Anda di halaman 1dari 8

Metodologi Penelitian

Nama kelompok 4:
Annisa Istiqoma (A24119010)
Darni (A24119067)
Wildatussyafa’ah (A24119064)
1. Judul
“Analisis faktor miskonsepsi siswa sekolah menengah atas (SMA) terhadap
hasil pembelajaran”

2. Latar Belakang
Miskonsepsi siswa atau pemahaman siswa yang salah terhadap suatu
konsep merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan dalam dunia
pendidikan. Siswa merupakan salah satu komponen utama dalam pendidikan.
Pendidikan memiliki tiga komponen utama, yakni guru, bahan ajar dan siswa
(Wahyudin, 1999). Sebagai salah satu usaha untuk terus memperbaiki kualitas
pendidikan, ketiga komponen ini terus mendapat perhatian oleh pakar
pendidikan.
Salah satu usaha usaha yang dilakukan oleh pakar pendidikan

adalah dengan gencar melakukan penelitian pada sebagian dari atau

ketiga komponen pendidikan tersebut. Namun, semua usaha untuk

memperbaiki kualitas pendidikan ini pada akhirnya bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan siswa. Kemampuan siswa salah satunya

dapat dilihat dari pemahaman siswa terhadap suatu konsep (NCTM

(National Council of Teachers of Mathematics), 2000). Namun,

seringkali dapat ditemukan pemahaman siswa terhadap suatu konsep

masih salah. Dengan harapan dapat memperbaiki pemahaman yang

salah tersebut, pemahaman yang salah atau miskonsepsi siswa ini

perlu untuk diselidiki.


Agar dapat dipahami dengan lebih jelas mengapa miskonsepsi menjadi
masalah yang perlu diselidiki, akan dijelaskan bagaimana seorang
siswa dapat memiliki miskonsepsi. Miskonsepsi dapat bermula dari
dua hal, yakni: Pertama, konsep yang disampaikan oleh guru tidak
dipahami dengan benar oleh siswa; dan Kedua, anggapan awal siswa
terhadap suatu konsep sebelum mempelajari topik tersebut
(Makhubele, 2015).

3. Tujuan
o mengetahui apa yang yang menjadi faktor penyebab miskonsepsi
pada siswa menengah atas.
o Mengetahui cara mengatasi miskonsepsi pada siswa menengah atas.
4. Dasar Teori
Dahar (2011:153) menyatakan bahwa “miskonsepsi adalah perbedaan
antara konsepsi anak sebagai hasil konstruksi tentang alam sekitarnya
dengan konsepsi ilmiah”. Suparno (2005:4) mengungkapkan bahwa
“miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada salah satu konsep yang
tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang diterima oleh para pakar di
bidang itu. Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan,
hubungan yang tidak benar di antaranya konsep-konsep, gagasan
intuitif atau pandangan naif”.
Berdasarkan definisi di atas miskonsepsi dapat diartikan sebagai
suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau
pengertian yang dimiliki oleh para ilmuwan di bidangnya.
Miskonsepsi terjadi karena siswa tidak mampu menghubungkan informasi
baru tentang suatu pengetahuan (konsep) dengan struktur kognitif yang sudah
ada sebelumnya. Struktur kognitif tentang suatu pengetahuan sudah terdapat
dalam diri siswa meskipun kurang tepat. Siswa tidak dapat menghubungkan
dengan struktur kognitif yang sudah ada sebelumnya sehingga terjadi salah
konsep saat informasi baru tentang pengetahuan tersebut diterima siswa.

Siswa yang mengalami miskonsepsi sulit untuk dibenahi supaya sesuai


dengan paradigma ilmuwan karena miskonsepsi merupakan hal yang
menetap dalam pikiran siswa sehingga dalam mereduksinya diperlukan
suatu konflik dalam struktur kognitif mereka sehingga terjadi anomali
menuju konsep yang benar.
5. Metode (Kualitatif)
Metode kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan
cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subjek)
lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan
sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan.

6. Intrumen
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu:
o Angket atau kuesioner adalah instrumen penelitian yang berbentuk

daftar pertanyaan tertulis untuk mengumpulkan data dari para


responden.Instrumen ini dapat digunakan untuk mengumpulkan data
dalam jumlah besar dengan waktu yang relatif singkat.
o wawancara , Metode wawancara sendiri dapat dibedakan

menjadi 2 jenis, yaitu wawancara terstruktur dan tidak


terstruktur. Untuk wawancara terstruktur, pedoman wawancara
yang dibuat akan lebih lengkap dan sistematis. Wawancara Tidak
Terstruktur: ketika kamu belum tahu pasti apa informasi yang
akan diperoleh, jadi kamu harus improvisasi pertanyaan saat
berhadapan langsung dengan responden.

Anda mungkin juga menyukai