Abstract
There are 2 rules of legislation that is the basic rules of legislation and orderly formulation of
legislation. The practice of the Indonesian legislation system following the enactment of Law
12/2011 points to the issue of the basic rules of legislation that are less controlled by the types of
regulations that can be classified as legislation, not all types of laws and regulations are clearly
located in the hierarchy and the extent of the content and similarity of material content between laws
and regulations. Efforts to realize the orderliness of legislation can be done by issuing unregistered
types of regulatory bodies as legislation, putting each type of legislation in the hierarchy, and
tightening of a content material that can be regulated by legislation, as well as making a distinction
clearly the content of each type of legislation.
Abstrak
Terdapat 4 sifat atau ciri dari suatu perundang-undangan yang lebih tinggi atau
peraturan perundang-undangan (wettelijk dibentuk berdasarkan kewenangan.
regeling) yaitu, pertama, berupa keputusan Terhadap pengaturan jenis peraturan
tertulis, jadi mempunyai bentuk atau format perundang-undangan oleh Pasal 7 ayat (1) dan
tertentu. Kedua, dibentuk, ditetapkan, dan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) terdapat beberapa
dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, permasalahan yang perlu mendapat perhatian.
baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah Keberadaan Pasal 8 ayat (1) telah
berdasarkan atribusi maupun delegasi. menimbulkan permasalahan mengingat
Ketiga, berisi aturan pola tingkah laku, sesuai dengan sifat atau ciri peraturan
dengan demikian peraturan perundang- perundang-undangan maka tidak semua jenis
undangan bersifat mengatur (regulerend), peraturan yang dibentuk oleh lembaga negara
tidak bersifat sekali jalan (einmahlig). atau pejabat dapat dikategorikan sebagai
Keempat, mengikat secara umum (karena peraturan perundang-undangan. Keberadaan
ditujukan kepada umum), artinya tidak Pasal 8 ayat (1) telah memberikan
ditujukan kepada seseorang atau individu pemahaman baru bahwa semua peraturan
tertentu/tidak bersifat individual seperti peraturan MPR, peraturan DPR,
(Ranggawidjaja, 1998). peraturan DPD, peraturan MA, peraturan MK
Mengenai apa saja jenis peraturan masuk kategori peraturan perundang-
perundang-undangan di Indonesia saat ini, undangan sepanjang diperintahkan oleh
maka rujukannya adalah Pasal 7 ayat (1) dan peraturan perundang-undangan yang lebih
Pasal 8 ayat (1) UU 12/2011. Pasal 7 ayat (1) tinggi atau dibentuk berdasarkan
mengatur jenis peraturan perundang- kewenangan. Padahal tidak semua lembaga
undangan adalah: a. Undang-Undang Dasar tersebut dapat membentuk peraturan yang
Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. mengikat ke luar.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; Sebagai contohnya adalah Peraturan
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah MA dan Peraturan MK, dimana tidak
Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan seharusnya badan peradilan diberikan
Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. kewenangan untuk membentuk peraturan
Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan perundang-undangan. Sudah menjadi
Daerah Kabupaten/Kota. pemahaman bahwa dalam sistem negara yang
Selain jenis peraturan perundang- berdasarkan hukum syarat yang pertama
undangan yang diakui oleh Pasal 7 ayat (1), adalah pengadilan itu tidak seharusnya
Pasal 8 ayat (1) juga mengatur Jenis Peraturan membuat peraturan yang bersifat umum dan
Perundang-undangan lainnya yang mencakup mengatur keluar.
peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Keberadaan Peraturan MA dan
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Peraturan MK seharusnya tidak boleh bersifat
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan perundang-undangan artinya tidak boleh
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah mengikat keluar. Menurut Alexander
Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Hamilton dalam Federalist Paper 78
Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang
badan, lembaga, atau komisi yang setingkat paling “netral” dalam pengertian bahwa
yang dibentuk dengan Undang-Undang atau sesuai dengan sifat dan fungsinya kekuasaan
Pemerintah atas perintah Undang-Undang, yudikatif berbeda dengan kekuasaan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, eksekutif yang memegang kekuasaan
Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pelaksana negara dan cabang legislatif yang
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala memegang kekuasaan penggunaan keuangan
Desa atau yang setingkat. Untuk dapat diakui negara dan menentukan Undang-Undang
keberadaannya dan mempunyai kekuatan yang berlaku, maka kekuasaan yudikatif tidak
hukum mengikat sebagai peraturan memegang salah satu pun dari kekuasaan
perundang-undangan maka Pasal 8 ayat (2) tersebut (Thalib, 2006).
mensyaratkan peraturan perundang- Berdasarkan sifat kekuasaan yudikatif
undangan sebagaimana dimaksud pada Pasal yang netral, maka hakim diberikan kekuasaan
8 ayat (1) diperintahkan oleh peraturan tidak hanya untuk menangani kasus peradilan
3
Digital Repository Universitas Jember
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 47 No. 1, Januari 2018, Halaman 1-9
umum pidana atau perdata, melainkan lebih dan eksekutif. Lembaga legislatif merupakan
luas dari itu, juga menjadi hakim untuk organ utama pembentuk produk legislatif
keadilan konstitusi. Bentuk dari menjadi sementara lembaga eksekutif bertindak
hakim keadilan konstitusi dilakukan dengan sebagai lembaga sekunder dalam
meletakkan kewenangan badan kehakiman pembentukan peraturan perundang-undangan
untuk melakukan uji materiil peraturan (utamanya peraturan di bawah undang-
perundang-undangan yang diberlakukan undang). Menurut A Hamid S. Attamimi
apakah sesuai dengan konstitusi atau tidak. kekuasaan mengatur oleh lembaga legislatif
Di Indonesia kekuasaan tersebut dinamakan dengan pouvoir legislatif,
diletakkan di tangan Mahkamah Konstitusi sedangkan kekuasaan mengatur yang dimiliki
dan Mahkamah Agung. Mahkamah oleh lembaga eksekutif untuk menjalankan
Konstitusi sesuai dengan Pasal 24C ayat (1) atau mengatur bekerjanya UU disebut dengan
UUD 1945 memiliki kewenangan menguji pouvoir reglementaire (Latif, 2014).
UU terhadap UUD. Sementara MA sesuai Meskipun badan-badan diluar lembaga
Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 berwenang legislatif memiliki wewenang untuk
menguji peraturan perundang-undangan di membentuk peraturan perundang-udangan
bawah undang-undang terhadap undang- namun pada dasarnya tidak semua jenis
undang. peraturan yang disebut dalam Pasal 8 ayat (1)
Mengingat konstruksi sifat dasar tepat disebut sebagai peraturan perundang-
kekuasaan yudikatif dan diberikannya undangan, melainkan masih dapat
kewenangan menguji konstitusionalitas dikelompokkan dalam beberapa kategori
peraturan perundang-undangan kepada badan yaitu, Pertama, peraturan lembaga yang
yudikatif yaitu MK dan MA, maka keputusan mempunyai daya ikat hanya internal saja,
menggolongkan Peraturan MK dan Peraturan yaitu hanya mengikat organisasi pembuat
MA sebagai jenis peraturan perundang- peraturan karena berkaitan dengan peraturan
undangan akan menimbulkan potensi tata tertib lembaga, susunan organisasi dan
kesewenang-wenangan dan melanggar sejenis. Masuk kategori ini diantaranya
prinsip supremasi konstitusi mengingat adalah Peraturan MPR, Peraturan DPR,
peraturan tersebut tidak dapat menjadi objek Peraturan DPD, Peraturan Komisi Yudisial.
pengujian di pengadilan. Tentu tidak mungkin Kedua, Peraturan lembaga yang pada
MA akan mengadili permohonan judicial prinsipnya sebenarnya mengikat internal,
review pengujian Peraturan MA apabila namun dalam pelaksanaannya banyak
diajukan oleh warga negara mengingat MA berhubungan dengan subjek-subjek lain di
pula yang membentuk Peraturan MA tersebut. luar organisasi yang akan terkait bila hendak
Selain MK dan MA maka terdapat melakukan perbuatan hukum tertentu yang
beberapa lembaga negara yang dari segi berkaitan dengan lembaga tersebut,
fungsi dan kewenangan yang diberikan oleh diantaranya Peraturan MA dan Peraturan MK,
UUD 1945 sebenarnya tidak memiliki terutama untuk berbagai peraturan mengenai
kewenangan untuk membentuk peraturan pedoman beracara. Ketiga, Peraturan
perundang-undangan yang bersifat umum lembaga yang masuk kategori peraturan
dan berlaku keluar. Diantara lembaga negara perundang-undangan karena mempunyai
yang dimaksud tersebut adalah MPR, DPR kekuatan mengikat umum yang lebih luas,
(sebatas membentuk UU dengan persetujuan misalnya Peraturan Bank Indonesia.
Presiden), DPD (hanya sebatas mengajukan Atas berbagai permasalahan terkait
rancangan undang-undang kepada DPR), dan jenis peraturan perundang-undangan dalam
BPK yang hanya berwenang membentuk UU 12/2011 maka perlu dilakukan usaha
peraturan yang mengikat ke dalam penyempurnaan yaitu mengeluarkan
(Soeprapto, 2007). beberapa jenis peraturan lembaga/badan yang
Dari cabang-cabang kekuasaan negara sebenarnya tidak berkategori sebagai
yaitu legislatif, eksekutif, yudikatif pada peraturan perundang-undangan melainkan
dasarnya yang diberikan kuasa mengatur berkategori sebagai peraturan intenal yang
melalui pembentukan peraturan perundang- mengikat ke dalam dari jenis peraturan
undangan adalah cabang kekuasaan legislatif perundang-undangan sebagaimana diatur
4
Digital Repository Universitas Jember
Bayu Dwi Anggono, Tertib Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan
Pasal 8 ayat (1). Beberapa peraturan lembaga peraturan perundang-undangan yang lebih
yang harus dikeluarkan diantaranya adalah tinggi, rakyat berhak menggugat atau
peraturan MPR, peraturan DPR, peraturan mengajukan keberatan atas keabsahan
DPD, peraturan MA, peraturan MK, berlakunya peraturan perundang-undangan
Peraturan Komisi Yudisial dan Peraturan tersebut kepada badan-badan yang
BPK. berwenang. Badan-badan tersebut
selanjutnya melakukan pengujian atas
2. Hierarki Peraturan Perundang- keabsahan (validitas) peraturan perundang-
undangan undangan itu (Ekatjahjana, 2008).
Hierarki peraturan perundang- Saat ini tata urutan peraturan
undangan memiliki arti penting mengingat perundang-undangan diatur dalam Pasal 7
hukum adalah sah jika hukum tersebut ayat (1) UU 12/2011 yang menyebutkan
dibentuk atau disusun oleh lembaga atau hierarki peraturan perundang-undangan
pejabat yang berwenang dengan berdasarkan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara
norma yang lebih tinggi. Norma yang lebih Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan
rendah tidak akan bertentangan dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c.
norma yang lebih tinggi sehingga tercipta Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
suatu kaedah hukum yang berjenjang atau Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan
hierarki (Soeprapto, 2007). Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f.
Pentingnya hierarki dalam sistem Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan
perundang-undangan sesuai dengan teori Daerah Kabupaten/Kota. Atas ini masih
mengenai jenjang norma hukum menimbulkan permasalahan, diantaranya
(Stufenbautheorie). Menurut Hans Kelsen adalah. Pertama, belum semua peraturan yang
Norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dikategorikan sebagai peraturan perundang-
dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki (tata undang jelas penempatannya dalam hierarki
susunan), dalam arti, suatu norma yang lebih peraturan perundang-undangan sehingga
rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada menyulitkan dalam pelaksanaannya dan
norma yang lebih tinggi lagi, norma yang pengujiannya di badan peradilan. Sebagai
lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar contoh dimanakah letak Peraturan Bank
pada norma yang lebih tinggi, demikian Indonesia, peraturan badan, peraturan
seterusnya sampai pada suatu norma yang lembaga, atau Peraturan komisi yang
tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat setingkat yang dibentuk dengan Undang-
hipotetis dan fiktif yaitu Norma Dasar Undang atau Pemerintah atas perintah
(Kelsen, 1973). Undang-Undang, yang oleh Pasal 8 ayat (1)
Keharusan setiap peraturan perundang- UU 12/2011 dikategorikan sebagai peraturan
undangan jelas letak kedudukannya dalam perundang-undangan.
hierarki peraturan perundang-undangan Kedua, terdapat pandangan yang
adalah dalam rangka kemudahan pengujian menyatakan bahwa jenis peraturan
atas keabsahan (validitas) nya. Dalam konsep perundang-undangan seperti Peraturan Bank
negara hukum demokratik, setiap Indonesia, peraturan badan, peraturan
pembentukan peraturan-peraturan negara, lembaga, atau Peraturan komisi
baik di tingkat pusat maupun daerah harus kedudukannya dalam tata urutan sejajar
dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya dengan Peraturan Pemerintah karena sama-
kepada rakyat. Menurut Widodo Ekatjahjana sama menjalankan UU. Namun terdapat juga
Rakyat yang menjadi sasaran berlakunya pandangan bahwa peraturan-peraturan
suatu peraturan perundang-undangan tersebut benar ada di bawah Undang-Undang,
memiliki hak untuk mengontrol materi tetapi tidak dapat dikatakan sejajar dengan
hukum (peraturan perundang-undangan) Peraturan Pemerintah mengingat Pasal 5 ayat
yang dibuat oleh badan-badan berwenang (2) UUD 1945 jelas menyebutkan peraturan
(Ekatjahjana, 2008). yang secara langsung berada di bawah UU
Dalam hal secara materiil ditemukan hanyalah peraturan pemerintah yang dibentuk
adanya materi muatan peraturan perundang- oleh pemerintah dengan Presiden sebagai
undangan yang bertentangan dengan kepala pemerintahan.
5
Digital Repository Universitas Jember
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 47 No. 1, Januari 2018, Halaman 1-9
Keputusan Presiden, begitu juga sebaliknya muatan yang harus diatur dengan UU ini telah
(Soehino, 2006) membuka penafsiran yang luas bahwa semua
Mengenai materi muatan peraturan hal dapat diatur dengan UU, akibatnya
p e r u n d a n g - u n d a n g a n , U U 1 2 / 2 0 11 program pembentukan UU rawan tidak
mengaturnya dalam beberapa ketentuan yaitu terkontrol dan terukur. Sebagai contoh adalah
Pasal 10 menyebutkan materi muatan yang pembentukan Undang-Undang Nomor 18
harus diatur dengan UU berisi: a. pengaturan Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, yang
lebih lanjut mengenai ketentuan Undang- seharusnya perihal kesehatan jiwa cukup
Undang Dasar Negara Republik Indonesia diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Tahun 1945; b. perintah suatu Undang- Pasal 151 Undang-Undang Nomor 36
Undang untuk diatur dengan Undang- Tahun 2009 tentang Kesehatan sebenarnya
Undang; c. pengesahan perjanjian telah sangat jelas mengatur dan memberikan
internasional tertentu; d. tindak lanjut atas delegasi bahwa pengaturan lebih lanjut
putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau; e. mengenai upaya kesehatan jiwa diatur dengan
pemenuhan kebutuhan hukum dalam Peraturan Pemerintah. Perintah pengaturan
masyarakat. Pasal 12 yang menyebutkan dengan Peraturan Pemerintah ini dikarenakan
Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi UU 36/2009 Bab IX Pasal 144 sampai dengan
materi untuk menjalankan Undang-Undang Pasal 155 telah mengatur pokok-pokok
sebagaimana mestinya. perihal kesehatan jiwa. Penyebab kesehatan
Pasal 13 yang menyebutkan materi jiwa yang awalnya didelegasikan untuk
muatan Peraturan Presiden berisi materi yang dibentuk dengan PP menjadi dibentuk dengan
diperintahkan oleh UU, materi untuk UU oleh DPR dikarenakan alasan pemenuhan
melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau kebutuhan hukum dalam masyarakat karena
materi untuk melaksanakan penyelenggaraan adanya desakan kelompok masyarakat.
kekuasaan pemerintahan. Pasal 14 yang Kedua, ketidakjelasan mengenai
menyebutkan Materi muatan Peraturan pembedaan materi muatan PP dengan materi
Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah muatan Perpres utamanya sama-sama berisi
Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam materi yang diperintahkan oleh UU. Hal ini
rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan menyulitkan dalam prakteknya utamanya saat
tugas pembantuan serta menampung kondisi pembentuk UU akan memberikan delegasi
khusus daerah dan/atau penjabaran lebih pengaturan lebih lanjut UU. Seharusnya
lanjut peraturan perundang- undangan yang materi muatan PP dan Perpres dapat
lebih tinggi. dipisahkan secara tegas mengingat
Terhadap pengaturan materi muatan kedudukan PP dan Perpres adalah berbeda. PP
dalam UU 12/2011 Terdapat permasalahan merupakan kategori verordnung (peraturan
sebagai berikut pertama, meskipun hanya delegasi/pelaksana) sementara Perpres
memuat lima butir materi muatan UU namun merupakan kategori autonome satzung
pengaturan dalam Pasal 10 ayat (1) ini (peraturan Otonom).
menjadi sangat luas dan tidak terbatas dengan Peraturan delegasi/pelaksana adalah
adanya butir di huruf e yaitu pemenuhan peraturan perundang-undangan di bawah UU
kebutuhan hukum dalam masyarakat. yang dibentuk sebagai akibat adanya
Ketentuan pemenuhan kebutuhan hukum pelimpahan kewenangan membentuk
dalam masyarakat ini terlalu luas mengingat peraturan yang dilakukan oleh peraturan
bisa selalu dipakai tanpa ukuran yang jelas. perundang-undangan yang lebih tinggi
Kriteria pemenuhan kebutuhan hukum dalam kepada peraturan perundang-undangan yang
masyarakat ini juga kerap menjadi pilihan lebih rendah (bersumber dari kewenangan
bagi pembentuk UU untuk mengakomodir delegasi). Peraturan Otonom adalah peraturan
kepentingannya dalam pembentukan UU, perundang-undangan di bawah UU yang
karena kriteria ini seakan mudah untuk dibentuk atas dasar pemberian kewenangan
dibuktikan, tanpa harus merujuk kepada membentuk peraturan oleh grondwet (UUD)
peraturan perundang-undangan manapun. atau oleh wet (Undang-Undang) kepada suatu
Pengaturan pemenuhan kebutuhan lembaga negara atau lembaga pemerintahan
hukum dalam masyarakat sebagai materi baik di tingkat pusat atau daerah (bersumber
7
Digital Repository Universitas Jember
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 47 No. 1, Januari 2018, Halaman 1-9