Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PERKEMBANGAN HUKUM TATA USAHA NEGARA

Di susun sebagai salah satu syarat mengikuti perkuliahan


Hukum Tata Usaha Negara / Peradilan Tata Usaha Negara

Disusun oleh :
Kelompok 3

Nama NIM

Ahmad Satria ABA 118 005


Rizka Bella ABA 118 036
Eri Yanti ABA 118 033
Septo ABA 118 049
Triogi Wulandari 203020204029
Cuti Yani 203030204048
Doni 203030204050
Renold Aprilando Simamora 203020204034
Debi Rumenta Sitorus 203020204019
Siti Nurhidayah 203030204039

Dosen Pengampu Mata Kuliah

Sakman, S.Pd., M.Pd


NIP. 198603142014041001

PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN (PPKn)


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami
berhasil menyelesaikan tugas makalah HTUN/PTUN yang berjudul
“Perkembangan Hukum Tata Usaha Negara” tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh
dari kesempurnaan. Seperti halnya pepatah “tak ada gading yang tak retak”, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat
membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami
berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.
Amin

Palangkaraya, 6 September 2021

Penyusun Kelompok 3

Halaman|2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... 2
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah........................................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan............................................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Tata Usaha Negara........................................................................... 6
B. Konsep Hukum Tata Usaha (Administrasi) Negara ...................................................... 7
C. Sumber Hukum Tata Usaha Negara (Administrasi) Negara........................................... 11
D. Perkembangan Pemerintahan Umum di Masa Depan.................................................... 23

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................................................... 25
B. Saran .............................................................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 27

Halaman|3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Hukum sebagaimana ilmu sosial yang mempelajari tingkah laku manusia
yang dikaitkan dengan kaidah-kaidah hidupnya, yang istilah lain kaidah-kaidah umum
yang sekarang berlaku (hukum positif) dalam kehidupan bermasyarakat. Hukum adalah
gejala sosial, ia baru berkembang di dalam kehidupan manusia bersama. Ia tampil dalam
menserasikan pertemuan antara kebutuhan dan kepentingan warga masyaakat, baik yang
sesuai atau saling bertentangan. Hal ini selalu berlangsung karena manusia senantiasa
hidup bersama dalam suasana saling ketergantungan.
Dalam kehidupan masyarakat, maka untuk melihat geraknya hukum, haruslah
kita berada di tengah pergaulan masyarakat, disanalah wujud hukum dapat diamati dengan
rasio atau dengan perasaan. Hukum itu adalah kumpulan dari berbagai aturan-aturan hidup
(tertulis atau tidak tertulis), yang menentukan apakah yang patut dan tidak patut dilakukan
oleh seseorang dalam pergaulan hidupnya, suatu hal yang khusus yang terdapat pada
peraturan-peraturan hidup itu, yakni bahwa untuk pentaatan ketentuan itu dapat
dipaksakan berlakunya.
Hukum Tata Usaha Negara merupakan dalam salah satu bidang studi hukum yang
merupakan konsep dalam mempelajari hukum secara lengkap. Hukum Tata Usaha Negara
berusaha menjelaskan tentang keadaan, inti, maksud serta tujuan dari bagian-bagian
penting dari hukum serta pertalian antara berbagai bagian tersebut dengan ilmu
pengetahuan hukum.
Hukum Tata Usaha Negara merupakan mata kuliah dasar yang mengantarkan
atau menunjukkan dan menjelaskan jalan kearah cabang-cabang Ilmu Hukum. Hukum
Tata Negara memberikan pengertian-pengertian dasar dari berbagai istilah dalam
mempelajari ilmu hukum. Adapun kedudukan ilmu hukum di samping ilmu-ilmu yang lain
sangatlah penting, dalam ilmu pengetahuan hukum yang dipelajari adalah tingkah laku
manusia khususnya tentang norma atau kaidah-kaidah hidup yang dilarang dan yang harus
dilakukan.
Seperti ilmu sosial lainnya, ilmu pengetahuan hukum berkembang pesat dalam
rangka menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat, dari perkembangan yang pesat
tersebut melahirkan cabang-cabang ilmu dalam rumpun ilmu hukum itu sendiri, seperti
hukum pidana, hukum perdata, hukum tata negara, hukum dagang, dan sebagainya.

Halaman|4
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Hukum Tata Usaha Negara merupakan dasar
untuk mempelajari lebih lanjut dalam studi hukum.

Halaman|5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, pemakalah menemukan rumusan masalah
yang menjadi fokus pembahasan pada judul materi di atas, yaitu :
1. Apa Pengertian Hukum Tata Usaha Negara ?
2. Apa saja Konsep Hukum Tata Usaha (Administrasi) Negara ?
3. Apa saja Pendekatan Hukum Tata Usaha (Administrasi) Negara ?
4. Apa Sumber Hukum Tata Usaha Negara (Administrasi) Negara ?
5. Bagaimana Landasan Hukum Tata Usaha (Administrasi) Negara ?
6. Bagaimana Perkembangan Pemerintahan Umum di Masa Depan ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pemakalah dalam mengkaji permasalahan di atas adalah agar :
1. Mengetahui Pengertian Hukum Tata Usaha Negara
2. Mengetahui Konsep Hukum Tata Usaha (Administrasi) Negara
3. Mengetahui Sumber Hukum Tata Usaha Negara (Administrasi) Negara
4. Mengetahui Perkembangan Pemerintahan Umum di Masa Depan

Halaman|6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Tata Usaha Negara
Hukum Tata Usaha Negara adalah arti luas dari Hukum Tata Negara. Hukum
Tata Usaha Negara dalam hal ini diartikan sebagai Kaidah/Hukum tentang tatanan yang
mengatur hubungan antara Negara dengan Warga negaranya, dalam konteks ini hubungan
yang dimaksud adalah yang berkaitan/bersinggungan dengan perihal administrasi.
Contohnya Pejabat Eksekutif (Presiden, Gubernur, Bupati, Walikota) yang mengeluarkan
keputusan tertulis ini lah yang kemudian disebut administrasi/keputusan administrasi
sehingga dalam perkembangannya disebut juga sebagai Hukum Tata Usaha Negara.
Negara tidak hanya bertugas menjaga ketertiban semata-mata, tetapi negara ikut
aktif campur tangan mengusahakan dan menyelenggarakan warga negaranya untuk
mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan. Dalam ikut aktif menyelenggarakan
kesejahteraan tersebut, negara ikut campur tangan secara intens (terus menerus) mengurusi
kehidupan pribadi masing-masing individu. Campur tangan negara dalam berhubungan
dengan individu warga negara meliputi hampir seluruh aspek kehidupan.
Karena tugas, pekerjaan, fungsi, dan kewenangan negara (negara diwakili oleh
Aparatur Pemerintah, dalam hal ini disebut “Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara)
sedemikian luas dan besar, serta karena hubungan yang intens dengan masyarakat; maka
sangat terbuka kemungkinan yang besar terjadinya perbedaan pendapat, perbenturan
kepentingan, serta sengketa antara Pemerintah (Badan/Pejabat TUN) dengan orang atau
Badan Hukum Perdata (individu warganegara). Untuk memeriksa, mengadili, dan
menyelesaikan sengketa tersebut, maka diperlukan lembaga peradilan yang bertugas dan
berwenang mengadili sengketa tersebut, lembaga peradilan tersebut yakni peradilan.
Sebagaimana halnya dengan istilah, definisi yang diberikan baik terhadap Hukum
Tata Usaha Negara, maupun terhadap Hukum Administrasi Negara atau Hukum Tata
Pemerintahan beragam. Sekarang marilah kita ikuti masing-masing definisi yang
dikemukakan oleh sarjana-sarjana hukum bangsa kita maupun sarjana bahasa asing.
Menurut De La Bassecour Caan (E. Utrecht; 1960:9), yang dimaksud dengan
Hukum Tata Usaha Negara ialah Himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi
sebab maka negara berfungsi (beraksi), peraturan-peraturan itu mengatur hubungan-
hubungan antara tiap-tiap warga negara dengan pemerintahnya. Jika kita simpulkan
definisi dari De La BassecourCaan ini dapat ditarik pengertian :

Halaman|7
1. Hukum Tata Usaha Negara menjadi sebab maka negara berfungsi dan beraksi.
2. Hukum Tata Usaha Negara mengatur hubungan antara warga negara dengan
pemerintah.
Bagian pertama memperlihatkan kepada kita, bahwa Hukum Tata Usaha Negara
ini menjadi dasar dari segala perbuatan pemerintah atau badan administrasi negara. Bagian
kedua menunjukkan bahwa Hukum Tata Usaha Negara itu termasuk hukum publik, karena
mengatur hubungan antara warga negara dengan pemerintahnya. Dengan perkataan lain
hubungan yang diatur oleh Hukum Tata Usaha Negara adalah hubungan yang bersifat
Publiek Rechtelijk, suatu hubungan hukum, di mana yang diutamakan adalah kepentingan
umum (publik) dan hubungan ini berbeda dengan hubungan perdata.
B. Konsep Hukum Tata Usaha (Administrasi) Negara
1. Istilah dan Pengertian Hukum Administrasi
a. Istilah dan Pengertian Hukum Administrasi
Dalam konteks Indonesia terdapat beraneka istilah untuk menyebut Hukum
Tata Usaha Negara (HTUN), diantaranya Hukum Administrasi Negara (HAN),
Hukum Tata Pemerintahan (administratiefrecht) dan Hukum Tata Usaha Negara
sendiri. Istilah Hukum Administrasi Negara merupakan terjemahan dari istilah
bahasa Belanda, Administratiefrecht. Meski demikian, menurut Philips M.Hadjon,
bahwa :
Penggunaan istilah Hukum Administrasi Negara perlu dikaji kembali lebih-
lebih jika dikaitkan dengan penggunaan istilah tersebut ooleh disiplin ilmu
yang lain seperti ilmu administrasi negara. Arti administrasi dalam konsep
Hukum Administrasi Negara berbeda baik dari segi pengertian, ruang
lingkup, dan sifatnya dengan arti administrasi dalam konsep ilmu
administrasi negara. Dari sudut pustaka ilmiah istilah administrasi dalam
konteks Hukum Administrasi memiliki arti pemerintahan, sedangkan istilah
administrasi dalam konteks ilmu Administrasi memiliki arti manajemen.
Dengan demikian, dalam konteks Hukum Administrasi tidak perlu
menambahkan atribut negara karena pemerintahan dengan sendirinya
menunjuk negara. Tegasnya istilah yang dipakai ialah “Hukum
Administrasi” dan bukan “Hukum Administrasi Negara”.
Apa yang dikemukakan oleh Philipus M.Hadjon tersebut cukuplah
berasalan. Sebagai perbandingan dalam istilah asing tidak ada yang menambah
atribut “negara” dalam hukum administrasinya. Misalnya, di Belanda digunakan

Halaman|8
istilah administrtiefrecht atau bestuusrecht, di Perancis dipakai istilah droit
administratif, di Jerman dikenal dengan verwaltungsrecht dan di Inggris digunakan
istilah administrative law. Dari kelima negara ini jelas tidak ada yang menambahkan
kata “negara” dalam Hukum Administrasi.
TABEL
Perbedaan Pengertian, Sifat, dan Ruang Lingkup Hukum Administrasi dengan Ilmu
Administrasi Negara
Hukum Administrasi Ilmu Administrasi
Pengertian Pemerintahan Manajemen
Sifat Normatif Empiris
Ruang Lingkup Obyeknya adalah Mengatur tata laksana
pemerintahan yaitu pemerintahan. Jadi
kekuasaan untuk menyangkut manajemen
memerintah dalam pemerintahan

Dengan penegasan arti “administrasi” adalah “pemerintahan” maka dalam kajian


Hukum Admnistrasi masalah pemerintahan menjadi titik sentral. Dengan demikian, kajian
Hukum Administrasi menitikberatkan pada aspek hukum pemerintahan, antara lain :
hukum mengenai kewenangan, organisasi publik, dan prosedur pemerintahan.
2. Pendekatan
Menurut Philipus M. Hadjon, dengan studi perbandingan, terdapat tiga
pendekatan utama dalam Hukum Administrasi, yaitu :
1) Pendekatan terhadap kekuasaan pemerintahan.
2) Pendekatan hak asasi manusia (rights-based approach).
3) Pendekatan fungsionaris.
a. Pendekatan Kekuasaan Pemerintahan
Hukum Administrasi Inggris sangat populer dengan pendekatan ultra vies,
sementara Hukum Administrasi Belanda sangat menekankan segi-segi
rechtmatigheid yang pada dasarnya berkaitan dengan rechtmatigheidscntrole.
Pendekatan-pendekatan tersebut menggambarkan kekuasaan pemerintahan sebagai
fokus Hukum Administrasi.
b. Pendekatan HAM (Rights-based Approach)
Rights-based approach merupakan pendekatan baru dalam Hukum
Administrasi Inggris. Fokus utama pendekatan ini bertumpu pada dua hal, yaitu :
1) Perlindungan hak-hak asasi (principles of fundamental rights).

Halaman|9
2) Asas-asas pemerintahan yang baik (principles of good admnistration). Antara lain
: legality, procedural propriety; participation, openness, reasonableness,
relevancy, propriety of purpuse, legal certainty and proportionality.
c. Pendekatan Fungsionaris
Pendekatan ini tidak menggusur pendekatan sebelumnya, tetapi melengkapi
pendekatan yang ada dengan titik pijak, bahwa yang melaksanakan kekuasaan
pemerintahan ialah pejabat (orang). Oleh karena itu, Hukum Administrasi pun harus
memberikan perhatian kepada perilaku aparat. Dengan pendekatan ini, norma
Hukum Administrasi tidak hanya meliputi norma pemerintahan, tetapi norma
perilaku aparat (overheidsgedreg). Norma perilaku diukur dengan konsep
maladministrasi.
Di Belanda, norma perilaku aparat digali dari praktik Ombudsman. Ada dua
norma dasar bagi perilaku aparat, yaitu :
1. Sikap melayani (lienstbaarheid).
2. Terpercaya (betrouwbaarheid), yang meliputi : openheid, nauwgezethaeid,
integriteit, soberheid, eerlijkheid.
3. Landasan Hukum Administrasi
Hukum Administrasi sebagai hukum publik berlandaskan pada prinsip-
prinsip negara hukum (rechtsstaat) dan prinsip-prinsip demokrasi dan sesuai dengan
konsep Hukum Administrasi sebagai instrumen yuridis, Hukum Administrasi juga
mengandung karakter instrumental. Dengan demikian terdapat tiga landasan Hukum
Admnistrasi, yaitu :
1) Negara Hukum
2) Demokrasi
3) Karakter Instrumentasi
a. Negara Hukum
Landasan negara hukum berkaitan dengan jaminan perlindungan hukum
terhadap kekuasaan pemerintahan. Asas-asas umum negara hukum yang langsung
berkaitan dengan jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap kekuasaan
pemerintahan adalah :
1) Asas legalitas dalam pelaksanaan pemerintahan (wetmatigheid vanbestuur), yaitu
hal-hal yang berkaitan dengan soal kewenangan, prosedur, dan substansi.
2) Perlindungan hak asasi (grondrechten), yaitu masalah hak klasik dan hak sosial.

H a l a m a n | 10
3) Pembagian kekuasaan di bidang pemerintahan (matchtsverdeling), antara lain
melalui melalui desentralisasi fungsional maupun teritorial.
4) Pengawasan oleh pengadilan (rechterlijke controle).
b. Demokrasi
Landasan demokrasi terutama berkaitan dengan prosedur dan substansi
dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik berupa pengambilan keputusan maupun
berupa perbuatan-perbuatan nyata. Prinsip-prinsip demokrasi yang melandasi
Hukum Administrasi yaitu :
1) Kedudukan badan perwakilan rakyat.
2) Asas bahwa tidak ada jabatan seumur hidup (afzetbaarhoid vanbestuur).
3) Asas keterbukaan dalam pelaksanaan pemerintahan (open baarheid: aktif dan
pasif). Di Belanda saat ini ada UU-wet open baarheid van bestuur.
4) Peran serta (inspraak).
c. Karakter Instrumental Yuridis
Dengan konsep “sturen” Hukum Administrasi merupakan instrumen
yuridis. Persoalannya ialah bagaimanakah dengan instrumen ini dapat tercapai
tujuan pemerintahan. Dalam kaitan ini, landasan Hukum Administrasi adalah :
1) Efektif (doeltreffencheid: hasil guna).
2) Efisien (doeltreffenheid: daya guna).
Landasan Filosofis dan Landasan Sosiologis
Landasan Filosofis
Filosofis berasal dari kata Filsafat, yakni ilmu tentang kebijaksanaan.
Berdasarkan akar kata semacam ini, maka arti filosofis tidak lain adalah sifat-sifat yang
mengarah kepada kebijaksanaan. Karena menitikberatkan kepada sifat akan
kebijaksanaan, maka filosofis tidak lain adalah pandangan hidup suatu bangsa yakni
nilai-nilai moral atau etika yang berisi nilai-nilai yang baik dan yang tidak baik.
Dalam tatanan filsafat hukum, pemahaman mengenai pemberlakuan moral
bangsa ke dalam hukum (termasuk peraturan perundang-undangan dan Perda ataupun
peraturan walikota) ini dimasukkan dalam pengertian yang disebut dengan rechtsidee
yaitu apa yang diharapkan dari hukum, misalnya untuk menjamin keadilan, ketertiban,
kesejahteraan, dan sebagainya. Berdasarkan pada pemahaman seperti ini, maka bagi
pembentukan/pembuatan hukum atau peraturan perundang-undangan di Indonesia
harus berlandaskan pandangan filosofis Pancasila, yakni :

H a l a m a n | 11
a. Nilai-nilai religiusitas bangsa Indonesia yang terangkum dalam sila Ketuhanan Yang
Maha Esa;
b. Nilai-nilai hak-hak asasi manusia dan penghormatan terhadap harkat dalam martabat
kemanusiaan sebagaimana terdapat dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab;
c. Nilai-nilai kepentingan bangsa secara utuh dan kesatuan hukum nasional seperti
yang terdapat di dalam sila Persatuan Indonesia;
d. Nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat, sebagaimana terdapat di dalam Sila
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan; dan
e. Nilai-nilai keadilan baik individu maupun sosial seperti yang tercantum dalam sila
Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Landasan Sosilogis
Landasan Sosiolgis (sociolgiche gelding) dapat diartikan pencerminan
kenyataan yang hidup masyarakat, dengan harapan peraturan perundang-undangan
(termasuk peraturan daerah didalamnya) tersebut akan diterima oleh masyarakat secara
wajar bahkan spontan. Dasar sosiologis dari peraturan daerah adalah kenyataan yang
hidup dalam masyarakat (living law) harus termasuk pula kecenderungan-
kecenderungan dan harapan-harapan masyarakat.
Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka mengemukakan landasan
teoritis sebagai dasar sosiologis berlakunya suatu kaidah hukum termasuk peraturan
daerah yaitu :
a. Teori kekuasaan (Machttheorie), secara sosiologis kaidah hukum berlaku karena
paksaan penguasa, terlepas diterima atau tidak diterima oleh masyarakat;
b. Teori pengakuan (Annerkennungstheorie), kaidah hukum berlaku berdasarkan
penerimaan dari masyarakat tempat hukum itu berlaku.
C. Sumber Hukum Tata Usaha (Administrasi) Negara
A. Konsep Sumber Hukum
1. Istilah Sumber Hukum
Sumber hukum memiliki istilah yang berbeda-beda, tergantung dari sudut
pandang mana sumber hukum itu dilihat. Utrecht sendiri mengatakan bahwa
kebanyakan para ahli memberikan istilah sumber hukum berdasarkan sudut pandang
keilmuwannya. Pertama, sumber hukum bila ditinjau dari sudut pandang ahli sejarah
memiliki arti :
(1) Sumber hukum dalam arti pengenalan hukum,

H a l a m a n | 12
(2) Sumber hukum dalam arti sumber dari mana pembentuk ikatan hukum
memperoleh bahan dan dalam arti sistem-sistem hukum dari mana tumbuh
positif suatu negara.
Kedua, sumber hukum ditinjau dari sudut para ahl filsafat. Menurut ahli
filsafat sumber hukum diartikan sebagai :
(1) Sumber untuk menentukan isi hukum, apakah isi hukum itu sudah benar, adil
sebagaimana mestinya ataukah masih terdapat kepicangan dan tidak ada rasa
keadilan;
(2) Sumber untuk mengetahui kekuatan mengikat hukm, yaitu untuk mengetahui
mengapa orang taat kepada hukum.
Ketiga, sumber hukum ditinjau dari sudut pandang sosiolog dan antroploog
budaya. Menurut ahli ini yang dianggap sebagai sumber hukum ialah keadaan
masyarakat itu sendiri dengan segala lembaga sosial yang ada di dalamnya,
bagaimana kehidupan sosial budayanya suatu lembaga-lembaga sosial di dalamnya.
Keempat, sumber hukum ditinjau dari sudut pandang keagamaan (religius).
Menuruy sudut pandang agama, yang merupakan sumber hukum ialah kitab suci
atau ajaran agama itu.
Kelima, sumber hukum ditinjau dari sudut ahli ekonomi, yang menjadi
sumber hukum ialah apa yang tampak di lapangan ekonomi. Pada ranah ini hukum
dikondisikan oleh faktor ekonomi (selain juga faktor-faktor lain seperti politik,
budaya, dan sosial). Begitu faktor ini berubah, hukum pun harus berubah pula.
Keenam, sumber hukum ditinjau dari sudut para ahli hukum. Menurut ahli
hukum, sumber hukum memiliki arti :
(1) Sumber Hukum Formil, yaitu sumber hukum yang dikenal dalam bentuknya.
Karena bentuknya itulah sumber hukum formil diketahui dan ditaati sehingga
hukum berlaku. Misalnya Undang-undang, kebiasaan, traktat, yurisprudensi,
dan pendapat ahli hukum (doktrin).
(2) Sumber Hukum Materiil, yaitu sumber hukum yang menentukan isi hukum.
Sumber hukum materiil diperlukan ketika akan menyelidiki asal-usul hukum
dan menentukan isi hukum.

H a l a m a n | 13
B. Sumber Hukum Materiil dan Formil Hukum Tata Usaha (Administrasi) Negara
Indonesia
Menurut Joniarto istilah sumber Hukum Tata Negara, dapat dipandang
dalam tiga pengertian :
Pertama, sumber dalam arti sebagai asal Hukum Tata Negara, yaitu yang
berkaitan tentang kewenangan pengusaha, antara lain :
(1) Adanya suatu peraturan hukum dikeluarkan oleh penguasa yang berwenang untuk
mengeluarkan keputusan tersebut;
(2) Adanya kewenangan itu merupakan syarat mutlak untuk sahnya keputusan tersebut;
dan
(3) Kewenangan yang dimiliki oleh penguasa harus ada dasar hukumnya.
Kedua, sumber dalam arti tempat ditemukannya Hukum Tata Negara, yaitu
sumber yang membahas mengenai macam-macam jenis dan bentuk peraturan terutama
yang tertulis yang dapat berupa UU, PP, Kepres, atau peraturan lainnya.
Ketiga, sumber dalam arti sebagai hal-hal yang dapat memengaruhi
penentuan Hukum Tata Negara, artinya dalam menciptakan hukum positif yang baik
dan adil sesuai dengan keadaan dan kebutuhan, harus memerhatikan berbagai macam
hal antara lain, keyakinan rasa keadilan, serta perasaan hukum yang hidup dalam
masyarakat.
Secara umum sumber Hukum Tata Negara Indonesia dikelompokkan
menjadi dua jenis, yaitu, sumber hukum materiil; dan sumber hukum formil.
1. Sumber Hukum Pancasila
Sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum.
Sumber ini diperlukan ketika akan menyelidiki asal usul hukum dan menentukan isi
hukum. Misalnya, Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang
kemudian menjadi falsafah negara merupakan sumber hukum dalam arti materiil
yang tidak saja menjiwai bahkan dilaksanakan oleh setiap peraturan hukum. Di
samping itu, sumber hukum materiil dapat ditinjau dari berbagai sudut, misalnya dai
sudut ekonomi, sejarah, dan sosiolgi filsafat. Misalnya, ahli ekonomi mengatakan,
bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan
timbulnya hukum.
Menurut Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan Republik Indonesia yang menjadi Sumber Hukum Materiil
Perundang-undangan Republik Indonesia ialah Pancasila. Artinya, bahwa

H a l a m a n | 14
“Pancasila” merupakan sumber tertib hukum, dalam arti sumber dari segala sumber
hukum, hal ini mengandung pengertian bahwa Pancasila merupakan pandangan
hidup, kesadaran, dan cita-cita hukum serta cita-cita mengenai kemerdekaan
individu, kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian
nasional, dan mondial, cita-cita mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara, cita-cita
moral yang meliputi suasana kejiwaan serta watak dari rakyat negara Indonesia.
Menurut Tap MPRS No. XX/MPRS/1966, Pancasila sebagai sumber dari
segala sumber hukum mewujudkan dirinya dalam :
(1) Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945;
(2) Dekrit Presiden 5 Juli 1959;
(3) UUD Proklamasi; dan
(4) Supersemar 11 Maret 1966.
Di dalam sistem norma hukum negara Indonesia Pancasila merupakan
norma fundamental hukum (staatsfundamentalnorm) yang merupakan norma hukum
yang tertinggi, yang kemudian berturut-turut diikuti oleh norma hukum di
bawahnya.
Ada beberapa alasan mengenai Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum dalam arti materiil :
1) Pancasila merupakan isi dari sumber hukum;
2) Pancasila merupakan pandangan hidup dan falsafah negara;
3) Pancasila merupakan jiwa dari setiap peraturan yang dibuat, diberlakukan, segala
sesuatu peraturan perundangan-undangan atau hukum apa pun yang bertentangan
dengan jiwa “Pancasila” harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2. Sumber Hukum Formil
Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang dikenal dalam
bentuknya. Karena bentuknya itulah sumber hukum formil diketahui dan ditaati
sehingga hukum berlaku umum. Selama belum mempunyai bentuk, suatu hukum
baru merupakan perasaan hukum dalam masyarakat atau baru merupakan cita-cita
hukum, oleh karenanya belum mempunyai kekuatan mengikat. Menurut Philipus M.
Hadjon dalam sumber-sumber hukum dalam arti formil diperhitungkan terutama
“bentuk tempat hukum itu dibuat menjadi positif oleh instansi pemerintah yang
berwenang. Dengan kata lain, bentuk wadah sesuatu badan pemerintah tertentu dapat
menciptakan hukum.
Sumber-sumber hukum formil meliputi :

H a l a m a n | 15
(1) Peraturan perundang-undangan (aturan hukum);
(2) Kebiasaan (costume) dan adat;
(3) Perjanjian antarnegara (traktak/treaty);
(4) Keputusan hakim (yurisprudensi); dan
(5) Pendapat atau pandangan ahli hukum (doktrin).
a. Undang-Undang
Istilah undang-undang di sini berbeda dengan istilah undang-undang dalam
undang-undang yang disebutkan dalam Hukum Tata Negara Indonesia. Undang-
undang disini dalam arti luas atau dalam istilah Belanda disebut wet. Wet dalam
Hukum Tata Negara Belanda, dibedakan dalam dua pengertian, yakni : wet in
formelle zin dan wet in materiele zin. Hal yang sama dikemukakan T.J Buys,
bahwa undang-undang mempunyai dua arti antara lain :
Pertama, undang-undang dalam arti formil, ialah setiap keputusan
pemerintah yang merupakan undang-undang karena cara pembuatannya
(terjadinya). Misalnya pengertian undang-undang, menurut ketentuan UUD 1945
hasil amandemen adalah bentuk peraturan yang dibuat oleh pemerintah bersama-
sama DPR.
Kedua, undang-undang dalam arti materiil, ialah setiap keputusan
pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk.
Sistem dan tata urutan perundangan Republik Indonesia telah diatur dalam
Tap. MPRS No. XX/MPRS/1966, yang oleh Tap. MPR No. V/MPR/1973,
dinyatakan tetap berlaku. Sumber-sumber hukum formil ini ialah UUD 1945,
dengan tata urutan peraturan perundang-undangan meliputi :
(1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945);
(2) Ketetapan MPRS/MPR;
(3) Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpu);
(4) Peraturan Pemerintah (PP);
(5) Keputusan presiden (Keppres);
(6) Peraturan-peraturan pelaksana lainnya seperti : Peraturan menteri, instruksi
menteri, peraturan daerah (Perda), dan sebagainya.
1) Undang-Undang Dasar (UUD)
Secara umum istilah UUD diartikan sebagai hukum dasar tertulis, karena di
samping UUD ini berlaku juga hukum dasar yang tidak teratulis, yang

H a l a m a n | 16
merupakan sumber hukum, misalnya kebiasaan-kebiasaan (konvensi), traktat,
dan sebagainya. Isi suatu UUD pada pokoknya menggambarkan cita-cita suatu
bangsa, garis besar, asas dan tujuan negara, pengaturan tata tertib berbagai
lembaga negara, penyebutan hak-hak asasi manusia, pengaturan tentang
perundang-undangan dan segala sesuatu yang bersifat pengaturan secara dasar,
sehingga ia merupakan suatu frame work of the nation.
Sebagai sumber hukum formil, UUD 1945 memiliki arti : Pertama,
merupakan hukum dasar tertulis yang mengatur masalah kenegaraan. Kedua,
merupakan hukum dasar bagi pengembangan peraturan, undang-undang atau
penetapan-penetapan lainnya mengenai sesuatu yang khusus yang berkaitan
dengan kepentingan negara dan masyarakat harus berintikan pada UUD 1945
atau pasal-pasalnya. Oleh karena itu, jelaslah bahwa UUD 1945 menjadi inti,
menjadi sumber hukum-hukum lainnya.
2) Ketetapan MPRS/MPR
Ketetapan MPR dibuat dan ditetapkan oleh MPR. Istilah ketetapan dalam
Tap. MPR/MPRS sebenarnya tidak ada dalam UUD 1945. Istilah ini diambil
MPRS pada sidang pertama, dari bunyi pasal 3 UUD 1945, di mana terdapat
sumber hukum, bahwa MPR berwenang menetapkan UUD, GBHN, memilih
presiden dan Wapres dan sebagainya. Secara umum ketetapan MPR diartikan
sebagai bentuk produk legislatif yang merupakan keputusan musyawarah
MPR, yang ditujukan keluar (dari majelis) yaitu mengatur tentang garis-garis
besar dalam bidang legislatif dan ekskutif.
Berdasarkan hal tersebut, maka sebagai sumber hukum, ketetapan MPR
berisi antara lain : Pertama, Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar
dalam bidang legislatif dilaksanakan dengan undang-undang; Kedua,
ketetapan MPR yang memuat GBHN dalam bidang eksekutif dilaksanakan
dengan keputusan presiden.
3) Undang-Undang (UU) atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang (Perpu)
a) Undang-Undang (UU)
Suatu undang-undang (perundang-undangan) terdiri dari : Pertama,
undang-undang dalam arti luas atau dalam ilmu hukum disebut undang-
undang dalam arti formil (wet in formale zin) yaitu segala peraturan tertulis
yang dibuat oleh penguasa (pusat atau daerah) yang mengikat dan berlaku

H a l a m a n | 17
umum. Misal, undang-undang Undang-Undang Darurat, dan peraturan-
peraturan. Kedua, undang-undang dalam arti sempit atau dalam ilmu hukum
disebut undang-undang dalam arti materiil (wet in materille zin) adalah
peraturan tertulis yang dibentuk oleh penguasa sebagai suatu badan negara
yang secara tertentu diberi kekuasaan untuk membentuk undang-undang,
yakni presiden dengan persetujuan DPR.
Sehubungan dengan berlakunya suatu Undang-undang, terdapat
beberapa asas peraturan perundangan :
1. Undang-undang tidak berlaku surut.
2. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi pula (lex superior derogat legi inferiori).
3. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang
yang bersifat umum (lex specialis derogat legi generali).
4. Undang-undang yang berlaku kemudian membatalkan undang-undang
yang terdahulu yang mengatur hal tertentu yang sama (lex posterior
derogat legi priori).
5. Undang-undang tak dapat diganggu gugat.
b) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dibentuk dalam hal
kegentingan yang memaksa atau karena keadaan-keadaan yang mendesak.
Istilah Perpu dalam konstitusi RIS dan UUDS 1950 disamakan dengan UU
Darurat baik dalam pembentukan maupun kekuatannya. Adapun
perbedaannya ialah UU Darurat akan tidak berlaku lagi karena hukum
ditolak, sedangkan Perpu tidak, dengan sendirinya tidak berlaku melainkan
dicabut terlebih dahulu. Artinya, bahwa Perpu, masih dapat berlaku terus
walaupun tidak mendapat persetujuan dari DPRD, kalau belum dicabut
secara resmi oleh Presiden. Misal, Perpu tentang Darurat Sipil di Nanggroe
Aceh Darussalam.
Ketentuan tentang alasan keberlakuan Perpu diatur dalam Pasal 22 UUD
1945, yang menyatakan :
1. Dalam hal ihwal kepentingan yang memaksa presiden berhak
menetapkan peraturan-peraturan sebagai pengganti undang-undang;
2. Perpu itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang
berikut;

H a l a m a n | 18
3. Jika tidak mendapat pesetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus
dicabut.
Secara substansi keberadaan Perpu sederajat dengan UU, oleh karena itu
akibat hukum yang diciptakan juga sama. Meski demikian, terdapat
perbedaan antara keduanya dalam beberapa hal, antara lain :
(1) Perpu hanya dibuat oleh Presiden; DPR tidak dilibatkan dalam
pembuatan peraturan tersebut; dan
(2) Perpu itu dibuat hanya dalam keadaan genting (negara dalam keadaan
darurat).
4) Peraturan Pemerintah (PP)
Pemerintah merupakan peraturan pemerintah (PP) untuk menjalankan
undang-undang sebagaimana mestinya (Pasal 5 ayat 2 UUD 1945). PP ini
memuat aturan-aturan yang bersifat umum. Karena peraturan pemerintah
diadakan untuk melaksanakan undang-undang, maka tidak mungkin bagi
presiden menetapkan peraturan pemerintah sebelum ada undang-undang.
5) Penetapan Presiden (Penpres), Peraturan Presiden (Perpres), Keputusan
Presiden (Kepres), dan Instruksi Presiden (Inpres)
Undang-undang, Perpu, dan PP merupakan bentuk peraturan yang
disebutkan dalam UUD 1945. Penpres dan Perpres muncul setelah adanya
dekrit 5 Juli 1959, sehingga secara konkret keduanya hanya dinyatakan dengan
suatu surat Presiden, yaitu surat Presiden RI tanggal 20 Agustus 1959 No.
2262/HK/1959 dan 22 September 1959 No. 2775/HK/59. Isi dari surat
Presiden ini menyatakan bahwa di samping bentuk peraturan negara seperti
tersebut di dalam UUD 1945 yaitu UU, Perpu, dan peraturan pemerintah,
diadakan pula :
1. Penetapan Presiden, yaitu untuk melaksanakan dekrit 5 Juli 1959.
2. Peraturan Presiden.
3. Peraturan pemerintah yang dibuat untuk melaksanakan penetapan Presiden
(bukan PP ex. Pasal 5 ayat 2 UUD 1945).
4. Keputusan Presiden sebagai pelaksana peraturan Presiden, tindakan-
tindakan lain oleh Presiden seperti meresmikan pengangkatan-
pengangkatan.
5. Peraturan menteri dan keputusan menteri.
6) Peraturan-peraturan Pelaksanaan Lainnya

H a l a m a n | 19
Peraturan ini merupakan bentuk peraturan yang ada setelah Tap. MPRS No.
XX/MPRS//1966. Peraturan pelaksana lainnya dapat berbentuk : peraturan
menteri, instruksi menteri, dan keputusan Panglima TNI, yang harus tegas
bersumber dan berdasarkan peraturan peundangan yang lebih tinggi.
a) Peraturan dan Keputusan Menteri
Peraturan menteri (Permen) adalah suatu peraturan yang dikeluarkan
oleh seorang Menteri yang berisi ketentuan-ketentuan tentang bidang
tugasnya. Misalnya, peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun
1974 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, dan Pengangkatan Kepala
Daerah.
b) Keputusan Menteri
Selain Permen, dikenal juga surat keputusan menteri (Kepmen) dan surat
keputusan bersama (SKB) dua atau lebih menteri. Kepmen adalah
keputusan menteri yang bersifat khusus mengenai masalah tertentu sesuai
dengan bidang tugasnya. Misalnya, surat keputusan Menteri Pertahanan
Keamanan No. Skep/168/III/2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan
Hukum di Lingkungan Departemen Pertahanan; surat keputusan bersama
Menteri Kehakiman dan Menteri Dalam Negeri No. M.01-UM.09-03-80
dan No. 42 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pemberian Surat Bukti
Kewarganegaraan RI.
7) Peraturan Daerah
Penyelenggara pemerintahan daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang,
kewajiban, dan tanggung jawabnya serta atas kuasa peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah yang
dirumuskan antara lain dalam peraturan daerah, peraturan kepala daerah, dan
ketentuan daerah lainnya. Peraturan daerah dibuat oleh DPRD bersama-sama
pemerintah daerah (pemprov, pemkot/pemkab), artinya prakarsa dapat berasal
dari DPRD maupun dari pemerintah daerah. Khusus peraturan daerah tentang
APBD rancangannya disiapkan oleh pemerintah daerah yang telah mencakup
keuangan DPRD, untuk dibahas bersama DPRD.
Peraturan daerah adalah peraturan lain yang dibuat oleh pemerintah daerah,
baik pemerintah provinsi ataupun pemerintah kabupaten dan kota, dalam
rangka mengatur rumah tangganya sendiri, pemda antara lain dapat
menetapkan Perda. Adapun sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) UU No. 10 Tahun

H a l a m a n | 20
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan,
peraturan daerah meliputi :
1. Peraturan daerah provinsi dibuat oleh DPRD Provinsi bersama dengan
Gubernur.
2. Peraturan daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh DPRD Kabupaten/Kota
bersama dengan Bupati/Walikota.
3. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan
Desa (BPD) atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama
lainnya.
b. Kebiasaan
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang
dalam hal yang sama. Apabila kebiasaan tertentu diterima masyarakat dan
kebiasaan ini selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga
tindakan yang perlawanan dengannya dianggap sebagai pelanggaran perasaan
hukum, dengan begitu timbulah suatu kebiasaan hukum, yang selajutnya
dianggap sebagai hukum.
Untuk timbulnya hukum kebiasaan diperlukan syarat-syarat tertentu yaitu :
1. Adanya perbuatan tertentu yang dilakukan berulang-ulang (tetap) dalam
lingkungan masyarakat tertentu (bersifat materiil).
2. Adanya keyakinan hukum dari masyarakat (opinio juris seu necessitates) yang
bersangkutan bahwa pengertian itu merupakan sesuatu yang seharusnya
dilakukan (bersifat psikologis).
3. Adanya akibat hukum apabila kebiasaan itu dilanggar.
Konvensi merupakan aturan-aturan tingkah laku (rules of political
behaviour) atau menurut J.S Mill konvensi merupakan aturan-aturan keakhlakan
(rules of morality). Menurut UUD 1945 konvensi diartikan sebagai “aturan-aturan
dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara,
meskipun tidak tertulis”. Kebiasaan ketatanegaraan (konvensi) ini mempunyai
kekuatan yang sama dengan undang-undang, karena diterima dan dijalankan,
bahkan konvensi ini dapat menggeser peraturan-peraturan hukum tertulis.
c. Traktat
Traktat pada dasarnya adalah perjanjian antara dua negara atau lebih.
Berdasarkan negara yang melakukan perjanjian traktat terdiri dari : Pertama,
traktat bilateral, yaitu apabila traktat diadakan antara dua negara. Misalnya

H a l a m a n | 21
perjanjian Internasional yang dilakukan antara pemerintah RI dan Pemerintah
RRC tentang “Dwi Kewarganegaraan”. Traktat sebagai bentuk perjanjian
antarnegara merupakan sumber hukum formil Hukum Tata Negara walaupun ia
termasuk dalam hukum Internasional, mempunyai kekuatan mengikat bagi
negara-negara yang mengadakan perjanjian itu.
Mengenai kekuatan hukum mengikatnya traktat ini dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Traktat sebagai salah satu bentuk perjanjian/persetujuan mempunyai kekuatan
seperti undang-undang, sehingga harus ditaati (pacta sunt servada).
2. Sebagai UU bagi yang membuatnya sehingga dilihat dari kekuatan hukumnya,
perjanjian dalam pengertian umum dapat berderajat dengan hukum.
3. Traktat merupakan sumber hukum formil.
4. Dalam menentukan peraturan pergaulan Internasional di samping harus
mengindahkan ketentuan Internasional, suatu negara dalam membuat traktat
harus memerhatikan kepentingan bangsa dan rakyatnya sehingga
pembuatannya memerlukan persetujuan wakil rakyat.
Kedudukan dan derajat hukum traktat dapat dikatakan sama dengan
undang-undang, dengan alasan sebagai berikut :
1. Bahwa Presiden membuat perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan
DPR Pasal 11, Pasal 5 ayat 1 jo. Pasal 20 ayat 1 UUD 1945.
2. Traktat bertentangan dengan UUD, maka traktat menjadi batal sebab Presiden
telah melakukan sesuatu yang menyimpang dengan ketentuan Pasal 4 ayat 1
dan Pasal 9 ayat 9 UUD 1945.
3. Apabila traktat baru berbeda dengan UU, maka traktatlah yang berlaku sebab
berarti Presiden dan DPR menyetujui traktat tersebut dalam hal ini berlaku
asas “lex posterior derogat priorilegi”, atau sebaliknya traktat itu dibatalkan
karena merugikan kepentingan nasional (bertentangan dengan UU yang telah
dibuat).
Dengan demikian jelaslah bahwa traktat mempunyai derajat di bawah UUD
dan derajatnya dapat disamakan dengan UU.
d. Doktrin
Doktrin adalah pernyataan/pendapat para ahli hukum. Dalam kenyataannya
pendapat para ahli banyak diikuti orang dan menjadi dasar atau bahkan
pertimbangan dalam penetapan hukum, baik oleh para hakim ketika akan

H a l a m a n | 22
memutuskan suatu perkara mauun oleh pembentuk Undang-undang. Misalnya,
dengan mengutip pendapatnya, sehingga putusan pengadilan terasa menjadi lebih
beribawa.
Mahkamah Internasional dalam Piagam Mahkamah Internasional (Statute
of the International Court of Justice) Pasal 38 ayat 1 mengakui, bahwa dalam
menimbang dan memutus suatu perselisihan dapat menggunakan beberapa
pedoman antara lain :
(1) Perjanjian-perjanjian Internasional (Internatonal Conventions);
(2) Kebiasaan-kebiasaan Internasional (Internatonal Customs);
(3) Asas-asas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab (The General
Principles of Law Recognsed by Civilised Nations);
(4) Keputusan hakim (judical decisions) dan pendapat-pendapat sarjana hukum.
Interelasi Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Tata Negara
Kedua cabang ilmu ini mempunyai kaitan yang sangat erat, karena
staatrecht in engere zein (HTN dalam arti sempit) dan administratiet recht (HAN)
adalah bagian dari staatrecht in ruimere zin (HTN dalam arti luas).
Berkaitan dengan interelasi antara HTUN dan HTN ini, terdapat dua
kelompok dalam memandang hubungan antara HTN dan HAN. Pertama, golongan
yang berpendapat bahwa antara HTN dan HAN terdapat perbedaan secara prinsipiil
(asasi), karena kedua ilmu ini dapat dibagi secara tajam baik sistematika maupun
isinya. Tokohnya C.van Vollenhoven, J.H.A. Logeman, dan Stellinga.

Hukum Tata Negara


(HTN)

Arti Luas Arti Sempit


(staatrecht in ruimere zein) (staatrecht in engere zein)

HTN disebut juga Hukum Negara, Hukum Tata Negara (HTN) saja
meliputi :
1. Hukum Tata Usaha Negara
(Hukum Administrasi
Negara/Hukum Tata Pemerintahan)
2. Hukum Tata Negara

H a l a m a n | 23
C.Van Vollenhoven dalam bukunya, Thorbecke en het Administratifrecht
mengartikan HTN sebagai sekumpulan peraturan-peraturan hukum yang
menentukan badan-badan hukum kenegaraan serta memberi wewenang kepadanya
dan bahwa kegiatan suatu pemerintah modern adalah membagi-bagi wewenang itu
kepada badan-badan tersebut dari yang tertinggi sampai yang terendah
kedudukannya, sesuai dengan paham Oppenheim HTN sama dengan negara dalam
arti tidak bergerak.
Pendapat Logemann, Hukum Tata Usaha Negara mempelajari tentang jenis
hukum, bentuk serta akibat hukum yang dilakukan para fungsionaris sehubungan
dengan pelaksanaan tugas kewajibannya. Pendapat Stellinga, Hukum Tata Negara
maupun Hukum Administrasi Negara bagian-bagian yang terpenting yang termasuk
sistematikanya akan menentukan tempat-tempatnya yang sangat tepat.
Kedua, Golongan yang berpendapat bahwa antara Hukum Tata Negara dan
Hukum Administrasi Negara tidak ada perbedaan secara prinsipiil (asasi), tetapi
hanya pertimbangan manfaat saja. Tokohnya, R. Kranenburg, C.W. van der Pot, dan
W.G. Vegting.
Pendapat Kranenburg, hubungan antara Hukum Tata Negara dan Hukum
Tata Usaha Negara adalah tidak jauh berbeda seperti antara Hukum Perdata dan
Hukum Dagang. Dengan pembagian kerja yang berkaitan dengan cepatnya
perkembangan hukum korporatif masyarakat/hukum kewilayahan, atau dirasa perlu
melakukan pembagian sehubungan untuk pemantapan materi yang diajarkan.
Pendapat Van der Pot perbedaan antara Hukum Tata Negara dan Hukum
Administrasi Negara tidak membawa akibat hukum. Pendapat Vegting Hukum Tata
Negara dengan Hukum Administrasi Negara penyelidikannya sama. Oleh karena itu,
tidak prinsipiil perbedaannya. Perbedaannya itu hanya cara pendekatannya, cara
pendekatan Hukum Tata Negara untuk mengetahui organisasi negara, serta badan
lainnya, sedang Hukum Administrasi Negara menghendaki bagaimana caranya
negara serta organ-organ melakukan tugas.
D. Perkembangan Pemerintahan Umum di Masa Depan
Hukum Administrasi itu terlibat dengan perkembangan-perkembangan yang
cepat. Hukum Administrasi dari 10 tahun yang lalu berbeda dari Hukum Administrasi
masa kini. Maka, bagaimanakah arah perkembangan Hukum Administrasi di masa yang
akan datang ?

H a l a m a n | 24
Hukum Adminsitrasi modern itu bergantung pada dua macam dorongan :
a. Dorongan dari Sudut Politik dan Pemerintahan
Hukum Administrasi tergantung dari apa yang dibayangkan oleh politik sebagai
tugas dari pemerintah. Tentu saja politik itu tidak mengambil keputusan secara otonom
(mandiri) dalam tugas-tugas pemerintah. Untuk itu pengaruh ekstern dari luar negeri
dapat disebutkan. Segala macam keperluan dalam negeri seperti kebutuhan akan suatu
kebijaksanaan pertanian tertentu, kebijaksanaan kependudukan, kebijaksanaan
mengenai lingkungan hidup, dan sebagainya dapat memaksa pihak pemerintah untuk
menangani tugas-tugas tertentu. Sebagai kesimpulan, dapat dikatakan bahwa setiap
negara mengenal hukum administrasinya sendiri, oleh karena setiap negara mempunyai
kebutuhan dan keinginannya sendiri. Perubahan dalam tugas-tugas pemerintah
tercermin dalam Hukum Administrasi terutama dalam perubahan-perubahan pada
bagian khusus dari Hukum Administrasi.
b. Perkembangan dalam Bidang Hukum Administrasi Otonom
Dengan timbulnya bagian-bagian khusus dari Hukum Administrasi kebutuhan
juga meningkatkan pembentukan mata pelajaran umum. Pertumbuhan dan
penyempurnaan Hukum Administrasi merupakan suatu proses otnom yang dapat
dicapai dengan bantuan ilmu pengetahuan, peradilan, dan perundang-undangan umum.

H a l a m a n | 25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah pemakalah menguraikan pembahasan tentang Perkembangan Hukum Tata
Usaha Negara maka pemakalah menyimpulkan bahwa :
1. Pengertian Hukum Tata Usaha Negara
Hukum Tata Usaha Negara adalah arti luas dari Hukum Tata Negara. Hukum
Tata Usaha Negara dalam hal ini diartikan sebagai Kaidah/Hukum tentang tatanan yang
mengatur hubungan antara Negara dengan Warga negaranya, dalam konteks ini
hubungan yang dimaksud adalah yang berkaitan/bersinggungan dengan perihal
administrasi. Contohnya Pejabat Eksekutif (Presiden, Gubernur, Bupati, Walikota)
yang mengeluarkan keputusan tertulis ini lah yang kemudian disebut
administrasi/keputusan administrasi sehingga dalam perkembangannya disebut juga
sebagai Hukum Tata Usaha Negara.
2. Konsep Hukum Tata Usaha (Administrasi) Negara
Dalam konteks Indonesia terdapat beraneka istilah untuk menyebut Hukum Tata
Usaha Negara (HTUN), diantaranya Hukum Administrasi Negara (HAN), Hukum Tata
Pemerintahan (administratiefrecht) dan Hukum Tata Usaha Negara sendiri. Istilah
Hukum Administrasi Negara merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda,
Administratiefrecht.
Pendekatan
Menurut Philipus M. Hadjon, dengan studi perbandingan, terdapat tiga
pendekatan utama dalam Hukum Administrasi, yaitu :
a. Pendekatan terhadap kekuasaan pemerintahan.
b. Pendekatan hak asasi manusia (rights-based approach).
c. Pendekatan fungsionaris.
Landasan Hukum Administrasi
Dengan demikian terdapat tiga landasan Hukum Admnistrasi, yaitu :
a. Negara Hukum
b. Demokrasi
c. Karakter Instrumentasi

H a l a m a n | 26
3. Sumber Hukum Tata Usaha (Administrasi) Negara
Istilah Sumber Hukum
Sumber hukum memiliki istilah yang berbeda-beda, tergantung dari sudut
pandang mana sumber hukum itu dilihat. Utrecht sendiri mengatakan bahwa
kebanyakan para ahli memberikan istilah sumber hukum berdasarkan sudut pandang
keilmuwannya.
Sumber Hukum Materiil dan Formil Hukum Tata Usaha (Administrasi) Negara
Indonesia
Secara umum sumber Hukum Tata Negara Indonesia dikelompokkan menjadi dua
jenis, yaitu, sumber hukum materiil; dan sumber hukum formil. Sumber hukum materiil
adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum. Sumber ini diperlukan ketika akan
menyelidiki asal usul hukum dan menentukan isi hukum. Sumber hukum formil adalah
sumber hukum yang dikenal dalam bentuknya. Karena bentuknya itulah sumber hukum
formil diketahui dan ditaati sehingga hukum berlaku umum.
4. Perkembangan Pemerintahan Umum di Masa Depan
Dorongan dari Sudut Politik dan Pemerintahan
Hukum Administrasi tergantung dari apa yang dibayangkan oleh politik sebagai
tugas dari pemerintah. Tentu saja politik itu tidak mengambil keputusan secara otonom
(mandiri) dalam tugas-tugas pemerintah.
Perkembangan dalam Bidang Hukum Administrasi Otonom
Dengan timbulnya bagian-bagian khusus dari Hukum Administrasi kebutuhan
juga meningkatkan pembentukan mata pelajaran umum.
B. Saran
Demikian analisis dari makalah kami yaitu HTUN/PTUN yang berjudul
“Perkembangan Hukum Tata Usaha Negara”. Kami tahu bahwa makalah kelompok kami
jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan, maka dari hal itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun potensi kami dalam mengerjakan
tugas untuk kedepannya dari dosen pengampu serta teman-teman semua.

H a l a m a n | 27
DAFTAR PUSTAKA
 Dr. Titik Triwulan T., S.H, M.H. Kombes Pol. Dr. H. Ismu Gunandi Widodo, S.H, C.N,
M.M, 2011, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
Indonesia, Penerbit Kencana, Jakarta.
 Dr. Rosmery Elsye, S.H, M.Si. Dr. Muslim, S.Sos, M.Si, 2020, Hukum Tata Usaha
Negara, Fakultas Manajemen Pemerintahan IPDN, Jatinangor.
 Paulus Effendi Lotulung, 2013, Hukum Tata Usaha Negara dan Kekuasaan, Salemba
Humanilea, Jakarta.

H a l a m a n | 28

Anda mungkin juga menyukai