Anda di halaman 1dari 9

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SMP PADA MATERI GAYA DAN

GERAK MENGGUNAKAN FOUR-TIER TEST

A. Judul
Identifikasi Miskonsepsi Siswa SMP pada Materi Gaya dan Gerak
Menggunakan Four-Tier Test

B. Latar Belakang
Berbicara tentang fisika, tak lepas kaitannya dengan cabang ilmu sains
yang kerap berkaitan dengan kehidupan manusia. Karena jika dilihat dari
sifatnya, fisika merupakan ilmu sains dalam bentuk fisik, sehingga fisika
merupakan ilmu sains yang paling jelas dirasakan oleh manusia. Fisika
merupakan ilmu yang empiris yang tidak akan mampu diselesaikan tanpa
memahami konsepnya terlebih dahulu.
Menurut Rusilowati (2006), ssalah satu sifat mata pelajaran fisika
adalah bersyarat yang artinya, setiap konsep baru adakalanya menuntut
prasyarat pemahaman atas konsep sebelumnya. Sehingga butuh pemahaman
lebih untuk memaknai atau memahami konsep dalam pembelajaran fisika
yang benar, karena akan selalu berkaitan antara konsep yang satu dengan
konssep yang lainnya. Bila konsep awal salah, maka selanjutnya akan salah
pula memahami konsep selanjutnya. Maka dari itu, memahami konsep adalah
langkah awal umtuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang terdapat di
dalam fisika. Penguasaan konsep yang baik, dapat membantu siswa dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (Hidayat, dkk, 2012) yang
pada nantinya terkait dengan aktivitas kehidupan di masyarakat dalam
menjalani kehidupan dan bekerja (Taufik, dkk, 2010).
Kesalahan konsep dikenal sebagai miskonsepsi. Miskonsepsi
merupakan masalah yang sering dialami dalam pembelajaran dan dapat
diatasi dengan penekanan pada prosedur spesifik konsep yang dipelajari.
(Nuril, 2017). Munculnya miskonsepsi ini disebabkan oleh kurangnya
pemahaman pada materi . Selain itu, miskonsepsi juga dimungkinkan muncul
karena bawaan dari proses pembelajaran sebelumnya sehingga menjadi ide
pra konsep/ ide alternatif yang dimiliki oleh siswa (Barkle, 2009). Apabila
miskonsepsi tidak segera di tangani, maka hal ini akan terintegrsi dalam
struktur kognitif siswa. Hal ini dapat membuat siwa memodifikasi bahkan
menolak konsep-konsep yang sebenarnya. Adanya miskonsepsi akan
menghambat siswa dalam penguasaan suatu konsep yang kemudian inilah
yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa.penanganan miskonsepsi
ini tidak dapat dilakukan secara efektif sebelum miskonsepsi tersebut
diketahui secara jelas terlebih dahulu. Adanya miskonsepsi dapat diketahui
melalui tes dengan menggunakan instrument atau alat ukur yang mampu
mengidentifikasi miskonsepsi.
Ada berbagai macam tes yang digunakan untuk menyelidiki
miskonsepsi siswa, di antaranya adalah wawancara dan tes pilihan ganda
(multiple choice test) (Pesman, 2005). Pendapat lain dari Kutluay (2005)
mengatakan bahwa metode untuk mengeksplorasi miskonsepsi siswa dapat
dilakukan dengan wawancara, peta konsep dan tes diagnostik. Senada dengan
Pesman dan Kutluay, Bayrak (2013) mengemukakan bahwa berbagai jenis
penilaian dapat digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa seperti
wawancara, pertanyaan terbuka (open-ended questions), peta konsep dan
pertanyaan-pertanyaan pilihan ganda (multiple choice test) yang masing-
masing memiliki kelebihan dan kekurangan ketika digunakan. Wawancara
merupakan cara efektif untuk menggali pemahaman siswa secara mendalam
dan terperinci, namun wawancara akan sangat menyulitkan apabila digunakan
pada responden yang banyak (Dindar & Geban, 2013). Pesman (2005)
menjelaskan bahwa multiple choice test efisien, objektif, dan mudah
digunakan, namun kurang mampu menggali jawaban tiap individu pada
jumlah yang banyak. Penggunaan multiple choice test merupakan alternatif
untuk wawancara dan alat-alat tes lainnya untuk mengukur pemahaman
siswa, terutama ketika tujuannya adalah untuk menentukan gambaran secara
umum (prevalensi) dan distribusi miskonsepsi pada responden dalam skala
luas. Namun soal pilihan ganda memiliki satu kelemahan mendasar, yaitu
tidak bisa membedakan antara jawaban yang benar karena alasan yang benar
dengan orang-orang yang menjawab salah karena alasan yang salah (Turker,
2005). Turker (2005, hlm. 2) menjelaskan lebih lanjut bahwa kelemahan soal
pilihan ganda dapat diatasi oleh Two-tier Test yang merupakan salah satu
bentuk soal pilihan ganda dengan tambahan pertanyaan tentang alasan dalam
memilih jawaban. Two-tier Test tidak hanya mengukur kemampuan siswa
untuk memilih jawaban yang benar, tetapi juga alasan di balik pilihan
jawaban yang dipilih. Namun pada Two-tier Test juga masih terdapat
kelemahan, yaitu tidak mampu membedakan antara kesalahan akibat
kurangnya pengetahuan (Lack of Knowledge) dengan kesalahan akibat
miskonsepsi, dan untuk membedakan antara jawaban yang benar berdasarkan
menebak dengan jawaban yang benar berdasarkan pemahaman asli (Turker,
2005). Keterbatasan ini dapat diatasi secara signifikan dengan
mengikutsertakan peringkat keyakinan (Confidence Rating) sebagai tingkatan
tambahan untuk Two-tier Test (Celeon & Subramaniam, 2010). Peringkat
keyakinan atau Confidence Rating digunakan sebagai tingkat ketiga pada
Two-tier Test, sehingga membentuk Three-tier Test. Namun Celeon &
Subramaniam (2010) menjelaskan lebih lanjut bahwa dengan Three-tier Test
siswa hanya mengekspresikan satu peringkat keyakinan (Confidence Rating)
untuk jawaban dan alasan, tidak mampu menjelaskan apakah siswa memiliki
berbagai tingkat keyakinan untuk dua tingkatan tersebut.
Celeon & Subramaniam (2010) mengenalkan bentuk Four-tier Test
sebagai solusi untuk mengatasi kelemahan pada Three-tier Test. Konsep dari
Four-tier Test diungkapkan oleh Dedah. dkk (2010,) yaitu pilihan ganda yang
terdiri dari empat tingkatan pada setiap soal. Bentuk soal pada tingkat
pertama (first tier) merupakan soal pilihan ganda dengan satu kunci jawaban
dan yang lainnya sebagai pengecoh. Tingkat kedua (second tier) merupakan
pertanyaan berupa tingkat keyakinan atau confidence rating terhadap jawaban
pada tingkat pertama, pada tingkat ketiga (third tier) pertanyaan tentang
alasan jawaban pada tingkat pertama, dan pada tingkat keempat (fourth tier)
pertanyaan tentang confidence rating untuk pemilihan alasan pada tingkat
ketiga. Celeon & Subramaniam (2010) menjelaskan bahwa identifikasi
miskonsepsi pada Four-tier Test dilakukan dengan melihat kombinasi antara
jawaban, pemilihan alasan, dan confidence rating siswa. Miskonsepsi
diidentifikasi pada setiap butir soal, dengan masing-masing soal menguji
konsep tertentu yang dijadikan fokus perhatian. Selain untuk menyelidiki
miskonsepsi, Celeon & Subramaniam (2010) juga menggunakan Four-tier
Test untuk menyelidiki perbedaan confidence rating pada masing-masing
jawaban pertanyaan dan pilihan alasan jawaban siswa yang difokuskan pada
materi gelombang. Celeon & Subramaniam (2010) menyarankan untuk
penggunaan Four-tier Test dapat dikembangkan lebih lanjut pada materi-
materi dalam pelajaran fisika.
Adanya miskonsepsi yang terjadi pada siswa akan menghambat proses
pembelajaran karena siswa akan lebih yakin terhadap konsepsinya sendiri dan
menolak konsep para ahli. Efek yang lebih parah apabila miskonsepsi terjadi
pada jumlah siswa yang banyak, sehingga dapat menghambat perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi di daerah para siswa tersebut. Identifikasi
miskonsepsi adalah hal yang diperlukan sebagai langkah awal dalam
penanganan miskonsepsi, karena penanganan miskonsepsi dapat dilakukan
dengan efektif apabila miskonsepsi telah diketahui dengan jelas. Penanganan
miskonsepsi juga harus mempertimbangkan tingkat keparahan miskonsepsi
yang terjadi. Miskonsepsi yang lebih parah hendaknya diutamakan untuk
ditangani terlebih dahulu. Kategori keparahan miskonsepsi dapat diketahui
dari level miskonsepsi yang terjadi. Celeon & Subramaniam (2010) membagi
level miskonsepsi secara kualitatif menjadi tiga kategori, yaitu miskonsepsi
lemah, sedang, dan kuat. Secara kuantitatif level miskonsepsi dijelaskan oleh
Azman, dkk. (2013) dibagi menjadi lima kategori, yaitu sangat rendah,
rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Identifikasi miskonsepsi dapat
dilakukan melalui tes diagnosis, namun tidak sembarang tes dapat digunakan
untuk mengetahui miskonsepsi, karena dalam suatu tes yang diberikan pada
siswa setiap miskonsepsi adalah kesalahan namun tidak setiap kesalahan pada
tes adalah miskonsepsi, karena bisa saja hal tersebut disebabkan siswa belum
mengetahui tentang konsep yang diujikan. Tes yang dapat digunakan untuk
mengetahui miskonsepsi adalah tes yang mampu mengetahui keyakinan siswa
dalam menjawab soal-soal dalam tes tersebut, salah satu contoh bentuk tes
terbaru yang telah mengikutsertakan peringkat keyakinan adalah Four-Tier
Test.
Miskonsepsi adalah permasalahan dalam pendidikan yang berkaitan
erat dengan konsep-konsep dalam suatu disiplin ilmu, sebagai salah satu
contoh cabang ilmu yang mempunyai banyak konsep di dalamnya adalah
fisika. Sebagai salah satu cabang ilmu, fisika mempunyai berbagai macam
konsep dan tidak sedikit konsep-konsep tersebut saling berhubungan satu
sama lain. Konsep-konsep dasar dalam fisika diperlukan untuk memahami
konsep-konsep fisika yang lebih lanjut. Sebagai salah satu contoh konsep
dasar dalam fisika adalah konsep gaya dan gerak. Apabila miskonsepsi telah
terjadi pada konsep gaya dan gerak, maka besar kemungkinan miskonsepsi
akan terjadi pada konsep-konsep lanjutan yang berkaitan dengan konsep gaya
dan gerak. Sebagai contoh siswa dapat menjelaskan tentang reaksi nuklir
apabila siswa tersebut telah paham apa yang dimaksud gaya, dan siswa
mampu menjelaskan tentang relativitas apabila siswa tersebut telah paham
konsep perpindahan dan kecepatan. Di Indonesia materi gaya dan gerak pada
umumnya dibelajarkan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP),
dengan demikian identifikasi miskonsepsi tentang konsep-konsep dalam
materi gaya dan gerak akan lebih tepat dan efektif apabila dilakukan pada
konsep-konsep dasar dalam suatu disiplin ilmu atau pada tingkat Sekolah
Menengah Pertama (SMP). Berdasarkan penjelasan-penjelasan tentang tes
diagnosis miskonsepsi sebelumnya, peneliti tertarik melakukan penelitian
untuk mengidentifikasi miskonsepsi pada materi gaya dan gerak dengan
menggunakan instrumen diagnosis miskonsepsi Four-tier Test. Materi gaya
dan gerak dipilih dengan alasan materi gaya dan gerak merupakan materi
prasyarat yang diperlukan untuk dasar mempelajari materi fisika yang lebih
lanjut. Sedangkan pemilihan Four-tier Test ditujukan untuk mengidentifikasi
miskonsepsi siswa pada materi gaya dan gerak sekaligus untuk
mengidentifikasi perbedaan Confidence Rating siswa pada jawaban dan
alasan jawaban yang dipilih pada soal-soal Four-tier Test.

C. Rumusan Masalah Penelitian


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Tingkat Miskonsepsi
Siswa SMP pada Materi Gaya dan Gerak Menggunakan Four-Tier Test”.

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat miskonsepsi Siswa
SMP pada Materi Gaya dan Gerak Menggunakan Four-Tier Test

E. Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian yang dicapai, yaitu sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi atau masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan yaitu
merancang proses pembelajaran yang efektif untuk mengatasi
miskonsepsi pada materi Gaya dan Gerak.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peserta Didik
Siswa dapat mengetahui dan memperbaiki miskonsepsi yang
dialaminya pada materi Gaya dan Gerak, sehingga siswa dapat
meningkatkan motivasi dan kemampuannya dalam memahami konsep
tersebut.
b. Bagi Guru
Guru mengetahui miskonsepsi yang dialami siswa pada pokok
bahasan materi Gaya dan Gerak sehingga guru dapat melakukan
tindak lanjut dari informasi yang diperoleh.
c. Bagi Sekolah
Dapat dijadikan sebagai acuan perbaikan sistem pembelajaran
demi meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
d. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi
bagi peneliti lain dalam menganalisis miskonsepsi pada materi Gaya
dan Gerak.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari perbedaan pemahaman terhadap konsepsi istilah
yang digunakan dalam penelitian ini, berikut dikemukakan definisi
operasional tentang istilah yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Identifikasi berasal dari kata identify yang artinya meneliti, menelaah.
Identifikasi adalah kegiatan yang mencari, menemukan, mengumpulkan,
meneliti, mendaftarkan, mencatat data dan informasi dari “kebutuhan”
lapangan.
2. Miskonsepsi adalah suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian
ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para ilmuwan. Miskonsepsi
didefinisikan sebagai konsepsi siswa yang tidak cocok dengan konsepsi
para ilmuwan, hanya dapat diterima dalam kasus-kasus tertentu dan
tidak berlaku untuk kasus-kasus lainnya serta tidak dapat digeneralisasi.
Dan pada penelitian ini, identifikasi Miskonsepsi Siswa SMP pada Materi
Gaya dan Gerak yang akan diteliti.
3. Tes Diagnostik merupakan tes yang dilakukan dalam rangka
mengidentifikasi miskonsepsi pada siswa. Tes diagnostik yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Four Tier Diagnostic Test (tes diagnostik
empat tingkat). Four-tier diagnostic test merupakan pengembangan dari
tes diagnostik pilihan ganda tiga tingkat. Pengembangan tersebut terdapat
pada ditambahkannya tingkat keyakinan siswa dalam memilih jawaban
maupun alasan. Tingkat pertama merupakan soal pilihan ganda dengan
tiga pengecoh dan satu kunci jawaban yang harus dipilih siswa. Tingkat
ke dua merupakan tingkat keyakinan siswa dalam memilih jawaban.
Tingkat ke tiga merupakan alasan siswa menjawab pertanyaan. Tingkat
ke empat merupakan tingkat keyakinan siswa dalam memilih alasan.
4. Gaya adalah dorongan atau tarikan yang dapat menyebabkan benda
bergerak
5. Gerak adalah perpindahan posisi benda dari tempat asalnya karena
adanya gaya yang bekerja pada benda.

G. Metode Penelitian
1. Tempat dan Waktu
2. Design Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei. Penelitian dilakukan
dengan mengambil informasi atau data secara langsung terhadap sampel
tentang identifikasi miskonsepsi materi Gaya dan Gerak. Prosedur
penelitian dilakukan dengan langkah-langkah pada bagan berikut ini:

Persiapan

Survey ke sekolah untuk


memperoleh data

Mengolah data

Melaporkan hasil penelitian

Gambar 1. Bagan Penelitian


Penelitian dilakukan melalui bebrapa tahap. Tahap pertama yaitu
persiapan, berupa studi literatur, mencari referensi yang berhubungan
dengan miskonsepsi dan menyiapkan soal tes diagnostik pilihan ganda
empat tingkat materi Gaya dan Gerak. Tahap kedua yaitu survey ke
sekolah untuk mengumpulkan data. Tahap ketiga yaitu mengolah data
hingga didapat kesimpulan sebagai hasil identifikasi miskonsepsi siswa
SMP pada materi Gaya dan Gerak. Dan tahap keempat yaitu melaporkan
data hasil penelitian.
H. Perencanaan Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif
yang digunakan untuk mendeskripsikan terjadinya miskonsepsi siswa pada
materi Elastisitas dan Hukum Hooke.
Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini, pertama
mengelompokkan terlebih dahulu hasil tes siswa ke dalam beberapa kategori,
yaitu Paham Konsep, Tidak Paham Konsep, dan Miskonsepsi. Lalu keudian
menghitung presentasenya.

Anda mungkin juga menyukai