Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PENGGANTI UAS MATA KULIAH KEWARGANEGARAAN

KASUS PELANGGARAN HAM

KASUS PEMBUNUHAN AKTIVIS BURUH ( MARSINAH )

Oleh :

Cyntia Widi Puspitasi ( 165060201111071)

Kelas B
KASUS PELANGGARAN HAM ( HAK ASASI MANUSIA ) DI INDONESIA

KASUS AKTIVIS BURUH MARSINAH

Marsinah,mungkin tidak asing lagi bagi masyarkat Indonesia.Dia adalah aktivis


buruh berlidah tajam dan organisator terpelajar. Marsinah melawan saat kekerasan aparat
negara menjalar lebih cepat daripada wabah flu. Buruh perempuan yang rajin mengkliping
berita koran itu nyala kritisnya dipetangkan rezim otoriter. Ia dibunuh di usia yang masih
teramat muda, 24 tahun.Masinah lahir di Desa Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur, Marsinah
adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari keluarga petani sederhana. Sejak bangku sekolah
dasar, Marsinah dikenal sebagai anak yang kritis dan rajin membaca, meskipun prestasi
akademisnya tidak menonjol. Lulus SMA, ia ingin kuliah di jurusan Hukum namun karena
tidak ada biaya, ia kemudian pindah ke Surabaya untuk mencari pekerjaan. Selain menjadi
pekerja di pabrik plastik di Sidoarjo, ia juga berjualan nasi bungkus di sekitar perusahaan.

Pada 1990, Marsinah bekerja sebagai buruh di PT. Catur Putra Surya (PT. CPS),
sebuah pabrik alroji di daerah Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Di perusahaan ini, Marsinah dan
kawan-kawannya menuntut berdirinya serikat pekerja, serta mendesak perusahaan mematuhi
aturan gubernur yang telah menaikkan upah buruh. Dalam surat itu termuat himbauan pada
para pengusaha untuk menaikkan upah buruh sebesar 20% dari upah pokok. Pada minggu-
minggu tersebut, Pengurus PUK-SPSI PT. CPS mengadakan pertemuan di setiap bagian
untuk membicarakan kenaikan upah sesuai dengan himbauan dalam Surat Edaran Gubernur.

Selanjutnya pada tanggal 3 Mei 1993 seluruh buruh PT. CPS tidak masuk kerja,
kecuali staf dan para Kepala Bagian. Hari itu juga, Marsinah pergi ke kantor Depnaker
Surabaya untuk mencari data tentang daftar upah pokok minimum regional. Data inilah yang
ingin Marsinah perlihatkan kepada pihak pengusaha sebagai penguat tuntutan pekerja yang
hendak mogok.

Soeharto melakukan intervensi yang kuat untuk memonitor dan mengatur protes
buruh. Dia memiliki perangkat Surat Keputusan Bakorstanas No.02/Satnas/XII/1990 dan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 342/Men/1986. Jika ada perselisihan antara buruh
dengan pengusaha, maka yang berhak memediasi adalah militer. Tak heran, para pekerja yang
kritis dan mencolok harus kuat menghadapi intimidasi dan penangkapan.

4 Mei 1993 para buruh PT. CPS melakukan unjuk rasa dengan mengajukan 12
tuntutan. Seluruh buruh dari Ketiga shift serentak masuk pagi dan mereka bersama-sama
memaksa untuk diperbolehkan masuk ke dalam pabrik. Satpam yang menjaga pabrik
menghalang-halangi para buruh shift II dan shift III. Para satpam juga mengibas-ibaskan
tongkat pemukul serta merobek poster dan spanduk para pengunjuk rasa sambil meneriakan
tuduhan PKI kepada para pengunjuk rasa aparat dari koramil dan kepolisian sudah berjaga-
jaga diperusahaan sebelum aksi berlangsung. Selanjutnya, Marsinah meminta waktu untuk
berunding dengan pengurus PT. CPS. Perundingan berjalan dengan hangat. Dalam
perundingan tersebut, sebagaimana dituturkan kawan-kawannya. Marsinah tampak
bersemangat menyuarakan tuntutan. Dialah satu-satunya perwakilan dari buruh yang tidak
mau mengurangi tuntutan. Khususnya tentang tunjangan tetap yang belum dibayarkan
pengusaha dan upah minimum sebesar Rp. 2.250,- per hari sesuaid engan kepmen 50/1992
tentang Upah Minimum Regional.

Setelah perundingan yang melelahkan tercapailah kesepakatan bersama. Namun,


pertentangan antara kelompok buruh dengan pengusaha tersebut belum berakhir. Pada
tanggal 5 Mei 1993, 13 buruh dipanggil kodim Sidoarjo. Pemanggilan itu diterangkan dalam
surat dari kelurahan Siring. Tanpa dasar atau alasan yang jelas, pihak tentara mendesak agar
ke-13 buruh itu menandatangani surat PHK. Para buruh terpaksa menerima PHK karena
tekanan fisik dan psikologis yang bertubi-tubi. Dua hari kemudian menyusul 8 buruh di-PHK
di tempat yang sama. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk
menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah
itu, Marsinah lenyap. Marsinah marah saat mengetahui perlakuan tentara kepada kawan-
kawannya. Selanjutnya, Marsinah mengancam pihak tentara bahwa Ia akan melaporkan
perbuatan sewenang-wenang terhadap para buruh tersebut kepada Pamannya yang berprofesi
sebagai Jaksa di Surabaya membawa surat panggilan kodim milik salah seorang kawannya.
Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai
akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 9 Mei 1993.

Kematian Marsinah

Mayatnya ditemukan di gubuk petani dekat hutan Wilangan, Nganjuk tanggal 9 Mei 1993. Ia
yang tidak lagi bernyawa ditemukan tergeletak dalam posisi melintang. Sekujur tubuhnya
penuh luka memar bekas pukulan benda keras. Kedua pergelangannya lecet-lecet, mungkin
karena diseret dalam keadaan terikat. Tulang panggulnya hancur karena pukulan benda keras
berkali-kali. Di sela-sela pahanya ada bercak-bercak darah, diduga karena penganiayaan
dengan benda tumpul. Pada bagian yang sama menempel kain putih yang berlumuran darah.
Mayatnya ditemukan dalam keadaan lemas, mengenaskan.

Proses Penyelidikan dan Penyidikan

Tanggal 30 September 1993 telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk
melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai penanggung
jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim dengan Dan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan
beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya. Delapan petinggi
PT CPS ditangkap secara diam-diam. tanpa prosedur resmi termasuk Setiap orang yang
diinterogasi dipaksa mengaku telah membuat skenario dan menggelar rapat untuk membunuh
Marsinah.

Di pengadilan, Yudi Susanto (pemilik PT CPS) divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah
stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding
ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada
tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari
segala dakwaan (bebas murni) Jaksa / Penuntut umum. Putusan Mahkamah Agung RI
tersebut setidaknya telah nimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan
bahwa penyelidikan kasus ini adalah "direkayasa" .

MENGANALISA KASUS MARSINAH 1993

Kasus Marsinah merupakan kasus pelaggaran HAM di masa orde baru.Marsinah yang
memperjuangkan hak dia sebagai buruh tidak didengar oleh petinggi perusahaan dan
negara.Ada beberapa hak yang dituntut oleh Marsinah diantaranya :

 Kenaikan upah sesuai kebutuhan buruh

 Tunjangan cuti haid

 Asuransi kesehatan bagi buruh ditanggung perusahaaan

 THR minta satu bulan gaji sesuai dengan himbauan pemerintahan

 Uang makan ditambah

 Kenaikan uang transport


 Bubarkan SPSI ( Serikat Pekerja Seluruh Indonesia )

 Tunjangan cuti hamil tepat waktu

 Upah karyawan baru disamakan dengan buruh yang sudah 1 tahun bekerja

 Pengusaha dilarang melakukan mutasi,intimidasi,PHK karyawan yang menuntut


haknya.

Kasus pembunuhan Marsina adalah unsur penyiksaan dan pembunuhan sewenag-wenang


diluar putusan pengadilan terpenuhi.Kasus tersebut tergolong patut dianggap kejahatan
kemanusian yang oleh peraturan hukum Indonesia sebagai pelanggaran HAM berat.
Pelanggaran HAM yang terjadi sangat bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 dan
UU no.39 tahun 19999 .

 Jika merujuk pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD NRI 1945), jelas bahwa tindakan pembunuhan merupakan upaya berlebihan
dalam menyikapi tuntutan marsinah dan kawan-kawan buruh. Jelas bahwa tindakan
oknum pembunuh melanggar hak konstitusional Marsinah, khususnya hak untuk
menuntut upah sepatutnya. Hak tersebut secara tersurat dan tersirat ditegaskan dalam
Pasal 28D ayat (2) UUD NRI tahun 1945, bahwa setiap orang berhak untuk bekerja
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan
kerja.Memperoleh kenaikan upah agar layak dan adil merupakan hak konstitusional.
Imlikasinya, pelanggaran terhadap amanah konstitusi tersebut merupakan
pelanggaran HAM, mengingat fungsi konstitusi salah satunya mengatur dan
melindungi HAM. Terkhusus dalam kasus marsinah, dasar hukum secara eksplisit
para penuntut pun telah ada, yaitu Surat Edaran Gubernur Jawa Timur No. 50/Th.
1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan
karyawannya.

 Berkumpul ataupun berkelompok dengan tujuan melakukan tindakan pemogokan


dan unjuk rasa pun telah mendapat perlindungan hukum, bahkan dimasukkan HAM
golongan hak atas kebebasan pribadi. Tentu dengan syarat bahwa kumpulan massa
tersebut tidak melakukan tindakan anarkis. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor
39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan; setiap orang berhak untuk
berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud yang damai.
 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM menggolongkan aksi mogok sebagai HAM.
Pasal 25 undang-undang tersebut menyatakan; setiap orang berhak untuk
menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Jika melihat kasus Marsinah, tindakan unjuk rasanya
tidak menunjukkan dugaan kecenderungan pada aksi anarkis. Rapat, mogok kerja,
dan unjuk rasa merupakan hak konstitusional dalam sebuah negara demokratis
seperti di Indonesia. Selain atas dasar hukum, perlindungan terhadap hak menyatakan
pendapat tersebut tentu untuk mewujudkan nilai-nilai keadilan dalam masyarakat,
termasuk dalam persoalan upah buruh. Terlebih lagi, pada kasus Marsinah, jelas
bahwa pihak perusahaan memang tidak mematuhi keputusan gubernur mengenai
peningkatan upah buruh.Keseimbangan beban kerja dengan upah buruh memang
merupakan keniscayaan dalam sebuah sistem perekonomian yang berbasis pada
kekuatan modal, termasuk di Indonesia. Keengganan pihak perusahaan membiarkan
aksi pemogokan terjadi karena berakibat kerugian sangat tidak mendasar. Aksi
pemogokan pun merupakan konsekwensi sistem pengupahan yang tidak adil dan
tidak sesuai aturan. Sebagai jaminan keseimbangan beban kerja dan upah,

 Kasus Marsinah merupakan kasus pembunahan keji oleh oknum aparat negara yang
membuat Marsinah ditemukan sudah tidak bernyawa dengan sekujur tubuhnya penuh
luka memar bekas pukulan benda keras.Kasus ini diatur oleh Pasal 9 UU No 26
Tahun 2000 ( Unsure Kejahatan Kemanusiaan ), dan juga mengandung unsur
pelanggaran hak asasi manusia mengenai hak hidup sebagaimana yang tercantumkan
dalam ICCPR. Pasal 9 UU No 26 Tahun 2000, dalam pasal ini menyebutkan bahwa:
“Kejahatan terhadap kemanusiaan … adalah salah satu perbuatan yang dilakukan
sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa
serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil ,berupa :

a. Pembunuhan;

b. Pemusnahan;

c. Perbudakan;

d. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;

e. Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara


sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum
internasional;

f. Penyiksaan;

g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan


kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk
kekerasan seksual lain yang setara,

h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang


didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama,
jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal
yang dilarang menurut hukum internasional;

i. Penghilangan orang secara paksa;

j. Kejahatan apartheid.

 Laporan Komnas HAM Tahun 2007, Pembunuhan terhadap pegiat HAM adalah
pelanggaran HAM yang tergolong serius, oleh karena itu ketidaktuntasan kasus ini
akan menjadi bukti betapa lemahnya pemerintah di kalangan intelejen dan pro status
quo untuk mengungkap kasus-kasus pembunuhanpara pembela HAM seperti kasus
aktivis buruh Marsinah,wartawan Udin, aktivis Aceh Jaffar Siddik, hakim
Syaifuddin dan Theys H. Eluay dan kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya

 Pasal 9 ayat 1 UU No.39 tahun 1999 yang isinya “ Setiap orang berhak untuk
hidup,mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf hidupnya”. Kasus Marsinah
yang meperjuangkan Kenaikan upah sesuai kebutuhan buruh, THR minta satu bulan
gaji sesuai dengan himbauan pemerintahan, Uang makan ditambah,dan uang
transport ditambah merupakan hak untuk meningkatkan tariff hidupnya.Tetapi
perusahaan tempat Ia bekerja tidak menggubris malah menganggap para pendemo
merupakan golongan PKI ( Partai Komunis Indonesia )

 Pasal 45 UU No.39 tahun 1999 yang isinya “ Hak wanita dalam Undang –Undang ini
adalah hak asasi manusia”. Pada kasus Marsinah,Marsinah menuntut untuk
Tunjangan cuti haid, Tunjangan cuti hamil tepat waktu adalah hak bagi wanita yang
bekerja sebagai buruh.

 Pasal 49 ayat 2 dan 3 UU No.39 tahun 1999 yang isinya “ Wanita berhak untuk
mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya
terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya
bekenaan dengan fungsi reproduksi wanita”(ayat 2 ).” Hak khusus yang melekat pada
diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya ,dijamin dan dilindungi oleh
negara”( ayat 3 ). Kasus Marsinah merupakan kasus pelanggaran HAM terhadap
wanita seperti hasil visum dari mayat Marsinah yaitu ditemukannya luka robek
disekitar kemaluan hingga ke rongga perut sepanjang 3 cm,selaput dara Marsinah
robek,Penyiksaan terhadap salah satu staff perusahaan PT.CPS oleh oknum TNI yang
menyebabkan keguguran kehamilan pada usia 3 bulan.

KESIMPULAN :

Kasus Marsinah merupakan kasus yang sangat memorial bagi rakyat


Indonesia.Aktivis perempuan pembela hak buruh untuk menunjang perekonomian
berujung kematian yang sampai saat ini kasus ini belum selesai diusut siapa
pembunuh Marsinah hingga kini tak pernah diungkap pengadilan.Sebagai makhluk
sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri.
Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain
jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM
kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain. Jadi dalam menjaga HAM kita harus
mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain

Anda mungkin juga menyukai