NIM : 043451679
Jurusan : Ilmu Hukum
Mata Kuliah : Ilmu Perundang-Undangan
Kasus I
Jakarta, Beritasatu.com – Konsep omnibus law dinilai kurang tepat dipakai dalam
Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker). Sebab omnibus law hanya
menghilangkan sejumlah pasal dalam undang-undang (UU) tertentu. Menurut peneliti Pusat
Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Charles Simabura, kodifikasi atau penyatuan
UU yang sebenarnya lebih ideal.
“Kodifikasi tentu lebih baik, karena undang-undang yang lama enggak berlaku lagi. Kalau
omnibus law hanya mencabut beberapa pasal. Tapi undang-undangnya masih hidup,” kata
Charles saat diskusi bertajuk Sistem Presidensial, Omnibus Law dan Tata Kelola Hukum
2005-2019, di Kantor Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta, Senin
(24/2/2020).
Charles menyatakan, perencanaan dan pembahasan RUU Ciptaker terkesan terburu-buru.
RUU Ciptaker pun keluar dari agenda penataan regulasi presiden.
“Ini (RUU Ciptaker) patut diduga merupakan penumpang gelap karena semata-mata bicara
tentang kemudahan investasi dan tidak dalam rangka menyelesaikan problem penataan
regulasi secara keseluruhan,” ujar Charles.
Charles menambahkan, peranan presiden untuk membentuk peraturan perundang-undangan
di bawah UU semestinya diperkuat. Selain itu dibutuhkan integrasi lembaga yang berwenang
dalam pembentukan sebuah regulasi. Charles pun mengusulkan revisi atas UU 12/2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dengan memuat omnibus law.
Pada kesempatan yang sama pengamat hukum dari Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Andi Syafrani mengatakan, RUU Ciptaker menuai sorotan tajam dari
publik akibat kompleksitas dan luasnya ruang lingkup. Konsep omnibus law RUU Ciptaker,
lanjut Andi, berbeda dengan tiga RUU lainnya.
Ketiga RUU itu yakni tentang pemindahan ibu kota, perpajakan, dan kefarmasian.
“Jika dilihat RUU ibu kota, pajak, dan farmasi lingkupnya sama. Bisa dibaca oleh kita
topiknya. Kenapa RUU Ciptaker jadi mumet? Karena topik dan lingkupnya sangat lebar.
RUU Ciptaker menabrak cara pikir aspek hukum,” kata Andi.
Andi juga mengeritik rencana pengesahan RUU Ciptaker dalam 100 hari kerja. Menurut
Andi, DPR sepatutnya memperjuangkan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) terlebih dahulu untuk disahkan. Sebab RUU KUHP sudah dibahas puluhan tahun.
“Pastikan dulu RUU KUHP selesai. Setidaknya membuat wajah DPR tidak tertampar,” tukas
Andi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif CSIS Philips J Vermonte yang menjadi moderator
mengatakan, problem pembentukan perundang-undangan sudah berlangsung sejak era
Reformasi.
“Banyak hal yang harus kita evaluasi. Ke depan yang harus dijaga prinsipnya, kita harus tetap
menjadi negara demokratis, mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” kata Philips.
Sumber: BeritaSatu.com
1. Di Indonesia banyak norma-norma yang berlaku, berbeda dengan di negara lain hanya
mengenal norma hukum yang bersifat tertulis dan memiliki sanksi yangh tegas. Di
Indonesia banyak faktor yang mempengaruhi dan sumber norma yang mempengaruhi.
Tak jarang norma tersebut hanya dibudayakan saja akan tetapi tidak kodifikasikan
dalam catatan yang sah. Jelaskan yang dimaksud dengan Norma dan norma apa saja
yang berlaku di Indonesia dan bagaimana bisa mempertahankan norma – norma yang
hidup di masyarakat tersebut berikan contoh kongkretnya?
Dalam hubungan antara manusia dalam masyarakat dikenal adanya pedoman dan
patokan bagaimana cara bertingkah laku. Cara bagaimana bertingkah laku itu dikenal
dengan istilah norma. norma dalam definisinya dikenal sebagai ukuran Yang Harus
dipatuhi oleh seseorang dengan sesamanya atau pun dengan lingkungannya. istilah
norma sendiri berasal dari bahasa latin. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah
kaidah sedangkan dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah pedoman, patokan,
atau aturan.
pengertian norma dapat diartikan sebagai sudut siku-siku yaitu garis tegak lurus yang
menjadi patokan atau ukuran untuk membentuk suatu sudut Yang Harus dipatuhi
beberapa sarjana di Indonesia seperti Soerjono Soekanto dan purnadi purbatjaraka
dalam bukunya "perihal kaidah hukum" menjelaskan pengertian kaidah sebagai
patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperilaku atau bersikap tindak dalam
hidup. Hakekatnya kaidah merupakan perumusan suatu pandangan "oordeel"
mengenai perikelakuan atau sikap tindak.
Norma dikenal sebagai pedoman cara berperilaku manusia dalam kelompok
masyarakat yang besar, sehingga sesungguhnya norma memang baru muncul ketika
ada hubungan atau relasi di antara individu. Norma baru akan dibutuhkan untuk
dijadikan pedoman atau patokan bila ada pertemuan individu lebih dari satu. Jadi
pada dasarnya norma adalah tata cara berperilaku seseorang terhadap orang lain atau
terhadap/dalam lingkungannya. Norma dapat dijumpai dalam pergaulan hidup
manusia di dunia ini.
Setiap norma yang ditemukan dalam masyarakat pada dasarnya mengandung suruhan
suruhan atau yang dikenal dengan das sollen dan dalam bahasa Indonesia dikenal
hendaknya. Norma dalam masyarakat beragam beraneka ragam dari bentuk dan
jenisnya. Dari segi bentuk norma dalam masyarakat dapat berbentuk tertulis dan tidak
tertulis. Untuk norma berbentuk tertulis lebih dikenal dengan norma hukum yang
dibentuk oleh lembaga yang berwenang untuk membentuknya. Untuk norma hukum
yang tidak tertulis pengertian ditemukan dalam norma adat, norma moral, norma
agama dan lainnya tumbuh dan berkembang dari kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam
masyarakat mengenai sesuatu hal yang baik dan buruk. Kebiasaan-kebiasaan yang
telah melembaga menjadi sebuah nilai baik dan buruk dalam masyarakat biasanya
lebih sesuai dengan keadilan sosial dalam masyarakat. Hal yang berbeda ketika
sebuah norma hukum (negara) yang dibentuk secara tertulis oleh lembaga
pembentuknya yang sering berbeda dengan nilai keadilan sosial yang berkembang
dalam masyarakat.
Ketika individu berhadapan dan berelasi dengan individu lain, muncullah sebuah
norma sebagai patokan dan pedoman Bagaimana berperilaku. Dengan adanya
berbagai norma dalam kehidupan masyarakat, seseorang individu yang berinteraksi
dalam masyarakat secara langsung dan tidak langsung akan terpengaruh. Dalam
lingkungan masyarakat di Indonesia dikenal pula beberapa norma dalam masyarakat
yang masih terasa menjadi pedoman berperilaku di Indonesia yaitu norma adat, norma
agama, norma moral, serta norma hukum
2. Dari Kasus I, Jelaskan yang dimaksud dengan Kodifikasi, Modifikasi dan Ratifikasi
serta berikan contohnya yang pernah dilakukan di Indonesia?