Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Pancasila
Dosen Pengampu: Lisa Retnasari, S.Pd., M.Pd.

Oleh Kelompok 6:

1. Andhika Zakaria Putra Ardianto (2100026011)


2. Yudith Mevia Prabowo Matamari (2100026020)
3. Bima Adytia Jaya (2100026027)
4. Hofifah Nurazizah (2100026032)

KELAS A
PROGRAM STUDI SASTRA INGGRIS
FAKULTAS SASTRA BUDAYA DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “PANCASILA SEBAGAI
SISTEM FILSAFAT”.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah Pancasila. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang kefilsafatan Pancasila bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Lisa Retnasari, S.Pd., M.Pd., selaku
dosen pada mata kuliah Pancasila kami yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Yogyakarta, 4 Desember 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

JUDUL ………………………………………………………………………………….. i

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….. ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. iii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………………………………. 1


B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………... 1
C. Tujuan Pembahasan ………………………………………………………………. 1

BAB II: PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem …………………………………………………………………. 2


B. Pancasila Sebagai Suatu Sistem …………………………………………………… 4
C. Pengertian Filsafat …………………………………………………………………. 5
D. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat ………………………………………….…….... 6

BAB III: PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………………………………………………………... 14
B. Saran ………………………………………………………………………………. 14

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….. 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia memiliki peranan yang sangat
penting bagi masyarakat Indonesia, terutama bagi kelangsungan hidup warga negaranya,
serta keutuhan wilayah negaranya. Sila-sila dalam Pancasila tentu harus dipahami dan
diamalkan oleh bangsa Indonesia secara keseluruhan, sehingga keteraturan dapat
tercipta.
Namun pada kenyataannya, belum seluruh pihak memahami dan mengamalkan sila-
sila Pancasila itu sendiri. Sebagaimana dilihat pada fenomena sekarang ini dimana
pengaplikasian nilai-nilai Pancasila oleh bangsa Indonesia sendiri dinilai belum
maksimal. Salah satu dari contoh perbuatan yang tak sesuai dengan sila-sila dalam
Pancasila tersebut adalah maraknya konflik antar ras, suku, dan agama.
Seiring berkembangnya zaman, arus globalisasi membuat ideologi-ideologi besar
internasional masuk ke Indonesia, seperti sosialis, liberal, fasis, dan sebagainya.
Masuknya ideologi-ideologi besar yang berseberangan dengan sistem Pancasila tentu
mengancam prinsip-prinsip hidup berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia. Yang
mana dapat menggeser nilai-nilai dari Pancasila, apabila bangsa Indonesia sendiri tak
dapat berpegang teguh pada Pancasila.
Oleh karena lunturnya pemahaman masyarakat Indonesia mengenai sistem filsafat
Pancasila, maka diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai Pancasila sebagai
sebuah sistem filsafat itu sendiri. Sehingga keutuhan negara dapat terus berlangsung.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari sistem?
2. Apa itu Pancasila sebagai suatu sistem?
3. Apa pengertian dari filsafat?
4. Apa itu Pancasila sebagai sistem filsafat?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mendeskripsi pengertian dari sistem.
2. Mendeskripsi Pancasila sebagai suatu sistem.
3. Mendeskripsi pengertian dari filsafat.

1
4. Mendeskripsi Pancasila sebagai sistem filsafat.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem
Pengertian sistem banyak digunakan berbagai ilmu pengetahuan. Istilah sistem banyak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian sistem punya beragam makna sesuai
bidangnya.
Suatu sistem, dikelilingi dan dipengaruhi oleh lingkungannya, dijelaskan oleh batasan,
struktur, tujuannya dan diekspresikan dalam fungsinya. Pengertian sistem bisa dipahami
dari segi bahasa. Pengertian sistem juga sudah banyak dikemukakan oleh para ahli.
Asal kata ‘sistem’ berasal dari bahasa Latin (systema) dan bahasa Yunani (sustema).
Pengertian sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang
dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk
mencapai suatu tujuan.  Atau dapat juga dikatakan bahwa pengertian ‘sistem’
adalah sekumpulan unsur / elemen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi
dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan.
Adapun pengertian sistem menurut beberapa ahli:
a. Pengertian Sistem Menurut Davis, G.B: Sistem secara fisik adalah kumpulan dari
elemen-elemen yang beroperasi bersama-sama untuk menyelesaikan suatu sasaran.
b. Pengertian Sistem Menurut Harijono Djojodihardjo: Suatu sistem adalah sekumpulan
objek yang mencakup hubungan fungsional antara tiap-tiap objek dan hubungan
antara ciri tiap objek, dan yang secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan secara
fungsional.
c. Pengertian Sistem Menurut Lani Sidharta: Sistem adalah himpunan dari bagian-
bagian yang saling berhubungan yang secara bersama mencapai tujuan-tujuan yang
sama.
d. Pengertian Sistem Menurut Murdick, R.G:  Suatu sistem adalah seperangkat elemen
yang membentuk kumpulan atau procedure-prosedure/bagan-bagan pengolahan yang
mencari suatu tujuan bagian atau tujuan bersama dengan mengoperasikan data
dan/atau barang pada waktu rujukan tertentu untuk menghasilkan informasi dan/atau
energi dan/atau barang.

2
e. Pengertian Sistem Menurut Jerry Futz Gerald: Sistem adalah suatu jaringan kerja dari
prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk
melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu.
f. Pengertian Sistem Menurut Indrajit: mengemukakan bahwa sistem mengandung arti
kumpulan-kumpulan dari komponen-komponen yang dimiliki unsur keterkaitan
antara satu dengan lainnya.
g. Pengertian Sistem Menurut Jogianto: mengemukakan bahwa sistem adalah kumpulan
dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. sistem ini
menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan yang nyata adalah suatu objek
nyata, seperti tempat, benda, dan orang-orang yang betul-betul ada dan terjadi2.
Jadi, secara umum Pengertian ‘sistem’ adalah perangkat unsur yang teratur saling
berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Pengertian lain dari Sistem adalah susunan
dari pandangan, teori, asas dan sebagainya.
Sistem sendiri memiliki beberapa karakteristik. Dalam buku Tuntunan Praktis
Membangun Sistem Informasi Akuntansi dengan Visual Basic dan Microsoft SQL
Server (2007) karya Kusrini dan Andri Koniyo, sistem mempunyai sembilan
karakteristik penting, yaitu:

1. Komponen sistem (Component), sistem terdiri atas berbagai komponen yang saling
berinteraksi dan bekerja sama.
2. Batasan sistem (Boundary) adalah daerah batasan sistem yang satu dengan lainnya
atau dengan lingkungan kerjanya.
3. Subsistem adalah bagian dari sistem yang beraktivitas dan berinteraksi satu sama lain
demi mencapai tujuan sesuai sasarannya.
4. Lingkungan luar sistem (Environment), artinya sistem yang berada di luar batasan,
yang mana dipengaruhi oleh operasi sistem.
5. Penghubung sistem (Interface), antarsubsistem tentunya dihubungkan oleh media
penghubung. Adanya media ini memungkinkan proses pengaliran sumber daya dari
satu subsistem ke subsistem lainnya.
6. Masukan sistem (Input) adalah energi yang masuk ke dalam sebuah sistem, seperti
perawatan dan sinyal.
7. Keluaran sistem (Output), hasil energi yang telah diolah serta diklasifikasikan sebagai
keluaran yang berguna dan sisa pembuangan.

3
8. Pengolahan sistem (Process), tiap sistem dapat memiliki suatu bagian pengolah yang
bisa mengubah masukan atau input menjadi keluaran atau output.
9. Sasaran sistem (Object) adalah tujuan yang ingin dicapai oleh sistem.

Selain itu, sistem sendiri memiliki tujuh elemen pembentuk, yakni:

1. Tujuan. Sistem memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan inilah yang membuat


sistem menjadi terarah dan bergerak sesuai kendalinya.
2. Masukan. Segala sesuatu yang dimasukkan ke dalam sistem untuk kemudian diproses.
3. Proses, bagian atau cara yang ditempuh untuk melakukan perubahan dari masukan
atau input menjadi keluaran atau output.
4. Keluaran, hasil dari proses yang dilakukan sebelumnya.
5. Batas. Tiap sistem perlu dibatasi dan perlu dipisahkan, sesuai tujuannya. Batas ini
bisa terbentuk antar satu sistem dengan lainnya ataupun dengan lingkungannya.
6. Mekanisme pengendalian, dilakukan dengan memakai umpan balik, yang mana
digunakan untuk mengendalikan input atau masukan serta proses (pengolahan input
menjadi output). Mekanisme diperlukan supaya sistem berjalan sebagaimana
mestinya.
7. Lingkungan, segala sesuatu yang berada di luar sistem.

Sistem dapat dibagi menjadi dua jenis, bergantung pada kategorinya, yakni:

a. Berdasarkan keterbukaannya
Sistem berdasarkan keterbukaannya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
 Sistem terbuka, sistem yang memungkinkan orang lain dapat membuka dan
mempengaruhinya, baik dari segi input, proses ataupun output.
 Sistem tertutup, sistem yang tidak bisa dibuka dan dipengaruhi oleh orang
lain, sehingga sistem ini hanya bisa diakses oleh pihak tertentu saja.
b. Berdasarkan komponennya
Sistem berdasarkan komponennya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
 Sistem fisik adalah sistem yang memiliki komponen energi dan materi.
Artinya sistem ini memiliki wujud input atau output berupa bentuk fisik yang
dapat dilihat.
 Sistem non-fisik merupakan sistem yang berbentuk abstrak, karena tidak bisa
dilihat. Contohnya ide dan konsep.

4
B. Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pancasila sebagai suatu sistem memiliki unsur-unsur yang berbeda, hal ini dapat kita
lihat dalam sila-sila pancasila yang memiliki ragam makna yang berbeda, namun sistem
dalam pancasila mempunyai suatu kesatuan yang utuh dan bulat. Sila-sila dalam
pancasila saling berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan tertentu.
Diantaranya pancasila sebagai dasar Negara mempunyai fungsi sebagai pedoman di
dalam berbangsa dan bernegara juga sebagai moral bangsa Indonesia dalam membentuk
suatu Negara.
Dikatakan pancasila merupakan suatu sistem karena sila-sila pancasila mencakup
seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, pancasila juga sudah diatur
sedemikian rupa sehingga membentuk suatu susunan yang teratur dan tidak bisa dibolak
balik. Dalam sila pancasila memiliki suatu makna yang beruntun. Artinya, sila pertama
lebih luas maknanya sehinga menjiwai sila-sila dibawahnya. Itulah makna pancasila
sebagai suatu sistem.

C. Pengertian Filsafat

Pertanyaan pokok yang harus dicari jawabannya adalah apakah filsafat itu. Tentu
Anda sendiri sering mendengar bahkan menggunakan kata filsafat. Perlu Anda ketahui
bahwa telah banyak para ahli filsafat yang memberikan pengertian dan definisi tentang
filsafat. Akan tetapi, terdapat keragaman dalam memberikan pengertian dan merumuskan
definisi tersebut. Hal ini terjadi karena masing-masing ahli filsafat atau filsuf itu
mempunyai konsep yang berbeda dengan filsuf yang lain dan memiliki dasar pemikiran
dan pandangan yang berbeda pula. Anda perlu memahami perbedaan tersebut dengan
seksama untuk memperoleh wawasan pengetahuan yang luas dan mendalam.
Kata filsafat berasal dari kata Yunani, yaitu philosophia, terdiri dari kata philos yang
berarti cinta atau sahabat dan kata sophia yang berarti kebijaksanaan, kearifan atau
pengetahuan. Jadi, philosophia berarti cinta pada kebijaksanaan atau cinta pada
kebenaran, dalam hal ini kebenaran ilmu pengetahuan.
Dapat disadari bahwa dalam kehidupan sehari-hari sering kali manusia mengalami
hal-hal yang kurang dipahami sehingga menimbulkan pertanyaan dalam dirinya dan
menggugah rasa ingin tahunya. Banyak peristiwa yang terjadi dalam alam ini yang
sangat menakjubkan, yang menimbulkan kekaguman, bahkan yang menakutkan.
Bintang-bintang yang berkedip-kedip di malam hari, lautan biru yang senantiasa

5
bergerak, bahkan gempa bumi. Tentu saja peristiwa ini dapat menimbulkan pertanyaan
apakah yang sebenarnya terjadi dan apakah yang menjadi asal dari segala yang ada
dalam alam ini. Hal ini pulalah yang menjadi pertanyaan dan pemikiran bagi beberapa
orang pada masa sekitar 600200 tahun Sebelum Masehi (SM) di Yunani.
Berikut merupakan pengertian filsafat menurut beberapa ahli:
1. W.J.S Poerwadarminta
Filsafat merupakan pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi
mengenai sebab-sebab, asas-asas hukum dan sebagainya daripada segala yang
ada dalam alam semesta ataupun mengetahui kebenaran dan arti "adanya"
sesuatu.
2. Bertrand Russel
Filsafat adalah tidak lebih dari suatu usaha untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan terakhir, tidak secara dangkal atau dogmatis seperti
yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari dan bahkan dalam ilmu
pengetahuan.
Akan tetapi, secara kritis dalam arti kata: setelah segala sesuatunya
diselidiki problema-problema apa yang dapat ditimbulkan oleh pertanyaan-
pertanyaan yang demikian itu, dan setelah kita menjadi sadar dari segala
kekaburan dan kebingungan, yang menjadi dasar bagi pengertian kita sehari-
hari.
3. Immanuel Kant (1724-1804)
Sementara itu Immanuel Kant merumuskan filsafat sebagai ilmu
pengetahuan yang menjadi pokok pangkal dan puncak segala pengetahuan
yang tercakup di dalamnya empat persoalan, yaitu apa yang dapat kita ketahui
(metafisika), apa yang seharusnya dilakukan (etika), sampai dimanakah
harapan kita (agama), apa hakikat manusia (antropologi).

D. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


Pancasila adalah filsafat bangsa Indonesia yang diperoleh sebagai hasil perenungan
mendalam para tokoh pendiri negara (the founding fathers) ketika mereka berusaha
menggali nilai-nilai dasar dan merumuskan dasar negara untuk di atasnya didirikan
negara Republik Indonesia. Hasil perenungan itu kemudian secara resmi disahkan
bersamaan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) tahun

6
1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945
sebagai Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia. Kelima dasar atau prinsip yang
terdapat dalam sila-sila Pancasila, juga jelas merupakan satu kesatuan bagian-bagian
sehingga saling berhubungan untuk menyatakan adanya satu tujuan yang hendak dicapai
secara bersama sehingga dapat disebut sebagai sistem. Pengertian suatu sistem,
sebagaimana dikutip oleh Kaelan (2000: 66) dari Shrode dan Don Voich memiliki ciri-
ciri sebagai berikut: 1) suatu kesatuan bagian-bagian; 2) bagian-bagian tersebut
mempunyai fungsi sendiri-sendiri; 3) saling berhubungan, saling ketergantungan; 4)
kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem); dan 5)
terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
Berdasarkan pengertian tersebut, Pancasila yang berisi lima sila, yaitu Sila Ketuhanan
yang Maha Esa, Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Sila Persatuan Indonesia, Sila
Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan dan Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia,
saling berhubungan membentuk satu kesatuan sistem yang dalam proses bekerjanya
saling melengkapi dalam mencapai tujuan. Meskipun setiap sila pada hakikatnya
merupakan suatu asas sendiri, memiliki fungsi sendiri-sendiri, namun memiliki tujuan
tertentu yang sama, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila.
Selanjutnya, Pancasila dapat dipahami sebagai sistem filsafat yang mengandung
pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan diri sendiri,
dengan sesama, dan dengan masyarakat sebagai sebuah bangsa. Beragam hubungan ini,
secara teoretik dimiliki Pancasila. Oleh sebab itu, sebagai sistem filsafat, Pancasila
memiliki ciri khas yang berbeda dengan sistem-sistem filsafat lain yang ada di dunia,
seperti materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme, komunisme dan lain
sebagainya.
Kekhasan nilai filsafat yang terkandung dalam Pancasila berkembang dalam budaya
dan peradaban Indonesia, terutama sebagai jiwa dan asas kerohanian bangsa dalam
perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Selanjutnya nilai filsafat Pancasila, baik
sebagai pandangan hidup atau filsafat hidup (Weltanschauung) bangsa maupun sebagai
jiwa bangsa atau jati diri (Volksgeist) nasional yang kemudian dijadikan sebagai penanda
identitas bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi budaya dan peradaban dunia.
Menurut Darmodihardjo (1979: 86), Pancasila adalah ideologi yang memiliki
kekhasan, yaitu: 1) Kekhasan pertama, Tuhan Yang Maha Esa sebab Ketuhanan Yang

7
Maha Esa mengandung arti bahwa manusia Indonesia percaya adanya Tuhan; 2)
Kekhasan kedua, penghargaan kepada sesama umat manusia apapun suku bangsa dan
bahasanya; 3) Kekhasan ketiga, bangsa Indonesia menjunjung tinggi persatuan bangsa;
4) Kekhasan keempat, kehidupan manusia Indonesia bermasyarakat dan bernegara
berdasarkan atas sistem demokrasi; dan 5) Kekhasan kelima, keadilan sosial bagi hidup
bersama. Kelahiran ideologi bersumber dari pandangan hidup yang dianut oleh suatu
masyarakat. Pandangan hidup kemudian berbentuk sebagai keyakinan terhadap nilai
tertentu yang diaktualisasikan dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, ideologi
berfungsi sebagai alat membangun solidaritas masyarakat dengan mengangkat berbagai
perbedaan ke dalam tata nilai baru. Sebagai ideologi, Pancasila berfungsi membentuk
identitas bangsa dan negara Indonesia sehingga bangsa dan negara Indonesia memiliki
ciri khas berbeda dari bangsa dan negara lain. Pembedaan ini dimungkinkan karena
ideologi memiliki ciri selain sebagai pembeda juga sebagai pembatas dan pemisah dari
ideologi lain.
Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil permenungan
jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding fathers Indonesia, yang
dituangkan dalam suatu sistem (Abdul Gani, 1998). Oleh karena itu, pengertian filsafat
Pancasila secara umum adalah hasil berpikir atau pemikiran yang sedalam-dalamnya dari
bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai kenyataan, norma-
norma dan nilai-nilai yang benar, adil, bijaksana, dan paling sesuai dengan kehidupan
dan kepribadian bangsa Indonesia.
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Soekarno sejak 1955 sampai
kekuasaannya berakhir pada 1965. Pada saat itu Soekarno selalu menyatakan bahwa
Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi
Indonesia, serta merupakan akulturasi budaya India (Hindu-Buddha), Barat (Kristen),
dan Arab (Islam). Menurut Soeharto, Filsafat Pancasila telah mengalami Indonesianisasi.
Semua sila dalam Pancasila adalah asli diangkat dari budaya Indonesia dan selanjutnya
dijabarkan menjadi lebih rinci ke dalam butir-butir Pancasila. Filsafat Pancasila dapat
digolongkan sebagai filsafat praktis sehingga filsafat Pancasila tidak hanya mengandung
pemikiran yang sedalam-dalamnya atau tidak hanya bertujuan mencari, tetapi hasil
pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman
hidup sehari-hari (way of life atau weltanschauung) agar hidup bangsa Indonesia dapat
mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat (Salam, 1988: 23-
24).

8
Sebagai sistem filsafat, Pancasila memiliki dasar ontologis, epistemologis, dan
aksiologis, seperti diuraikan di bawah ini.
1. Dasar ontologis Pancasila
Dasar-dasar ontologis Pancasila menunjukkan secara jelas bahwa Pancasila itu
benar-benar ada dalam realitas dengan identitas dan entitas yang jelas. Melalui
tinjauan filsafat, dasar ontologis Pancasila mengungkap status istilah yang
digunakan, isi dan susunan silasila, tata hubungan, serta kedudukannya. Dengan
kata lain, pengungkapan secara ontologis itu dapat memperjelas identitas dan
entitas Pancasila secara filosofis.
Kaelan (2002: 69) menjelaskan dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya
adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis. Manusia Indonesia
menjadi dasar adanya Pancasila. Manusia Indonesia sebagai pendukung pokok
sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri
atas susunan kodrat raga dan jiwa, jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia
sebagai makhluk individu dan sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai
makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
(Kaelan, 2002:72).
Ciri-ciri dasar dalam setiap sila Pancasila mencerminkan sifat-sifat dasar
manusia yang bersifat dwi-tunggal. Ada hubungan yang bersifat dependen antara
Pancasila dengan manusia Indonesia. Artinya, eksistensi, sifat dan kualitas
Pancasila amat bergantung pada manusia Indonesia. Selain ditemukan adanya
manusia Indonesia sebagai pendukung pokok Pancasila, secara ontologis, realitas
yang menjadikan sifat-sifat melekat dan dimiliki.
Pancasila dapat diungkap sehingga identitas dan entitas Pancasila itu menjadi
sangat jelas. Soekarno menggunakan istilah Pancasila untuk memberi lima prinsip
dasar negara yang diajukan. Dua orang sebelumnya, Soepomo dan Muhammad
Yamin meskipun masing-masing menyampaikan konsep dasar negara tetapi tidak
sampai memberikan nama. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang beranggotakan Soekarno,
menggunakan istilah Pancasila sebagaimana telah diperkenankan Soekarno untuk
dinyatakan oleh PPKI sebagai nama resmi Dasar Negara Indonesia yang isinya
terdiri dari lima sila, tidak seperti yang diusulkan Soekarno melainkan seperti
rumusan PPKI yang tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat.

9
Berhubung pengertian Pancasila merupakan kesatuan, menurut Notonagoro
(1983: 32), maka lebih tepat istilah Pancasila dituliskan tidak sebagai dua kata
“Panca Sila”, akan tetapi sebagai satu kata “Pancasila”. Penulisan Pancasila
bukan dua kata melainkan satu kata juga mencerminkan bahwa Pancasila adalah
sebuah sistem bukan dua sistem. Dalam hal ini, nama Pancasila yang menjadi
identitas lima dasar negara Indonesia adalah bukan istilah yang diperkenalkan
Soekarno tanggal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI, bukan Pancasila yang
ada dalam kitab Sutasoma, bukan yang ada dalam Piagam Jakarta, melainkan
yang ada dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
Jika ditinjau menurut sejarah asal-usul pembentukannya, Pancasila memenuhi
syarat sebagai dasar filsafat negara. Ada empat macam sebab (causa) yang
menurut Notonagoro dapat digunakan untuk menetapkan Pancasila sebagai Dasar
Filsafat Negara, yaitu sebab berupa materi (causa material), sebab berupa bentuk
(causa formalis), sebab berupa tujuan (causa finalis), dan sebab berupa asal mula
karya (causa efisien) (Notonagoro, 1983: 25).
Lebih jauh Notonagoro menjelaskan keempat causa itu seperti berikut.
Pertama, bangsa Indonesia sebagai asal mula bahan (causa materialis) terdapat
dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya; kedua, seorang
anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI), yaitu Bung Karno yang kemudian bersama-sama Bung Hatta menjadi
Pembentuk Negara, sebagai asal mula bentuk atau bangun (causa formalis) dan
asal mula tujuan (causa finalis) dari Pancasila sebagai calon dasar filsafat Negara;
ketiga, sejumlah sembilan orang, di antaranya kedua beliau tersebut ditambah
dengan semua anggota BPUPKI yang terdiri atas golongan-golongan kebangsaan
dan agama, dengan menyusun rencana Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
tempat terdapatnya Pancasila, dan juga BPUPKI yang menerima rencana tersebut
dengan perubahan sebagai asal mula sambungan, baik dalam arti asal mula
bentuk maupun dalam arti asal mula tujuan dari Pancasila sebagai calon Dasar
Filsafat Negara; keempat, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
sebagai asal mula karya (causa efisien), yaitu yang menjadikan Pancasila sebagai
Dasar Filsafat Negara yang sebelumnya ditetapkan sebagai calon Dasar Filsafat
Negara (Notonagoro, 1983: 25- 26).
2. Dasar epistemologis Pancasila

10
Dasar epistemologis Pancasila terkait dengan sumber dasar pengetahuan
Pancasila. Demikian juga, eksistensi Pancasila dibangun sebagai abstraksi dan
penyederhanaan terhadap realitas yang ada dalam masyarakat Indonesia dengan
lingkungan yang heterogen, multikultur, dan multietnik dengan cara menggali
nilai-nilai yang memiliki kemiripan dan kesamaan untuk memecahkan masalah
yang dihadapi masyarakat bangsa Indonesia (Salam, 1998: 29).
Masalah-masalah yang dihadapi menyangkut keinginan untuk mendapatkan
pendidikan, kesejahteraan, perdamaian, dan ketentraman. Pancasila itu lahir
sebagai respon atau jawaban atas keadaan yang terjadi dan dialami masyarakat
bangsa Indonesia dan sekaligus merupakan harapan. Diharapkan Pancasila
menjadi cara yang efektif dalam memecahkan kesulitan hidup yang dihadapi oleh
masyarakat bangsa Indonesia.
Pancasila memiliki kebenaran korespondensi dari aspek epistemologis sejauh
sila-sila itu secara praktis didukung oleh realitas yang dialami dan dipraktekkan
oleh manusia Indonesia. Pengetahuan Pancasila bersumber pada manusia
Indonesia dan lingkungannya. Pancasila dibangun dan berakar pada manusia
Indonesia beserta seluruh suasana kebatinan yang dimiliki.
Kaelan (2002: 96) mengemukakan bahwa Pancasila merupakan pedoman atau
dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia,
masyarakat, bangsa dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi
manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan
kehidupan.
Dasar epistemologis Pancasila juga berkait erat dengan dasar ontologis
Pancasila karena pengetahuan Pancasila berpijak pada hakikat manusia yang
menjadi pendukung pokok Pancasila (Kaelan, 2002: 97). Secara lebih khusus,
pengetahuan tentang Pancasila yang sila-sila di dalamnya merupakan abstraksi
atas kesamaan nilai-nilai yang ada dan dimiliki oleh masyarakat yang pluralistik
dan heterogen adalah epistemologi sosial. Adapun epistemologi sosial Pancasila
juga dicirikan dengan adanya upaya masyarakat bangsa Indonesia yang
berkeinginan untuk membebaskan diri menjadi bangsa merdeka, bersatu,
berdaulat dan berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan
beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta ingin mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

11
Terkait sumber pengetahuan Pancasila, hal itu dapat ditelusuri melalui sejarah
terbentuknya Pancasila. Akar sila-sila Pancasila ada dan berpijak pada nilai serta
budaya masyarakat bangsa Indonesia. Nilai serta budaya masyarakat bangsa
Indonesia yang dapat diungkap mulai awal sejarah pada abad IV Masehi di
samping diambil dari nilai asli Indonesia juga diperkaya dengan dimasukkannya
nilai dan budaya dari luar Indonesia.
Nilai-nilai dimaksud berasal dari agama Hindu, Budha, Islam, serta nilai- nilai
demokrasi yang dibawa dari Barat. Berdasarkan realitas yang demikian maka
dapat dikatakan bahwa secara epistemologis pengetahuan Pancasila bersumber
pada nilai dan budaya tradisional dan modern, budaya asli dan campuran. Selain
sumber historis tersebut, menurut tinjauan epistemologi, Pancasila mengandung
kebenaran pengetahuan yang bersumber dari wahyu atau agama serta kebenaran
yang bersumber pada akal pikiran manusia serta kebenaran yang bersifat empiris
berdasarkan pada pengalaman. Dengan sifatnya yang demikian maka
pengetahuan Pancasila mencerminkan adanya pemikiran masyarakat tradisional
dan modern.
3. Dasar aksiologis Pancasila
Aksiologi terkait erat dengan penelaahan atas nilai. Dari aspek aksiologi,
Pancasila tidak bisa dilepaskan dari manusia Indonesia sebagai latar belakang,
karena Pancasila bukan nilai yang ada dengan sendirinya (given value) melainkan
nilai yang diciptakan (created value) oleh manusia Indonesia. Nilai-nilai dalam
Pancasila hanya bisa dimengerti dengan mengenal manusia Indonesia dan latar
belakangnya.
Nilai berhubungan dengan kajian mengenai apa yang secara intrinsik, yaitu
bernilai dalam dirinya sendiri dan ekstrinsik atau disebut instrumental, yaitu
bernilai sejauh dikaitkan dengan cara mencapai tujuan. Pada aliran hedonisme
yang menjadi nilai intrinsik adalah kesenangan, pada utilitarianisme adalah nilai
manfaat bagi kebanyakan orang (Smart, J.J.C., and Bernard Williams, 1973: 71).
Pancasila mengandung nilai, baik intrinsik maupun ekstrinsik atau
instrumental. Nilai intrinsik Pancasila adalah hasil perpaduan antara nilai asli
milik bangsa Indonesia dan nilai yang diambil dari budaya luar Indonesia, baik
yang diserap pada saat Indonesia memasuki masa sejarah abad IV Masehi, masa
imperialis, maupun yang diambil oleh para kaum cendekiawan Soekarno,

12
Muhammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan para pejuang kemerdekaan lainnya
yang mengambil nilai-nilai modern saat belajar ke negara Belanda.
Kekhasan nilai yang melekat dalam Pancasila sebagai nilai intrinsik terletak
pada diakuinya nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan sosial sebagai satu kesatuan. Kekhasan ini yang membedakan Indonesia
dari negara lain. Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan memiliki sifat umum universal. Karena sifatnya yang universal, maka
nilai-nilai itu tidak hanya milik manusia Indonesia, melainkan manusia seluruh
dunia.
Pancasila sebagai nilai instrumental mengandung imperatif dan menjadi arah
bahwa dalam proses mewujudkan cita-cita negara bangsa, seharusnya
menyesuaikan dengan sifat- sifat yang ada dalam nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Sebagai nilai instrumental, Pancasila
tidak hanya mencerminkan identitas manusia Indonesia, melainkan juga berfungsi
sebagai cara (mean) dalam mencapai tujuan, bahwa dalam mewujudkan cita-cita
negara bangsa, Indonesia menggunakan cara-cara yang berketuhanan,
berketuhanan yang adil dan beradab, berpersatuan, berkerakyatan yang
menghargai musyawarah dalam mencapai mufakat, dan berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila juga mencerminkan nilai realitas dan idealitas. Pancasila mencerminkan


nilai realitas, karena di dalam sila-sila Pancasila berisi nilai yang sudah dipraktekkan
dalam hidup sehari-hari oleh bangsa Indonesia. Di samping mengandung nilai realitas,
sila-sila Pancasila berisi nilai-nilai idealitas, yaitu nilai yang diinginkan untuk dicapai.
Menurut Kaelan (2002: 128), nilai-nilai yang terkandung dalam sila I sampai dengan sila
V Pancasila merupakan cita-cita, harapan, dambaan bangsa Indonesia yang akan
diwujudkan dalam kehidupannya. Namun, Pancasila yang pada tahun 1945 secara formal
menjadi das Sollen bangsa Indonesia, sebenarnya diangkat dari kenyataan riil yang
berupa prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam adat-istiadat, kebudayaan dan
kehidupan keagamaan atau kepercayaan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, sebagaimana
dikutip oleh Kaelan (2002: 129), Driyarkara menyatakan bahwa bagi bangsa Indonesia,
Pancasila merupakan Sein im Sollen. Pancasila merupakan harapan, cita- cita, tapi
sekaligus adalah kenyataan bagi bangsa Indonesia.

13
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mempunyai tingkatan dan bobot yang
berbeda. Meskipun demikian, nilai- nilai itu tidak saling bertentangan, bahkan saling
melengkapi. Hal ini disebabkan karena sebagai suatu substansi, Pancasila merupakan
satu kesatuan yang bulat dan utuh, atau kesatuan organik (organic whole). Dengan
demikian berarti nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan satu kesatuan
yang bulat dan utuh pula. Nilai-nilai itu saling berhubungan secara erat dan nilai-nilai
yang satu tidak dapat dipisahkan dari nilai yang lain. Atau nilai-nilai yang dimiliki
bangsa Indonesia itu akan memberikan pola bagi pembentukan sikap, tingkah laku dan
perbuatan bangsa Indonesia (Kaelan, 2002: 129).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pancasila berisikan lima sila yang merupakan sebuah kesatuan yang utuh dan tak
dapat dipisahkan. Kesatuan sila-sila dalam Pancasila berada dalam struktur yang bersifat
hierarkhis dan berbentuk pyramida, mulai dari sila Ketuhanan, hingga sila keadilan
sosial. Hubungan kesatuan sila-sila dalam Pancasila saling mengisi dan saling
mengualifikasi satu sama lain.
B. Saran
Sebagai warga negara Indonesia yang memiliki dasar negara Pancasila, hendaknya
mendasarkan segala sesuatu pada Pancasila itu sendiri, sebagai pedoman hidup dalam
berbangsa dan bernegara. Diperlukan pula pemahaman akan filsafat Pancasila, sehingga
pengamalan nilai-nilai Pancasila dapat berjalan dengan maksimal.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://hot.liputan6.com/read/4482562/pengertian-sistem-menurut-para-ahli-karakteristik-
dan-macamnya diakses pada tanggal 11 Desember 2021 pukul 21:16 WIB
https://rismawidya12.blogspot.com/2014/11/tugas-pkn-pengertian-sistem.html diakses pada
tanggal 10 Desember 2021 pukul 10:23 WIB
https://www.kompas.com/skola/read/2021/08/02/131754769/sistem-pengertian-para-ahli-
karakteristik-elemen-dan-jenisnya diakses pada tanggal 11 Desember 2021 pukul 22:38
WIB
https://www.slideshare.net/zainalzayabidin/makalah-pancasila-sebagai-suatu-sistem diakses
pd tgl 11 Desember 2021 pukul 21:46 WIB
http://repository.ut.ac.id › IDIK4006-M1 diakses pada tanggal 12 Desember 2021 pukul
12:21 WIB
https://www.merdeka.com/jabar/apa-itu-filsafat-menurut-para-ahli-berikut-manfaatnya-
dalam-kehidupan-kln.html diakses pada tanggal 11 Desember 2021 pukul 22:52 WIB
https://arbaswedan.id/pancasila-sebagai-sistem-filsafat-sebuah-refleksi-fundamental-
akademis-menuju-indonesia-paripurna-bagian-pertama/ diakses pada tanggal 11
Desember pukul 23:17 WIB

15

Anda mungkin juga menyukai