Anda di halaman 1dari 13

NOVUM : JURNAL HUKUM

Volume 7 Nomor 2, April 2020


e-ISSN 2442-4641

UPAYA SINKRONISASI DARI KETIDAKSINKRONAN PENGATURAN RESI GUDANG


DI JAWA TIMUR
Dananggana Satriatama
(S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial Dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya)
danangsatria13@gmail.com
Hananto Widodo
(S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial Dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya)
hanantowidodo@unesa.ac.id
Hezron Sabar Rotua Tinambunan
(S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial Dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya)
Hezron_110288@yahoo.co.id

Abstrak

Tulisan ini mentikberatkan sinkronisasi yang ada pada Peraturan Perundang-Undangan tentang Sistem Resi Gudang
di Jawa Timur. Permasalahannya muncul ketika terjadi ketidaksinkronan Pengaturan di Jawa Timur tentang Sistem
Resi Gudang. Ditinjau dari Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan. Dari tulisan ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan doktrinal kemudian
diperoleh kesimpulan bahwa kedudukan peraturan menteri mempunyai derajat yang lebih tinggi dari Peraturan
Daerah, karena kedudukan lembaga kementerian apabila dibandingkan dengan Pemerintah Daerah lebih tinggi
mengingat Menteri merupakan pembantu Presiden yang mejalankan pemerintahan umum yang telah ditentukan dan
ruang lingkup keberlakuan yang ada di Peraturan Menteri berskala Nasional serta materi muatan yang diatur dalam
Peraturan Menteri merupakan penjabaran secara langsung dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Maka upaya yang dapat dilakukan adalah dengan Interpretasi Sistematis. Karena menurut pengertiannya
menggunakan metode ini yang menafsirkan peraturan perundang-undangan dengan menghubungkan dengan
peraturan hukum (undang-undang lain) atau dengan keseluruhan sistem hukum.
Kata Kunci: Hirarki, Resi Gudang, Peraturan Menteri.

Abstract

This paper emphasizes the hierarchical position of the Ministerial Regulation with Provincial Regulations in the
system of Legislation on Warehouse Receipts in East Java. In terms of UU No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. From this paper the author uses the method of normative legal
research to the conclusion that the position of ministerial regulation has a higher degree than the Regional
Regulation, because the position of ministerial institutions when compared to the Regional Government is higher
considering the Minister is an aide to the President who carries out a predetermined general government and scope
the validity of the National Ministerial Regulation and the content of material contained in the Ministerial
Regulation is a direct translation of the higher statutory regulations.
Keywords: Hierarchy, Warehouse Receipt, Ministerial Regulation.

PENDAHULUAN
dikembangkan suatu norma bahwa setiap individu
Hukum meliputi segenap bidang kehidupan tidak boleh merugikan individu lainnya atau
manusia dalam bermasyarakat dan bernegara. masyarakat agar terciptanya kerukunan antar
Menurut Satjipto Rahardjo hukum diartikan sesama (Marzuki 2016).
sebagai norma yang mengajak masyarakat untuk Indonesia sebagai negara hukum sesuai
mencapai cita-cita serta keadaan tertentu (Rahardjo dengan Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar
2012). Hukum menurut Peter Mahmud Marzuki, Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan
yaitu sebagai aturan yang membatasi setiap sebutan sebagai negara hukum tentu saja segala
individu dalam berperilaku yang disepakati oleh aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan,
masyarakat yang bersangkutan (Marzuki 2008). kebangsaan, dan kenegaraan termasuk
Aturan tersebut merupakan hasil norma yang berisi pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang
perintah serta larangan yang telah dituangkan ke sesuai dengan sistem nasional. Indonesia memiliki
dalam aturan-aturan hukum yang bersifat konkret seperangkat aturan hukum yang berbentuk
(Marzuki 2016). Sebagai contoh untuk peraturan perundang-undangan untuk memberi
mempertahankan kehidupan bermasyarakat,

111
NOVUM : JURNAL HUKUM
Volume 7 Nomor 2, April 2020
e-ISSN 2442-4641

petunjuk kepada masyarakat dalam berperilaku Salah satu kekuatan dalam penyelenggaraan
dalam berbangsa dan bernegara. Karena prinsip pemerintahan suatu negara adalah pembentukan
negara hukum yang dianut Indonesia adalah negara peraturan perundang-undangan yang baik,
modern, yaitu negara hukum Pancasila maka fungsi harmonis, dan mudah diterapkan dalam masyarakat
pengaturan perundang-undangan bukanlah hanya (Indrati 2007). Sebagai suatu wacana untuk
memberi nilai-nilai dan norma-norma yang hidup melaksanakan pembentukan peraturan perundang-
dalam masyarakat dan juga bukan hanya sekedar undangan yang baik diperlukan adanya suatu
fungsi negara di bidang pengaturan, namun peraturan yang dapat dijadikan pedoman dan acuan
peraturan perundang-undangan adalah salah satu bagi para pihak yang berhubungan dalam
metode dan instrumen ampuh yang tersedia untuk pembentukan peraturan perundang-undangan, baik
mengatur dan mengarahkan kehidupan masyarakat di tingkat pusat maupun di tingkat daerah (Indrati
menuju cita-cita yang diharapkan (Cintia, Madinar, 2007). Pembentukan peraturan perundang-
and Rufaida 2018). undangan tentunya membutuhkan konsep sebagai
Peraturan perundang-undangan seringkali modal awal dalam membentuk peraturan
diidentikkan dengan hukum atau orang sering perundang-undangan yang baik. Konsep ini yang
mengartikan hukum adalah peraturan perundang- nantinya akan mengarahkan peraturan perundang-
undangan. Sebenarnya, peraturan perundang- undangan yang baik, terarah, dan memiliki
undangan hanya merupakan bagian dari hukum, keadilan, kepastian serta dapat mendistribusikan
karena di luar peraturan perundang-undangan, manfaat (Febriansyah 2016).
masih banyak yang dipelajari terkait hukum. Di Hukum di Indonesia yang memiliki ciri utama
dalam sistem hukum pun, peraturan perundang- tertulis mau tidak mau harus bisa menjangkau dari
undangan hanya merupakan salah satu bagian dari segala aspek pembuatan hukum yang dituangkan
sub sistem substansi hukum atau legal substance. dalam bentuk peraturan perundang-undangan itu
Sub sistem yang lain adalah legal structure, dan sendiri. Selain itu, produk hukum yang dikeluarkan
legal culture (Cintia et al. 2018). Peraturan oleh pemerintah pun dituntut untuk dapat
perundang-undangan terdiri dari beberapa jenis, mengakomodir tindakan hingga kepentingan
yang secara garis besar dapat dibagi menjadi masyarakat luas sebagai obyek pengaturan hukum
peraturan perundang-undangan di tingkat pusat dan itu sendiri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23
peraturan perundang-undangan di tingkat daerah. Tahun 2014 klasifikasi urusan pemerintahan dibagi
Pengaturan mengenai pembentukan peraturan menjadi 3 urusan, yaitu pemerintahan absolut,
daerah secara formal setidaknya diatur di dalam 2 urusan pemerintahan konkuren, dan urusan
undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 32 pemerintahan umum. Selanjutnya, dijelaskan lebih
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah lanjut bahwa utusan pemerintahan absolut
sebagaimana telah diubah dua kali, Undang- merupakan kewenangan pemerintah pusat, urusan
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan pemerintahan konkuren merupakan urusan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun pemerintah yang dibagi antara pemerintah pusat
2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota
Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan (yang kemudian menjadi dasar pelaksanaan
Daerah (UU Pemda) dan Undang-Undang Nomor otonomi daerah), kemudian urusan pemerintahan
10 Tahun 2004 yang kemudian telah digantikan umum yang menjadi kewenangan presiden sebagai
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 kepala pemerintahan.
tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Sesuai dengan Amanat Undang Undang Dasar
Undangan yang terbaru Undang-Undang No 15 Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang- Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan
Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
Peraturan Perundang-Undangan. Selain itu, asas Otonomi dan Tugas Pembantuan. Adapun
terdapat pula pengaturan dalam 2 Undang-Undang pengertian menurut Pasal 1 angka 6 Undang-
yang terkait dengan pembatalan peraturan daerah, Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
yaitu sebagaimana UU Pemda dan Undang-Undang Daerah, Otonomi daerah adalah hak, wewenang,
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
sebagaimana telah diubah dua kali terakhir dengan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang kepentingan masyarakat setempat dalam sistem
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA). daerah yang pada prinsipnya menghendaki adanya
Secara vertikal ke bawah, pengaturan mengenai dan pemberian kewenangan yang lebih luas kepada
pembentukan peraturan daerah juga diatur dalam pemerintah daerah untuk dapat mengatur dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 53 Tahun mengelola sendiri wilayahnya telah mengalami
2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. berbagai dinamikanya sendiri. Pasca reformasi

112
NOVUM : JURNAL HUKUM
Volume 7 Nomor 2, April 2020
e-ISSN 2442-4641

otonomi daerah yang diatur dalam Undang- bidang tertentu tidak saling bertentangan antara
Undang No. 22 Tahun 1999 hingga pengaturan satu dengan yang lain.
terakhir pada Undang Undang No. 23 Tahun 2014 b. Sinkronisasi Horizontal
tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut Dilakukan dengan melihat pada berbagai peraturan
UU Pemda) telah menunjukkan betapa pentingnya perundang-undangan yang sederajat dan mengatur
persoalan pembagian kekuasaan pusat dan daerah bidang yang sama atau terkait. Sinkronisasi
yang selama rezim sebelumnya beku karena sistem horizontal juga harus dilakukan secara kronologis,
sentralisasi pemerintahan tersebut. Konsideran UU sesuai dengan urutan waktu ditetapkannya
Pemda juga menyebutkan bahwa penyelenggaraan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
pemerintahan daerah tersebut pula penting dalam Sebagai pedoman, Indonesia sejak tahun 1966
rangka memperhatikan kekhasan masing-masing sampai sekarang telah tercatat 4 kali terjadi
daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik perubahan terhadap hierarki peraturan perundang-
Indonesia. undangan yang berlaku. Pertama diatur dengan
Esensi dari otonomi daerah adalah TAP MPRS XX/MPRS/1966, kedua diatur dengan
memberikan kewenangan kepada daerah otonom TAP MPR Nomor III/MPR/2000, ketiga diatur
untuk mengatur urusan yang menjadi dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004,
kewenangannya berdasarkan karakteristik daerah dan terakhir diatur dengan Undang-Undang Nomor
masing-masing (Hantoro n.d.). Namun demikian, 12 Tahun 2011.
pengaturan tersebut tetap tidak diperkenankan Pada TAP MPRS XX/MPRS/1996 susunan hirarki
bertentangan dengan peraturan perundang- peraturan perundang-undangan adalah sebagai
undangan yang lebih tinggi dan kepentingan berikut:
umum. Berkenaan dengan hal tersebut, maka 1. UUD;
pengaturan dalam Perda dihadapkan pada persoalan 2. TAP MPR;
bagaimana agar Perda dapat mengatur urusan 3. UU/PERPU;
kewenangan sesuai dengan karakteristik daerahnya, 4. Peraturan Pemerinyah;
namun harus harmonis dengan peraturan 5. Keputusan Presiden;
perundang-undangan yang lebih tinggi. Hal ini 6. Peraturan Pelaksana Lainnya.
menjadikan pemaknaan terhadap sinkronisasi dan
harmonisasi peraturan menjadi sangat penting. Pada TAP MPR NO III/MPR/1996 susunan hirarki
Harmonisasi peraturan perundang-undangan dapat peraturan perundang-undangan adalah sebagai
diartikan sebagai suatu proses penyelarasan atau berikut:
penyerasian peraturan perundang-undangan yang 1. UUD;
hendak atau sedang disusun, agar peraturan 2. TAP MPR;
perundang-undangan yang dihasilkan sesuai 3. UU;
prinsip-prinsip hukum dan peraturan perundang- 4. PERPU;
undangan yang baik. Sedangkan sinkronisasi 5. Peraturan Pemerintah;
adalah penyelarasan dan penyelerasian berbagai 6. Keputusan Presiden;
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan 7. Peraturan Daerah.
peraturan perundang-undangan yang telah ada dan
yang sedang disusun untuk mengatur bidang Pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tertentu. Maksud dari kegiatan sinkronisasi adalah susunan hirarki peraturan perundang-undangan
agar substansi yang diatur dalam produk adalah sebagai berikut:
perundang-undangan tidak tumpang tindih, saling 1. UUD;
melengkapi (suplementer), saling terkait, dan 2. UU/PERPU;
semakin rendah jenis pengaturannya maka semakin 3. Peraturan Pemerintah;
detail dan operasional materi muatannya (Hantoro 4. Peraturan Presiden;
n.d.). 5. Peraturan Daerah.
Adapun tujuan dari kegiatan sinkronisasi
adalah untuk mewujudkan landasan pengaturan Pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang
suatu bidang tertentu yang dapat memberikan sekarang berlaku, susunan hirarki peraturan
kepastian hukum yang memadai bagi perundang-undangan adalah sebagai berikut:
penyelenggaraan bidang tersebut secara efisien dan 1. UUD;
efektif (Hantoro n.d.:9). Sinkronisasi peraturan 2. TAP MPR;
perundang-undangan dapat dilakukan dengan dua 3. UU/PERPU;
cara, yaitu (Hantoro n.d.:9): 4. Peraturan Pemerintah;
a. Sinkronisasi Vertikal 5. Peraturan Presiden;
Dilakukan dengan melihat apakah suatu peraturan 6. Peraturan Daerah Provinsi;
perundang-undangan yang berlaku dalam suatu 7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

113
NOVUM : JURNAL HUKUM
Volume 7 Nomor 2, April 2020
e-ISSN 2442-4641

ketundukan dan kepatuhan secara organisasional


berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
Melihat hierarki peraturan perundang- berlaku, akan menjadi tumpang tindih dan tabrakan
undangan diatas, jelas terlihat adanya inkonsistensi dalam pelaksanaan kewenangan (prinsip unity
baik di lembaga MPR dan DPR serta Pemerintah command) (Wijayanti 2016). Oleh karenanya,
dalam menempatkan suatu bentuk dan jenis sekalipun semangat otonomi daerah merupakan
peraturan dengan peraturan lainnya. Nomor urut amanat reformasi yang selalu menjadi isu sensitif
menjadi faktor penentu karena tidak bersifat terkait dengan pembagian kewenangan antara pusat
alternatif melainkan afirmatif yang terkair secara dan daerah, namun tetap saja sudah menjadi
langsung dengan levelitas suatu produk hukum kewajiban dalam sistem negara kesatuan untuk
peraturan perundang-undangan. Artinya nomor 1 dapat pula menjamin suatu kepastian hukum bagi
merupakan peraturan perundang-undangan yang masyarakatnya. Berdasarkan uraian latar belakang
tertinggi begitu seterusnya atau dalam bahasa di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
sederhana dapat menjadi sumber bagi lahirnya kajian dan analisis terkait dengan pengaturan Resi
peraturan perundang undangan dibawahnya, dan Gudang di Jawa Timur tersebut dalam suatu
peraturan perundang undangan dibawah merupakan penulisan hukum yang berjudul “Implikasi Hukum
penjabaran dari peraturan yang lebih tinggi. Oleh Ketidaksinkronan Pengaturan Resi Gudang di Jawa
karena itu, antara satu peraturan dengan peraturan Timur ”
lainnya tidak boleh bertentangan akan tetapi harus
bersinergisitas.
Salah satu contoh peraturan hukum yang
dikeluarkan pemerintah ialah UU No. 9 Tahun METODE
2006 tentang Sistem Resi Gudang. Lahirnya Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Undang-Undang ini memiliki tujuan untuk metode pendekatan doktrinal. Metode ini
memberikan kepastian hukum bagi pihak yang menekankan pada konsepsi bahwa hukum dapat
melakukan kegiatan dalan Sistem Resi Gudang. dipandang sebagai seperangkat peraturan
Peraturan turunan dibawah Undang-Undang Resi perundang-undangan yang tersusun secara
Gudang ada PP No. 36 Tahun 2007, Peraturan sistematis berdasarkan pada tata urutan tertentu
Menteri Perdagangan No. 08/M-Dag/Per/2/2013, (Hanitijo S 1990). Sinkronisasi vertikal
kemudian peraturan perundang-undangan di menghendaki agar peraturan perundang-undangan
tingkat provinsi yaitu Perda Provinsi Jawa Timur yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
No. 14 Tahun 2013. Permasalahan ini timbul ketika peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
konsideran Peraturan Daerah No. 14 Tahun 2013 (Suteki 2018). Sebagai sumber utama dari sebuah
tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi sistem peraturan perundang-undangan disebut
Gudang tidak mencantumkan Peraturan Menteri dengan istilah Grundnorm yang memayungi
Perdagangan RI Nomor 08/M-DAG/PER/2/2013 seluruh peraturan perundang-undangan yang
tentang Barang yang Dapat disimpan di Gudang tersusun secara piramidal dan hierarkial.
Dalam Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang. Sinkronisasi horizontal diartikan sebagai
Tidak dicantumkannya Peraturan Menteri kesesuaian antara peraturan perundang-undangan
Perdagangan RI Nomor 08/M-DAG/PER/2/2013 yang setingkat (Suteki 2018:266). Tidak boleh ada
tentang Barang yang Dapat disimpan di Gudang pertentangan antara peraturan perundang-undangan
Dalam Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang dapat sederajat.
mengakibatkan Peraturan Daerah ini menjadi tidak Dalam pendekatan doktrinal ini seluruh
absah dalam pembentukannya. Padahal dalam UU doktrin, asas, nilai serta norma dalam peraturan
No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan harus memiliki konsistensi.
Perundang-undangan pada Pasal 8 disebutkan Inkonsistensi peraturan perundang-undangan secara
bahwa Peraturan Menteri juga diakui hukum seharusnya berakibat batalnya suatu
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum peraturan perundang-undangan atau setidaknya
mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan berakibat bahwa peraturan perundang-undangan
Perundang-undangan yang lebih tinggi. tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum
Seharusnya, dalam pembentukannya harus mengikat
dilakukan berdasarkan asas Pembentukan Peraturan Jenis penelitian yang digunakan dalam
Perundang-undangan yang baik. penulisan penelitian ini adalah jenis penelitian
Konsekuensi logis pemerintah pusat dari yuridis normatif atau doktrinal, yaitu penelitian
posisinya sebagai penyelenggara kedaulatan hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah
negara, maka unit-unit pemerintahan yang dibentuk bangunan sistem norma mengenai asas-asas,
dan berada di bawah pemerintah pusat, harus norma, kaidah, dari peraturan perundangan,
tunduk kepada pemerintah pusat, tanpa disertai

114
NOVUM : JURNAL HUKUM
Volume 7 Nomor 2, April 2020
e-ISSN 2442-4641

putusan pengadilan guna menjawab isu bahan hukum yang sesuai dengan teknik
hukum yang ada (Fajar and Achmad 2010). pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian
Pendekatan yang akan digunakan penulis ini yaitu dengan jalan mencari dan mengumpulkan
dalam penelitian ini adalah pendekatan undang- bahan hukum primer (perundang-undangan dan
undang (statute approach) dan pendekatan konvensi), melakukan penelusuran kepustakaan
konseptual (conceptual approach). bahan hukum sekunder. Data tersebut kemudian
Bahan hukum yang digunakan dalam dianalisis dan dirumuskan sebagai data penunjang
penelitian ini adalah bahan hukum primer dan di dalam penelitian ini.
bahan hukum sekunder: Teknik analisis bahan hukum dilakukan
Bahan hukum primer merupakan bahan dengan cara mengiventarisasi dan
hukum yang bersifat autoratif, artinya mempunyai mengelompokkan bahan hukum primer dan bahan
otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari hukum sekunder kemudian dianalisis dengan
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau pendekatan perundang-undangan (statute
risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan approach), pendekatan konseptual (conceptual
putusan-putusan hakim (Marzuki 2016). approach), kemudian melakukan identifikasi fakta
Bahan-bahan tersebut antara lain sebagai berikut: hukum dan mengeliminasi hal-hal yang tidak
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik relevan, memecahkan isu hukum yang telah
Indonesia Tahun 1945. teridentifikasi dengan menggunakan rekonstruksi
b. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011 hukum berdasarkan pendekatan yang telah
tentang Perubahan Atas Undang-Undang ditentukan, kemudian menjawab isu hukum yang
Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi telah diajukan tersebut serta akan menarik
Gudang Tambahan (Lembaran Negara kesimpulan atas hasil rekonstruksi tersebut.
Republik Indonesia Nomor 5231).
c. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun HASIL DAN PEMBAHASAN
2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Pengaturan tentang Sistem Resi Gudang di
Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Indonesia memiliki beberapa produk hukum. Mulai
Gudang (Tambahan Lembaran Negara dari UU No. 9 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Republik Indonesia Nomor 4735). Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang
d. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Sistem Resi Gudang, Peraturan Pemerintah Nomor
Indonesia Nomor 08/M-DAG/PER/2/2013 36 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi
Perdagangan Nomor 37/M- Gudang, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8
DAG/PER/11/2011 Tentang Barang yang Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan
Dapat Disimpan di Gudang Dalam Menteri Perdagangan Nomor 37 Tahun 2011
Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang. tentang Barang yang dapat Disimpan di Gudang
e. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur dalam Penyelengaraan Sistem Resi Gudang,
Nomor 14 Tahun 2013 tentang Percepatan kemudian yang terakhir Peraturan Daerah di tingkat
Pelaksanaan Sistem Resi Gudang Provinsi dan Kabupaten/Kota. Peraturan
(Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Perundang-Undangan yang berimplikasi pada
Timur Nomor 35). pelanggaran terhadap hirarki peraturan perundang-
Bahan hukum sekunder adalah buku teks yang undangan adalah Peraturan Daerah Provinsi Jawa
berisi prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan Timur Nomor 14 Tahun 2013 tentang Percepatan
pandangan-pandangan klasik para sarjana hukum. Pelaksanaan Sistem Resi Gudang.
Selain buku teks, termasuk skripsi tesis, disertasi Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2007
hukum, jurnal-jurnal hukum, komentar-komentar tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9
atas putusan pengadilan (Marzuki 2016:196). Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang pada
Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam Pasal 3 ayat 3 menyebutkan:
penelitian ini adalah buku teks, skripsi, tesis, “Ketentuan lebih lanjut mengenai barang yang
disertasi dan jurnal hukum yang mempunyai dapat disimpan dalam Sistem Resi Gudang
relevansi dengan topik penelitian. sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan
Teknik pengumpulan bahan hukum yang penetapan persyaratan barang sebagaimana
digunakan dalam penelitian ini adalah studi dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
penelitian hukum (legal research) yaitu Peraturan Menteri”.
pengumpulan bahan hukum sesuai dengan Berdasarkan ketentuan tersebut, jelas bahwa
pendekatan dalam penelitian hukum. Penelitian ini penetapan tentang barang yang dapat disimpan
penulis menggunakan pendekatan perundang- dalam sistem resi gudang sesuai Peraturan
undangan (statute approach) dan pendekatan Pemerintah didelegasikan kepada Peraturan
konseptual (conceptual approach). Pengumpulan Menteri. Makna frasa “diatur dalam” menurut

115
NOVUM : JURNAL HUKUM
Volume 7 Nomor 2, April 2020
e-ISSN 2442-4641

Lampiran II angka 205 Undang-Undang Nomor 12 Konstitusi merupakan norma abstrak yang
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perlu dijabarkan dan diuraikan dalam produk-
Perundang-undangan (UU 12/2011) sebagai produk hukum yang berada di bawahnya. Produk-
berikut: produk hukum yang berada di bawah konstitusi
“Jika terdapat beberapa materi muatan yang tidak boleh bertentangan dengan konstitusi. Dalam
didelegasikan dan materi muatan tersebut upaya menjaga agar produk hukum yang berada di
tercantum dalam beberapa pasal atau ayat bawah konstitusi, maka terdapat kaidah-kaidah
tetapi akan didelegasikan dalam suatu yang berfungsi untuk menjaga agar produk hukum
Peraturan Perundang-undangan gunakan yang dibuat memiiki koherensi, konsistensi, dan
kalimat “Ketentuan mengenai .... diatur dalam korespondensi serta tidak bertentangan dengan
.... “. konstitusi baik dalam perspektif formil maupun
Pendelegasian kewenangan yang dilakukan oleh materiil (Widiarto 2019). Dengan kata lain,
Peraturan Pemerintah kepada Peraturan Menteri ini produk hukum harus menjadi satu kesatuan yang
berdasar pada Lampiran II angka 198 yang harmonis (karena sinkron atau konsisten secara
menyebutkan bahwa: vertikal atau horizontal) baik dari aspek materiil
“Peraturan Perundang-undangan yang lebih yang meliputi asas hukum atau karena memenuhi
tinggi dapat mendelegasikan kewenangan asas pembentukan peraturan perundang-undangan
mengatur lebih lanjut kepada Peraturan yang baik, dan asas materi muatan.
Perundang-undangan yang lebih rendah”. Teori hirarki norma hukum dari Hans Kelsen
Berkaitan dengan hal tersebut, sebelumnya dapat yang kemudian diilhami oleh seorang muridnya
dilihat jenis dan hirarki Peraturan Perundang- yang bernama Adolf Merkl, mengemukakan bahwa
undangan sesuai Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 suatu norma hukum itu selalu mempunyai dua
tentang Pembentukan Peraturan Perundang- wajah. Suatu norma hukum ke atas ia bersumber
undangan yaitu terdiri atas: dan berdasar pada norma yang di atasnya,
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik kemudian ke bawah ia juga menjadi dasar dan
Indonesia Tahun 1945; menjadi sumber bagi norma hukum di bawahnya.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Sehingga suatu norma hukum itu mempunyai masa
Rakyat; berlaku yang relatif oleh karena masa berlaku suatu
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah norma hukum itu tergantung pada norma hukum di
Pengganti Undang-Undang; atasnya. Sehingga apabila norma hukum yang
4. Peraturan Pemerintah; berada di atasnya dicabut atau dihapus, maka
5. Peraturan Presiden; norma-norma hukum yang berada di bawahnya
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan tercabut atau terhapus pula (Indrati 2007:41).
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor
Sebagai negara hukum, konstitusi negara 14 Tahun 2013 tentang Percepatan Pelaksanaan
diletakkan pada posisi tertinggi dalam hirarki Sistem Resi Gudang lahir karena adanya tujuan
peraturan perundang-undangan (Widiarto 2019). pembangunan perekonomian bidang pertanian di
Dalam konteks hirarki, tata hukum digambarkan daerah yang diarahkan sesuai dengan amanah
sebagai sebuah piramida dengan konstitusi sebagai pemerintah pusat melalui Undang-Undang.
hukum tertinggi, dan peraturan yang berada di Permasalahan muncul ketika Peraturan Daerah
bawahnya merupakan penjabaran dari konstitusi itu Provinsi Jawa Timur Nomor 14 Tahun 2013 ini
sendiri. Pandangan ini bersifat struktural karena tidak mencantumkan Peraturan Menteri
memposisikan konstitusi di puncak piramida. Perdagangan sebagai dasar hukum di konsideran
Sementara itu, pandangan kedua digagas Satjipto mengingat. Menurut teori yang dikemukakan oleh
Rahardjo, yang mengutip pedapat Hans Kelsen Hans Kelsen, yaitu teori stufenbau, menyatakan
yang menyatakan “this regressus is terminated by a bahwa sistem hukum merupakan sistem anak
highest, the basic norm” artinya, rangkaian tangga dengan kaidah yang berjenjang, sehingga
pembentukan hukum diakhiri oleh norma dasar norma hukum yang ada rendah harus berpegang
yang tertinggi. Hirarki tata hukum digambarkan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan kaidah
sebagai piramida terbalik dengan konstitusi sebagai hukum yang tertinggi harus berpegang teguh pada
hukum tertinggi berada di dasar piramida. Hal yang yang paling mendasar. Meskipun secara
sama terjadi ketika pembentukan norma yang lebih administratif tidak mempunyai hubungan hirarki,
rendah ditentukan oleh norma lain yang lebih tetapi dari sisi normenleer (ilmu tentang norma),
tinggi, yang pembentukannya ditentukan oleh Peraturan Daerah Provinsi maupun
norma yang lebih tinggi lagi dan rangkaian Kabupaten/Kota harus merujuk pada Peraturan
pembentukan hukum ini diakhiri oleh suatu norma Menteri. Disamping karena Peraturan Menteri
dasar tertinggi, yaitu konstitusi (Widiarto 2019). adalah norma yang lebih tinggi, juga dalam hal

116
NOVUM : JURNAL HUKUM
Volume 7 Nomor 2, April 2020
e-ISSN 2442-4641

derajat Gubernur selaku pembentuk Peraturan Pemerintah. Walaupun dibedakan antara Peraturan
Daerah Provinsi lebih rendah dari Menteri. Menteri dengan Keputusan Menteri (yang berisi
pengaturan), pada kenyataannya tidak jelas materi
A. Kedudukan Peraturan Menteri dan apa yang harus diatur dengan Peraturan Menteri.
Peraturan Daerah Provinsi Keduanya merupakan peraturan pelaksana dari
Kedudukan Peraturan Menteri tidak bisa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
dipisahkan dengan kedudukan dan kewenangan (Ranggawidjaja 1987).
Menteri dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu bentuk produk hukum yang
Pasal 4 UUD NRI 1945 menegaskan bahwa dibentuk atas dasar perintah peraturan perundang-
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan undangan atau dibentuk berdasarkan kewenangan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. adalah Peraturan Menteri. Peraturan Menteri dalam
Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Presiden dibantu para menteri negara yang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak
kemudian diangkat dan diberhentikan oleh Presiden diatur dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1). Tetapi, jika
sesuai Pasal 17 UUD NRI 1945. Pentingnya dilihat dari sudut kelembagaan tentu posisi
mengenai kedudukan menteri dalam kekuasaan kementerian sebagai pembantu Presiden
pemerintahan dapat merujuk pada pendapat Maria mempunyai kedudukan yang lebih tinggi
Farida, bahwa kedudukan menteri berdasarkan dibandingkan dengan Pemerintahan Daerah.
rumusan Pasal 17 UUD NRI 1945 dapat Namun demikian, jenis peraturan tersebut
disimpulkan, yaitu menteri-menteri negara keberadaannya diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU
bukanlah pegawai tinggi biasa, meskipun No. 12 Tahun 2011, yang menegaskan bahwa:
kedudukan menteri itu bergantung Presiden. “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian mencakup peraturan yang ditetapkan oleh
Negara disebutkan bahwa setiap Menteri Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Urusan tertentu yang dimaksud tersebut Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah
berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,
Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri,
Negara terdiri atas: badan, lembaga, atau komisi yang setingkat
a. Urusan pemerintahan yang nomenklatur yang dibentuk dengan Undang-Undang,
kementeriannya secara tegas disebutkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
dalam Undang-Undang Dasar Negara Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Republik Indonesia Tahun 1945; Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala
b. Urusan pemerintahan yang ruang Desa atau yang setingkat”.
lingkupnya disebutkan dalam Undang- Walaupun ketentuan di atas tidak menyebut
Undang Dasar Negara Republik Indonesia secara tegas jenis peraturan perundang-undangan
Tahun 1945;dan berupa “Peraturan Menteri”, namun frasa “..
c. Urusan pemerintahan dalam rangka peraturan yang ditetapkan oleh.. menteri..” di atas,
penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi dapat mencerminkan keberadaan Peraturan Menteri
program pemerintah. sebagai salah satu jenis peraturan perundang-
Pentingnya kedudukan menteri dalam undangan. Dengan demikian, Peraturan Menteri
menjalankan kekuasaan pemerintahan dan sebagai setelah berlakunya UU No. 12 Tahun 2011 tetap
upaya melaksanakan urusan pemerintahan di diakui keberadaannya. Kemudian persoalan
bidanginya maka menteri diberikan kewenangan selanjutnya bagaimana kekuatan mengikat
untuk membentuk perundang-undangan. Mengenai Peraturan Menteri tersebut? Pasal 8 ayat (2) UU
kewenangan menteri dalam pembentukan peraturan No. 12 Tahun 2011 menegaskan:
perundang-undangan pada dasarnya ada dua jenis “Peraturan Perundang-undangan sebagaimana
peraturan perundang-undangan yang dapat dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya
ditetapkan oleh menteri, yaitu peraturan menteri dan mempunyai kekuatan hukum mengikat
dan keputusan menteri (Ranggawidjaja 1987). sepanjang diperintahkan oleh Peraturan
Oleh karena menteri adalah pembantu presiden, Perundang-undangan yang lebih tinggi atau
para menteri menjalanan kewenangan dibentuk berdasarkan kewenangan”.
pemerintahan di bidangnya masing-masing Dari ketentuan tersebut, ada dua syarat yang
berdasarkan pendelegasian wewenang (derivatif) kemudian muncul agar peraturan perundang-
dari Presiden. Untuk materi tertentu, kewenangan undangan sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1)
tersebut dapat juga diberikan melalui atribusi atau UU No. 12 Tahun 2011 memiliki kekuatan
delegasi dari Undang-Undang atau Peraturan

117
NOVUM : JURNAL HUKUM
Volume 7 Nomor 2, April 2020
e-ISSN 2442-4641

mengikat sebagai peraturan perundang-undangan, NRI Tahun 1945 dan Undang-Undang


yaitu: tentang Pemerintah Daerah.
1. Diperintahkan oleh peraturan perundang- 2. Sebagai penampun kekhususan dan
undangan yang lebih tinggi; atau keragaman daerah, serta penyalur aspirasi
2. Dibentuk berdasarkan kewenangan. masyarakat di daerah. Tetapi
Menurut Penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undang- pengaturannya tetap dalam kerangka
Undang Nomor 12 Tahun 2011 Peraturan Menteri Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diartikan sebagai peraturan yang ditetapkan oleh berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
menteri berdasarkan materi muatan dalam rangka 3. Sebagai alat pembangunan dalam
penyelenggaraan urusan tertentu dalam meningkatkan kesejahteraan daerah.
pemerintahan. Adanya pendelegasian wewenang 4. Sebagai peraturan pelaksanaan dari
yang diberikan oleh Peraturan Pemerintah peraturan perundang-undangan yang lebih
mengakibatkan lahirnya Peraturan Menteri tinggi dan perda harus tunduk pada
tersebut. Pada bagian penjelasan Pasal 8 ayat (1) ketentuan hirarki peraturan perundang-
dan ayat (2) yang sudah disebutkan sebelumnya, undangan.
penjelasan ayat (2) menjelaskan bahwa maksud Kedudukan yang ada pada Peraturan Daerah
dari “berdasarkan kewenangan” adalah sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 12
penyelenggaraan urusan tertentu pemerintahan Tahun 2011 harus dimaknai sebagai bentuk sistem
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang- peraturan perundang-undangan yang berlaku.
undangan. Nomor satu merupakan derajat yang lebih tinggi
Penjelasan tersebut menjadikan posisi dari sistem peraturan perundang-undangan yang
Peraturan Menteri Perdagangan yang sesuai dengan berlau begitu seterusnya. Secara a contrario
Pasal 8 ayat (1) dan (2) diakui keberadaannya dan Philipus M. Hadjon memberikan definisi Peraturan
memiliki kekuatan hukum mengikat dengan Daerah adalah:
Peraturan Perundang-undangan lainnya. Dan dari 1. Tidak boleh bertentangan dengan
semua penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan kepentingan umum, peraturan perundang-
bahwa peraturan menteri lahir karena urusan undangan atau peraturan daerah yang lebih
tertentu dalam pemerintahan yakni urusan-urusan tinggi tingkatannya;
yang telah menjadi urusan kementerian itu sendiri 2. Tidak boleh mengatur sesuatu hak yang
dan urusan yang telah ditetapkan oleh peraturan telah diatur dalam peraturan perundang-
perundang-undangan baik undang-undang, undangan atau peraturan daerah yang lebih
peraturan pemerintah maupun peraturan presiden. tinggi tingkatannya;
Gubernur memiliki persamaan dengan Menteri 3. Tidak boleh mengatur sesuatu hal yang
dalam membuat produk hukum berbentuk termasuk urusan rumah tangga daerah
peraturan perundang undangan. Bedanya, Peraturan tingkat bawahnya.
Daerah yang sebagai produk hukum atau sesuatu Dalam konteks Peraturan Daerah baik Provinsi
yang inherent dengan sistem Otonomi Daerah. maupun Kabupaten/Kota, merupakan derajat yang
Keberadaan Peraturan Daerah menjadi sesuatu terendah dari jenis peraturan perundang-undangan
yang mutlak dalam mengatur urusan rumah tangga yang berlaku, dengan demiian setiap peraturan
daerah, dalam wadah negara kesatuan yang tetap daerah harus mengikuti apa yang telah digariskan
menempatkan hubungan Pusat dan Daerah yang oleh aturan yang lebih atas, serta tidak boleh
bersifat subordinat dan independen. Peraturan bertentangan.
Daerah merupakan keputusan dalam arti yang luas
karena bertujuan untuk mengatur hidup bersama, B. Analisis Kedudukan Peraturan Menteri dan
melindungi hak dan kewajiban manusia dalam Peraturan Daerah.
masyarakat, melindungi serta menjaga keselamatan Pasca diterbitkannya Peraturan Daerah
dan tata tertib masyarakat di daerah yang Provinsi Jawa Timur No. 14 Tahun 2013 tentang
bersangutan atas dasar keadilan, tentu untuk Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang,
mencapai keseimbangan dan kesejahteraan umum. menimbulkan adanya permasalahan mengapa
Secara substansial Peraturan Daerah mengatur Peraturan Menteri Perdagangan tidak dicantumkan
urusan pemerintahan yang sangat luas, sejalan dalam konsideran mengingat. Berikut argumentasi
dengan kehendak undang-undang yang mengenai landasan pembentukan peraturan
memberikan otonomi yang seluas-luasnya kepada perundang-undangan agar dapat mencapai suatu
daerah. Fungsi dari peraturan daerah itu sendiri good legislation. Argumentasi ini diperoleh dari
adalah (Tesano 2015): seorang ahli yang bernama M. Solly Lubis yang
1. Mempunyai instrumen kebijakan untuk menyebutkan antara lain (Astawa and Na’a
melaksanaan otonomi daerah dan tugas 2008:77):
pembantuan sebagaimana amanat UUD

118
NOVUM : JURNAL HUKUM
Volume 7 Nomor 2, April 2020
e-ISSN 2442-4641

dapat menjadi alasan untuk membatalkan


1. Landasan Filosofis, yaitu dasar filsafat peraturan perundang-undangan tersebut.
atau pandangan atau ide yang menjadi 3. Keharusan mengikuti tata cara tertentu.
dasar cita-cita sewatu menuangkan hasrat Apabila tata cara tersebut tidak diikuti,
dan kebijaksanaan pemerintahan ke dalam peraturan perundang-undangan mungkin
suatu rencana atau draft peraturan negara. batal demi hukum atau tidak/belum
Misalnya, Pancasila menjadi dasar filsafat mempunyai kekuatan hukum mengikat.
perundang-undangan. Pada prinsipnya 4. Keharusan tidak bertentangan dengan
tidak dibuat suatu peraturan yang peraturan perundang-undangan yang lebih
bertentangan dengan dasar filsafat ini. tinggi tingkatannya.
2. Landasan Yuridis, yaitu ketentuan huum Dari penjelasan keempat poin tersebut, pada
yang menjadi dasar hukum (rechtsground) penjelasan poin ketiga dapat dijabarkan lebih lanjut
bagi pembuatan suatu peraturan. Misalnya dengan contoh bahwa apabila Peraturan Daerah
UUD 1945 menjadi landasan yuridis bagi dibuat oleh Kepala Daerah dengan DPRD,
pembuatan Undang-Undang organik. kemudian jika Peraturan Daerah tersebut tidak
Selanjutnya Undang-Undang itu menjadi mencantumkan persetujuan DPRD maka batal demi
landasan yuridis bagi pembuatan hukum. Contoh lainnya, apabila dalam Undang-
Peraturan Pemerintah, dan peraturan Undang tentang pengundangan (pengumuman)
dibawahnya lagi. bahwa setiap undang-undang harus diundangan
3. Landasan Politis, yaitu garis kebijakan dalam Lembaran Negara sebagai satu satunya cara
politik yang menjadi dasar selanjutnya untuk mempunyai kekuatan huum mengikat.
bagi kebijakan-kebijakan dan pengarahan Selama pengundangan belum dilakukan, maka
ketatalaksanaan pemerintahan negara. undang-undang tersebut belum mengikat. Sama
Dari ketiga landasan tersebut, setidaknya yang halnya dengan Peraturan Menteri yang kemudian
berkaitan dengan pembahasan ini adalah landasan dalam kenyataannya tidak dicantumkan oleh
kedua, yaitu Landasan Yuridis. Peraturan Daerah Provinsi, maka Peraturan Daerah
Landasan Yuridis memiliki arti bahwa Provinsi ini menjadi tidak absah.
peraturan perundang-undangan dikatakan Selanjutnya, dalam doktrin dikenal dua
mempunyai landasan yuridis ketika mempunyai macam peraturan perundang-undangan dilihat dasar
dasar hukum atau legalitas terutama pada peraturan kewenangan pembentukannya, yaitu peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi sehingga perundang-undangan yang dibentuk atas dasar:
peraturan perundang-undangan itu lahir. Seperti 1. Atribusi pembentukan peraturan
halnya yang terjadi pada Peraturan Menteri perundang-undangan; dan
Perdagangan Nomor 8 Tahun 2013, Peraturan 2. Delegasi pembentukan peraturan
Menteri ini lahir karena memiliki delegasi perundang-undangan.
kewenangan dari Peraturan Pemerintah. Ketika Sementara itu, delegasi dalam bidang perundang-
Peraturan Menteri kemudian lahir, Peraturan undangan ialah pemindahan/penyerahan
Menteri ini menjadi peraturan perundang-undangan kewenangan untuk membentuk peraturan dari
yang memiliki kekuatan hukum mengikat dan pemegang kewenangan asal yang memberi delegasi
diakui keberadaannya. Urgensi landasan yuridis ini (delegans) kepada yang menerima delegasi
juga dipaparkan Bagir Manan dalam bukunya yang (delegataris) dengan tanggung jawab pelaksanaan
berjudul Dasar-Dasar Perundang-Undangan kewenangan tersebut pada delegataris sendiri,
Indonesia, antara lain: sedangkan tanggung jawab delegans terbatas sekali.
1. Keharusan adanya kewenangan dari Contohnya seperti yang terdapat pada Pasal 3 ayat
pembuat peraturan perundang-undangan. (3) PP No. 36 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU
Setiap peraturan perundang-undangan No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang
harus dibuat oleh badan atau pejabat yang menegaskan bahwa:
berwenang. Jika tidak, maka peraturan “Ketentuan lebih lanjut mengenai barang
perundang-undangan oti batal demi yang dapat disimpan dalam Sistem Resi
hukum (van rechtswegenietig). Dianggap Gudang sebagaimana dimaksud pada
tidak pernah ada dan segala akibatnya ayat(1) dan penetapan persyaratan barang
batal demi hukum. sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
2. Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau diatur dalam Peraturan Menteri”.
jenis peraturan perundang-undangan Peraturan menteri yang dibentuk atas dasar perintah
dengan materi yang diatur, terutama jika undang-undang tersebut dikategorikan sebagai
diperintahkan oleh peraturan perundang- peraturan perundang-undangan atas dasar delegasi
undangan tingkat lebih tinggi atau (delegated legislation). Dengan demikian, secara
sederajat. Ketidaksesuaian bentuk ini umum peraturan perundang-undangan delegasi

119
NOVUM : JURNAL HUKUM
Volume 7 Nomor 2, April 2020
e-ISSN 2442-4641

adalah peraturan perundang-undangan yang yang bersangkutan saja dan tidak menjangkau
dibentuk atas dasar perintah peraturan perundang- provinsi-provinsi lainnya, begitu juga terhadap
undangan yang lebih tinggi. peraturan daerah yang dibentuk oleh kabupaten
Kembali pada persoalan keduduan dan atau kota.
keuatan mengikat peraturan perundang-undangan 3. Materi muatan yang diatur peraturan
yang diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU No. 12 peraturan menteri dan peraturan daerah.
Tahun 2011, termasuk Peraturan Menteri, Pasal 8 Materi muatan yang diatur dalam peraturan
ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 tidak hanya menteri pada hakekatnya merupakan penjabaran
mengatur keberadaan peraturan perundang- dari materi muatan yang diatur dalam undang-
undangan atas dasar delegasi atau dengan kata lain undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden
atas perintah peraturan perundang-undangan yang baik karena adanya atribusi maupun delegasi dari
lebih tinggi. Pasal 8 ayat (2) UU No. 12 Tahun peraturan perundang-undangan tersebut.
2011 juga menegaskan adanya peraturan Kedudukan presiden sebagai lembaga eksekutif
perundang-undangan yang dibentuk atas dasar tertinggi membuat posisi menteri untuk
kewenangan. Maka dari itu, peraturan menteri tetap mengeluarkan peraturan disesuaikan dengan tujuan
dikategorikan sebagai peraturan perundang- pemerintahan yang ingin dicapai. Artinya peraturan
undangan. menteri tidak menyimpang dari aturan-aturan dasar
Hal ini menunjukan bahwa peraturan peraturan perundang-undangan di tingat nasional.
perundang-undangan terutama dalam kaitannya Sementara itu dilain hal, peraturan daerah
dengan peraturan perundang-undangan sebagai meskipun mempunyai dasar pembentukannya
norma hukum yang bersifat hirarkis, norma hukum diperintahkan langsung oleh UUD NRI 1945 akan
yang lebih rendah mencari validitasnya pada norma tetapi materi muatan yang diatur khusus pada
hukum yang lebih tinggi sebagaimana daerah tersebut saja dan tidak boleh bertentangan
dikemukakan oleh Hans Kelsen. Kemudian untuk dengan kepentingan nasional dan materi muatan
melihat posisi dan kedudukan yang lebih tinggi, peraturan daerah bisa saja berbeda antara satu
setidaknya ada indikator-indikator yang digunakan daerah dengan daerah lain, disesuaikan dengan
untuk membandingkan. Indikator tersebut antara kebutuhan daerah yang bersangkutan.
lain:
1. Kedudukan lembaga kementerian dan C. Analisis Interpretasi Hukum.
pemerintah daerah. Rumusan norma-norma itu adalah “Benda
Sesuai pasal 17 UUD 1945 memberikan Mati” yang tidak bisa menjelaskan (berbicara)
kewenangan kepada presiden untuk mengangkat sendiri, sehingga perlu diberi makna oleh subjek
para menteri dalam membantu tugas-tugas pembacanya. Dalam hal ini diperlukan metode
presiden, kemudian para menteri diberikan penelitian hukum (Mawar 2016). Menemukan
tanggungjawab untuk mengurus urusan-urusan hukum adalah permasalahan yang tidak akan
pemerintahan dalam bidang tertentu. Para menteri pernah selesai karena permasalahan-permasalahan
diposisikan sebagai orang yang mewakili presiden yang terjadi di masyarakat selalu muncul yang
dalam menjalankan urusan bidang tertentu tersebut. tidak selalu sama satu dengan yang lainnya,
Posisi menteri yang sangat strategis tersebut, sedangkan peraturan perundang-undangan tidak
menyebabkan kedudukan menteri dalam negara berubah. Menemukan hukum pada peristiwa
kesatuan yang berkedudukan di pusat lebih tinggi konkret yang merupakan penemuan hukum untuk
dibanding kedudukan gubernur dalam memberikan perlindungan hukum kepada
pemerintahan daerah. kewenangan pemerintahan masyarakat pencari keadilan ini ada berbagai
daerah pada dasarnya merupakan reduksi dari macam metode (Badriyah 2016).
pemerintahan pusat karena adanya desentralisasi. Menurut Sudikno Mertokusumo, metode
2. Ruang lingkup berlakunya peraturan penemuan hukum ini di lihat dari dua hal, yaitu:
menteri dan peraturan daerah. 1. Dalam hal peraturan perundang-undangannya
Mengingat kedudukan menteri sebagai tidak jelas, maka tersedia metode interpretasi atau
pembantu presiden yang beredudukan di penafsiran.
pemerintahan pusat, maka daya jangkau atau ruang 2. Dalam hal peraturannya tidak ada, maka tersedia
lingkup yang ditimbulkan peraturan menteri metode penalaran (redenering, reasioning,
berlaku secara nasional dan tidak ditujukan kepada argumentasi).
kepentingan satu daerah. Satu peraturan menteri Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa
mengikat seluruh daerah, artinya semua daerah berbagai metode interpretasi merupakan
mau tidak mau harus mengikuti apa yang telah argumentasi yang membenarkan formulasi
diatur oleh menteri. Sedangkan peraturan daerah (rumusan) suatu peraturan. Di samping itu metode
hanya berlaku secara lokal, apabila peraturan interpretasi itu dapat digunakan juga untuk
daerah provinsi, ya hanya berlaku untuk provinsi membenarkan analogi, a contrario dan

120
NOVUM : JURNAL HUKUM
Volume 7 Nomor 2, April 2020
e-ISSN 2442-4641

rechtservijining atau penyempitan hukum. menafsirkan peraturan perundangan-undangan


Penafsiran ini mulai berkembang sejak abad 19 tidak boleh menyimpang atau keluar dari sistem
yang sangat dipengaruhi pandangan Von Savigny perundang-undangan suatu negara.
dan memberikan batasan tentang penafsiran Sebagai contoh untuk memahami Pasal 1338
sebagai rekonstruksi pikiran yang tersimpul dalam KUHPerdata sebagai salah satu pasal dari kesatuan
undang-undang. Menurut Von Savigny penafsiran pasal-pasal dalam buku ketiga tentang perikatan,
ini tidak dapat digunakan secara bebas tetapi untuk jadi pasal itu tidak berdiri sendiri. Oleh karenanya,
berbagai kegiatan yang kesemuanya harus untuk mencari apa yang dimaksud dengan kata sah
dilaksanakan bersamaan untuk mencapai tujuan, atau lengkapnya “persetujuan yang dibuat dengan
yaitu penafsiran undang-undang (Badriyah sah”, maka dilihat juga pada pasal sebelumnya,
2016:16). Metode penafsiran/interpretasi menurut yaitu Pasal 1320 yang membahas mengenai syaraty
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo dibagi menjadi sahnya persetujuan atau perjanjian. Kemudian di
empat yaitu Interpretasi Gramatikal, Interpretasi dalam Pasal 1321 KUHPerdata dikatakan bukan
Sistematis, Interpretasi Historis, dan Interpretasi kesepakatan yang sah apabila kesepakatan itu
Teleologis (Badriyah 2016:16). terjadi karena kekhilafan, paksaan, atau penipuan.
Interpretasi gramatikal adalah menafsirkan Interpretasi historis adalah penafsiran makna
kata-kata atau istilah dalam perundang-undangan undang-undang menurut terjadinya dengan jalan
sesuai kaidah bahasa (hukum tata bahasa) yang meneliti sejarah, baik sejarah hukumnya maupun
berlaku. Bagi Pitlo, interpretasi gramatikal berarti, sejarah terjadinya undang-undang, dengan
kita semua mencoba menangkap arti sesuatu demikian ada dua pengertian yang mencakup
teks/peraturan menurut bunyi kata-katanya (Fauzan penafsiran historis yaitu penafsiran sejarah
2014). Hal ini dapat terbatas pada sesuatu yang perumusan undang-undang dan penafsiran sejarah
otomatis, yang tidak disadari, yang selalu kita hukum (Khalid 2014). Penafsiran yang pertama,
lakukan pada saat kita membaca, dan hasil memfokuskan diri pada latar belakang sejarah
interpretasinya bisa lebih mendalam dari teks perumusan naskah. Bagaimana perdebatan yang
aslinya. Sebuah kata dapat mempunyai berbagai terjadi ketika naskah itu hendak dirumuskan. Oleh
arti, misal dalam bahasa hukum dapat berarti lain karena itu yang dibutuhkan adalah kajian
jika dibandingkan dengan bahasa pergaulan. mendalam tentang notulen-notulen rapat, catatan
Penafsiran ini adalah yang utama dalam pribadi peserta rapat, tulisan-tulisan peserta rapat
mencari arti, maksud dan tujuan dari kata-kata atau yang tersedia baik dalam bentuk tulisan ilmiah
istilah yang digunakan dalam suatu kaidah hukum, maupun komentar tertulis yang pernah dibuat,
dengan memperhatikan apakah kata-kata ini kata otobiografi yang bersangkutan, hasil wawancara
kerja, kata benda, kata sifat, atau keadaan, kata yang dibuat oleh wartawan dengan yang
ganti, ataukah kata dasar, kata jadian, kata ulang, bersangkutan, atau wawancara khusus yang sengaja
kata majemuk, atau kata imbuhan dengan awalan dilakukan untuk keperluan menelaah peristiwa
sisipan dan akhiran, atau kata depan, dan yang bersangkutan. Penafsiran kedua, mencari
sebagainya (Fauzan 2014). Melacak asal kata makna yang dikaitkan dengan konteks
sangat penting, apalagi jika kata-kata itu kemasyarakatan masa lampau. Dalam pencarian
merupakan terjemahan dari kata asing, yang di makna tersebut juga kita merujuk pendapat-
dalam hukum perundangan Indonesia banyak pendapat pakar dari masa lampau, termasuk pula
berasal dan dipengaruhi kata-kata hukum Belanda. merujuk kepada norma-norma hukum masa lalu
Di samping itu, kata-kata tadi mengandung yang masih relevan (Khalid 2014).
konstruksi hukum tertentu yang berbeda dari Interpretasi teleologis yaitu apabila makna
pengertian umum. undang-undang ditetapkan berdasarkan tujuan
Interpretasi Sistematis adalah metode yang kemasyarakatannya (Priono and Novianto 2017).
menafsirkan peraturan perundang-undangan yang Dengan kata lain, hakim dapat menafsirkan
menghubungkan dengan peraturan hukum (undang- undang-undang sesuai dengan tujuan pembentuk
undang lain) atau dengan keseluruhan sistem undang-undang, sehingga tujuan lebih diperhatikan
hukum (Fauzan 2014:55). Hukum dilihat sebagai dari bunyi kata-katanya. Interpretasi teleologis
satu kesatuan atau sebagai sistem peraturan. Satu terjadi apabila makna undang-undang itu
peraturan tidak dilihat sebagai peraturan yang diterapkan berdasarkan tujuan kemasyarakatan.
berdiri sendiri, tetapi sebagai bagian dari satu Peraturan undang-undang disesuaikan dengan
sistem. Undang-undang merupakan bagian dari hubungan dan situasi sosial yang baru. Undang-
keseluruhan sistem perundang-undangan. Artinya undang yang sudah usang harus ditafsirkan dengan
tidak satu pun dari peraturan perundang-undangan berbagai cara dalam memecahkan perkara yang
tersebut dapat ditafsirkan seakan-akan ia berdiri tejadi sekarang. Melalui interpretasi ini berarti
sendiri, tetapi ia harus selalu dipahami dalam hakim dapat menyelesaikan adanya perbedaan atau
kaitannya dengan jenis peraturan yang lainnya. kesenjangan antara sifat positif dari hukum

121
NOVUM : JURNAL HUKUM
Volume 7 Nomor 2, April 2020
e-ISSN 2442-4641

(rechtspositivitez) dengan kenyataan hukum Astawa, I. Gede Pantja and Suprin Na’a. 2008.
(rechtswerkelijkheid), sehingga jenis interpretasi
Dinamika Hukum Dan Ilmu Perundang-
sosiologis dan telelogis menjadi sangat penting.
Undangan Di Indonesia. Bandung: PT.
PENUTUP
Alumni.
Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang dilakukan oleh Badriyah, Siti Malikhatun. 2016. Sistem Penemuan
penulis, berdasarkan dengan rumusan masalah dan
Hukum Dalam Masyarakat Prismatik.
pendekatan penelitian yang dilakukan, maka
penulis berkesimpulan sebagai berikut: Jakarta: Sinar Grafika.
Bahwa upaya sinkronisasi Peraturan Hukum di
Cintia, Indah, Madinar, and Himmah A’la Rufaida.
Tingkat Pusat hingga Daerah terkait Pengaturan
tentang Resi Gudang dapat menggunakan 2018. “Urgensi Sinkronisasi Dan
Interpretasi Sistematis, menurut pengertiannya
Harmonisasi Perancangan Peraturan
menggunakan metode yang menafsirkan peraturan
perundang-undangan yang menghubungkan dengan Perundang-Undangan Daerah.”
peraturan hukum (undang-undang lain) atau dengan
Fajar, Mukti and Yulianto Achmad. 2010.
keseluruhan sistem hukum. Dengan kata lain
bahwa suatu peraturan perundang-undangan dilihat Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan
sebagai satu kesatuan atau sebagai sistem hukum.
Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Artinya bahwa tidak satu pun dari peraturan
perundang-undangan tersebut dapat ditafsirkan Fauzan, M. 2014. Kaidah Penemuan Hukum
seakan-akan ia berdiri sendiri, tetapi ia harus selalu
Yurisprudensi Bidang Hukum Perdata.
dipahami dalam kaitannya dengan jenis peraturan
yang lainnya. Kaitannya dengan permasalahan ini Jakarta: KENCANA.
yaitu bahwa Peraturan Menteri yang dalam sistem
Febriansyah, Ferry Irawan. 2016. “Konsep
hukum mengenai Resi Gudang, ini menjadikan
Peraturan Menteri lahir dan mendapatkan kekuatan Pembentukan Peraturan Perundang-
hukum serta memiliki daya ikat. Kemudian bila
Undangan Di Indonesia.” PERSPEKTIF
dilihat kedudukan Menteri selaku pembuat
Peraturan Menteri ini memiliki tugas secara Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma
nasional sebagai pembantu presiden dalam bidang
Surabaya 21 No. 3.
pemerintahan, maka dapat disimpulkan aturan yang
dibuatnya juga berskala nasional. Maka dari itu, Hanitijo S, Ronny. 1990. Metodologi Penelitian
pengaturan yang dibuat oleh Menteri ini menjadi
Hukum Dan Jurimetri. Semarang: Ghalia
satu kesatuan sistem hukum di Indonesia yang
mengatur mengenai Resi Gudang. Apabila dilihat Indonesia.
secara hirarki seharusnya Peraturan Menteri juga
Hantoro, Novianto M. n.d. Sinkronisasi Dan
masuk ke dalamnya.
Harmonisasi Pengaturan Mengenai
Saran
Peraturan Daerah, Serta Uji Materi
1. Untuk mewujudkan tertib hukum dan
keseragaman dalam pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16
Peraturan Daerah baik Provinsi maupun
Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang
Kabupaten/Kota, sudah seharusnya setiap
Peraturan Daerah mencantumkan Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029.
Peraturan Menteri dalam Konsideran
Yogyakarta: Peneliti Madya Bidang Hukum
“mengingat”.
2. Perlu mengkaji ulang dan merevisi UU Tata Negara pada Pusat Pengkajian
No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Pengolahan Data dan Informasi Setjen DPR
Peraturan Perundang-Undangan untuk
memasukkan Peraturan Menteri dalam RI dan Azza Grafika.
suatu hirarki, agar tidak lagi terjadi
Indrati, Maria Farida. 2007. Ilmu Perundang-
perbedaan tafsir dan perdebatan tentang
derajat Peraturan Menteri dengan Undangan. Yogyakarta: PT. Kanisius.
Peraturan Daerah.
Khalid, Afif. 2014. “Penafsiran Hukum Oleh
DAFTAR PUSTAKA Hakim Dalam Sistem Peradilan Di

122
NOVUM : JURNAL HUKUM
Volume 7 Nomor 2, April 2020
e-ISSN 2442-4641

Indonesia.” Al’Adl Jurnal Hukum 6 No. 11.


Marzuki, Peter Mahmud. 2016. Penelitian Hukum
Edisi Revisi. Jakarta: Prenadamedia Group.
Mawar, Sitti. 2016. “Metode Penemuan Hukum
(Interpretasi Dan Konstruksi) Dalam Rangka
Harmonisasi Hukum.” Jurnal Justisia 1 No.
1.
Priono, Agus and Widodo T. Novianto. 2017.
“Penerapan Teori Penafsiran Hukum Oleh
Hakim Sebagai Upaya Perlindungan Hukum
Terhadap Notaris.” Jurnal Hukum Dan
Pembangunan Ekonomi 5 No. 2.
Rahardjo, Satjipto. 2012. Ilmu Hukum. Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti.
Ranggawidjaja, Rosjidi. 1987. Pengantar Ilmu
Perundang-Undangan. Jakarta: Bina Aksara.
Suteki. 2018. Metodologi Penelitian Hukum.
Depok: PT. Raja Grafindo Persada.
Tesano. 2015. “Hierarkhisitas Kedudukan
Peraturan Menteri Dengan Peraturan Daerah
Dalam Sistem Peraturan Perundang-
Undangan Di Tinjau Dari Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011.” Universitas
Tanjungpura Pontianak.
Widiarto, Aan Eko. 2019. “Implikasi Hukum
Pengaturan Hukum Acara Mahkamah
Konstitusi Dalam Bentuk Peraturan
Mahkamah Konstitusi.” Jurnal Konstitusi 16
No. 1.
Wijayanti, Septi Nur. 2016. “Hubungan Antara
Pusat Dan Daerah Dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia Berdasarkan Undang-
Undang Nomor. 23 Tahun 2014.” Jurnal
Media Hukum 23:188.

123

Anda mungkin juga menyukai