Anda di halaman 1dari 6

Bab1.

Keluarga bullying
Sebuah layang layang berekor panjang nampak terbang tinggi terombang ambing dan
kemudian putus, terbawa angin di langit cerah. Melewati perkebunan, melewati kereta api
yang berjalan, terus dan akhirnya tersangkut dipohon besar sebuah sekolah.

Tak seberapa jauh dari sekolah itu, sebuah ruko 2 lantai yang dipakai tempat tinggal dan
usaha belanjaan, tampak seorang ibu diusia akhir 30an, Bu Asih sedang menelepon. sambil
memakai baju yang akan dikenakan, tampak rambutnya masih memakai roll dan wajah
belum bermake up.

"Kapan pertemuannya?" sahutnya sambil berusaha menarik ristleting belakang rok nya.

"Apa?"

"Kau sudah siap?"

"Baiklah." Perempuan tersebut menekan tombol loudspeaker dan menaruh hapenya


dimeja.

"Tunggu sebentar." Tampaknya ristleting rok tersebut sudah rusak atau macet,
bagaimanapun dia berusaha menutupnya tetap tidak bisa.

"Kau tak pernah datang


ke pertemuan PTA sejak tahun lalu." Sahut suara dari seberang sana melalui telepon'

"Jika kau terlambat,


tidak enak dengan mereka." imbuhnya lagi.

"Aku hampir siap." Sahutnya cepat. Sambil mengganti baju dengan baju panjang biasa. "Aku
bahkan belum sarapan."

"Nanti saja,
keluarlah sekarang!" Seru suara ditelepon tak sabar.

"Baik, baik."

"Aku sudah siap!"

"Aku berangkat sekarang!" SAhutnya sambil tergesa -gesa membereskan lantai kamar.

"Aku mau berangkat."


Sambil berdiri memakai sepatu dia bertanya.

"Bertemu dimana?"

"Daging kelinci?" Masih menjawab telepon dengan suara malas

"Aku tak bisa makan itu."


==============================================

Diruang kelas 2. Nabila gadis kecil berumur 8 tahunan dengan rambut sebahu dan berponi
sedang mencoret-coret nilai ulangan. Didepannya anak laki-laki sedang ribut bermain kartu,
sesekali dia melihat ke arah mereka sambil bergumam sendiri.

"Berikan padaku." Seru salah seorang anak.


"Kau punya tiga kartu yang sama."
"Tapi ini kartu langka."
"Punyamu biasa." Mereka saling pamer kartu masing-masing.

"Mau?"
"Kita barter dengan ini."
"Satu ini untuk lima itu."

"Genta! Dasar pelit!" Teriak salah satu anak itu ribut.

"Tidak usah! Pelit!/ Ayo." Lanjutnya sambil berdiri dan mengajak yang lain pulang, dan
meninggalkan Genta. mereka mulai bubar.

Tinggal Genta dan Nabila didalam kelas.


Genta berdiri sambil mengenakan rangsel. Tiba-tiba tertegun sejenak melihat keluar jendela.
Nampak layang-layang tersangkut dipohon halaman sekolah.
Nabila yang melihat Genta diam, penasaran dan melongok kejendela tanpa berdiri.
"Ohh.." gumam Nabila pelan.
Genta menoleh kearahnya.
"Apa?" Hardik Genta menantang.
"Apa?" menatapnya sambil berjalan keluar kelas.
Nabila dengan cemberut ikut menatap Genta sampai keluar kelas, dan menggerutu kesal.

Didepan sekolah suasana sudah sepi, banyak yang sudah pulang daritadi. Hanya Genta
dan teman-temanya yang bermain kartu sebelum pulang, Dan Nabila sedang malas pulang
karena hasil ujiannya mendapat nilai jelek.

"Tunggu aku!" Genta berlari mengejar teman-temannya.


Sementara dibelakangnya Nabila berjalan pelan, dia berdiri sejenak di depan gerbang
sambil melihat layang-layang yang tersangkut. Tertegun dan berjalan pulang.
================================================

Tujuh orang ibu-ibu sedang berkumpul di restoran, nampak piring makan telah kosong.
Hanya piring Bu Asih yang masih tersisa, di aduk-aduk makanannya tanpa selera.

"Bersulang!" Teriak ibu - ibu itu. sambil mengangkat gelas bersama-sama. Bu Asih hanya
mengangkat gelas sedikit.

"Libur musim panas


segera tiba." ucap salah seorang ibu.
"Apa yang kita berikan pada guru wali kelas?"
"Bagaimana kalau gaun?" jawab ibu didepan nya.

"Ide bagus. Setuju." Sahut yang lain serempak.

"Bagaimana pendapatmu, Bu Asih?" tanya ibu yang memberi ide.

Bu Asih tampak kaget karena daritadi dia hanya malas - malasan mengaduk gulai kelinci
tanpa memakannya.

"Hah?" Gumamnya pelan.


"Bagaimana kalau pot bunga?"

Serentak ibu - ibu yang lain terdiam.

"Sudahlah!" Kata seorang ibu yang berwajah gemuk.


melambaikan tangan sambil tersenyum ke semua ibu-ibu.
Dia adalah Bu siti tetangga yang mengajaknya berbicara ditelepon

"Zaman sekarang ini, kita memberi amplop uang." Ucap seorang ibu disampingnya.

"Berapa banyak?" Bu siti bertanya.

"Kau yang putuskan, Wakil Ketua." Jawab ibu yang lain.

"Tentu saja./ Ya." Seorang ibu yang nampak kaya berbaju merah mengangguk, dan yang
lain menimpali.

"Ayo." Mereka semuapun berdiri dan bersiap meninggalkan restoran.

Masih duduk tinggal Bu siti yang buru-buru menghabiskan minumannya dan Bu asih yang
sibuk merapikan bajunya.

"Aku akan SMS kalian


jumlah yang akan kita berikan." Lanjut ibu berbaju merah.

"Baiklah./ Ya." Sahut ibu-ibu yang lain.

Mereka mulai berjalan meninggalkan meja.

"Aku kenyang./
Apa kita patungan hari ini?" Ucap salah satu ibu.

"Berapa yang harus kami bayar?" Tanya ibu yang lainnya.


"Kami makan banyak./ Ya."

Tiba-tiba Bu siti mendorong Bu asih kedepan.


"Ibunya Nabila
yang mau bayar." Kata Bu siti sambil tersenyum
Bu Asih nampak terkejut.
"Aku?/ Benar."

"Bagaimana kalau kita


yang membayarnya kali ini?" Lanjut Bu siti sambil menggandeng lengan Bu asih.

"Aku bahkan tidak makan!" Bu Asih nampak ternganga menggerutu kesal memandangnya.

"Dia terlalu sibuk di toko


dan jarang datang."
"Dia selalu bilang
ingin mentraktir kalian." Sahut Bu siti memberi penjelasan.

"Kita beri ibunya Nabila kesempatan?" Jawab seorang ibu tersenyum sinis. Sambil menoleh
ke ibu-ibu yang lain.

"Tentu saja." Yang lain menganguk-angguk.

"Terima kasih, Bu Asih./ Terima kasih." Ucap ibu-ibu bergantisn dan nampak tersenyum
sumringah.
Mereka berjalan keluar restoran. Sementara Bu asih dan Bu siti berjalan kearah kasir.

"Kau punya berapa?" Bu siti bertanya ketika didepan kasir

"200 ribu." Ucap Bu asih memperlihatkan isi dompetnya.

Bu siti menggeleng tak percaya, dia membuka dompetnya sendiri dan mengeluarkan kartu
sambil tersenyum masam.
"Bisa kartu kredit?"

Setelah selesai membayar mereka berdua berjalan kaki beriringan pulang kembali ke
rumah.

"1,980,000 Tidak masuk akal!" Seru Bu asih kesal masih tak habis pikir.
"Mereka yang makan
semua daging kelincinya!" Lanjutnya sambil menendang angin.

"Itu agar mereka baik dengan kita." Sahut Bu siti menenangkan.


"Atau anakmu tidak akan diperhatikan."

Bu Asih terdiam kecewa, sambil berjalan dia berpikir mengapa harus orang-orang lemah
yang selalu jadi sasaran.

Mereka terus berjalan dan melewati penjual semangka dipinggir jalan. Bu Asih berhenti dan
melihat-lihat semangka. Nampak ditengah-tengahnya ada tulisan SEMANGKA, 80.000.
"Kenapa mahal sekali?" Gumamnya sambil menepuk-nepuk salah satu semangka.
"Kenapa ini sangat mahal?" Ucapnya lagi sambil menatap Bu siti.

"Beritahu suamimu agar


menaikkan gaji ayah Nabila." Seraya memegang tangan Bu siti dengan kedua tangannya.

"Dia cuma manajer, bukan bos." Jawab Bu siti tersenyum sambil ikut memegang tangan Bu
asih.
Dalam hati ia ingin membelikan Bu asih semangka itu, tapi pengeluaran makan tadi sudah
menguras kartu kreditnya.
Mereka pun berjalan meninggalkan penjual semangka tanpa membeli.
================================================

"Ding, dong, dang, dong! Waktunya istirahat makan siang!" Seru sebuah suara menirukan
suara pengumuman mesin.

"Menu hari ini sup ayam!"

"Aku, manajer pabrik,


akan makan terakhir seperti biasa." Tampak seorang pria dengan wajah lucu dan rambut
botak menyembul dari jendela lantai 2, memberikan pengumuman jam istirahat.

"Tolong ambilnya seporsi saja..."

"...agar yang belakangan


dapat bagian." Tambahnya kemudian, Orang - orang tampak bengong menatapnya.

"Hei! Kau!" Seru pria tersebut sambil menunjuk seseorang.

"Jangan makan dua porsi


seperti terakhir kali.!"

"Atau aku akan membunuhmu!" Ancamnya keras dengan wajah lucu. Orang tersebut
nampak malu - malu menunduk sambil menggaruk rambutnya.

"Wawan hei wawan

Ayo makan bareng." lanjutnya kemudian tanpa memakai mic sambil mengangguk ke
seseorang

"Baik!" Jawab orang tersebut.


______________________________________

Dikantin pabrik, Pak wawan mengaduk-aduk panci mencari sisa ayam. Sementara Pak dodit
berdiri disamping sambil memegang nampan nasinya.
"Benar tak ada yang tersisa?"
"Ya."

"Tidak setia kawan!" Teriaknya kesal kearah para karyawan yang sedang makan berkumpul
disalah satu meja.

"Aku cuma makan satu, sungguh." Sahut salah satu karyawan membela diri.

"Tulang-tulang itu
tak mungkin dari satu porsi!" Sembur Pak dodit sambil menunjuk dibawah meja.

Mereka berdua akhirnya berjalan menuju meja kosong yang lain.

"Ya. Cuma nasi." Ucap Pak wawan kesal.

"Aku sangat kurus,


tapi istriku semakin gendut." Lanjutnya
"Kau beruntung." Sambil melihat nampan Pak dodit dengan ayam dan lauk yang lengkap.

"Aku tak bisa makan ayam


di sini dan di rumah."

"Aku cuma makan nasi


di rumah dan di sini juga." Lanjut pak wawan
Pak dodit tidak menghiraukan dan sibuk memakan ayamnya.

"Dan putriku
mengatakan aku bau..."
"..dan tak mau
mendekat denganku."

Pak dodit berhenti makan dan menatapnya sebentar


"Mau?" Tanyanya sambil memberikan sisa potongan ayamnya.

"Tidak usah!" Sahut Pak wawan ketus.


================================================

Anda mungkin juga menyukai