Anda di halaman 1dari 14

Learning Journal

Bidang Pelatihan dan Produktivitas


Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Provinsi Jawa Barat
13 – 18 Mei 2022

Oleh:
Aditya Bayu Aji Agung Nugroho
199801132022031009
Asri Anggraini Wulandari
198704022022032003
Aulia Al Furqon Rezassalam
199510222022031011
Muhammad Ridwan Adriawan
198911222022031003
Romanda Anggadipa Gemilang
199407222022031016
Rubanto Sidi Hambaly
199211302022031005

1
Bidang Pelatihan dan Produktivitas
Bidang Pelatihan dan Produktivitas mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengkajian
bahan kebijakan teknis dan fasilitas pelatihan dan produktivitas tenaga kerja.
Bagian Pelatihan dan Produktvitas mempunyai fungsi :
a. Penyelenggaraan pengkajian bahan kebijakan teknis pelatihan dan produktivitas tenaga
kerja;
b. Penyelenggaraan pengkajian bahan fasilitas pelatihan dan produktivitas kerja;
c. Penyelenggaraan fasilitas pelatihan dan produktivitas tenaga kerja.

Gambar 1. Struktur Bidang Pelatihan dan Produktivitas

2
A. Seksi Latihan dan Pemagangan
1. Tugas Pokok dan Fungsi
Seksi Latihan dan Pemagangan mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan bahan
kebijakan teknis dan fasilitas pembinaan pelatihan dan pemagangan.
Seksi Latihan dan Pemagangan mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan penyusunan serta pengolahan data dan informasi kegiatan pembinaan
latihan dan pemagangan;
b. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis dan fasilitas pembinaan latihan dan
pemagangan.
2. Uraian
Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara langsung
dalam proses produksi barang dan / atau jasa di tempat kerja, di bawah bimbingan dan
pengawasan pelatih atau pekerja / buruh yang lebih berpengalaman, dalam rangka menguasai
kompetensi kerja tertentu.
Pemagangan merupakan konsep belajar sambil bekerja (learning by doing), sehingga melalui
program pemagangan, peserta akan mendapatkan pengalaman kerja pada dunia kerja yang
sesungguhnya, yang meliputi: keterampilan, sikap mental, etos kerja, perilaku, dan budaya
kerja di industri. Hal tersebut menjadi modal yang sangat penting bagi seseorang untuk
mendapatkan pekerjaan atau bekerja secara mandiri.
Program pemagangan juga merupakan salah satu upaya untuk menyiapkan tenaga kerja
kompeten dan siap kerja, sehingga meminimalisir kesenjangan antara kompetensi kerja yang
dihasilkan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan vokasi dengan kualifikasi kompetensi
tenaga kerja yang dibutuhkan oleh industri. Keberhasilan program pemagangan sangat
ditentukan oleh kolaborasi dari berbagai pihak, antara lain: pemerintah (pusat dan daerah),
industri, asosiasi industri, dan masyarakat.
Pemagangan Dalam Negeri adalah Pemagangan yang diselenggarakan di perusahaan yang
berdomisili di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3
Proses Bisnis Pemagangan Dalam Negeri

Gambar 2. Proses Bisnis Pemagangan Dalam Negeri

Persyaratan perusahaan penyelenggara pemagangan adalah:


a. Memiliki surat persetujuan penyelenggaraan pemagangan dari instansi yang
berwenang;
b. Memiliki unit pelatihan;
c. Memiliki program pemagangan yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi yang
berwenang;
d. Memiliki sarana dan prasarana; dan
e. Memiliki pembimbing pemagangan atau Instruktur.
4
Pembimbing Pemagangan atau Instruktur harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Merupakan pekerja di perusahaan penyelenggara pemagangan paling singkat 6 (enam)
bulan;
b. Sehat jasmani dan rohani;
c. Memiliki kompetensi teknis dalam jabatan yang sesuai dengan program pemagangan;
d. Memiliki kompetensi metodologi pelatihan kerja, yang dibuktikan dengan salah satu
dari:
1. Sertifikat kompetensi;
2. Sertifikat pelatihan pelatih di tempat kerja/mentor; atau
3. Surat keterangan pengalaman sebagai pembimbing pemagangan/pelatih di tempat
kerja/mentor dari pimpinan.
e. Ditunjuk sebagai pembimbing pemagangan oleh pimpinan perusahaan, dibuktikan
dengan surat penunjukan/surat tugas; dan
f. Memahami peraturan pemagangan.
Persyaratan Peserta Pemagangan:
a. Pencari kerja;
b. Usia paling rendah 17 (tujuh belas) tahun;
c. Sehat jasmani dan rohani; dan
d. Lulus seleksi.

3. Permasalahan dan Saran

• Permasalahan :
1. Kurangnya tenaga ahli dalam beberapa kejuruan sehingga berdampak pada
terhambatnya pembuatan kurikulum bagi peserta pemagangan.
2. Koordinasi penentuan perusahaan di 2 (dua) dinas kota/kabupaten dengan GNIK
(Gerakan Nasional Indonesia Kompeten) membuat pengumuman penentuan
perusahaan di dinas kota/kabupaten lain tertunda.
3. Masih kurangnya pendataan terhadap peserta pemagangan yang lanjut bekerja atau
tidak.
• Saran :
1. Melakukan perekrutan dan seleksi tenaga ahli.
2. Melakukan pengumuman terpisah, dimana dinas kota/kabupaten yg sudah
menentukan perusahaan untuk pemagangan diumumkan terlebih dahulu.
3. Melakukan pendataan dengan menambahkan kolom lanjut bekerja /tidak di data
peserta pemagangan.

5
B. Seksi Standarisasi Sertifikasi dan
Kompetensi Kerja
1. Tugas Pokok dan Fungsi
Tugas dan fungsi pada Seksi Standarisasi, Sertifikasi, dan Kompetensi tertuang dalam
Pasal 11 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat No. 88 Tahun
2016, yang berbunyi:
Ayat 1:
“Seksi Standarisasi, Sertifikasi dan Kompetensi Kerja mempunyai tugas pokok melaksanakan
urusan pemerintahan bidang pelatihan dan produktivitas, aspek standarisasi, sertifikasi dan
kompetensi kerja meliputi penyusunan program kerja, kebijakan teknis, koordinasi, pembinaan,
pengendalian, fasilitasi aspek standarisasi, sertifikasi dan kompetensi kerja.”
Ayat 2:
“Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Seksi Standarisasi,
Sertifikasi dan Kompetensi kerja mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis bidang standarisasi, sertifikasi dan
kompetensi kerja;
b. Pelaksanaan standarisasi, sertifikasi dan kompetensi kerja;
c. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan seksi; dan
d. Pelaksanaan fungsi lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.”
Ayat 3:
“Rincian Tugas Seksi Standarisasi, Sertifikasi dan Kompetensi Kerja, yaitu:
a. Melaksanakan penyusunan program kerja seksi standarisasi, sertifikasi dan kompetensi kerja;
b. Melaksanakan penyusunan bahan kebujakan teknis bidang standarisasi, sertifikasi dan
kompetensi kerja;
c. Melaksanakan pengendalian kegiatan seksi standarisasi, sertifikasi dan kompetensi kerja;
d. Melaksanakan penyusunan bahan kebijakan teknis;
e. Melaksanakan monitoring pelaksanaan urusan pemerintahan Provinsi aspek standarisasi,
sertifikasi dan kompetensi kerja;
f. Melaksanakan penyusunan bahan tindak lanjut Laporan Hasil Pemeriksaan lingkup Seksi;
g. Melaksanakan penyusunan bahan verifikasi, rekomendasi, dan menyelenggarakan
pemantauan terhadap permohonan dan realisasi bantuan keuangan dan hibah/bantuan sosial
di pelatihan dan produktivitas;
h. Melaksanakan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan pengambil kebijakan;
i. Melaksanakan penyusunan bahan saran pertimbangan mengenai aspek standarisasi, sertifikasi
dan kompetensi kerja sebagai bahan perumusan kebujakan Pemerintah Daerah;

6
j. Melaksanakan pengendalian pelaksanaan tugas pokok dan fungsi seksi;
k. Melaksanakan koordinasi dengan UPTD terkait; dan
l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.”

2. Uraian
Kita ketahui bahwa masih banyak tingkat pengangguran terbuka di Jawa Barat dengan
angka lebih dari dua juta jiwa pada umur angkatan kerja. Banyaknya tingkat pengangguran
terbuka Sebagian dikarenakan kemampuan kompetensi mereka yang kurang. Lembaga
Pelatihan Kompetensi merupakan Lembaga yang sah menurut undang-undang yang didirikan
dengan fungsi mengadakan pelatihan berbasis kompetensi untuk meningkatkan kemampuan
para pencari kerja dan diharapkan dapat memenuhi Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia. Namun, pemenuhan persyaratan berdirinya Lembaga Pelatihan Kompetensi
bukan berarti serta merta Lembaga tersebut telah sesuai dengan SKKNI, untuk itu
dibutuhkannya uji kompetensi bagi individu lulusan LPK (Lembaga Pelatihan Kompetensi)
tersebut, serta adanya akreditasi terhadap LPK tersebut. Akreditasi tersebut merupakan
salah satu hal yang menjamin bahwa LPK tersebut telah sesuai dengan SKKNI. Pengharapan
terbesar berdirinya LPK adalah memberikan dampak positif untuk Provinsi Jawa Barat
seperti peningkatan mutu dari Sumber Daya Manusia yang berkemampuan dan kompetitif,
lulusan dari LPK dapat bekerja sesuai dengan kebutuhan dunia industri saat ini, dan output
dari hal tersebut merupakan berkurangnya angka pengangguran terbuka.
Berdasarkan kegiatan orientasi yang telah dilakukan di Bidang Pelatihan dan
Produktivitas khususnya di Seksi Standarisasi, Sertifikasi dan Kompetensi Kerja, dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan, antara lain:

• Di Provinsi Jawa Barat, terdapat kurang lebih 2000 LPK, yang mana dari
keseluruhan LPK tersebut masih sedikit yang sudah mendapatkan akreditasi.
• KA-LPK Provinsi Jawa Barat dalam melakukan akreditasi terkendala anggaran
sehingga jumlah LPK yang dapat dilakukan akreditasi setiap tahun hanya berkisar
sekitar 30 LPK.
• Sebagian besar LPK di Provinsi Jawa Barat masih belum tersosialisasi dengan baik
terkait pentingnya LPK mendapatkan akreditasi.
• Sebagian besar LPK masih semata-mata hanya mengejar keuntungan, padahal LPK
seharusnya melakukan peningkatan mutu SDM sesuai dengan SKKNI.
• LPK seharusnya mengikuti perubahan perkembangan zaman sehingga kurikulum
yang diberikan harus lebih ditingkatkan sesuai dengan kompatibilitas saat ini.
• LPK masih berorientasi pada kebutuhan untuk mendapatkan subsidi, padahal hal
tersebut akan terwujud apabila LPK tersebut sudah terakreditasi.
• Sebagian besar LPK yang memberikan proposal untuk mendapatkan subsidi,
pemanfaatannya bukan untuk menambah atau menyediakan barang/teknologi
untuk jenjang kejuruan yang tingkatnya lebih tinggi, akan tetapi hanya menambah
pada tingkat yang sama.

7
Secara umum alur pengajuan akreditasi LPK adalah sebagai berikut:

Gambar 3: Alur Pengajuan Akreditasi LPK

Secara lebih detail penjelasan alur tersebut adalah:


1. LPK mengajukan diri untuk melakukan self assessment. Pada tahap ini, setelah LPK
mengajukan diri untuk dilakukan proses akreditasi, LPK diberikan dokumen akreditasi
untuk melakukan self assessment. Berikutnya LPK menyerahkan dokumen tersebut
kepada KA-LPK/LA-LPK.
2. Pemeriksaan dokumen oleh tim asesor. Pada tahap ini, dokumen akreditasi yang
sudah dibuat oleh LPK dilakukan penilaian kelengkapannya oleh tim asesor yang
ditunjuk oleh KA-LPK/LA-LPK. Pada tahap ini jika ada bagian dokumen yang belum
lengkap maka LPK diminta untuk melengkapi.
3. Melakukan persiapan kunjungan lapangan. Pada tahap ini, sebelum dilakukan visitasi
lapangan, perlu dilakukan persiapan, diantaranya adalah melakukan koordinasi dengan
LPK, asesor, serta KA-LPK tentang rencana dan jadwal kunjungan serta menentukan
sasaran kunjungan lapangan yang meliputi: apa saja yang perlu diperiksa, siapa yang
perlu hadir, dan daftar pertanyaan wawancara.
4. Melakukan kunjungan lapangan. Pada tahap ini, tim asesor melakukan penilaian
terhadap sarana dan prasarana LPK, selain itu tim asesor perlu melakukan wawancara
dengan staf kunci yang ada di LPK dan peserta pelatihan jika diperlukan. Tim asesor
memeriksa kelengkapan dan pelaksanaan seluruh aspek standar akreditasi LPK. Jika
ada yang belum lengkap maka LPK diminta untuk melengkapi dalam waktu tidak lebih
dari dua bulan.

8
5. Tim asesor menyiapkan laporan dan keputusan assessment. Pada tahap ini, tim asesor
wajib menyiapkan laporan yang berisi keputusan sementara terkait apakah LPK yang
diperiksa dapat diberikan akreditasi atau tidak.
6. Keputusan assessment sementara diserahkan kepada LA-LPK melalui KA-LPK.
7. Setelah LA-LPK melakukan penilaian, maka keputusan akreditasi final diberikan
kepada LPK.

3. Saran dan Usulan


Terkait permasalahan-permasalahan tersebut, beberapa saran yang bisa diberikan antara
lain:
• Untuk mempercepat proses akreditasi, dapat dikembangkan sebuah sistem digitalisasi
yang terintegrasi antara LPK, LA-LPK, dan KA-LPK. Sistem digitalisasi ini diharapkan
dapat mempercepat proses akreditasi yang dilakukan terhadap LPK.
• Perlu dilakukannya sosialisasi pengawasan dan evaluasi yang ketat terhadap para LPK
terutama yang belum terakreditasi agar dapat melaksanakan kegiatannya sesuai
dengan SKKNI.
• Pengajuan penambahan anggaran untuk akreditasi LPK karena dirasa anggaran untuk
akreditasi masih cukup kecil.

9
C. Seksi Penguatan Produktivitas
1. Tugas Pokok dan Fungsi
Seksi Penguatan Produktivitas mempunyai tugas pokok melaksanakan penguatan
produktivitas, meliputi penyusunan program kerja, kebijakan teknis, koordinasi, pembinaan,
pengendalian teknis, fasilitasi dan penguatan produktivitas ketenagakerjaan.
Seksi Penguatan Produktivitas mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis bidang penguatan produktivitas;
b. Pelaksanaan penguatan produktivitas;
c. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan seksi;
d. Pelaksanaan fungsi lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

2. Uraian
Produktivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan bagaimana baiknya sumber daya
(manusia, alat, bahan, dan lainnya) diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang
optimal.
Seksi Penguatan Produktivitas memiliki beberapa kegiatan diantaranya Pengukuran
Produktivitas, Pelatihan peningkatan produktivitas dan bimbingan konsultasi.
A. Pengukuran Produktivitas
Pada dasarnya pengukuran produktivitas adalah membandingan output (hasil dari sebuah
proses) dan input (berupa sumber daya).
𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 =
𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡

Semakin besar nilai perbandingannya, maka semakin produktif sumber daya di


dalam dalam institusi/perusahaan tersebut. Pengukuran yang telah dilakukan dapat
dijadikan sebagai pembuatan keputusan strategis dari sebuah institusi.
Kriteria dalam pengukuran produktivitas terdiri dari tiga unsur penting, yakni
efektivitas, efisiensi, dan kualitas. Efektivitas dijadikan sebagai nilai dari ketepatan dalam
pemilihan teknik supaya suatu pekerjaan bisa mencapai target. Lalu efisiensi dijadikan
sebagai nilai ketepatan dalam melaksanakan pekerjaan dengan penghematan sumber
daya. Sementara kualitas dijadikan sebagai nilai dari ketepatan untuk menyatakan
seberapa jauh tingkat pemenuhan atas berbagai spesifikasi, persyaratan atau harapan
pelanggan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas :

10
a. Faktor teknis, seperti penentuan lokasi, ukuran pabrik, tata letak, mesin produksi,
cara menggunakan mesin, pengembangan, dan penerapan komputerisasi.
b. Faktor produksi, merupakan beberapa hal yang termasuk koordinasi, perencanaan,
kualitas bahan baku, pengendalian produksi, dan standarisasi proses produksi.
c. Faktor organisasi, meliputi jenis organisasi yang diterapkan, otoritas dan tanggung
jawab individu atau departemen, keahlian pekerjaan, pembagian atau alokasi
pekerjaan, serta pendefinisian organisasi.
d. Faktor personal, meliputi penempatan posisi, kualitas SDM, pelatihan dan
pengembangan SDM, kesempatan berkarir, kesempatan memberikan saran atau
pendapat, serta kondisi lingkungan kerja.
e. Faktor pemerintah, seperti berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah dapat mempengaruhi tingkat produktivitas, seperti kebijakan fiskal dan
peraturan ketenagakerjaan.
f. Faktor finansial, seperti pengelolaan keuangan.

Pengukuran produktivitas dilakukan pada 3 tingkat, yaitu makro, mikro, dan individu.
a. Tingkat makro, yang merupakan pengukuran produktivitas meliputi semua elemen
kegiatan usaha di daerah. Dengan pengukuran ini dapat diketahui pengaruh sebuah
perusahaan terhadap peningkatan ekonomi daerah. Nantinya data ini digunakan
sebagai indikator PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) untuk membantu
membuat kebijakan daerah atau perencanaan, evaluasi hasil pembangunan,
memberikan informasi yang dapat menggambarkan kinerja perekonomian daerah.
b. Tingkat mikro, melingkupi pengukuran produktivitas tingkat institusi/perusahaan
untuk dilakukan pengukuran dengan data yang ada pada perusahaan.
HRD dilatih agar dapat melakukan pengukuran mandiri (biasanya perusahaan besar
menggunakan konsultan). Hasil pengukuran mikro digunakan untuk pengukuran
makro.
c. Tingkat individu, melingkupi pengukuran produktivitas setiap individu, aktivitasnya
berupa pengukuran standar dan penilaian tiap individu. Pada intinya seberapa besar
pengaruh individu untuk perusahaan, dapat menguntungkan atau merugikan
perusahaan.

11
B. Pelatihan Peningkatan Produktivitas dan Bimbingan Konsultasi
Tujuan dari pelatihan peningkatan produktivitas adalah untuk membentuk
karakter sesorang agar memiliki perilaku produktif. Produktivitas pada seseorang
didukung oleh faktor perilaku diantaranya pengetahuan, keterampilan, mental,
karakter/soft skill.
Secara ideal, dalam suatu pelatihan, disamping calon tenaga kerja mendapatkan
pelatihan teknis, juga harus mendapatkan pelatihan produktivitas oleh instruktur
produktivitas.
Disamping tenaga kerja harus memiliki kemampuan teknis (kompeten), seorang
tenaga kerja harus memiliki sikap/perilaku produktif agar dapat berkontribusi menjaga/
meningkatkan produktivitas perusahaan atau tempat dimana tenaga kerja tersebut
tempat bekerja. Tentunya dengan produktivitas perusahaan yang terjaga atau
meningkat, kesejahteraan tenaga kerja pun akan terjaga atau meningkat.
Salah satu aspek yang dapat mempengaruhi tingkat produktivitas adalah budaya
kerja. Budaya kerja yang dimaksud menganut prinsip 5S yang terdiri atas aspek Seiri,
Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke yang berasal dari Jepang dan telah banyak dipergunakan
pada banyak perusahaan besar di seluruh dunia. Prinsip kerja 5S merangkum
serangkaian aktivitas untuk menghilangkan pemborosan yang menyebabkan kesalahan,
cacat dan kecelakaan kerja di tempat kerja.

Proses penyelenggaraan penguatan produktivitas :

Gambar 4. Proses Penyelenggaraan Penguatan Produktivitas

12
3. Permasalahan dan Saran
A. Permasalahan yang dihadapi :
1. Terdapat disharmoni antara kebutuhan dunia usaha/dunia industri dan dunia
pelatihan. Sehingga banyak peserta alumni pelatihan tidak terserap oleh dunia
usaha/industri.
2. Belum adanya kegiatan pelatihan produktivitas di lingkup Provinsi Jawa Barat,
sedangkan di satu sisi perusahaan membutuhkan tenaga kerja yang bukan hanya
memiliki kompetensi teknis, namun memiliki perilaku produktif agar dapat
berkontribusi meningkatkan produktivitas perusahaan.

B. Saran :

1. Untuk masalah disharmoni antara kebutuhan dunia usaha/dunia industri dan dunia
pelatihan, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
- Penyesuaian pelatihan kerja dengan kebutuhan tenaga kerja di dunia usaha/
industri dengan menjalin hubungan antara lembaga pelatihan dengan dunia
industri sehingga terciptanya link and match dunia ketenagakerjaan.
- Calon tenaga kerja tidak hanya diarahkan untuk menjadi pekerja/ buruh, namun
juga diarahkan untuk menjadi wirausahawan sesuai dengan kompetensi yang
dimiliki. Dilakukan assessment terhadap calon tenaga kerja mengenai minat dan
bakat sebelum diberikan pelatihan.
- Perlu adanya analisa potensi daerah untuk memetakan potensi daerah tersebut
sehingga pelatihan yang diberikan sesuai dengan kondisi/ potensi yang ada di
daerah tersebut melalui kolaborasi dengan pihak terkait seperti bidang
pengawasan ketenagakerjaan yang bersinggungan langsung dengan masyarakat.

2. Untuk permasalahan kegiatan pelatihan produktivitas, perlu adanya pembentukan


kembali Balai Latihan Kerja Produktivitas. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa
perilaku produktif yang dimiliki tenaga kerja sangat penting dan berpengaruh besar
terhadap output dalam sebuah proses. Terlebih lagi tingkat produktivitas Provinsi
Jawa Barat sangat rendah dibandingkan dengan Provinsi lainya yang memiliki Balai
Pelatihan Produktivitas.

13
PENUTUP
Learning journal ini merupakan hasil pembelajaran dalam rangka orientasi CPNS di Bidang
Pelatihan dan Produktivitas, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat.

Tim penulis mengucapkan terimakasih kepada:


Bp. Rudi Rudibilah, S.Sos., M.M.
Kepala Bidang Pelatihan Dan Produktivitas
Ibu Ani Harliani, S.H., M.Si.
Kepala Seksi Pelatihan Dan Pemagangan
Ibu Lies Ledya Fitriyani, S.Sos., M.M.
Kepala Seksi Standarisasi Sertifikasi Dan Kompetensi Kerja
Bp. Apep Rahayu, S.Sos.
Kepala Seksi Penguatan Produktivitas

Tim penulis berharap learning journal ini dapat memberikan pandangan, manfaat, dan
menambah wawasan bagi siapapun yang membacanya.

14

Anda mungkin juga menyukai