Bab 1. Nabila-1
Bab 1. Nabila-1
Keluarga bullying
Sebuah layang layang berekor panjang nampak terbang tinggi terombang ambing dan
kemudian putus, terbawa angin di langit cerah. Melewati perkebunan, melewati kereta api
yang berjalan, terus dan akhirnya tersangkut dipohon besar sebuah sekolah.
Tak seberapa jauh dari sekolah itu, sebuah ruko 2 lantai yang dipakai tempat tinggal dan
usaha belanjaan, tampak seorang ibu diusia akhir 30an, Bu Asih sedang menelepon. sambil
memakai baju yang akan dikenakan, tampak rambutnya masih memakai roll dan wajah
belum bermake up.
"Kapan pertemuannya?" sahutnya sambil berusaha menarik ristleting belakang rok nya.
"Apa?"
"Tunggu sebentar." Tampaknya ristleting rok tersebut sudah rusak atau macet,
bagaimanapun dia berusaha menutupnya tetap tidak bisa.
"Aku hampir siap." Sahutnya cepat. Sambil mengganti baju dengan baju panjang biasa. "Aku
bahkan belum sarapan."
"Nanti saja,
keluarlah sekarang!" Seru suara ditelepon tak sabar.
"Baik, baik."
"Aku berangkat sekarang!" SAhutnya sambil tergesa -gesa membereskan lantai kamar.
"Bertemu dimana?"
Diruang kelas 2. Nabila gadis kecil berumur 8 tahunan dengan rambut sebahu dan berponi
sedang mencoret-coret nilai ulangan. Didepannya anak laki-laki sedang ribut bermain kartu,
sesekali dia melihat ke arah mereka sambil bergumam sendiri.
"Mau?"
"Kita barter dengan ini."
"Satu ini untuk lima itu."
"Tidak usah! Pelit!/ Ayo." Lanjutnya sambil berdiri dan mengajak yang lain pulang, dan
meninggalkan Genta. mereka mulai bubar.
Didepan sekolah suasana sudah sepi, banyak yang sudah pulang daritadi. Hanya Genta
dan teman-temanya yang bermain kartu sebelum pulang, Dan Nabila sedang malas pulang
karena hasil ujiannya mendapat nilai jelek.
Tujuh orang ibu-ibu sedang berkumpul di restoran, nampak piring makan telah kosong.
Hanya piring Bu Asih yang masih tersisa, di aduk-aduk makanannya tanpa selera.
"Bersulang!" Teriak ibu - ibu itu. sambil mengangkat gelas bersama-sama. Bu Asih hanya
mengangkat gelas sedikit.
Bu Asih tampak kaget karena daritadi dia hanya malas - malasan mengaduk gulai kelinci
tanpa memakannya.
"Zaman sekarang ini, kita memberi amplop uang." Ucap seorang ibu disampingnya.
"Tentu saja./ Ya." Seorang ibu yang nampak kaya berbaju merah mengangguk, dan yang
lain menimpali.
Masih duduk tinggal Bu siti yang buru-buru menghabiskan minumannya dan Bu asih yang
sibuk merapikan bajunya.
"Aku kenyang./
Apa kita patungan hari ini?" Ucap salah satu ibu.
"Aku bahkan tidak makan!" Bu Asih nampak ternganga menggerutu kesal memandangnya.
"Kita beri ibunya Nabila kesempatan?" Jawab seorang ibu tersenyum sinis. Sambil menoleh
ke ibu-ibu yang lain.
"Terima kasih, Bu Asih./ Terima kasih." Ucap ibu-ibu bergantisn dan nampak tersenyum
sumringah.
Mereka berjalan keluar restoran. Sementara Bu asih dan Bu siti berjalan kearah kasir.
Bu siti menggeleng tak percaya, dia membuka dompetnya sendiri dan mengeluarkan kartu
sambil tersenyum masam.
"Bisa kartu kredit?"
Setelah selesai membayar mereka berdua berjalan kaki beriringan pulang kembali ke
rumah.
"1,980,000 Tidak masuk akal!" Seru Bu asih kesal masih tak habis pikir.
"Mereka yang makan
semua daging kelincinya!" Lanjutnya sambil menendang angin.
Bu Asih terdiam kecewa, sambil berjalan dia berpikir mengapa harus orang-orang lemah
yang selalu jadi sasaran.
Mereka terus berjalan dan melewati penjual semangka dipinggir jalan. Bu Asih berhenti dan
melihat-lihat semangka. Nampak ditengah-tengahnya ada tulisan SEMANGKA, 80.000.
"Kenapa mahal sekali?" Gumamnya sambil menepuk-nepuk salah satu semangka.
"Kenapa ini sangat mahal?" Ucapnya lagi sambil menatap Bu siti.
"Dia cuma manajer, bukan bos." Jawab Bu siti tersenyum sambil ikut memegang tangan Bu
asih.
Dalam hati ia ingin membelikan Bu asih semangka itu, tapi pengeluaran makan tadi sudah
menguras kartu kreditnya.
Mereka pun berjalan meninggalkan penjual semangka tanpa membeli.
================================================
"Ding, dong, dang, dong! Waktunya istirahat makan siang!" Seru sebuah suara menirukan
suara pengumuman mesin.
"Atau aku akan membunuhmu!" Ancamnya keras dengan wajah lucu. Orang tersebut
nampak malu - malu menunduk sambil menggaruk rambutnya.
Ayo makan bareng." lanjutnya kemudian tanpa memakai mic sambil mengangguk ke
seseorang
Dikantin pabrik, Pak wawan mengaduk-aduk panci mencari sisa ayam. Sementara Pak dodit
berdiri disamping sambil memegang nampan nasinya.
"Benar tak ada yang tersisa?"
"Ya."
"Tidak setia kawan!" Teriaknya kesal kearah para karyawan yang sedang makan berkumpul
disalah satu meja.
"Aku cuma makan satu, sungguh." Sahut salah satu karyawan membela diri.
"Tulang-tulang itu
tak mungkin dari satu porsi!" Sembur Pak dodit sambil menunjuk dibawah meja.
"Dan putriku
mengatakan aku bau..."
"..dan tak mau
mendekat denganku."