Anda di halaman 1dari 4

PANJI AGENG PUTRANTO WIBISONO

185050100111071
ILMU NUTRISI RUMINANSIA KELAS H
STUDI KASUS PERMASALAHAN SAPI PERAH DI PETERNAKAN TOROMIRI DESA
BUMIAJI KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU
PENDAHULUAN
Sapi perah adalah salah satu komoditi peternakan yang banyak dikembangkan di Indonesia.
Berdasarkan data BPS (2018) terdapat sekitar 33 peternakan sapi perah yang tersebar di
Indonesia, dengan jumlah populasi mencapai 550.141 ekor. Pada umumnya, sapi perah yang
diternak di Indonesia berjenis Freisian Holstein, yang dibawa Belanda pada tahun 1891-1893.
Sapi ini dikenal menjadi penghasil volume susu terbesar, dengan rata-rata 6000-8000
kg/ekor/laktasi dinegara asalnya, dan 3000-4000 kg/ekor/lakstasi di Indonesia.
Salah satu peternakan sapi perah adalah peternakan milik Pak Tyo yang berlokasi di Desa
Bumiaji, Batu Jawa Timur. Peternakan ini sudah berdiri sejak tahun 2010, dan kini memiliki 27
ekor sapi perah dengan 18 ekor sedang berada dimasa laktasi, 1 ekor dimasa kering dan 6 masih
sapi dara. Sehari-hari Pak Tyo mampu mencapai tingkat produksi susu sebanyak 15 l/ekor/hari ,
dengan waktu pemerahan 2 kali, dipagi pukul 05.00 WIB dan sore pukul 16.00 WIB.
Namun, beliau mengeluhkan jika dimusim pancaroba seperti sekarang, produksi susu
mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor, seperti iklim yang berubah-ubah,
dan harga pakan yang terus naik tidak diimbangi dengan harga jual susu yang cenderung stabil.
Untuk menyiasatinya, Pak Tyo mencoba beberapa teknik pemberian pakan, yang tersusun dari
beberapa macam ransum yang berbeda-beda.
PEMBAHASAN
A. Jenis Pakan
Jenis pakan yang diberikan oleh Pak Tyo kepada ternaknya tersusun dari hijauan dan
konsentrat. Untuk hijaun Pak Tyo memilih memberikan rumput gajah yang sengaja ditanamnya
disekitar kandang. Selain rumput gajah, sapi perah juga diberikan konsentrat, dengan
perbandingan 60:40, atau sesuai dengan standar. Hal ini didukung oleh Musnandar (2011), yang
menyatakan disamping hijauan, dianjurkan adanya tambahan konsentrat agar kadar asam
propionat dalam rumen dapat meningkat, karena kekurangan asam propionat menyebabkan
ternak kekurangan energi. Kondisi ini menyebabkan ternak mengambil energi dari jaringan
tubuh.
Namun tidak semua rumput gajah yang dapat diberikan sebagai pakan ternak. Hijauan yang
diberikan haruslah yang berumur 2 bulan, karena mudah dicerna dan memiliki kandungan nutrisi
yang baik. Selain itu, tidak semua konsentrat dapat digunakan. Pak Tyo memilih menggunakan
perpaduan bekatul, ampas kecap, pollard, DDGS, dan kopra dengan perbandingan 30 : 15: 20 :
17,5 : 17,5. Penggunaan ampas kecap yang mengandung nilai protein tinggi ( 25% ) dilakukan
untuk memenuhi kandungan nutrisi protein sapi perah. Ransum ini memiliki kandungan PK
mencapai 18%, dan sudah sesuai dengan standar tetapan sapi perah.
Nama
BK TDN PK SK Ca P
Bahan
Rumput
18 51 9.1 33.1 0.51 0.51
Gajah
Bekatul 12 3 0.04 0.16
Ampas
89.89 32.94 25.76 14.99 - -
Kecap
Pollard 89,567 74,828 15 10 0.14 0.32

DDGS - - 30.2 8.8 - -

Kopra 90.557 75.333 27.597 6.853 - -

B. Cara Pemberian Pakan


Pemberian pakan dilakukan oleh Pak Tyo mengikuti pedoman yang biasa digunakan. Pakan
diberikan 3 kali sehari, dengan konsentrat sebelum pemerahan pagi dan hijauan setelah
pemerahan pagi dan sebelum pemerahan sore. Metode ini sesuai dengan Sudono, dkk. (2003)
yang menyatakan Pakan diberikan 3 kali sehari, yakni pagi, siang dan sore. Hal ini bertujuan
untuk mengoptimalkan kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan. Selain itu, pemberian
konsentrat dipagi hari membantu menyiapkan rumen untuk nantinya akan memfermentasikan
hijauan, dan konsentrat membantu meningkatkan kualitas susu untuk pemerahan sore hari.
Jumlah pakan yang diberikan disesuaikan dengan bobot ternak sapi perah, karena sapi hanya
mampu memakan sebanyak 10% dari bobot tubuhnya. Hijauan akan dicacah terlebih dahulu
menjadi potongan kecil-kecil, agar sapi tidak memilih-milih dan membantu proses pencernaan
nantinya. Sedangkan konsentrat yang diberikan adalah konsentrat basah, menyesuaikan kondisi
musim kemarau panjang.
C. Permasalahan
Salah satu permasalahan yang dihadapi Pak Tyo, dan peternakan rakyat lainnya adalah
ketersediaan bahan pakan. Musim kemarau panjang yang melanda Indonesia ditahun ini
menyebabkan hijauan berkurang jumlahnya, dan berkurang pula kandungan nutrisinya. Selain
itu, harga pakan yang selalu naik dan tidak diimbangi dengan harga jual susu yang cenderung
stabil, membuat banyak peternak mengalami defisit, terutama dipakan konsentrat.
D. Solusi
Salah satu solusi untuk memecahkan permasalahan diatas adalah dengan memanfaatkan
teknologi fermentasi atau silase untuk pakan hijauan. Despal, dkk. (2011) menyatakan silase
adalah pakan yang diawetkan melalui proses ensilasi, yaitu proses pengawetan pakan atau
hijauan dengan menggunakan kerja spontan fermentasi asam laktat dalam kondisi anaerob.
Aktivitas bakteri ini mampu menurunkan pH hijauan sekaligus menghambat aktivitas
mikroorganisme perusak. Silase ini berguna untuk menambah masa simpan hijauan, membuat
hijauan dapat digunakan dilain waktu.
Selain pemanfaatan silase, peternak juga dapat menyusun sendiri ransum konsentrat yang
disesuaikan dengan kebutuhan ternak dan tabel kandungan nutrisi. Harga konsentrat jadi yang
lebih mahal bisa menjadi alasan. Meskipun lebih rumit, namun dengan menyusun sendiri ransum
konsentrat peternak bisa menjadi lebih paham, dan terampil. Hal ini sudah dibuktikan dengan
Pak Tyo, yang menyusun sendiri ransum konsentratnya dikarenakan harga jadi lebih mahal.
Selain itu, pemberian konsentrat jadi juga belum mampu meningkatkan produksi susu secara
nyata, sesuai dengan Laryska dan Nurhajati (2013).

PENUTUP
Kesimpulan yang dapat diambil dari wawancara adalah peternakan sapi perah rakyat
pada umumnya masih bergantung kepada cuaca dan iklim, serta pakan yang sederhana dan
terkesan praktis meskipun mahal. Hal ini berpengaruh besar terhadap produksi, dikarenakan jika
cuaca kurang mendukung maka produksi ikut menurun, dan penggunaan pakan seadanya dan
konsentrat jadi yang mahal membuat banyak peternak yang mengalami defisit hingga gulung
tikar.
Saran yang dapat diberikan adalah peternak dapat mencoba sendiri menyusun ransum,
terutama konsentrat dengan acuan tabel kandungan bahan pakan yang tersedia. Selain itu,
penggunaan teknologi silase juga mampu membantu kesulitan hijauan dimusim kemarau.
Diharapkan pemerintah lebih peduli lagi terhadap peternakan rakyat, dikarenakan hampir 80%
peternakan di Indonesia adalah peternakan rakyat.
DOKUMENTASI

DAFTAR PUSTAKA
Despal, I. G. Permana, S. N. Safarina, & A. J. Tatra. 2011. Penggunaan Berbagai Sumber
Karbohidrat Terlarut Air untuk Meningkatkan Kualitas Silase Daun Rami. Media
Peternakan. Vol. 1 (1) : 69 – 76
Hartadi, H. S. Reksohadiprojo dan A. D. Tilman. 1990. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Laryska, dan Nurhajati. 2013. Peningkatan Kadar Lemak Susu Sapi Perah Dengan Pemberian
Pakan Konsentrat Komersial Dibandingkan Dengan Ampas Tahu. AGROVETERINER.
Vol.1 (2) : 79 – 87
Musnandar, E. 2011. Efisiensi Energi Pada Sapi Perah Holstein yang Diberi Berbagai Imbangan
Rumput dan Konsentrat. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains. Vol. 13 (2) : 53 –
58
Sudono, A., F. Rosdiana, dan B.S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah secara Internsif. Depok:
Agromedia Pustaka

Anda mungkin juga menyukai