Kelas : XI IPA 1
"Ini evaluasi yang penting dan berguna bagi kita semua. Daerah masih sangat
tergantung dengan transfer ke daerah. Provinsi 46,6% tergantung dana desa yang
ditransfer ke daerah. Kabupaten dan kota 66,4%. Di tingkat kabupaten dan kota
PAD nya lebih kecil hanya 6,6%. Sehingga menggambarkan ketimpangan dan
ketergantungan sangat besar," katanya di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Rabu
(6/12/2017).
Tak hanya itu, APBD selama ini lebih banyak digunakan untuk belanja pegawai.
37% anggaran daerah digunakan untuk belanja pegawai, sedangkan untuk belanja
modal hanya sekitar 20%. "Belanja modal di daerah pun sangat tergantung dari
transfer DAK (Dana Alokasi Khusus) fisik," imbuh dia.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini melanjutkan, desain belanja di daerah
pun sangat mengkhawatirkan. Betapa tidak, mereka membuat lebih dari 19.500
program hanya untuk satu tujuan, yaitu membuat masyarakat adil dan makmur.
"Kita bayangkan, baca sesuatu yang sedikit sudah pusing, apalagi ribuan. Kalau
tidak fokus ya tidak menghasilkan. Di tiap daerah harusnya bisa fokus. Sehingga
bisa menghasilkan. Jadi mengurangi berbagai macam program itu penting dan
fokus apa yang mau dicapai," tuturnya.
Selanjutnya, hingga saat ini masih ada 142 negara yang tidak menjalankan
mandatori untuk mengalokasikan 20% APBD untuk anggaran pendidikan. Selain
itu, masih ada 180 daerah yang juga belum mengalokasikan 10% APBD-nya di
bidang kesehatan, serta 302 negara yang belum mengalokasikan 25% APBD untuk
pembangunan infrastruktur.
"Dan APBD di kabupaten dan kota belum memenuhi dana desanya yaitu 34 daerah
yang harusnya 10%. Mandatori ini harus dikaji sehingga tidak hanya belanjanya
ditambah tapi kualitasnya juga harus diperhatikan. Saya minta kepada Dirjen untuk
melakukan evaluasi. Karena mandatori ini langsung berhubungan dengan
kepentingan masyarakat. Kalau tidak ikut mandatori, selain beri insentif kita juga
akan beri punishment," tegas mantan Menko bidang Perekonomian ini.
Jokowi Sentil Kebiasaan Pemda Endapkan
APBD di Bank
"Ini perlu saya ingatkan, biasanya daerah baik di kabupaten, kota, provinsi,
maupun pemerintah pusat itu mengeluarkan uang paling kebut-kebutan pada bulan-
bulan di akhir tahun. Itu sudah bertahun-tahun berjalan seperti itu. Kalau sudah
masuk November atau Desember grojog-grojogan uang. Bayar ini itu," katanya di
Grand Sahid Hotel, Jakarta, Kamis (27/7/2017).
"Harusnya dimulai pengaturannya pada bulan awal, misalnya uang muka di Januari
harus sudah keluar. Jangan kita memiliki budaya senang naro uang APBD kita di
bank dan idle selama berbulan-bulan. Sehingga peredaran uang jadi kering. Harus
kita bangun sebuah budaya kerja, uang APBD segera dikeluarkan. Jangan sampai
sudah ditransfer dari pusat DAU nya, tidak segera digunakan. Sehingga peredaran
uang di daerah menjadi sedikit dan tidak banyak," tandasnya.
Bangun Infrastruktur, Daerah Diminta Tak Lagi
Bergantung ke APBD
Terlebih lagi, belum lama ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga meminta
Pemda harus mendorong ekonomi dengan mendorong pembangunan infrastruktur.
"Karena menurut saya, tidak semua kepala daerah itu beruntung, kadang kebutuhan
mereka besar namun pendanaan kecil, karena itu dibutuhkan pendanaan dari
sumber lain," sambung Nurdin. Lanjut dia mengutarakan pernyataan Presiden
Jokowi saat itu memang mengarahkan daerah agar menjadi ramah investasi,
sehingga proyek infrastruktur yang tidak bisa dibiayai APBD, bisa digarap swasta.
Selain itu, pemerintah juga harus menciptakan kepastian dan menyambut baik
investor yang ingin berinvestasi.
"Dari Pemda juga semestinya bisa jadi birokrat yang melayani. Ini agar orang yang
mau berinvestasi, percaya menanamkan modalnya di daerah tersebut," pungkas
Nurdin.
Disindir Jokowi, Ahok Justru Gurui Menkeu
Soal APBD 2017
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok meminta Menteri
Keuangan Sri Mulyani untuk mengatur ulang arus kas ke daerah, khususnya untuk DKI Jakarta.
Dia meminta agar kas untuk DKI Jakarta tidak ditransfer pada awal tahun.
Hal ini menanggapi sindiran Presiden Jokowi yang menyatakan serapan anggaran APBD DKI
Jakarta masih minim. Sebanyak Rp13,9 triliun kas DKI masih mengendap di bank dan belum
berputar di masyarakat.
Ahok mengatakan, rendahnya serapan anggaran Jakarta terjadi lantaran proyek yang dikerjakan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak dibayar langsung di muka. Proyek tersebut baru dibayar
jika sudah selesai dikerjakan.
"Itu ada uang yang belum kami keluarkan karena memang proyek kan kalau belum jadi ya belum
dibayar. Tapi secara cash flow bagi hasil dari perusahaan, selalu bayarnya di ujung. Duit kami
masuk, bayar pajaknya juga bertahap," katanya di Hotel Sahid, Jakarta, Kamis (4/8/2016).
Karena itu, Ahok meminta agar Sri Mulyani tidak menyuntik kas DKI di awal tahun. Sebaliknya,
dana tersebut dikirim pada April setiap tahunnya sehingga bisa digunakan untuk kas di daerah
lain. Dengan mekanisme ini, Ahok yakin juga akan lebih mempermudah menteri keuangan
dalam mengatur keuangan di masing-masing daerah.
"Supaya APBN kita, pajak kita enggak langsung masuk. Supaya arus kas menteri keuangannya
enak diatur. DKI mungkin enggak usah disetor duluan," imbuh dia. Terlepas dari hal tersebut,
Ahok memastikan bahwa serapan anggaran DKI Jakarta jauh lebih baik dari periode
sebelumnya. Bahkan, hingga akhir tahun serapan anggaran bisa mencapai 90%. Pria asal
Belitung Timur ini menyebut Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (Silpa) daerahnya kini
semakin kecil.
"Silpa kami makin kecil sekarang, serapan anggaran juga makin besar sekitar 70%-an. Saya kira
sampai akhir tahun sampai 90%. DKI makin baik," tandasnya.
Djarot mengatakan, setiap ada perubahan dalam APBD Jakarta harus melalui
proses pembahasan antara eksekutif dan legislatif. Kemudian, setelah disepakati
adanya perubahan anggaran maka ada tiga password yang harus dimasukkan
secara bersamaan, yakni password gubernur, dinas terkait, dan DPRD DKI.
"Untuk DPRD juga ada password, tapi dia enggak bisa mengubah, hanya bisa
melihat ada cek dan ricek," papar Djarot.
"Karena semua yang memiliki Paswoord bisa melihat e-budgeting, tapi enggak
bisa mengubahnya. Yang punya password masing-masing SKPD, UKPD,
Bappeda, gubernur, dan wakil, DPRD DKI. Sehingga kalau ada penyempurnaan
namanya APBD Perubahan," ujar Djarot.
Selain itu, Djarot menambahkan, beberapa pihak sebagai pengawas sistem ini juga
tetap dapat memantau tanpa dapat mengubah anggaran. "Ini termasuk KPK, BPK,
termasuk PPATK akan memonitor transaksi keuangan," pungkas Djarot.