Anda di halaman 1dari 47

71

PL III
PERENCANAAN PENGECORAN LOGAM

3.1. Tujuan
1. Praktikan mengetahui dan memahami hal-hal yang dibutuhkan dalam perencanaan
pengecoran.
2. Praktikan mampu merencanakan dan membuat cetakan pasir, sistem saluran dan pola.
3. Praktikan mampu memecahkan masalah - masalah dalam perencanaan pengecoran.

3.2. Dasar Teori


3.2.1. Pola
3.2.1.1. Pengertian Pola
Pola merupakan alat yang digunakan untuk membuat cavity atau rongga pada cetakan
dengan tambahan toleransi. Pemilihan bahan pola bergantung pada beberapa faktor seperti
:
1. Memenuhi syarat minimum pembuatan yang meliputi kuantitas, kualitas, kerumitan
coran, ketebalan minimum yang diinginkan, tingkat ketepatan serta finishing yang
dibutuhkan.
2. Kemungkinan perubahan pola.
3. Tipe produksi dari coran, jenis metode cetakan, dan peralatan yang akan digunakan.
4. Kemungkinan adanya pesanan yang berulang.
Syarat – syarat bahan pola yang baik yaitu :
1. Mudah dikerjakan, dibentuk, dan disambung.
2. Ringan dalam penanganan/penggunaan dan pengerjaan.
3. Kuat, keras, dan tahan lama.
4. Tahan abrasi, korosi, dan dan tidak mudah bereaksi secara kimia.
5. Dimensinya stabil dan tidak mudah terpengaruh temperatur dan kelembaban.
6. Ketersediaan dalam harga murah.
7. Dapat deperbaiki bahkan digunakan kembali.
8. Mempunyai kemampuan menghasilkan surface finish yang baik.
Sumber: Jain (1999,p.7)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
72

3.2.1.2. Macam - macam Pola


1. Pola Pejal
Pola pejal adalah pola yang biasa dipakai yang bentuknya hampir serupa dengan
bentuk coran. Pola ini dibagi menjadi 6 macam, yaitu pola tunggal, pola belahan, pola
setengah, pola belahan banyak, pola penarikan terpisah, dan pola penarikan sebagian.
a. Pola Tunggal
Pola ini dibentuk sesuai dengan corannya, disamping itu kecuali tambahan
penyusutan, tambahan penyelesaian mesin, dan kemiringan pola, kadang-kadang
dibuat juga menjadi satu dengan telapak inti.

Gambar 3.1 Pola tunggal


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.57)

Keuntungan:
- Pola yang paling sederhana
- Membutuhkan biaya produksi yang rendah
- Tidak perlu penyambungan dalam pembuatannya
Kerugian:
- Hanya untuk dimensi benda kerja yang simetris
- Tidak dapat dibongkar pasang menjadi bentuk lain
- Untuk pola yang rumit, proses pembuatan agak sulit
b. Pola Belahan
Pola ini dibelah ditengah untuk memudahkan pembuatan cetakan. Permukaan
pisahnya sebisa mungkin dibuat satu bidang. Pola ini terdiri dari dua part yang
akan disambung menggunakan pin.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
73

Gambar 3.2 Pola belahan


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.57)

Keuntungan:
- Dapat digunakan untuk geometri yang rumit
- Untuk jumlah produksi menengah
- Dapat dibongkar pasang
Kerugian:
- Posisi antara cetakan pada cope dan drag kemungkinan dapat bergeser
- Proses pembuatan lebih rumit dibandingkan pola tunggal
c. Pola Setengah
Pola ini dibuat untuk coran dimana cope dan dragnya simetri terhadap
permukaan pisah. Cope dan dragnya hanya dicetak dengan setengah pola.

Gambar 3.3 Pola setengah


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.57)

Keuntungan:
- Harga pola setengah lebih murah dari harga pola tunggal
- Hanya untuk bentuk sederhana tanpa ada banyak sudut dan kelengkungan yang
butuh ketelitian tinggi
Kerugian:
- Pola terdapat kemungkinan tidak presisi atau simetris
- Tidak dapat digunakan untuk benda kerja tidak simetris

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
74

d. Pola Belahan Banyak


Dalam hal ini pola dibagi menjadi 3 bagian atau lebih untuk memudahkan
melakukan penarikan cetakan dan untuk penyederhanaan pemotongan inti.

Gambar 3.4 Pola belahan banyak


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.57)

Keuntungan:
- Dapat digunakan untuk bentuk - bentuk yang banyak memiliki lengkungan
- Memudahkan penarikan dari cetakan
Kerugian:
- Sering menyebabkan salah ukuran karena terjadi pergeseran
- Pembuatan pola membutuhkan waktu yang lama karena membuat pola dan
cetakannya lebih dari tiga.
e. Pola Penarikan Terpisah
Pola penarikan terpisah dipakai untuk pola berukuran besar atau untuk
cetakan jenis mengeras sendiri. Pola dibuat secara terbagi - bagi untuk
memudahkan pengambilan dari cetakan. Bagian yang di tengah ditarik terlebih
dahulu, kemudian bagian utama ditarik pertama kali dan bagian cabang ditarik
satu demi satu.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
75

Gambar 3.5 Pola penarikan terpisah


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.57)

Keuntungan:
- Mudah dalam pengambilan dari cetakan
- Cocok untuk cetakan berukuran besar
- Karena pencabutannya secara berurutan maka terjadinya cacat dalam produk
lebih kecil
Kerugian:
- Pencabutan pola membutuhkan waktu yang lama
- Pencabutan harus sesuai dengan urutannya sehingga harus lebih teliti saat
pengambilan
f. Pola Penarikan Sebagian
Pada pengambilan pola dari cetakan apabila sebagian dari pola tidak mungkin
ditarik, maka bagian itu harus dipisahkan terlebih dahulu. Kemudian bagian utama
ditarik pertama kali dan bagian cabang ditarik satu demi satu.

Gambar 3.6 Pola penarikan sebagian


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.57)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
76

Keuntungan:
- Memudahkan pengambilan dari cetakan
- Cocok untuk benda berbentuk silinder dengan banyak sudut dan dibutuhkan
ketelitian tinggi
- Penarikan pola lebih cepat dibandingkan pola penarikan terpisah
Kerugian:
- Pembuatan pola membutuhkan waktu yang agak lama
- Pola yang digunakan harus simetris
2. Pola Plat Pasangan
Pola ini adalah plat di mana kedua belahannya ditempelkan pola demikian juga
saluran turun, pengalir, saluran masuk, dan penambah. Pola ini biasanya dibuat dari
logam atau plastik.

Gambar 3.7 Pola plat pasangan


Sumber: Mechanical inventions (2017)

Keuntungan:
- Pola ini cocok untuk produksi massal dari coran kecil
- Memudahkan untuk pengerjaan yang selanjutnya karena sudah dibuat pola saluran
turun dan lain-lain.
Kerugian:
- Pengerjaan cetakan memerlukan waktu yang lama dan harus bergantian
- Pembuatan polanya harus lebih detail dari pada pola yang lainnya
3. Pola Cope dan Drag
Dalam hal ini pola kayu, logam, atau plastik dilekatkan pada dua plat demikian
pula saluran turun, pengalir, saluran masuk, dan penambah. Plat tersebut ialah plat

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
77

cope dan drag. Kedua plat dijamin oleh pena-pena agar bagian atas dan bawah dari
coran menjadi cocok.

Gambar 3.8 Pola cope dan drag


Sumber: Mechanical inventions (2017)

Keuntungan:
- Digunakan untuk meningkatkan produksi
- Pelaksaannya lebih cepat dan lebih efisien
- Cope dan drag bisa digunakan berulang-ulang sehingga lebih ekonomis
Kerugian:
- Untuk membuat pola dibutuhkan tenaga yang berpengalaman
- Kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengerjaan lebih tinggi
4. Pola Cetakan Sapuan
Dalam hal ini bentuk dari coran silinder atau bentuk benda putar. Alat ini dibuat
dari pelat dengan sebuah penggeret dan pemutar pada bagian tengahnya. Pembuatan
cetakan dilakukan dengan memutar penggeret di sekeliling pemutar.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
78

Gambar 3.9 Pola cetakan sapuan


Sumber: Iron foundry (2010)

Keuntungan:
- Harga untuk membuat pola relatif lebih murah
- Bentuk pola relatif sederhana
Kerugian:
- Harus penuh ketelitian pada pembuatan pola dan dalam pembuatan membuat
penggeret
- Tidak semua benda kerja dapat dilakukan pola cetakan sapuan dan benda kerja harus
berbentuk silinder.
5. Pola Penggeret Dengan Penuntun
Digunakan untuk pipa lurus atau pipa lengkung yang penampangnya tidak
berubah. Penuntun dibuat dari kayu dan pembuatan cetakan dilakukan dengan
menggerakan penggerek sepanjang penuntun.

Gambar 3.10 Pola penggeret dengan penuntun


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.58)

Keuntungan:
- Harga pola tidak mahal
- Bagus untuk pola melengkung dan penampang tetap

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
79

- Mempermudah membuat produk yang mempunyai rongga


Kerugian:
- Pembuatan cetakan membutuhkan waktu yang lama dibandingkan cetakan biasa
dengan pola tunggal
- Membuat pola lebih sulit
6. Pola Penggeret Dengan Rangka Cetak
Pola dapat ditukar serta konsentris. Pola dengan kedua ujung dari penggeret
mempunyai poros. Pembentukan cetakan dilakukan dengan mengayunkan penggeret
disekeliling porosnya.

Gambar 3.11 Pola penggeret dengan rangka cetak


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.59)

Keuntungan:
- Biaya pembuatan pola tidak terlalu tinggi
- Design pola lebih mudah
Kerugian:
- Cetakan yang di hasilkan memiliki kemungkinan tidak sesuai dimensi
- Pembuatan pola harus lebih teliti
- Penggeretan lebih berat pada benda kerja dengan dimensi besar
7. Pola Kerangka A
Pola ini dibuat dengan meletakkan pelat dasar dan membuat pelat dudukan
penuntun diatasnya dan mengikat pelat - pelat untuk menahan pasir antara setiap
penuntun. Pasir ditimbunkan diatasnya dan disapu oleh penggeret untuk membuat
permukaan kelengkungan yang kontinyu.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
80

Gambar 3.12 Pola kerangka A


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.59)

Keuntungan:
- Cocok untuk bentuk dengan lengkung yang berbeda – beda
- Cetakan pasir memiliki kemungkinan kecil untuk rusak
Kerugian:
- Lamanya pembuatan cetakan menjadi bertambah
- Pembuatan cetakan jadi lebih sulit karena memerlukan plat penahan yang banyak
- Hanya dipakai untuk jumlah produksi kecil
8. Pola Kerangka B
Pola ini dibuat dengan meletakkan pelat ukur pola, permukaan pisah dan
diatasnya diletakkan pengukur - pengukur dari ketebalan yang sama seperti dudukan
coran dan mempertemukan pengukuran - pengukur lain yang mempunyai ketebalan
serupa sehingga menjadi kerangka berbentuk sangkar. Pada pembuatan cetakan, pasir
ditimbun dan dipadatkan sampai batas luar dan kertas direkatkan diatasnya, sehingga
menjadi seperti pola tunggal atau pola belahan. Kemudian rangka cetak dipasang dan
pasir ditimbun serta dipadatkan di sekelilingnya kemudian cetakan dibalik sehingga
permukaan pisah berada di atas. Pasir dikikis sampai ke tepi dalam dari pengukur
untuk dijadikan bentuk dari kotak inti, selanjutnya kertas direkatkan pada permukaan
dalamnya. Inti dibentuk di dalamnya kemudian diambil dan pola rangka diambil dari
cetakan.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
81

Gambar 3.13 Pola kerangka B


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.59)

Keuntungan:
- Cocok untuk bentuk dengan lengkungan yang berbeda – beda
- Dapat digunakan untuk cetakan yang kecil maupun tipis
- Harga pembuatan pola lebih murah dari pola biasa
Kerugian:
- Pembuatan pola memerlukan waktu yang lama
- Hanya dipakai untuk jumlah tidak lebih dari dua
- Pembuatan cetakan jadi lebih sulit Karena memerlukan plat penahan yang banyak

3.2.1.3. Bahan Pola


Bahan untuk pembuatan pola adalah:
1. Kayu
Kayu merupakan bahan yang paling umum digunakan untuk pola. Kayu yang
dipakai adalah kayu saru, kayu jati, kayu pinus, dan lain-lain. Kayu yang kadar airnya
lebih dari 14% tidak dapat dipakai karena akan terjadi kelentingan yang disebabkan
perubahan kadar air dalam kayu.
 Keuntungan:
- Tersedia banyak dan murah
- Mudah dibentuk
- Penanganan mudah karena ringan
- Tahan korosi
- Mudah diperbaiki jika rusak

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
82

 Kerugian:
- Karena mudah lembab, bentuknya mudah terdeformasi
- Tidak tahan lama
- Tempat penyimpanan harus kering
2. Aluminium
 Keuntungan:
- Tahan korosi
- Tahan aus
- Memiliki kekuatan yang baik
- Tahan pembengkakan (swelling)
 Kerugian:
- Sulit diperbaiki jika rusak
- Biaya permesinan mahal
3. Baja
 Keuntungan:
- Tidak mudah terjadi deformasi
- Tahan aus
- Tahan suhu tinggi
- Mempunyai kekuatan yang baik
 Kerugian:
- Berat
- Mudah terkena korosi
4. Plastik
 Keuntungan:
- Tahan pembengkakan (swelling)
- Tahan korosi
- Tahan aus
 Kerugian
- Tidak tahan guncangan
- Dibutuhkan pelapisan logam tipis karena plastik rapuh
- Tidah tahan terhadap suhu tinggi

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
83

5. Besi Cor
 Keuntungan:
- Tahan pembengkakan (swelling)
- Memiliki kekuatan yang baik
- Tahan aus
 Kerugian
- Mudah terkena korosi
- Berat

Tabel 3.1
Karakteristik dari Bahan Pola
RATING
CHARACTERISTIC
WOOD ALUMINUM STEEL PLASTIC CAST IRON
Machinability E G F G G
Wear resistance P G E F E
Strength F G E G G
Weight E G P G P
Repairability E P G F G
Resistance to :
Corrosionc E E P P P
Swellingc P E E E E
Sumber: Kalpakjian (1989,p.303)

Keterangan:
E = Excellent
G = Good
F = Fair
P = Poor
Jadi pola yang paling baik digunakan adalah kayu. Dikarenakan kayu memiliki
mampu permesinan yang sangat baik, berat yang paling ringan, kemampuan untuk
diperbaiki yang tinggi, dan ketahanan korosi yang sangat baik.

3.2.1.4. Perencanaan Pembuatan Pola


a. Penentuan Cope dan Drag
Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pembuatan pola adalah
menentukan cope dan drag dan permukaan pisah yang merupakan hal yang paling
utama untuk menghasilkan coran yang baik. Ketentuan yang harus dipenuhi adalah:

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
84

1. Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan, permukaan pisah harus satu bidang
pada dasar cope dibuat agak dangkal.
2. Penempatan inti harus mudah. Tempat inti dalam cetakan utama harus ditentukan
secara teliti.
3. Sistem saluran harus dibuat sesempurna mungkin untuk membuat ukuran logam
yang optimum.
4. Terlalu banyak permukaan pisah akan mengambil banyak waktu dalam proses
pembuatan yang menyebabkan terjadi tonjolan sehingga pembuatan pola menjadi
mahal.
b. Penentuan Tambahan Penyusutan
Karena coran menyusut pada waktu pembekuan dan pendinginan, maka
pembuatan pola perlu menggunakan toleransi sudut yang telah diperbesar sebelumnya
sebanyak tambahan penyusutan pada ukuran pola. Besarnya penyusutan sering tidak
konstan. Hal ini dipengaruhi oleh bahan coran, bentuk, tempat masuk coran, atau
ukuran dan kekuatan inti. Harga - harga untuk tambahan penyusutan diberikan pada
gambar berikut.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
85

Tabel 3.2
Toleransi Penyusutan
Casting alloys Pattern Type of Section Contract in/ft
dimension Construction thickness in
Gray Up to 24 in Open contruction ...................... ⁄
From 25 to 48 in Open contruction ...................... ⁄
Over 48 in Open contruction ...................... ⁄
Up to 24 in Cored contruction ...................... ⁄
From 25 to 36 in Cored contruction ...................... ⁄
Over 36 in Cored contruction ...................... ⁄
Cast steel Up to 24 in Open contruction ...................... ⁄
From 25 to 72 in Open contruction ...................... ⁄
Over 72 in Open contruction ...................... ⁄
Up to 18 in Cored contruction ...................... ⁄
From 19 to 48 in Cored contruction ...................... ⁄
From 49 to 66 in Cored contruction ...................... ⁄
Over 66 in Cored contruction ...................... ⁄
Malleable cast ............................ ............................ ⁄ ⁄
iron ⁄ ⁄
⁄ ⁄
⁄ ⁄
⁄ ⁄
⁄ ⁄
⁄ ⁄
⁄ ⁄
⁄ ⁄
1 ⁄
Aluminum Up to 48 in. Open contruction ........................ ⁄
40 to 72 in. Open contruction ........................ ⁄
Over 72 in. Open contruction ........................ ⁄
Up to 24 in. Cored contruction ........................ ⁄
Over 48 in. Cored contruction ........................ ⁄ ⁄
From 25 to 48 in. Cored contruction ........................ ⁄ ⁄
Magnesium Up to 48 in. Open contruction ........................ ⁄
Over 48 in. Open contruction ........................ ⁄
Up to 24 in. Cored contruction ........................ ⁄
Over 24 in. Cored contruction ........................ ⁄ ⁄
Braam brodso ............................ ............................ ........................ ⁄
............................ ............................ ........................ ⁄ ⁄
Sumber : Heine (1976,p.16)

c. Penentuan Tambahan Penyelesaian Mesin


Tempat dimana coran memerlukan penyelesaian mesin harus dibuat dengan
kelebihan tebal seperlunya. Kelebihan tebalnya berbeda menurut bahan, ukuran, arah
cope dan drag, serta pekerjaan mekanis. Harga - harga yang bisa untuk tambahan
penyelesaian mesin seperti gambar dibawah ini:

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
86

Tabel 3.3
Toleransi Permesinan
Casting alloys Pattern size Bore, in Finish
Cast iron Up to 12 in. ⁄ ⁄
13 to 24 in. ⁄ ⁄
25 to 42 in. ⁄ ⁄
43 to 60 in. ⁄ ⁄
61 to 80 in. ⁄ ⁄
81 to 120 in. ⁄ ⁄
Over 120 in. Special instruction Special instruction
Cast steel Up to 12 in. ⁄ ⁄
13 to 24 in. ⁄ ⁄
26 to 42 in. ⁄ ⁄
43 to 60 in. ⁄ ⁄
61 to 80 in. ⁄ ⁄
81 to 120 in. ⁄ ⁄
Over 120 in. Special instruction Special instruction
Malleable iron Up to 6 in. ⁄ ⁄
6 to 9 in. ⁄ ⁄
9 to 12 in. ⁄ ⁄
12 to 24 in. ⁄ ⁄
24 to 35 in. ⁄ ⁄
Over 36 in. Special instruction Special instruction
Brase, bronze, and Up to 12 in. ⁄ ⁄
aluminum-alloy 13 to 24 in. ⁄ ⁄
castings 25 to 36 in. ⁄ ⁄
Over 36 in. Special instruction Special instruction
Sumber : Heine (1976,p.17)

d. Kemiringan Pola
Permukaan yang tegak pada pola dimiringkan dari permukaan pisah agar
memudahkan pengangkatan pola dari cetakan. Sebagai contoh pada kayu
membutuhkan kemiringan 1/30 sampai 1/100.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
87

Gambar 3.14 Contoh kemiringan pola


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.53)
3.2.2. Sistem Saluran
3.2.2.1. Pengertian
Sistem saluran adalah jalan masuk bagi cairan logam yang dituangkan ke dalam
rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama, dari mulai cawan tuang dimana logam cair
dituangkan dari ladel, sampai saluran masuk ke dalam rongga cetakan.

3.2.2.2. Bagian - bagian Sistem Saluran

Gambar 3.15 Sistem saluran


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1996,p.65)

a. Cawan Tuang (Pourin Basin)


Logam cair yang berasal dari tungku pemanas biasanya dituangkan melalui pourin
basin yang terletak dibagian atas cetakan. Tujuan utama dari pourin basin adalah
untuk membentuk aliran yang tepat dan secepat mungkin untuk logam seperti
aluminium dan magnesium yang bereaksi cepat bila terkena udara. Hal itu
dimungkinkan untuk membuat pourin basin yang terbentuk dari inti pasir kering atau
besi cor diatas sprue yang berfungsi untuk menuang. Beberapa tipe dari pourin basin
dapat dilihat digambar.

Gambar 3.16 Cawan tuang


Sumber: Jain (2003,p.126)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
88

b. Saluran Turun (Sprue)


Secara umum dibuat lurus dan tegak dengan irisan berupa lingkaran. Kadang -
kadang dibuat mengenai ke bawah. Saluran lurus dan tegak dipakai bila menginginkan
pengikisan yang cepat dan lancer serta yang dibuat mengecil digunakan untuk
penahanan kotoran yang sebanyak - banyaknya. Selain itu bentuk sprue dibuat tirus
tujuannya untuk mempercepat aliran logam cair, mengurangi tekanan, membuat aliran
terfokus dan mengurangi pembekuan cepat. Pada perhitungan sprue ada 2 persamaan,
yaitu choke area dan kontinuitas.
 Choke Area
Adalah bagian terkecil dari saluran masuk, mengontrol laju aliran kedalam
rongga cetakan dan juga mengontrol waktu penuangan. Fungsi choke area untuk
menghitung luas sprue bawah.
√ ..........................................................................................................(3-1)
....................................................................................................................(3-2)

..................................................................................................(3-3)

dengan :
R = pouring rate (kg/s)
A = choke area
m = massa yang dituang (kg)
d = massa jenis logam ( ⁄ )

t = waktu penuangan (s)


c = faktor efisiensi

g = percepatan gravitasi ( ⁄ )

h = tinggi sprue efektif (m)


 Persamaan Kontinuitas
Digunakan untuk menghitung laju aliran dan nantinya dapat mengetahui
dimensi sprue bagian atas.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
89

................................................................ (3-4)
√ √ ............................................. (3-5)

√ ............................................................. (3-6)

dengan :
Q : Kecepatan aliran volume
: Luas penampang bagian atas coran
: Kecepatan aliran
: Luas penampang bagian bawah coran
: Kecepatan aliran

Gambar 3.17 Saluran turun


Sumber: Jain (2003,p.127)

c. Saluran Pengalir (Runner)


Saluran pengalir biasanya memiliki irisan seperti trapesium. Merupakan saluran
yang membawa logam cair dari saluran turun ke bagian yang berongga pada cetakan
pengalir, kadang - kadang dibuat mengecil ke bawah. Saluran tegak biasanya dipakai
untuk menginginkan pengisian yang cepat dan lancer serta yang dibuat mengecil
digunakan untuk penahan kotoran. Fungsi dari saluran pengalir adalah untuk
membawa logam cair dari saluran turun ke saluran masuk, dan menjaga aliran tetap
laminar.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
90

Gambar 3.18 Saluran pengalir


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1996,p.67)

d. Saluran Masuk (Ingate)


Sedangkan ingate adalah saluran yang mengaliri logam cair dari pengalir kedalam
rongga cetakan. Dibuat dengan irisan yang lebih kecil daripada irisan pengalir agar
dapat mencegah kotoran masuk, biasanya berbentuk bujur sangkar atau trapesium,
segitiga, atau setengah lingkaran. Fungsi dari saluran masuk adalah mengalirkan
logam cair kedalam rongga cetakan.

Gambar 3.19 Saluran masuk


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1996,p.68)

Sedangkan gating ratio adalah perbandingan luas potongan antara sprue bawah :
runner : ingate. Yang digunakan adalah 1 : 3 : 3.

Tabel 3.4
Gating ratio
Metal Batle Rol.
Steel 1:2:1.5 19
1:3:3 19
1:1:07 19
1:2:2 20
Fin-gated 1:1:1 16
Gray cast iron 1:4:4 6
Pressurised system 1:1.3:1.1 22

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
91

Double iron, dry-sand 10:9:3 11


moide
Shell-molded, vertical 1:2:2 3
pouring
Pressure system 4:2:2 18
Reverse shoke 1.2:1:2 18
Aluminum 1:2:4 15
Pressurised system 1:2:1 17
Unpressurised system 1:3:2 17,20
Brase 1:1:1-1:1:3 31
*With enlarge rate is runner verying from 3 to 6
Sumber : Heine (1976,p.224)
e. Saluran Penambah (Riser)
Saluran yang memberi logam cair yang akan mengimbangi penyusutan dalam
pembekuan dari coran sehingga harus membeku awal dari coran. Fungsi dari saluran
penambah adalah untuk mengisi ukuran yang tidak terisi logam cair dikarenakan
penyusutan.
 Hukum Chorinov
.......................................................................................... (3-7)

( ⁄ ) ( ⁄ ) ..................................................................... (3-8)

dengan :
V1 = volume riser
A1 = luas area riser
V2 = volume produk
A2 = luas area produk
Sumber: De Garmo (1997,p.354)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
92

Gambar 3.20 Tipe riser


Sumber: Heine (1976,p.244)

f. Dam dan Trap


Dalam logam cair dalam pengalir masih ditemukan kotoran yang terapung pada
permukaan, sehingga harus dipertimbangkan untuk membuang kotoran tersebut, yaitu
melalui Dam. Fungsi Dam adalah untuk menampung dan mencegah kotoran dengan
jenis dari logam.

Gambar 3.21 Dam


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2000,p.85)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
93

Sedangkan trap biasanya untuk menampung atau membuang kotoran dengan


berat jenis lebih kecil dari logam cair sehingga mempunyai fungsi untuk menjebak
kotoran dengan berat jenis lebih kecil dari logam cair.

Gambar 3.22 Trap


Sumber: Yudi ST (2013,p.23)

g. Core Making
Core making adalah pembuatan cetakan inti yang diletakan secara vertikal di
cetakan untuk pembuatan lubang atau rongga didalam cetakan yang terbuat dari pasir
khusus. Macam-macam core making antara lain:

 Green Sand Molding


Green sand molding dapat didefinisikan sebagai inti atau core yang dibentuk
oleh pola itu sendiri. Green sand core merupakan salah satu bagian dari cetakan.
Green sand core dibuat dari pasir sisa cetakan yang sudah dibuat dengan
menambahkan pengikat.
Kelebihan :
- Banyak digunakan karena mudah dibuat
Kekurangan :
- Cetakan mudah hancur
- Mudah bereaksi
 CO2 Process
Cetakan dan inti dapat dibuat menggunakan pasir yang ditambahkan 3% - 4
% sodium silikat. Pasir dicampur dengan larutan sodium silikat sesuai dengan

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
94

standar muller. Campuran pasir dan larutan sodium silikat masih bersifat mampu
bentuk, namun ketika campuran dikenai hembusan gas CO2 maka campuran
seketika akan mengeras. Reaksi pengerasan pada cara CO2 dijelaskan pada reaksi
berikut :
Na2O.SiO2. xH2O + CO2 Na2CO3. xH2O + SiO2
Gambar 3.23 menunjukkan garis besar pembuatan cetakan dengan cara CO2
(1) Pasir dipadatkan ke dalam kotak inti dan lubang angin dibuat dengan
mempergunakan jarum-jarum.
(2) Kotak ini ditutup dan jarum-jarum ditarik sehingga terjadi lubang-lubang.
(3) Gas CO2 dialirkan melalui lubang-lubang itu.
(4) Keluarkan inti itu dari kotak inti.

Gambar 3.23 Proses pembuatan inti dengan CO2


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2000,p.126)

Syarat core making :


1. Kekuatan yang memadai untuk operasional core making
2. Kuat dan keras
3. Kekuatan yang memadai, core setting, dan retensi akurasi dimensi
4. Ketahanan reaksi terhadap logam cair, erosi, peleburan, thermal shock dan
kemampuan untuk melepaskan gas
5. Mudah terlepas dari logam
Pengikat urea formaldehyde terbakar lebih cepat dan rusak (hancur) pada suhu
yang lebih rendah dibandingkan dengan pengikat phenol formaldehyde. Jadi pengikat
formaldehyde cocok untuk digunakan pada logam metal pada suhu yang lebih rendah,
seperti Al, Mg, kuningan yang tipis, dan perunggu. Pengikat phenol formaldehyde
dapat digunakan untuk baja cor (steel casting). Bentuk dan bagian-bagian dari core
making dapat dilihat pada gambar 3.28.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
95

Gambar 3.24 Core prints dan chaplets


Sumber: Kalpakjian (2009,p.265)

3.2.2.3. Macam - macam Sistem Saluran


1. Saluran Langsung
Saluran Langsung adalah jalan masuk bagi cairan logam yang dituangkan ke
dalam rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama, dari mulai cawan tuang dimana logam
cair dituangkan dari ladel, sampai saluran masuk ke dalam rongga cetakan.
Keuntungan:
- Lebih ekonomis
- Sering digunakan karena mudah dibuat dan pendek.
Kerugian:
- Logam cair langsung jatuh kedalam rongga akan mengganggu logam yang terlebih
dahulu dituang.
- Banyak terdapat cacat.

Gambar 3.25 Saluran langsung


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1996,p.69)

2. Saluran Bawah
Saluran yang mempunyai saluran masuk bagian bawah dari rongga cetakan.
Karena itu mempunyai saluran turun tegak yang panjang disambung dengan pengalir
dan saluran masuk dibuat untuk membelokkan keatas.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
96

Keuntungan:
- Mengurangi cacat coran.
Kerugian:
- Diperlukan penuangan cepat.
- Pembentukan pola lebih rumit

Gambar 3.26 Saluran bawah


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1996,p.69)

3. Saluran Pensil
Adalah sistem saluran dimana logam cair dijatuhkan ke bawah melalui beberapa
lubang pada dasar dari cawan tuang . Sistem saluran ini cocok untuk coran yang
panjang dan tipis seperti pipa. Kalau saluran pensil dipasang diujung atas dari cetakan
pipa tegak dan logam dituang, maka cetakan diisi secara merata dari bawah dan akan
didapat pipa yang baik.
Keuntungan:
- Waktu penuangan lebih cepat
- Cocok untuk coran panjang dan tipis seperti pipa
Kerugian:
- Pembuatan saluran ini relatif sulit dan rumit.
- Hanya untuk benda simetris

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
97

Gambar 3.27 Saluran pensil


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1996,p.69)

4. Saluran Bertingkat
Mempunyai saluran turun yang dihubungkan dengan beberapa saluran masuk.
Logam cair mengalir ke dalam rongga dari saluran masuk yang terbawah, dan
kemudian dari saluran masuk kedua berikutnya, dari saluran ketiga dan seterusnya.
Keuntungan:
- Logam cair lebih cepat mengisi cetakan karena memiliki banyak saluran masuk.
- Kemungkinan cacat sedikit
- Aliran lebih laminer
Kerugian:
- Pembuatan cetakan yang rumit serta saluran jadi semakin panjang.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
98

Gambar 3.28 Saluran bertingkat


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1996,p.70)

5. Saluran Terompet
Saluran yang memiliki saluran alirnya berbentuk terompet dan ujungnya berada
didasar rongga cetakan drag.
Keuntungan:
- Logam cair akan masuk dan mengisi rongga pada cetakan lebih merata.
Kerugian:
- Cocok untuk benda - benda yang berbentuk pejal.

Gambar 3.29 Saluran terompet


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1996,p.67)

6. Saluran Cincin
Saluran yang dibuat dari saluran dimana runner mengelilingi pola cetakan.
Biasanya dipakai dengan model saluran bawah.
Keuntungan:
- Logam cair akan masuk dan mengisi rongga pada cetakan secara merata.
- Hasil coran padat dan dapat mengurangi cacat

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
99

- Solidifikasi lebih merata


- Aliran laminer
- Cacat lebih sedikit
Kerugian:
- Proses pembuatannya panjang dan rumit.
- Butuh kecepatan penuangan yang tinggi.
- Pencabutan pola sulit

Gambar 3.30 Saluran cincin


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1996,p.69)

7. Saluran Pisah
Mempunyai saluran masuk pada permukaan pisah dari cetakan, dari mana logam
cair dijatuhkan ke dalam rongga cetakan.
Keuntungan :
- Memiliki dua saluran yang berbeda sehingga ada jalan bagi udara untuk keluar.
Kerugian :
- Temperatur penuangan harus tinggi dan kecepatan penuangan juga harus cepat.

Gambar 3.31 Saluran pisah


Sumber : Surdia dan Chijiwa (1996,p.69)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
100

8. Saluran Baji
Saluran baji dibuat seperti celah pada bagian atas coran. Saluran ini mempunyai
dua saluran masuk yang bertujuan untuk menghasilkan coran dengan ketebalan sama.
Keuntungan :
- Dalam sekali tuang dapat dihasilkan coran lebih dari satu dengan ukuran yang sama
besar. Karena mengisi dua buah pola dibutuhkan satu saluran masuk.
Kerugian :
- Kecepatan penuangan harus tinggi karena hanya ada satu saluran masuk untuk
beberapa cetakan yang harus diisi.

Gambar 3.32 Saluran baji


Sumber : Surdia dan Chijiwa (1996,p.70)

3.2.3. Pelapis
Pelapis adalah suatu lapisan yang diberikan pada permukaan cetakan dengan tujuan
tertentu sebelum logam cair dituangkan ke dalam cetakan.

3.2.3.1. Fungsi Pelapis


a. Mencegah fusi dan penetrasi logam.
b. Mendapatkan permukaan coran yang halus.
c. Membuang pasir inti dan pasir cetak dengan mudah saat pembongkaran.
d. Menghilangkan cacat - cacat akibat pasir, misal metal penetration.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
101

3.2.3.2. Syarat Pelapis


Syarat pelapis yaitu:
a. Tahan panas untuk dapat menerima temperatur penuangan.
b. Pelapis setelah kering harus cukup kuat, tidak rusak karena logam cair.
c. Tebal pelapis yang cukup agar dapat mencegah penetrasi logam.
d. Gas yang ditimbulkan harus lebih sedikit.
Sumber : Surdia dan Chijiwa (1996,p.106)

3.2.3.3. Bahan Pelapis


Pelapis dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Lapisan cetakan untuk cetakan pasir basah.
Untuk pelapis cetakan pasir basah dipakai grafit, bubuk mika, atau talek yang
murni. Bahan ini ditaburkan atau dicatkan dengan kuas pada permukaan cetakan
basah. Cara pelapisan adalah sebagai berikut:
a. Dalam hal penaburan, bubuk yang dimasukkan dalam kantong kain katun,
pertama harus ditaburkan pada permukaan bidang cetakan yang tegak.
b. Dalam hal pengecatan, bubuk pada ujung kuas dicatkan pada permukaan tegak
dari bawah ke atas.
c. Bubuk cenderung untuk menumpuk di dasar rongga, maka dari itu harus disapu
atau ditiup keluar.
2. Lapisan cetakan untuk pasir kering.
Untuk lapisan cetakan kering dipakai bahan - bahan berikut:
A. Bubuk grafit / arang. Jika temperatur penuangan dibawah 1350°C dalam hal ini
harus dijaga agar mencegah busa dan gelembung - gelembung karena zat
pengikat. Seperti dengan mengambil komposisi berikut:
a. Campuran grafit 100 (grafit kerak 0-40; Grafit tanah 100-60); Bentonit 10-20
(atau lempung tahan api 20-40)
b. Campuran grafit (grafit kerak 20-50; Grafit tanah atau jelaga kokas 80-50);
Bentonit 10-20 (atau lempung tahan api 20-40)
Dalam hal penggunaan lempung tahan api, dicampur gula tetes 2-5 atau lignin
asam sulfonat kurang dari 2 untuk tiap campuran grafit 100.
B. Untuk lapisan cetakan yang mengalami temperatur penuangan 1350°C harus
dipilih bahan yang mempunyai sedikit perubahan. Sifat pada temperatur tinggi.
Contoh:

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
102

a. Campuran grafit 100 (grafit kerak 90-80 atau jelaga kokas 20); Bentonit 10-
20.
b. Grafit kerak 100, Amonium khlorida 0.5, Bentonit 10-20.
Sumber : Surdia dan Chijiwa (1996,p.106)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
103

3.3 Desain Kerja


3.3.1 Desain Benda Kerja
(Terlampir)

3.3.2 Desain Cope dan Drag


(Terlampir)

3.3.3 Desain Pola

Gambar 3.37 Desain gambar

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
104

Tabel 3.5
Dimensi Benda Kerja dan Toleransi
Dimensi Toleransi Toleransi Toleransi Toleransi Dimensi
Simbol Awal Penyusutan Finishing Bore Total Akhir
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)

A 25 0.326 1.563 0.000 1.888 26.888


B 60 0.781 3.750 0.000 4.531 64.531
C 10 0.130 0.625 0.000 0.755 10.755
D 40 0.521 2.500 0.000 3.021 43.021
E 10 0.130 0.000 0.938 1.068 8.932
F 20 0.260 1.250 0.000 1.510 21.510
G 35 0.456 2.188 0.000 2.643 37.643
H 20 0.260 1.250 0.000 1.510 18.490
I 30 0.391 1.875 0.000 2.266 32.266
J 20 0.260 1.250 0.000 1.510 18.490
K 20 0.260 1.250 0.000 1.510 21.510
L 100 1.302 6.250 0.000 7.552 107.552
M 10 0.130 0.625 0.000 0.755 10.755

1. Perhitungan Toleransi Penyusutan

Untuk setiap 32 feet = 9753,6 mm memerlukan jumlah toleransi penyusutan


sebesar 5 inch = 127 mm.

25 mm  25 mm x = 0.326 mm

2. Perhitungan Toleransi Permesinan


a. Untuk finishing

Untuk setiap 16 inch = 406,4 mm memerlukan jumlah toleransi permesinan


sebesar 1 inch = 25,4 mm.

25 mm  25 mm x = 1.563 mm

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
105

b. Untuk boring

Untuk setiap 32 inch = 812,8 mm memerlukan jumlah toleransi permesinan


sebesar 3 inch = 76,2 mm.

10 mm  10 mm x = 0,938 mm

3. Dimensi Total
Dimensi Total = Dimensi Benda + Toleransi Penyusutan + Toleransi Permesinan
10 mm x 2  20 mm + 0,05208 mm + (1,5625 x 2) mm = 23,22916 mm

3.3.4 Desain Sistem Saluran


Volume benda kerja (v) = 0,00024275536 m3
Massa jenis benda kerja (ρ) = 2700 kg/m3

- Massa Benda Kerja


m=ρxv
= 2700 kg/m3 x 0,00024275536 m3
= 0,655439 kg
- Pouring Rate
R=b√
= 0,47 √
= 0,3805 kg/s
- Waktu Penuangan
t=

t= = 1,7225 s

- Diameter sprue bawah


H sprue = 100 mm (0,1 m)
hatas (Pouring Basin) = 30 mm (0,03 m)

Abawah =

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
106

Abawah = 100,61225 mm2


Abawah = πr2
100,61225 mm2 = πr2

=√

= 5,66057 mm
= 2 x 5,66057 mm = 11,32114 mm
- Diameter sprue atas
Abawah x Vbawah = Aatas x Vatas
Abawah√ = Aatas√

A atas = Abawah


= 100,61225

= 183,6920077 mm2
πr2atas = 183,6920077 mm2
r2atas = 58,5006394 mm2
r atas = 7,648571069mm
Datas = 15,29714214 mm
- Ukuran Runner
Gating Ratio = Sprue:Runner = 1:3

= 3 x 100,61225 mm2
= 301,8367688 mm2
Misalkan:
Tinggi runner = 12,285 mm
Sisi bawah runner = 2s mm
Sisi atas runner = s mm
Arunner = Atrapesium

539,34 mm2 =

a =( )

s =( ) mm

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
107

= 16,3798 mm
- Ukuran Ingate
Luas ingate dengan runner perbandingan 1:3
Aingate = 3 x Abawah
= 3 x 100,61225 mm2
= 301,8367688 mm2
Karena digunakan 2 gate, maka luasan dibagi 2, menjadi:
Aingate = 150,9183844 mm2
Aingate = Apersegi
Aingate = s x s
s =√
s = 12,285
- Diameter riser
Tinggi riser yang direncanakan (t) = 49,67 mm

( ) = 1,25 ( )

( ) = 1,25 ( )

( ) = 65,95421788 mm2

= 8,121220221 mm

= 16,24244044 mm

= 16,24244044 mm

49,67 r = (r + 49,67) x 16,24244044

49,67 r = 16,24244044r + 806,7620168 mm2

49,67 r – 16,24244044r = 806,7620168 mm2

33,427 r = 806,7620168 mm2

r = 24,13463703 mm

d = 48,26927406 mm

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
108

Ariser = π x r2
Ariser = π x (24,13463703 mm)2
= 1828,989413 mm2
Karena digunakan 3 riser, maka luasan menjadi
Ariser = 1828,989413mm2 / 3
π x r2 = 609,6631376 mm2

r =√

r = 13,93413919 mm
d = 2 x r = 2 x 13,93413919 mm
= 27,86827837 mm

3.3.4 Desain Cetakan Pasir


(Terlampir)
3.4 Urutan Kerja Pembuatan Cetakan Pasir
3.4.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan untuk membuat cetakan pasir adalah:
1. Rangka Cetak (Cope dan Drag)
Alat ini digunakan sebagai tempat untuk membuat cetakan pasir.

Cope

Cope

Cope

Drag

Gambar 3.38 Cope dan drag

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
109

2. Pola
Alat ini digunakan untuk membuat bentuk/rongga cetakan benda kerja.

Gambar 3.39 Pola tampak atas

Gambar 3.40 Pola tampak depan

3. Sistem Saluran
Alat ini digunakan sebagai tempat mengalirnya logam cair dalam cetakan.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
110

B
A C

D E

Gambar 3.41 Sistem saluran (A) Cawan Tuang (B) Sprue (C) Runner (D) Ingate (E) Riser

4. Assembly

Terdiri dari pola, sistem saluran.

Gambar 3.42 Assembly sistem saluran dan pola

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
111

5. Papan Datar
Alat ini digunakan untuk tempat alas dalam membuat cetakan.

Gambar 3.43 Papan datar

6. Kamera
Alat ini digunakan sebagai dokumentasi.

Gambar 3.44 Kamera

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
112

Bahan yang digunakan adalah pasir cetak dengan komposisi pasir silika, bentonit, dan
air serta:
1. Pasir silika halus
2. Grafit

3.4.2 Urutan Kerja


Langkah - langkah dalam pembuatan cetakan adalah :
1. Aduk pasir cetak dengan komposisi tertentu dengan tangan agar campurannya merata.
2. Letakkan pola cetakan pada papan datar berikut drag, kemudian masukkan pasir cetak
dan padatkan hingga rata dan padat memenuhi drag. Ratakan permukaan pasir cetak
bagian atas dengan papan kayu.
3. Balik drag kemudian taburi pola dengan grafit. Sedangkan untuk pasir cetak taburi
dengan pasir silika halus agar pola dan pasir cetak tidak lengket, kemudian ratakan
dengan kuas secara hati – hati.
4. Letakkan cope diatas drag, kemudian letakkan saluran turun dan saluran penambah.
5. Isi cope dengan pasir cetak, padatkan dan selama pemadatan jangan sampai saluran
turun maupun saluran penambah berubah posisinya.
6. Ambil saluran turun, saluran penambah dengan hati - hati jangan sampai pasir ikut
terangkat.
7. Angkat cope dari drag secara hati - hati, kemudian ambil polanya. Apabila masih
terjadi kerusakan, maka tempatkan kembali pola ke posisi semula dan isi bagian –
bagian yang rusak tersebut dengan pasir cetak.
8. Taburi rongga bekas pola tersebut dengan grafit, kemudian ratakan dengan kuas secara
hati – hati.
9. Letakkan kembali semua cope diatas drag, kemudian cetakan yang sudah jadi tersebut
letakkan ditempat yang aman dan datar, di atas cetakan beri pemberat.

3.5 Studi Kasus dan Pemecahan Masalah


3.5.1 Studi Kasus
1. Pasir Rontok
Terjadi kerontokan pasir pada rongga pola. Kerontokan tersebut dapat dilihat pada
gambar 3.45.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
113

Gambar 3.45 Pasir rontok

2. Permukaan Tidak Rata


Terjadi ketidakrataan pada cetakan pasir. Ketidakrataan pada permukaan posah
pasir cetak dapat dilihat pada gambar 3.46

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
114

Gambar 3.46 Permukaan pasir cetak tidak rata

3. Miringnya cavity
Miringnya cavity pada cetakan, salah satunya seperti yang terlihat pada gambar
3.47

Gambar 3.47 cavity miring

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
115

4. Permukaan pola tidak rata


Permukaan pola tidak rata dengan cope. Seperti yang terlihat pada gambar 3.48

Gambar 3.48 Tinggi pola melebihi tinggi cope

3.5.2 Analisis
1. Pasir Rontok
Pasir rontok pada cetakan disebabkan oleh kurangnya pemadatan pasir disekitar
bagian tersebut serta luas bidang kontak yang besar dan penarikan pola yang kurang
hati – hati sehingga saat pola diambil pasir disekitarnya akan rontok.
2. Permukaan Tidak Rata
Permukaan tidak rata disebabkan kurang optimalnya pemadatan pasir pada
pembuatan permukaan cetakan sehingga pasir cetak tidak mampu menahan tekanan
saat pemadatan pasir pada cope diatasnya.
3. Miringnya cavity
Pemadatan dengan tekanan yang tidak sesuai juga dapat mengakibatkan
pergeseran pola. Penahan pola kurang kuat dan ukuran pin yang tidak sesuai juga
menjadi penyebab pergeseran pola, juga penempatan mal gambar yang bergeser.
4. Permukaan Pola Tidak Rata
Permukaan pola tidak rata disebabkan adanya pasir yang masuk diantara celah
sambungan pin pola ketika dilakukan pemadatan pasir cetak. Sehingga terjadi
ketidakrataan pada pola pasir cetak.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
116

3.5.3 Pemecahan Masalah


1. Pasir Rontok
Pemadatan lebih dioptimalkan dan pada saat penarikan pola perlu dilakukan
secara hati – hati dan perlahan agar tidak mudah rontok. Dapat juga dengan
penambahan tebal pelapis pada pola.
2. Permukaan Tidak Rata
Saat pola dimasukkan ke pasir cetak perlu megoptimalkan pemadatan saat
pembuatan cetakan. Sehingga tidak mengakibatkan permukaan cetakan yang tidak
rata.
3. Miringnya cavity
Saat pemadatan pasir dilakukan, tekanan yang diberikan harus dipastikan sesuai
dengan pasir cetak agar pasir tidak akan menggeser pola yang menyebabkan
pergeseran. Pembuatan pin dengan dimensi yang sesuai juga perlu diperhatikan agar
pola sesuai dengan desain yang dibuat. Dan penempatan mal gambar harus lurus
dengan gambar acuan. Selain itu, dapat juga dengan menggunakan pola plat
pasangan, sehingga posisi pola dapat sesuai dengan rancangan cavity yang telah
dibuat.
4. Permukaan Pola Tidak Rata
Saat dilakukan pemadatan pola harus ditahan dengan kokoh. Sehingga pasir tidak
masuk ke celah-celah sambungan pin.

3.6 Kesimpulan dan Saran


3.6.1 Kesimpulan
1. Terjadi kerontokan pasir pada cetakan, karena pemadatan yang kurang optimal,
penarikan pola yang kurang hati – hati, dan kurangnya tebal pelapis pada pola,
sehingga saat pencabutan pasir rontok. Seharusnya pemadatan dilakukan dengan lebih
optimal, penambahan tebal pelapis pada pola, serta pada saat penarikan cetakan
dilakukan secara hati-hati.
2. Permukaan tidak rata karena pemadatan pasir yang kurang. Solusinya, saat pola
dimasukkan ke pasir cetak perlu megoptimalkan pemadatan saat pembuatan cetakan.
Sehingga tidak mengakibatkan permukaan cetakan yang tidak rata.
3. Miringnya cavity pada cetakan disebabkan karena pola saluran kurang ditahan disaat
dilakukan pemadatan pasir cetak. Solusinya harus memastikan agar tekanan yang

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
117

diberikan sesuai agar pasir tidak mendorong pola saluran serta pemberian pin yang
sesuai. Selain itu juga dapat diatasi dengan menggunakan pola plat pasangan.
4. Permukaan pola tidak rata disebabkan adanya pasir yang masuk diantara celah
sambungan pin pola ketika dilakukan pemadatan pasir cetak. Sehingga terjadi
ketidakrataan pada pola pasir cetak. Solusinya saat dilakukan pemadatan pola harus
ditahan dengan kokoh. Sehingga pasir tidak masuk ke celah-celah sambungan pin.

3.6.2 Saran
1. Sebaiknya Laboratorium pengecoran logam lebih ditata rapih sebelum praktikum.
2. Sebaiknya Asisten memperjelas jadwal pertemuan reguler di kelas sehingga tidak
terjadi kebingungan.
3. Sebaiknya praktikan tidak salah dalam membuat jadwal ke asisten disaat mau
asistensi.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya

Anda mungkin juga menyukai