Anda di halaman 1dari 56

83

PL III
PERENCANAAN PENGECORAN LOGAM

3.1. Tujuan
1. Praktikan mampu mengetahui dan memahami apa saja yang dibutuhkan dalam
perencanaan pengecoran logam.
2. Praktikan mampu merencanakan sistem saluran dan pola.
3. Praktikan mengetahui dan memahami tahapan pembuatan cetakan pasir.
4. Praktikan mampu memecahkan masalah - masalah dalam perencanaan pengecoran
logam.

3.2. Dasar Teori


3.2.1. Pola
3.2.1.1. Definisi Pola
Pola merupakan alat yang digunakan untuk membuat cavity atau rongga pada cetakan
dengan tambahan toleransi. (Heine, 1976:8)
Pada pemilihan bahan pola bergantung pada beberapa faktor seperti :
1. Memenuhi syarat minimum pembuatan yang meliputi kuantitas, kualitas, kerumitan
coran, ketebalan minimum yang diinginkan, tingkat ketepatan serta finishing yang
dibutuhkan.
2. Kemungkinan perubahan desain.
3. Tipe produksi dari coran, jenis metode cetakan, dan peralatan yang akan digunakan.
4. Kemungkinan untuk dilakukan pengulangan
Syarat-syarat pembuatan pola yang baik yaitu :
1. Mudah dikerjakan, dibentuk, dan disambung.
2. Ringan dalam penanganan/penggunaan dan pengerjaan.
3. Kuat, keras, dan tahan lama.
4. Tahan abrasi, korosi, dan dan tidak mudah bereaksi secara kimia.
5. Dimensinya stabil dan tidak mudah terpengaruh temperatur dan kelembaban.
6. Ketersediaan dalam harga murah.
7. Dapat diperbaiki bahkan digunakan kembali.
8. Memiliki kemampuan yang baik untuk dilakukan proses finishing permukaan.
(Jain, 1999:7)

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
84

3.2.1.2. Macam - macam Pola


1. Pola Pejal
Pola pejal adalah pola yang biasa dipakai yang bentuknya hampir serupa dengan
bentuk coran. Pola ini dibagi menjadi 6 macam, yaitu pola tunggal, pola belahan, pola
setengah, pola belahan banyak, pola penarikan terpisah, dan pola penarikan sebagian.
a. Pola Tunggal
Pola ini dibentuk sesuai dengan corannya, disamping itu kecuali tambahan
penyusutan, tambahan penyelesaian mesin, dan kemiringan pola, kadang-kadang
dibuat juga menjadi satu dengan telapak inti.

Gambar 3.1 Pola Tunggal


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:57)

Keuntungan:
- Pola yang paling sederhana
- Membutuhkan biaya produksi yang rendah
- Tidak perlu penyambungan dalam pembuatannya
Kerugian:
- Tidak dapat dibongkar pasang menjadi bentuk lain
- Untuk pola yang rumit, proses pembuatan agak sulit

b. Pola Belahan
Pola ini dibelah ditengah untuk memudahkan pembuatan cetakan. Permukaan
pisahnya sebisa mungkin dibuat satu bidang. Pola ini terdiri dari dua part yang akan
disambung menggunakan pin.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
85

Gambar 3.2 Pola Belahan


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:57)

Keuntungan:
- Dapat digunakan untuk geometri yang rumit
- Pola bagian atas dan bawah dapat dipisahkan
Kerugian:
- Posisi antara cetakan pada cope dan drag kemungkinan dapat bergeser
- Proses pembuatan lebih rumit dibandingkan pola tunggal
- Dibutuhkan sambungan yang presisi dan akurat sehingga harga pembuatan pola
menjadi lebih mahal daripada pola tunggal

c. Pola Setengah
Pola ini dibuat untuk coran dimana cope dan dragnya simetri terhadap
permukaan pisah. Cope dan dragnya hanya dicetak dengan setengah pola.

Gambar 3.3 Pola Setengah


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:57)

Keuntungan:
- Harga pola setengah lebih murah dari harga pola tunggal
- Pembuatan pola lebih cepat

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
86

Kerugian:
- Pola terdapat kemungkinan tidak presisi atau simetris
- Tidak dapat digunakan untuk benda kerja tidak simetris
- Hanya untuk bentuk sederhana tanpa ada banyak sudut dan kelengkungan yang
butuh ketelitian tinggi
- Proses pengerjaan cetakan lebih lama

d. Pola Belahan Banyak


Dalam hal ini pola dibagi menjadi 3 bagian atau lebih untuk memudahkan
melakukan penarikan cetakan dan untuk penyederhanaan pemotongan inti.

Gambar 3.4 Pola Belahan Banyak


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:57)

Keuntungan:
- Dapat digunakan untuk bentuk - bentuk yang banyak memiliki lengkungan
- Memudahkan penarikan dari cetakan
Kerugian:
- Sering menyebabkan salah ukuran karena terjadi pergeseran, sehingga dimensi
benda hasil coran memiliki ukuran yang tidak sesuai dengan desain
- Pembuatan pola dan cetakan membutuhkan waktu yang lama karena pola dan
cetakan yang dibuat lebih dari tiga.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
87

e. Pola Penarikan Terpisah


Pola penarikan terpisah dipakai untuk pola berukuran besar atau untuk cetakan
jenis mengeras sendiri. Pola dibuat secara terbagi - bagi untuk memudahkan
pengambilan dari cetakan. Bagian yang di tengah ditarik terlebih dahulu, kemudian
bagian utama ditarik pertama kali dan bagian cabang ditarik satu demi satu.

Gambar 3.5 Pola Penarikan Terpisah


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:57)

Keuntungan:
- Mudah dalam pencabutan pola dari cetakan
- Cocok untuk cetakan berukuran besar dan berbentuk rumit
- Karena pencabutannya secara berurutan maka kemungkinan terjadinya cacat
dalam rongga cetakan menjadi lebih kecil
Kerugian:
- Pencabutan pola membutuhkan waktu yang lama
- Pencabutan harus sesuai dengan urutannya sehingga harus lebih teliti saat
pengambilan
- Pembuatan pola

f. Pola Penarikan Sebagian


Pada pengambilan pola dari cetakan apabila sebagian dari pola tidak mungkin
ditarik, maka bagian itu harus dipisahkan terlebih dahulu. Kemudian bagian utama
ditarik pertama kali dan bagian cabang ditarik satu demi satu.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
88

Gambar 3.6 Pola Penarikan Sebagian


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:57)

Keuntungan:
- Memudahkan pengambilan dari cetakan
- Cocok untuk benda berbentuk silinder dengan banyak sudut dan dibutuhkan
ketelitian tinggi
- Penarikan pola lebih cepat dibandingkan pola penarikan terpisah
Kerugian:
- Pembuatan pola membutuhkan waktu yang agak lama
- Pola yang digunakan harus simetris

2. Pola Plat Pasangan


Pola ini adalah plat di mana kedua belahannya ditempelkan pola demikian juga
saluran turun, pengalir, saluran masuk, dan penambah. Pola ini biasanya dibuat dari
logam atau plastik.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
89

Gambar 3.7 Pola Plat Pasangan


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:58)

Keuntungan:
- Pola ini cocok untuk produksi massal dari coran kecil
- Memudahkan untuk pengerjaan yang selanjutnya karena sudah dibuat pola saluran
turun dan lain-lain.
Kerugian:
- Pengerjaan cetakan memerlukan waktu yang lama dan harus bergantian
- Pembuatan polanya harus presisi antara bagian atas dan bawah
- Membutuhkan bahan pembuatan pola yang lebih banyak

3. Pola Cope dan Drag


Dalam hal ini pola kayu, logam, atau plastik dilekatkan pada dua plat demikian pula
saluran turun, pengalir, saluran masuk, dan penambah. Plat tersebut ialah plat cope dan
drag. Kedua plat dijamin oleh pena-pena agar bagian atas dan bawah dari coran menjadi
cocok.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
90

Gambar 3.8 Pola Cope dan Drag


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:58)

Keuntungan:
- Digunakan untuk meningkatkan produksi karena lebih cepat dan lebih efisien
- Cope dan drag bisa digunakan berulang-ulang sehingga lebih ekonomis
Kerugian:
- Untuk membuat pola dibutuhkan tenaga yang berpengalaman karena kemungkinan
terjadinya kesalahan dalam pengerjaan lebih tinggi

4. Pola Cetakan Sapuan


Dalam hal ini bentuk dari coran silinder atau bentuk benda putar. Alat ini dibuat
dari pelat dengan sebuah penggeret dan pemutar pada bagian tengahnya. Pembuatan
cetakan dilakukan dengan memutar penggeret di sekeliling pemutar.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
91

Gambar 3.9 Pola Cetakan Sapuan


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:58)

Keuntungan:
- Harga untuk membuat pola relatif lebih murah
- Bentuk pola relatif sederhana
Kerugian:
- Harus penuh ketelitian pada pembuatan pola dan dalam pembuatan membuat
penggeret
- Tidak semua benda kerja dapat dilakukan pola cetakan sapuan dan benda kerja harus
berbentuk silinder.

5. Pola Penggeret Dengan Penuntun


Digunakan untuk pipa lurus atau pipa lengkung yang penampangnya tidak berubah.
Penuntun dibuat dari kayu dan pembuatan cetakan dilakukan dengan menggerakan
penggerek sepanjang penuntun.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
92

Gambar 3.10 Pola Penggeret dengan Penuntun


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:58)

Keuntungan:
- Harga pola tidak mahal
- Bagus untuk pola melengkung
- Mempermudah membuat produk yang mempunyai rongga
Kerugian:
- Pembuatan cetakan membutuhkan waktu yang lama dibandingkan cetakan biasa
dengan pola tunggal
- Pembuatan desain pola lebih sulit
- Hanya dapat dugunakan untuk benda dengan luas penampang yang tetap

6. Pola Penggeret Dengan Rangka Cetak


Pola dapat ditukar serta konsentris. Pola dengan kedua ujung dari penggeret
mempunyai poros. Pembentukan cetakan dilakukan dengan mengayunkan penggeret
disekeliling porosnya.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
93

Gambar 3.11 Pola Penggeret dengan Rangka Cetak


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:59)

Keuntungan:
- Biaya pembuatan pola tidak terlalu tinggi
- Design pola lebih mudah
Kerugian:
- Cetakan yang di hasilkan memiliki kemungkinan tidak sesuai dimensi
- Pembuatan pola harus lebih teliti
- Penggeretan lebih berat pada benda kerja dengan dimensi besar

7. Pola Kerangka A
Pola ini dibuat dengan meletakkan pelat dasar dan membuat pelat dudukan
penuntun diatasnya dan mengikat pelat - pelat untuk menahan pasir antara setiap
penuntun. Pasir ditimbunkan diatasnya dan disapu oleh penggeret untuk membuat
permukaan kelengkungan yang kontinyu.

Gambar 3.12 Pola Kerangka A


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:59)

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
94

Keuntungan:
- Cocok untuk bentuk dengan lengkung yang berbeda – beda
- Cetakan pasir memiliki kemungkinan kecil untuk rusak
- Cocok untuk membuat benda dengan dimensi yang besar
Kerugian:
- Lamanya pembuatan cetakan menjadi bertambah
- Pembuatan cetakan jadi lebih sulit karena memerlukan plat penahan yang banyak
- Hanya dipakai untuk jumlah produksi kecil

8. Pola Kerangka B
Pola ini dibuat dengan meletakkan pelat ukur pola, permukaan pisah dan diatasnya
diletakkan pengukur - pengukur dari ketebalan yang sama seperti dudukan coran dan
mempertemukan pengukur - pengukur lain yang mempunyai ketebalan serupa sehingga
menjadi kerangka berbentuk sangkar. Pada pembuatan cetakan, pasir ditimbun dan
dipadatkan sampai batas luar dan kertas direkatkan diatasnya, sehingga menjadi seperti
pola tunggal atau pola belahan. Kemudian rangka cetak dipasang dan pasir ditimbun
serta dipadatkan di sekelilingnya kemudian cetakan dibalik sehingga permukaan pisah
berada di atas. Pasir dikikis sampai ke tepi dalam dari pengukur untuk dijadikan bentuk
dari kotak inti, selanjutnya kertas direkatkan pada permukaan dalamnya. Inti dibentuk
di dalamnya kemudian diambil dan pola rangka diambil dari cetakan.

Gambar 3.13 Pola Kerangka B


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:59)

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
95

Keuntungan:
- Cocok untuk bentuk dengan lengkungan yang berbeda – beda
- Dapat digunakan untuk cetakan yang kecil maupun tipis
- Harga pembuatan pola lebih murah dari pola biasa
Kerugian:
- Pembuatan pola memerlukan waktu yang lama
- Hanya dipakai untuk jumlah produksi kecil
- Pembuatan cetakan jadi lebih sulit karena memerlukan plat penahan yang banyak

3.2.1.3. Bahan Pola

Tabel 3.1
Karakteristik dari Bahan Pola
RATING
Karakterisrik
Kayu Alumunium Besi Plastik Besi Tuang
Kemampumesinan E G F G G
Ketahanan aus P G E F E
Kekuatan F G E G G
Berat E G P G P
Kemampuan untuk E P G F G
diperbaiki
Ketahanan terdahap
Korosi E E P P P
Pembengkakan P E E E E
Sumber: Kalpakjian (1989:303)

Keterangan:
E = Excellent
G = Good
F = Fair
P = Poor

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
96

Bahan untuk pembuatan pola adalah:


1. Kayu
• Keuntungan:
- Tersedia banyak dan murah
- Mudah dibentuk
- Penanganan mudah karena ringan
- Tahan korosi
- Mudah diperbaiki jika rusak
• Kerugian:
- Karena mudah lembab, bentuknya mudah terdeformasi
- Tidak tahan lama
- Tempat penyimpanan harus kering
2. Aluminium
• Keuntungan:
- Tahan korosi
- Tahan aus
- Memiliki kekuatan yang baik
- Tahan pembengkakan (swelling)
• Kerugian:
- Sulit diperbaiki jika rusak
- Biaya permesinan mahal
3. Baja
• Keuntungan:
- Tidak mudah terjadi deformasi
- Tahan aus
- Tahan suhu tinggi
- Mempunyai kekuatan yang baik
• Kerugian:
- Berat
- Mudah terkena korosi

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
97

4. Plastik
• Keuntungan:
- Tahan pembengkakan (swelling)
- Tahan korosi
• Kerugian
- Tidak tahan guncangan
- Dibutuhkan pelapisan logam tipis untuk menahan penumbukan yang keras
- Tidah tahan terhadap suhu tinggi
5. Besi Cor
• Keuntungan:
- Tahan pembengkakan (swelling)
- Memiliki kekuatan yang baik
- Tahan aus
• Kerugian
- Mudah terkena korosi
- Berat
Jadi pola yang paling baik digunakan adalah kayu. Dikarenakan kayu memiliki
mampu permesinan yang sangat baik, berat yang paling ringan, kemampuan untuk
diperbaiki yang tinggi, dan ketahanan korosi yang sangat baik.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
98

3.2.1.4. Perencanaan Pembuatan Pola


a. Penentuan Cope dan Drag
Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pembuatan pola adalah
menentukan cope dan drag dan permukaan pisah yang merupakan hal yang paling
utama untuk menghasilkan coran yang baik. Ketentuan yang harus dipenuhi adalah:
1. Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan, permukaan pisah harus satu bidang,
dan pada dasar cope dibuat agak dangkal.
2. Penempatan inti harus mudah. Tempat inti dalam cetakan utama harus ditentukan
secara teliti.
3. Sistem saluran harus dibuat sesempurna mungkin untuk membuat ukuran logam
yang optimum.
4. Terlalu banyak permukaan pisah akan mengambil banyak waktu dalam proses
pembuatan yang menyebabkan terjadi tonjolan sehingga pembuatan pola menjadi
mahal. (Surdia dan Chijiwa, 2013:51)

b. Penentuan Tambahan Penyusutan


Karena coran menyusut pada waktu pembekuan dan pendinginan, maka pembuatan
pola perlu menggunakan toleransi sudut yang telah diperbesar sebelumnya sebanyak
tambahan penyusutan pada ukuran pola. Besarnya penyusutan sering tidak konstan. Hal
ini dipengaruhi oleh bahan coran, bentuk, tempat masuk coran, atau ukuran dan
kekuatan inti. (Surdia dan Chijiwa, 2013:51). Harga - harga untuk tambahan penyusutan
diberikan pada tabel berikut.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
99

Tabel 3.2
Toleransi Penyusutan
Casting alloys Pattern Type of Section Contract in/ft
dimension Construction thickness in
Gray Cast Iron Up to 24 in Open contruction ...................... 1⁄
8
From 25 to 48 in Open contruction ...................... 1⁄
10
Over 48 in Open contruction ...................... 1⁄
12
Up to 24 in Cored contruction ...................... 1⁄
8
From 25 to 36 in Cored contruction ...................... 1⁄
10
Over 36 in Cored contruction ...................... 1⁄
12
Cast steel Up to 24 in Open contruction ...................... 1⁄
4
From 25 to 72 in Open contruction ...................... 3⁄
16
Over 72 in Open contruction ...................... 3⁄
32
Up to 18 in Cored contruction ...................... 1⁄
4
From 19 to 48 in Cored contruction ...................... 3⁄
16
From 49 to 66 in Cored contruction ...................... 3⁄
32
Over 66 in Cored contruction ...................... 1⁄
8
Malleable cast ............................ ............................ 1⁄ 11⁄
16 64
iron 1⁄ 5⁄
8 32
3⁄ 10⁄
16 128
1⁄ 8⁄
8 64
3⁄ 1⁄
8 8
1⁄ 7⁄
8 64
1⁄ 3⁄
8 32
1⁄ 5⁄
4 64
1⁄ 5⁄
8 64
1 1⁄
32
Aluminum Up to 48 in. Open contruction ........................ 5⁄
32
49 to 72 in. Open contruction ........................ 5⁄
64
Over 72 in. Open contruction ........................ 1⁄
8
Up to 24 in. Cored contruction ........................ 5⁄
32
From 25 to 48 in. Cored contruction ........................ 1⁄ − 1⁄
8 16
Over 48 in. Cored contruction ........................ 9⁄ − 1⁄
64 8
Magnesium Up to 48 in. Open contruction ........................ 11⁄
16
Over 48 in. Open contruction ........................ 5⁄
32
Up to 24 in. Cored contruction ........................ 5⁄
32
Over 24 in. Cored contruction ........................ 5⁄ − 1⁄
32 8
Brass ............................ ............................ ........................ 3⁄
16
Bronze ............................ ............................ ........................ 1⁄ − 1⁄
8 16
Sumber: Heine (1976:16)

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
100

c. Penentuan Tambahan Penyelesaian Mesin


Tempat dimana coran memerlukan penyelesaian mesin harus dibuat dengan
kelebihan tebal seperlunya. Kelebihan tebalnya berbeda menurut bahan, ukuran, arah
cope dan drag, serta pekerjaan mekanis. Harga - harga yang bisa untuk tambahan
penyelesaian mesin seperti tabel dibawah ini:

Tabel 3.3
Toleransi Permesinan
Casting alloys Pattern size Bore, in Finish,in
Cast iron Up to 12 in. 1⁄ 3⁄
8 32
13 to 24 in. 3⁄ 1⁄
16 8
25 to 42 in. 1⁄ 3⁄
4 16
43 to 60 in. 5⁄ 1⁄
16 4
61 to 80 in. 1⁄ 8⁄
8 16
81 to 120 in. 7⁄ 2⁄
16 8
Over 120 in. Special instruction Special instruction
Cast steel Up to 12 in. 1⁄ 1⁄
16 8
13 to 24 in. 1⁄ 3⁄
4 16
26 to 42 in. 3⁄ 3⁄
16 16
43 to 60 in. 1⁄ 1⁄
8 8
61 to 80 in. 1⁄ 7⁄
2 16
81 to 120 in. 3⁄ 1⁄
8 2
Over 120 in. Special instruction Special instruction
Malleable iron Up to 6 in. 1⁄ 1⁄
16 16
6 to 9 in. 3⁄ 1⁄
32 16
9 to 12 in. 3⁄ 3⁄
32 32
12 to 24 in. 3⁄ 1⁄
32 8
24 to 35 in. 3⁄ 3⁄
16 16
Over 36 in. Special instruction Special instruction
Brass, bronze, and Up to 12 in. 3⁄ 1⁄
32 16
aluminum-alloy 13 to 24 in. 3⁄ 1⁄
16 8
castings 25 to 36 in. 3⁄ 5⁄
16 32
Over 36 in. Special instruction Special instruction
Sumber: Heine (1976:17)

d. Kemiringan Pola
Permukaan yang tegak pada pola dimiringkan dari permukaan pisah agar
memudahkan pengangkatan pola dari cetakan. Sebagai contoh pada kayu membutuhkan
kemiringan 1/30 sampai 1/100.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
101

Gambar 3.14 Contoh Kemiringan Pola


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:53)

3.2.2. Sistem Saluran


3.2.2.1. Pengertian
Sistem saluran adalah jalan masuk bagi cairan logam yang dituangkan ke dalam rongga
cetakan. Tiap bagian diberi nama, dari mulai cawan tuang dimana logam cair dituangkan
dari ladel, sampai saluran masuk ke dalam rongga cetakan.
(Surdia dan Chijiwa, 2013:65)

3.2.2.2. Bagian - bagian Sistem Saluran

Gambar 3.15 Sistem Saluran


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:65)

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
102

a. Cawan Tuang (Pourin Basin)


Logam cair yang berasal dari tungku pemanas biasanya dituangkan melalui pourin
basin yang terletak dibagian atas cetakan. Tujuan utama dari pourin basin adalah untuk
membentuk aliran yang tepat dan secepat mungkin untuk logam seperti aluminium dan
magnesium yang bereaksi cepat bila terkena udara. Hal itu dimungkinkan untuk
membuat pourin basin yang terbentuk dari inti pasir kering atau besi cor diatas sprue
yang berfungsi untuk menuang. Beberapa tipe dari pourin basin dapat dilihat digambar.
(Jain 1976:126)

Gambar 3.16 Cawan Tuang


Sumber: Jain (2003:126)

b. Saluran Turun (Sprue)


Secara umum dibuat lurus dan tegak dengan irisan berupa lingkaran. Kadang -
kadang dibuat mengenai ke bawah. Saluran lurus dan tegak dipakai bila menginginkan
pengikisan yang cepat dan lancar serta yang dibuat mengecil digunakan untuk
penahanan kotoran yang sebanyak - banyaknya. Selain itu bentuk sprue dibuat tirus
tujuannya untuk mempercepat aliran logam cair, mengurangi tekanan, membuat aliran
terfokus dan mengurangi pembekuan cepat. Pada perhitungan sprue ada 2 persamaan,
yaitu choke area dan kontinuitas. (Surdia dan Chijiwa, 2013:66)
• Choke Area
Adalah bagian terkecil dari saluran masuk, mengontrol laju aliran kedalam
rongga cetakan dan juga mengontrol waktu penuangan. Fungsi choke area untuk
menghitung luas sprue bawah.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
103

Tabel 3.4
Nilai konstan (b) untuk ketebalan Casting berbeda
Ketebalan Dinding Di bawah 6 mm Antara 6-12 mm Di atas 12 mm

Konstanta b 0.99 0.87 0.47


Sumber: Victor Anjo (2013)

𝑅 = 𝑏√𝑚 ............................................................................................................... (3-1)


𝑅
𝑅𝑎 = 𝐾 .𝐶 ................................................................................................................ (3-2)
𝑚
𝑡= ..................................................................................................................... (3-3)
𝑅𝑎
𝑚
A = d x t x c√2 x g 𝑥 ℎ ................................................................................................. (3-4)

Dengan :
R = pouring rate (kg/s)
A = choke area
m = massa yang dituang (kg)
Ra = pouring rate yang disesuaikan (kg/s)
K = fluiditas logam
C = Efek gesekan dengan nilai 0,85 – 0,90 untuk sprue yang meruncing dalam sistem
m3 gating
d = massa jenis logam (kg⁄m3 )
t = waktu penuangan (s)
c = faktor efisiensi

g = percepatan gravitasi (m⁄s2 )

h = tinggi sprue efektif (m)

• Persamaan Kontinuitas
Digunakan untuk menghitung laju aliran dan nantinya dapat mengetahui
dimensi sprue bagian atas.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
104

Q = Aatas Vatas = Abawah Vbawah ............................................................... (3-5)


√2 x g x hatas x Aatas = √2 x g x hbawah x Abawah ............................................. (3-6)
hatas
Abawah = √h x Aatas ............................................................. (3-7)
bawah

dengan :
Q : Kecepatan aliran volume
Aatas : Luas penampang bagian atas coran
Vatas : Kecepatan aliran
Abawah : Luas penampang bagian bawah coran
Vbawah : Kecepatan aliran

Gambar 3.17 Saluran Turun


Sumber: Jain (2003:127)

c. Saluran Pengalir (Runner)


Saluran pengalir biasanya memiliki irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran
sebab irisan demikian mudah dibuat pada permukaan pisah, lagi pula pengalir
mempunyai luas permukaan yang terkecil untuk satu luas irisan tertentu, sehingga lebih
melambatkan pendinnginan logam cair. Tetapi kalau terlalu besar tidak ekonomis.
Karena itu ukuran yang cocok harus dipilih sesuai dengan panjangnya. (Surdia dan
Chijiwa, 2013:67)
Pada kebanyakan pengecoran, logam cair biasanya dibawa dari sprue menuju
beberapa In-Gates di sekeliling cetakan yang disebut dengan runner. Ketika cetakan
mempunyai lebih dari satu rongga, pintu masuk yang menghasil atau memasok logam

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
105

disebut dengan runner, dan cabang – cabang dari runner ke rongga cetakan masing –
masingnya tersambung dengan In-Gate. Biasanya juga runner berada dalam drag, tapi
terkadang berada pada cope, tergantung pada bentuk dari cetakan. Runner harus efisien
untuk mengurangi aspirasi dan turbulent. (Jain 1976:128)

Gambar 3.18 Saluran Pengalir


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:67)

d. Saluran Masuk (Ingate)


Sedangkan ingate adalah saluran yang mengaliri logam cair dari pengalir kedalam
rongga cetakan. Dibuat dengan irisan yang lebih kecil daripada irisan pengalir agar
dapat mencegah kotoran masuk, biasanya berbentuk bujur sangkar atau trapesium,
segitiga, atau setengah lingkaran. Fungsi dari saluran masuk adalah mengalirkan logam
cair kedalam rongga cetakan. (Surdia dan Chijiwa, 2013:68)

Gambar 3.19 Saluran Masuk


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:68)

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
106

Sedangkan gating ratio adalah perbandingan luas potongan antara sprue bawah :
runner : ingate.

Tabel 3.5
Gating Ratio
Metal Ratio Ref.
Steel 1:2:1.5 19
1:3:3 19
1:1:07 19
1:2:2 20
Fin-gated 1:1:1 16
Gray cast iron 1:4:4 6
Pressurised system 1:1.3:1.1 22
Ductile iron, dry-sand 10:9:3 11
molds
Shell-molded, vertical 1:2:2 3
pouring
Pressure system 4:2:2 18
Reverse shoke 1.2:1:2 18
Aluminum: 1:2:4 15
Pressurised system 1:2:1 17
Unpressurised system 1:3:3 17,20
Brass 1:1:1-1:1:3 31
*With enlarge rate is runner verying from 3 to 6
Sumber: Heine (1976:224)

e. Saluran Penambah (Riser)


Saluran yang memberi logam cair yang akan mengimbangi penyusutan dalam
pembekuan dari coran sehingga harus membeku awal dari coran. Fungsi dari saluran
penambah adalah untuk mengisi ukuran yang tidak terisi logam cair dikarenakan
penyusutan. (Surdia dan Chijiwa, 2013:77)

• Hukum Chorinov

T𝑅𝑖𝑠𝑒𝑟 = 1,25 TProduk .................................................................................... (3-8)


2 2
V V
( 1⁄A ) 𝑅𝑖𝑠𝑒𝑟 = 1,25 ( 2⁄A ) ................................................................. (3-9)
1 2

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
107

Dengan :
V1 = volume riser
A1 = luas riser
V2 = volume produk
A2 = luas produk
Sumber: De Garmo (1997:354)

Gambar 3.20 Tipe riser


Sumber: Heine (1976:244)

f. Dam dan Trap


Dalam logam cair dalam pengalir masih ditemukan kotoran yang terapung pada
permukaan, sehingga harus dipertimbangkan untuk membuang kotoran tersebut, yaitu
melalui Dam. Fungsi Dam adalah untuk menampung dan mencegah kotoran dengan
jenis dari logam.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
108

Gambar 3.21 Dam


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:65)

Sedangkan trap biasanya untuk menampung atau membuang kotoran dengan berat
jenis lebih kecil dari logam cair sehingga mempunyai fungsi untuk menjebak kotoran
dengan berat jenis lebih kecil dari logam cair.

Gambar 3.22 Trap


Sumber: Irawan (2013:23)

g. Core Making
Core making adalah pembuatan cetakan inti yang diletakan secara vertikal di
cetakan untuk pembuatan lubang atau rongga didalam cetakan yang terbuat dari pasir
khusus. (Surdia dan Chijiwa, 2013:68). Macam-macam core making antara lain:

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
109

• Green Sand Molding


Green sand molding dapat didefinisikan sebagai inti atau core yang dibentuk
oleh pola itu sendiri. Green sand core merupakan salah satu bagian dari cetakan.
Green sand core dibuat dari pasir sisa cetakan yang sudah dibuat dengan
menambahkan pengikat.
Kelebihan :
- Banyak digunakan karena mudah dibuat
Kekurangan :
- Cetakan mudah hancur
- Mudah bereaksi
• CO2 Process
Cetakan dan inti dapat dibuat menggunakan pasir yang ditambahkan 3% - 7%
sodium silikat. Pasir dicampur dengan larutan sodium silikat sesuai dengan standar
muller. Campuran pasir dan larutan sodium silikat masih bersifat mampu bentuk,
namun ketika campuran dikenai hembusan gas CO2 maka campuran seketika akan
mengeras. Reaksi pengerasan pada cara CO2 dijelaskan pada reaksi berikut :
Na2O.SiO2. xH2O + CO2 Na2CO3. xH2O + SiO2
Gambar 3.23 menunjukkan garis besar pembuatan cetakan dengan cara CO2
(1) Pasir dipadatkan ke dalam kotak inti dan lubang angin dibuat dengan
mempergunakan jarum-jarum.
(2) Kotak ini ditutup dan jarum-jarum ditarik sehingga terjadi lubang-lubang.
(3) Gas CO2 dialirkan melalui lubang-lubang itu.
(4) Keluarkan inti itu dari kotak inti.
(Surdia dan Chijiwa, 2013:125)

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
110

Gambar 3.23 Proses Pembuatan Inti dengan CO2


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:126)

Syarat core making :


1. Kekuatan yang memadai untuk operasional core making
2. Kuat dan keras
3. Kekuatan yang memadai, core setting, dan retensi akurasi dimensi
4. Ketahanan reaksi terhadap logam cair, erosi, peleburan, thermal shock dan
kemampuan untuk melepaskan gas
5. Mudah terlepas dari logam

Gambar 3.24 Core Prints dan Chaplets


Sumber: Kalpakjian (2009:265)

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
111

3.2.2.3. Macam - macam Sistem Saluran


1. Saluran Langsung
Saluran Langsung adalah saluran tegak yang terbuka langsung pada bagian atas
rongga. Aliran logam cair yang dituangkan akan mengganggu logam cair yang mengisi
rongga cetakan terlebih dahulu. (Surdia dan Chijiwa, 2013:69).
Keuntungan:
- Lebih ekonomis
- Sering digunakan karena mudah dibuat dan pendek.
Kerugian:
- Banyak terdapat cacat.

Gambar 3.25 Saluran Langsung


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:69)

2. Saluran Bawah
Saluran yang mempunyai saluran masuk bagian bawah dari rongga cetakan.
Karena itu mempunyai saluran turun tegak yang panjang disambung dengan pengalir
dan saluran masuk dibuat untuk membelokkan aliran logam. Dibutuhkan penuangan
cepat agar tidak terjadi misrun pada system saluran.
Keuntungan:
- Mengurangi cacat coran.
Kerugian:
- Diperlukan tenaga yang berpengalaman dalam proses penuangan.
- Pembentukan pola lebih rumit.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
112

Gambar 3.26 Saluran Bawah


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:69)

3. Saluran Pensil
Adalah sistem saluran dimana logam cair dijatuhkan ke bawah melalui beberapa
lubang pada dasar dari cawan tuang. Sistem saluran ini cocok untuk coran yang panjang
dan tipis seperti pipa. Saluran pensil dipasang diujung atas dari cetakan pipa tegak dan
logam dituang, maka cetakan diisi secara merata dari bawah dan akan didapat pipa yang
baik.
Keuntungan:
- Waktu penuangan lebih cepat
- Cocok untuk coran panjang dan tipis seperti pipa
Kerugian:
- Pembuatan saluran ini relatif sulit dan rumit.
- Hanya untuk benda simetris

Gambar 3.27 Saluran Pensil


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:69)

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
113

4. Saluran Bertingkat
Mempunyai saluran turun yang dihubungkan dengan beberapa saluran masuk.
Logam cair mengalir ke dalam rongga dari saluran masuk yang terbawah, dan kemudian
dari saluran masuk kedua berikutnya, dari saluran ketiga dan seterusnya.
Keuntungan:
- Logam cair lebih cepat mengisi cetakan karena memiliki banyak saluran masuk.
- Kemungkinan cacat sedikit
- Aliran lebih laminer
Kerugian:
- Pembuatan cetakan yang rumit serta saluran jadi semakin panjang.

Gambar 3.28 Saluran Bertingkat


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:70)

5. Saluran Terompet
Saluran yang memiliki saluran alirnya berbentuk terompet dan ujungnya berada
didasar rongga cetakan drag.
Keuntungan:
- Logam cair akan masuk dan mengisi rongga pada cetakan lebih merata.
Kerugian:
- Cocok untuk benda - benda yang berbentuk pejal.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
114

Gambar 3.29 Saluran Terompet


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986:67)

6. Saluran Cincin
Saluran yang dibuat dari saluran dimana runner mengelilingi pola cetakan.
Biasanya dipakai dengan model saluran bawah.

Keuntungan:
- Logam cair akan masuk dan mengisi rongga pada cetakan secara merata.
- Hasil coran padat dan dapat mengurangi cacat
- Solidifikasi lebih merata
- Aliran laminer
Kerugian:
- Proses pembuatannya panjang dan rumit.
- Butuh kecepatan penuangan yang tinggi.
- Pencabutan pola sulit

Gambar 3.30 Saluran Cincin


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:69)

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
115

7. Saluran Pisah
Mempunyai saluran masuk pada permukaan pisah dari cetakan, dimana logam cair
dijatuhkan ke dalam rongga cetakan.
Keuntungan :
- Pencabutan saluran mudah
- Tidak terlalu banyak menggunakan rancangan dan relatif mudah pembuatannya
Kerugian :
- Temperatur pmaterial yang dituangkan harus tinggi dan kecepatan penuangan juga
harus cepat.

Gambar 3.31 Saluran Pisah


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:69)

8. Saluran Baji
Saluran baji dibuat seperti celah pada bagian atas coran. Saluran ini mempunyai
dua saluran masuk yang bertujuan untuk menghasilkan coran dengan ketebalan sama.
Keuntungan :
- Dalam sekali tuang dapat dihasilkan coran lebih dari satu dengan ukuran yang sama
besar. Karena mengisi dua buah pola dibutuhkan satu saluran masuk.
Kerugian :
- Kecepatan penuangan harus tinggi karena hanya ada satu saluran masuk untuk
beberapa cetakan yang harus diisi.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
116

Gambar 3.32 Saluran Baji


Sumber : Surdia dan Chijiwa (2013:70)

3.2.3. Pelapis
Pelapis adalah suatu lapisan yang diberikan pada permukaan cetakan dengan tujuan
tertentu sebelum logam cair dituangkan ke dalam cetakan.

3.2.3.1. Fungsi Pelapis


a. Mencegah fusi dan penetrasi logam.
b. Mendapatkan permukaan coran yang halus.
c. Membuang pasir inti dan pasir cetak dengan mudah saat pembongkaran.
d. Menghilangkan cacat - cacat akibat pasir, misal metal penetration.
(Surdia dan Chijiwa, 2013:73)

3.2.3.2. Syarat Pelapis


Syarat pelapis yaitu:
a. Tahan panas untuk dapat menerima temperatur penuangan.
b. Pelapis setelah kering harus cukup kuat, tidak rusak karena logam cair.
c. Tebal pelapis yang cukup agar dapat mencegah penetrasi logam.
d. Gas yang ditimbulkan harus lebih sedikit.
Sumber: Surdia dan Chijiwa (2013:106)

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
117

3.2.3.3. Bahan Pelapis


Pelapis dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Lapisan cetakan untuk cetakan pasir basah.
Untuk pelapis cetakan pasir basah dipakai grafit, bubuk mika, atau talek yang
murni. Bahan ini ditaburkan atau dicatkan dengan kuas pada permukaan cetakan basah.
Cara pelapisan adalah sebagai berikut:
a. Dalam hal penaburan, bubuk yang dimasukkan dalam kantong kain katun, pertama
harus ditaburkan pada permukaan bidang cetakan yang tegak.
b. Dalam hal pengecatan, bubuk pada ujung kuas dicatkan pada permukaan tegak dari
bawah ke atas.
c. Bubuk cenderung untuk menumpuk di dasar rongga, maka dari itu harus disapu atau
ditiup keluar.
2. Lapisan cetakan untuk pasir kering.
Untuk lapisan cetakan kering dipakai bahan - bahan berikut:
A. Bubuk grafit / arang. Jika temperatur penuangan dibawah 1350°C dalam hal ini
harus dijaga agar mencegah busa dan gelembung - gelembung karena zat pengikat.
Seperti dengan mengambil komposisi berikut:
a. Campuran grafit 100% (grafit kerak 0-40%; Grafit tanah 100-60%); Bentonit
10-20% (atau lempung tahan api 20-40%)
b. Campuran grafit 100% (grafit kerak 20-50%; Grafit tanah atau jelaga kokas
80-50%); Bentonit 10-20% (atau lempung tahan api 20-40%)
Dalam hal penggunaan lempung tahan api, dicampur gula tetes 2-5 atau lignin asam
sulfonat kurang dari 2 untuk tiap campuran grafit 100.
B. Untuk lapisan cetakan yang mengalami temperatur penuangan 1350°C harus dipilih
bahan yang mempunyai sedikit perubahan. Sifat pada temperatur tinggi. Contoh:
a. Campuran grafit 100% (grafit kerak 90-80% atau jelaga kokas 20%); Bentonit
10-20%.
b. Grafit kerak 100%, Amonium khlorida 0.5, Bentonit 10-20%.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
118

Kadar air lebih dari pelapis 100-200% dari campuran pelapis untuk tiap pelapis
cetakan. Tetapi lebih baik kadar air yang lebih banyak kalau dipakai grafit kerak dan
bentonit, sedangkan penurunan kadar air lebih baik untuk grafit tanah dan lempung tahan
api.
Pelapisan cetakan pasir kering dilakukan sebagai berikut :
1. Periksa konsentrasi cat pelapis sebelum pelapisan.
2. Pelapisan dilakukan sebelum pengeringan bagi cetakan yang akan dikeringkan satu
kali, dan setelah pengeringan pertama bagi cetakan yang akan dikeringkan dua kali.
3. Pelapisan dilakukan dengan penyemprotan atau pengecatan.
4. Pelapisan pada tegak dilakukan dengan menyapu dari bawah keatas.
5. Dalam hal pelapisan cetakan yang sudah kering, cetakan lebih baik dibasahi dulu
dengan air dicampur lempung
6. Setelah penyemprotan atau pengecatan, lapisan cetakan dihaluskan dengan spatula,
kalau perlu.
7. Perlu diketahui bahwa lapisan cetakan dapat rontok pada waktu penuangan, hal ini
bisa terjadi jika cat pelapis dicatkan lagi pada permukaan cetakan yang telah dilapisi
dan dikeringkan.
(Surdia dan Chijiwa, 2013 : 106)

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
119

3.3 Desain Kerja


3.3.1 Desain Benda Kerja (Motorcycle triple tree)
( Terlampir )

3.3.2 Desain Cope dan Drag


( Terlampir )

3.3.3 Desain Pola


Untuk desain pola kelompok kami dapat dilihat pada Gambar 3.35 dibawah sebagai
berikut:

Gambar 3.33 Desain pola

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
120

Tabel 3.6
Dimensi Benda Kerja dan Toleransi
Dimensi Asli Toleransi Toleransi Toleransi
Dimensi
No. Benda Kerja Penyusutan Permesinan Permesinan
Akhir (mm)
(mm) (mm) Finishing (mm) Bore In (mm)
A 20 0,26 1,266 21,527
B 26 0,339 0 2,469 23,192
C 10 0,13 0,633 0 10,763
D 90 1,172 5,698 0 96,87
E 10 0,13 0,633 0 10,763
F 30 0,391 1,899 0 32,29
G 25 0,326 1,583 0 26,908
H 8 0,104 0,507 0 8,611
I 23 0,299 1,456 0 24,756
J 8 0,104 0,507 0 8,611
K 3 0,039 0,1899 0 3,229

1. Perhitungan Toleransi Penyusutan


𝑥 5 𝑖𝑛𝑐ℎ 127 𝑚𝑚
= =
𝑦 32 𝑓𝑒𝑒𝑡 9753.6 𝑚𝑚
Untuk setiap 32 feet = 9753.6 mm memerlukan jumlah toleransi penyusutan
sebesar 5 inch = 127 mm.
𝑋 5 𝑖𝑛𝑐ℎ 127 𝑚𝑚
20 mm → 20 mm x 𝑌 = 20 𝑚𝑚 32 𝑓𝑒𝑒𝑡 = 20 𝑚𝑚 = 0,26 mm
9753.6 𝑚𝑚

2. Perhitungan Toleransi Permesinan


a. Untuk finishing
𝑥 1 𝑖𝑛𝑐ℎ 25.4 𝑚𝑚
= =
𝑦 16 𝑖𝑛𝑐ℎ 406.4 𝑚𝑚
Untuk setiap 16 inch = 406.4 mm memerlukan jumlah toleransi permesinan
sebesar 1 inch = 25.4 mm.
𝑋 1 𝑖𝑛𝑐ℎ 25.4 𝑚𝑚
(20+0,26)mm → 20,26 mm x 𝑌 = 20,26 𝑚𝑚 16 𝑖𝑛𝑐ℎ = 20,26 𝑚𝑚 406.4 𝑚𝑚

= 1,267 mm

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
121

b. Untuk boring
𝑥 3 𝑖𝑛𝑐ℎ 76.2 𝑚𝑚
= =
𝑦 32 𝑖𝑛𝑐ℎ 812.8 𝑚𝑚
Untuk setiap 32 inch = 812.8 mm memerlukan jumlah toleransi permesinan
sebesar 3 inch = 76.2 mm.
𝑋 3 𝑖𝑛𝑐ℎ 76.2 𝑚𝑚
25,661 mm → 25,661 mm x 𝑌 = 25,661 𝑚𝑚 32 𝑖𝑛𝑐ℎ = 25,661 𝑚𝑚 812.8 𝑚𝑚

= 2,405 mm
3. Dimensi Akhir
Dimensi Total = Dimensi Benda + Toleransi Penyusutan + Toleransi Permesinan
20 mm + 0,26 mm + 1,267 mm = 21,527 mm

3.3.4 Desain Sistem Saluran


Volume benda kerja (v) = 92686,9 mm3 = 92686,9 x 10-9m3
Massa jenis benda kerja (ρ) = 2700 kg/m3
Luas Permukaan benda kerja (A) = 20484,62 mm2
m =ρxv
= 2700 kg/m3 x 92686,9 x 10-9m3
= 0,25 kg
- Pouring Rate
R = b √𝑚
= 0,47 √0,25 kg
= 0,235 kg/s
𝑅
Ra = 𝐾.𝐶
0,235
Ra = 1.0,85

Ra = 0,276 kg/s

- Waktu Penuangan
𝑚
t = 𝑅𝑎
0,25 kg
t = 0,276 kg/s = 0,906 s

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
122

- Diameter sprue bawah


Tinggi sprue yang direncanakan (h2) = 100 mm = 10-1 m
𝑚
𝐴𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ =
𝜌 𝑥 𝑡 𝑥 𝐶 √2 𝑥 𝑔 𝑥 ℎ
0,25 kg
Abawah =
2700 kg/m3 x 0,906 s x 0,85 √2 x 9,81 m/s2 x 0,10 m

Abawah = 8,584x10-5 m2 = 85,84 mm2


Abawah = πr2
πr2 = 85,84 mm2
85,84
𝑟2 =√ mm2
π
= 5,229 mm
𝑑2 = 2 x 5,229 mm = 10,458 mm
- Diameter sprue atas
Tinggi pouring basin yang direncanakan (h1) = 30 mm = 0,03 m
ℎ𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ
Aatas = Abawah √ ℎ𝑎𝑡𝑎𝑠

Aatas 1000 mm
= 85,84 mm2 √ 300 mm

Aatas = 156,722 mm2


Aatas = πr12
156,722
r1 =√ mm2
π

r1 = 7,065 mm
d1 = 2 x 7,065 mm = 14,13 mm
- Ukuran Runner (Trapesium)
Gating Ratio = Sprue : Runner : Ingate = 1 : 3 : 3
Arunner = 3 x Abawah
= 3 x 85,84 mm2
= 257,52 mm2
Arunner = Atrapesium
Tinggi Runner yang direncanakan 25 mm dan Perbandingan a : b = 1: 2
257,52 mm2 = ½ (a + b) x t
2 x 257,52
25
=a+b

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
123

20,601 mm = a + b`
a = 6,867 mm
b = 13,734 mm

- Ukuran Ingate (Persegi)


Gating Ratio = Sprue : runner : Ingate = 1 : 3 : 3
Aingate = 3 x Abawah
= 3 x 85,84 mm2
= 257,52 mm2
Karena digunakan 2 ingate, maka luasan dibagi 2, menjadi:
Aper ingate = 257,52 mm2/ 2
Aingate = 128,76 mm2
128,76 mm2 = S2
S = 11,35 mm
- Diameter Riser
Tinggi riser yang direncanakan (t) = 35 mm
(𝑉𝐴)2 𝑅𝑖𝑠𝑒𝑟 = 1,25 (𝑉𝐴)2 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
𝜋𝑟 2 𝑡 92686,9mm3
(2𝜋𝑟(𝑟+𝑡))2 = 1,25 (20484,62mm2)2

𝜋𝑟𝑡 2 92686,9mm3
= 1,25 (20484,62mm2)2
2𝜋(𝑟+𝑡)

𝑟t
(𝑟+t )
= 2 x 1,251/2 (4,525mm)
r x 35 mm
= 10,12 mm
r +35 𝑚𝑚

35r mm = (r + 35 mm) x 10,12 mm


35r mm = (10,12r + 354,2) mm2
(35r – 10,12r) = 354,2 mm
24,88r = 354,2 mm
r = 14,24 mm
d = 28,48 mm
ARiser = πr2
= π (14,24 mm)2
= 636,72 mm2

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
124

Karena menggunakan riser maka:


ARiser = 636,72 / 2 mm2
= 318,36 mm2
πr2 = 318,36 mm2
r = (318,36/π)1/2
= 10,069
d = 20,138

3.3.5 Desain Cetakan Pasir


Untuk desain cetakan pasir kelompok kami dapat dilihat pada Gambar 3.36 dibawah
sebagai berikut:

Gambar 3.34 Desain Cetakan Pasir

3.4 Urutan Kerja Pembuatan Cetakan Pasir


3.4.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan utuk membuat cetakan pasir adalah:
1. Rangka Cetak (Cope dan Drag)
Alat ini digunakan sebagai tempat untuk membuat cetakan pasir.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
125

Cope

Drag

Gambar 3.35 Cope dan Drag


2. Pola
Alat ini digunakan untuk membuat bentuk/rongga cetakan benda kerja yang sudah
diberi penambahan toleransi.

Gambar 3.36 Pola Tampak Atas

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
126

Gambar 3.37 Pola Tampak Depan

Gambar 3.38 Pola Tampak Samping

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
127

3. Sistem Saluran dan Saluran Masuk


Alat ini digunakan sebagai tempat mengalirya logam cair dalam cetakan.

Pourin Basin

Sprue

Benda Kerja

Ingate

Runner

Dam

Riser

Gambar 3.39 Sistem Saluran dan Saluran Masuk

4. Papan Datar
Alat ini digunakan untuk tempat alas dalam membuat cetakan dan ketika proses
menumbuk hasil cetakan pasir lebih rata

Gambar 3.40 Papan Datar

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
128

5. Kamera
Alat ini digunakan sebagai dokumentasi.

Gambar 3.41 Kamera Ponsel

6. Mal Gambar
Alat ini digunakan untuk membantu dalam proses peletakan pola.

Gambar 3.42 Mal Gambar

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
129

7. Penggaris
Alat ini digunakan untuk meratakan permukaan pasir cetak di cetakan cope dan
drag.

Gambar 3.43 Penggaris

8. Palu dan Penumbuk


Alat ini digunakan untuk memadatkan pasir cetak di cetakan cope dan drag.

Gambar 3.44 Palu Penumbuk

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
130

9. Clamp pipa
Alat ini digunakan untuk mengunci section core pattern

Gambar 3.45 Clamp Pipa

10. Palu
Alat ini digunakan untuk mengeluarkan pola dari cetakan

Gambar 3.46 Palu

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
131

11. Paku
Alat ini digunakan untuk membantu mengeluarkan pola dari cetakan

Gambar 3.47 Paku

12. Lilin
Alat ini digunakan untuk membantu memudahkan pencabutan pin

Gambar 3.48 lilin

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
132

Bahan yang digunakan adalah pasir cetak dengan komposisi pasir silika, bentonit,
dan air serta:
1. Pasir silika halus

Gambar 3.49 Pasir Silika Halus

2. Grafit

Gambar 3.50 Grafit

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
133

3.4.2 Urutan Kerja


Langkah – langkah dalam pembuatan cetakan adalah :
1. Siapkan alat dan bahan seperti pasir 20 kg, bentonit 7%, dan air 5%
2. Aduk pasir cetak dengan komposisi tertentu dengan tangan agar campurannya merata.
3. Taburi pola dengan grafit secara merata
4. Letakkan mal gambar di atas papan datar, kemudian letakkan drag dalam posisi terbalik,
lalu letakkan pola sesuai dengan mal gambar.
5. Masukkan pasir cetak dan padatkan hingga rata dan padat memenuhi drag.
6. Ratakan permukaan pasir cetak bagian atas yang dibalik dengan penggaris.
7. Balik drag kemudian taburi dengan pasir silika halus agar permukaan pisah pada pasir
cetak tidak lengket, kemudian ratakan dengan kuas secara hati – hati.
8. Letakkan cope diatas drag, kemudian posisikan pola sesuai dengan pola sebelumnya.
9. Isi cope dengan pasir cetak, padatkan hingga cope terisi penuh lalu ratakan permukaan
dengan penggaris. Selama pemadatan jangan sampai pola berubah posisinya.
10.Setelah cope dan drag terisi penuh, angkat cope dari drag secara hati – hati, kemudian
cabut polanya. Apabila masih terjadi kerusakan, maka tempatkan kembali pola ke posisi
semula dan isi bagian-bagian yang rusak tersebut dengan pasir cetak.
11.Apabila pola telah selesai dicabut, letakkan kembali semua cope diatas drag, kemudian
cetakan yang sudah jadi tersebut letakkan ditempat yang aman dan datar.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
134

3.5 Studi Kasus dan Pemecahan Masalah


3.5.1 Studi Kasus
1. Permukaan Pasir Melebihi Drag
Tinggi pasir melebihi drag, sehingga permukaan tidak rata seperti yang terlihat pada
gambar 3.51.

Gambar 3.51 Permukaan Pasir Melebihi Drag

2. Cetakan Pola Miring


Cetakan pola yang miring dapat dilihat pada gambar 3.43.

Gambar 3.52 Cetakan pola bulat kecil miring

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
135

3. Pasir Rontok
Terjadi kerontokan pasir seperti pada bagian drag. Kerontokan tersebut dapat
dilihat pada gambar dibawah.

Gambar 3.53 Pasir yang rontok pada drag

3.5.2 Analisis
1. Permukaan Pasir Melebihi Drag
Tinggi pasir melebihi drag disebabkan karena pemadatan pasir yang terlalu kuat saat
pemadatan.
2. Pola Miring
Pola miring disebabkan pada saat pemadatan terlalu keras sehingga polanya bergeser
saat dipadatkan. Hal ini juga bisa terjadi karena pola tidak dipegangi dengan
baik/ditahan pada saat pengisian dan pemadatan pasir. Dan pola bisa saja tertutupi oleh
pasir.
3. Pasir Rontok
Komposisi antara pasir, bentonit, dan air yang kurang cocok (kadar air 5% dan kadar
pengikat 7%) dan pada pencampuran kurang merata menyebabkan kekuatan geser antar
pasir menjadi berkurang atau lemah, serta terjadi pemakanan saat pola cetakan diangkat.

3.5.3 Pemecahan Masalah

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
136

1. Permukaan Pasir Melebihi Drag


Pada saat melakukan pemadatan, memadatkan dengan secukupnya tidak terlalu kuat
2. Pola Miring
Pada saat pemadatan pola, pola harus berada pada titik setimbang mungkin bisa
dengan cara dipegangin, serta memastikan lubang tidak tertutup oleh pasir.
3. Pasir Rontok
Pada saat proses mengaduk campuran antara pasir, bentonit, dan air harus lebih lama
dan lebih merata sehingga kekuatan tarik antar pasirnya lebih merata. Komposisi pada
pasir cetak juga harus dipertimbangkan agar cacat pada saat pembuatan cetakan bisa
diminimalisir. Serta saat mengangkat pola dari cetakan harus lebih berhati hati.

3.6 Kesimpulan dan Saran

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
137

3.6.1 Kesimpulan
1. Permukaan pasir melebihi cope dan drag karena pada saat pemadatan pasir terlalu kuat
saat pemadatannya. Solusinya, memadatkan pasir dengan secukupnya.
2. Cavity miring disebabkan pada saat peletakan pola pertama pada drag, pola tidak
dipegangin sehingga berada di titik tidak setimbang dan bisa karena lubang tertutup oleh
pasir.
3. Pasir rontok disebabkan kekuatan geser antar pasir menjadi berkurang atau lemah, serta
terjadi pemakanan saat pola diangkat. Solusinya ialah pada saat proses mengaduk
campuran antara pasir, bentonit, dan air harusnya lebih lama dan lebih merata agar
campuran antara pasir, bentonit, dan air lebih merata, sehingga kekuatan tarik antar
pasirnya lebih kuat, dan berhati hati saat mengangkat pola.

3.6.2 Saran
1. Untuk laboratorium, sebaiknya memperbaiki atau memperbarui dari alat alat untuk
mengurangi resiko kesalahan pada saat pengambilan data.
2. Untuk praktikum online, dari kualitas video, audio, dan materi sudah cukup jelas.
3. Untuk asisten sudah cukup dalam pemberian penjelasan materi, hanya saja perlu
pemahaman antara praktikan dan asisten yang merata.
4. Untuk Praktikan, sebaiknya lebih banyak belajar dan mendalami materi agar
memperlancar proses asistensinya.

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya
138

Laboratorium Pengecoran Logam


Departemen Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Anda mungkin juga menyukai