Anda di halaman 1dari 15

Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)

ILMU PERUNDANG-
UNDANGAN
sebelum uts
intro

latar belakang
Sebagai negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat), dibutuhkan campur tangan
negara dalam bidang hukum, sosial, politik, ekonomi, budaya, lingkungan hidup, serta
pertahanan dan keamanan, demi mencapai kesejahteraan umum, yang diwujudkan
dalam bentuk peraturan-peraturan.

Dalam sejarah Indonesia, telah terjadi perubahan sistem hukum dan perundang-
undangan di Indonesia:
1. Perubahan UUD 1945, pertama pada 19 Oktober 1999, kedua 18 Agustus 2000,
ketiga 9 November 2001, dan keempat 10 Agustus 2002.
2. Perubahan UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah, yang diganti
oleh UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir diganti
pula oleh UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
3. Dibentuknya UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan yang diganti oleh UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.

importance
Ilmu perundang-undangan mendorong fungsi pembentukan peraturan perundang-
undangan sebagai pendorong perubahan dalam kehidupan masyarakat di dalam negara
yang berdasar atas hukum modern, juga menunjukkan adanya perkembangan hukum
untuk menghadapi kebutuhan masyarakat yang semakin berkembang.

pembentukan norma (kodifikasi dan modifikasi)

1
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)

Kodifikasi
Kodifikasi refers to perumusan hukum dari nilai dan norma yang sudah mengendap dan
berlaku di masyarakat. Artinya, norma-norma tersebut dituliskan dalam suatu naskah
dan ditetapkan menjadi peraturan perundang-undangan (formil), baik sebagai proses
maupun sebagai produk dari proses itu.

Di PIH kita belajar kalau kodifikasi adalah pembentukan hukum atau peraturan dengan
cara menyatukan aturan hukum sejenis ke dalam satu kitab, berarti aturannya sudah
ada, bukan membentuk. Dari nilai dan norma masyarakat yang tidak tertulis, dituliskan
menjadi naskah, yang disatukan ke dalam satu kitab yang diatur menurut bidang hukum
sejenis.

Aturan hukum Indonesia yang sudah dikodifikasi: KUHP, KUH Perdata, KUHD.

Pembentukan kodifikasi membutuhkan waktu yang lama karena suatu norma baru
dapat diadopsi negara sebagai peraturan setelah norma tersebut ajeg di masyarakat;
jangka waktunya bisa memakan puluhan tahun.

Thus, saat kodifikasinya ada, peraturan itu secara efektif sudah berlaku, masyarakat
tinggal menaatinya karena sudah terbiasa.

Kelemahan kodifikasi terlihat apabila negaranya heterogen, seperti kita, di mana cara
mewaris tidak dapat dikodifikasi karena antara masing-masing adat berbeda (bilateral,
matrilineal, patrilineal).

Contoh UU yang dibentuk secara kodifikasi berdasarkan adat: UU Perkawinan dan UU


Agraria.

Modifikasi
Modifikasi merupakan bentuk campur tangan sosial yang dilakukan oleh pembentuk
undang-undang untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan negara, demi memberi bentuk
bagi tindakan politik yang menentukan arah perkembangan nilai-nilai tersebut.

Peraturan modifikasi adalah:


a) peraturan perundang-undangan yang menetapkan peraturan-peraturan yang
baru diakui sebagai peraturan hukum melalui penetapan oleh undang-undang;
dan,
b) peraturan perundang-undangan yang mengubah hubungan-hubungan sosial.

Kalau kodifikasi membakukan pendapat hukum yang berlaku, modifikasi


mengubah pendapat hukum yang berlaku.

Roscoe Pond: hukum adalah alat rekayasa sosial masyarakat.

Dengan adanya modifikasi, diharapkan undang-undang tidak lagi out-of-date dan tetap
berlaku sesuai dengan perkembangan masyarakat.

Pembentukan peraturan dengan cara modifikasi menawarkan nilai dan norma yang
baru kepada masyarakat.

2
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)

Tujuan utama pembentukan undang-undang bukan lagi menciptakan kodifikasi bagi


norma-norma dan nilai-nilai kehidupan yang sudah mengendap dalam masyarakat,
akan tetapi tujuan utama pembentukan undang-undang adalah menciptakan modifikasi
atau perubahan dalam kehidupan masyarakat.

ilmu pengetahuan perundang-undangan


Terjemahan dari gesetzbungswissenschaft atau science of legislation, merupakan ilmu yang
mempelajari tentang pembentukan peraturan negara.

Pencetus:
- Peter Noli (1973), gesetzgebungslehre
- Jurgen Roodig (1975), wetgevingsleer atau wetgevingskunde
- WG van der Welden, wetgevingstheorie
- A. Hamid S. Attamimi (1975), ilmu pengetahuan perundang-undangan

Ilmu pengetahuan perundang-undangan secara garis besar dibagi menjadi dua bagian
besar:
1. Teori Perundang-undangan: berorientasi pada mencari kejelasan dan kejernihan
makna atau pengertian-pengertian dan bersifat kognitif.
2. Ilmu Perundang-undangan: berorientasi pada melakukan perbuatan dalam hal
pembentukan peraturan perundang-undangan dan bersifat normatif.

peristilahan
Definisi perundang-undangan beragam, ada yang mendefinisikannya sebagai proses
pembentukan peraturan negara, ada yang mendefinisikannya sebagai segala peraturan
negara yang merupakan hasil pembentukan peraturan (Juridisch woordenboek dan UU No.
12 Tahun 2011).

Pengertian wetgeving (perundang-undangan) dalam Juridisch woordenboek diartikan


sebagai berikut:
1. Perundang-undangan merupakan proses pembentukan atau proses membentuk
peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun daerah.
2. Perundang-undangan adalah segala peraturan negara yang merupakan hasil
pembentukan peraturan, baik di tingkat pusat maupun daerah.

3
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)

Menurut Bagir Manan, pengertian peraturan perundang-undangan ialah sebagai


berikut:
1. Setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat atau lingkungan jabatan yang
berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat umum.
2. Merupakan aturan-aturan tingkah laku yang berisi ketentuan-ketentuan
mengenai hak, kewajiban, fungsi, status, atau suatu tatanan.
3. Merupakan peraturan yang mempunyai ciri-ciri umum-abstrak atau abstrak-
umum.

Pasal 1 angka 2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


undangan:

“Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma


hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam
Peraturan Perundang-undangan.”

Ada beberapa unsur peraturan perundang-undangan:


• Keputusan tertulis
• Dibentuk lembaga negara atau pejabat yang berwenang
• Mengikat umum

Maka, pembahasan perundang-undangan akan mencakup pembahasan tentang:


• Proses pembentukan peraturan negara
• Pembahasan seluruh peraturan negara yang merupakan hasil pembentukan
peraturan negara

Hukum yang berlaku di Indonesia:


1. Hukum tidak tertulis
i.e. hukum kebiasaan atau hukum adat.
2. Hukum tertulis
a. Berlaku umum
b. Mengikat orang banyak
c. Punya lingkup laku wilayah manusia, wilayah ruang, wilayah waktu yang
lebih luas

norma hukum

pengertian
Norma adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya
dengan sesamanya ataupun dengan lingkungannya. “Norma” ialah istilah dari bahasa
Latin; Arabic counterpart “kaidah”; Indonesian counterpart “pedoman/patokan/aturan”.

Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka mengemukakan bahwa kaidah adalah


patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperilaku atau bersikap tindak dalam
hidup. Apabila ditinjau bentuk hakikatnya, maka kaidah merupakan perumusan suatu
pandangan mengenai perikelakuan atau sikap tindak.

Suatu norma baru ada apabila terdapat lebih dari satu orang karena norma pada
dasarnya mengatur tata cara bertingkah laku seseorang terhadap orang lain atau
terhadap lingkungannya.
4
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)

Norma hukum itu dapat dibentuk secara tertulis amupun tidak tertulis oleh lembaga-
lembaga yang berwenang membentuknya, sedangkan norma moral, adat, agama, dan
lainnya terjadi secara tidak tertulis, tetapi tumbuh dan berkembang dari kebiasaan-
kebiasaan yang ada dalam masyarakat.

statika dan dinamika sistem norma


1. Sistem norma yang statik adalah sistem yang melihat pada isi norma. Suatu
norma umum dapat ditarik menjadi norma-norma khusus, atau norma-norma
khusus itu dapat ditarik dari suatu norma yang umum.
Contoh norma yang statik:
• Norma hendaknya menghormati orang tua dapat dirinci menjadi kewajiban
membantu orang tua saat kesusahan atau merawat saat sedang sakit.
2. Sistem norma yang dinamik adalah sistem norma yang melihat pada berlakunya
suatu norma atau dari cara pembentukannya atau penghapusannya. Menurut
Hans Kelsen, norma itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu
susunan hierarki. Dalam sistem norma yang dinamik, ada norma dasar
(grundnorm/basic norm/fundamental norm) yang merupakan norma yang tertinggi
yang berlakunya tidak bersumber dan tidak berdasar pada norma yang lebih
tinggi lagi, tetapi secara ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat.

Menurut Hans Kelsen, hukum termasuk dalam sistem norma yang dinamik karena
hukum selalu dibentuk dan dihapus oleh lembaga-lembaga atau otoritas-otoritas yang
berwenang membentuk atau menghapusnya, sehingga dalam hal ini tidak dilihat dari
segi isi, tetapi dari segi berlaku atau pembentukannya.

dinamika norma hukum vertikal dan horizontal


Dinamika norma hukum vertikal adalah dinamika yang berjenjang dari atas ke bawah
atau dari bawah ke atas. Dalam dinamika ini, norma hukum berlaku, bersumber, dan
berdasar pada norma hukum di atasnya, so on and so forth.

Dinamika vertikal di Indonesia, dari paling dasar:


1. Pancasila – grundnorm
2. Batang Tubuh UUD 1945
3. Ketetapan MPR
4. Undang-Undang
5. dst.

Dinamika norma hukum horizontal adalah dinamika yang bergeraknya tidak ke atas
atau ke bawah, tetapi ke samping. Dinamika ini tidak membentuk suatu norma hukum
yang baru, tetapi bergerak ke samping karena adanya analogi, yaitu penarikan suatu
norma hukum untuk kejadian yang dianggap serupa.
Contoh: pencurian listrik. Technically nggak ada benda fisik yang diambil, tapi
akhirnya listrik dianalogikan sebagai benda and thus pasal pencurian applies.

perbedaan norma hukum dan norma lainnya


1. Suatu norma hukum bersifat heteronom, dalam arti datangnya dari luar diri
seseorang. Norma lain sifatnya otonom, dalam arti datangnya dari dalam diri
seseorang.

5
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)

2. Suatu norma hukum dapat dilekati dengan sanksi pidana atau pemaksa secara
fisik, sedangkan norma lainnya tidak dapat dilekati oleh sanksi pidana atau
pemaksa secara fisik.
3. Dalam norma hukum, sanksi pidana atau pemaksa itu dilaksanakan oleh aparat
negara, sedangkan dalam pelanggaran norma lainnya sanksi itu datang dari diri
sendiri.

pembatasan-pembatasan norma
Norma Hukum Umum dan Individual
Norma hukum umum adalah suatu norma hukum yang ditujukan untuk orang banyak
umum dan tidak tertentu.

Contoh:
- Barang siapa …
- Setiap orang …
- Setiap warga negara …

Norma hukum individual adalah norma hukum yang ditujukan atau dialamatkan pada
seseorang, beberapa orang atau banyak orang yang telah tertentu.

Contoh:
- Syafei bin Muhammad Sukri yang bertempat tinggal di Jalan Flamboyan Nomor 10
Jakarta …
- Para pengemudi bis kota Mayasari Bakti jurusan Blok M – Rawamangun yang beroperasi
antara jam 7.00 sampai jam 8.00 pagi pada tanggal 1 Oktober 2006 …

Norma Hukum Abstrak dan Konkret


Norma hukum abstrak adalah suatu norma hukum yang melihat pada perbuatan
seseorang yang tidak ada batasnya dalam arti tidak konkret.

Contoh:
- …mencuri…
- …membunuh…
- …menebang pohon…

Norma hukum konkret adalah suatu norma hukum yang melihat perbuatan seseorang
secara lebih nyata (konkret).

Contoh:
- …mencuri mobil Datsun berwarna merah yang parkir di depan toko Sarinah…
- …membunuh Badu dengan parang…
- …menebang pohon mahoni di pinggir Jalan Sudirman…

Ada empat kombinasi dengan sifat norma hukum yang umum-individual dan abstrak-
konkret:
a. Norma hukum umum-abstrak
Norma hukum yang ditujukan untuk umum dan perbuatannya masih bersifat
abstrak. Contoh:
- Setiap warga negara dilarang mencuri.
- Setiap orang dilarang membunuh sesama.
- Setiap petani dilarang menebang pohon di hutan.

6
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)

b. Norma hukum umum-konkret


Norma hukum yang ditujukan untuk umum dan perbuatannya sudah tertentu.
Contoh:
- Setiap orang dilarang mencuri mobil Datsun merah yang diparkir di depan toko
Sarinah.
- Setiap orang dilarang membunuh Badu dengan parang.
- Setiap orang dilarang menebang pohon mahoni di pinggir Jalan Sudirman.
c. Norma hukum individual-abstrak
Norma hukum yang ditujukan untuk seseorang atau orang-orang tertentu dan
perbuatannya bersifat abstrak. Contoh:
- Badu yang bertempat tinggal di Jalan Mangga Nomor 15 Jakarta dilarang mencuri.
- Polan bin Ali penduduk Kampung Pinggir RT 01 RW 08 dilarang membunuh.
d. Norma hukum individual-konkret
Norma hukum yang ditujukan untuk seseorang atau orang-orang tertentu dan
perbuatannya bersifat konkret. Contoh:
- Sdr. Syafei, umur 25 tahun, alamat Jalan Flamboyan Nomor 12 Jakarta, wajib
memakai baju dinas.
- Badu, umur 20 tahun, dilarang merokok di kantor tempat ia bekerja.

Norma Hukum Yang Terus-Menerus dan Yang Sekali-Selesai


Norma hukum yang berlaku terus-menerus adalah norma hukum yang berlakunya
tidak dibatasi oleh waktu, jadi dapat berlaku kapan saja secara terus-menerus, sampai
peraturan itu dicabut atau diganti dengan peraturan yang baru. Contohnya peraturan-
perundang-undangan.

Norma hukum yang berlaku sekali-selesai adalah norma hukum yang berlakunya
hanya satu kali saja dan setelah itu selesai, jadi sifatnya hanya menetapkan saja, sehingga
dengan adanya penetapan itu norma hukum tersebut selesai. Contohnya penetapan
untuk membangun rumah atau keputusan mengenai penetapan seorang Aparat Sipil
Negara.

Berdasarkan pembatasan-pembatasan tersebut, maka norma hukum yang termasuk


dalam peraturan perundang-undangan adalah norma hukum yang bersifat umum-
abstrak dan berlaku terus-menerus, sedangkan norma hukum yang bersifat individual-
konkret dan sekali-selesai merupakan keputusan yang bersifat penetapan.

Norma Hukum Tunggal dan Berpasangan


Norma hukum tunggal adalah suatu norma hukum yang berdiri sendiri dan tidak
diikuti oleh suatu norma hukum lainnya, jadi isinya hanya merupakan suatu suruhan
(das sollen) tentang bagaimana orang hendaknya bertindak atau bertingkah laku.

Norma hukum berpasangan terdiri atas dua norma hukum:


a. Norma hukum primer adalah norma hukum yang berisi aturan/patokan
bagaimana cara seseorang harus berperilaku dalam masyarakat. Termasuk das
sollen.
b. Norma hukum sekunder adalah norma hukum yang berisi tata cara
penanggulangan apabila norma hukum primer tidak dipenuhi atau tidak
dipatuhi Juga termasuk das sollen.

Dalam kenyataannya, tidak semua norma hukum primer selalu diikuti dengan
norma hukum sekunder.

7
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)

Hubungan antara norma hukum primer dan sekunder bukan hubungan sebab-
akibat, tetapi hubungan pertanggungjawaban perbuatan, karena seseorang yang
melakukan suatu perbuatan yang dikenakan pidana hanya dapat dijatuhi sanksi
pidana sebatas apa yang dipertanggungjawabkan terhadap perbuatan tersebut.

Selain itu, norma hukum yang selalu dirumuskan dalam norma hukum tunggal adalah
norma hukum yang secara hierarkis berada di atas peraturan perundang-undangan,
yaitu norma hukum yang berupa Norma Dasar Negara dan Aturan Dasar
Negara/Aturan Pokok Negara. Perumusan tersebut terjadi karena Norma Dasar Negara
atau Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara bukan termasuk jenis peraturan
perundang-undangan yang dapat dilekati sanksi pidana atau pemaksa.

norma hukum dalam peraturan perundang-undangan


Menurut DWP Ruiter, peraturan perundang-undangan mengandung tiga unsur:
1. Norma hukum
Sifat norma hukum dalam peraturan perundang-undangan dapat berupa:
a. Perintah (gebod);
b. Larangan (verbod);
c. Pengizinan (toestemming); dan
d. Pembebasan (vrijstelling).
2. Berlaku ke luar
Norma hanya ditujukan kepada rakyat, baik dalam hubungan antar sesamanya,
maupun antara rakyat dan pemerintah. Norma yang mengatur hubungan antar
bagian organisasi pemerintahan dianggap bukan norma yang sebenarnya dan
hanya dianggap norma organisasi.
3. Bersifat umum dalam arti luas
Terdapat pembedaan antara norma yang umum dan individual serta antara
norma yang abstrak dan konkret. Perundang-undangan termasuk dalam umum-
abstrak.

Ruiter menganggap bahwa semua norma, termasuk norma hukum, mengandung unsur-
unsur:
a. Cara keharusan berperilaku/operator norma;
b. Seorang atau sekelompok orang addressat/subjek norma;
c. Perilaku yang dirumuskan/objek norma; dan
d. Syarat-syaratnya/kondisi norma.

daya laku dan daya guna


Suatu norma berlaku karena memiliki daya laku (validitas) atau karena mempunyai
keabsahan. Daya laku ini ada apabila norma itu dibentuk oleh norma yang lebih tinggi
atau oleh lembaga yang berwenang membentuknya.

Dalam pelaksanaannya, berlakunya suatu norma karena adanya daya laku dihadapkan
pula pada daya guna (efficacy) dari norma tersebut. Dapat dilihat apakah suatu norma
itu berdaya guna secara efektif atau tidak or in other words, ditaati atau tidak.

Dapat terjadi bahwa suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tidak


berdaya guna walaupun peraturan tersebut masih berdaya laku.

8
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)

norma hukum dalam negara

hierarki norma hukum


Stufentheorie – Hans Kelsen

Hans Kelsen berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan


berlapis-lapis dalam suatu hierarki. Norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan
berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi itu berlaku, bersumber,
dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, hingga sampai pada norma dasar
(grundnorm).

Norma dasar merupakan norma tertinggi dalam suatu sistem, karena norma dasar
ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat, thus pre-supposed.

struktur norma dan struktur lembaga


Norm structure and institutional structure – Benjamin Akzin

Akzin berpendapat bahwa pembentukan norma hukum publik berbeda dengan


pembentukan norma hukum privat. Apabila melihat struktur norma, hukum publik
berada di atas hukum privat, sedangkan apabila dilihat dari struktur lembaga, lembaga
negara (public authorities) terletak di atas masyarakat. Dalam pembentukannya, norma
hukum publik dibentuk oleh lembaga negara, sedangkan norma hukum privat biasanya
selalu sesuai dengan kehendak atau keinginan masyarakat.

hierarki norma hukum negara


Die Theorie vom Stufennordnung der Rechtsnormen – Hans Nawiansky

Nawiansky merupakan murid Kelsen. Ia berpendapat bahwa selain norma berlapis-lapis


dan berjenjang-jenjang, norma hukum dari suatu negara itu juga berkelompok-
kelompok. Pengelompokan norma hukum suatu negara terdiri atas empat kelompok
besar:
1. Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara)
2. Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara)
3. Formell Gesetz (Undang-Undang ‘formal’)
4. Verordnung & Autonome Satzung (Aturan Pelaksana & Aturan Otonom)

Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm)


Norma hukum tertinggi dan merupakan kelompok pertama dalam hierarki norma
hukum negara adalah Staatsfundamentalnorm. Sebagai norma tertinggi,
staatsfundamentalnorm tidak dibentuk oleh norma yang lebih tinggi lagi, tetapi bersifat
pre-supposed atau ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat dalam suatu negara dan
merupakan norma yang menjadi tempat bergantungnya norma-norma hukum di
bawahnya.

Nawiasky menyatakan isi staatsfundamentalnorm ialah norma yang menjadi dasar bagi
pembentukan konstitusi atau undang-undang dasar dari suatu negara (Staatsverfassung),
termasuk norma pengubahannya. Staatsfundamentalnorm suatu negara merupakan
landasan dasar filosofisnya yang mengandung kaidah dasar bagi pengaturan negara
lebih lanjut.

9
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)

Di Indonesia: Pancasila.

Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara (Staatsgrundgesetz)


Norma-norma dari aturan dasar negara merupakan aturan-aturan yang masih bersifat
pokok dan merupakan aturan-aturan umum yang bersifat garis besar, sehingga masih
merupakan norma hukum tunggal. Aturan dasar negara ini merupakan landasan bagi
pembentukan Undang-Undang dan peraturan lainnya yang lebih rendah.

Di Indonesia: Batang Tubuh UUD 1945.


Dulu Ketetapan MPR termasuk, tapi sejak berlakunya Perubahan UUD 1945, Ketetapan
MPR bukan lagi bersifat peraturan karena tidak ada kewenangan menetapkan garis
besar haluan negara.

Selain Batang Tubuh UUD 1945, ada pul aturan dasar negara berbentuk hukum dasar
tidak tertulis atau Konvensi Ketatanegaraan yang tumbuh dan terpelihara dalam
masyarakat. Hal ini dilindungi dalam Penjelasan Umum Angka I UUD 1945.

Hukum dasar yang tidak tertulis contohnya adanya kebiasaan Pidato Kenegaraan
Presiden setiap tanggal 16 Agustus.

Undang-Undang ‘Formal’
Norma-norma hukum dalam undang-undang ini bukan hanya norma hukum yang
bersifat tunggal, tetapi juga dapat merupakan norma hukum yang berpasangan,
sehingga terdapat norma hukum sekunder di samping norma hukum primernya,
dengan demikian dalam suatu Undang-Undang dapat dicantumkan norma yang bersifat
sanksi, baik pidana atau pemaksa.

Peraturan Pelaksanaan dan Peraturan Otonom (Verordnung & Autonome Satzung)


Peraturan Pelaksanaan dan Peraturan Otonom ini merupakan peraturan-peraturan yang
terletak di bawah undang-undang yang berfungsi menyelenggarakan ketentuan-
ketentuan dalam undang-undang. Peraturan Pelaksanaan bersumber dari kewenangan
delegasi, sedangkan Peraturan Otonom bersumber dari kewenangan atribusi.

Delegasi kewenangan dalam pembentukan Peraturan Pelaksaan adalah pelimpahan


kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah, baik pelimpahan dinyatakan dengan tegas maupun tidak.
Kewenangan delegasi tidak diberikan, melainkan “diwakilkan”, dan bersifat sementara.
Contoh:
1) Pasal 5 ayat (2) UUD 1945: “Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk
menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.”
2) Pasal 146 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah: “Untuk
melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan, Kepala
Daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah.”

Atribusi kewenangan dalam pembentukan Peraturan Otonom adalah pemberian


kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh Grondwet
(UUD) atau wet (UU) kepada suatu lembaga/pemerintahan, melekat terus-menerus, dan
dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap diperlukan sesuai dengan batas-batas
yang diberikan.

10
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)

Contoh:
1) Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 memberikan kewenangan kepada Presiden untuk
membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang jika terjadi “hal
ihwal kepentingan yang memaksa.”
2) Pasal 136 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan
kewenangan kepada Pemda untuk membentuk Perda dengan sanksi pidana
setinggi-tingginya 6 bulan kurungan dan denda sebanyak-banyaknya
Rp50.000.000,00.

persamaan dan perbedaan kelsen v nawiasky


Kelsen (Teori Jenjang Norma) Nawiasky (Teori Jenjang Norma
Hukum)
Persamaan Keduanya menyebutkan bahwa norma itu berjenjang-jenjang dan
berlapis-lapis, as in norma itu berlaku, bersumber, dan berdasar pada
norma di atasnya, terus-menerus hingga sampai pada norma tertinggi
hingga tidak dapat lagi ditelusuri sumber dan asalnya, kepada yang
bersifat pre-supposed.
Perbedaan 1. Tidak ada pengelompokan 1. Norma-norma dikelompokkan
norma. menjadi 4.
2. Jenjang norma dibahas secara 2. Dibahas secara khusus, yakni
umum, dalam arti berlaku dihubungkan kepada negara.
untuk semua jenjang norma 3. Penyebutan Norma Dasar
(termasuk norma hukum Negara bukan sebagai
negara). ‘Staatsgrundnorm’, tetapi
‘Staatsfundamentalnorm’, atas
alasan bahwa grundnorm tidak
memiliki kecenderungan untuk
berubah.

sistem norma hukum di indonesia

sistem norma hukum Indonesia menurut uud 1945


Indonesia menerapkan cerminan dari teori jenjang norma (Stufentheorie) dari Hans
Kelsen dan teori jenjang norma hukum (die Theorie von Stufentordnung der Rechtsnormen)
dari Hans Nawiasky dalam sistem norma hukum Indonesia.

Dalam sistem norma hukum Indonesia, Pancasila merupakan Norma Fundamental


Negara (Staatsfundamentalnorm) yang merupakan norma hukum yang tertinggi,
kemudian secara berturut-turut dikuti oleh Badan Tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR,
dan hukum dasar tidak tertulis/konvensi ketatanegaraan sebagai Aturan Dasar
Negara/Aturan Pokok Negara (Staatsgrundgesetz), Undang-Undang (formell Gesetz),
serta Peraturan Pelaksanaan dan Peraturan Otonom (Verordnung & Autonome Satzung)
yang dimulai dari Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, dan
peraturan pelaksanaan serta peraturan otonom lainnya.

hubungan antara pancasila dan uud 1945


Dalam Penjelasan UUD 1945 angka III:

“Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang


Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum
11
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)

(Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis
(Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.

Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya.”

Kedudukan Pembukaan UUD 1945 lebih utama daripada Batang Tubuh UUD 1945
karena Pembukaan UUD 1945 memuat Pancasila sebagai pokok-pokok pikiran. Sebagai
sumber penciptaan pasal-pasal Batang Tubuh UUD 1945, Pancasila merupakan Norma
Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm) dan Batang Tubuh UUD merupakan
Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara (Verfassungnorm).

Penjelasan UUD 1945 angka III juga menyebutkan ‘cita-cita hukum (Rechtsidee)’. Istilah
ini menurut A. Hamid S. Attamimi lebih tepat diterjemahkan sebagai ‘cita hukum’,
karena ‘cita-cita’ berarti keinginan, kehendak, atau suatu harapan, sedangkan ‘cita’
berarti gagasan, rasa, cipta, pikiran.

Pancasila berfungsi sebagai Norma Fundamental Negara dan sekaligus sebagai Cita
hukum, menjadi sumber dan dasar serta pedoman bagi Batang Tubuh UUD 1945 sebagai
Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara serta peraturan perundang-undangan
lainnya.

hubungan uud 1945 dan ketetapan mpr


Sebelum Perubahan UUD 1945
Ketetapan MPR merupakan norma-norma hukum yang masih bersifat umum dan garis
besar serta masih merupakan norma tunggal, jadi belum dilekati oleh sanksi pidana
maupun sanksi pemaksa. Secara hierarkis, UUD 1945 lebih tinggi dari Ketetapan MPR,
walaupun keduanya dibentuk oleh lembaga yang sama. That created a debate.

Tiga fungsi MPR dapat dibedakan dalam dua kualitas:


Fungsi I : Menetapkan UUD
Fungsi II a : Menetapkan garis-garis besar daripada Haluan negara
II b : Memilih Presiden dan Wakil Presiden

Fungsi MPR yang pertama berkedudukan lebih utama dibanding fungsi keduanya,
karena dalam fungsi pertama, MPR menjadi konstituante, yaitu menetapkan UUD yang
dilaksanakan apabila negara benar-benar menghendaki, sedangkan dalam fungsi kedua
itu dilaksanakan dengan teratur dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

Kedudukan UUD 1945 di atas Ketetapan MPR lebih jelas dilihat apabila dikaji dengan
teori Pengikatan Diri (Selbtsbindungtheorie) dari Georg Jelinek. Secara teori, MPR
memiliki kualitas utama konstituante pertama-tama menjalankan fungsi pertamanya,
yakni menetapkan UUD. Setelah UUD terbentuk, baru MPR mengikatkan diri kepada
ketentuan UUD yang telah ia bentuk. Lalu, dalam melaksanakan fungsinya yang kedua,
MPR tunduk pada aturan yang ditentukan dalam UUD.

Kedudukan MPR juga dapat dilihat dari perubahan UUD, tercantum dalam Pasal 37
UUD 1945:

“(1) Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada


jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir.
(2) Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah
anggota yang hadir.”
12
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)

Perubahan UUD juga harus memenuhi ketentuan Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983
tentang Referendum, Pasal 2:

“Apabila Majelis Permusyawaratan Rakyat berkehendak untuk merubah Undang-


Undang Dasar 1945, terlebih dahulu harus meminta pendapat rakyat melalui
Referendum.”

Dalam hal menetapkan, mengubah, atau mencabut UUD, ada syarat yang berat,
sedangkan bagi Ketetapan MPR, tidak ada syarat seberat itu. Kedudukan UUD 1945
lebih tinggi dari Ketetapan MPR, tetapi keduanya dianggap Aturan Dasar
Negara/Aturan Pokok Negara. Bedanya, UUD 1945 menjadi sumber dan dasar dari
norma-norma Ketetapan MPR. Ketetapan MPR memiliki fungsi untuk mengatur lebih
lanjut ketentuan dalam UUD 1945.

Setelah Perubahan UUD 1945


Fungsi MPR:
Fungsi I : Mengubah dan menetapkan UUD
Fungsi II : Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden
Fungsi III a : Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut UUD
III b : Memilih Wakil Presiden (dalam hal terjadi kekosongan)
III c : Memilih Presiden dan Wakil Presiden (dalam hal terjadi ke-
kosongan)

Perubahan fungsi ini diatur dalam UUD 1945 Amandemen (jumlah asterisk denotes perubahan
keberapa):

Pasal 3
“(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan
Undang-Undang Dasar. ***)
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil
Presiden. ***/****)
(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang
Dasar. ***/****)”

Pasal 8
“(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis
masa jabatannya. ***)
(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu
enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk
memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden. ***)
(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak
dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana
tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri
Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu,
Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih
Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon
Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya. ****)”

13
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)

Pasal 37
“(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan
dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-
kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang- Undang Dasar diajukan secara
tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta
alasannya. ****)
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang- Undang Dasar dilakukan dengan
persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari
seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat
dilakukan perubahan. ****)”

hubungan pancasila, uud 1945, dan ketetapan mpr


1. Pancasila (Staatsfundamentalnorm)
sebagai dasar pembentuk
2. UUD 1945 (Verfassungnorm)
sebagai dasar pembentuk
3. Ketetapan MPR (Grundgesetznorm) dan Undang-Undang (Gesetznorm)

hubungan norma hukum dasar dan norma perundang-undangan


Penjelasan UUD 1945, Angka IV:

“Maka telah cukup jikalau Undang-Undang Dasar hanya memuat aturan-aturan


pokok, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan
lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan
kesejahteraan sosial. Terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum
dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedang aturan- aturan
yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang
lebih mudah caranya membuat, merubah, dan mencabut.”

Aturan Pokok Negara yang tercantum dalam UUD 1945 dapat diperluas atau diatur
lebih lanjut dalam Undang-Undang yang lebih mudah caranya membuat, mengubah,
dan mencabut.

Apabila dilihat dari sifat norma hukumnya, dalam Hukum Dasar masih mencakup
norma hukum tunggal, mengatur hal-hal umum dan secara garis besar, belum berlaku
langsung secara umum. Berbeda dengan norma hukum dalam peraturan perundang-
undangan, di mana norma-norma hukum itu lebih konkret, lebih jelas, dan sudah dapat
langsung berlaku mengikat umum, bahkan dapat dilekati sanksi pidana dan pemaksa.

Ada yang berpendapat bahwa Penjelasan UUD 1945 sudah tidak berlaku lagi by virtue of
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 Amandemen, tetapi secara kajian Perundang-
undangan pendapat ini tidak tetap karena ketentuan Pasal II Aturan Tambahan tersebut
tidak menyatakan pencabutan secara tegas terhadap Penjelasan UUD. Selain itu,
Penjelasan adalah interpretasi yang merupakan satu kesatuan dengan ketentuan yang
dijelaskan dan bukan norma yang berbeda.

14
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)

Agar norma-norma hukum yang terdapat dalam Hukum Dasar/Verfassungnorm dapat


berlaku sebagaimana mestinya, maka norma-norma hukum itu harus terlebih dahulu
dituangkan ke dalam Peraturan Perundang-undangan (Gesetzgebungsnorm) karena
norma hukumnya bersifat umum dan dapat mengikat seluruh warga negara.

15

Anda mungkin juga menyukai