Anda di halaman 1dari 24

KAPITA SELEKTA HUKUM ISLAM

“Inseminasi Buatan (Bayi Tabung) dan Teknologi Kloning Manusia Berdasarkan Islam”

Dosen Bidang Studi :

Akhmad Najih, LC., MH

Disusun Oleh :

Jagat Satrio Utomo (1117036)

Abdulsyakur (1117046)

UNIVERSITAS ISLAM JAKARTA

FAKULTAS HUKUM TAHUN AKADEMIK 2020/2021

JL. Balai Rakyat Utan Kayu No. 64, RT/RW08/10 Utan Kayu Utara Matraman, Jakarta
Timur – 1312
Daftar Isi
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................4
A. Inseminasi Buatan dan Kloning Manusia....................................................................................4
a. Inseminasi Buatan.....................................................................................................................4
b. Teknologi Kloning Manusia......................................................................................................6
B. Inseminasi Buatan dan Kloning Manusia Menurut Islam........................................................10
a. Inseminasi buatan (bayi tabung) Menurut Islam..................................................................10
b. Teknologi kloning manusia menurut islam............................................................................13
BAB III.....................................................................................................................................................18
PENUTUP................................................................................................................................................18
A. Kesimpulan..................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................20

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ciri-ciri manusia adalah selalu ingin mengetahui rahasia alam, memcahkannya dan
kemudian mencari teknologi untuk memanfaatkannya, dengan tujuan memperbaiki kehidupan
manusia dan dapat berguna dalam pekerjaan manusia. Pada dasarnya tidak semua manusia di
dunia ini terlahir dengan sempurna. Sebagai contoh yaitu pria atau wanita yang terlahir dalam
keadaan keterbatasan. Dalam kehidupan ini pun selalu banyak ujian yang dihadapi oleh
manusia, misalnnya seperti pasangan suami-istri yang sulit mempunyai anak untuk
melanjutkan keturunan, padahal umur pernikahanya sudah cukup lama.
Oleh karena itu untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah maupun para ilmuan
dituntut untuk dapat memberikan solusi yang tepat. Sekarang dimana di zaman dengan
berkembangnya suatu teknologi baru yang terus bermuculan baik dari bidang informasi,
transportasi, komunikasi, bidang Pendidikan, bahkan dalam bidang kedokteran yang sudah
berkembang pesat. Beberapa diantaranya khususnya dalam bidang Kesehatan dan kedokteran
yaitu dengan adanya adopsi anak, cloning, dan inseminasi buatan (bayi tabung).
Namun, ketika solusi tersebut disuguhkan/telah dibuat, banyak pula kalangan pro dan
kontra khusunya pada kasus kloning dan bayi tabung. Selain itu ada pula yang enggan untuk
mengadopsi anak, karena anak yang diadopsi bukan lah darah daging mereka sendiri dan
proses mengadposi anak pun lebih rumit.1
Ketika manusia mengembangkan teknologi-teknologi baru, dampak-dampak dari
pengembangan dan penerapan teknologi tersebut dapat menjadi tantangan tersendiri yang
amat penting bagi masyarakat secara keseluruhan. Hal yang sama juga berlaku dalam hal
perkembangan dunia biologi dan medis selama paruh akhir abad ke-20.2

1
Irmawati Carolina, Inseminasi Buatan Dalam Kajian dan Aturan Hukum Islam, Jurnal, Cakrawala Vol. XI. No. 2 September
2011, hal. 1
2
Ibid.

1
Pada teknologi kloning yang mampu menduplikasikan makhluk hidup dengan sama
persis, pengobatan dengan menggunakan transplatasi, perawatan kesuburan dan penelitian
lainnya, semuanya telah menjadi tantangan dan masalah etis bagi kemanusiaaan yang
berujung kepada perdebatan besar bahkan hingga pada tingkat pembuatan hukum
internasional terkait. Sebagai contoh perkembangan teknologi In Vitro Fertilization (uji coba
bayi tabung) telah berhasil sehingga membuat para wanita yang sudah tua menjadi hamil.
Lalu tantangan pada teknologi yang dapat menduplikasikan makhluk hidup yang deikenal
dengan teknologi kloning. Pada 25 juli 1978 dunia dikejutkan oleh keberhasilan pertama
dalam dunia medis, yaitu percobaan yang dilakukan oleh dr. Patrick Steptoe dan dr. Robert
Edwards dengan lahirnya Louise Brown seorang bayi tabung pertama di Inggris. Sedangkan
di Indonesia bayi tabung pertama lahir pada tanggal 2 mei 1998 melalui pembuahan IVF oleh
tangan-tangan dokter Indonesia.3
Keberhasilan percobaan dari teknologi ini pun menimbulkan reaksi berbeda-beda dari
berbagai pihak. Berbagai disiplin ilmu pengetahuan menanggapinya dengan perspektif yang
berbeda-beda. Dari dunia medis dan tentunya sains-teknologi menanggapinya sebagai sesuatu
yang positif. Sedangkan para agamawan menanggpinya dengan ekstra hati-hati. Walaupun
pada akhirnya, para agamawan ikut “ketok palu” atas keberhasilan ini. Tentunya dengan dalil-
dalil, logika-logika, dan metodologi tertentu.4
Pada tahun 1997, dunia digemparkan oleh ilmuwan Ian Wilmut yang berhasil
mengkloning domba Dolly.5 Enam tahun setelah kelahiran Dolly, Clonaid, sebuah perusahaan
kloning berbasis di Bahama mengklaim keberhasilannya mengkloning manusia. Dalam
sebuah kesempatan di Konferensi pers di Hollywood, Florida, Direktur Clonaid menyatakan,
bayi hasil kloning itu lahir lewat operasi cesar di tempat yang dirahasiakan.6

3
Muhammad Darudin, Reproduksi Bayi Tabung: Ditinjau dari Hukum Kedokteran, Hukum Perdata, Hukum Islam. Jakarta:
Kalam Mulya, 1997, hal. 1
4
Syamsun Ni’am, Kloning Di Mata Moral Agama: Kajian Kritis Atas Hukum Islam, Ijtihad, Jurnal Wacana Hukum
Islam Dan Kemanusiaaan, Vol. 10, No. 1, Juni 2010, hal. 1-2
5
Achmad Biben, Kloning Manusia, Masih Kontroversi, dalam “Pelangi”, 2 Januari 2003.
6
Syamsun Ni’am, Op Cit, dalam Kompas, 29 Desember 2002, hal. 2

2
Terlepas dari, apakah kemudian persoalan kloning itu berhasil atau tidak, tetapi yang
jelas dikalangan para ilmuwan, agama, budaya, social atau yang lainnya menanggapinya
dengan sikap pro-kontra. Bagi yang pro, keberhasilan kloning manusia merupakan sesuatu
yang positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan bagi yang
kontra, keberhasilan itu merupakan fenomena yang sangat berbahaya bagi kehidupan
dikemudian hari, karena reproduksi di luar kebiasaan (aseksual) menyalahi sunnatullah. 7
Dalam makalah ini penulis mencoba menkaji atau mendiskusikan lebih dalam tentang
inseminasi buatan (bayi tabung) dan teknologi kloning manusia dalam perspektif islam selain
penulis akan menjelaskan bagaimana itu inseminasi buatan dan teknologi kloning.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses iseminasi buatan dan kloning manusia ?
2. Bagaimana inseminasi buatan dan kloning menurut islam ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan proses inseminasi buatan dan kloning manusia
2. Untuk menjelaskan bagaimana inseminasi buatan dan kloning menurut islam

BAB II
7
Ibid.

3
PEMBAHASAN

A. Inseminasi Buatan dan Kloning Manusia


a. Inseminasi Buatan
Permasalahan bayi tabung termasuk permasalahan terkini yang paling menonjol.
Permasalahan ini banyak menyita perhatian masyarakat umum, termasuk para Ulama
kaum Muslimin. Sebagaimana yang kita ketahui proses kelahiran bayi tabung melalui
inseminasi buatan yang artinya adalah usaha untuk mendapatkan anak tanpa melalui
proses yang alami, tanpa melalui proses hubungan badan.8
Pada inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri tidak menimbulkan masalah
pada semua asperknya, sedangkan inseminasi buatan dengan sperma donor banyak
menimbulkan masalah diantaranya masalah nasab.9
Sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dan biologi
yang canggih, maka teknologi bayi tabung juga maju dengan pesat. Sehingga kalau
teknologi bayi tabung ini ditangani oleh orang-orang yang kurang beriman dan
bertaqwa, dikhawatirkan dapat merusak nilai-nilai agama, moral dan budaya bangsa.
Sebab apa yang bisa dihasilkan dengan teknologi belum tentu bisa diterima dengan baik
menurut agama, etika dan hukum yang berlaku di masyarakat.10
Ada beberapa teknik inseminasi buatan yang telah dikembangkan di dunia
kedokteran, anatara lain adalah :11
1. Fertilazatiom In Vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri
kemudian diproses di vitro (tabung), dan setelah terjadi pembuahan, lalu ditransfer di
rahim istri.
2. Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum
istri, dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam di saluran telur
(tuba palupi)

8
Nurjanah, Hukum Islam dan Bayi Tabung, Skripsi, Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Alauddin Makassar, 2017, hal. 41
9
Irmawati Carolina, Op Cit, hal. 141
10
Ibid.
11
Ibid.

4
Metode ini sebenarnya bukan pengertian bayi tabung yang sesungguhnya, karena
terjadinya pembuahan tersebut ada di dalam saluran telur si calon ibu itu sendiri.12 Dari
dua teknik di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa apabila sperma ovum tersebut
berasal dari suami-istri yang sah, maka anak yang lahir adalah anak sah dan jelas nasab
ayah ibunya sehingga dalam ketentuan hukum positif anak tersebut sama halnya dengan
anak sah lainnya, sebagaimana yang telah diatur dalam UUP pasal 42 dan 55 serta KHI
pasal 99 poin a dan b.13

Selain inseminasi dari dalam rahim, terdapat pula inseminasi dari luar rahim dengan
berbagai cara yang salah satunya yaitu Pembuahan di luar yang diproses pada tabung
antara dua benih pasangan suami istri. Kemudian setelah pembuahan itu berhasil, baru
ditanamkan pada rahim wanita lain (bukan istrinya) yang bersedia mengandung janin
pasangan suami istri tersebut. Cara ini dilakukan ketika sang istri tidak mampu
mengandung, karena ada kelainan pada rahimnya, sementara organnya masih mampu
memproduksi sel telur dengan baik. Cara ini juga ditempuh ketika sang istri tidak mau
hamil dengan berbagai alasan. Maka dia meminta atau menyewa wanita lain untuk
mengandung bayinya.14

Pada inseminasi buatan ini mesti terjadi penyingkapan aurat seorang wanita bagi
orang yang melakukan proses ini. Dari berbagai cara yang ditempuh untuk melakukan
inseminasi buatan ini baik dari luar rahim maupun dari dalam rahim pada kenyataanya
dilapangan, dilaksanakan tanpa memandang hukum halal atau haramnya menurut
syari’at.15

12
Nukman Muloek, Inseminasi (Permanian) Buatan dari Suami pada Pasangan Mandul (Jakarta: Fakultas Kedokteran UI, 1985),
hlm. 198. Lihat juga M. Shaheb Tahar, Inseminasi, hlm. 9-10.
13
Afif Muamar, Ketentuan Nasab Anak Sah, Tidak Sah, dan Anak Hasil Teknologi Reproduksi Buatan Manusia: Antara UU
Perkawinan dan Fikih Konvensional, Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1, 2013 M/1434 H, hal. 49-50
14
Nurjanah, Op Cit, hal. 43
15
Ibid, hal. 41 Afif Muamar

5
Majelis juga sudah memperhatikan berita-berita yang terbesar bahwa proses seperti
ini memang benar-benar sudah terjadi di Eropa dan Amerika, memanfaatkan hasil
penemuan ilmiyah ini dengan berbagai tujuan. Di antara tujuan itu adalah tujuan bisnis,
ada juga untuk tujuan yang mereka sebut dengan “Usaha memperbaiki keturunan
manusia”. Ada juga untuk memenuhi keinginan sebagian wanita yang tidak berkeluarga
untuk menjadi ibu atau keinginan wanita yang sudah berkeluarga namun tidak bisa
hamil dengan sebab-sebab tertentu pada dirinya atau pada suaminya. Majelis sudah
memperhatikan berbagai instansi yang merealisasikan berbagai tujuan ini; misalnya
pengadaan bank sperma. Sebuah tempat penyimpanan sperma berteknologi sehingga
bisa tahan lama. Sperma-sperma ini diambil dari orang-orang tertentu atau tidak tentu,
sebagai sumbangan atau untuk mendapatkan imbalan.16

Adapun inseminasi buatan dengan sperma dan ovum berasal dari orang lain (donor),
maka hukumnya dilarang oleh agama Islam dan anak hasil inseminasi tersebut sama
dengan anak zina (pasal 43 dan 44 Undang-undang No. 1 Tahun 1974, serta KHI pasal
100, 101 dan 102). Hal ini disebabkan terjadi kekaburan atau ketidakjelasan nasab, yang
sama sekali tidak dapat diketahui siapa bapak dan ibu pendonor tersebut.17

b. Teknologi Kloning Manusia


Kloning berasal dari kata clon (Bahasa Yunani yang berarti tangkai). Clon adalah
suatu populasi sela tau organisma yang terbentuk dari pembelahan yang berulang
(aseksual) dari suatu sel atau organisme. Kloning adalah proses reproduksi makhluk
yang sama secara genolipik.18 Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut clone yang
berarti duplikasi, penggandaan, membuat objek yang sama persis. Dalam konteks sains,
kloning didefinisikan sebagai sebuah rekayasa genetika dengan cara pembelahan dan
pencangkokan sel dewasa di laboratorium dan bila telah berhasil kemudian dibiakkan
dalam rahim organisme.19

16
Ibid, hal. 44
17
Afif Muamar, Op Cit, hal. 50
18
Tim Perumus Fakultas Teknik UMJ, Al-Islam & Iptek II, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998, hal. 164
19
Yuzo Adhinarta, S.T. “Hari Ini Domba, Besok Gembala, Sebuah Kritik Terhadap Cloning dan Semangat Zaman’” di http:/
/members.tripod.com/ ~GKA_ Gloria/feb98. htm.

6
Menurut Pratiwi Sudarmono, yang dimaksud dengan kloning adalah perbanyakan sel
atau organisme secara aseksual. Hasil kloning adalah klon, yaitu populasi yang berasal
dari satu sela tau organisme yang mempunyai rangkaian kromsom yang sama dan sifat
yang identic dengan induk asalnya.20
Awalnya, para ahli telah membuktikan keberhasilan kloning pada tanaman dan
hewan. Teknik kloning pada hewan mulai mencuat pada awal Maret 1997, ketika Ian
Wilmut dari Roslin Institute (Skotlandia) berhasil mengkloning sel kambing dewasa
sehingga lahirlah Dolly (Februari 1997), dan dari laboratorium yang sama kemudian
dilahirkan domba lain yang diberi nama Polly (Juli 1997). Dilihat dari tujuannya,
kloning pada tanaman dan hewan adalah untuk memperbaiki kualitas tanaman dan
hewan, meningkatkan produktivitas, dan mencari obat alami bagi penyakit-penyakit
kronis, menggantikan obat-obatan kimiawi yang dapat menimbulkan efek samping
terhadap kesehatan manusia.21
Setelah kloning terhadap domba selanjutnya enam tahun setelah kelahiran Dolly,
Clonaid, sebuah perusahaan kloning berbasis di Bahama mengklaim keberhasilannya
mengkloning manusia. Dalam sebuah kesempatan di Konferensi pers di Hollywood,
Florida, Direktur Clonaid menyatakan, bayi hasil kloning itu lahir lewat operasi cesar di
tempat yang dirahasiakan.22
Tujuan dilakukan kloning adalah untuk mendapatkan anak kloning dari orang yang
dikloning, memproduksi sejumlah individu yang secara genetik identik. Hal ini dapat
dilakukan melalui proses seksual dengan Fertilisasi in Vitro dan aseksual dengan
menggunakan sel somatis sebagai sumber gen.23
Pada proses pertama, langkah yang dilakukan dalam fertilization in vitro yaitu,
setelah embrio terbentuk dan berkembang mencapai empat sampai delapan sel,
kemudian dilakukan splitting (pemotongan dengan cara mikro manipulasi) menjadi dua
atau empat bagian. Bagian embrio ini dapat ditumbuhkan dalam inkubator hingga
tumbuh menjadi embrio yang normal dan memiliki genetik yang sama. Setelah
mencapai fase blastosis.24
20
Tim Perumus Fakultas Teknik UMJ, Op Cit, hal. 165
21
Abdul Qadim Zallum, Beberapa Problem Kontemporer dalam Pandangan Islam (Bangil: Al-Izzah, 1998), hlm. 12-15
22
Syamsun Ni’am, Op Cit, dalam Kompas, 29 Desember 2002, hal. 2
23
Afif Muamar, Op Cit, hal. 50
24
Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syari’ah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009, hlm. 16

7
Sedang pada metode kedua, fertilization tidak dilakukan dengan menggunakan
sperma, melainkan hanya sebuah sel telur yang terfertilisasi semu yang dilakukan
pronukleusnya, kemudian diambilkan inti sel somatik dan dikembangkan melalui
kejutan listrik atau cairan kimia. Mula-mula nukleus (inti) sel telur yang mengandung
DNA diambil dari sel telur wanita, sehingga sel telur tersebut dalam keadaan kosong
tanpa nucleus. Kemudian sel telur yang kosong tersebut ditanami inti sel somatik dari
orang yang akan diklon. Inti sel somatik difusikan (digabungkan) dengan sel telur
wanita yang telah dihilangkan intinya dengan cara memberikan kejutan listrik lemah,
sehingga sel donor yang ditanam itulah satu-satunya penyedia gen yang ada. Kejutan
listrik tersebut selain menghasilkan fungsi juga merangsang inti sel untuk membelah
jadi dua, empat dan seterusnya. Embrio peleburan tersebut ditanam dalam rahim wanita
pengganti (surrogate mother). Dalam tubuh wanita tersebut embrio akan terus
berkembang dan pada saatnya nanti akan lahir anak baru melalui proses alami yang
sepenuhnya merupakan duplikat orang yang mendonorkan sel.25
Keistimewaan dalam proses kloning ini ialah bahwa setiap sel dalam sel tubuh
manusia (sel apapun yang ada dalam tubuh manusia, justru bukan dari sel kelamin/seks)
berpotensi untuk berkembang menjadi organisme baru yang komplit. Sel kulit, sel
punting, misalnya, atau sel dari organ tubuh lain. Sesungguhnya mengandung sel atau
struktur kromosom yang lengkap apabila kondisi memungkinkan akan dapat tumbuh
berkembang menjadi organisme atau makhluk hidup yang baru dan utuh. Dengan
intervensi manusia, yakni dengan cara ditiadakannya sel untuk mendapatkan nutrisi dan
protein, sel menjadi tertidur. Perkembangannya menjadi aktif kembali manakala sel
ditanam dalam sel telur dan memperoleh nutrisi yang memungkinkan perkembangannya
ke arah wujud, yang mula-mula berbentuk embrionik dan seterusnya berubah menjadi
makhluk baru yang utuh.26

Islam sendiri menentang keras kloning manusia dan menilainya sebagai sesuatu yang
tidak sejalan dengan norma agama Islam. Dalam al-Qur’an, terdapat ayat-ayat yang

25
http://eprints.walisongo.ac.id/3721/5/102111056_Bab4.pdf
26
Soetandyo Wignjosoebroto, Kloning: Kemungkinan Teknis dan Implikasi Permasalahan Sosial Etisnya, Surabaya: Mimoe,
1997, hlm. 2

8
menyaakan bahwa dari segi proses salah satunya Al-Qur’an surat al-Mu’minun (23)
ayat 14 yang artinya : 27
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk
yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”
Lalu kloning dimungkinkan terjadi, tetapi kewenangan dan motif untuk melakukannya
masih menjadi perdebatan. Apakah manusia mempunyai wewenang untuk melakukan
proses itu atau tidak? Secara moral, jika kloning akan melahirkan manusia yang tidak
produktif, terutama dalam mengemban amanah beratnya sebagai pemimpin di Bumi,
apalagi jika terbukti menurunkan martabat kemanusiaan, maka kloning dapat ditolak.
Jumlah biaya yang tidak sedikit untuk proses tersebut dianggap sebagai penghamburan
biaya hanya untuk mengkloning satu manusia, sementara di luar sana banyak “manusia
formal” yang kekurangan dan berada di bawah garis kemiskinan.28
Karena itu kegelisahan umat islam dalam hal ini adalah bahwa kloning ini akan
berakibat negative pada hubungan suami-isteri dan hubungan anak dan orang tua dan
akan berujung pada kehancuran institusi keluarga islam. Lebih jauh, kloning manusia
akan merenggut anak-anak dari akar (nenek moyang) mereka serta merusak aturan
hukum islam tentang waris yang didasarkan pada pertalian darah. Dari sudut agama
dapat dikaitkan dengan masalah nasab yang menyangkut masalah hak waris dan
pernikahan (muhrim atau bukan), bila diingat anak hasil kloning hanya mempunyai
DNA dari donor nukleus saja, sehingga walaupun nucleus berasal dari suami (ayah si
anak), maka DNA yang ada dalam tubuh anak tidak membawa DNA ibunya.29

B. Inseminasi Buatan dan Kloning Manusia Menurut Islam


a. Inseminasi buatan (bayi tabung) Menurut Islam

27
Al-Qur’an surat al-Mu’minu>n (23) ayat 14, al-Fat}ir (35) ayat 11, dan az-Zumar (39) ayat 6
28
Afif Muamar, Op Cit, hal. 51
29
Irmawati Carolina, Op Cit, hal. 142

9
Salah satu dari penemuan teknologi sains modern yang sangat bermanfaat bagi
manusia adalah penemuan inseminasi buatan pada manusia. Inseminasi buatan yang
dimaksud adalah penghamilan buatan yang dilakukan terhadap seorang wanita tanpa
melalui cara alami, melainkan dengan cara memasukkan sperma laki-laki ke dalam
rahim wanita tersebut dengan pertolongan dokter. Istilah yang semakna adalah kawin
suntik, penghamilan buatan dan pemanian buatan. Istilah yang lebih familiar dalam
masyarakat adalah bayi tabung.30
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan islam termasuk masalah
Kontenporer, karena tidak terdapat hukumnya secara spesifik di dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqh klasik sekalipun. Karena itu masalah ini dikaji
menurut hukum islam dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para
ahli ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip
jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum islam. Namun
masalah inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan pendekatan multi disipliner
oleh para ulama dan cendekiawan muslim dari bernagai disiplin ilmu yang relevan, agar
dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-benar proposional dan mendasar.
Misalnya ahli kedokteran, pertenakan, biologi, hukum, agama dan etika.31
Masalah inseminasi buatan ini telah banyak dibicarakan di kalangan islam, baik di
tingkat nasional maupun internasional. Misalnya Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam
Mukhtamarnya tahun 1980, mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor
sebagaimana diangkat oleh panji Masyarakat edisi nomot 514 tanggal 1 September
1986. Lalu ada lembaha fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam
sidangnya di Amman 1986, mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau
ovum, dan membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari
isteri sendiri. Sedangkan Vatikan secara resmi 1987 telah mengecam keras pembuahan
buatan, bayi tabung, ibu titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak
bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia
Untuk inseminasi buatan dengan sperma suami, baik dengan cara mengambil sperma
suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina maupun dengan cara pembuahan di luar

30
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah Pada Masalah- Masalah Kontemporer Hukum Islam (Jakarta: Grafindo Persada,
1998), 70
31
Irmawati Carolina, Op Cit, hal. 144

10
rahim (bayi tabung), menurut para ulama, hal ini dibolehkan apabila keadaan suami istri
benar-benar membutuhkan keturunan. prinsipnya, inseminasi buatan tersebut
dibolehkan bila keadaannya benar-benar memaksa pasangan tersebut untuk
melakukannya dan bila tidak dilakukan hal ini akan mengancam keutuhan rumah
tangganya. Hal ini sesuai dengan kaidah Usul al-Fiqh:32

‫الحاجة تنزیل منزلة الضرورة\ عامة كانت اوخاص‬


Menurut Mahmud Syaltut, bila proses penghamilan itu menggunakan air mani suami
sendiri untuk membuahi ovum istrinya, maka sesuai dengan undang-undang dan syariat
yang aturan-aturannya diperuntukkan bagi manusia yang terhormat dan inseminasi
semacam itu merupakan perbuatan yang tidak mengandung dosa.33

Selain itu terdapa ayat al-quran yang berhungan dengan inseminasi buatan yaitu
surah Al-Baqarah ayat 223 : 34

“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah
tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah
(amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa
kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman‟
Ayat ini indikasinya menurut para fuqaha adalah kebolehan tentang keluarga
berencana dan kebolehan tentang kehamilan melalui bayi tabung asal saja benih itu
adalah benih dari suami sendiri. Apabila benih itu bukan dari benih suami maka
pelaksanaan bayi tabung itu adalah haram hukumnya.35

32
Al-Imam al-Rahman bin Abi Bakr as-Suyut, al-Asybah wa an-Naza’ir (Beirut: Dar al-Kutub, 2001), hlm. 117
33
Mahmud Syaltut, al-Fatawa (Kairo: Dar al-Qalam, t.th.), hlm. 328
34
Fuadi Isnawan, Pelaksanaan Program Inseminasi Buatan Bayi Tabung Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia,
Jurnal Kajian Agama, Sosial dan Budaya, Volume 4, Nomor 2, Desember 2019, hal. 183
35
Hasbullah Bakry, Pedoman Islam Di Indonesia (Jakarta: UI-Pres, 1988), hal. 211.

11
Terdapat dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan landasan menetapkan hukum haram
inseminasi buatan dengan donor :36
Pertama yaitu firman Allah SWT dalam Surat Al-Isra: 70 dan At-Tin 4. Kedua ayat
tersebut menunjukan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang
mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan
lainnya. dan Allah SWT sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya
manusia bisa menghormati martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama
manusia. Dalam hal ini inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat
merendahkan harkat manusia sejajar dnegan tumbuhan dan hewan yang diinseminasi.
Kedua yaitu hadits Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi seorang yang
beriman kepada Allah dan Hari Akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman
orang lain (istri orang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih oleh
Ibnu Hibbam).
Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat mengharamkan seseorang melakukan
hubungan seksual dengan wanita hamil dari istri orang lain. Tetapi mereka berbeda
pendapat apakah sah atau tidak mengawini wanita hamil. Menurut Abu Hanifa boleh,
asalkan tidak melakukan senggama sebelum kandungannya lahir. Sedangkan zufar tidak
membolehkan. Pada saat para imam mazhab masih hidup, masalah inseminasi buatan
belum timbul. Karena itu, kita tidak bisa memperoleh fatwa hukumnya dari mereka.
Hadits ini juga dapat dijadikan dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan pada
manusia dengan donor sperma dan/atau ovum, karena kata maa’ dalam Bahasa arab
biasa berarti air hujan atau air secara umum, seperti dalam surat Thaha: 53. Juga bisa
berarti benda cair atau sperma sperti dalam Surat An-Nur: 45 dan Al- Thariq: 6. Dalil
lain untuk syarat kehalalan inseminasi buatan bagi manusia harus berasal dari sperma
dan ovum pasangan yang sah menurut Syariah adalah kaidah hukum fiqih yang
mengatakan “dar’ul mafsadah muqddam ‘ala jablbil mashlahah” (mengindari mafsadah
atau mudharat harus dilakukan daripada mencari atu menarik maslahah/kebaikan).
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Upaya inseminasi buatan dan
bayi tabung, dibolehkan dalam islam, manakala perpaduan sperma dengan ovum
itubersumber dari suami istri yang sah (inseminasi homolog), yang disebut juga dengan

36
Irmawati Carolina, Op Cit, hal. 144-145

12
artificial insemination husband (AIH). Dan yang dilarang adalah inseminasi buatan
yang berasal dari perpaduan sperma dan ovum orang lain (inseminasi heterolog) yang
disebut juga dengan artificial insemination donor (AID).
Mayoritas ulama berpendapat bahwa pembuahan melalui inseminasi buatan dapat
diterima sepanjang sperma dan ovum yang diinseminasi itu berasal dari pasangan suami
istri yang sah. Meskipun demikian, dalam menetapkan istri yang sah itu harus dibatasi
pada istri yang dicangkok ovumnya. Sebaliknya, sebagian ulama berpendapat bahwa
pembuahan melalui inseminasi buatan tidak dapat diterima secara syariat jika hasil
pembuahan itu dimasukkan ke dalam rahim perempuan lain (yang bukan istrinya).
Masjfuk zuhdi (1989:137) menyatakan bahwa larangan melakukan inseminasi buatan
karena perbuatan itu identik dengan zina, dan terselebungnya nasab yang justru lebih
jelek daripada anak angkat. Menurut yusuf al-Qardhawi (1982:312) bahwa perbuatan itu
merupakan suatu kejahatan yang seburuk-buruknya. Akan tetapi, bila seorang suami
beristri lebih dari satu, dan hasil pembuahannya dimasukkan ke dalam rahim istri yang
lain maka pernyataan masjfuk zuhdi tersebut dapat ditolerir, paling tidak perbuatan itu
terhindar dari perbuatan zina, karena perempuan itu istrinya juga, sehingga nasabnya
tidak terselubung.37

b. Teknologi kloning manusia menurut islam


Keberhasilan teknologi kloning sampai saat ini dapat dikatakan sangat
meragukan, karena tingkat keberhasilannya sangat kecil, bahkan bisa dikatakan nihil.
Kloning hanya akan menghambur-hamburkan biaya besar. Oleh sebab itu, kloning
dinyatakan bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Kloning juga dinilai
berbenturan antara kepentingan sains dan keyakinan agama.
Benturan itu terletak dalam beberapa hal. Pertama, kloning reproduksi manusia
berbahaya (mudarat) karena bisa merancukan dan menafikan berbagai pranata sosial
seperti meruntuhkan institusi perkawinan, etika dan moral, juga akan merendahkan nilai
dan martabat manusia.38
Kedua, Majma’ Buhuts Islamiyyah dari AlAzhar Mesir telah mengeluarkan fatwa
dan imbauan bahwa “kloning manusia adalah haram dan harus diperangi serta dihalangi
37
sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/Pertemuan_7PAI_4210620.pdf
38
http://www.ptiq.ac.id/index.php?option=com

13
dengan berbagai cara.” Al-Majma’ al-Fiqh al-Islami, Rabithah al-‘Alam al-Islami dalam
sidangnya ke15 pada 31 Oktober 1998 juga berpendapat sama. Orang yang
melakukannya juga akan dicegah, karena termasuk tindakan intervensi atas penciptaan
manusia. Semua ini dinilai berlawanan dengan ketentuan al-Quran tentang proses
penciptaan manusia (Q.S. al-Hujurat [49]: 13, at-Tin [95]: 4, al-Sajdah [32]: 7-8, at-
Tagabun [64]:3, at-Tariq [86]: 7, dan an-Nisa’ [4]: 119), serta akan merancukan nasab
(Q.S. al-Furqan [25]: 54). :39
- Q.S. al-Hujurat [49]: 13

Artinya:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
- Q.S. at-Tin [95]: 440

‫لَقَ ْد َخلَ ْقنَا ٱِإْل ن ٰ َس َن فِ ٓى َأحْ َس ِن تَ ْق ِو ٍيم‬


Artinya :
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
- Q.S. al-Furqan [25]: 54

Artinya :

39
Ibid.
40
https://tafsirweb.com/12853-quran-surat-at-tin-ayat-4.html

14
Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya
keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.

Satu-satunya cara yang dibenarkan syara’ dalam memperoleh keturunan hanya


dengan hubungan yang dihalalkan antara suami-istri (Q.S. ar-Rum [30]: 21 dan al-
Furqan [25]: 54) :
- Q.S. ar-Rum [30]: 21

Artinya :
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-
isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
- al-Furqan [25]: 54

Artinya :
Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu
(punya keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.

Selain itu, kloning juga dinilai akan merusak sistem pranata sosial berkeluarga,
ketiadaan perbedaan (kemampuan makhluk dan Khalik), dan merusak keberagaman
sunnatullah dalam penciptaan manusia yang merefleksikan kesempurnaan ciptaan Allah
(Q.S. ar-Rum [30]: 22) :41
41
http://www.ptiq.ac.id/index.php?option=com

15
Artinya :
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan
berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.

Ketiga, kerancuan nasab yang ditimbulkan dari kloning reproduksi manusia yang
teringan meskipun sel tubuh diambil dari suaminya pada akhirnya tetap akan
memunculkan persoalan yang rumit, yaitu menyangkut status anaknya nanti. Apakah
anak yang terlahir pada akhirnya sebagai anak kandung pasangan suami-istri tersebut?
Atau “kembaran terlambat” dari suaminya? Atau, bahkan dia tidak berayah, mengingat
sifat genetiknya 100% sama dengan suaminya.42 Jika demikian, anak tersebut lebih tepat
disebut sebagai kembaran dari pemberi sel. Jika sebagai kembaran atau duplikat
terlambat suaminya, bagaimana hubungannya dengan wanita itu dan keturunannya serta
anggota keluarganya yang lain? Apalagi jika kloning diambil dari pasangan yang tidak
terikat pernikahan yang sah, atau anak kloning yang berasal dari sel telur seorang wanita
dengan sel dewasa wanita itu sendiri atau dengan wanita lain, maka tingkat
kerancuannya lebih rumit. Di samping itu, yang masih diperdebatkan sampai sekarang
berkaitan dengan usia anak kloning. Diduga anak hasil kloning akan memiliki usia yang
sama dengan si pemberi sel.43
Pendapat lain bahwa teknologi kloning tersebut dapat memunculkan masalah
seperti:44
- Pertama, Hasil kloning manusia itu, tidak dapat dibedakan antara yang satu dengan
yang lain, karena kesamaan bentuk tubuh dan warna kulitnya, sikap dan bawaannya,
perangai dan tingkah lakunya serta garis telapak tangannya (sidik jarinya).

42
Lihat Jurnalis Uddin dkk., Reinterpretasi Hukum Islam tentang Aborsi (Jakarta: Universitas YARSI, 2006), hlm. 19.
43
Afif Muamar, Op Cit, hal. 53
44
sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/Pertemuan_7PAI_4210620.pdf

16
- Kedua, Dapat memepengaruhi tatanan moral tentang keEsaan Allah dan mengubah
sikap hidup dan manusia bila kloning manusia dilakukan.

Sampai di sini dapat dikatakan bahwa bahwa tidak terdapat perbandingan hukum
baik secara Undang-undang Keluarga (Kontemporer) maupun Konsep Fikih
(Konvensional), karena kedua konsep di atas sama-sama tidak mengharamkan kloning
pada manusia. Tidak dapat dimungkiri, karena hal ini hanya akan menimbulkan masalah
bukan kemaslahatan, sehingga sebelum terjadi perlu adanya pencegahan, sesuai dengan
kaidah Usul al-Fiqh:

‫درء المفاسد مقدم على جلب المصالح‬


Dimana kandungan kaidah ini menjelaskan bahwa hal-hal yang dilarang dan
membahayakan lebih utama untuk ditangkal daripada berusaha meraih kebaikan dengan
mengerjakan perintah-perintah agama, sementara di sisi lain kita membiarkan terjadinya
kerusakan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sekarang dimana di zaman dengan berkembangnya suatu teknologi baru yang
terus bermuculan baik dari bidang informasi, transportasi, komunikasi, bidang
Pendidikan, bahkan dalam bidang kedokteran yang sudah berkembang pesat. Beberapa

17
diantaranya khususnya dalam bidang Kesehatan dan kedokteran yaitu dengan adanya
adopsi anak, cloning, dan inseminasi buatan (bayi tabung).
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan islam termasuk masalah
Kontenporer, karena tidak terdapat hukumnya secara spesifik di dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqh klasik sekalipun. inseminasi buatan ini telah
banyak dibicarakan di kalangan islam, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Misalnya Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam Mukhtamarnya tahun 1980,
mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh panji
Masyarakat edisi nomot 514 tanggal 1 September 1986. Lalu ada lembaha fiqih Islam
Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman 1986, mengharamkan
bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan pembuahan buatan
dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri sendiri.
Inseminasi buatan tersebut dibolehkan bila keadaannya benar-benar memaksa
pasangan tersebut untuk melakukannya dan bila tidak dilakukan hal ini akan
mengancam keutuhan rumah tangganya. Hal ini sesuai dengan kaidah Usul al-Fiqh:
‫الحاجة تنزیل منزلة الضرورة عامة كانت اوخاص‬
Menurut Mahmud Syaltut, bila proses penghamilan itu menggunakan air mani suami
sendiri untuk membuahi ovum istrinya, maka sesuai dengan undang-undang dan syariat
yang aturan-aturannya diperuntukkan bagi manusia yang terhormat dan inseminasi
semacam itu merupakan perbuatan yang tidak mengandung dosa.

Terdapat dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan landasan menetapkan hukum haram
inseminasi buatan dengan donor :
- Pertama yaitu fireman Allah SWT dalam Surat Al-Isra: 70 dan At-Tin 4.
- Kedua yaitu hadits Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi seorang yang
beriman kepada Allah dan Hari Akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman
orang lain (istri orang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih oleh
Ibnu Hibbam).

18
Maka dapat ditarik upaya inseminasi buatan dan bayi tabung, dibolehkan dalam
islam, manakala perpaduan sperma dengan ovum itubersumber dari suami istri yang sah
(inseminasi homolog), yang disebut juga dengan artificial insemination husband (AIH).
Dan yang dilarang adalah inseminasi buatan yang berasal dari perpaduan sperma dan
ovum orang lain (inseminasi heterolog) yang disebut juga dengan artificial insemination
donor (AID).
Teknologi kloning dalam islam dilarang karena :
- Pertama, kloning reproduksi manusia berbahaya (mudarat) karena bisa merancukan
dan menafikan berbagai pranata sosial seperti meruntuhkan institusi perkawinan,
etika dan moral, juga akan merendahkan nilai dan martabat manusia.
- Majma’ Buhuts Islamiyyah dari AlAzhar Mesir telah mengeluarkan fatwa dan
imbauan bahwa “kloning manusia adalah haram dan harus diperangi serta dihalangi
dengan berbagai cara”. Orang yang melakukannya juga akan dicegah, karena
termasuk tindakan intervensi atas penciptaan manusia. Semua ini dinilai berlawanan
dengan ketentuan al-Quran tentang proses penciptaan manusia (Q.S. al-Hujurat [49]:
13, at-Tin [95]: 4, al-Sajdah [32]: 7-8, at-Tagabun [64]:3, at-Tariq [86]: 7, dan an-
Nisa’ [4]: 119), serta akan merancukan nasab (Q.S. al-Furqan [25]: 54).
- Ketiga, kerancuan nasab yang ditimbulkan dari kloning reproduksi manusia yang
teringan meskipun sel tubuh diambil dari suaminya pada akhirnya tetap akan
memunculkan persoalan yang rumit, yaitu menyangkut status anaknya nanti.
Apakah anak yang terlahir pada akhirnya sebagai anak kandung pasangan suami-
istri tersebut? Atau “kembaran terlambat” dari suaminya? Atau, bahkan dia tidak
berayah, mengingat sifat genetiknya 100% sama dengan suaminya

19
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qadim Zallum, Beberapa Problem Kontemporer dalam Pandangan Islam (Bangil: Al-
Izzah, 1998).
Afif Muamar, Ketentuan Nasab Anak Sah, Tidak Sah, dan Anak Hasil Teknologi Reproduksi
Buatan Manusia: Antara UU Perkawinan dan Fikih Konvensional, Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1,
2013 M/1434 H
Achmad Biben, Kloning Manusia, Masih Kontroversi, dalam “Pelangi”, 2 Januari 2003.
Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syari’ah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009.
Al-Imam al-Rahman bin Abi Bakr as-Suyut, al-Asybah wa an-Naza’ir (Beirut: Dar al-Kutub,
2001).
Fuadi Isnawan, Pelaksanaan Program Inseminasi Buatan Bayi Tabung Menurut Hukum Islam
dan Hukum Positif Indonesia, Jurnal Kajian Agama, Sosial dan Budaya, Volume 4, Nomor 2,
Desember 2019.
Hasbullah Bakry, Pedoman Islam Di Indonesia (Jakarta: UI-Pres, 1988).
Irmawati Carolina, Inseminasi Buatan Dalam Kajian dan Aturan Hukum Islam, Jurnal,
Cakrawala Vol. XI. No. 2 September 2011.
Mahmud Syaltut, al-Fatawa (Kairo: Dar al-Qalam, t.th.).
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah Pada Masalah- Masalah Kontemporer Hukum Islam
(Jakarta: Grafindo Persada, 1998).
Muhammad Darudin, Reproduksi Bayi Tabung: Ditinjau dari Hukum Kedokteran, Hukum
Perdata, Hukum Islam. Jakarta: Kalam Mulya, 1997.
Nukman Muloek, Inseminasi (Permanian) Buatan dari Suami pada Pasangan Mandul (Jakarta:
Fakultas Kedokteran UI, 1985).
Nurjanah, Hukum Islam dan Bayi Tabung, Skripsi, Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Alauddin
Makassar, 2017.
Soetandyo Wignjosoebroto, Kloning: Kemungkinan Teknis dan Implikasi Permasalahan Sosial
Etisnya, Surabaya: Mimoe, 1997.
Syamsun Ni’am, Kloning Di Mata Moral Agama: Kajian Kritis Atas Hukum Islam, Ijtihad,
Jurnal Wacana Hukum Islam Dan Kemanusiaaan, Vol. 10, No. 1, Juni 2010.

20
Yuzo Adhinarta, S.T. “Hari Ini Domba, Besok Gembala, Sebuah Kritik Terhadap Cloning dan
Semangat Zaman’” di http:/ /members.tripod.com/ ~GKA_ Gloria/feb98. htm.

Web :

http://eprints.walisongo.ac.id/3721/5/102111056_Bab4.pdf

sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/Pertemuan_7PAI_4210620.pdf

http://www.ptiq.ac.id/index.php?option=com

https://tafsirweb.com

kategori ahli kitab sekarang seperti tidak ada lagi karen banyak penyelewengan didalam kitab
oleh pengikut2 nya. Ahli kitab sebenarnya adalah yang mengikuti ajaran nabi musa dan nabi isa
yang mengajarkan menyembah kepada islam.

Memang dalam positif dalam unsurnya dalam pernikahan berbunyi sah apabila berdasarkan
agamanya masing2 namun kita tetap harus mengikuti nilai2 agama islam yang melarang nikah
beda agama.

21
22

Anda mungkin juga menyukai