Anda di halaman 1dari 27

ILMU

PERUNDANG-UNDANGAN

Maria Farida Indrati


Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Jakarta, Juni 2019
ILMU PENGETAHUAN PERUNDANG-UNDANGAN
[ DALAM ARTI LUAS ]
(Gesetzgebungswissenschaft)

BERSIFAT INTERDISIPLINER

TEORI PERUNDANG-UNDANGAN ILMU PERUNDANG-UNDANGAN


(Gesetzgebungstheorie) (Gesetzgebungslehre)

BERORIENTASI MENCARI BERORIENTASI


PENJELASAN MELAKUKAN PERBUATAN

DASAR PROSES METODA TEKNIK


PERUNDANG- PERUNDANG- PERUNDANG- PERUNDANG-
UNDANGAN UNDANGAN UNDANGAN UNDANGAN

Burkhardt
BurkhardtKrems
Krems
TEORI PERUNDANG-UNDANGAN:
(Gesetzgebungstheorie)

Berorientasi pada mencari kejelasan dan


kejernihan makna atau pengertian-
pengertian dan bersifat kognitif.

Diberikan setelah mengikuti kuliah Ilmu


Perundang-undangan, khususnya bagi
mahasiswa Program Kekhususan Hukum
Tata Negara dan Hukum Administrasi
Negara
ILMU PERUNDANG-UNDANGAN:
(Gesetzgebungslehre)
Berorientasi pada melakukan perbuatan
dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan, dan bersifat
normatif.

Diberikan kepada seluruh mahasiswa


pendidikan tinggi hukum sebagai mata
kuliah Wajib Fakultas.
ILMU PERUNDANG-UNDANGAN
DIBAGI MENJADI TIGA:

1. Proses Perundang-undangan;
2. Metoda Perundang-undangan;
3. Teknik Perundang-undangan; dan
dilandasi oleh:

(4) Dasar-dasar Perundang-undangan.


PEMBENTUKAN HUKUM

• HUKUM TIDAK TERTULIS • HUKUM TERTULIS


1. merupakan hukum yang 1. merupakan hukum yang
berkembang dalam dibentuk oleh lembaga negara
masyarakat sebagai atau lembaga pemerintah.
kebiasaan. 2. dibentuk melalui keputusan
2. dibentuk melalui putusan lembaga negara atau lembaga
Kepala Adat/masyarakat. pemerintah.
PEMBENTUKAN HUKUM
TERTULIS

KODIFIKASI: MODIFIKASI:
1. Pembentukan hukum 1. Pembentukan hukum
berdasarkan nilai-nilai berdasarkan kebutuhan
yang telah mengendap saat ini dan perkiraan
di dalam masyarakat atau prediksi kebutuhan
2. Mencapai puncak di masa yang akan
perkembangannya pada datang.
abad ke 19 2. Mulai berkembang pada
akhir abad ke 19.
KODIFIKASI
Segi positif:
1. hukum itu mudah diterima oleh
masyarakat
2. sesuai dengan rasa keadilan masyarakat

Segi negatif:
1. pembentukannya memerlukan waktu yang
lama
2. hukum menjadi tertinggal di belakang
MODIFIKASI
Segi positif:
1. hukum dapat dibentuk dalam waktu yang lebih
singkat (tidak terlalu lama).
2. hukum dapat selalu memimpin (berada di
depan).

Segi negatif:
1. sering tidak mudah diterima oleh masyarakat.
2. kadang-kadang tidak sesuai dengan keadilan
di dalam masyarakat.
T. KOOPMANS:
Pembentuk undang-undang dewasa ini
tidak lagi pertama-tama berusaha ke arah
kodifikasi melainkan modifikasi.
(de wetgever streeft niet meer primair
naar codificatie maar naar modificatie)

De rol van de wetgever,


Zwole, 1972.
A. HAMID S. ATTAMIMI:
Untuk menghadapi perubahan dan
perkembangan kebutuhan masyarakat yang
semakin cepat, sudah bukan saatnya
mengarahkan pembentukan hukum melalui
penyusunan kodifikasi. Karena pemikiran
tentang kodifikasi hanya akan menyebabkan
hukum selalu berjalan di belakang dan bukan
tidak mungkin selalu ketinggalan zaman.

Kodifikasi sebabkan hukum selalu berjalan di belakang.


Kompas, 17 Februari 1988.
I.C van der VLIES:
Undang-Undang modifikasi adalah
undang-undang yang bertujuan mengubah
pendapat hukum yang berlaku, dan
peraturan perundang-undangan yang
mengubah hubungan-hubungan sosial.

Handboek wetgeving,
Zwole: Tjeenk Wiilink, 1987.
PERISTILAHAN:
Perundang-undangan (legislation, wetgeving,
Gesetzgebung):

1. Proses pembentukan atau proses membentuk


peraturan negara, baik di tingkat Pusat,
maupun di tingkat Daerah.
2. Segala peraturan negara, yang merupakan
hasil pembentukan peraturan, baik di tingkat
Pusat maupun di tingkat Daerah.*

S.J. Fockema Andreae,


Juridisch woordenboek, Groningen/Batavia, 1948
UNDANG-UNDANG NO. 10 TH. 2004
tentang:
PEMBENTUKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
• Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah
proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang
pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan,
teknik penyusunan, perumusan, pembahasan,
pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.

• Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan


tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat
yang berwenang dan mengikat secara umum.

Pasal 1 angka 1 dan 2


Undang-Undang No. 10 Th. 2004.
UNDANG-UNDANG NO. 12 TH. 2011
tentang:
PEMBENTUKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
• Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah
pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang
mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan,.

• Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan


tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat umum
dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau
pejabat yang berwenang melalui prosedur yang
ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan

Pasal 1 angka 1 dan 2


Undang-Undang No. 12 Th. 2011.
PENGERTIAN NORMA
Norma adalah suatu ukuran yang harus
dipatuhi oleh seseorang dalam
hubungannya dengan sesamanya ataupun
dengan lingkungannya.

Istilah norma berasal dari bahasa Latin,


atau kaidah dalam bahasa Arab,
sedangkan dalam bahasa Indonesia sering
juga disebut dengan pedoman, patokan,
atau aturan.
PENGERTIAN NORMA
Setiap norma itu mengandung suruhan-
suruhan (penyuruhan-penyuruhan) yang
sering disebut dengan ‘das Sollen’ (ought
to be/ought to do) dan di dalam bahasa
Indonesia sering dirumuskan dengan
istilah ‘hendaknya’.

(Contoh: Hendaknya engkau menghormati


orang tua).
BERBAGAI NORMA DALAM
MASYARAKAT
Di Negara Republik Indonesia, norma-norma
yang masih sangat dirasakan adalah:
1. norma adat;
2. norma agama;
3. norma moral;
4. norma hukum negara.
PERBEDAAN NORMA HUKUM
DAN NORMA LAINNYA (1)
1. Norma hukum itu bersifat heteronom, dalam arti bahwa
norma hukum itu datangnya dari luar diri seseorang.
Contoh: dalam hal pembayaran pajak, maka kewajiban
itu datangnya bukan dari diri seseorang, tetapi paksaan
itu datang dari negara, sehingga seseorang harus
memenuhi kewajiban tersebut senang atau tidak senang.

Norma lainnya bersifat otonom, dalam arti norma itu


datangnya dari dalam diri seseorang.
Contoh: apabila seseorang akan menghormati orang tua
atau seseorang akan berdoa, maka hal ini dilakukan
karena kehendak dan keyakinan seseorang tersebut,
seseorang menjalankan norma-norma tersebut karena
kesadarannya sendiri, sehingga tindakan tersebut tidak
dapat dipaksakan dari luar.
PERBEDAAN NORMA HUKUM
DAN NORMA LAINNYA (2)
2. Norma hukum itu dapat dilekati dengan sanksi
pidana maupun sanksi pemaksa secara fisik,
sedangkan norma lainnya tidak dapat dilekati
oleh sanksi pidana maupun sanksi pemaksa
secara fisik.

Contoh:
Apabila seseorang melanggar norma hukum,
misalnya menghilangkan nyawa orang lain
maka ia akan dituntut dan dipidana, tetapi bila
seseorang melanggar norma lainnya ia tidak
dapat dituntut dan dipidana.
PERBEDAAN NORMA HUKUM
DAN NORMA LAINNYA (3)
3. Dalam norma hukum sanksi pidana atau sanksi
pemaksa itu dilaksanakan oleh aparat negara
(misalnya, polisi, jaksa, hakim), sedangkan
terhadap pelanggaran norma-norma lainnya
sanksi itu datangnya dari diri sendiri.

Contoh:
Adanya perasaan bersalah, perasaan berdosa,
atau terhadap pelanggaran norma moral atau
dalam norma adat tertentu para pelanggarnya
akan dikucilkan dari masyarakatnya.
SISTEM NORMA MENURUT
HANS KELSEN

1. NOMOSTATICS (Sistem Norma yang


Statik;
2. NOMODYNAMICS (Sistem Norma yang
Dinamik)
SISTEM NORMA STATIK
Sistem norma yang statik (nomostatics)
adalah sistem yang melihat pada ‘isi’ norma.
Menurut sistem norma yang statik, suatu norma
umum dapat ditarik menjadi norma-norma
khusus, atau norma-norma khusus itu dapat
ditarik dari suatu norma yang umum.
Penarikan norma-norma khusus dari suatu
norma umum tersebut diartikan bahwa, dari
norma umum itu dirinci menjadi norma-norma
yang khusus dari segi ‘isi’ nya.
SISTEM NORMA DINAMIK
Sistem norma yang dinamik (nomodynamics) adalah
sistem norma yang melihat pada berlakunya suatu
norma atau dari cara ‘pembentukannya’ atau
‘penghapusannya’.

Menurut Sistem Norma yang Dinamik, norma itu


berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu
susunan hierarkhi, norma yang di bawah berlaku,
bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi,
norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan
berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian
seterusnya sampai akhirnya ‘regressus’ ini berhenti pada
suatu norma yang tertinggi yang disebut dengan norma
dasar (Grundnorm) yang tidak dapat ditelusuri lagi siapa
pembentuknya atau dari mana asalnya.
HUKUM SEBAGAI SISTEM
NORMA YANG DINAMIK
• Menurut Hans Kelsen hukum adalah termasuk dalam
sistem norma yang dinamik (nomodynamics) oleh
karena hukum itu selalu dibentuk dan dihapus oleh
lembaga-lembaga atau otoritas-otoritas yang berwenang
membentuk atau menghapusnya, sehingga dalam hal ini
tidak dilihat dari segi isi dari norma tersebut, tetapi dilihat
dari segi berlakunya atau pembentukannya.

• Hukum itu adalah sah (valid) apabila dibuat oleh lembaga


atau otoritas yang berwenang membentuknya serta
bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi,
sehingga dalam hal ini norma yang lebih rendah (inferior)
dapat dibentuk oleh norma yang lebih tinggi (superior),
dan hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis
membentuk suatu hierarkhi.
DINAMIKA NORMA HUKUM
VERTIKAL DAN HORIZONTAL (1)
Dinamika norma hukum yang vertikal adalah
dinamika yang berjenjang dari atas ke bawah,
atau dari bawah ke atas.
Dalam dinamika yang vertikal ini suatu norma
hukum itu berlaku, bersumber dan berdasar
pada norma hukum di atasnya, norma hukum
yang berada di atasnya berlaku, bersumber, dan
berdasar pada norma hukum yang di atasnya,
demikian seterusnya sampai pada suatu norma
hukum yang menjadi dasar dari semua norma
hukum yang di bawahnya.

Anda mungkin juga menyukai