Anda di halaman 1dari 7

Tugas 1 : Pendahuluan

Nama : NOOR FAJARI ROZIQ


NIM : 201310110311050
Kelas : IV / A
Mata Kuliah : Ilmu Perundang-Undangan

a. Mengapa Hukum Memerlukan Perundang-undangan1

Peraturan Perundang-undangan berguna untuk menciptakan kehidupan bernegara


yang tertib dan aman. Suatu hukum memerlukan aturan yang sudah di kodifikasi,
demi terciptanya suatu kepastian hukum, dapat menjadi pedoman hukum bagi warga
negara, dan dapat mendorong terjadinya tertib hukum di masyarakat, dan Bagi
lembaga-lembaga pemerintahan, peraturan Perundang-undangan untuk petunjuk
dalam menjalankan tata pemerintahan sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. Di
Indonesia terdapat hukum tidak tertulis dan hukum tertulis. Keduanya berfungsi
untuk mengatur warga negara dalam kehidupan bermasyrakat, berbangsa dan
bernegara. Hukum tidak tertulis adalah norma atau peraturan tidak tertulis yang telah
dipakai oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari secara turun temurun dan tidak
dibuat secara resmi oleh lembaga yang berwenang. Misalnya norma kesopanan,
norma kesusilaan, norma adat.

Hukum tertulis adalah aturan dalam betuk tertulis yang dibuat oleh lembaga yang
berwenang. Misalnya peraturan perundang-undangan nasional di negara kita.
Menurut Tap III/MPR/2000 tentang tata urutan perundang undangan di negara
Indonesia, dinyatakan sebagai berikut: UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-undang,
Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden (Kepres), Peraturan Daerah. Tata urutan perundangan tersebut sebagai
pedoman untuk pembentukan peraturan di bawahnya. Jadi setiap peraturan yang
dibuat tidak boleh bertentangan dengan aturan yang ada di atasnya. Jika aturan di
bawahnya bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya maka secara otomatis
peraturan yang ada dibawah tersebut gugur (tidak berlaku) demi hukum.

b. Fungsi Ilmu Perundang-Undangan Dalam Pembentukan Hukum

Bagir Manan mengemukakan pula tentang fungsi peraturan perundang-undangan,


yang dapat dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu:

1. Fungsi Internal,
adalah fungsi pengaturan perundang-undangan sebagai sub sistem hukum (hukum
perundang-undangan) terhadap sistem kaidah hukum pada umumnya secara internal,
peraturan perundang-undangan menjalankan fungsi penciptaan hukum, fungsi
pembaharuan hukum, fungsi integrasi pluralisme hukum, fungsi kepastian hukum.
Secara internal, peraturan perundang-undangan menjalankan beberapa fungsi :
a. Fungsi penciptaan hukum.Penciptaan hukum (rechtschepping) yang melahirkan
sistem kaidah hukum yang berlaku umum  dilakukan atau terjadi melalui  beberapa
cara yaitu melalui putusan hakim (yurisprudensi). Kebiasaan yang tumbuh sebagai
praktek dalam kehidupan masyarakat atau negara, dan peraturan perundang-undangan
sebagai keputusan tertulis pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang
berlaku secara umum. Secara tidak langsung, hukum dapat pula terbentuk melalui
ajaran-ajaran hukum (doktrin) yang diterima dan digunakan dalam pembentukan
1
Innajunaenah, Hukum Perundang Undangan, http://wordpress.com, acces 23 maret
2015.

1
hukum. Di Indonesia, peraturan perundang-undangan merupakan cara utama
penciptaan hukum. peraturan perundang-undangan merupakan sendi utama sistem
hukum nasional. Pemakaian peraturan perundang-undangan sebagai sendi utama
sistem hukum nasional karena:
 Sistem hukum Indonesia – gebagai akibat sistem hukum Hindia Belandia – lebih
menampakkan sistem hukum kontinental yang mengutamakan bentuk  sistem
hukum tertulis (geschrevenrecht, written law).
 Politik pembangunan hukum nasional mengutamnakan penggunaan peraturan
perundang-undangan sebagai Instrumen utama. Bandingkan dengan hukum
yurisprudensi dan  hukum kebiasaan. Hal ini antara lain karena pembangunan
hukum nasional yang menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai
instrument dapat disusun secara berencana (dapat direncanakan).
b. Fungsi pembaharuan hukum.Peraturan perundang-undangan merupakan
instrumen  yang efektif  dalam pembaharuan hukum (law reform) dibandingkan
dengan penggunaan hukum kebiasaan atau hukum yurisprudensi.Telah dikemukakan,
pembentukan peraturan perundang-undangan dapat direncanakan, sehingga
pembaharuan hukum dapat pula direncakan. Peraturan perundang-undangan tidak
hanya melakukan fungi pembaharuan terhadap peraturan perundang-undangan (yang
telah ada). Peraturan perundang-undangan dapat pula dipergunakan Sebagai sarana
memperbaharui yurisprudensi. Hukum kebiasaan atau hukum adat. Fungsi
pembaharuan terhadap peraturan perundang-undangan antara lain dalam rangka
mengganti peraturan perundang-undangan dari masa pemerintahan Hindia Belanda.
Tidak pula kalah pentingnya memperbaharui peraturan perundang-undangan
nasional  (dibuat setelah kemerdekaan) yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan
perkembangan baru. Di bidang hukum kebiasaan atau hukum adat. Peraturan
perundang-undangan berfungsi mengganti hukum kebiasaan atau hukum adat yang
tidak sesuai dengan kenyataan-kenyataan baru. Pemanfaat peraturan perundang-
undangan sebagai instrumen pembaharuan hukum kebiasaan atau hukum adat sangat 
bermanfaat, karena dalam hal-hal tertentu kedua hukum yang disebut belakangan
tersebut sangat rigid terhadap perubahan.
c. Fungsi integrasi pluralisme sistem hukumPada saat ini, di Indonesia masih berlaku
berbagai system hukum (empat macam sistem hukum), yaitu: “sistem hokum
kontinental (Barat), sistem hukum adat, sistem hukum agama (khususnya lslam) dan
sistem hukum nasional”. Pluralisme sistem hukum yang berlaku hingga saat ini
merupakan salah satu warisan kolonial yang harus ditata kembali. Penataan kembali
berbagai sistem hukum tersebut tidaklah dimaksudkan meniadakan berbagai sistem
hukum – terutama sistem hukum yang hidup sebagai satu kenyataan yang dianut dan
dipertahankan dalam pergaulan masyarakat. Pembangunan sistem hukum nasional
adalah dalam rangka mengintegrasikan berbagai sistem hukum tersebut sehingga
tersusun dalam satu tatanan yang harmonis satu sama lain. Mengenai pluralisme
kaidah hukum sepenuhnya bergantung pada kebutuhan hukum masyarakat. Kaidah
hukum dapat berbeda antara berbagai kelompok masyarakat, tergantung pada
keadaan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.
d. Fungsi kepastian hukum
Kepastian hukum (rechtszekerheid, legal certainty) merupaken asas penting dalam
tindakan hukum (rechtshandeling) dan penegakan hukum (hendhaving, uitvoering).
Telah menjadi pengetahuan umum, bahwa peraturan perundang-undangan depat
memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi dan pada hukum kebiasan, hukum
adat, atau hukum yurisprudensi. Namun, perlu diketahui, kepastian hukum peraturan
perundang-undangan tidak semata-mata diletakkan pada bentuknya yang tertulis
(geschreven, written). Untuk benar-benar menjamin kepastian hukum, peraturan
perundang-undangan selain harus memenuhi syarat-syarat formal, harus memenuhi
syarat-syarat lain, yaitu:

2
 Jelas dalam perumusannya (unambiguous).
 Konsisten dalam perumusannya -baik secara intern maupun ekstern. Konsisten
secara intern mengandung makna bahwa dalam peraturan perundang-undangan
yang sama harus terpelihara hubungan sietematik antara kaidah-kaidahnya,
kebakuan susunan dan  bahasa. Konsisten secara eketern, adalah adanya
hubungan “harmonisasi” antara herbagrii peraturan perundang-undangan.
 Penggunaan bahasa yang tepat dan mudah dimengerti. Bahasa peraturan
perundang-undangan haruslah bahasa yang umum dipergunakan masyarakat.
Tetapi ini tidak berarti bahasa hukum tidak penting. Bahasa hukum –baik dalam 
arti struktur, peristilahan, atau cara penulisan tertentu harus dipergunakan secara
ajeg karena merupakan bagian dan upaya menjamin kepastian hukum[6]
Melupakan syarat-syarat di atas, peraturan perundang-undangan mungkin
menjadi lebih tidak pasti dibandingkan dengan hukum kebiasaan, hukum adat,
atau hukum yurisprudensi.

2. Fungsi Eksternal,
adalah keterkaitan peraturan perundang-undangan dengan tempat berlakunya.
Fungsi eksternal ini dapat disebut sebagai fungsi sosial hukum, yang meliputi
fungsi perubahan, fungsi stabilisasi, fungsi kemudahan. Dengan demikian, fungsi
ini dapat juga berlaku pada hukum-hukum kebiasaan, hukum adat, atau hukum
yurisprudensi. Bagi Indonesia, fungsi sosial ini akan lebih diperankan oleh
peraturan perundang-undangan, karena berbagai pertimbangan yang sudah
disebutkan di muka. Fungsi sosial ini dapat dibedakan:
a. Fungsi perubahan. Telah lama  di kalangan pendidikan hukum diperkenalkan
fungsi perubahan ini yaitu hukum sebagai sarana pembaharuan (law as social
engineering).[8] Peraturan perundang-undangan diciptakan atau dibentuk  untuk
mendorong perubahan masyarakat di bidang ekonomi, sosial, maupun budaya.
Masyarakat “patrilineal” atau “matrilineal” dapat didorong menuju masyarakat
“parental” melalui peraturan perundang-undangan perkawinan.
b. Fungsi stabilisasi. Peraturan perundang-undangan dapat pula berfungsi sebagai
stabilisasi. Peraturan perundang-undangan di bidang pidana, di bidang ketertiban
dan keamanan adalah kaidah-kaidah yang terutama bertujuan menjami stabilitas
masyarakat. Kaidah stabilitas dapat pula mencakup kegiatan ekonomi, seperti
pengaturan kerja, pengaturan tata cara perniagaan dan lain-lain. Demikian pula di
lapangan pengawasan terhadap budaya luar, dapat pula berfungsi menstabilkan
sistem soeial budaya yang telah ada.
c. Fungsi kemudahan. Peraturan perundang-undangan dapat pula dipergunakan
sebagai sarana mengatur berbagai kemudahan (fasilitas). Peraturan perundang-
undangan yang berisi ketentuan insentif seperti keringanan pajak, penundaan
pengenaan pajak, penyederhanaan tata cara perizinan, struktur permodalan dalam
penanaman modal merupakan kaidah-kaidah kemudahan. Namun perlu
diperhatikan, tidak selamanya, peraturan kemudahan akan serta merta
membuahkan tujuan pemberian kemudahan. Dalam penanaman modal misalnya,
selain kemudahan-kemudahan seperti disebutkan di atas diperlukan juga
persyaratan lain seperti stabilitas politik, sarana dan prasarana ekonomi,
ketenagakerjaan, dan lain sebagainya.2

c. Ruang Lingkup Ilmu Perundang-undangan3

2
Ahmad,Fungsi Peraturan Perundang Undangan,http://wordpress.com, acces 23
maret 2015.

3
Ruang lingkup Ilmu perundang-undangan adalah semua jenis peraturan
perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, diantaranya
adalah Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu),
Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden yang memperoleh delegasi dari Undang-
undang atau Peraturan Presiden, Keputusan Menteri dan Keputusan Kepala Lembaga
Pemerintah Non Depertemen serta Departemen serta Keputusan Direktur Jenderal
Departemen yang memperoleh delegasi dari Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi, Keputusan badan Negara yang dibentuk berdasarkan atribusi suatu
Undang-undang, Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten atau Kota, Keputusan
Gubernur dan Bupati atau Walikota, atau Kepala Daerah yang memperoleh delegasi
dari peraturan Daerah Kabupaten atau Kota.

Sesudah berlakunya Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, jenis dan hirarki


peraturan Perundang-undangan diatur dalam Pasal 7 ayat (1) yang terdiri atas:
1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peraturan Presiden;
5. Peraturan Daerah.
Peraturan Daerah yang dimaksud Pasal 7 ayat (1) huruf e menurut H. Abdul
Latief, meliputi:

1. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


Provinsi bersama dengan Kepala Daerah (Gubernur);

2. Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten atau Kota bersama Bupati atau Walikota;

3. Peraturan Desa atau Peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan
Desa atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama lainnya.

Selanjutnya, Pasal 7 ayat (4) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 menjelaskan


bahwa “jenis peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi”. Penjelasan
dari Pasal 7 ayat (4) menyatakan bahwa “Jenis Peraturan Perundang-undangan
selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,
Bank Indonesia, Menteri, Kepala Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat yang
dibentuk oleh undang-undang atau Pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten, Bupati, Kepala Desa atau yang setingkat

Masing-masing jenis peraturan Perundang-undangan  tersebut mempunyai fungsi


sendiri-sendiri. Undang-undang misalnya, berfungsi antara lain mengatur lebih lanjut
hal yang tegas-tegas ‘diminta’ oleh ketentuan UUD dan Ketetapan MPR. Dari semua
Jenis peraturan Perundang-undangan, hanya undang-undang dan peraturan daerah
saja yang pembentukannya memerlukan persetujuan bersama antara Presiden dan

3
Realizimamsyafii,Ilmu-Perundang-Indangan ,http://wordpress.com, acces 23 maret
2015

4
DPR, antara Kepala Daerah dan DPRD, lain-lainnya tidak. Oleh karena itu, untuk
dapat mengetahui materi muatan berbagai jenis peraturan Perundang-undangan perlu
diketahui terlebih dahulu materi muatan undang-undang. Secara garis besar undang-
undang ialah ‘wadah’ bagi sekumpulan materi tertentu, yang meliputi:

1. Hal-hal yang oleh Hukum Dasar (Batang Tubuh UUD 1945 dan TAP MPR)
diminta secara tegas-tegas ataupun tidak untuk ditetapkan dengan undang-undang.

2. Hal-hal yang menurut asas yang dianut Pemerintah Negara Republik Indonesia
sebagai Negara berdasar Atas Hukum atau Rechtstaat diminta untuk diatur dengan
undang-undang.

3. Hal-hal yang menurut asas yang dianut Pemerintah Negara Republik Indonesia
yaitu Sistem Konstitusi atau Constitutioneel Systeem diminta untuk diatur dengan
undang-undang.Selanjutnya, sebagai konsekuensi dari hak mengatur dan mengurus
rumah tangga atas inisiatif sendiri, maka kepada pemerintah lokal yang berhak
mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri perlu dilengkapi dengan alat
perlengkapan daerah yang dapat mengeluarkan peraturan-peraturannya, yaitu
Peraturan Daerah (Perda). Kewenangan pemerintah daerah dalam membentuk sebuah
Peraturan Daerah berlandaskan pada Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak
menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan
otonomi dan tugas pembantuan”. Peraturan Daerah merupakan bagian integral dari
konsep peraturan Perundang-undangan. Dalam Pasal 1 ayat (7) Undang-undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
Peraturan Daerah adalah peraturan Perundang-undangan  yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.

Mengenai ruang lingkup Peraturan Daerah, diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-
undang Nomor 10 Tahun 2004, yang menjelaskan bahwa Peraturan Daerah meliputi:

1. Perturan Daerah Provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi
bersama dengan gubernur.
2. Peraturan Daerah kabupaten atau kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah
kabupaten/kota bersama bupati/walikota.
3. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat dibuat oleh badan perwakilan desa atau
nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Peraturan Perundang-undangan berguna untuk menciptakan kehidupan bernegara
yang tertib dan aman. Suatu hukum memerlukan aturan yang sudah di kodifikasi,
demi terciptanya suatu kepastian hukum, dapat menjadi pedoman hukum bagi warga
negara, dan dapat mendorong terjadinya tertib hukum di masyarakat, dan Bagi
lembaga-lembaga pemerintahan, peraturan Perundang-undangan untuk petunjuk
dalam menjalankan tata pemerintahan sesuai dengan fungsi dan kewenangannya.Di
Indonesia terdapat hukum tidak tertulis dan hukum tertulis. Keduanya berfungsi
untuk mengatur warga negara dalam kehidupan bermasyrakat, berbangsa dan
bernegara. Hukum tidak tertulis adalah norma atau peraturan tidak tertulis yang telah
dipakai oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari secara turun temurun dan tidak
dibuat secara resmi oleh lembaga yang berwenang. Misalnya norma kesopanan,
norma kesusilaan, norma adat.
Hukum tertulis adalah aturan dalam betuk tertulis yang dibuat oleh lembaga yang
berwenang. Misalnya peraturan perundang-undangan nasional di negara kita.
Menurut Tap III/MPR/2000 tentang tata urutan perundang undangan di negara
Indonesia, dinyatakan sebagai berikut: UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-undang,

5
Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden (Kepres), Peraturan Daerah. Tata urutan perundangan tersebut sebagai
pedoman untuk pembentukan peraturan di bawahnya. Jadi setiap peraturan yang
dibuat tidak boleh bertentangan dengan aturan yang ada di atasnya. Jika aturan di
bawahnya bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya maka secara otomatis
peraturan yang ada dibawah tersebut gugur (tidak berlaku) demi hukum.

6
DaftarPustaka:

Innajunaenah, Hukum Perundang Undangan, dalam http://wordpress.com.

Ahmad, Fungsi Peraturan Perundang Undangan, dalam http://wordpress.com.

Realizimamsyafii, Ilmu-Perundang-Indangan, dalam http://wordpress.com.

Anda mungkin juga menyukai