ILMU PERUNDANG-
UNDANGAN
sebelum uts
intro
latar belakang
Sebagai negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat), dibutuhkan campur tangan
negara dalam bidang hukum, sosial, politik, ekonomi, budaya, lingkungan hidup, serta
pertahanan dan keamanan, demi mencapai kesejahteraan umum, yang diwujudkan
dalam bentuk peraturan-peraturan.
Dalam sejarah Indonesia, telah terjadi perubahan sistem hukum dan perundang-
undangan di Indonesia:
1. Perubahan UUD 1945, pertama pada 19 Oktober 1999, kedua 18 Agustus 2000,
ketiga 9 November 2001, dan keempat 10 Agustus 2002.
2. Perubahan UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah, yang diganti
oleh UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir diganti
pula oleh UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
3. Dibentuknya UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan yang diganti oleh UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
importance
Ilmu perundang-undangan mendorong fungsi pembentukan peraturan perundang-
undangan sebagai pendorong perubahan dalam kehidupan masyarakat di dalam negara
yang berdasar atas hukum modern, juga menunjukkan adanya perkembangan hukum
untuk menghadapi kebutuhan masyarakat yang semakin berkembang.
1
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
Kodifikasi
Kodifikasi refers to perumusan hukum dari nilai dan norma yang sudah mengendap dan
berlaku di masyarakat. Artinya, norma-norma tersebut dituliskan dalam suatu naskah
dan ditetapkan menjadi peraturan perundang-undangan (formil), baik sebagai proses
maupun sebagai produk dari proses itu.
Di PIH kita belajar kalau kodifikasi adalah pembentukan hukum atau peraturan dengan
cara menyatukan aturan hukum sejenis ke dalam satu kitab, berarti aturannya sudah
ada, bukan membentuk. Dari nilai dan norma masyarakat yang tidak tertulis, dituliskan
menjadi naskah, yang disatukan ke dalam satu kitab yang diatur menurut bidang hukum
sejenis.
Aturan hukum Indonesia yang sudah dikodifikasi: KUHP, KUH Perdata, KUHD.
Pembentukan kodifikasi membutuhkan waktu yang lama karena suatu norma baru
dapat diadopsi negara sebagai peraturan setelah norma tersebut ajeg di masyarakat;
jangka waktunya bisa memakan puluhan tahun.
Thus, saat kodifikasinya ada, peraturan itu secara efektif sudah berlaku, masyarakat
tinggal menaatinya karena sudah terbiasa.
Kelemahan kodifikasi terlihat apabila negaranya heterogen, seperti kita, di mana cara
mewaris tidak dapat dikodifikasi karena antara masing-masing adat berbeda (bilateral,
matrilineal, patrilineal).
Modifikasi
Modifikasi merupakan bentuk campur tangan sosial yang dilakukan oleh pembentuk
undang-undang untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan negara, demi memberi bentuk
bagi tindakan politik yang menentukan arah perkembangan nilai-nilai tersebut.
Dengan adanya modifikasi, diharapkan undang-undang tidak lagi out-of-date dan tetap
berlaku sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Pembentukan peraturan dengan cara modifikasi menawarkan nilai dan norma yang
baru kepada masyarakat.
2
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
Pencetus:
- Peter Noli (1973), gesetzgebungslehre
- Jurgen Roodig (1975), wetgevingsleer atau wetgevingskunde
- WG van der Welden, wetgevingstheorie
- A. Hamid S. Attamimi (1975), ilmu pengetahuan perundang-undangan
Ilmu pengetahuan perundang-undangan secara garis besar dibagi menjadi dua bagian
besar:
1. Teori Perundang-undangan: berorientasi pada mencari kejelasan dan kejernihan
makna atau pengertian-pengertian dan bersifat kognitif.
2. Ilmu Perundang-undangan: berorientasi pada melakukan perbuatan dalam hal
pembentukan peraturan perundang-undangan dan bersifat normatif.
peristilahan
Definisi perundang-undangan beragam, ada yang mendefinisikannya sebagai proses
pembentukan peraturan negara, ada yang mendefinisikannya sebagai segala peraturan
negara yang merupakan hasil pembentukan peraturan (Juridisch woordenboek dan UU No.
12 Tahun 2011).
3
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
norma hukum
pengertian
Norma adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya
dengan sesamanya ataupun dengan lingkungannya. “Norma” ialah istilah dari bahasa
Latin; Arabic counterpart “kaidah”; Indonesian counterpart “pedoman/patokan/aturan”.
Suatu norma baru ada apabila terdapat lebih dari satu orang karena norma pada
dasarnya mengatur tata cara bertingkah laku seseorang terhadap orang lain atau
terhadap lingkungannya.
4
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
Norma hukum itu dapat dibentuk secara tertulis amupun tidak tertulis oleh lembaga-
lembaga yang berwenang membentuknya, sedangkan norma moral, adat, agama, dan
lainnya terjadi secara tidak tertulis, tetapi tumbuh dan berkembang dari kebiasaan-
kebiasaan yang ada dalam masyarakat.
Menurut Hans Kelsen, hukum termasuk dalam sistem norma yang dinamik karena
hukum selalu dibentuk dan dihapus oleh lembaga-lembaga atau otoritas-otoritas yang
berwenang membentuk atau menghapusnya, sehingga dalam hal ini tidak dilihat dari
segi isi, tetapi dari segi berlaku atau pembentukannya.
Dinamika norma hukum horizontal adalah dinamika yang bergeraknya tidak ke atas
atau ke bawah, tetapi ke samping. Dinamika ini tidak membentuk suatu norma hukum
yang baru, tetapi bergerak ke samping karena adanya analogi, yaitu penarikan suatu
norma hukum untuk kejadian yang dianggap serupa.
Contoh: pencurian listrik. Technically nggak ada benda fisik yang diambil, tapi
akhirnya listrik dianalogikan sebagai benda and thus pasal pencurian applies.
5
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
2. Suatu norma hukum dapat dilekati dengan sanksi pidana atau pemaksa secara
fisik, sedangkan norma lainnya tidak dapat dilekati oleh sanksi pidana atau
pemaksa secara fisik.
3. Dalam norma hukum, sanksi pidana atau pemaksa itu dilaksanakan oleh aparat
negara, sedangkan dalam pelanggaran norma lainnya sanksi itu datang dari diri
sendiri.
pembatasan-pembatasan norma
Norma Hukum Umum dan Individual
Norma hukum umum adalah suatu norma hukum yang ditujukan untuk orang banyak
umum dan tidak tertentu.
Contoh:
- Barang siapa …
- Setiap orang …
- Setiap warga negara …
Norma hukum individual adalah norma hukum yang ditujukan atau dialamatkan pada
seseorang, beberapa orang atau banyak orang yang telah tertentu.
Contoh:
- Syafei bin Muhammad Sukri yang bertempat tinggal di Jalan Flamboyan Nomor 10
Jakarta …
- Para pengemudi bis kota Mayasari Bakti jurusan Blok M – Rawamangun yang beroperasi
antara jam 7.00 sampai jam 8.00 pagi pada tanggal 1 Oktober 2006 …
Contoh:
- …mencuri…
- …membunuh…
- …menebang pohon…
Norma hukum konkret adalah suatu norma hukum yang melihat perbuatan seseorang
secara lebih nyata (konkret).
Contoh:
- …mencuri mobil Datsun berwarna merah yang parkir di depan toko Sarinah…
- …membunuh Badu dengan parang…
- …menebang pohon mahoni di pinggir Jalan Sudirman…
Ada empat kombinasi dengan sifat norma hukum yang umum-individual dan abstrak-
konkret:
a. Norma hukum umum-abstrak
Norma hukum yang ditujukan untuk umum dan perbuatannya masih bersifat
abstrak. Contoh:
- Setiap warga negara dilarang mencuri.
- Setiap orang dilarang membunuh sesama.
- Setiap petani dilarang menebang pohon di hutan.
6
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
Norma hukum yang berlaku sekali-selesai adalah norma hukum yang berlakunya
hanya satu kali saja dan setelah itu selesai, jadi sifatnya hanya menetapkan saja, sehingga
dengan adanya penetapan itu norma hukum tersebut selesai. Contohnya penetapan
untuk membangun rumah atau keputusan mengenai penetapan seorang Aparat Sipil
Negara.
Dalam kenyataannya, tidak semua norma hukum primer selalu diikuti dengan
norma hukum sekunder.
7
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
Hubungan antara norma hukum primer dan sekunder bukan hubungan sebab-
akibat, tetapi hubungan pertanggungjawaban perbuatan, karena seseorang yang
melakukan suatu perbuatan yang dikenakan pidana hanya dapat dijatuhi sanksi
pidana sebatas apa yang dipertanggungjawabkan terhadap perbuatan tersebut.
Selain itu, norma hukum yang selalu dirumuskan dalam norma hukum tunggal adalah
norma hukum yang secara hierarkis berada di atas peraturan perundang-undangan,
yaitu norma hukum yang berupa Norma Dasar Negara dan Aturan Dasar
Negara/Aturan Pokok Negara. Perumusan tersebut terjadi karena Norma Dasar Negara
atau Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara bukan termasuk jenis peraturan
perundang-undangan yang dapat dilekati sanksi pidana atau pemaksa.
Ruiter menganggap bahwa semua norma, termasuk norma hukum, mengandung unsur-
unsur:
a. Cara keharusan berperilaku/operator norma;
b. Seorang atau sekelompok orang addressat/subjek norma;
c. Perilaku yang dirumuskan/objek norma; dan
d. Syarat-syaratnya/kondisi norma.
Dalam pelaksanaannya, berlakunya suatu norma karena adanya daya laku dihadapkan
pula pada daya guna (efficacy) dari norma tersebut. Dapat dilihat apakah suatu norma
itu berdaya guna secara efektif atau tidak or in other words, ditaati atau tidak.
8
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
Norma dasar merupakan norma tertinggi dalam suatu sistem, karena norma dasar
ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat, thus pre-supposed.
Nawiasky menyatakan isi staatsfundamentalnorm ialah norma yang menjadi dasar bagi
pembentukan konstitusi atau undang-undang dasar dari suatu negara (Staatsverfassung),
termasuk norma pengubahannya. Staatsfundamentalnorm suatu negara merupakan
landasan dasar filosofisnya yang mengandung kaidah dasar bagi pengaturan negara
lebih lanjut.
9
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
Di Indonesia: Pancasila.
Selain Batang Tubuh UUD 1945, ada pul aturan dasar negara berbentuk hukum dasar
tidak tertulis atau Konvensi Ketatanegaraan yang tumbuh dan terpelihara dalam
masyarakat. Hal ini dilindungi dalam Penjelasan Umum Angka I UUD 1945.
Hukum dasar yang tidak tertulis contohnya adanya kebiasaan Pidato Kenegaraan
Presiden setiap tanggal 16 Agustus.
Undang-Undang ‘Formal’
Norma-norma hukum dalam undang-undang ini bukan hanya norma hukum yang
bersifat tunggal, tetapi juga dapat merupakan norma hukum yang berpasangan,
sehingga terdapat norma hukum sekunder di samping norma hukum primernya,
dengan demikian dalam suatu Undang-Undang dapat dicantumkan norma yang bersifat
sanksi, baik pidana atau pemaksa.
10
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
Contoh:
1) Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 memberikan kewenangan kepada Presiden untuk
membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang jika terjadi “hal
ihwal kepentingan yang memaksa.”
2) Pasal 136 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan
kewenangan kepada Pemda untuk membentuk Perda dengan sanksi pidana
setinggi-tingginya 6 bulan kurungan dan denda sebanyak-banyaknya
Rp50.000.000,00.
(Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis
(Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.
Kedudukan Pembukaan UUD 1945 lebih utama daripada Batang Tubuh UUD 1945
karena Pembukaan UUD 1945 memuat Pancasila sebagai pokok-pokok pikiran. Sebagai
sumber penciptaan pasal-pasal Batang Tubuh UUD 1945, Pancasila merupakan Norma
Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm) dan Batang Tubuh UUD merupakan
Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara (Verfassungnorm).
Penjelasan UUD 1945 angka III juga menyebutkan ‘cita-cita hukum (Rechtsidee)’. Istilah
ini menurut A. Hamid S. Attamimi lebih tepat diterjemahkan sebagai ‘cita hukum’,
karena ‘cita-cita’ berarti keinginan, kehendak, atau suatu harapan, sedangkan ‘cita’
berarti gagasan, rasa, cipta, pikiran.
Pancasila berfungsi sebagai Norma Fundamental Negara dan sekaligus sebagai Cita
hukum, menjadi sumber dan dasar serta pedoman bagi Batang Tubuh UUD 1945 sebagai
Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara serta peraturan perundang-undangan
lainnya.
Fungsi MPR yang pertama berkedudukan lebih utama dibanding fungsi keduanya,
karena dalam fungsi pertama, MPR menjadi konstituante, yaitu menetapkan UUD yang
dilaksanakan apabila negara benar-benar menghendaki, sedangkan dalam fungsi kedua
itu dilaksanakan dengan teratur dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Kedudukan UUD 1945 di atas Ketetapan MPR lebih jelas dilihat apabila dikaji dengan
teori Pengikatan Diri (Selbtsbindungtheorie) dari Georg Jelinek. Secara teori, MPR
memiliki kualitas utama konstituante pertama-tama menjalankan fungsi pertamanya,
yakni menetapkan UUD. Setelah UUD terbentuk, baru MPR mengikatkan diri kepada
ketentuan UUD yang telah ia bentuk. Lalu, dalam melaksanakan fungsinya yang kedua,
MPR tunduk pada aturan yang ditentukan dalam UUD.
Kedudukan MPR juga dapat dilihat dari perubahan UUD, tercantum dalam Pasal 37
UUD 1945:
Perubahan UUD juga harus memenuhi ketentuan Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983
tentang Referendum, Pasal 2:
Dalam hal menetapkan, mengubah, atau mencabut UUD, ada syarat yang berat,
sedangkan bagi Ketetapan MPR, tidak ada syarat seberat itu. Kedudukan UUD 1945
lebih tinggi dari Ketetapan MPR, tetapi keduanya dianggap Aturan Dasar
Negara/Aturan Pokok Negara. Bedanya, UUD 1945 menjadi sumber dan dasar dari
norma-norma Ketetapan MPR. Ketetapan MPR memiliki fungsi untuk mengatur lebih
lanjut ketentuan dalam UUD 1945.
Perubahan fungsi ini diatur dalam UUD 1945 Amandemen (jumlah asterisk denotes perubahan
keberapa):
Pasal 3
“(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan
Undang-Undang Dasar. ***)
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil
Presiden. ***/****)
(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang
Dasar. ***/****)”
Pasal 8
“(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis
masa jabatannya. ***)
(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu
enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk
memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden. ***)
(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak
dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana
tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri
Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu,
Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih
Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon
Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya. ****)”
13
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
Pasal 37
“(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan
dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-
kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang- Undang Dasar diajukan secara
tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta
alasannya. ****)
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang- Undang Dasar dilakukan dengan
persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari
seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat
dilakukan perubahan. ****)”
Aturan Pokok Negara yang tercantum dalam UUD 1945 dapat diperluas atau diatur
lebih lanjut dalam Undang-Undang yang lebih mudah caranya membuat, mengubah,
dan mencabut.
Apabila dilihat dari sifat norma hukumnya, dalam Hukum Dasar masih mencakup
norma hukum tunggal, mengatur hal-hal umum dan secara garis besar, belum berlaku
langsung secara umum. Berbeda dengan norma hukum dalam peraturan perundang-
undangan, di mana norma-norma hukum itu lebih konkret, lebih jelas, dan sudah dapat
langsung berlaku mengikat umum, bahkan dapat dilekati sanksi pidana dan pemaksa.
Ada yang berpendapat bahwa Penjelasan UUD 1945 sudah tidak berlaku lagi by virtue of
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 Amandemen, tetapi secara kajian Perundang-
undangan pendapat ini tidak tetap karena ketentuan Pasal II Aturan Tambahan tersebut
tidak menyatakan pencabutan secara tegas terhadap Penjelasan UUD. Selain itu,
Penjelasan adalah interpretasi yang merupakan satu kesatuan dengan ketentuan yang
dijelaskan dan bukan norma yang berbeda.
14
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
15