Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH TUJUAN PEMBELAJARAN

BAB I
PENDAHULUAN

Secara filosofis tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup. Pentingnya tujuan dalam proses
pendidikan sama hal pentingnya pendidikan dalam proses kehidupan. Mungkin tidak ada
tujuan pendidikan bagi orang yang tidak memiliki tujuan hidup. Tanpa adanya tujuan yang
jelas seperti dikatakan Davies (1976:73) semua perencanaan itu bagaikan mimpi yang tak
mungkin dilakukan.

Tujuan pendidikan menggambarkan tentang idealisme, cita-cita keadaan individu atau


masyarakat yang dikehendaki. Karenanya tujuan merupakan salah satu hal yang penting
dalam kegiatan pendidikan, sebab tidak saja memberikan arah kemana harus dituju, tetapi
juga memberikan arah ketentuan yang pasti dalam memilih materi, metode, alat/media,
evaluasi dalam kegiatan yang dilakukan. Dengan sebuah rumusan tujuan pendidikan, maka
proses pendidikan akan dengan mudah dinilai/diukur tingkat kebehasilannya. Keberhasilan
pendidikan akan dengan mudah dan cepat dapat dilihat dari segi pecapai tujuan. Dengan
tujuan juga mempermudah menyusun/menetapkan materi, metode dan alat atau media yang
digunakan dalam proses pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep, Fungsi dan Sumber Tujuan Pendidikan 

        1. Konsep Tujuan Pendidikan 

Menurut Zais (1976:439) komponen kurikulum adalah:

Tujuan adalah merupakan komponen utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan
kurikulum. Zais (1976:297) menegaskan bahwa sebagai komponen dalam kurikulum, tujuan
merupakan bagian yang paling sensitif, sebab tujuan bukan hanya akan mempengaruhi
bentuk kurikulum tetapi juga secara langsung merupakan fokus dari suatu program
pendidikan.

Dalam beberapa leteratur pendidikan/kurikulum memakai beberapa istilah tujuan seperti


purposes, aims, goals dan objectives untuk menunjukkan harapan pendidikan. Oliva
menggunakan beberapa istilah seperti “out come, aim, end, purpose, function, goal dan
objective”. Meskipun istilah-istilah ini dalam bahasa umum mempunyai persamaan, tetapi
dalam bahasa pendidikan mempunyai perbedaan yang bermakna. Out come mengarah kepada
harapan akhir secara umum. Sedangkan “aims” sama dengan “end”, purpose, function dan
univesal goal”. Tujuan pendidikan ini sangat luas. Biasanya merupakan pernyataan tujuan
pendidikan umum, yang dapat dipakai sebagai petunjuk pendidikan seluruh negara tersebut.

Beberapa istilah tujuan yang menggambarkan pada tingkat yang berbeda-beda, seperti: Aims
yang menunjukkan arah umum pendidikan. Secara ideal, aims merefleksikan suatu tingkat
tujuan pendidikan berdasarkan pemikiran filosofis dan psikologis masyarakat (Miller dan
Seller, 1985: 175 dalam Mohammad Ansyar 1989: 93). Dengan perkataan lain aims adalah
statemen tentang hasil kehidupan yang diharapkan (expected life outcomes) berdasarkan
skema nilai filsafar hidup (Boudy, 1971:13). Menurut Zais, (1976:298) aims untuk tujuan
pendidikan jangka panjang yang digali dari nilai-nilai filsafat suatu Bangsa.

Zais menjelaskan tujuan kurikulum (aim) merupakan pernyataan yang melukiskan keidupan
yang diharapkan, tujuan atau hasil yang didasarkan pada pandangan filsafat dan tidak
langsung berhubungan dengan dengan tujuan sekolah. Tujuan ini mungkin dapat dicapai
setelah seseorang menyelesaikan pendidikan. Barangkali aims ini dapat disamakan dengan
“tujuan pendidikan nasional” di Indonesia, karena pada tujuan pendidikan nasional ini
dinyatakan keinginan bangsa Indonesia untuk mencapai suatu hasil pendidikan yang
berlandasakan filsafat hidup bangsa Indonesia yang bernama Pancasila. Tujuan jenis ini tidak
berkaitan langsung dengan hasil pendidikan di sekolah atau hasil proses belajar mengajar
dalam ruang-ruang kelas.

Aim merupakan target yang pencapaiannya jauh dari situasi sekolah dan hasilnya mungkin
jauh setelah proses belajar-mengajar di sekolah selesai. Contohnya untuk menjadikan
manusia yang memiliki rasa tanggung jawab pada negara, atau manusia yang sehat jasmani
dan rohani, berbudi pekerti luhur, mandiri dan lain-lain. Dan ini hanya mungkin dapat dicapai
setelah anak menyelesaikan beberapa tingkatan pendidikan formal, informal dan bahkan
mungkin non formal. Untuk mencapai tujuan umum “aims” perlu ditentukan pula yang lebih
spesifik dari aims tersebut yang biasa dinamakan dengan goals.

Goals merupakan tujuan antara yang terletak antara aims dan objectives. Yang tersebut
terakhir adalah tujuan yang dicapai sebagai hasil belajar dalam ruang-ruang kelas sekolah
(Miller dan Seller, 1985: 179) dengan perkataan lain, goals adalah hasil proses belajar
menurut suatu sistem sekolah (Zais, 1976:306). Goals lebih umum dari objectives dan bukan
merupakan hasil langsung proses belajar dalam ruang kelas dan untuk mencapainya
memerlukan seperangkat objectives. Contohnya antara lain adalah kemampuan berpikir
analitik dan berpikir kritis, mengapresiasi dan mengamalkan ajaran agama Islam dan lain
sebagainya. Barangkali di Indonesia goals ini dapat disamakan dengan tujuan kurikulum
sekolah atau tujuan institusional.

Tingkat tujuan yang lebih rendah dari goals dalah objectives yaitu tujuan suatu unit atau
pokok bahasan yang lebih spesifik yang merupakan hasil belajar dalam ruang-ruang kelas
sekolah. Pada tingkat ini, kita berbicara tentang kemungkinan pemakaian objectives tingkah
laku (behavioral objectives) yang menunjukkan tingkah laku yang eksplisit yang dimiliki
siswa setelah mengikuti suatu pelajaran. Dengan perkataan lain objective adalah hasil belajar
siswa dalam kelas, yaitu hasil proses belajar mengajar dalam kelas atau kegiatan belajar
mengajar setiap haris sebagai hasil implentasi kurikulum. Contohnya: siswa mengusasi
prinsip-prinsip dasar ilmu kimia, siswa dapat menyelesaikan 4 soal dari 5 soal persamaan
kuadrat dan lain-lain.

Menurut Muhammad Ansyar (1989: 94) Marger (1962) adalah salah seorang yang paling
gigih menekankan penting ditetapkan tujuan tingkah laku ini. Dia mengemukakan bahwa
tujuan tingkah laku harus mencakup tiga komponen: (1) tingkah laku yang diinginkan, (2)
kondisi tertentu tempat tingkah laku itu terjadi, dan (3) tingkat untuk kerja tingkah laku itu.
Di Indonesia kita kenal tingkatan/hirarkis tujuan itu dalam beberapa istilah seperti Tujuan
Pendidikan Nasional, Tujuan Institusional, Tujuan Kurikuler, dan Tujuan Instruksional
Umum dan Khusus. (Depdikbud, 1984/1985:5)

         2. Tujuan Pembelajaran 

Tujuan institusional/goal dan tujuan kurikuler dijabarkan lagi dalam tujuan pembelajaran,
tujuan ini lebih konkret dan lebih operasional yang pencapaiannya dibebankan kepada tiap
pokok bahasan yang terdapat dalam tiap bidang studi. Menurut Suryosubroto, (1990: 20-21)
tujuan pembelajaran adalah rumusan secara terperinci apa saja yang harus dikuasai oleh
peserta belajar sesudah ia melewati kegiatan instruksional yang bersangkutan dengan
berhasil. Kita dapat membedakan dua macam tujuan pembelajaran, yaitu: (1) Tujuan
Pembelajaran Umum (TPU), tujuan instruksional umum kata-katanya masih umum, belum
dapat diukur. Contohnya Siswa memahami konsep zakat dalam ajaran agama Islam. (2)
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK). Rumusan tujuan ini ditujukan pada (siswa), dengan
langsung dapat diketahui (diukur) pada setiap kegiatan pengajaran berlangsung, dengan kata
dan sayrat-syarat tertentu. Seperti kata kerja operasional, mengandung satu tingkah laku,
berorientasi pada siswa, dapat diukur. Contoh. Melalui demonstrasi dan latihan siswa dapat
mempraktekkan shalat maghrib dengan benar dan tertib.

Menurut Kaber (1988:11) tujuan instruksional spesifik dapat ditarik dari sumber pokok:

a. dari tujuan umum, seluruh kegiatan sekolah


b. dari tema (organizing center), topik yang dipelajari
c. dari perkembangan keterampilan yang dipelajari secara kontinu, misalnya dalam bahasa.

Tujuan instruksional mengandung dua komponen yaitu komponen isi dan komponen proses.
Komponen isi berfokus pada memperoleh fakta, konsep, prinsip-prinsip yang berhubungan
dengan topik yang dipelajari. Sedangkan komponen proses menitik beratkan perhatian pada
kegiatan, pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan topik. Jenis-jenis tujuan instruksional
dapat digolongkan atas:

a. Tujuan yang berbetuk tingkah laku (behavioral objectives)


b. Tujuan yang berupa penampilan (peformance objective)
c. Tujuan yang bersifat mengungkapkan diri (expressive objectives)
d. Tujuan yang mengacu kepada ranah perilaku (domain refence objectives).

Dari sejumlah uraian tentang konsep tujuan tersebut secara garis besar yang dimaksud dengan
tujuan adalah Suatu pernyataan atau rumusan tentang deskripsi tingkah laku atau kemampuan
yang diharapkan dapat diperoleh dan dimiliki seseorang setalah melakkukan atau
menyelesaikan kegiatan pendidikan/belajar (sesuai dengan hirarkisnya).

         3. Fungsi Tujuan 

Rumusan tujuan pendidikan yang tepat dapat berfungsi dan bermanfaat dalam kegiatan
pengembangan kurikulum, minimal sebagai berikut:

1) Tujuan akan menjadi pedoman bagi disainer untuk menyusun kurikulum yang efektif,
(Davies: 1976: 73, Pratt, 1980: 145) dengan demikian memberikan arah kepada para disainer
kurikulum dalam pemilihan bahan pelajaran, yaitu bahan pelajaran yang menopang
tercapainya tujuan pendidikan.

2) Tujuan merupakan pedoman bagi guru dalam menciptakan pengalaman belajar (Pratt,
1980: 145)
3) Tujuan memberikan informasi kepada siswa apa yang harus dipelajari (Pratt: 145, Davies:
73)
4) Tujuan merupakan patokan evaluasi mengenai keberhasilan program (proses belajar
mengajar) (Pratt: 145, Daveis: 74)

5) Tujuan menyatakan kepada masyarakat tentang apa yang dikehendaki sekolah, apa yang
hendak dicapai (Pratt: 145 – 146)

Dari uraian di atas jelas bahwa tujuan pendidikan merupakan patokan, pedoman orientasi
bagi para pelaksana/pendesain pendidikan.

        4. Sumber Tujuan 

Para ahli kurikulum tampaknya agak susah membedakan antara sumber dan kriteria dalam
penetapan tujuan. Smith, Stanley dan Shores (1957: 108-123) misalnya mengistilahkan
dengan pengembangan prinsip/kriteria penetapan tujuan kurikulum, yaitu tiga kreteria yang
berupa substantif, dan dua kriteria prosedural. Krieria substantif bagi penetapan tujuan adalah
kebutuhan dasar anak-anak, kebutuhan sosial atau masyarakat, dan ide-ide demokrasi.
Kriteria yang yang hampir sama diajukan oleh Tyler (1949) yakni studi tentang pelajar, studi
tentang kehidupan masyarakat di luar sekolah, dan saran-saran dari ahli mata pelajaran. Lebih
jauh Tyler menekankan pendapatnya bahwa filsafat dan psikologi belajar merupakan
“saringan” atau kriteria bagi penetapan lebih lanjut tujuan-tujuan pendidikan tersebut. Zais
(1976: 301-305) mengemukakan hal yang mirip dengan yang dikemukakan oleh kedua
sumber di atas. Dia menamakannya sumber-sumber tujuan, yaitu sumber emperis mengenai
studi tentang masyarakat dan pelajar; sumber filosofis, dan dan sumber yang berasal dari
mata pelajaran.

Menurut Zais (1976:301) sumber-sumber tujuan dapat dikelompokkan ke dalam tiga


kelompok, yakni sumber empirik, sumber filosofi, dan sumber bidang kajian atau subject
matter. Sumber empirik mengacu kepada apa yang diinginkan oleh masyarakat, sumber
filosofi merupakan kajian apa yang diisyaratkan (ought to be) untuk dicapai dalam suatu
program pendidikan, dan sumber bidang kajian merupakan tujuan apa yang harus dicapai
melalui kajian bidang studi.

Ketiga sumber yang digunakan dalam mengembangkan tujuan kemudian dikonstruksi dalam
pola hirarkhi tujuan. Sumber empirik dan filosofi dikelompokkan dalam tujuan akhir (ends)
atau tujuan pendidikan nasional, sedangkan sumber bidang kajian dikelompokkan ke dalam
tujuan objectives (means) yang merupakan alat untuk mencapai tujuan akhir.

Semua penulis tersebut menekankan bahwa semua pengembang dan pendesain kurikulum
hendaknya mengenal bahwa tujuan-tujuan bersumber dari asumsi-asumsi tentang pekajar,
masyarakat dan ilmu pengetahuan. Menurut mereka tidak satupun dari ketiga sumber tersebut
dapat dikesampingkan para ahli kurikulum. Dan amat penting sekali untuk saling menjaga
keseimbangan antara ketiga sumber kurikulum tersebut. Smith, Stanley dan Shores (1957)
mengajukan juga kriteria lain bagi penetapan tujuan yaitu keterwakilan, kejelasan,
keterpertahankan, konsistensi dan fisibilitas.

B. Perumusan Tujuan Pendidikan

    1. Klasifikasi Tujuan Pendidikan

Broudy (dalam Zais, 1976: 307) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan dapat
diklasifikasikan menjadi empat kategore yang saling berkaitan. Pertama, tujuan pendidikan
diarahkan pada pencapaian pola nilai utama. Nilai ini merupakan refleksi dari pandangan
filsafat, yang berfungsi sebagai mekanisme kontrol terhadap ketiga ciri tujuan pendidikan
lainnya.

Kedua tujuan pendidikan menurut Broudy, adalah organisasi sosial yang lebih disukai. Ketiga
peranan sosial yang lebih diinginkan, dan keempat gaya hidup yang lebih disenangi. (Zais,
1976:308). Schubert (1986, 202-206) mengajukan empat tujuan pendidikan yaitu;
(1)sosialisasi, (2)pencapaian, (3) pertumbuhan, dan (4)perubahan sosial. Sosialisasi
merupakan tujuan yang harus dicapai anak didik agar mereka dapat hidup dengan baik
dimasyarakat, dan dengan kebudayaannya.

Pencapaian atau prestasi perorangan biasanya diperlukan bagi anak-anak di negara industri
dan post-industri, tempat prestasi merupakan gaya kehidupan yang hidup dimasyarakat.
Pertumbuhan personal anak bermula pada masa pendidikan progresive yang dipelopori John
Dewey. Pendidikan dengan tujuan pertumbuhan muncul dalam beberapa versi, nama seperti
pendidikan terbuka pada tahun 1960-an dan awal 70-an, pendidikan humanistik, 1950-an dan
1980-an. Tujuan pendidikan pertumbuhan personal memerlukan penyesuai kurikulum yang
mengakomodir kebutuhan pribadi, bakat, minat, dan kemapuan anak yang berbeda-beda.
Perubahan sosial, menurut aliran ini sekolah dapat dan harus mengusahakan perbaikan sosial
(Muhammad Ansyar, 1989:102).

       2. Klasifikasi Tujuan Pembelajaran 

Oleh karena sukar menetapkan tingkat suatu tujuan yaitu, apakah itu pada tingkat tujuan
pendidikan nasional (aims), atau pada tingkat sekolah, atau ruang kelas, maka Zais (1976:
308-309) mengajukan tiga kategore (fakta, keterampilan, dan sikap) biasa dipakai sebagai
cara utama untuk menyusun tujuan kurikulum (goals) dan tujuan pembelajaran (objectives).

Fakta biasanya diartikan sebagai asimilasi yang dapat berupa unit-unit data, opini, atau
konsep-konsep yang kompleks. Keterampilan adalah kemampan untuk melakukan sesuatu,
termasuk proses seperti membaca, menulis, berpikir, kritis, berkomunikasi dan keterampilan
fungsional lainnya. Sikap berkaitan dengan watak yang diinginkan atau perasaan yang timbul
dari berbagai rangsangan, termasuk kecenderungan seperti kesukaan atau ketidaksukaan,,
berminat atau tidak berminat dan lain-lain.

Klasifikasi tujuan yang lebih sistematis telah dikemukakan Bloom (1956) dan Krathwohl,
Bloom dan Masia (1964) seperti tertera dalam Zais (1976: 304-310) Tanner dan Tanner
(1975:121-131). Tujuan pendidikan dikalsifikasikan pada tiga ranah besar yaitu kognitif,
afektif dan psikomotor. Proses kognitif diklasifikasikan ke dalam suatu urutan hirarkis, dari
tingkat berpikir yang sederhana ke tingkat intelektual yang lebih kompleks:

1) Pengetahuan
2) Pemahaman
3) Aplikasi
4) Analisis
5) Sintesis
6) Evaluasi

Ranah afektif mencakup tujuan-tujuan yang berkaitan dengan demensi perasaan, tingkah
laku, atau nilai, seperti apresiasi terhadap karya seni, berbudi pekerti luhur, dan lain-lain.
Ranah afektif dibagi menjadi lima tingkatan yang bergerak dari kesadaran yang sederhana
menuju kekondisi di mana perasaan memegang peranan penting dalam mengontrol tingkah
laku:

1) Menerima
2) Responsif
3) Menghargai
4) Organisasi
5) Karakteristik

Ranah psikomotor dibagi empat tingkatan, dari yang paling sederhana kepada tingkat yang
paling kompleks, yaitu:

1) Observasi
2) Meniru
3) Praktek
4) Adaptasi.

Kegunaan taksonomi tujuan telah memberikan kntribusi yang besar terhadap penyempurnaan
teknik evaluasi hasil kurikulum. Oleh karena itu, analisis tujuan-tujuan yang dikemukakan
pada taksonomi membantu petugas kurikulum menjaga konsistensi serta menjaga
keseimbangan tujuan antara berbagai ranah.

        3. Kriteria Perumusan Tujuan Pembelajaran

Dalam pendahuluan telah dikemukakan betapa pentingnya tujuan pendidikan dalam


perencanaan dan pengembangan kurikulum dan pengajaran. Tujuan merupakan dasar
orientasi sekaligus sesuatu yang akan dicapai dalam semua program kegiatan pendidikan.
Seperti dikatakan Hilda Taba dalam (Davies, 1976: 56) terdapat banyak hal yang terlibat
dalam kegiatan kurikulum atau pengajaran, yaitu siswa, materi pengajaran, guru, kelas, dan
varaisi-variasi aktivitas lain yang kompleks. Untuk mengikat kesemuanya itu agar dapat
berjalan secara harmonis, tidak saling bertentangan diperlukan tujuan, penekanan yang
konsisten, yang berfungsi mengikat dan menyatukan program-program kegiatan tersebut.
Tanpa tujuan yang jelas mustahil kesemuanya itu dapat dilaksanakan dengan baik.

Kurikulum sekolah yang disusun bagaimanapun juga dimaksudkan agar dapat dilaksanakan
dengan efektif dan efesien. Karenanya tujuan merupakan faktor yang paling menentukan,
maka penyusunan tujuan-tujuan itu harus benar-benar dipertimbangkan dengan cermat. Hal
itu mengingat bahwa tujuan yang disusun itu tidak dengan sendirinya pasti baik, jelas, dan
teliti, sebagai contoh kita kadang menemukan kerepotan dalam menafsirkan suatu tujuan
dalam kurikulum.

BAB III
PENUTUP

Tujuan pendidikan merupakan suatu elemen penting dalam pengembangan kurikulum.


Tujuan pendidikan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam merancang kurikulum, terutama
dalam memilih dan menetapkan materi, metode/proses dan menetapkan alat evaluasi. Tujuan
juga sebagai alat untuk mengukur keberhasilan sebuah rancangan kurikulum.

Merumuskan tujuan Pendidikan Nasonal memang bukan pekerjaan yang mudah karena, akan
menentukan arah bagi perkembangan bangsa itu selanjutnya. Untuk itu diperlukan keahlian
dan kesadaran apa sebenarnya yang diinginkan/diharapkan oleh masyarakat bangsa itu.
Bahkan itu tidak memadai manakala tidak dilengkapi dengan saringan sercara filosofis dan
psikologis setiap keinginan tersebut, sehingga benar-benar berupa keinginan yang pantas dan
sesuai dengan harkat dan martabat manusia ideal. Seorang pengembang kurikulum harus
benar-benar memahami sumber-sumber tujuan pendidikan yang akan ditetapkan dalam
kurikulum, seperti kajian tentang anak didik, mayarakat diluar sekolah dan perkmbangan
disiplin ilmu. Kesemua sumber itu kemudian direkonstruksi dalam sebuah rumusan yang
pantas, konsisten, representatif, jelas, terpertahankan dan fisibility. 

Demikianlah antara lain beberapa konsep tujuan, sumber fungsi serta kriteria yang perlu
dipertimbangkan dan sekaligus dipenuhi dalam kegiatan perencanaan dan perumusan tujuan.
Sudah tentu masih ada pertimbangan-pertimbangan lain yang juga menuntut perhatian yang
belum tercakup di atas, untuk itu perlu kita diskusikan lagi demi untuk mecari sesuatu lebih
sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

 Ansyar, Muhammad, (1988) Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Dirjen Dikti,


Jakarta
 Davies, Ivor K, (1976) Objectives In Curriculum Design, Megraw-Holl Book
Company, London
 Depdikbud, (1984/1985) Pengembangan Kurikulum dan Sistem Instruksional, Dirjen
Dikti, Proyek Pengembangan Perguruan Tinggi, Jakarta
 J. Galen Saylor. William M. Alexander dan Arthur J. Lewis, 1981 Curriculum
Plaining for Better Teaching and Learning,
 Kaber, Achacius, (1988) Pengembangan Kurikulum, Dirjen Dikti, Proyek
Pengembangan Lembaga dan Tenaga Kependidikan, Jakarta
 Oliva, Peter F, (1992) Developing The Curriculum, Third Edition, Harper Collin
Publishers, New York
 Pratt, David, (1980) Curriculum Design and Development, Harcout Brace
Jovanovich, Inc, New York
 Smith, B.O, Stanley, W.O. dan Shores, J.H., 1957, Fundamentals of Curriculum
Development, Harcourt Brace and World, New York
 Schubert, William H.1986, Curriculum: Perspective, Paradigm, and Possibility, Coier
Macmillan Publishers, London
 Tanner, Daniel, dan Tanner, Laurel N, 1975, Curriculum Development: Theory into
Pracyice, Macmillan Publishing Company, Inc., New York
 Zais, Robert S, (9176) Curriculum Principle and Foundation, Thoms Ciowell
Company, New York

Anda mungkin juga menyukai