Anda di halaman 1dari 26

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
A. Landasan Teori
1. Miskonsepsi
a. Miskonsepsi dalam pembelajaran
Berbagai konsepsi yang dikembangkan oleh siswa sendiri dan tidak
sesuai dengan fakta-fakta ilmiah disebut sebagai miskonsepsi serta
menciptakan hambatan dalam belajar (Cardak, 2009). Miskonsepsi yang telah
terbentuk akan sulit untuk berubah dan berdampak negatif terhadap
pembelajaran (Goris, 2015). Siswa yang mengalami miskonsepsi akan
mengajukan penjelasan tentang fenomena yang bertentangan dengan fakta
ilmiah. Miskonsepsi merupakan suatu konsep yang tidak sesuai dengan
pengertian dari pakar dalam bidang ilmu tersebut. Bentuk miskonsepsi dapat
berupa konsep awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar antar konsep, dan
gagasan intuitif. Miskonsepsi terjadi karena siswa tidak mampu
menghubungkan fenomena yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari
dengan pengetahuan yang diperoleh di sekolah.
Miskonsepsi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: pengetahuan awal
siswa, kekurangan motivasinya, pengetahuan konten guru yang lebih
memperhatikan detail materi atau bukan konsep dasar, buku teks (Ürey &
Çalik, 2008). Miskonsepsi disebabkan oleh beberapa sumber, yaitu dari diri
siswa, guru, buku teks, konteks, dan cara mengajar guru (Suparno, 2013).
Pengetahuan awal siswa yang terbentuk selama pengalaman sehari-hari
merupakan sumber utama munculnya miskonsepsi, dikarenakan siswa
menjelaskan fenomena berdasarkan pengetahuan sebelumnya (Murat &
Kanadli, 2011). Identifikasi miskonsepsi merupakan bagian penting dari
pembelajaran karena memberikan informasi tentang konsep yang siswa pahami
(Cinici, 2013).
Teori konstruktivisme menyatakan bahwa konsep dibangun sendiri oleh
siswa, sehingga dimungkinkan miskonsepsi dibentuk sendiri oleh siswa. Siswa
membangun pengetahuan melalui objek dan fenomena yang terjadi di
lingkungan sekitar. Jika siswa commit to user dengan lingkungan belajarnya,
yang berinteraksi
10
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

maka siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalamannya.


Ketika proses konstruksi pengetahuan terjadi pada siswa, maka sangat besar
kemungkinan terjadi kesalahan karena secara alami siswa belum terbiasa
mengkonstruksi pengetahuan sendiri secara tepat. Miskonsepsi yang dialami
siswa sering terjadi jika siswa tidak didampingi sumber informasi yang jelas
dan akurat. Kosntruksi pengetahuan siswa tidak hanya dilakukan sendiri tetapi
diantu oleh lingkungan siswa seperti teman, buku teks, guru, dan lain-lain. Jika
aspek-aspek tersebut memberikan informasi dan pengalaman yang berbeda
dengan fakta ilmiah, maka besar kemungkinan terjadi miskonsepsi pada siswa.
b. Cara Mendeteksi Miskonsepsi
Banyak cara dapat digunakan untuk mendeksi terjadinya miskonsepsi
siswa, salah satunya tes diagnostik. Tes diagnostik digunakan untuk
menentukan bagian materi yang memiliki kelemahan dan menyediakan
informasi untuk menemukan penyebab dari kekurangan tersebut. Salah satu
bentuk tes diagnostik adalah four tier diagnostic test. Four tier diagnostic test
merupakan tes diagnostik yang tersusun atas 4 tingkatan. Tingkat pertama
(one-tier) merupakan pilihan jawaban benar/salah dari pernyataan, tingkat
kedua (two-tier) merupakan tingkat keyakinan fari pilihan jawaban, tingkat tiga
(three-tier) merupakan alasan dari jawaban yang dipilih, dan tingkat empat
(four-tier) merupakan tingkatan keyakinan dari alasan yang dipilih. Tujuan
adanya pertanyaan tingkat ketiga adalah sebagai pertanyaan alasan sebagai
bentuk diagnosis miskonsepsi siswa. Hal tersebut didasarkan pada penyusunan
pilihan jawaban pengecoh pada pertanyaan tingkat ketiga.
Peneliti mengembangkan four tier diagnostic test. Penggunaan tes
diagnostik membantu guru untuk memperoleh ide-ide tentang sifat
pengetahuan dan kesalahpahaman siswa dalam materi tertentu (Treagust,
1988). Tes diagnostik adalah seperangkat tes yang digunakan untuk
mengidentifikasi materi pelajaran yang sulit dipahami siswa (Yankovskaya,
lecin, & Fuks, 2014). Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan siswa. Hasil dari tes diagnostik digunakan
commit
sebagai dasar dalam memberikan tolanjut
tindak user berupa perlakuan yang tepat dan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

sesuai dengan kelemahan siswa. Tes diagnostik digunakan untuk menilai


pemahaman konsep siswa terhadap konsep-konsep kunci (key concepts) pada
topik tertentu, secara khusus untuk konsep-konsep yang cenderung dipahami
secara salah (Zeilik, 1998).
Pengembangan tes diagnostik tipe two tier multiple choice (pilihan
ganda bertigkat dua) merupakan salah satu alternatif untuk mendeteksi
kesalahpahaman siswa terhadap materi pelajaran (Tuysuz, 2009). Tingkat
pertama tes diagnostik berisi tentang pilihan jawaban sedangkan tingkat kedua
berissi tentang alasan siswa (Mutlu & Sesen, 2015). Penelitian yang
dilaksanakan menggunakan four tier diagnostic test. Tes diagnostik
mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Dirancang untuk mendeteksi kesulitan belajar siswa
b. Dikembangkan berdasarkan analisis terhadap sumber-sumber kesalahan
atau kesulitan siswa
c. Menggunakan soal-soal bentuk supply response (bentuk uraian atau
jawaban singkat) sehingga memperoleh informasi secara lengkap. Metode
selected response (misalnya pilihan ganda) harus disertakan pejelasan,
sehingga meminimalisir jawaban yang bersifat tebakan.
d. Disertakan rancangan tindak lanjut sesuai dengan kesulitan yang
teridentifikasi (Depdiknas, 2007)
Tes diagnostik yang baik dapat memberikan gambaran yang akurat tentang
miskonsepsi siswa berdasarkan informasi kesalahan yang dibuatnya (Mehrens
& Lehmann, 1973). Perbedaan antara tes diagnostik dengan tes prestasi
disajikan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Perbedaan Tes Diagnostik dan Tes Prestasi


Aspek Tes Diagnostik Tes Prestasi
Fokus Kesulitan belajar Tujuan pembelajaran
pengukuran

Sampel Terbatas Luas


commit to user
Waktu Selama pengajaran Secara periodik atau akhir
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

pelaksanaan pembelajaran

Kegunaan hasil Memperbaiki kelemahan Sebagai umpan balik,


atau kesulitan siswa menentukan kelas, dan
menandai penguasaan

Kesulitan butir Tingkat kesulitan relatif Tingkat kesulitan meliputi


soal mudah mudah, sedang, dan sulit

Daya beda butir Daya beda butir soal rendah Daya beda butir soal 0.4
soal dapat digunakan, karena keatas. Semakin tinggi
penggunaan tes diagnostik semakin baik karena dapat
bukan untuk membedakan membedakan kemampuan
kemampuan antarsiswa siswa.
tetapi untuk mengetahui
tingkat penguasaan materi
pelajaran

c. Cara Memperbaiki Miskonsepsi


Miskonsepsi dapat diatasi dengan berbagai cara, salah satunya dengan
memperbaiki proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang dirancang
dengan penerapan model pembelajaran konstruktivistik dapat memperbaiki
miskonsepsi siswa. Pemilihan metode pengajaran memiliki pengaruh yang
penting dalam mencegah miskonsepsi siswa (Pekmez, 2010). Inkuiri
merupakan salah satu model pembelajaran konstruktivistik. Pembelajaran
inkuiri melatih siswa untuk berpikir layaknya ilmuan, yaitu dengan
mengaplikasikan metode ilmiah (Suyono, 2014). Penerapan metode inkuiri
dapat mengatasi miskonsepsi siswa serta mampu dalam upaya meningkatkan
kreativitas siswa. Alternatif lain untuk memperbaiki miskonsepsi adalah
dengan menggunakan model pembelajaran pencapaian konsep, analogi,
konflik kognitif, dan peta konsep. Guru dapat memperbaiki miskonsepsi siswa
dengan menggunakan analogi-analogi, karena bridging analogies dapat
menjembatani kesenjangan konseptual (conceptual gap) antara jangkar
(mastered concept) dengan target (misconceived concept) (Clement, 1988).
Cara untuk mengubah konsep siswa yang salah adalah dengan cara
mengkonstruksi konsep baru yang lebih cocok untuk mejelaskan pengalaman
commit to user
kita (Browner, 1986). Kegiatan workshop dan pelatihan inkuiri telah terbukti
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa (Laws, Sokoloff


& Thornton, 1999). Metode penyelidikan juga efektif untuk memperbaiki
miskonsepsi siswa pada materi sains (Prince, Vigeant, & Nottis, 2016).
Perubahan konsep merupakan cara untuk mengubah mengubah konsep siswa
yang salah. Pembelajaran active learning dengan metode penyelidikan mampu
untuk mengubah konsep siswa yang salah (Prince et al., 2016).
d. Peran PCK dalam Pembelajaan Biologi
Pedagogic Content Knowledge (PCK) adalah pengetahuan dasar yang
diperlukan guru untuk membantu dalam membuat keputusan atau mengambil
tindakan dalam pembelajaran di kelas. PCK merupakan salah satu pengetahuan
dasar mengajar (Shulman, 1987). Shulman menyatakan pengetahuan dasar
pendidik meliputi:
1) Pengetahuan tentang peserta didik dan karakteristiknya
2) Pengetahuan tentang konteks pendidikan, meliputi sistem kerja kelompok
atau kelas, tata kelola dan pembiayaan sekolah, serta karakter masyarakat
dan budaya
3) Pengetahuan tentang tujuan pendidikan, nilai-nilai, dan alasan filosofi dan
historis
4) Pengetahuan tentang konten
5) Pengetahuan kurikulum
6) Pedagogic Content Knowledge
Konten pengetahuan berisi tentang subjek dan struktur orgnisasinya.
Guru hendaknya memiliki pengetahuan yang mendalam tentang fakta dan
konsep yang akan diajarkan kepada peserta didik. Guru diharapkan memahami
pengorganisasian prinsip dan struktur serta menetapkan hal-hal yang akan
dilakukan dan dikatakan di kelas. Guru juga memahami topik yang dianggap
paling penting dan topik yang kurang penting. Pengetahuan kurikulum
merupakan berbagai program yang dirancang untuk mengajar mata pelajaran
dan topik pada tingkat tertentu, berbagai bahan ajar yang tersedia dan
kaitannya untuk program (Ball et al., 2008).
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

PCK fokus terhadap permasalahan mengenai konsep, teknik pedagogik,


pengetahuan tentang hal yang membuat konsep mudah atau sulit dipelajari,
pengetahuan tentang kemampuan awal peserta didik, dan teori tentang
epistemologi (Jang, Guan, & Hsieh, 2009). PCK merupakan pengetahuan
tentang strategi mengajar yang menggabungkan representasi konseptual yang
cocok yang ditujukan untuk mengatasi kesulitan dan miskonsepsi pembelajar
dan membatu pemahaman secara penuh (Mishra & Koehler, 2006). PCK
diperoleh pendidik dari pengalaman mengajarnya, sehingga guru pemula belum
memiliki kualifikasi PCK yang baik (Saeli, Perrenet, Jochems, & Zwaneveld,
2012). Pelatihan guru memberikan gambaran bagi guru pemula untuk
membangun PCK (Grossman, 1990). Pendekatan kompleks untuk mengukur
PCK digunakan untuk evaluasi secara menyeluruh pedagogi guru (Morrison &
Luttenegger, 2015).
PCK pendidik yang baik akan berdampak pada keberhasilan belajar
peserta didik (Carlson, Gess-newsome, Gardner, & Taylor, 2013). Pendidik
yang mempunyai kualifikasi PCK baik artinya memiliki beberapa representasi
yang paling umum terhadap topik yang diajarkan dalam subjek tertentu (Saeli
et al., 2012). Semakin banyak representasi yang dimiliki guru maka semakin
efektif pula mereka menyebarkan PCKnya. PCK adalah pengetahuan yang bisa
dipindahtangankan, meskipun tidak sepenuhnya. Pernyataan didukung oleh
penelitian yang dilakukan Sanders (1993) yang menunjukkan bahwa ketika
guru mengajarkan topik di luar keahliannya, mereka berperan sebagai peserta
didik (kesulitan menjawab pertanyaan peserta didik, menentukan kedalaman
topik untuk menyajikan kepada peserta didik), tetapi kadang-kadang bertindak
sebagai ahli (Saeli et al., 2012). Guru berpengalaman dengan PCK yang kuat
dapat menggunakan pengetahuan mereka untuk mengajar mata pelajaran di
luar keahliannya (Saeli et al., 2012).
Pengukuran PCK adalah pendekatan yang umum digunakan dalam
penelitian pendidikan untuk mengevaluasi kemampuan pedagogi guru
(Morrison & Luttenegger, 2015). Pendekatan multimetode digunakan untuk
menyelidiki kemampuan PCKcommit to user
pendidik (Van Driel & Berry, 2010). Metode
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

yang dikembangkan untuk menggambarkan PCK guru meliputi Content


Representation (CoRe) dan Pedagogical and Professional (PapeRs) (Cochran
& Others, 1992). PCK tidak bisa diukur dengan satu pendekatan. PCK lebih
akurat diukur dengan triangulasi data yaitu observasi kejadian, wawancara
guru, dan penilaian pengetahuan konten (Morrison & Luttenegger, 2015).
Pengukuran PCK menggunakan kuisioner, wawancara, observasi, produk karya
peserta didik, observasi berdasarkan diskusi guru dan pembelajaran peserta
didik (Phelps & Schilling, 2004).
PCK meliputi pengetahuan pedagogi (pengetahuan tentang cara
mengajar) dan pengetahuan tentang materi pelajaran/konten (Cochran &
Others, 1992). Konten merupakan pengetahuan sains yang semestinya dikuasai
oleh pengajar yang mencakup fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori.
Pedagogi adalah strategi yang dilakukan untuk membantu peserta didik belajar
dan memecahkan masalah-masalah dalam sains. Pengetahuan konten
membantu guru untuk menghubungkan dan mengetahui hubungan antara
konsep-konsep. Aspek pedagogi mengharapkan guru untuk memberikan
pengalaman belajar pada peserta didik. Tuan (1996) menyatakan bahwa
komponen PCK dalam aspek pengetahuan guru tentang Subject Matter
Knowledge (SMK) meliputi metode, representasi mengajar, pengetahuan
kurikulum, pengetahuan assessment, pengetahuan pemahaman peserta didik
tentang topik, dan pengetahuan tentang lingkungan belajar (Jang et al., 2009).
Professional knowledge guru biologi terdiri dari tiga aspek yaitu:
teaching domain, learning domain, dan new materials design domain
(Rozenszajn & Yarden, 2014). Aspek teaching domain terdiri dari enam
komponen, yaitu: teaching strategies, assessment, subject matter, curriculum,
personel that accompany the teaching, dan teaching fasilities. Aspek learning
domain terdiri-dari enam komponen yaitu: meaningful learning, motivation to
learn biology, influence of learning biology on the student’s lives, student’s
prior knowledge, thinking skills, dan interest outside of the school context.
Aspek new materials design domain terdiri-dari lima komponen yaitu:
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

materials that are lacking in the biology syllabus, distribution, emotional


processes, collaboration, dan assessment of the teching and learning materials.
e. Cara Memperbaiki PCK Guru
Pengetahuan tentang PCK diperoleh sejak calon guru memperoleh
pendidikan di Perguruan Tinggi (PT). Guru preservice hendaknya diberi bekal
pengetahuan tentang pedagogy dan content yang bersifat mendalam, sehingga
mampu mengajarkan materi di kelas dengan baik. Peningkatan kualifikasi PCK
perlu dimulai dari perbaikan kualitas guru preservice. Ilmu dan pengalaman
yang diperoleh selama menempuh pendidikan di PT diharapkan dapat
diaplikasikan dalam proses pembelajaran di kelas. Penerapan kelompok belajar
secara signifikan mampu mengembangkan PCK guru preservice (Chang &
Hsu, 2017).
Pembentukan kelompok belajar akan membantu guru untuk saling
berinteraksi dengan sesama calon guru, saling bertukar pengalaman untuk
mnegajarkan materi dengan baik di kelas. Pelatihan pada guru preservice
dengan media pendukung berupa aplikasi dan situs web mampu meningkatkan
PCK (Yang, 2016). Di era gobalisasi, penguasaan teknologi merupakan salah
satu aspek yang penting untuk meningkatkan kualitas guru. Penggunaan media
yang kreatif membantu guru untuk mengembangkan kualifikasi pedagogic dan
content. Pelatihan yang diberikan oleh para ahli/pakar pendidikan dan content
secara langsung dan efektif untuk pengambangan PCK (Evens, Elen, &
Depaepe, 2015). Guru inservice merasa tertarik dengan kegiatan pelatihan yang
diberikan oleh para ahli dan pakar. Guru akan memperoleh pengetahuan
tentang perkembangan dunia pendidikan saat ini. Guru akan memperoleh
materi yang berkaitan tentang strategi pembelajaran, model pembelajaran, dan
teknik penilaian yang berkembang saat ini. Pengetahuan yang diperoleh dari
pakar diharapkan mampu meningkatkan PCK dan dapat diaplikasikan dalam
proses pembelajaran. Kegiatan pelatihan dan workshop kepada guru juga
memiliki pengaruh yang positif terhadap peningkatan aspek pedagogical dan
content (Yang, 2016).
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

Kegiatan pengawasan dari pihak berwenang juga berpengaruh terhadap


kualitas guru. Sebagian besar guru akan melaksanakan kegiatan pembelajaran
yang menarik ketika ada pengawasan dari pihak yang berwenang. Kuantitas
pengawasan yang maksimal akan memotivasi guru untuk melaksanakan
pembelajaran yang menarik dan bermakna, sehingga diharapkan guru akan
terbiasa untuk melaksanakannya dalam pembelajaran sehari-hari. Desain kelas
khusus dimana guru sains menerima dukungan atau pengawasan menyebabkan
perubahan bertahap dalam praktik kelas (van Driel, Verloop, & de Vos, 1998).
Pengalaman praktek mengajar dan kontak dengan sesama guru juga bermanfaat
untuk pengembangan PCK (Evens et al., 2015). Pengalaman guru mengajar
sangat berpengaruh terhadap kualifikasi PCK guru. Guru dihadapkan pada
banyak siswa dengan berbagai macam karakter dan permasalahan yang
berbeda. Pengalaman mengajar akan membantu guru untuk mengevaluasi
proses pembelajaran serta melakukan perbaikan. Interaksi dengan teman
sejawat juga mampu menambah pengetahuan guru tentang aspek pedagogy dan
content. Sesama guru akan saling bertukar informasi tentang berbagai hal
seperti materi pelajaran, masalah pembelajaran, informasi terbaru dalam
pendidikan, dll.
2. Model Pembelajaran Inkuiri
a. Sintaks dan Level of Inquiry (LoI)
Desain pembelajaran yang dikembangkan menggunakan model
pembelajaran inkuiri. Aktivitas peserta didik dalam desain pembelajaran antara
lain mengajukan pertanyaan, menyususun hipotesis, mengumpulkan dan
menganalisis data. Model inkuiri memberikan kesempatan untuk
mengembangkan pendekatan belajar dan mengajar seumur hidup yang
mendorong tindakan untuk perubahan, generasi berpengetahuan, dan aksi sosial
(Harper, Donnell, & Harper, 2005). Siswa mampu mengembangkan
kemampuan berpikirnya melalui kegiatan dalam pembelajaran inkuiri.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi yang maksimal dengan penerapan inkuiri
jika peserta didik mengkonstruksi pengetahuan secara mendiri, terdapat
commitsebaya,
interaksi kolaboratif dengan teman to user fokus pada pengujian hipotesis
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

(Hopson, Simms, & Knezek, 2001). Inkuiri memberikan ruang penyelidikan


yang membebaskan peserta didik untuk menganalisis, sintesis, berargumen.
Model pembelajaran inkuiri memungkinkan peserta didik dan guru untuk
meneliti, mengemukakan ide, dan menyelesaikan masalah. Pembelajaran inkuiri
mampu meningkatkan keaktifan, mengembangkan kemampuan meneliti, dan
pemahaman dasar sains peserta didik.
Proses pembelajaran dalam draft IBLD disusun dengan mengacu sintaks
inkuiri dari Scott, Tomasek, dan Matthews (2010) yang terdiri-dari enam
langkah, yaitu observe, formulate inquiry question, develop hypothesis, design
and conduct investigation, analyze data, dan argue seperti yang disajikan pada
Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Langkah-langkah Pembelajaran Inkuiri


Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Menyajikan atau Mengidentifikasi masalah
Observe mendemonstrasikan melalui
permasalahan observasi/pengamatan
Memberi kesempatan Membuat rumusan masalah
Formulate
siswa untuk menyusun berdasarkan
Inquiry Question
rumusan masalah observasi/pengamatan
Memberi kesempatan
Develop
siswa untuk menyusun Merumuskan hipotesis
Hypothesis
hipotesis
Memberi kesempatan
Design and siswa untuk menyusun Menyusun rancangan
Conduct rancangan percobaan percobaan dan
Investigation dan melaksanakan melaksanakan percobaan
percobaan
Memberi kesempatan
siswa untuk Mengelompokkan dan
Analyze Data mengelompokkan dan menganalisis data hasil
menganalisis data hasil percobaan
percobaan
Memberi kesempatan
siswa untuk Mempresentasikan hasil
Argue
mempresentasikan hasil percobaan
percobaan
(Scott, et al., 2010)
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

Model pembelajaran inkuiri terdiri atas lima fase yaitu menyajikan


masalah, merumuskan hipotesis, merancang percobaan dan mengumpulkan
data, analisis data, dan menarik kesimpulan. Peserta didik merumuskan
pertanyaan pada awal proses penyelidikan dengan mengamati fenomena yang
menarik yang mereka amati (Zion & Mendelovici, 2012). Peserta didik
didorong untuk mampu memecahkan masalah dan memberikan solusi dari
pemecahan masalah secara mandiri (Trna, Trnova, & Sibor, 2012).
Pengembangan professional guru sains perlu mengaplikasikan pengetahuan ke
dalam pembelajaran melalui inkuiri (NRC, 1996). Levels of Inquiry (LoI) adalah
rangkaian pembelajaran inkuiri yang terdiri dari empat level, yaitu confirmation,
structure inquiry, guided inquiry, dan open inquiry (Tafoya, Sunal, & Knecht,
1980).
Level pertama inkuri adalah confirmation, yaitu guru memfasilitasi
siswa dengan menyediakan pertanyaan dan prosedur serta hasilnya. Pada level
ini guru memiliki kontrol mutlak atas setiap fase, membuat semua keputusan
dan siswa yang melaksanakannya. Contoh peran guru yaitu, menentukan topik,
mengajukan hipotesis, menentukan metode dan alat penelitian, analisis,
memandu diskusi dan memutuskan strategi presentasi, sedangkan siswa
melakukan semua aktivitasnya.
Level kedua yaitu structure inquiry, dimana tujuan pembelajaran adalah
mengenalkan siswa untuk melakukan investigasi atau mempratikkan
keterampilan penyelidikan tertentu, seperti mengumpulkan dan menganalisis
data. Peran guru dalam level kedua inkuiri adalah memberikan rumusan
masalah dan prosedur penyelidikan, sedangkan peran siswa adalah mencari
solusi dari permasalahan yang diajukan.
Level ketiga inkuiri yaitu guided inquiry, dimana peran guru hanya
memberikan rumusan masalah, sedangkan prosedur dan solusi penyelesaian
masalah dilakukan oleh siswa. Guru bertanggung jawab atas tahap pertama
dengan menentukan topik dan membuat hipotesis sedangkan siswa mengambil
kendali semua fase lainnya. Pada level ketiga guru bisa membimbing siswa
commit
selama pembelajaran apabila siswa to user kesulitan.
mengalami
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

21

Level keempat inkuiri adalah open inquiry, dimana siswa berperan


sebagai ilmuan, yaitu mengajukan rumusan masalah, merancang dan melakukan
penyelidikan, serta mengkomunikasikan hasilnya. Level empat inkuiri
membutuhkan penalaran ilmiah dan kompetisi domain dari siswa. Level open
inquiry mengharuskan siswa untuk membuat keputusan sepanjang proses
pembelajaran, mulai dari pemilihan bidang penyelidikan, menenamkan teori
yang ada, membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis data
menggunakan metode dan alat yang tepat, diskusi, dan mempresentasikan
hasilnya. Keterlibatan guru dan siswa pada setiap level inkuiri disajikan dalam
tabel 2.3.

Tabel 2.3. Keterlibatan Guru dan Siswa pada setiap Level Inkuiri
Rumusan
Level Inkuiri Prosedur Solusi
Masalah
0 (Confirmation) Guru Guru Guru
1
Guru Guru Siswa
(Structured Inquiry)
2
Guru Siswa Siswa
(Guided Inquiry)
3
Siswa Siswa Siswa
(Open Inquiry)
(Tafoya, Sunal, & Knecht, 1980)

Bruner menyatakan menyatakan keunggulan pembelajaran inkuiri


yaitu: peserta didik mampu mengerti konsep-konsep dasar, mampu
menggunakan ingatan untuk ditransfer pada situasi proses belajar yang
baru, mendorong peserta didik untuk berpikir dan bekerja atas inisiatif
sendiri, mendorong peserta didik berpikir intuitif dan merumuskan
hipotesa, memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik, serta merangsang
peserta didik untuk terus belajar.
Model inkuiri dapat melatih peserta didik untuk mengembangkan
pertanyaan, memecahkan masalah, berpartisipasi dalam menciptakan ide
dan pengetahuan,
mengembangkan pemahaman yang mendalam,
commit to user
menumbuhkan antusiasme yang tinggi saat pembelajaran. Inkuiri mampu
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

22

meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan pemahaman terhadap


fenomena (Barthlow, 2011). Kelebihan inkuiri menurut (Agbarachi Opara
& Silas Oguzor, 2011) :
1) Memberikan kesempatan peserta didik dalam berpikir tentang ide,
masalah dan pertanyaan dalam kelas.
2) Memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk berpartipasi penuh
yang meningkatkan rasa ingin tahu terkait pembelajaran di dalam kelas
maupun di luar kelas.
3) Menciptakan rasa semangat bagi peserta didik.
4) Meningkatkan kerjasama, persatuan, dan pengambilan keputusan
diantara peserta didik.
5) Meningkatkan pemahaman tentang proses, konsep, dan hubungan pada
peserta didik.
6) Meningkatkan sikap dan nilai-nilai sosial peserta didik. Keterampilan
dan pengetahuan memungkinkan peserta didik untuk mengeksplorasi
lingkungan sosial.
Kekurangan model pembelajaran inkuiri adalah terlalu banyak
memakan waktu, beban belajar peserta didik meningkat, dan peserta didik
mengalami kesulitan saat berkelompok (Edelson, Gordin, & Pea, 2007).
Model pembelajaran inkuiri menuntut pendidik untuk mempunyai
pengalaman dalam melaksanakan authentic research, pengetahuan
mendalam tentang materi (Shedletzky & Zion, 2005). Menurut (Opara &
Oguzor, 2011), kelemahan model inkuiri yaitu:
1) Membutuhkan waktu yang lama
2) Peserta didik mengerjakan bayak tugas, sehingga memungkinkan
peserta didik mengabaikan tugas yang lain.
3) Membutuhkan biaya yang lebih banyak apabila pembelajaran dilakukan
di luar kelas
4) Mengaharapkan peserta didik untuk melakukan berbagai hal, sehingga
memungkinkan peserta didik mengalami frustasi ketika mereka tidak
mampu menyelesaikan commit
masalahto user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

23

5) Inkuiri tidak cocok untuk semua topik atau situasi khususnya di kelas
yang memiliki banyak peserta didik atau materi pelajaran yang banyak
dengan waktu belajar yang singkat.
b. Teori Belajar Pendukung Inkuiri
Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang berbasis
konstruktivistik. Teori belajar pendukung model inkuiri yaitu teori belajar
penemuan Bruner, teori perkembangan kognitif Pieget, dan dan teori belajar
bermakna Ausubel. Model pembelajaran inkuiri memfasilitasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif sehingga memperoleh pengalaman untuk menemukan
pengetahuan sendiri. Peserta didik diharapkan berusaha untuk mencari
pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya sehingga
menghasilkan pengetahuan yang bermakna. Keunggulan belajar bermakna
adalah pengetahuan lebih mudah diingat, efek transfer yang lebih baik, dan
meningkatkan penalaran serta kemampuan untuk berpikir secara bebas. Model
pembelajaran inkuiri terkait dengan teori Bruner karena melibatkan peserta
didik untuk aktif mencari, menyelidiki, dan merumuskan penemuannya dengan
percaya diri. Bruner menyatakan bahwa terdapat tiga model kognitif manusia
yang mewakili tiga tahap perkembangan kognitif yaitu enactive, iconic, dan
symbolic. Berdasarkan tingkat perkembangan kognitif siswa Sekolah Menengah
Atas (SMA), maka siswa sudah masuk pada tahap symbolic. Tahap symbolic
dialami oleh anak berusia enam tahun ke atas. Siswa mampu mempresentasikan
objek melalui kata-kata dan simbol-simbol abstrak untuk mengungkapkan
kognisi. Anak memahami fenomena alam melalui kemampuan bahasa,
mengolah, dan simbol abstrak. Anak mampu melakukan penalaran,
mengungkapkan melalui kata-kata, bahasa, atau simbol linguistik serta
berinteraksi dengan lingkungan.
Pembelajaran inkuiri relevan dengan teori perkembangan kognitif
Pieget. Perubahan persepsi dan pemahaman merupakan perkembangan kognitif
yang dipengaruhi oleh pengalaman dan interaksi dengan lingkungan.
Perkembangan kognitif dipengaruhi oleh pertumbuhan biologis, pengalaman
dengan lingkungan sosial dancommit
fisik,toserta
user ekuilibrasi. Teori Pieget yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

24

dikembangkan dalam penelitian adalah konsep interaksi, yaitu konsep


akomodasi dan asimilasi yang menghasilkan pertumbuhan kognitif. Asimilasi
adalah proses menggabungkan pengalaman baru ke dalam struktur yang sudah
ada (Simatwa, 2010). Peneliti mengembangkan desain pembelajaran dengan
menyajikan kegiatan pembelajaran yang mengidentifikasi pengetahuan awal
siswa tentang materi yang akan diajarkan. Identifikasi pengetahuan awal
dilakukan melalui kegiatan pretest di awal pembelajaran. Pieget
mengidentifikasi empat tahap utama perkembangan peserta didik yaitu:
sensorimotor, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal
(Ojose, 2008 ). Berdasarkan tahap perkembangannya maka siswa SMA
tergolong pada tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun). Karaktersitik
tahap operasional formal yaitu anak mampu membentuk hipotesis dan
menyimpulkan konsekuensi yang terjadi. Pola pemikiran yang bersifat abstrak
mulai berkembang dan penalaran menggunakan simbol-simbol tanpa perspektif
data. Keterampilan penalaran mengacu pada proses yang terlibat dalam kegiatan
generalasasi, evaluasi, klarifikasi, inferensi, dan aplikasi. Penggunaan simbol-
simbol yang berhubungan dengan konsep yang abstrak. Anak-anak berpikir
tentang beberapa variabel secara sistematis, merumuskan hipotesis, dan berpikir
tentang hubungan dan konsep yang abstrak. Kenampakan karakteristik pada
setiap tahap kemungkinan berbeda pada waktu yang berbeda tetapi urutan tahap
tetap sama. Tahap perkembangan mempunyai hubungan yang dekat dengan
perkembangan mental peserta didik (Joubish & Khurram, 2011).
Teori belajar bermakna relevan dengan model inkuiri. Kegiatan
pembelajaran bermakna mampu menanamkan konsep kepada siswa dalam
memori jangka panjang (long term memory). Belajar bermakna merupakan
suatu proses pengitegrasian informasi baru pada konsep-konsep yang relevan
yang terdapat pada struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif yang jelas dan
terorganisai dengan baik memfasilitasi proses pembelajaran dan retensi
informasi baru (Ivie, 1998). Struktur kognitif adalah fakta, konsep, genaralisasi
yang telah dipelajari dan diingat peserta didik. Belajar bermakna merupakan
commit
pembelajaran aktif yang berpusat padatopeserta
user didik. Persyaratan yang harus
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

25

dipenuhi untuk belajar bermakna yaitu materi yang dipelajari memiliki potensi
makna, pembelajar memiliki konsep dan proposisi yang relavan, pelajar
memilih untuk menghubungkan informasi baru ke dalam struktur kognitif
(Novak, 2011).
Proses pembelajaran memerlukan bimbingan guru, baik secara lisan
maupun dengan contoh tindakan, sedangkan peserta didik diberi kebebasan
untuk membangun pengetahuannya sendiri (Isjon, 2010). Pengetahuan baru
terkait dengan beberapa konten yang relevan dan memadai dalam struktur
kognitif yang disebut subsumers (Valadares, 2013). Belajar bermakna yang baru
mengakibatkan pertumbuhan dan modifikasi subsumer-subsumer. Kesiapan
perkembangan peserta didik untuk berbagai jenis, komponen, tingkat kesulitan,
dan metode pengajaran materi dipengaruhi oleh perbedaan usia, tingkat
kematangan kognitif (Ausubel & Fitzgerald, 1961).
c. Model Pembelajaran Inkuiri untuk Memperbaiki Miskonsepsi
Model pembelajaran yang diterapkan guru merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh terhadap pemahaman konsep siswa. Miskonsepsi dapat
diperbaiki dengan penerapan model pembelajaran yang mampu memfasilitasi
siswa untuk membangun konsep secara mandiri/konstruktivisme. Inkuiri
merupakan salah satu model pembelajaran konstruktivis, sehingga dapat
digunakan sebagi saah satu alternatif untuk memperbaiki miskonsepsi siswa.
Penerapan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing efektif untuk meningkatkan
aktivitas dan penguasaan konsep peserta didik (Zulfia, 2011). Kemampuan dasar
dalam pelaksanaan inkuiri yaitu kemampuan untuk merancang dan
melaksanakan penyelidikan ilmiah, menggunakan teknik untuk mengumpulkan,
menganalisis dan menginterpretasi data, menyampaikan prediksi dan penjelasan
dengan menggunakan bukti, dan, berpikir secara logis dan kritis untuk membuat
hubungan antara bukti dan penjelasan (Mehalik, Doppelt, & Schuun, 2008).
Siswa mampu memahami konsep secara mendalam melalui kegiatan
pembelajaran inkuiri. National Research Council (NRC) menyatakan bahwa
peserta didik yang terlibat dalam pembelajaran inkuiri adalah peserta didik yang
terlibat dengan pertanyaan yang commitberorientasi
to user ilmiah, mengajukan fakta,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

26

melakukan penjelasan dari fakta yang diajukan, mengevalusi fakta yang


diajukan, mengkomunikasikan dan menilai fakta yang diusulkan (Newmann,
1990).
Pembelajaran inkuiri menuntut peserta didik untuk mencari pengetahuan
layaknya seorang ilmuan mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan
(Brickman, 2009). Pembelajaran yang terjadi di kelas inkuiri sebagai hasil
interaksi tiga unsur yaitu: kognitif, sosial, dan proses pembelajaran (Tze Jiun &
Nurzatulshima, 2014). Kognitif adalah kemampuan peserta didik dalam
membangun dan mengkonfirmasi makna melaui refleksi dan wacana yang
berkelanjutan (Garrison & Arbaugh, 2007). National Research Council (NRC)
menyatakan bahwa lima hal yang penting dari pembelajaran inkuiri adalah :
peserta didik terlibat langsung dengan pertanyaan berorientasi ilmiah,
mengutamakan penemuan, merumuskan penjelasan dari penemuan,
mengevaluasi penjelasannya dengan alternatif penjelasan, mengkomunikasikan
dan memberikan alasan dari penjelasan yang diajukan (Varma, Volkmann, &
Hanuscin, 2009).
3.Desain Pembelajaran
a. Konsep Dasar Desain Pembelajaran
Desain pembelajaran merupakan prinsip-prinsip penerjemahan dari
pembelajaran dan instruksi ke dalam aktivitas-aktivitas instruksional (Smith &
Ragan, 1999). Rancangan desain pembelajaran yang dibuat pendidik biasanya
terfokus pada konten dan disampaikan dengan metode ceramah (Conole & Fill,
2005). Desain pembelajaran didefinisikan sebagai suatu perencanaan metode
pengajaran untuk mencapai perubahan yang diinginkan pada aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa (Faryadi, 2007). Desain sistem
pembelajaran membantu pendidik sebagai perancang program atau pelaksana
kegiatan pembelajaran dalam memahami kerangka teori dan menerapkan teori
untuk menciptakan aktivitas pembelajaran yang efektif, efisien, produktif, dan
menarik.
Desain pembelajaran merupakan pengembangan kerangka deskriptif
kegiatan pembelajaran (Dalziel,commit
2015).toPrinsip
user dari desain pembelajaran adalah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

27

merupakan kegiatan pembelajaran dan kegiatan pendukung pembelajaran yang


dialukan oleh pendidik dan peserta didik dalam konteks pembelajaran (Koper,
2006). Gustafson (1996) menyatakan bahwa desain instruksional meliputi:
manganalisis apa yang akan diajarkan, menentukan bagaimana materi akan
diajarkan, melakuakn tryout dan revisi, serta menilai apakah peserta didik
belajar (Isman, 2011). Desain pembelajaran merupakan prosedur terorganisasi
yang meliputi proses analisis, perancangan, pengembangan, aplikasi, dan
penilaian dalam pembelajaran (Yaumi, 2013). Desain pembelajaran merupakan
deskripsi dari proses belajar mengajar yang terjadi pada unit belajar (Koper,
2006). Perancang desain pembelajaran harus kreatif, terstruktur, fleksibel,
refleksif, responsif terhadap ide baru, teknologi, teori, dan situasi yang
kompleks (Harrison & Jakubec, 2014).
Tujuan desain pembelajaran adalah membuat pembelajaan lebih efektif
dan efisien serta mengurangi tingkat kesulitan pembelajaran. Kemp, Morrison,
dan Ross menyatakan bahwa esensi dari sebuah desain pembelajaran mengacu
pada empat komponen, yaitu peserta didik, tujuan pembelajaran, metode, dan
penilaian (Prawiradilaga, 2008). Desain pembelajaran merupakan proses
menentukan tujuan pembelajaran, strategi dan teknik untuk mencapai tujuan
pembelajaran serta merancang media yang dapat digunakan untuk keefektifan
pencapaian tujuan. Kegiatan mendesain pembelajaran diawali dengan
menganalisi kebutuhan peserta didik, menentukan tujuan pembelajaran, dan
mengembangkan bahan serta aktivitas pembelajaran. Bahan dan aktivitas
pembelajaran mencakup penentuan sumber belajar, strategi pembelajaran,
langkah-langkah pembelajaran, media pembelajaran, dan evaluasi untuk
mengukur tigkat keberhasilan pembelajaran (Sujarwo, 1997).
Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang, yaitu
sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses (Suparman, 2001).
1) Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan
teori tentang stretegi serta proses pengembangan pembelajaran dan
pelaksanaannya.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

28

2) Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan


spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi
yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan
mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas.
3) Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem
pembelajaran dan sistem pelaksanaanya termasuk sarana serta prosedur
untuk meningkatkan mutu belajar
4) Sebagai proses, merupakan pengembangan sistematis tentang spesifikasi
pembelajaran dengan menggunakan teori pembelajaran dan teori belajar
untuk menjamin mutu pembelajaran.
b. Prinsip-prinsip Penting dalam Pengembangan Desain Pembelajaran
Pengembangan desain pembelajaran bersifat spesifik untuk tujuan
tertentu. Pengembangan desain pembelajaran mengacu pada prinsip-prinsip
tertentu untuk mencapai tujuan. Prinsip yang digunakan untuk mengembangkan
desain pembelajaran meliputi:
1) Menganalisis karakteristik siswa yang ditinjau dari berbagai aspek seperti
kemampuan berpikir berdasarkan usia, tingkat perkembangan kognitif siswa,
keterampilan dan sikap, motivasi, dan kemungkinan ketercapaian hasil
belajar.
2) Menentukan materi yang akan diajarkan dengan memperhatikan kurikulum
dan materi prasyarat yang sudah dipelajari siswa. Pengkajian materi secara
mendalam digunakan untuk menentukan konsep yang harus dikuasai siswa
pada materi tersebut.
3) Menganalisis Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam
memperlajari materi sesuai dengan jenjang pendidikannya.
4) Menetapkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan KI dan
KD pada materi tersebut. Tujuan pembelajaran yang ditetapkan dapat diukur
dan diamati dalam proses pembelajaran.
5) Menentukan teknik penilaian/assessment yang meliputi teknik, bentuk,
instrumen, dan rubrik yang digunakan untuk memeriksa ketercapain hasil
commit
belajar siswa. Penilaian yang to userdapat berupa penilaian formatif
dilakukan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

29

(proses) dan sumatif (proses) serta penilaian yang bertujuan sebagai bentuk
feed back untuk memperbaiki proses pembelajaran atau Assessement for
Learning (AfL).
6) Menentukan metode dan strategi pembelajaran yang mampu memunculkan
proses pembelajaran active learning dan meaningful learning. Metode dan
strategi pembelajaran memuat aktivitas guru dan siswa dari kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Setiap akhir pertemuan
guru melakukan evaluasi untuk memeriksa pemahaman siswa selama proses
pembelajaran. Metode dan strategi dilengkapi dengan media pembelajaran
yang membantu siswa untuk menguasai materi secara mendalam.
7) Melakukan kegiatan evaluasi desain pembelajaran dengan menganalisis
kendala atau kesulitan yang ditemui siswa, kelebihan dan kekurangan
pembelajaran yang dilakukan guru serta menentukan upaya perbaikan
sebagai tindak lanjut.
4. Materi Animalia
a. Karakteristik Materi Animalia
Materi Animalia diajarkan kepada siswa kelas X SMA pada semester 2.
Karakteristik materi Animalia adalah konkret dan abstrak. Submateri Animalia
yang bersifat konkret meliputi habitat, cara hidup, dan struktur morfologi
hewan sebagai dasar klasifikasi. Sedangkan submateri Animalia yang bersifat
abstrak meliputi: struktur anatomi dan struktur fisiologi hewan. Cakupan
materi Animalia SMA adalah habitat, cara hidup, ciri tubuh, klasifikasi,
struktur dan fungsi tubuh, cara reproduksi, dan peran Animalia dalam
kehidupan sehari-hari. Materi Animalia dalam Kurikulum 2013 yang berlaku di
Indonesia dipelajari pada Kompetensi Dasar 3.8 dan 4.8. KD 3.8 berbunyi
“Menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan hewan ke dalam filum
berdasarkan pengamatan anatomi dan morfologi serta mengaitkan peranannya
dalam kehidupan”. Sedangkan KD 4.8 berbunyi “menyajikan data tentang
perbandingan kompleksitas jaringan penyusun tubuh hewan dan perannya pada
berbagai aspek kehidupan dalam bentuk laporan tertulis.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

30

b. Miskonsepsi pada Materi Animalia


Penelitian tentang miskonsepsi pada materi Animalia telah banyak
dilakukan. Penelitian Prokop (2007) menyatakan bahwa miskonsepsi materi
animalia terjadi pada siswa dari berbagai usia yang mengklasifikasikan penguin
sebagai mamalia laut yang berukuran besar mengklasifikasikan kura-kura
sebagai ampihibi atau invertebrata. Penelitian Kattman (2001) yang
menyatakan bahwa sebagian besar siswa memiliki konsep bahwa segala
sesuatu yang hidup di air adalah ikan, dan segala sesuatu yang terbang adalah
burung. Berdasarkan hasil riset terkait dengan pembelajaran Animalia,
diperoleh beberapa kendala kesulitan memahami konsep dasar Animalia, yaitu
cakupan materi yang sangat luas dan ada beberapa submateri yang bersifat
abstrak seperti struktur fisiologi hewan yang merupakan salah satu dasar
klasifikasi. Miskonsepsi siswa sebagian besar terjadi pada submateri yang agak
menyimpang dari fakta pada umumnya. Sebagian besar siswa tidak memahami
dasar klasifikasi tiap filum/kelas, siswa mengklasifikasikan hewan berdasarkan
pada stuktur morfologinya.

B. Penelitian yang Relevan


1. Penelitian Prokop (2007) menyatakan bahwa miskonsepsi materi animalia
terjadi pada siswa dari berbagai usia yang mengklasifikasikan penguin sebagai
mamalia laut yang berukuran besar mengklasifikasikan kura-kura sebagai
ampihibi atau invertebrata.
2. Penelitian Wangin (1994) yang menyatakan bahwa guru yang memiliki
miskonsepsi tentang konsep-konsep biologi, maka kemungkinan besar akan
mengajarkan konsep tersebut ke siswa dan menimbulkan kebingungan dan
miskonsepsi kepada siswa.
3. Penelitian Kattman (2001) yang menyatakan bahwa sebagian besar siswa
memiliki konsep bahwa segala sesuatu yang hidup di air adalah ikan, dan
segala sesuatu yang terbang adalah burung.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

31

4. Penelitian Zulfia (2011) menyatakan bahwa penerapan strategi pembelajaran


inkuiri terbimbing efektif untuk meningkatkan aktivitas dan penguasaan
konsep peserta didik kelas X SMA Negeri I Rembang.
5. Penelitian Dahtiar (2015) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis Levels of
Inquiry meningkatkan literasi sains siswa SMP pada konteks energi alternatif.
6. Penelitian Hendryarto & Amaria (2013) menyatakan bahwa pembelajaran
inkuiri mampu meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik
serta kemampuan guru meningkat dalam mengelola pembelajaran inkuiri.
7. Penelitian Yee (2014) menyatakan bahwa gaya belajar merupakan faktor yang
dapat mempengaruhi kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa peserta didik mempunyai kemampuan dalam
membandingkan, penalaran induktif, penalaran deduktif dan investigasi.
Kemampuan mengklasifikasi, menganalisis kesalahan, menganalisis
perspektif, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, dan pertanyaan
percobaan berada tingkat rendah
8. Penelitian Delcourt (2011) menyatakan bahwa penerapan inkuiri mampu
meningkatkan kualitas pertanyaan yang diajukan peserta didik maupun guru.
Guru tidak lagi mengajukan pertanyaan pengetahuan dan pemahaman, tetapi
pertanyaan yang mampu melatih peserta didik untuk bepikir tingkat tinggi
9. Penelitian Putri, Dasna & Sulistina (2013) menyatakan bahwa penerapan
inkuiri mampu meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir tingkat
tinggi peserta didik kelas X SMA Negeri I Malang pada pokok bahasan
hidrokarbon.
10. Matthew & Kenneth menyatakan bahwa prestasi kogitif dalam hal logika
meningkat dengan penerapan model inkuiri yang memberikan kesempatan
peserta didik untuk melakukan proses investigasi belajar melalui interaksi
dengan bahan dan anggota kelas.
11. Penelitian Khotijah menyatakan bahwa penerapan desain pembelajaran
berbasis inkuiri dipadukan assessment for learning dapat meningkatkan
kemampuan argumentasi siswa.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

32

12. Penelitian Hendarto (2016) menyatakan bahwa penerapan desain


pembelajaran sistem respirasi berbasis guided inquiry learning dipadu
assessment for learning dapat mengubah kemampuan berargumentasi siswa
kelas XI SMA.
13. Penelitian Fugarasti (2016) menyatakan bahwa desain pembelajaran plantae
berbasis Inquiry Learning dipadu AfL berpengaruh positif terhadap
kemampuan beargumentasi siswa SMA.
14. Penelitian Suwarto (2013) mengembangkan tes diagnostic dua tingkat (two
tier diagnostic test) pada materi pembelahan sel.
15. Penelitian Khotimah (2014) mengidentifikasi miskonsepsi pada konsep
archaebacteria dan eubacteria dengan menggunakan tes diagnostik.
16. Treagust menyatakan bahwa pengembangan instrumen tes diagnostik bidang
sains telah dikembangkan sejak tahun 1980 meliputi beberapa materi yang
disajikan pada tabel 2.4.

Tabel 2.4. Pengembangan Instrumen Tes Diagnostik Sejak Tahun 1980


No Topic/Concept Author
1 Photosynthesis and respiration Haslam and Treagust (1987)
2 Photosynthesis Griffard and Wandersee (2001)
3 Diffusion and osmosis Odom and Barrow (1995)
4 Breathing and respiration Mann and Treagust (1998)
5 Internal transport in plants and Wang (2004)
human circulatory system
6 Flowering plant growth and Lin (2004)
development
7 Covalent bonding Birk and Kurtz (1999)
8 Covalent bonding and structure Peterson, Treagust and Garnett
(1989)
9 Chemical bonding Tan and Treagust (1999)
10 Qualitative analysis Tan, Treagust, Goh and Chia
(2002)
11 Chemical equilibrium Tyson, Treagust and Bucat (1999)
12 Multiple representation in chemical Chandrasegaran, Treagust &.
commit to user
reactions Mocerino (2005)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

33

13 Ionisation energies of elements Tan, Taber, Goh and Chia (2005)


14 Acids and bases Chiu (2001, 2002)
15 States of matter Chiu, Chiu and Ho (2002)
16 Light and its properties Fetherstonhaugh and Treagust
(1992)
17 Formation of images by a plane Chen, Lin and Lin (2002)
mirror Forces
18 Electromagnetism Paulus and Treagust (1991)
19 Electrical circuits Millar and Hames (2001)
20 Force, heat , light and electricity Franklin (1992)

C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran merupakan interaksi antara pendidik dan peserta didik
yang melibatkan komponen seperti media, bahan ajar, evaluasi, dll. Komponen
pembelajaran berperan penting dalam pemahamn konsep siswa. Kesulitan siswa
dalam memahami konsep biologi akan menimbulkan miskonsepsi. Miskonsepsi
merupakan ketidaksesuaian antara pemahaman peserta didik dengan konsep yang
benar.
Penyebab terjadinya miskonsepsi salah satunya karena faktor dari
pendidik. Pemahaman guru tentang konsep biologi sangat berperan dalam
pemahaman siswa. Guru dharapkan mempunyai pemahaman yang benar tentang
konsep yang akan diajarkan kepada siswa. Guru diharapkan memiliki kualifikasi
PCK yang baik. Pengukuran keberhasilan proses pembelajaran hendaknya
menggunakan sistem assessment for learning. Tes diagnostik merupakan jenis tes
untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan siswa dalam memahami suatu
konsep. Tes diagnostik four tier diguanakan untuk mengetahui miskonsepsi siswa
pada materi Animalia.
Miskonsepsi dapat diperbaiki dengan pembelajaran berbasis
konstruktivisme dan pembelajaran aktif yang berpusat pada peserta didik
(Limbach & Waugh, 2014). Inkuiri merupakan pembelajaran berbasis
penyelidikan yang bersifat student center. Sintaks model pembelajaran inkuiri
memberikan kesempatan kepadacommit
pesertatodidik
user untuk membangun pengetahuan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

34

melalui penyelidikan. Aktivitas peserta didik dalam pembelajaran inkuiri antara


lain mengajukan pertanyaan, menyususun hipotesis, mengumpulkan dan
menganalisis data (Fay, 2007).
Siswa mengalami miskonsepsi pada materi Animalia. Guru juga
mengalami kesulitan untuk mengetahui bagian materi yang kurang dipahami
siswa. Alternatif solusi dari permasalahan adalah dengan mengembangkan desain
pembelajaran berbasis inkuiri. Desain pembelajaran yang dikebangkan memuat
empat level inkuiri dengan memperhatikan strukturisasi materi yang mudah
dipahami oleh peserta didik.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 35

TUNTUTAN FAKTA
Terjadi
miskonsepsi metode
Siswa memahami pada materi
konsep Animalia Animalia
siswa dengan baik ><
Memperbaiki
Tujuan :
miskonsepsi Komponen desain
penilaian Memperbaiki
pembelajaran biologi
- Guru belum peserta didik miskonsepsi siswa
paham level
inkuiri dengan
benar
- Guru belum siswa
- Pendidik
mendesain mengetahui
pembelajaran materi yang sulit Pendidik
guru yang dikuasai siswa dapat Pengembangan
memunculkan desain
pembelajaran
>< - Guru belum mendesain
bermakna membuat desain pembelajaran
- Pendidik
model inkuiri berbasis inkuiri
pembelajaran
memahami bagian
yang mampu mengetahui
materi yang sulit
dikuasai siswa memfasilitasi kelemahan-
- Pendidik siswa untuk kelemahan
mengembangkan memahami
bentuk evaluasi materi yang Inquiry Based Learning Design
assessment of konsep dengan
dialami siswa
learning benar
Desain pembelajaran inkuiri untuk memperbaiki
TUNTUTAN FAKTA miskonsepsi siswa pada materi Animalia

Pedagogic Pedagogic
Content Content
Knowledge (PCK) Knowledge (PCK)
harus baik masih rendah Model inkuiri Tafoya
(2012)

35
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir

Anda mungkin juga menyukai