Anda di halaman 1dari 16

BAB II

KAJIAN LITERATUR

2.1 Kajian Induktif

Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan


berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan
pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum (Rahmat et al., 2009).

2.2 Penelitian Terdahulu

Pada tabel 2.1 dijelaskan mengenai perbandingan penelitian terdahulu.

Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu


NO Penulis Judul Metode Hasil
1 Rangga Perancangan SCOR KPI tidak melebihi
Yudhista Sistem limit dengan rasio
Kuswadi, Ari Monitoring perbandingan nilai
Yanuar Reverse Logistic aktual dan limit
Ridwan, Rosad Untuk Industri sebesar 50,9 : 49,1,
Ma’ali El Hadi Penyamakan Kulit return rate terbesar
Dengan Model dipegang oleh
Scor. pelanggan S3YU
dengan return rate
NO Penulis Judul Metode Hasil
39,2%, kuarter yang
melewati limit KPI
adalah kuarter Q2-17
dan Q3-17, return rate,
pelanggan yang
memiliki return rate
terbesar selama enam
kuarter terakhir adalah
pelanggan SGI yaitu
51,35% return rate.
2 Rizqi Pengukuran SCOR dan Dari 35 KPI rantai
Rahmawati, Kinerja Rantai AHP pasok, terdapat 30 KPI
Bambang Pasok rantai pasok yang
Purwanggono, Menggunakan sesuai diterapkan di
Aries Susanty Metode SCOR PT. DMK. Hasil ini
dan AHP Pada sesuai dengan hasil
Unit kuesioner pertama
Pengantongan yaitu kuesioner
Pupuk Urea PT. pemilihan KPI yang
Dwimatama diisi oleh 10
Multikarsa responden. Untuk 5
Semarang KPI yang tidak terpilih
meliputi indikator
hutang, piutang, value
at risk at plan, biaya
pengiriman, harga
pokok penjualan
(HPP).
NO Penulis Judul Metode Hasil
3 Rizki Pengukuran SCOR Nilai atribut kinerja
Wahyuniardi, Kinerja Supply diperoleh reliability
Moh. chain Dengan 19,74, responsiveness
Syarwani, Ryan Pendekatan 16,91, agility 11,00;
Anggani Supply chain dan asset management
Operation 12,26. Nilai total
References kinerja sebesar 59,90.
(SCOR) Nilai ini menunjukan
bahwa kinerja rantai
pasok perusahaan
berada pada posisi
rata-rata.
4 Mark Grierson An Investigation SCOR Untuk
Edwardss into Establishing mengimplementasikan
the Validity of the SCOR dan kerangka
Supply chain kerja manajemen
Operations kualitas yang optimal
Reference dapat memicu
(SCOR) Model perubahan struktural di
within Aid and sektor ini dalam skala
Development global. Memang
Initiatives SCOR dapat menjadi
gangguan pada sektor
Bantuan dan
Pembangunan dengan
cara yang sama,
misalnya, bahwa
internet telah menjadi
gangguan yang
NO Penulis Judul Metode Hasil
signifikan dan hampir
terminal terhadap
sektor ritel tradisional
yang telah mengakar
secara global.
5 David Try Pengukuran SCOR dan Penelitian ini
Liputra, Kinerja Rantai Perbandingan menggabungkan
Santoso, Nadya Pasok Dengan Berpasangan penerapan model
Ariella Susanto Model Supply SCOR dan metode
chain Operations perbandingan
Reference berpasangan (pairwise
(SCOR) dan comparison) dalam
Metode melakukan
Perbandingan pengukuran kinerja
Berpasangan rantai pasok dari
sebuah perusahaan
pembuat kemasan
produk. Secara
keseluruhan, kinerja
saat ini dari rantai
pasok perusahaan
tersebut sudah baik
(good). Untuk
selanjutnya, penelitian
ini masih dapat
dikembangkan ke arah
perumusan strategi-
strategi untuk
peningkatan kinerja
NO Penulis Judul Metode Hasil
rantai pasok dari
perusahaan tersebut
menjadi lebih baik lagi
(from good to
excellent).

Berdasarkan tabel 2.1 dapat diketahui berbagai macam metode yang digunakan pada
penelitian terdahulu. Terdapat metode SCOR 10.0, SCOR 11.0 sampai metode tebaru dari
SCOR yaitu versi 12.0. Peneliti berusaha memberikan perbedaan pada penelitian yang akan
dilakukan dengan penelitian terdahulu dengan memasukkan konsep benchmarking. Dimana
konsep benchmarking adalah untuk mengetahui posisi IKM Fanri Collection berdasarkan
hasil kinerja IKM lainnya. Bertujuan untuk mengetahui strategi bisnis yang perlu dilakukan
guna bersaing dengan IKM lainnya.

2.3 Kajian Deduktif

Kajian deduktif penelitian ini merupakan landasan teori yang berdasarkan buku atau teori
yang berhubungan dengan penelitian (Rahmat et al., 2009).

2.3.1 Supply chain Management (SCM)

Supply chain Management berkaitan dengan siklus yang lengkap dari bahan mentah dari para
supplier, ke kegiatan operasional di perusahaan, berlanjut ke distribusi sampai kepada
konsumen. Hal penting yang menjadi dasar pemikiran pada konsep ini adalah fokus pada
pengurangan kesia-siaan dan mengoptimalkan nilai pada rantai pasokan yang berkaitan
(Nurhayati, 2015). Satu sistem pada suatu organisasi untuk menyalurkan barang produksi
dan jasanya kepada pelanggan. Didalam manajemen rantai pasok jika ada suatu rantai yang
terhambat maka akan berpengaruh kepada yang lain. Salah satu yang penting dalam
manajemen rantai pasok ialah manajemen pengadaan bahan baku, jika dalam melakukan
pengadaan bahan baku terhambat, maka proses produksi akan mengalami keterlambatan
(Yuliazmi & Adam, 2018). Dengan demikian, berdasarkan berbagai definisi mengenai
supply chain management (SCM) yang telah disampaikan dapat ditarik hal umum yaitu SCM
adalah semua kegiatan yang terkait dengan aliran bahan baku, informasi, dan keuangan
sepanjang produksi. Berikut lebih lanjut cakupan SCM:

Tabel 2. 2 Cakupan Kegiatan SCM


Bagian Cakupan Kegiatan
Pengembangan produk Melakukan riset pasar, merancang produk baru,
melibatkan supplierdalam perancangan produk baru
Pengadaan Memilih supplier, mengavaluasi kinerja supplier,
melakukan pembelian bahan baku dan komponen,
memonitor supply risk, membina dan memelihara
hubungan dengan supplier
Perencanaan & Pengendalian Demand planning, peramalan permintaan, perencanaan
kapasitas, perancanaan produksi dan persediaan
Operasi / Produksi Eksekusi produksi, pengendalian kualitas
Pengiriman / Distribusi Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan
pengiriman, mencari dan memelihara hubungan dengan
perusahaan jasa pengiriman, memonitor service level di
tiap pusat distribusi

Rantai pasokan merupakan hal yang sangat penting dari setiap organisasi bisnis karena
menghubungkan pemasok, produsen, dan konsumen akhir di jaringan yang sangat penting
untuk penciptaan dan pengiriman barang maupun jasa. Dalam pengelolaan rantai pasokan
memerlukan suatu proses yaitu, proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian operasi
rantai pasokan. Tujuan manajemen rantai pasokan adalah dengan menyelaraskan permintaan
dan penawaran dengan efektif dan efisien (Setiyadi & Setiawan, 2017). Masalah-masalah
utama dalam rantai pasokan adalah sebagai berikut:

1. Menentukan tingkat outsourcing yang tepat.


2. Mengelola pembelian / pengadaan suatu barang.
3. Mengelola pemasok.
4. Mengelola hubungan terhadap pelanggan.
5. Mengidentifikasi masalah dan merespon masalah dengan cepat.
6. Mengelola risiko.

Supply chain memiliki tujuan strategis yang perlu dicapai untuk membuat supply chain
menang atau setidaknya bertahan dalam persaingan. Untuk bisa memenangkan persaingan
pasar maka supply chain harus bisa menyediakan produk yang murah, berkualitas, tepat
waktu, dan bervariasi (Made & Joni, 2018). Salah satu faktor kunci untuk mengoptimalkan
supply chain adalah dengan menciptakan alur informasi yang bergerak secara mudah dan
akurat diantara jaringan atau mata rantai tersebut, dan pergerakan barang yang efektif dan
efisien yang menghasilkan kepuasan maksimal pada para pelanggan. Dengan tercapainya
koordinasi dari rantai supply perusahaan, maka tiap channel dari rantai supply perusahaan
tidak akan mengalami kekurangan barang juga tidak kelebihan barang terlalu banyak. Dalam
supply chain ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan-perusahaan yang
mempunyai kepentingan didalam arus barang, para pemain utama itu adalah supplier,
manufacturer, distributor/wholesaler, retail outlet, dan konsumen (Liputra et al., 2018).
Supply chain menunjukkan adanya rantai yang panjang yang dimulai dari supplier sampai
pelanggan, dimana adanya keterlibatan entitas atau disebut pemain dalam konteks ini dalam
jaringan supply chain yang sangat kompleks tersebut. Berikut ini merupakan pemain utama
yang yang terlibat dalam supply chain:
1. Supplier (chain 1)
Rantai pada supply chain dimulai dari sini, yang merupakan sumber yang
menyediakan bahan pertama, dimana mata rantai penyaluran barang akan mulai.
Bahan pertama di sini bisa dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong,
suku cadang atau barang dagang.
2. Supplier-Manufacturer (chain 1-2)
Rantai pertama tadi dilanjutkan dengan rantai kedua, yaitu manufacturer yang
merupakan tempat mengkonversi ataupun menyelesaikan barang (finishing).
Hubungan kedua mata rantai tersebut sudah mempunyai potensi untuk melakukan
penghematan. Misalnya, penghematan inventory carrying cost dengan
mengembangkan konsep supplier partnering.

3. Supplier-Manufacturer-Distribution (chain 1-2-3)


Dalam tahap ini barang jadi yang dihasilkan disalurkan kepada pelanggan, dimana
biasanya menggunakan jasa distributor atau wholesaler yang merupakan pedagang
besar dalam jumlah besar.
4. Supplier-Manufacturer-Distribution-Retail Outlets (chain 1-2-3-4)
Dari pedagang besar tadi barang disalurkan ke toko pengecer (retail outlets).
Walaupun ada beberapa pabrik yang langsung menjual barang hasil produksinya.
5. Supplier-Manufacturer-Distribution-Retail Outlets-Customer (chain 1-2-3-4-5)
Kustomer merupakan rantai terakhir yang dilalui dalam supply chain dalam konteks
ini sebagai end-use (Nurhayati, 2015).

2.3.2 Pengukuran Kinerja SCM

Banyak perusahaan belum berhasil memaksimalkan potensi supply chain mereka karena
mereka seringkali gagal untuk mengembangkan ukuran kinerja dan metrik yang diperlukan
untuk sepenuhnya mengintegrasikan mereka rantai suplai untuk memaksimalkan efektivitas
dan efisiensi. Supply chain performance measurement system (SCPMS) yang bertujuan
untuk mengukur performansi kerja dari supply chain diperlukan bagi perusahaan untuk
sukses menerapkan SCM. Banyak model yang telah dibuat oleh akademisi, praktisi dan
kolaborasi antara keduanya. Model SCOR adalah model populer di Indonesia (Profita &
Ayu, 2018).

Beberapa upaya telah dilakukan untuk mengukur kinerja supply chain menggunakan
pendekatan konvensional. Biasanya ada dua kelas sistem SCPM: Financial dan Non
Financial:

1. Financial Performance Measurement Systems (FPMS)


Pengukuran kinerja sistem keuangan(financial) umumnya disebut sebagai metode
akuntansi tradisional untuk mengukur kinerja supply chain. Metode ini terutama
memfokuskan pada indikator keuangan dan karenanya selalu dikritik tidak memadai
karena mereka mengabaikan pengukuran untuk pentingan dan strategis non-
keuangan.
2. Non-Financial Performance Measurement Systems (NFPMS)
SCPM non-keuangan pendekatan dapat diklasifikasikan menjadi sembilan jenis yang
berbeda dikelompokkan sesuai dengan kriteria pengukurannya,sebagaimana
diuraikan berikut ini:
a. Supply chain Balanced Scorecard (SCBS)
b. Dimension-based Measurement Systems (DBMS)
c. Interface-based Measurement Systems (IBMS)
d. Perspective-based Measurement Systems (PBMS)
e. Hierarchical-based Measurement Systems (HBMS)
f. Function-based Measurement Systems(FBMS)
g. Efficiency-based Measurement Systems (EBMS)
h. Generic Performance Measurement Systems (GPMS)
i. Supply chain Operations Reference Model (SCOR)

2.3.3 SCOR 12.0

Tujuan dari SCOR, atau kerangka kerja proses bisnis, adalah untuk mendefinisikan proses
dengan cara yang selaras dengan fungsi dan tujuan bisnis utama. Bagaimana proses
berinteraksi dan melakukan, bagaimana proses ini dikonfigurasi, dan persyaratan
(keterampilan) pada staf yang mengoperasikan proses (APICS, 2017). Model SCOR terdiri
dari 4 bagian utama:
1. Performance: Metrik standar untuk menggambarkan kinerja proses dan menentukan
tujuan strategis.
2. Processes: Deskripsi standar proses manajemen dan hubungan proses.
3. Practices: Praktik manajemen yang menghasilkan kinerja proses yang lebih baik
secara signifikan.
4. People: Definisi standar untuk keterampilan yang diperlukan untuk melakukan
proses rantai pasokan.

Gambar 2. 1 SCOR Process Hierarchy

2.3.4 Proccesses SCOR 12.0

Supply chain Operation reference (SCOR) versi 12.0 telah diperbarui sejak tahun 2017
dimana menyediakan kerangka kerja yang menghubungkan metrik kinerja, proses, praktik,
dan orang-orang ke dalam struktur terpadu. Kerangka kerja ini mendukung komunikasi antar
variabel rantai pasok dalam segala aspek dan meningkatkan efektivitas manajemen rantai
pasok, teknologi, dan kegiatan peningkatan rantai pasok terkait (APICS, 2017).
Gambar 2. 2 SCOR Process

Suatu proses adalah aktivitas khusus yang dilakukan untuk memenuhi hasil yang
ditentukan sebelumnya. Proses dalam SCOR telah diidentifikasi sebagai proses khusus yang
perlu dijalankan oleh rantai pasokan untuk mendukung tujuan utamanya untuk memenuhi
kebutuhan pesanan pelanggan. Untuk setiap proses khusus, SCOR hanya memiliki satu
representasi. SCOR memiliki 6 proses pokok (level-1 proses), yaitu:
1. Plan
Proses Perencanaan menggambarkan kegiatan yang terkait dengan pengembangan
rencana untuk mengoperasikan rantai pasokan. Proses perencanaan meliputi
pengumpulan persyaratan, pengumpulan informasi tentang sumber daya yang
tersedia, menyeimbangkan persyaratan dan sumber daya untuk menentukan
kemampuan yang direncanakan dan kesenjangan dalam permintaan atau sumber daya
dan mengidentifikasi tindakan untuk memperbaiki kesenjangan ini.
2. Source
Proses source menggambarkan pemesanan (atau penjadwalan pengiriman) dan
penerimaan barang dan jasa. Proses source mewujudkan penerbitan pesanan
pembelian atau pengiriman penjadwalan, penerimaan, validasi, dan penyimpanan
barang, serta penerimaan faktur dari pemasok. Dengan pengecualian untuk sourching
Engineer-to-Order barang atau jasa, semua identifikasi pemasok, kualifikasi dan
proses negosiasi kontrak tidak dijelaskan menggunakan elemen proses source.
3. Make
Proses make menggambarkan aktivitas yang terkait dengan konversi materi atau
pembuatan konten untuk layanan. Konversi bahan digunakan pada produksi atau
pembuatan saat make mewakili semua jenis konversi materi perakitan, Pemrosesan
kimia, pemeliharaan, perbaikan, overhaul, daur ulang, perbaikan, remanufaktur dan
nama-nama umum lainnya untuk proses konversi bahan. Sebagai pedoman umum
proses ini diakui oleh fakta bahwa 1 atau lebih nomor item masuk dan 1 atau lebih
nomor item berbeda keluar dari proses ini.

4. Deliver
Proses deliver menggambarkan aktivitas yang terkait dengan penciptaan,
pemeliharaan, dan pemenuhan pesanan pelanggan. Proses pengiriman mewujudkan
penerimaan, validasi dan pembuatan pesanan pelanggan, penjadwalan pengiriman
pesanan, pengambilan, pengemasan dan pengiriman dan penagihan pelanggan.
Proses deliver retail memberikan pandangan yang disederhanakan dari proses source
and deliver yang dioperasikan dalam operasi ritel Make-to-Stock.
5. Return
Proses pengembalian menggambarkan aktivitas yang terkait dengan arus balik
barang. Proses pengembalian mewujudkan identifikasi kebutuhan untuk
pengembalian barang, pengambilan keputusan disposisi, penjadwalan pengembalian
dan pengiriman dan penerimaan barang yang dikembalikan. Proses perbaikan, daur
ulang, perbaikan, dan pembuatan ulang tidak dijelaskan dengan menggunakan
elemen proses pengembalian.
6. Enable
Proses enable menggambarkan aktivitas yang terkait dengan manajemen rantai
pasokan. Memungkinkan proses termasuk manajemen aturan bisnis, manajemen
kinerja, manajemen data, manajemen sumber daya, manajemen fasilitas, manajemen
kontrak, manajemen jaringan rantai pasokan, mengelola kepatuhan terhadap
peraturan, manajemen risiko, dan pengadaan rantai pasokan.

2.3.5 Performance SCOR 12.0

Bagian kinerja SCOR berfokus pada pengukuran dan penilaian hasil pelaksanaan proses
rantai pasok. Pendekatan untuk memahami, mengevaluasi, dan mengidentifikasi kinerja
rantai pasokan terdiri dari tiga elemen: Atribut kinerja, metrik, dan proses/praktek. elemen,
yang berbeda dari level dalam hierarki proses dan metrik, menjelaskan berbagai aspek atau
dimensi kinerja. Reliability, responsiveness, and agility berfokus pada pelanggan. Cost dan
asset management efficiency dianggap sebagai fokus internal. Semua metrik SCOR
dikelompokkan dalam salah satu atribut kinerja (APICS, 2017).

Tabel 2. 3 Performance Attribut

1. Reliability: Kemampuan untuk melakukan tugas seperti yang diharapkan. Berfokus


pada prediktabilitas hasil suatu proses. Metrik umum untuk atribut fokus meliputi
tepat waktu, jumlah yang tepat, kualitas yang tepat.
2. Responssiveness: Kecepatan di mana tugas dilakukan. Kecepatan rantai pasok
menyediakan produk kepada pelanggan. Contohnya termasuk metrik siklus waktu.
3. Agility: Kemampuan untuk merespons pengaruh eksternal, kemampuan untuk
menanggapi perubahan pasar untuk mendapatkan atau mempertahankan keunggulan
kompetitif. Metrik agility SCOR mencakup kemampuan beradaptasi dan nilai
keseluruhan yang beresiko.
4. Costs: Biaya operasi proses rantai pasokan. Ini termasuk biaya tenaga kerja, biaya
material, dan biaya manajemen dan transportasi. Metrik biaya seperti harga pokok
penjualan.
5. Asset management efficiency: Kemampuan untuk memanfaatkan aset secara efisien.
Strategi manajemen aset dalam rantai pasokan meliputi pengurangan inventaris dan
in-sourcing vs outsourcing. Metrik meliputi hari inventaris penggunaan dan
pemanfaatan kapasitas.

Setiap Atribut Kinerja memiliki satu atau lebih metrik strategi level-1. Metrik level-1 ini
adalah perhitungan yang digunakan organisasi untuk mengukur seberapa suksesnya
mencapai posisi yang diinginkan dalam ruang pasar yang kompetitif.

Tabel 2. 4 Level-1 Strategic Metric

2.3.6 Snorm de Boer

Berbagai cara pengukuran kinerja yang dilakukan oleh perusahaan. Tingkat pemenuhan
performa dapat didefinisikan oleh normalisasi dari indikator yang sudah ditentukan . setiap
indikator memiliki bobot yang berbeda dengan skala ukuran yang berbeda juga. Oleh karena
itu, diperlukan penyamaan parameter dengan cara normalisasi (Ardhanaputra et al., 2019).
Normalisasi snorm de boer berfungsi menylamakan indikator dengan skala yang sudah
ditentukan. Dengan rumus berikut:

(𝑆𝑖−𝑆𝑚𝑖𝑛) (𝑆𝑖−𝑆𝑚𝑖𝑛) 𝑠𝑘𝑜𝑟−0


Snorm (skor) = (𝑆𝑚𝑎𝑥−𝑆𝑚𝑖𝑛) x 100 atau = 𝑥 100
(𝑆𝑚𝑎𝑥−𝑆𝑚𝑖𝑛) 100−0

Di mana:
Si = Nilai indikator aktual yang berhasil dicapai.
Smin = Nilai pencapaian performansi terburuk dari indikator kinerja.
Smax = Nilai pencapaian performansi terbaik dari indikator kinerja.

Pada pengukuran diatas, setiap bobot indikator dikonversikan ke dalam interval nilai
tertentu yaitu 0 sampai 100. Nol (0) diartikan paling buruk dan seratus (100) diartikan paling
baik. Dengan demikian parameter dari setiap indikator adalah sama, setelah itu didapatkan
suatu hasil yang dapat dianalisa.
Nilai indikator kategori indikator kerja :

Tabel 2.5 Tabel indikator kategori kerja


< 40 Poor
40-50 Marginal
50-70 Average
70-90 Good
> 90 Excellent

Indikator kategori kerja poor dan marginal memberikan informasi bahwa kinerja jelek
sehingga diperlukan penangan cepat atau evaluasi cepat untuk segera melakukan perubahan
pada kinerja. Kategori average memberikan informasi bahwa kinerja sudah hampir bagus,
hanya saja perlu memperhatikan bagian-bagian yang dirasa kurang optimal dan melakukan
penangan terhadap bagian tersebut serta mempertahankan bagian yang sudah bagus. Kategori
good dan excellent menunjukan kinerja yang bagus perlu dilakukan pengembangan agar
lebih optimal lagi dan tentu dipertahankan.

Anda mungkin juga menyukai