 persen dari
keseluruhan luas daerah Kota Langsa atau sebesar 10.466 Ha. Luas area untuk
bangunan/pekarangan mencapai 6.037 Ha atau 23,01 persen dari total luas Kota
Langsa, lahan sawah mencapai 1.925 Ha atau sebesar 7,34 persen, ladang/huma
mencapai 1.864 Ha atau sebesar 7,10 persen, tambak/kolam seluas 1.344 Ha atau
5,08 persen, tegalan/kebun 1.267 Ha atau 4,83 persen, dan perkebunan rakyat
seluas 645 Ha atau 2,46 persen, hutan bakau 350 Ha atau 1,33 persen dan padang
rumput seluas 34 Ha atau 0,13 persen serta untuk penggunaan lainnya seperti
86
Jimly, 2013, Fungsi Anggaran DPR, http://www.jimly.com/makalah-nama-file-fungsi-
anggaran-DPR.pdf, diakses 15 November 2013
masyarakat.
Kedua fungsi pokok tersebut dijabarkan dalam tiga kegiatan pokok yang
selama ini lebih dikenal dan biasa disebut sebagai fungsi parlemen, yaitu :
1. Fungsi legislasi;
2. Fungsi pengawasan;
3. Fungsi anggaran.
Salah satu fungsi yang menarik ialah fungsi pengawasan. Fungsi ini menjadi
Hal ini dalam ruang lingkup nasional akan berjalan maksimal akan tetapi jika fungsi
pengawasan DPRD khususnya Kota Langsa maka akan jauh lebih menarik karena
sifat fungsi pengawasan dari DPRD se-Indonesia khususnya Kota Langsa fungsi
pengawasan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak dapat berjalan
maksimal disebabkan oleh DPRD juga merupakan bagian dari pemerintah daerah,
tentu saja akan sulit nmenjalankan fungsi ini, karena DPRD tidak bisa berlaku
khususnya DPRD Kota Langsa dapat dilihat dalam pola hubungan antara kepala
87
Perlu dipahami bahwa keberadaan DPRD tidak hanya berfungsi sebagai legislasi,
pengawasan dan anggaran akan tetapi secara praktek seharusnya keberadaan DPRD memiliki fungsi
politik dan fungsi pendidikan demokrasi di kalangan rakyat. Lihat Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok
Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007), hal. 467
walaupun sifatnya tidak berjalan dengan maksimal yang disebut check and balance. 88
Hubungan antara walikota dan DPRD Kota Langsa merupakan wujud dari bentuk
kesejajaran yang berujung pada bentuk kemitraan antara keduanya yang tergambar
sebagai berikut : 89
1. Hubungan yang berkenaan dengan pemilihan, sebagai hubungan yang paling awal
terjalin antara DPRD Kota langsa dan walikota sebagai perwujudan dari
demokrasi;
2. Hubungan dalam bidang legislasi, merupakan konskuensi dari pemerintah daerah
yang berotonomi dalam rangka mengatur dan mengurus rumah tangga daerah
sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan rakyat daerah. Untuk itu DPRD Kota
Langsa dan walikota diberikan kewenangan untuk membuat dan menetapkan
Perda;
3. Hubungan dalam bidang anggaran, merupakan hubungan kewenangan antara
DPRD Kota Langsa dengan walikota dalam rangka penyusunan RAPBD Kota
Langsa dan menetapkan APBD Kota Langsa serta perubahan APBD Kota Langsa
dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Kota Langsa;
4. Hubungan dalam bidang pengawasan, adalah hubungan yang dilakukan oleh
DPRD Kota Langsa secara sepihak terhadap Walikota sebagai pencerminan dari
pemerintahan yang demokratis, dengan maksud agar dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah tidak menyimpang dari aturan-aturan yang telah ditetapkan
bersama, juga tidak menyimpang norma-norma dan peraturan perundang-
undangan lainnya;
5. Hubungan dalam bidang pertanggungjawaban adalah hubungan yang sifatnya
sepihak dari DPRD Kota Langsa kepada Walikota dan dapat juga dikelompokkan
ke dalam hubungan pengawasan. Karena pada hakikatnya pertanggungjawaban
itu sendiri merupakan instrumen untuk melihat, mengevaluasi dan menguji sejauh
mana penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu periode tertentu itu sudah
terlaksana atau sebaliknya belum terlaksana sesuai dengan rencana dan program
yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan;
88
Hasil wawancara dengan T. Hidayat, Wakil Ketua DPRD Kota Langsa, DPRD-DPRD Kota
Langsa, Kota Langsa, 23 November 2013
89
Hasil wawancara dengan T. Hidayat, Wakil Ketua DPRD Kota Langsa, DPRD-DPRD Kota
Langsa, Kota Langsa, 23 November 2013
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah mempunyai kewajiban juga
melalui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur, dan kepada Menteri Dalam Negeri
meliputi penyelenggaraan urusan rumah tangga daerah dan urusan tugas pembantuan,
DPRD Kota Langsa tidak mempunyai kewenangan yang jelas, karena tidak diatur
kepada DPRD Kota Langsa bersifat horizontal karena memang antara DPRD Kota
Langsa dan walikota mempunyai kedudukan yang sejajar, tidak ada yang lebih tinggi
dan sama-sama dipilih oleh rakyat secara langsung melalui pemilihan umum dan
pemilihan kepala daerah secara langsung. Oleh karena, DPRD Kota Langsa dan
prinsipnya urgensi jenis hubungan antara legislatif dan ekskutif daerah tersebut
daerah kepada DPRD yang selanjutnya disebut LKPJ adalah laporan yang berupa
akhir masa jabatan yang disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD (pasal 1
91
J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan
Lokal dan Tantangan Global, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 149
92
Dasar hukum nomenklatur dan pelaksanaan Laporan Keterangan Pertanggungjawan (LKPJ)
kepala daerah ialah Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah
Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah Kepada Masyarakat
1. LKPJ disampaikan oleh Kepala Daerah kepada DPRD dalam Rapat Paripurna
paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir (PP 105 Tahun
2001).
pelaksanaannya.
LKPJ Kepala Daerah dengan kriteria yang disepakati bersama (baik, cukup,
5. LKPJ yang disampaikan Kepala Daerah kepada DPRD hanya dalam pelaksanaan
desentralisasi saja (pasal 334 ayat 1 huruf h UU 27 Tahun 2009 tentang Majelis
dilaporkan.
7. LKPJ dari Kepala Daerah kepada DPRD bersifat informatif, dengan demikian tidak
ada opsi menerima atau menolak LKPJ. Apabila ada hal-hal yang dianggap tidak
sesuai dengan kebijakan yang telah disepakati, DPRD dapat menggunakan hak
8. Materi yang dibahas oleh DPRD adalah mengenai berbagai kegiatan untuk dilihat
kesesuaiannya antara kebijakan yang telah disetujui bersama baik dalam bentuk
dampak langsung yang nampak maupun dampak yang tidak segera nampak.
Keuangan (BPK) paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir -
Negara).
pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa
oleh BPK paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir - bulan
Tata cara dalam penyampaian LKJP diatur dalam pasal 23 sampai dengan
pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007, yang mengatur sebagai berikut:
Pasal 23 : (1) LKPJ disampaikan oleh kepala daerah dalam rapat paripurna DPRD.
(6) Apabila LKPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditanggapi
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah LKPJ diterima, maka
Pasal 24 : LKPJ akhir masa jabatan kepala daerah merupakan ringkasan laporan
dilaporkan.
dilaporkan oleh kepala daerah terpilih atau pejabat kepala daerah atau
terima jabatan.
Perlu dipahami bahwa mekanisme atau tata cara LKPJ ini sama semua daerah
termasuk Kota Langsa. Namun, jika dipahami secara seksama LKPJ yang bersifat
istimewa sebagai rekomendasi kepada kepala daerah yang dapat digunakan untuk
LKPJ telah diterima DPRD tidak dilakukan pembahasan maka dianggap tidak ada
rekomendasi untuk penyempurnaan sehingga LKPJ itu sepenuhnya diterima. 93 Hal ini
tentu mengandung konsekuensi bahwa bentuk pengawasan yang dimiliki oleh DPRD
Kota Langsa tidak maksimal karena dalam bunyi peraturan di atas tidak ada kata
rutin yang tidak memiliki hasil sama sekali. Dapat juga disebut kegiatan pemborosan
karena dalam proses pembuatan LKPJ telah menghabiskan ribuan lembar kertas.
Kota Langsa
93
Lihat Pasal 23 ayat (5) dan (6) Peraturan Pemerintah Tentang No. 3 Tahun 2007 Tentang
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dan Informasi
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat
menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kebijakan dan rencana yang telah
ditetapkan serta memastikan tujuan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Fungsi
pengawasan ini mengandung makna penting, baik bagi pemerintah daerah maupun
aktivitas mencapai tujuan dan sasaran. Sedangkan bagi pelaksana pengawasan, fungsi
pengawasan ini merupakan tugas mulia untuk memberikan telaahan dan saran, berupa
daerah berpihak pada kepentingan publik, dan harus mampu mewujudkan tujuan dan
kepentingan bersama yang sudah disepakati dalam proses legislasi dan penganggaran.
94
Kartiwa, A., 2006, Implementasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Rangka Mewujudkan
“good governance”, Pusat Informasi Proses Legislasi Indonesia, www.parlemen.net, diakses 25
November 2013
sehingga timbul anggapan pengawasan kurang efektif dan tidak sesuai dengan
harapan masyarakat. Hal ini tergambar dari terus defisitnya hasil PAD Kota Langsa.
Pada tahun 2011, memasuki triwulan ketiga atau sampai dengan September 2011,
pendapatan Kota Langsa baru sebesar Rp 275 miliar lebih atau 67,08% dari target
sebesar Rp 411 miliar lebih. Sementara PAD (pendapatan asli daerah) hingga bulan
September 2011 baru terealisasi sebesar Rp 10 miliar lebih dari target yang
ditetapkan sebesar Rp 24 miliar lebih. Sepertinya target PAD Kota Langsa tidak akan
tercapai. 96 Kemudian pada tahun 2012 PAD Kota Langsa juga mengalami devisit
lebih kurang sebesar 10 miliyar. 97 Akan tetapi, pada tahun 2013 PAD Kota Langsa
Jika dilihat dari uraian di atas maka bisa dikatakan bahwa sebenarnya
Kota Langsa sama sekali tidak mengalami pertumbuhan PAD secara signifikan akan
tetapi malah cenderung berjalan ditempat karena jika dilihat pada tahun 2011 maka
PAD Kota Langsa jelas tidak memenuhi target kemudian pada tahun 2012 PAD
tersebut juga mengalami devisit sebesar 10 miliyar. Akan tetapi, pada tahun 2013
95
Hasil wawancara dengan T. Hidayat, Wakil Ketua DPRD Kota Langsa, DPRD-DPRD Kota
Langsa, Kota Langsa, 23 November 2013
96
Medan Bisnis, 2011, Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa Tidak Memenuhi Target,
http://www.medanbisnisdaily.com/news/arsip/read/2013/10/19/57152/distannak_tapteng_salurkan_27
65_bibit_buah/#.Us-BldIW2vd, diakses 30 November 2013
97
Inspirasi Bangsa, 2012, Pemko Langsa Perkirakan Devisit Keuangan,
http://inspirasibangsa.com/pemko-langsa-perkirakan-devisit-keuangan-rp10-m/, diakses 30 November
2013
98
Harian Orbit, 2013, Pemko Langsa Gelar Syukuran, http://www.harianorbit.com/pemko-
langsa-gelar-syukuran/, diakses 30 November 2013
devisit sebesar 8 miliyar jika dilihat berdasarkan penetapan PAD tahun lalu. Jelas
PAD Kota Langsa sama sekali tidak mengalami perubahan yang berarti dari tahun ke
tahun.
Hal ini jelas membawa dampak pada fungsi pengawasan DPRD dinilai
sebagian besar masyarakat belum optimal sehingga membawa dampak pada tidak
terhadap PAD sehingga kedepan penggunaan PAD dan peningkatan terhadap PAD
dapat dilakukan.
semestinya dapat menjadi bagian dari sistem yang mengkritisi kinerja eksekutif. Akan
tetapi, tidak semua anggota DPRD memiliki sikap yang kritis terhadap Pemerintah
Daerah. Kondisi ini bukan hanya meliputi anggota dewan yang berasal dari partai
yang berkuasa, tetapi juga anggota DPRD di luar partai yang berkuasa seringkali
berpihak pada partai yang berkuasa. 100 DPRD dinilai tidak profesional karena tidak
anggaran oleh eksekutif berjalan nyaris tanpa pengawasan yang berarti. Hal ini
99
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal. 160
100
D. Munir, 2010, Hak Interpelasi Bantu Fungsi Pengawasan, http://www.pikiran-
rakyat.com/node/112046, diakses 30 November 2013
pokok untuk menjadi anggota DPRD adalah kepercayaan (legitimasi) rakyat, bukan
yang sangat beragam. Sistem Pemilihan Umum Indonesia yang bersifat langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (luber dan jurdil) memang membuka peluang
bagi semua komponen dalam masyarakat untuk memilih dan dipilih sebagai wakil
semestinya dijadikan sebagai kekuatan dalam menjalankan tugas dan fungsi DPRD.
Para anggota DPRD seyogyanya melakukan introspeksi dan menyadari bahwa masih
101
Bentuk-bentuk kegiatan pembangunan yang mempnyai sifat kepentingan umum meliputi
bidang-bidang, yaitu :
a. Pertanahan;
b. Pekerjaan umum;
c. Perlengkapan Umum;
d. Jasa umum;
e. Ilmu pengetahuan dan seni budaya;
f. Kesehatan;
g. Olah raga;
h. Keselamatan umum terhadap bencana alam
i. Kesejahteraan sosial;
j. Makam/kuburan;
k. Parawisata dan rekreasi;
l. Usaha-usaha ekonomi yang bermanfaat bagi keselamatan umum.
Lihat M. Solly Lubis, Kebijakan Publik, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2007), hal. 40
rakyat yang secara aktif dalam mengawasi jalannya pemerintahan di daerah masing-
masing dengan sebaik-baiknya. Instrumen yang dapat digunakan untuk itu adalah
segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan rencana anggaran yang telah
ditetapkan dan disepakati bersama. Setiap anggota DPRD semestinya menyadari dan
(fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan) secara optimal. DPRD
luasnya dari masyarakat. Artinya, DPRD membuka peran serta atau partisipasi
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh DPRD untuk mengatasi berbagai
ahli atau pakar di bidangnya yang berasal dari luar anggota DPRD. Para ahli atau
pakar dapat direkrut oleh DPRD menjadi staf ahli atau dalam bentuk mitra bestari.
(website, facebook, e-mail dan sebagainya), melaui media massa, dan penjaringan
mendadak ke masyarakat.
berbagai level dan bidang seperti LSM, tokoh agama, tokoh pemuda, mahasiswa,
Desa, organisasi kerukunan tani dan nelayan, majelis ta’lim dan sebagainya. Hal ini
pihak masyarakat relatif terbatas. Selama ini terkesan bahwa DPRD kurang dekat
masyarakat, seolah-olah para anggota DPRD hanya membutuhkan rakyat atau mau
dekat dengan rakyat pada saat pemilihan umum saja, setelah terpilih dan dilantik
peningkatan PAD dapat dilakukan dengan beberapa bentuk pengawasan, yaitu : 103
1. Preliminary Control
2. Interim Control
3. Post Control
berikut :
102
M. Malik, 2008, Funggsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah : Antara
Pengawasan Politik dan Manuver Politik, http://cetak.bangkapos.com/
opini/read/187/Fungsi+Pengawasan+DPRD.html, diakses 30 November 2013
103
Hariande L.Bintang dan Ahmad jamaan, 2013, Pengawasan DPRD Terhadap
Pelaksanaan PERDA, http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JDOD/article/view/1736, diakses 30
November 2013
sepertiPERDA retribusi pasar ini, diharapkan DPRD Kota Langsa lebih melihat
retribusi. Kewenangan DPRD Kota Langsa ini sesuai dengan Pasal 343 ayat (1)
Pasal 344 ayat (1) huruf c, berbunyi DPRD Kabupaten/kota mempunyai tugas dan
dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Pengawasan juga bisa diarahkan terhadap
pelaksana dari instansi pemerintah daerah. Dasar hukum kegiatan ini tetap
merujuk kepada Pasal 343 ayat (1) huruf c Jo Pasal 344 ayat (1) huruf c Undang-
Daerah.
meningkatkan suatu PAD. Penilaian atas selesainya sebuah kegiatan yang sudah
direncanakan dalam program kerja pemerintah dalam hal ini melihat pengawasan
hasil yang dicapai pada PAD. Dasar hukum Pasal 343 ayat (1) huruf c Jo Pasal
344 ayat (1) huruf h, berbunyi DPRD Kabupaten/Kota mempunyai tugas dan
dalam upaya peningkatan PAD jangan dipandang sebagai konotasi negatif akan tetapi
harus dipandang secara positif karena pengawasan mempunyai tujuan, yaitu : 104
a. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan telah sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan atau tidak;
b. Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang dijumpai oleh kepala daerah dan
para penyelenggara pemerintahan di daerah sehingga dengan demikian dapat
diambil langkah-langkah perbaikan di kemudian hari;
c. Pengawasan bukanlah untuk mencari kesalahan, tetapi untuk memperbaiki
kesalahan;
104
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal. 206
Perlu diingat bahwa Kepala Daerah sebagai mitra kerja DPRD tidak lagi
kinerja pemerintah daerah selama satu tahun anggaran. Berarti bahwa pengawasan
yang dilakukan oleh DPRD tidak lagi dalam kapasitas untuk menerima atau menolak
posisi yang saling berhadapan, oleh karena itu memposisikan Pemerintah Daerah dan
DPRD pada dua kutub yang berlawanan: antara utara - selatan atau timur - barat
adalah sebuah tindakan yang tidak tepat dalam kontek otonomi daerah, karena kedua
Roscoe Pound mengatakan “hukum merupakan sarana untuk merekayasa sosial (law
is tool of social engineering)”. 105 Artinya, hukum merupakan bagian masyarakat yang
dimasyarakat.
dalam melaksanakan fungsi pengawasan untuk meningkatkan PAD Kota Langsa akan
(lima) langkah yang harus dipenuhi untuk mengupayakan hukum atau aturan atau
a. Undang-undang;
b. Penegak hukum;
c. Faktor sarana atau fasilitas;
d. Faktor Masyarakat;
e. Faktor Kebudayaan.
105
Yeswil Anwar dan Adang, Pengantar Sosiologi Hukum, (Jakarta: Grasindo, 2008), hal. 45
106
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Hukum, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 5
ialah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat penguasa pusat mapun daerah
yaitu: 107
1. Peraturan pusat yang berlaku untuk semua warga negara atau suatu golongan
2. Peraturan setempat yang hanya berlaku di suatu tempat atau daerah saja.
ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini
disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak,
sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara
normatif.
Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar
hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan
hukum bukan hanya mencakup law enforcement saja, namun juga peace maintenance,
nilai kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.
Dengan demikian, tidak berarti setiap permasalahan sosial hanya dapat diselesaikan
107
Ibid, hal. 7
undangan yang dapat mengatur seluruh tingkah laku manusia, yang isinya jelas bagi
setiap warga masyarakat yang diaturnya dan serasi antara kebutuhan untuk
ilmuwan atau doktrin. Secara ideal unsur-unsur itu harus harmonis, artinya tidak
saling bertentangan baik secara vertikal maupun secara horizontal antara perundang-
undangan yang satu dengan yang lainnya, bahasa yang dipergunakan harus jelas,
sederhana, dan tepat karena isinya merupakan pesan kepada warga masyarakat yang
tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam kerangka penegakan hukum oleh
108
Hasil wawancara dengan T. Hidayat, Wakil Ketua DPRD Kota Langsa, DPRD-DPRD Kota
Langsa, Kota Langsa, 23 November 2013
109
Ronny, Efektifitas Penegakan Hukum, http:ronny-hukum.blogspot.com, diakses 12
November 2013
jika para aparatur pelaksananya tidak memiliki komitmen untuk melaksanakan tugas
kebijakan di Kota Langsa komitmennya sangat kurang, hal ini dapat dilihat dengan
Kejujuran adalah suatu sikap yang mutlak dimiliki oleh seorang implementer,
Kejujuran itu harus terus diterapkan pada saat memulai implementasi kebijakan
sampai pencapaian hasil yang telah ditargetkan sebelumnya. Sebgai besar sikap ini
belum ditunjukkan oleh aparat pelaksana, hal ini terbukti karena terdapat laporan
warga perihal korupsi dalam penggunaan dan PAD oleh eksekutif di Kota Langsa. 111
Sifat demokratis yang dimaksud adalah sifat aparat pelaksana untuk dapat menerima
dan juga dapat menerima hasil-hasil yang telah dicapai. Akan tetapi ini juga kurang
110
Hasil wawancara dengan T. Hidayat, Wakil Ketua DPRD Kota Langsa, DPRD-DPRD
Kota Langsa, Kota Langsa, 23 November 2013
111
Hasil wawancara dengan T. Hidayat, Wakil Ketua DPRD Kota Langsa, DPRD-DPRD
Kota Langsa, Kota Langsa, 23 November 2013
112
Hasil wawancara dengan T. Hidayat, Wakil Ketua DPRD Kota Langsa, DPRD-DPRD
Kota Langsa, Kota Langsa, 23 November 2013
perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan. Pendidikan
yang diterima oleh Polisi dewasa ini cenderung pada hal-hal yang praktis
pidana khusus yang selama ini masih diberikan wewenang kepada jaksa, hal tersebut
karena secara teknis yuridis polisi dianggap belum mampu dan belum siap. Walaupun
disadari pula bahwa tugas yang harus diemban oleh polisi begitu luas dan banyak.
Masalah perangkat keras dalam hal ini adalah sarana fisik yang berfungsi
sebagai faktor pendukung. Sebab apabila sarana fisik seperti kertas tidak ada dan
karbon kurang cukup dan mesin tik yang kurang baik, bagaimana petugas dapat
Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting
di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan
yang aktual.
belum lengkap dan ini perlu dibenahi agar dapat maksimal dalam melasanakan
pekerjaan, yaitu :
2. TV
3. Komputer
Dari 4 (empat) sarana dan prasarana di atas salah satu yang paling penting
ialah permasalahan honor untuk pegawai honorer yang seringkali dibayar dalam 3
(tiga) bulan sekaligus tidak perbulan sehingga hal ini akan berpengaruh pada knerja
pegawai yang berakibat pada tidak fokus para pegawai honorer jika bekerja karena
harus memikirkan uang tambahan dari pekerjaan lain jika gaji dibayar dengan cara
D. Masyarakat
113
Hasil wawancara dengan T. Hidayat, Wakil Ketua DPRD Kota Langsa, DPRD-DPRD
Kota Langsa, Kota Langsa, 23 November 2013
Keadaan atau jumlah masyarakat Kota Langsa berjumlah 138.903 dengan luas
Kota Langsa 26.241 Ha dengan mayoritas bertani dan memiliki unit dagang. Namun,
masyarakat mayoritas terkandang cenderung tidak menghiraukan untuk membayar
kewajibannya seperti retribusi dan pajak daerah. Hal ini berdampak pada tidak
maksimalnya perolehan PAD Kota Langsa. 115
E.Faktor Kebudayaan
Dalam hal ini kepatuhan masyarakat Kota Langsa terhadap adat istiadat
membawa dampak kepada kepatuhan setiap kebijakan dan peraturan yang dibuat oleh
pemerintah daerah. 116
114
Ronny, Op.Cit, 12 November 2013
115
Hasil wawancara dengan T. Hidayat, Wakil Ketua DPRD Kota Langsa, DPRD-DPRD
Kota Langsa, Kota Langsa, 23 November 2013
116
Hasil wawancara dengan T. Hidayat, Wakil Ketua DPRD Kota Langsa, DPRD-DPRD
Kota Langsa, Kota Langsa, 23 November 2013
A. Kesimpulan
diberikan, yaitu :
Pasal 292 dan 343 Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 Tentang Majelis
DPRD terdapat dalam beberapa undang-undang maka hal ini tidak mencerminkan
kepada masyarakat untuk mendudukkan mana peraturan yang lebih tinggi dan
perundang-undangan.
a. Preliminary Control
b. Interim Control
c. Post Control
Penerapan 3 (tiga) teknik ini dengan jika dikaitkan dengan aturan hukum yang
DPRD sehingga setiap tindakan untuk meningkatkan PAD Kota Langsa dapat
pendapatan asli daerah (PAD) di Kota Langsa dapat dilihat melalui, yaitu :
a. Undang-undang;
b. Penegak hukum;
d. Faktor Masyarakat;
Namun yang paling besar permasalahannya terdapat pada penegak hukum, sarana
B. Saran
yang secara khusus mengatur fungsi dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
2. Agar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Langsa tidak ragu
Buku
Anwar, Saiful Dan Marzuki Lubis, Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, Medan:
Gelora Madani Press, 2004
Anwar, Yeswil dan Adang, Pengantar Sosiologi Hukum, Jakarta: Grasindo, 2008.
Bastian, Indra, Akuntansi Sektor Publik Di Indonesia, Yogyakarta: BPFE UGM, 2001
Hadyanto, Sophia, Faisal Akbar Nasution, Nazaruddin dan Gunadi (ed), Paradigma
Kebijakan Hukum Pasca Reformasi : Dalam Rangka Ultah Ke-80 Prof. Solly
Lubis, Jakarta: PT. Sofmedia, 2010
Halim, Abdul, Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi Revisi,
Jakarta: Salemba Empat, 2004
Ibrahim, Johnny, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia
Publishing, 2006
Kaloh, J., Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab
Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, Jakarta: Rineka Cipta, 2002
Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : CV Mandar Maju, 1994
------------------, Serba-Serbi Politik & Hukum Edisi 2, Jakarta: PT. Sofmedia, 2011
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
Cetakan ke-3, 2007
Nurcholis, Hanif, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2007
Siahaan, Mariot.P., Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Jakarta: Rajawali Pers, 2009
Sjadzali, Munawir, Islam Dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta:
UI Press, 1993
Soebechi, Imam, Judicil Review Perda Pajak Dan Retribusi Daerah, Jakarta: PT.
Sinar Grafika, 2012
Sutedi, Adrian, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, Bogor Selatan: GhaliaIndonesia,
2008
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewargaan (civic education) Demokrasi, Hak
Asasi Manusia Dan Masyarakat Madani, Jakarta: Prenada Media, 2003
Wasistono, Sadu & Ondo Riyani, Etika Hubungan Legislatif Eksekutif Dalam
Pelaksanaan Otonomi Daerah, Bandung: Fokusmedia, Cet. Ke.2, 2003
Ardiansyah, Indra Widhi, Analisis Kontribusi Pajak Hotel dan Restoran Terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Purworejo Tahun 1989-2003,
Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, Skripsi, 2005
Budiharto, Priyo, Endang Larasati dan Sri Suwirti, “Analisis Kebijakan Pengawasan
Melekat Di Badan Pengawas Provinsi Jawa Tengah”, Dalam Dialogue Jurnal
Ilmu Administrasi Dan Kebijakan Publik
Peraturan Perundang-Undangan
Internet
http://itjen-depdagri.go.id/article-25-pengertian-pengawasan.html, diakses 12
November 2013
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29358/4/Chapter%20II.pdf, diakses
13 Februari 2013
Medan Bisnis, 2011, Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa Tidak Memenuhi Target,
http://www.medanbisnisdaily.com/news/arsip/read/2013/10/19/57152/distann
ak_tapteng_salurkan_2765_bibit_buah/#.Us-BldIW2vd, diakses 30 November
2013