Anda di halaman 1dari 16

A.

Judul Penelitiaan : Pengembangan Instrumen Diagnostik Three-Tier untuk Mengidentifikasi


Miskonsepsi Pada Materi Alat Optik Siswa Kelas X di MAN 1 Pekanbaru

B. Bidang Ilmu
Adapun bidang ilmu yang akan dibahas pada penelitian ini adalah bidang ilmu Pendidikan
fisika yaitu Pengembangan Instrumen Diagnostik Three-Tier untuk Mengidentifikasi Miskonsepsi
Pada Materi Alat Optik.

C. Latar Belakang
Pembelajaran fisika merupakan mata pelajaran yang memiliki tujuan untuk menguasai
pengetahuan, konsep, serta prinsip fisika. Dalam pembelajaran fisika diperlukan konsep pemahaman
yang mumpuni atau baik, bukan hanya tentang penghafalan teori beserta rumus saja. Tapi, apa yang
terjadi? Pada kenyataannya dilapangan para peserta didik hanya tau sebatas rumus saja, tanpa
memahami konsepnya. Oleh karena inilah para peserta didik cenderung mengalami kesulitan dalam
mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari, karena kesulitan inilah sehingga menyebabkan siswa
mengalami salah konsep atau biasa disebut dengan Miskonsepsi. Ilmu fisika memiliki peranan yang
sangat penting dan oleh karena itu ilmu ini harus dipahami dengan baik oleh peserta didik, kebanyakan
fakta yang ditemuka saat ini adalah bahwa para guru atau para pendidik sering menemukan bahwa
peserta didik memiliki konsep yang tidak sama atau berbeda dengan konsep sebenarnya. Konsep yang
berbeda itu biasanya disebut dengan sebutan Miskonsepsi. Yang mana Miskonsepsi itu sendiri
merupakan suatu konsep yang tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh paea ahli (Suparno,
2013:4).
Dalam skripsi yang berjudul Meningkatkan Motivasi dan Keaktifan Belajar fisika dengan
Metode Pemberian Reward, Ayu Anjarsarie Saputri (2011) menyatakan bahwa Masalah yang sering
dalam pembelajaran fisika adalah pembelajaran fisika yang sukar dimengerti sehingga menyebabkan
siswa mendapatkan kesulitan dalam memhami materi atau konsep. Banyak peserta didik yang merasa
bahwa materi “Alat Optik” ialah materi yang sulit untuk dipahami dan dipelajari. Karena pada materi
ini konsep-konsep fisika-nya sangat kompleks dan banyak istila-istikah baru juga yang perlu
dijelaskan lebih lanjut oleh pendidik atau guru agar tidak terjadi miskonsepsi. Ada juga guru-guru
yang sudah mengajar pun masih menglami miskonsepsi atau kesulitan saat penyampaian mater.
Walaupun peserta didiklah yang merupakan fokus yang paling utama yang menjadi peran dlam
miskonsepsi dalam konteks hasil belajar. Karena Faktanya masih banyak yang kurang dalam
penguasaan konsep sehingga kesalahan yang berasal dari siswa inilah yang menyebabkan miskonsepsi
dalam dirinya. Miskonsepsi . yang dialami peserta didik juga terjadi karena kemampuan fisinya lemah,
kurangnya Melatih diri dalam pemahaman konsep melalui latihan-;atihan soal serta daya tangkapnya
yang rendah. Masalah yang ada pada guru juga ada karena guru tidak menguasai onsep dengan baik
sehingga terjadi miskonsepsi pada peserta didik.
Peserta didik sering mengalami miskonsepsi pada materi alat optic tentang konsep dasarnya,
Misalnya terjadinya pembiasan pada Lensa. Peserta beranggapan bahwa sinar dating pada lensa
cembung atau lensa cekung tidak dibiaskan pada permukaan lensa tapi pada tengah lensa. Hal inilah
yang menimbulkan miskonsepsi pada pserta didik krna faktanya cahaya itu dibiaskan pada permukaan
lensa bukan pada tengah lensa karena ada perbedaan indeks bias dari dua medium yaitu kaca dan
udara ataupun sebaliknya. Dengan adanya miskonsepsi yang terjadi ini membuat proses penerimaan
dn asimilasi pengetahuan baru pada peserta didik menjadi terhambat sehingga menghalangi
keberhasilan proses pembeljaran kedepannya. Seiring munculnya kesadaran akan terjadi misonsepsi
tersebut, berbagai upaya Untuk mengatasi masalah miskonsepsi peserta didik terhadap materi alat
optic terus dikembngkan meskipun hasilnya masih marathon atau belum membahagiakan . karena
upaya nya adalah memberikan tugas-tugas yang biasa diberikan spontan dan pendidik juga
memberikan tes-tes seperti tes lisan untuk setiap peserta didik untuk mengetahui letak kelemahan
peserta didik pada materi tersebut. Namun harus diketahui bahwa masalah yang sesungguhnya itu
bukan upaya untuk mengatasi miskonsepsi tersebut tetapi masalah pengidetifikasian terjadinya
miskonsepsi itu sendiri yang sampai saat ini masih ada kesulitan untuk memebedakan antara peserta
didik yang mengalami miskonsepsi dengan peserta didik yang sama sekali tidak tau konsep. Apabila
guru tidak dapat memebedakan nya bagaimana cara mengatasinya itu akan lebih sulit karena upayanya
akan berbeda untuk anak yang miskonsepsi dengan anak yang tidak tahu konsep sama sekali.
salah satu Upaya Atau alternatifnya adalah mengidentifikasi misonsepsi dengan Certaint of
Response Index (CRI) Yang dikembangkan oleh Saleem Hasan dan Keitsh Adams (2002). Caranya
adalah dengan memberikan tes Multiple Choice dengan evaluasi Pemahaman Konsepyang disertai
dengan alas an jawaban yang pasti, dan Instrumen yang digunakan adalah Instrumen diag nostik
Three-Tier yang merupakan alat untuk mengidentifikasi miskonsepsi. Three-Tier ini berupa Multiple
Choice tiga tingkat dengan Tier pertama adalah soal pilihan ganda biasa, Tierkedua adalah alas an
dari pilihan jawaban, Tier ketiga adalah deajat keyakinan untuk meyakinkan respon peserta didik,
sehingga peneliti mendapatkan informasi yang lebih banyak mengeni miskonsepsi peserta didik dan
mampunmembedakan peserta didik yang tidk tahu konsep dengan pesrta didik yang miskonsepsi.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang diatas , maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana
mengembangkan instrument diagnostic Three Tier untuk mengidentifikasi misonsepsi pada materi alat
optic siswa kelas X MAN 1 Pekanbaru?”
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah “Mengembangkan instrument diagnostic Three Tier untuk
mengidentifikasi misonsepsi pada materi alat optic siswa kelas X MAN 1 Pekanbaru?”
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi Siswa, Penelitian ini bermanfaat untuk menghindari miskonsepsi pada materi optic.
2. Bagi Guru, Penelitian ini bermanfaat untuk meremediasikan miskonsepsi siswa terutama pada
materi Optik dan penelitian ini bisa dijadikan referensi.
3. Bagi Peneliti, Penelitian ini bermanfaat sebagai sarana untuk Mendalami materi optic , dan
sebagai landasan awal bagi peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk menghindari
adanya miskonsepsi pada materi optic.
4. Bagi Program Studi Pendidikan Fisika, penelitian ini bermanfaat untuk bahan referensi
mahasiswa dalam pembelajaran optic.
G. Definisi Opersional
1. Miskonsepsi
Miskonsepsi didefinisikan sebagai kesalahan pemahaman yang mungkin terjadi selama
atau sebagai hasil dari pengajaran yang baru saja diberikan, berlawanan dengan konsepsi-
konsepsi ilmiah yang dibawa atau berkembang dalam waktu lama (Mosik, 2010).
2. Tes diagnostic
Test diagnostic menurut Arikunto (2012) adalah tes yang digunakan untu mmengetahui
kelemahan-kelemahan peserta didik, sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat
diberikan perlakukan yang tepat.
3. Instrumen Diagnostik Three Tier
Menurut (Pesman, 2010:216) Instrumen diagnostic Three Tier adalah instrument yang
paling valid, reliable, dan akurat untuk mengidentifikasi miskonsepsi peserta didik Three-Tier
ini berupa Multiple Choice tiga tingkat dengan Tier pertama adalah soal pilihan ganda biasa,
Tierkedua adalah alas an dari pilihan jawaban, Tier ketiga adalah deajat keyakinan untuk
meyakinkan respon peserta didik.

H. Landasan Teoritis
1. Miskonsepsi
Menurut Sutrisni, Kartono, dan Kresnadi Miskonsepsi merupakan Konsepsi-konsepsi lain
yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmuwan. Dalam penelitian ini, Miskonsepsi yang dimaksud
adalah Kekeliruan atau kesalahan peserta didik dalam memahami serta menerapkan konsep-
konsep pada materi optic salah satunya pada pembiasan cahaya pada lensa cekung. Peserta didik
dikatakan mengalami Miskonsepsi apabila jawabannya 3S yaitu Salah Salah Salah dan 2S1B
yaitu Salah Salah Benar, dan Menurut Suparno (2013:4) Miskonsepsi adalah suatu konsep yang
tidak sesuai dengan konsp yang diakui oleh para ahli atau konsep yang sudah dipatenkan. Dalam
proses pembelajaran, sisiwa akan menerima dan mengelola informasi yang didapatkannya ke
otaknya, apabila informs yang didapatnya sesuai dan terstruktur dengan konsep yang ada maka
informasi tadi akan menambah pengetahuan mereka, proses ini disebut dengan proses asimilasi.
Dan apabila infprmasi yang didaptkan nya tidak sesuai maka mereka akan melakukan penyusunan
ulang struktur kognitif mereka sampai informasi itu menjadi bagian darinya. Dalam proses
penyampaian informasi peserta didik sering mengalami kesulitan bahkan sampai pada kegagalan
hal inilah yang mengaibatkan munculnya miskonsepsi kognitif siswa. Miskonsepsi terjadi karna
adanya pembangunan pengetahuan disepanjang perjalan hidup seorang pesertadidik.
2. Tes diagnostic
Arikunto (2012) mengemukaka bahwa pengertian tes adalah prosedur atau alat yang
digunakan untuk mengkur sesuatu dalam suatu suasana, dengan cara atau aturan yang telah
ditentukan. Sementara tes diagnostic itu sendiri merupakan tes yang digunaan untuk mengukur
atau mengetahui kelemah-kelemahan dari peserta didik, sehingga pendidik tau apa
penanggulangan yang harus dilakukan untuk menangani nya dengan tepat. Berikut beberapa
fungsi dari tes diagnostic:
a. Untuk memisahkan atau mengklasifiasikan peserta didik berdasarkan kemampuannya dalam
penerimaan perlajaran yang akan dipelajarinya;
b. Untuk Menentukna tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang dipelajarinya;
c. Untuk menentukan kesulitan-kesulitan atau kelemahan-kelemahan belajar yang dialami oleh
peserta didik agar menemukan cara yang khusus untuk mengatasinya;
d. Untuk menentukan apakah syarat awal atau pra-syarat sudah dikuasai atau belum
.
Dalam buku tes diagnostic yang diterbitkan oleh Dirjen Pendidikan Dasr dan Menengah pada
tahun 2007 dikemukakan beberapa karakteristik dari tes diagnostic yaitu:
a. Tes diagnostic dirancang untuk mengetahui kesulitan belajar siswa,
b. Tes diagnostic dikembangkan berdasarkan analisis terhadap sumber kesalahan yang mungkin
menjadi alasan munculnya masalah pada siswa.
c. Tes diagnostic menggunakan soal-soal bentuk Supply response (bentuk uraian atau jawaban
singkat) agar bias menangkap informasi secara lengkap, jika ada alasan lain bias juga
menggunakan Selected Response misalnya bentuk pilihan ganda serta ada alasan mengapa
memilih jawaban tersebut agar bias meminimalisir jawaban tebakan dan dapat ditentukan
tipe kesalahannya.
d. Tes ini disertai dengan rancangan tidak lanjut sesuai dengan kesulitan yang terdentifikasi.

Secara garis besar langkah-langkah mengembangkan tes diagnostic (Diknas,2007) adalah


a). Mengidentifikasi KD yang masih belum tercapai ketuntasannya, b). Menentukan
kemungkinan sumber masalah, c). menentukan bentuk dan jumlah soal yang sesuai, d).
menyusun kisis-kisi soal, e). menulis dan mereview soal, dan f). menyusun kriteria
penilain.
3. Tes diagnostic Three-Tier
Instrumen ini merupakan salah satu instrument yang digunakan untuk
mengidentifikasi miskonsepsi. Three-Tier ini berupa Multiple Choice tiga tingkat dengan Tier
pertama adalah soal pilihan ganda biasa, Tierkedua adalah alas an dari pilihan jawaban, Tier
ketiga adalah deajat keyakinan untuk meyakinkan respon peserta didik. Pengembangan
instrument diagnostic Three-Tier meliputi 3 tahap yaitu:
a. Tahap pertama: Wawancara , Kegiatan ini dilakukan kepada peserta didik secara individu
dengan pertanyaan terbuka (wawancara terbuka) yang ditujukan untuk mengumpulkan data
untuk pilihan pada setiap item piliham ganda.
b. Tahap kedua: Tes kertas dan pensil, Tanggapan dari pertanyaan wawancara digunakan untuk
membuat butir pilihan ganda untuk tes kertas dan pensil. Setelah butir dibuat, soal diuji pada
seluruh siswa dalam kelas. Para siswa dimita untuk memilih jawaban yang paling tepat untuk
setiap pertanyaan dan kemudian memberikan alasan atas pilihan mereka serta menuliskan
tingkat keyakinan mereka dalam menjawab pertanyaan. Data yang diperoleh dari siswa
dianalisis dan dikembangkan menjadi item tes three-tier.
c. Tahap ketiga: Uji tes Three-Tier, Pada tahap ini butir tes yang dibuat diujicobakan kepada
peserta didik.
4. Materi Alat Optik
Alat-alat optic yang memanfaatkan peristiwa pembiasan dan pemantulan cahaya sering
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari misalnya seprti kaca pembesar, miksoskop, periskop,
kamera, dan proyektor slide. Alat yang cara kerjanya memanfaatkan atau mengandung peristiwa
pemantulan ataupun pembiasan cahaya inilah yang disebut dengan sebutan alat optic. Berikut
penjelasan mengenai alat-alat optic:
a. Lup
Lup atau yang biasa kita kenal kaca pembesar merupakan salah satu alat optic yang
menggunakan lensa cembung atau lensa positif untuk melihat benda-benda yang kecil agar
terlihat lebih jelas. Bayang yang dibentuk dari kaca pembesar ini selalu bersifat (Maya,
tegak, dan diperbesar). Agar bernda dapat terlihat , maka benda kecil (F).
Ketika bayangan terbentuk didekat mata, mak mata akan berakomodasi maksimum dan
perbesaran bayangannya dirumuskan sebagai berikut:

𝑆
M = ( 𝑛⁄𝑓 ) + 1

Gambar.1 Mata berakomodasi maksimum


Ketika ingin mengamati benda dengan lup atau kaca poembesar tanpa berakomodasi, maka
benda harus diletakkan tepat dititik fokus lensa agar yang masuk ke mata berupa sinar
sejajar. Hal ini disebut dengan mata yang tidak berakomodasi ,

Gambar.2 Mata tidak berakomodasi


perbesaran bayangannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑆
M = ( 𝑛⁄𝑓 )
Dimana: M : Perbesaran bayangan
Sn : Titik dekat mata
f : Jarak fokus Lup

b. Mikroskop
Mikroskop adalah alat optic yang biasanya digunakan oleh para peneliti untuk melihat
benda-benda kecil yang tidak bias dilihat hanya dengan menggunakan mata telanjang.
Mikroskop memiliki 2 lensa cembung yang berfungsi untuk memperbesar baying benda
yaitu:
- Lensa objektif : Lensa yang diletakkan dekat
dengan objek yang akan diamati , baying yang
dibentuk (bersifat nyata, terbalik, dan diperbesar)
baying yang dibentuknya akan menjadi benda
bagi lensa okuler. Jika diamati dengan mata
berakomodasi maka benda diletakkan diantara
titik pusat lensa okuler (Ook) dan titik fokus
okuler (fok) sedngkan jika diamati dengan mata Gambar.3 Bagian-bagian mikroskop
tanpa berakomodasi maka benda diletakkan Sumber: Nurachmandani, 2009
dititik fokus lensa okuler (fok).
- Lensa Okuler : Lensa yang diletaakan dekat mata. Yang mana bayangan yang dibentuk
(bersifat maya, tegak, dan diperbesar) Bayangan akhir yang dibentuk adalah maya,
terbalik dan diperbesar. Bayangan ini dapat dilihat oleh pengamat, bayangan ini
mengalami perbesaran beberapa kali lipat sehingga benda yang sangat kecil akan tampak
besar.
Jarak Fokus lwnsa okuler lebih besar daripada jarak lensa objektif ( fok > fob).
Benda yang akan diamati diletakkan di depan lensa objektif diantara fob dan 2fob
Perbesaran bayangan pada mikrosop ketika mata berakomodasi adalah:

𝑆′𝑜𝑏⁄ 𝑆′𝑛
Mmikroskop = Mob x Mok = ( 𝑆𝑜𝑏 ) x ( ⁄𝑓𝑜𝑘 + 1)
Apabila mata tidak berakomodasi, perbesaran bayangannya adalah sebagai berikut:

𝑆′𝑜𝑏⁄ 𝑆′𝑛
Mmikroskop = Mob x Mok = ( 𝑆𝑜𝑏 ) x ( ⁄𝑓𝑜𝑘 )

c. Kamera
Alat optic lainnya yang bias kita temukan adalah kamera, kamera merupakan alat optic yang
memiliki manfaat yang sangat besar hal ini dikarenakan kamera dapat mengabadikan kejadian-
kejadian atau momen-momen penting dan juga bersejarah. Kamera terdiri dari 3 bagian utama
yaitu lensa, diafragma, dan film.

Gambar.4 Bagian-bagian kamera


Sumber: Giancoli, 2001
Prinsip kerja kamera adalah sebagai berikut, Benda yang akan diambil gambarnya diletkkan
didepan kamera, cahaya yang berasal dari objek atau bend tersebut akan diterima oleh lensa
cembung dan kemudian dibiaskan sehingga membentuk bayangan yang nyata di film.
Kedudukan lensa terhadap film dapat diatur agar bayangan yang jatuh tepat difilm. Bayangan
yang terbentuk bersifat nyata, terbail dan diperkecil.
I. Metode Penelitian
1. Tempat dan waktu Penelitian
Tahap pengembangan instrument tes dilakukan di Universitas Riau pada bulan Maret
2019 sampai April 2019 , dan tahap ujicoba soal akan dilakukan di MAN 1 Pekanbaru
semester genap tahun ajaran 2018/2019 pada bulan april 2019.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian pengembangan yangmana mengembangkan tes
diagnostic dengan three-tier multiple choice pada materi Alat Optik untuk siswa SMA kelas
X. penelitian ini menggunakan metode penelitian Research and Development (R & D .)
3. Subjek Penelitian
Penelitian dilakukan di MAN 1 Pekanbaru dengan subjekpenelitiannya adalah siswa
kelas XI MIA dan 10 siswa kelas X yang belum tuntas pada materi alat optic sebagai sampel
uji coba.
4. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian pengembangan tes diagnostic dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:

Potensi & Pengumpulan Design Validasi Draf


Revisi
Masalah Data Produk Produk Final

Uji Analisis uji Uji


Laporan Analisis
coba 2 realibilitas coba 1
Alur Kerja Penelitian Pengembangan Tes Diagnostik, Hasil Modifikasi dari Metode Research and Development (R&D)

Keterangan :
: Jenis kegiatan , : Garis pelaksanaan, : Hasil kegiatan
a. Potensi dan Masalah : tahap ini dideskripsikan potensi-potensi yang dimiliki siswa
kemudian masalah yang dialami dan yang akan dicari solusinya. Beberapa langkah pokok
dalam tahap ini:
- Analisis Awal
Analisis awal dilakukan untuk menetapkan arah dasar yang dibutuhkan dalam
pengembangan tes diagnostik. Dilakukan analisis terhadap siswa untuk mengawali tahap
ini, yang akan dijadikan obyek penelitian adalah siswa SMA kelas X, karena pada tahap ini
siswa sudah dapat berpikir secara abstrak, menalar secara logis, kemampuan berpikir dapat
berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan
banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya, menarik
kesimpulan dari informasi yang tersedia tapi tidak lagi menerima informasi apa adanya,
mereka akan memproses informasi tersebut dengan eksperimen atau dengan cara lainnya.
- Analisis Konsep
Analisis konsep merupakan identifikasi konsep-konsep utama yang akan diajarkan
dan menyusunnya secara sistematis serta mengaitkan satu konsep dengan konsep lain yang
relevan, sehingga membentuk suatu peta konsep. Gambar berikut menyajikan peta konsep
pada materi Alat Optik:
ALAT OPTIK

LUP MIKROSKOP KAMERA

Peta konsep “Alat Optik”


b. Pengumpulan Data : tahap ini akan dilakukan wawancara dengan guru fisika di MAN 1
Pekanbaru mengenai miskonsepsi yang sering dialami siswa pada materi Alat Optik.
c. Desain Produk : Tahap ini terdiri atas penyusunan soal dan penyusunan kriteria penilaian.
- Tahap Penyusunan Soal : Tahap penyusunan soal antara lain meliputi menentukan
bentuk dan jumlah soal, menyusun kisi-kisi soal dan menyusun butir-butir soal.
- Menentukan Bentuk dan Jumlah Soal : Bentuk soal yang akan diujicobakan yaitu three-
tier multiple choice, yakni suatu bentuk soal yang terdiri dari tiga bagian, bagian
pertama merupakan soal pilihan ganda biasa, bagian kedua merupakan alasan dari
pilihan jawaban, dan bagian ketiga merupakan derajat keyakinan untuk meyakinkan
respon siswa. Adapun jumlah soal yang dikembangkan dalam penelitian ini berjumlah
25 soal.
- Menyusun Kisi-Kisi Soal : Dalam instrumen ini kisi-kisi soal memuat: Kompetensi
dasar, Materi, Indikator soal, Nomor soal.
- Menyusun Butir-Butir Soal : Berdasarkan kisi-kisi soal yang telah dirancang akan
disusun butir soal. Butir soal yang akan disusun akan memiliki fungsi diagnostik,
sehingga jawaban yang diberikan oleh siswa dapat dijadikan informasi yang kemudian
akan dianalisis untuk mengetahui letak miskonsepsi siswa.
- Penyusunan Kriteria Penilaian : Tes diagnostik yang dikembangkan adalah three-
tier multiple choice yang memiliki jawaban dengan tiga tingkat jawaban. Kondisi
false positive adalah siswa menjawab benar pada tier pertama dan salah pada tier
kedua. Siswa pada kondisi false positive mengindikasikan terjadi miskonsepsi.
Miskonsepsi juga terjadi pada siswa yang menjawab salah pada tier pertama dan
kedua namun yakin pada tier ketiga. Siswa pada kondisi false negeative, yaitu
menjawab salah pada tier pertama dan menjawab benar pada tier kedua merupakan
siswa yang tidak tahu konsep. Siswa tidak tahu konsep juga ditunjukkan oleh respon
tidak yakin pada tier ketiga (Pesman, 2010: 215).
d. Validasi Produk : Untuk menghasilkan soal diagnostik yang layak, maka harus dilakukan
validasi terhadap perangkat yang dibuat, kemudian dilakukan revisi berdasarkan saran dan
masukan dari para validator.
e. Revisi Desain : Setelah soal diagnostik yang telah dikembangkan divalidasi oleh validator
maka akan diketahui letak kesalahan dan kekurangannya. Kekurangan tersebut selanjutnya
diperbaiki atau direvisi sesuai saran yang diberikan hingga didapatkan draft final yang siap
untuk diujikan.
f. Uji Coba I dan Analisis Uji Reliabilitas : Pada tahap ini dilakukan uji coba data yang
dilakukan terhadap siswa kelas XI MIA MAN 1 Pekanbaru yang telah mempelajari
materi Alat Optik. Selanjutnya, hasil dari uji coba I akan ditentukan reliabilitas soalnya.
g. Uji Coba Produk II : Uji coba II diterapkan pada siswa yang belum mencapai ketuntasan
dalam materi Alat Optik.
h. Analisis : Data yang telah terkumpul dianalisis, kemudian dari hasil analisis tersebut dapat
diidentifikasi letak miskonsepsi siswa, sehingga soal-soal dalam penelitian ini dapat
berfungsi maksimal sebagai tes diagnostik.
5. Instrumen Penelitian
a. Lembar Validasi : Tim ahli melakukan validasi terhadap perangkat yang telah disusun
oleh peneliti, tim ahli terdiri dari dosen fisika dan guru mata pelajaran fisika.
b. Perangkat Tes Diagnostik : Perangkat tes diagnotik yang dikembangkan kisi-kisi soal
dan butir soal. Kisi-kisi soal dan butir soal disusun berdasarkan kompetensi dasar,
diujicobakan kepada siswa yang telah mempelajari materi Alat Optik. Hasil tes siswa
selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan siswa mana yang membutuhkan
penanganan lebih atau sedang kemudian ditentukan solusinya. Hasilnya kemudian
dianalisis secara kualitatif.

J. Teknik Analisis Data


1. Uji Validasi ahli : Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dari ahli atau validator
adalah dengan menggunakan angket penilaian. Kriteria penilaian angket kepada validator
untuk mengetahui validitas isi instrumen dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Penilaian Angket untuk Validator
Kriteria Keterangan Penilaian Saran
Butir soal tidak sesuai dengan indikator, bahasa yang
Skor 0
digunakan sulit dipahami
Butir soal sesuai dengan indikator, bahasa yang
digunakan sulit dipahami atau apabila soal tidak
Skor 1
sesuai dengan indikator, bahasa yang digunakan
mudah dipahami
Butir soal sesuai dengan indikator, bahasa yang
Skor 2
digunakan mudah dipahami
Para validator diminta memberikan penilaian dengan memberi tanda centang pada tempat yang
sudah tersedia dan mengisi kolom saran untuk perbaikan penulisan butir soal. Adapun rumus
yang digunakan untuk analisis data adalah:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟
𝑆𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 = × 100%
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
Hasil nilai dalam skala presentase menyatakan instrumen tersebut valid atau perlu revisi ulang.
Kriteria kevalidan instrumen tes dibagi menjadi empat kriteri seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Kriteria Kevalidan Data Angket Penilaian Validator
Skala nilai (%) Keterangan
85,94-100 Valid (tidak revisi)
67,18-85,93 Cukup valid (tidak revisi)
48,44-67,17 Kurang valid (revisi)
25,00-48,43 Tidak valid (revisi)
(Data diolah dari Ismail, 2007:30)
2. Uji Validitas, Reliabilitas, Daya Beda, dan Tingkat Kesukaran
Dalam konteks alar ukur atau instrumen assesmen, validitas berarti sejauh mana kecermatan atau
ketepatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Sebuah instrumen yang valid akan
menghasilkan data yang tepat seperti yang diinginkan. Dalam pengujian validitas, digunakan
rumus korelasi Product Moment sebagai berikut:
𝑁(Σxy) − (Σx)(Σy)
𝑟𝑥𝑦 = × 100%
√{(𝑁(Σx 2 ) − (Σx)2 )(𝑁(Σy 2 ) − (Σy)2 )}
Keterangan:
rxy = koefisien korelasi product moment suatu butir/item
N = jumlah subjek
x = skor suatu butir/item yang dijawab benar oleh siswa,
y = jumlah/skor total yang dijawab oleh masing-masing siswa
Tabel 3. Interpretasi Validitas

Validitas Interpretasi Validitas


rxy ≤ 0,00 Tidak Valid
0,00 ˂ rxy ≤ 0,20 Validitas Sangat Rendah
0,20 ˂ rxy ≤ 0,40 Validitas Rendah
0,40 ˂ rxy ≤ 0,60 Validitas Sedang
0,60 ˂ rxy ≤ 0,80 Validitas Tinggi
(Sumber: Arikunto, 2009:78)
0,80 ˂ rxy ≤ 1,00 Validitas Sangat Tinggi
Reliabilitas diterjemahkan dari
kata reliability yang berarti hal yang dapat dipercaya (tahan uji). Sebuah tes dikatakan
mempunyai reliabilitas yang tinggi jika tes tersebut memberikan data yang ajeg (tetap) walaupun
diberikan pada waktu yang berbeda kepada responden yang sama. Salah satu teknik perhitungan
reliabilitas adalah formula Spearman-Brown, formula ini hanya dapat diterapkan pada soal yang
mempunyai jumlah butir genap. Formulanya adalah sebagai berikut:
2𝑟𝑥𝑦
𝑟11 =
(1 + 𝑟𝑥𝑦 )
Keterangan:
r11 = koefisien reliabilitas
rxy = koefisien korelasi product moment suatu butir/item
1, 2 = bilangan konstan
Tabel 4. Rentang Indeks Reliabilitas

Indeks Interpretasi
0,80 ≤ r11 ≤
Sangat reliabel
1,00
0,60 ≤ r11 ˂
Reliabel
0,80
0,40 ≤ r11 ˂
Cukup reliabel
0,60
0,20 ≤ r11˂ 0,40 Agak reliabel
r11 < 0,20 Kurang reliabel

Daya beda atau discriminating power suatu soal adalah seberapa jauh soal tersebut dapat
membedakan antara yang mampu dengan yang tidak mampu (menyerap materi pelajaran). Jadi,
suatu butir soal dikatakan memiliki daya pembeda bila soal tersebut mampu membedakan
keadaan yang diukur, apabila memang keadaannya berbeda. Formulasi untuk mengetahui daya
beda suatu butir soal adalah sebagai berikut:
Σ𝐴 − Σ𝐵
𝐷=
𝑛
Keterangan:
ƩA = banyaknya kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
ƩB = banyaknya kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar
n = banyaknya peserta kelompok atas/bawah
Tabel 5. Interpretasi Daya Beda
Daya Beda (D) Interprestasi atau Penafsiran Daya Beda
D ≥ 0,40 Bagus sekali
0,30 ≤ D < 0,40 Cukup bagus, tetapi perlu peningkatan
0,20 ≤ D < 0,30 Belum memuaskan, perlu perbaikan
D < 0,20 Jelek dan harus dibuang
(Sumber: Arikunto, 2009:210)

Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk soal dijawab benar pada tingkat kemampuan
tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Semakin tinggi tingkat kesukaran, berarti
soal tersebut semakin mudah. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kesukaran, soal semakin sulit.
Indeks tingkat kesukaran (P) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Σ𝑥
𝑃=
𝑛
Keterangan:
ƩX = jumlah peserta tes yang menjawab benar
N = jumlah peserta tes
Tabel 6. Interpretasi Tingkat Kesukaran Tingkat
Interprestasi atau Penafsiran
Kesukaran (TK)
TK
P < 0,30 Sukar
0,30 ≤ P ≤ 0,70 Sedang
P > 0,70 Mudah

(Sumber: Arikunto, 2009:218)

3. Certanty of Response Index (CRI)


Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan Certanty of Response Index
(CRI). CRI ini merupakan suatu alat untuk mengukur tingkat kepastian siswa dalam menjawab
pertanyaan yang diajukan. Skala CRI yang dikemukakan oleh Saleem Hasan (1999) dalam
Tayubi (2005) memiliki rentang dari 0–5 dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 7. Skala CRI Beserta Kriterianya

Skala CRI Kriteria


0 Totally guess answer
1 Almost guess
2 Not sure
3 Sure
4 Almost Certan
5 Certain

Penggunaan CRI seperti yang dikemukakan oleh Tayubi (2005) menyatakan bahwa untuk
membedakan antara yang tidak tahu konsep, mengalami miskonsepsi, dan tahu konsep secara
kelompok dinyatakan oleh tabel berikut.
Tabel 8. Ketentuan untuk Membedakan antara Tahu Konsep, Miskonsepsi dan Tidak Tahu
Konsep untuk Responden secara Kelompok
Kriteria
CRI rendah (< 2,5) CRI tinggi (>2,5)
jawaban
Jawaban benar tapi CRI Jawaban benar dan rata-rata CRI
Jawaban benar rendah berarti tidak tahu tinggi berarti menguasai konsep
konsep (lucky guess) dengan baik
Jawaban salah dan CRI Jawaban salah tetapi rata-rata
Jawaban salah rendah berarti tidak tahu CRI tinggi berarti terjadi
konsep miskonsepsi
Sumber: Tayubi (2005:4)

Pengelompokkan siswa berdasarkan kriteria jawaban tersebut ditentukan dengan rumus berikut
ini.

𝚺𝑪𝑹𝑰𝑩 𝚺𝑪𝑹𝑰𝑺
𝑱𝑩 = Dan 𝑱𝑺 =
𝚺𝒏𝒃 𝚺𝒏𝒔
Sumber: Tayubi (2005:4)

Sedangkan fraksi untuk jawaban benar dan salah dinyatakan oleh persamaan berikut.
𝚺𝒏𝒃 𝚺𝒏𝒔
𝑭𝒓𝒂𝒌𝒔𝒊 𝑩𝒆𝒏𝒂𝒓 = Dan 𝑭𝒓𝒂𝒌𝒔𝒊 𝑺𝒂𝒍𝒂𝒉 =
𝚺𝒏 𝚺𝒏

Sumber: Tayubi (2005:4)

JB = Kelompok siswa yang menjawab benar pada suatu soal


JS = Kelompok siswa yang menjawab salah pada suatu soal
ΣCRIB= Jumlah CRI tiap siswa yang menjawab benar pada suatu soal
ΣCRIS= Jumlah CRI tiap siswa yang menjawab benar pada suatu soal
𝚺𝒏𝒃 = Jumlah siswa yang menjawab benar
𝚺𝒏𝑺 = Jumlah siswa yang menjawab salah
Σn = jumlah siswa dalam suatu kelompok

4.Analisis Miskonsepsi
Dari uji coba II diperoleh data kemungkinan pola jawaban siswa yang dapat dikategorikan dalam
beberapa tingkat pemahaman seperti disajikan pada Tabel 8.
Tabel 9. Kemungkinan Pola Jawaban Siswa dan Kategorinya

No. Pola Jawaban Siswa Kategori Tingkat Pemahaman


1. Jawaban inti tes benar-alasan benar-yakin Tahu konsep
2. Jawaban inti tes benar-alasan benar-tidak yakin Tidak tahu konsep
3. Jawaban inti tes benar-alasan salah-yakin Miskonsepsi
4. Jawaban inti tes benar-alasan salah-tidak yakin Tidak tahu konsep
5. Jawaban inti tes salah-alasan benar-yakin Miskonsepsi
6. Jawaban inti tes salah-alasan benar-tidak yakin Tidak tahu konsep
7. Jawaban inti tes salah-alasan salah-yakin Miskonsepsi
8. Jawaban inti tes salah-alasan salah-tidak yakin Tidak tahu konsep
K. Daftar Pustaka
Arikunto, S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara
Arikunto, S. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta : Bumi Aksara
Depdiknas. 2007. Tes Diagnostik- Pedoman Pengembangan Tes Diagnostik Mata Pelajaran IPA
SMP/MTs
Giancolli, Douglas C. 2001. Fisika Edisi Kedua. Jakarta:Erlangga
Nurachmandani, Setya.2009. Fisika I untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional
Pesman, Haki and Eryilmaz, Ali. 2010. Development of a Three-Tier Test to Assess Misconceptions
About Simple Electric Circuits. The Journal Of Educational Research. 103: 208-222
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung : Alfabeta
Suparno, Paul. 2013. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika. Jakarta:
PT.Grasindo
Tayubi, Yuyu Rachmat. 2005. Identifikasi Miskonsepsi Pada Konsep – konsep Fisika Menggunakan
Certainty of Response Index (CRI), No.3

Anda mungkin juga menyukai