A. LATAR BELAKANG
a. Dasar Hukum
b. Gambaran Umum
Persaingan di dunia kerja semakin ketat, baik produk barang maupun jasa yang
dihasilkan, ijazah saja tidak cukup ampuh untuk menembus pasar
kerja. Hal ini menyiratkan bahwa, untuk dapat menembus pasar kerja banyak hal
yang harus diperhatikan, antara lain kompetensi yang dimiliki pencari kerja dan
pengalaman kerja. Sebagai upaya untuk memperoleh kedua hal tersebut diatas perlu
dilakukan melalui program pemagangan. Melalui program ini para pencari kerja dapat merasakan
duania kerja yang sebenarnya disamping itu pengetahuan yang didapat.
Program magang bermanfaat bagi perusahaan, peserta magang maupun pemerintah.
Bagi perusahaan : tersedianya tenaga kerja yang siap pakai sesuai kompetensi yang dibutuhkan
oleh perusahaan. Bagi peserta dapat menguasai kompentensi sesuai dengan kebutuhan
perusahaan baik di dalam maupun di luar negeri serta memiliki peluang untuk menjadi
karyawan diperusahaan tempat magang. Sedangkan bagi pemerintah adalah mengurangi
pengangguran karena semakin banyak pencari kerja yang terserap didunia kerja. Sebagai
contoh hal ini tidak hanya berlaku diperusahaan dalam negeri, untuk eks magangpun apabila
perusahaan tempat magang di Jepang merasa membutuhkan tenaganya perusahan tersebut
dapat memanggilnya kembali (Re entry).
perserta yang bersangkutan dengan status sebagai TKI Ini sudah berjalan, khususnya untuk
bidang konstruksi dan perkapalan.
Melalui program pemagangan sebetulnya perusahaan memperoleh dua keuntungan pertama
medapatkan tenaga kerja yang memiliki kompeensi sesuai dengan kebutuhan perusahaan,
kedua dapat memanfaat hasil kerja peserta magang dengan upah yang sebagian disubsidi oleh
pemerintah. Bagi peserta seniri apabila tidak terserap di perusahaan tempatnya magang,
memperoleh sertifikat magang yang dapat meningkatkan daya tawar apabila mereka bekerja di
perusahaan yang bidangnya sama dengan tempatnya magang.
Mengingat program pemagangan dapat mengurangi angka pengangguran, maka
kegiatan ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam mengurangi masalah
pengangguran di Jawa Tengah. Program pemagangan pula menjadi titik awal untuk membuka
lapangan kerja baru melalui wirausaha mandiri, disamping untuk mengisi kekurangan tenaga
kerja di perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang industri, terutama industri, otomotif,
tekstil, listrik, manufaktur, mesin dan bangunan.
B. KEGIATAN
MADUQI,SE, M.Si
Pembina Tk I
NIP. 19680421 199403 1 005
KERANGKA ACUAN KINERJA
KERANGKA (KAK)
ACUAN KINERJA
(KAK)
APBD PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN ANGGARAN 2022
APBD PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN ANGGARAN 2022
A. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
a. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
b. Undang-undang Nomor 1 tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja;
c. Undang – Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (lembaran Negara Republik Indonesia tahun
2004 No. 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4435);
d. Undang–Undang Nomor: 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
e. Undang-Undang Nomor: 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara;
f. Undang–Undang RI Nomor : 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Revisi UU
nomor: 22 Tahun 1999);
g. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 tahun 2016, tentang Pembentukan dan
Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2016 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor
85);
h. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 64 tahun 2016, tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah (Berita Daerah Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2016 Nomor 64);
i. Peraturan Gubernur No. 52 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah;
j. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 21/MEN/X/2009 tentang
Pedoman Pelayanan Produktivitas;
k. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 90 Tahun 2019 tentang Klasidikasi, Kodefikasi,
dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah yang dimutakhirkan
melalui Kepmendagri Nomor: 050-3708 tentang Hasil Verifikasi dan Validasi Pemutakhiran
Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan
Daerah;
l. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 206/PMK.07/2020 tentang
penggunaan, pemantauan, dan evaluasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau.
2. Gambaran Umum
Ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap karyawan merupakan kompetensi yang harus
dimiliki oleh karyawan dan merupakan modal penting dalam menghadapi pertumbuhan
ekonomi dunia saat ini dan masa yang akan datang. Kualitas tenaga kerja yang bias dibilang
cukup rendah dan harus bersaing dengan pekerja dari tenaga lain sebagai akibat MEA
(Masyarakat Ekonomi ASEAN) dan perdagangan bebas dunia.
Hal tersebut sesuai dengan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 dikuatkan oleh
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi
(BNSP) dan PP 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional menunjukkan bahwa
pelaksanaan sertifikasi tenaga kerja di berbagai sektor industri semakin meningkat. BNSP
melalui Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang didukung oleh Pemerintah, Asosiasi Industri,
Asosiasi Profesi, Lembaga Diklat Profesi dan masyarakat di bidang ketenagakerjaan semakin
berkembang dalam meningkatkan pelaksanaan sertifikasi kompetensi tenaga kerja di masing-
masing sektor. Hal tersebut, tentu saja memberikan dampak positif dengan meningkatnya
daya saing dan produktivitas tenaga kerja.
Sejalan dengan perubahan nomenklatur dari Balai Pengembangan Produktivitas Tenaga Kerja
menjadi Balai Latihan Kerja Semarang 2, maka BLK Semarang 2 harus mengembangkan
program pelatihan dengan menambahkan jenis pelatihan keterampilan teknis berbasis
kompetensi yang bertujuan untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan jumlah
wirausaha baru.
B. KEGIATAN
1. Uraian Kegiatan
Pelaksanaan Latihan Kerja Berdasarkan Klaster Kompetensi untuk dana yang berasal dari
DBHCHT terdiri dari Sub Kegiatan Proses Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Ketrampilan
Bagi Pencari Kerja Berdasarkan Klaster Kompetensi dengan sub-sub kegiatan:
Pelatihan Desain Grafis;
Pelatihan Pemrograman Web;
Pelatihan Kuliner Kreatif;
Pelatihan Digital Marketing.
Rincian kegiatan/aktivitas
1) Persiapan
Rapat persiapan;
Koordinasi dengan instansi terkait;
Rekruitmen.
2) Pelaksanaan
Proses Pengadaaan Barang;
Proses Penerimaan Barang;
Proses Penggunaan Barang;
Pelaksanaan kegiatan pelatihan;
Laporan dan Evaluasi.
3) Evaluasi dan Pendampingan
Evaluasi;
Penyusunan laporan;
Pendampingan atau monitoring*.
*Sesuai kebutuhan
2. Indikator Kinerja
Program Pelatihan Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja:
Kegiatan/ Sub Kegiatan Indikator kinerja
Sub Kegiatan Proses Pelaksanaan Pendidikan
dan Pelatihan Ketrampilan Bagi Pencari Kerja
Berdasarkan Klaster Kompetensi
a. Masukan Rp. 1,178,570,000,-
3. Batasan Kegiatan
Kegiatan terdiri dari pelatihan berbasis kompetensi dan penyediaan sarana dan prasarana
penunjangnya.
TOTAL 1,178,570,000
K. PENUTUP
Demikian Kerangka Acuan Kerja yang diajukan untuk kegiatan yang bersumber dari dana DBHCHT
tahun anggaran 2022 untuk dapat ditindaklanjuti.
A. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
a. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
b. Undang-undang Nomor 1 tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja;
c. Undang – Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (lembaran Negara Republik Indonesia tahun
2004 No. 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4435);
d. Undang–Undang Nomor: 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
e. Undang-Undang Nomor: 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara;
f. Undang–Undang RI Nomor : 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Revisi UU
nomor: 22 Tahun 1999);
g. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 tahun 2016, tentang Pembentukan dan
Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2016 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor
85);
h. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 64 tahun 2016, tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah (Berita Daerah Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2016 Nomor 64);
i. Peraturan Gubernur No. 52 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah;
j. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 21/MEN/X/2009 tentang
Pedoman Pelayanan Produktivitas;
k. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 90 Tahun 2019 tentang Klasidikasi, Kodefikasi,
dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah yang dimutakhirkan
melalui Kepmendagri Nomor: 050-3708 tentang Hasil Verifikasi dan Validasi Pemutakhiran
Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan
Daerah.
2. Gambaran Umum
Persaingan global menuntut dunia usaha untuk tetap bertahan dan mendorong perusahaan
untuk mencapai tingkat efisiensi yang lebih tinggi. Oleh karena itu proses transformasi dengan
pendekatan sistem peningkatan produktivitas yang tepat akan mendorong penciptaan nilai-
nilai baru dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada secara optimal.
Peningkatan produktivitas merupakan suatu siklus yang terus berputar mengarah pada
perbaikan. Sampai saat ini, upaya peningkatan produktivitas di Indonesia dilaksanakan secara
parsial sehingga kurang efisien dan efektif. Untuk memadukan upaya peningkatan
produktivitas tersebut harus dilakukan melalui pendekatan sistem peningkatan produktivitas
secara total yang berfokus pada perbaikan secara terus menerus dan terpadu, baik oleh
pemerintah, swasta maupun masyarakat yang diproses secara efektif dan efisiensi dalam
keterpaduan kelembagaan, program dan metoda yang mengarah pada pencapaian hasil yang
optimal.
Oleh karena pentingnya hal tersebut diatas maka perusahaan, UMKM dan masyarakat perlu
segera mengambil langkah-langkah yang komperehensif dan berkesinambungan dalam
melakukan kegiatan dengan menekankan peningkatan kompetensi sumber daya manusia dan
sarana lainya dalam rangka mendukung peningkatan daya saing usaha dengan melalui
pendekatan kelembagaan produktivitas di unit-unit yang ada diperusahaan agar lebih terpadu
efisien, efektif dan berkualitas.
Usaha Kecil dan Menengah mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi
nasional karena berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Banyak
anggapan bahwa mengurus usaha kecil dan menengah itu mudah, namun kenyataan
menunjukkan pada umumnya perkembangan usaha kecil dan menengah tersendat-sendat,
kalaupun mampu bertahan kondisnya tidak berbeda jauh dengan keadaan pada awal
berdirinya. Hal ini bisa terjadi karena salah dalam pengelolaan usahanya, yang disebabkan
kurang pengetahuan dan kemampuan dalam manajemen usaha.
Sejalan dengan perkembangan dunia usaha yang semakin kompetitif karena makin
terbukanya pasar di dalam negeri, tingkat persaingan di dunia usaha semakin tinggi dengan
semakin banyaknya barang dan jasa yang masuk dari luar sebagai dampak adanya globalisasi.
Oleh karena itu para pelaku usaha kecil dan menengah harus selalu meningkatkan
pengetahuan dan kemampuannya dalam mengelola usaha agar tercapai efisien, efektif dan
kualitas yang berujung pada tercapainya peningkatan produktivitas.
B. KEGIATAN
1. Uraian Kegiatan
Kegiatan Konsultasi Produktivitas pada Perusahaan Menengah terdiri dari Kegiatan
Pelaksanaan Konsultasi Produktivitas kepada Perusahaan Menengah dengan Sub-sub
Kegiatan:
a. Pelatihan Peningkatan Produktivitas;
b. Bimbingan Konsultasi Peningkatan Produktivitas.
Rincian kegiatan/aktivitas :
1) Persiapan
Rapat persiapan;
Koordinasi dengan instansi terkait;
Rekruitmen.
2) Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan
3) Evaluasi dan Pendampingan
Evaluasi;
Penyusunan laporan;
Pendampingan atau monitoring*.
*Sesuai kebutuhan
2. Indikator Kinerja
Program Pelatihan Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja:
3. Batasan Kegiatan
Kegiatan dalam bentuk pelatihan peningkatan produktivitas dan bimbingan konsultasi.
2. Bimbingan Konsultansi
Maksud Bimbingan Konsultansi adalah untuk memahami penerapan alat, teknik dan metode
peningkatan produktivitas agar dapat memberikan dampak peningkatan produktivitas kepada
instansi/ perusahaan.
D. KELUARAN (OUTPUT)
Keluaran yang dihasilkan adalah:
1. Jumlah perusahaan yang mendapatkan bimbingan konsultasi peningkatan produktivitas;
2. Jumlah tenaga kerja yang mengikuti pelatihan peningkatan produktivitas.
TOTAL 1,265,824,000
K. PENUTUP
Demikian Kerangka Acuan Kerja yang diajukan untuk tahun anggaran 2022 untuk dapat
ditindaklanjuti.
(KAK) KINERJA
KERANGKA ACUAN
(KAK)
APBD PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN ANGGARAN 2022
A. LATAR BELAKANG
3. Dasar Hukum
a. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
b. Undang-undang Nomor 1 tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja;
c. Undang – Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (lembaran Negara Republik Indonesia tahun
2004 No. 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4435);
d. Undang–Undang Nomor: 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
e. Undang-Undang Nomor: 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara;
f. Undang–Undang RI Nomor : 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Revisi UU
nomor: 22 Tahun 1999);
g. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 tahun 2016, tentang Pembentukan dan
Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2016 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor
85);
h. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 64 tahun 2016, tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah (Berita Daerah Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2016 Nomor 64);
i. Peraturan Gubernur No. 52 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah;
j. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 21/MEN/X/2009 tentang
Pedoman Pelayanan Produktivitas;
k. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 90 Tahun 2019 tentang Klasidikasi, Kodefikasi,
dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah yang dimutakhirkan
melalui Kepmendagri Nomor: 050-3708 tentang Hasil Verifikasi dan Validasi Pemutakhiran
Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan
Daerah.
4. Gambaran Umum
Faktor yang menyebabkan kenaikan waktu seluruhnya untuk pembuatan sesuatu barang
adalah : sifat dan keadaan barang itu sendiri, proses yang dijalankan secara tidak semestinya,
waktu tak efektif yang bertumpuk selama produksi berlangsung, kekurangan pihak
manajemen atau tindakan pihak tenaga kerja. Semua faktor ini bersifat menekan
produktivitas. Salah satu teknik manajemen dapat meniadakan atau setidaknya mengurangi
faktor tersebut adalah melalui pengukuran kerja. Pengukuran kerja berusaha menyelidiki,
mengurangi dan selanjutnya meniadakan waktu tak efektif, yakni waktu melakukan sesuatu
kerja yang tidak efektif, karena sebab apapun. Pengukuran kerja memberikan kepada
manajemen jalan untuk mengukur waktu yang diperlukan untuk menjalankan suatu operasi
atau serangkaian operasi sehingga waktu tak efektif ditonjolkan dan dapat dipisahkan dari
waktu efektif.
Dengan demikian akan diketahui bahwa ada waktu tak efektif, sifatnya serta sampai dimana
terdapat waktu tak efektif yang sebelumnya tersembunyi dalam keseluruhan waktu
pembuatan atau proses. Bagi perusahaan - perusahaan yang belum pernah menjalankan
pengukuran kerja, orang akan sangat heran mengetahui bahwa terdapat banyak waktu tak
efektif yang tidak diduga terselu bung dalam proses, dan sampai saat ini dianggap sebagai
sesuatu yang lumrah serta tak dapat dihindari oleh siapapun. Apabila suatu saat, waktu tak
efektif dapat dibeberkan dan penyebabnya dapat diketemukan, maka biasanya langkah untuk
menguranginya mudah dapat diadakan.
Disini pengukuran kerja mempunyai peranan lain lagi. Bukan saja dapat dibeberkan adanya
waktu tak efektif tetapi pengukuran kerja dapat digunakan untuk menetapkan standar waktu
untuk pelaksanaan kerja, ini akan segera terlihat sebagai pelanggaran terhadap standar waktu
yang bersangkutan dan karenanya langsung menjadi perhatian manajemen.
B.KEGIATAN
4. Uraian Kegiatan
Kegiatan Pengukuran Produktivitas Tingkat Daerah Provinsi terdiri dari Sub Kegiatan
Pengukuran Kompetensi dan Produktivitas Tenaga Kerja.
5. Indikator Kinerja
Program Pelatihan Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja:
Kegiatan/ Sub Kegiatan Indikator kinerja
Kegiatan Pengukuran Produktivitas Tingkat Persentase pengukuran produktivitas
Daerah Provinsi tenaga kerja di perusahaan
Sub Kegiatan Pengukuran Kompetensi dan
Produktivitas Tenaga Kerja
d. Masukan Rp. 9,944,000,-
e. Keluaran Jumlah perusahaan yang diukur tingkat
produktivitasnya
f. Hasil Meningkatnya jumlah perusahaan yang
diukur tingkat produktivitasnya
6. Batasan Kegiatan
Kegiatan Pengukuran Produktivitas Tingkat Daerah Provinsi dilakukan dengan melakukan
pengukuran produktivitas tenaga kerja di perusahaan melalui sampel.
D. KELUARAN (OUTPUT)
Keluaran yang dihasilkan adalah jumlah perusahaan yang diukur tingkat produktivitasnya.
TOTAL 9,944,000
K. PENUTUP
Demikian Kerangka Acuan Kerja yang diajukan untuk tahun anggaran 2022 untuk dapat
ditindaklanjuti.
A. LATAR BELAKANG.
1. DASAR HUKUM
a. Undang-undang Nomor 1 tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja.
b. Undang-Undang No. 20 Tahun 2014, tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per-02/Men/1980 tentang
Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : PER-05 Tahun 2018,
tentang K3 Lingkungan Kerja.
e. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nomor 48/ MENLH/11/1996 tentang
Baku Tingkat Kebisingan.
f. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nomor 49/ MENLH/11/1996 tentang
Baku Tingkat Getaran.
g. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nomor 50/ MENLH/11/1996 tentang
Baku Tingkat Kebauan
h. Keputusan Gubernur Jawa Tengah : Nomor 10 Tahun 2000, tentang Baku Mutu Udara
Emisi Sumber Tidak Bergerak Tingkat Propinsi Jawa Tengah
i. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 64 Tahun 2016, tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah.
j. Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 52 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa
Tengah.
2. GAMBARAN UMUM
Sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 27 ayat (2): Tiap-tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, Pasal 28 d ayat (2): Setiap
orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan yang adil dan layak dalam hubungan
kerja; serta ketentuan dalam Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
setiap perusahaan wajib melaksanakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk
melindungi keselamatan tenaga kerja dan sarana produksi.
Dewasa ini kecelakaan kerja masih sering terjadi. Secara global setiap 15 detik terjadi
160 kecelakaan kerja dan 1 diantaranya meninggal dunia akibat kecelakaan kerja atau
penyakit akibat kerja (www.ilo.org/safeday, 2009). Kasus kecelakkan kerja dan penyakit
akibat kerja (PAK) di Jawa Tengah dalam 3 (tiga) tahun terakhir dari 2017 – 2019
mengalami penurunan. Pada tahun 2017 terjadi 3.083 kasus, tahun 2018 terjadi 1.468
kejadian dan tahun 2019 terjadi 1.374 kejadian kecelakaan kerja. Besarnya kerugian baik
kerugian ekonomi berupa santunan dan kerugian material serta kerugian non ekonomi berupa
sakit, cacat atau bahkan adanya korban meninggal dunia menyebabkan turunnya kualitas dan
kuantitas produksi atau turunnya produktiitas serta biaya tambahan berupa santuan dan biaya
perbaikan menyebabkan turunnya kinerja dan daya saing.
Dalam era pasar terbuka ini, kompetisi dan tuntutan akan standar internasional
akan semakin meningkat termasuk penerapan di bidang Keselamatan Kerja dan Hiperkes.
Karena itu masalah keselamatan kerja dan Hiperkes menjadi isu global dan sangat penting
dalam dunia industri, Apalagi kemudian dikaitkan dengan perlindungan tenaga kerja dan
hak azasi manusia serta kepedulian terhadap lingkungan hidup. Penerapan keselamatan,
kesehatan kerja dan hiperkes sebagai bagian dari kegiatan industry merupakan syarat yang
harus dipenuhi dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses produksi serta
produktivitas tenaga kerja dalam perusahaan.
B. KEGIATAN
1. SASARAN / RUANG LINGKUP
Ruang lingkup sub kegiatan Pengujian Higiene Perusahaan adalah :
a. Pengujian kualitas udara emisi dan lingkungan
b. Pengujian faktor fisika
c. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.
2. INDIKATOR KINERJA
a. Masukan
Dana APBD Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2022 sebesar Rp. 2.262.815.000,-
( Dua milyar dua ratus enam puluh dua juta delapan ratus lima belas ribu rupiah )).
b. Keluaran
1). Jumlah perusahaan yang melakukan pengujian higiene perusahaan dan kesehatan
kerja.
c. Hasil
1) Tersedianya data kualitas udara lingkungan kerja
2) Tersedianya data faktor fisik lingkungan
3) Tersedianya data kesehatan tenaga kerja.
4) Peningkatan ilmu pengetahuan pegawai di bidang teknis pengujian.
d. Manfaat
1). Sumber informasi dalam menguji efektivitas kegiatan/ teknologi yang digunakan
dalam pencegahan dan pengendalian dampak negatif yang dihasilkan dari proses
produksi.
2). Deteksi dini penyakit akibat kerja
3). Mengetahui secara dini adanya perubahan lingkungan kerja yang tidak dikehendaki,
sehingga dapat dilakukan upaya penanggulangan secara efektif.
4). Sebagai data lingkungan dalam penyusunan UKL/RPL, AMDAL serta sertifikasi ISO
14000 dll.
5). Dasar penerbitan Surat Keterangan Layak K3.
e. Dampak
1). Meningkatnya kualitas lingkungan
2). Meningkatnya derajat kesehatan tenaga kerja
3). Meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap mutu pelayanan.
4). Meningkatnya pendapatan Asli Daerah
Sub kegiatan pengujian Higiene Perusahaan, Kesehatan Kerja dilaksanakan di kantor Balai K3
Prov.Jateng dan wilayah provinsi Jawa Tengah meliputi: Kota Semarang, Kabupaten
Semarang, Kabupaten Demak, Kabupaten Kudus, Kabupaten Kendal, Kabupaten Pati,
Kabupaten Jepara, Kabupaten Rembang, Kabupaten Blora, Kabupaten Batang, Kabupaten
Pemalang, Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan, Kabupaten Tegal, Kota Tegal, Kabupaten
Brenes, Kabupaten Magelang, Kota Magelang, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Purbalngga,
Kabupeten Banjarnegara, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten
Cilacap, Kabupaten Surakarta, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten. dan Kalimantan Tengah.
Semarang,
A. LATAR BELAKANG.
1. DASAR HUKUM
a. Undang-undang Nomor 1 tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja.
b. Undang-Undang No. 20 Tahun 2014, tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per-02/Men/1980 tentang
Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : PER-05 Tahun 2018,
tentang K3 Lingkungan Kerja.
e. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nomor 48/ MENLH/11/1996 tentang
Baku Tingkat Kebisingan.
f. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nomor 49/ MENLH/11/1996 tentang
Baku Tingkat Getaran.
g. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nomor 50/ MENLH/11/1996 tentang
Baku Tingkat Kebauan
h. Keputusan Gubernur Jawa Tengah : Nomor 10 Tahun 2000, tentang Baku Mutu Udara
Emisi Sumber Tidak Bergerak Tingkat Propinsi Jawa Tengah
i. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 64 Tahun 2016, tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah.
j. Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 52 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa
Tengah.
2. GAMBARAN UMUM
Sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 27 ayat (2): Tiap-tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, Pasal 28 d ayat (2): Setiap
orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan yang adil dan layak dalam hubungan
kerja; serta ketentuan dalam Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
setiap perusahaan wajib melaksanakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk
melindungi keselamatan tenaga kerja dan sarana produksi.
Dalam melakukan pelayanan Pengujian Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
terhadap perusahaan, laboratorium Balai K2 Prov.Jateng juga dituntut untuk melakukan
pengembangan laboratorium pengujian dalam memenuhi persyaratan standar mutu
laboratorium yaitu dengan menerapkan SNI ISO/IEC 17025:2017. Dengan diperolehnya
akreditasi sebagai laboratorium penguji akan memberikan jaminan mutu pengujian kepada
pelanggan untuk menunjang peningkatan daya saing dalam perdagangan nasional maupun
internasional. Keselarasan dalam melangkah untuk memberikan sistem jaminan mutu,
antara pihak laboratorium dan pelaku industri harus saling mendukung. Laboratorium harus
dapat memberikan nilai pengujian yang benar dan dapat diterima atau diakui oleh pasar
internasional dan pelaku industri dapat mengontrol mutu produknya dengan melihat hasil
dari nilai pengujian.
Seiring dengan berkembangnya teknologi pengujian, Laboratorium Penguji Balai K2
Prov. Jateng telah mendapatkan sertifikat akreditasi sebagai laboratorium penguji sesuai
SNI ISO/IEC 17025:2017 dari Komite Akreditasi Nasional. Masa berlaku sertifikat akreditasi
adalah selama 4 tahun, akreditasi pertama pada tanggal 8 April 2005. Reakreditasi yang
kedua pada tanggal 09 Pebruari 2009, reakreditasi ke tiga telah dilaksanakan pada tanggal
18-19 Nopember 2013 dan Reakreditasi ke empat pada tanggal 19-20 Nopember 2017 dan
sertifikat kalibrasi berlaku hingga 22 Mei 2022. Ruang lingkup yang terakreditasi adalah :
a. Pengujian faktor fisik: Kebisingan lingkungan ambien; Kebisingan lingkungan kerja;
Iklim Kerja;Intensitas Penerangan
b. Pengujian faktor kimia lingkungan kerja dengan parameter: SO2, NO2, NH3, Ox,
Formaldehid, H2S dan Debu total di tempat kerja.
c. Pengujian faktor kimia lingkungan ambien dengan parameter: SO2, NO2, NH3, Ox, H2S
d. Pengujian kualitas udara emisi sumber tidak bergerak, dengan parameter: Partikulat,
Opasitas
e. Pengujian kualitas udara emisi sumber tidak bergerak, dengan parameter: Opasitas,
CO, HC
B. KEGIATAN
1. SASARAN / RUANG LINGKUP
Ruang lingkup sub kegiatan pengembangan Laboratorium Pengujian adalah :
a. Kaji ulang Dokumen sistem Mutu yang meliputi :
Panduan Mutu
Prosedur Jaminan Mutu
Instruksi Kerja Alat
Formulir-formulir.
b. Analyst profisiensi test untuk pengujian kualitas udara lingkungan parameter NH 3, H2S,
O3, NO2, dan SO2.
c. Kalibrasi peralatan laboratorium.
d. Uji performance spektrofotometer UV-Vis
e. Pertemuan teknis laboratorium
f. Inhouse training.
g. Survailen akreditasi laboratorium
2. INDIKATOR KINERJA
a. Masukan
Dana APBD Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2022 sebesar Rp. 170.000.000,-
(Seratus tujuh puluh juta rupiah).
b. Keluaran
1). Ketersediaan laboratorium pengujian.
c. Hasil
1) Terpeliharanya sistem mutu laboratorium sesuai SNI ISO/IEC 19-17025:2017
2) Personil laboratorium yang profesional.
3) Adanya jaminan mutu hasil pengujian
4) Peralatan laboratorium yang terkalibrasi dan mampu telusur
5) Peningkatan ilmu pengetahuan pegawai di bidang teknis pengujian.
d. Manfaat
1). Tersedianya laboratorium penguian yang terakreditasi;
2). Kepastian hasil uji yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah & hukum;
3). Meningkatnya kualitas sumberdaya laboratorium;
4). Kemampuan pengujian laboratorium meningkat;
5). Kepercayaan pemakain jasa laboratorium semakin meningkat.
e. Dampak
1). Meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap mutu pelayanan.
2). Memberikan keuntungan pemasaran.
3). Meningkatkan keberterimaan produk di pasar nasional.
4). Meningkatnya pendapatan Asli Daerah
Semarang,
4 Hasil yang diharapkan Hasil yang diharapkan dari kegiatan Pengadaan Alat Laboratorium adalah:
a. Kecukupan fasilitas peralatan uji.
b. Mempertahankan/ meningkatkan kuantitas pelayanan pengujian.
7 Nama dan Organisasi Nama dan organisasi pengguna anggaran adalah Balai K2 Jawa Tengah.
8 Nama dan Organisasi Nama Kuasa Pengguna Anggaran : HADI PRABOWO, SIP.
Pejabat Pembuat Nama PPK : HADI PARBOWO, SIP
Komitmen Kegiatan : Pengadaan Alat Laboratorium Umum
DATA PENUNJANG
9 Data Dasar Pekerjaan Pengadaan Alat Laboratorium
menggunakan data yang bersumber dari inventaris Balai Keselamatan Kerja
Provinsi Jawa Tengah.
10 Standar Teknis Dalam melaksanakan pekerjaan Pengadaan Alat Laboratorium mengacu dan
mempedomani peraturan, standar, pedoman, kebijakan teknis yang relevan
dan terkait substansi pekerjaan pembuatan terutama terkait standar teknis
untuk :
a. UU Nomor 20 tahun 2016 Tentang Penilaian Kesesuaian.
b. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 Tentang Baku Mutu Udara
Ambien.
c. Permenaker Nomor 5 tahun 2018 Tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Lingkungan Kerja.
d. ISO 17025: 2017 Tentang persyaratan umum laboratorium pengujian/
kalibrasi.
11 Referensi Hukum a. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa
kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2012
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 155)
b. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 23 tahun
2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Bidang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
RUANG LINGKUP
12 Lingkup Kegiatan Penyedia jasa diharapkan dapat menyediakan alat laboratorium
sesuai maksud dan tujuan yang diharapkan dengan:
Tahap Melakukan uji coba alat sampai dapat dioperasikan dengan baik
Alat yang sudah diadakan didemontrasikan di Balai K2 Jawa Tengah.
Semarang,
KEPALA BALAI KESELAMATAN KERJA
PROVINSI JAWA TENGAH
PROGRAM :
PELATIHAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA
PEMBANGUNAN KAWASAN TRANSMIGRASI
TAHUN 2022
C. KEGIATAN
1. Pelaksanaan latihan kerja berdasarkan klaster kompetensi.
2. Penataan persebaran penduduk yang berasal dari lintas daerah Kabupaten/kota dalam 1
(satu) daerah Provinsi.
D. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
a. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
b. Undang–Undang Nomor: 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
c. Undang-Undang Nomor: 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara;
d. Undang–Undang RI Nomor : 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Revisi
UU nomor: 22 Tahun 1999);
e. Undang – Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 2004 No. 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4435);
f. Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 1991 tentang Pelatihan Kerja;
g. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
yang terakhir diubah dengan Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah;
h. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 86 tahun 2008 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis pada Disnakertanduk Provinsi Jawa Tengah;
i. Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 52 Tahun 2018 tanggal 01 Maret 2018,
tentang: Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis (Balai Pelatihan Kerja
dan Transmigrasi) pada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah;
j. Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 63 Tahun 2019 tentang Pedoman Analisis
Standar Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
2. Gambaran Umum
Pengangguran dan kemiskinan masih menjadi isu pembangunan di Jawa Tengah.
Berdasarkan data BPS, tingkat pengangguran terbuka di Jawa Tengah pada 2017
mencapai 4,57% atau sebanyak 823.938 orang (BPS, 2018). Enam kabupaten/kota di
Jawa Tengah dengan tingkat pengangguran tertinggi adalah Kab. Cilacap, Kota
Semarang, Kota Magelang, Kab. Tegal, Kota Tegal, dan Kab. Brebes. Sedangkan
delapan Kabupaten/Kota dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Jawa Tengah adalah
Kab. Brebes, Kab. Pemalang, Kab. Banjarnegara, Kab. Wonosobo, Kab. Purbalingga,
Kab. Kebumen, Kab. Rembang, dan Kab. Banyumas.
Kemajuan suatu masyarakat sangat ditentukan oleh kemajuan sumber daya
manusianya, terutama angkatan kerjanya sebagai pelaku pembangunan. Peningkatan
kualitas tenaga kerja akan dapat meningkatkan kemajuan pembangunan. Peningkatan
kualitas tenaga kerja diarahkan pada pembekalan ketrampilan bagi pencari kerja dan
peningkatan produktivitas bagi tenaga kerja yang telah bekerja.
Profil pencari kerja di Jawa Tengah berdasarkan jenis kelamin terdiri dari 523.437
orang laki-laki dan 300.501 orang perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikan, pencari
kerja tertinggi merupakan lulusan SMK diikuti SMP, SMA dan SD.
Jika kita melihat dari aspek lapangan pekerjaan di Jawa Tengah, sektor pertanian
merupakan lapangan pekerjaan yang menyerap jumlah tenaga kerja paling tinggi
(24,38%), diikuti sektor industri pengolahan (21,78%), dan sektor perdagangan
(18,69%) (BPS, 2018). Pada sisi lain, nilai Produk Domestik Regional Bruto sektor
pertanian hanya 118.125,65 miliar rupiah, lebih rendah dibanding sektor industri
pengolahan (308.820,97 miliar rupiah) dan sektor perdagangan (129.342,18 miliar
rupiah) (BPS, 2018). Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja di sektor
pertanian masih relatif rendah.
Tabel 1. Profil Tenaga Kerja di Jawa Tengah Berdasarkan Lapangan Pekerjaan
Sektor Lapangan Pekerjaan (%)
Pertanian 24.38
Industri Pengolahan 21.78
Perdagangan 18.69
Konstruksi 8.75
Penyediaan 7.05
SSTU Jasa Lainnya 4.46
Jasa Pendidikan 4.1
Transportasi 3.29
Administrasi 2.17
Jasa Keuangan 1.41
Jasa Kesehatan 1.29
Kategori Lainnya 1.06
Jasa Perusahaan 0.95
Pertambangan 0.62
E. RINCIAN KEGIATAN
1. Pelaksanaan Latihan Berdasarkan Klaster Kompetensi
a. Analisis Kebutuhan Pelatihan (TNA) di Daerah untuk Tahun 2023
Tujuan : untuk mengetahui jenis jabatan pekerjaan dan jenis pelatihan yang
dibutuhkan di daerah
Sasaran : 18 kabupaten/kota dengan tingkat pengangguran dan kemiskinan
tertinggi di Jawa Tengah
Output : hasil analisis jabatan pekerjaan dan jenis pelatihan yang
dibutuhkan
Kegiatan :
- Rapat Persiapan dan Pembahasan Hasil
- Perjalanan
- Analisis dan penyusunan laporan hasil analisis kebutuhan pelatihan
- Penyampaian hasil analisis kebutuhan pelatihan
b. Penyusunan Program Pelatihan untuk Tahun 2023
Tujuan : menyusun Program Pelatihan yang akan dilaksanakan di tahun
2021
Output : Program Pelatihan (termasuk kurikulum, silabus, daftar kebutuhan
alat dan daftar kebutuhan bahan latihan)
Kegiatan :
- Rapat Penyusunan Program Pelatihan
- Perjalanan survey
- Penyusunan program pelatihan
- Penyampaian hasil penyusunan program pelatihan
c. Pemasaran Program Pelatihan untuk Tahun 2022 dan 2023
Tujuan : menginformasikan program pelatihan kepada masyarakat sasaran
(pencari kerja) di Kabupaten/Kota sasaran
Output : pendaftar perorangan maupun kelompok
Kegiatan :
- Rapat Persiapan dan Evaluasi
- Cetak leaflet, brosur, media sosial (WA, facebook, instagram, website), banner
- Perjalanan pemasaran
- Penyusunan laporan hasil kegiatan pemasaran
- Penyampaian hasil pemasaran program pelatihan
d. Rekruitmen dan Seleksi Peserta Pelatihan Tahun 2022
Tujuan : menyeleksi calon peserta sesuai persyaratan pelatihan
Sasaran : pendaftar baik perorangan maupun kelompok
Output : calon peserta pelatihan yang sesuai persyaratan dan jumlah kuota
Kegiatan :
- Rapat persiapan dan evaluasi rekruitmen
- Pelaksanaan seleksi
- Penyusunan laporan hasil seleksi calon peserta pelatihan
- Penyampaian hasil seleksi calon peserta pelatihan
e. Monitoring Hasil Pelatihan Tahun 2021
Tujuan : memperoleh data kondisi alumni pelatihan
Sasaran : alumni pelatihan tahun 2021
Output : data kondisi alumni
Kegiatan :
- Rapat persiapan dan evaluasi monitoring
- Perjalanan dinas
- Penyusunan laporan hasil monitoring
- Penyampaian hasil monitoring pelatihan
f. Pendampingan Pasca Pelatihan Tahun 2022
Tujuan : mendampingi alumni pelatihan dalam mengembangkan usaha
sesuai jenis pelatihan
Sasaran : alumni pelatihan 2022
Output : alumni pelatihan terdukung dalam pengembangan usaha
Kegiatan :
- Perjalanan
- Penyusunan laporan hasil pendampingan
- Penyampaian hasil pendampingan alumni pelatihan
g. Pelatihan kerja bagi pencari Kerja di bidang Pertanian mendukung
mekanisme penempatan melalui AKL, AKAD dan AKAN
Tujuan : membekali peserta pelatihan dengan kompetensi yang dibutuhkan
di pasar kerja atau dunia usaha sektor pertanian
Sasaran : pencari kerja dari Kab. Banjarnegara, Kab. Purbalingga, Kab.
Banyumas, Kab. Cilacap, Kab. Kebumen, dan Kab. Wonosobo
Target peserta : 96 orang yang terbagi dalam 6 program pelatihan @16 orang
Durasi : 160 JP setara dengan 20 hari pelatihan
Sistem pelatihan : Mobile Training Unit (MTU)
Jenis Pelatihan : Pelatihan Pertanian (1 paket), Pelatihan Perikanan (1 paket),
Pelatihan Peternakan (1 paket), Pelatihan Pengolahan Hasil
Pertanian (2 paket), Pelatihan Menjahit ( 2 paket )
h. Pelatihan kerja bagi pencari Kerja di bidang Pertanian mendukung
mekanisme penempatan melalui AKL, AKAD dan AKAN - DBHCHT (Dana
Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau)
Pelatihan Keliling (Mobile Training Unit)
Tujuan : membekali peserta pelatian dengan kompetensi yang dibutuhkan
di
pasar kerja atau dunia usaha
Sasaran : pencari kerja dari Kab. Banjarnegara, Kab. Purbalingga, Kab.
Banyumas, Kab. Cilacap dan Kab. Kebumen
Target peserta : 240 orang yang terbagi dalam 15 program pelatihan @16 orang
Durasi : 160 JP setara dengan 20 hari pelatihan
Jenis Pelatihan : Pelatihan Pertanian, Pelatihan Perikanan, Pelatihan Peternakan,
Pelatihan Pengolahan Hasil Pertanian, dan Pelatihan Menjahit
Pelatihan Institusional/Boarding
Tujuan : membekali peserta pelatihan dengan kompetensi yang dibutuhkan
di pasar kerja atau dunia usaha
Sasaran : pencari kerja dari Kab. Rembang, Kab. Brebes, Kab. Tegal, Kab.
Pemalang, Kab. Brebes, Kota Semarang, Kota Magelang, dan
Kota
Tegal
Target peserta : 240 orang yang terbagi dalam 15 program pelatihan @ \16 orang
Durasi : 160 JP setara dengan 20 hari pelatihan
Jenis Pelatihan : Pelatihan Pertanian, Pelatihan Perikanan, Pelatihan Peternakan,,
Pelatihan Pengolahan Hasil Pertanian, dan Pelatihan Menjahit.
i. Koordinasi Lintas Lembaga dan Kerjasama dengan Sektor Swasta untuk
Penyediaan Instruktur serta Sarana dan Prasarana Lembaga Pelatihan Kerja.
Tujuan : untuk memenuhi kebutuhan instruktur pelatihan
Sasaran : Lembaga dan sektor swasta di wilayah Jawa Tengah
Output : Jumlah Instruktur luar yang mengajar pelatihan
Kegiatan :
- Koordinasi dengan Lembaga dan sektor swasta mengenai penyediaan instruktur
luar
- Study banding peserta pelatihan ke sektor swasta
F. INDIKATOR KERJA
1. Kegiatan Pelaksanaan Latihan Kerja Berdasarkan Klaster Kompetensi
Indikator :
1.) Masukan : Rp. 2.524.259.000,-
2.) Keluaran :
- Jumlah dokumen TNA (Training Need Assesment)
- Jumlah naskah kerjasama dengan dunia industry / pelaku usaha
- Jumlah pencari kerja yang mengikuti pelatihan bidang pertanian mendukung
mekanisme penempatan melalui AKL, AKAD dan AKAN (DBHCHT)
- Jumlah pencari kerja yang mengikuti pelatihan bidang pertanian mendukung
mekanisme penempatan melalui AKL, AKAD dan AKAN
- Jumlah animo dan pendaftar pelatihan di bidang pertanian mendukung
mekanisme penempatan melalui AKL, AKAD dan AKAN
- Jumlah sarana dan prasarana pelatihan di Balai Pelatihan Kerja dan
Transmigrasi
3.) Hasil : Persentase kenaikan pencari kerja yang memiliki sertifikat pelatihan berbasis
kompetensi di bidang pertanian 7,39 %
2. Kegiatan Penataan persebaran penduduk yang berasal dari lintas daerah Kabupaten/kota
dalam 1 (satu) daerah Provinsi
1.) Masukan : Rp. 352.000.000,-
2.) Keluaran :
- Jumlah transmigran yang mendapatkan pelatihan dibidang pertanian
3.) Hasil : Persentase kenaikan transmigran yang mendapat pelatihan di bidang
pertanian 3,39%
G. BATASAN KEGIATAN
1. Maksud dan Tujuan
a. Kegiatan Pelaksanaan Latihan Kerja berdasarkan Klaster Kompetensi bertujuan
untuk :
1) melakukan kegiatan identifikasi dan promosi untuk mengetahui kebutuhan
pelatihan masyarakat pencari kerja berdasarkan kebutuhan kompetensi pasar
kerja. Output dari kegiatan ini adalah jenis pelatihan yang dibutuhkan pencari
kerja sesuai kebutuhan pasar.
2) membekali pencari kerja dengan kompetensi di bidang pertanian agar dapat
diserap oleh pasar kerja (bekerja atau berwirausaha mandiri).
b. Penataan persebaran penduduk yang berasal dari lintas daerah Kabupaten/kota
dalam 1 (satu) daerah Provinsi di Balai Pelatihan Kerja dan Transmigrasi bertujuan
untuk membekali calon transmigran dengan kompetensi di bidang pertanian agar
dapat bekerja atau berwirausaha di tempat tujuan transmigrasi.
2. Cara pelaksanaan kegiatan
a. Kegiatan Pelaksanaan Latihan Kerja berdasarkan Klaster Kompetensi dilaksanakan
dengan cara:
1) melakukan kunjungan survey ke Dinas Kabupaten/Kota, Kantor Kecamatan,
Kantor Desa, pengusaha dan perwakilan pencari kerja yang ada di daerah
sasaran, penyusunan program pelatihan, pemasaran program pelatihan ke
daerah-daerah sasaran, pendampingan pasca pelatihan serta monitoring pasca
pelatihan bagi alumni pelatihan
2) menyelenggarakan pelatihan kerja berbasis kompetensi maupun pelatihan
kewirausahaan, baik di Balai Pelatihan Kerja dan Transmigrasi maupun di
lokasi peserta/daerah sasaran
b. Pelatihan Bidang Pertanian Bagi Calon Transmigran di Balai Pelatihan Kerja dan
Transmigrasi dilakukan dengan cara menyelenggarakan pelatihan bidang pertanian
(dalam arti luas) di Balai Pelatihan Kerja dan Transmigrasi.
3. Tempat pelaksanaan kegiatan
a. Pelatihan Kerja Bagi Pencari Kerja di Bidang Pertanian Mendukung Penempatan
Melalui Mekanisme AKL, AKAD dan AKAN dilaksanakan di lokasi peserta, yaitu
di Kab. Banjarnegara, Kab. Purbalingga, Kab. Banyumas, Kab. Cilacap, Kab.
Kebumen, dan Kab. Wonosobo
b. Pelatihan Kerja Bagi Pencari Kerja di Bidang Pertanian Mendukung Penempatan
Melalui Mekanisme AKL, AKAD dan AKAN – DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai
Hasil Tembakau) dilaksanakan di Balai Pelatihan Kerja dan Transmigrasi (pelatihan
institusional) maupun di lokasi asal peserta (Mobile Training Unit/MTU).
c. Pelatihan Bidang Pertanian Bagi Calon Transmigran di Balai Pelatihan Kerja dan
Transmigrasi dilaksanakan di Balai Pelatihan Kerja dan Transmigrasi.
4. Pelaksana dan penanggungjawab
Seluruh kegiatan di atas dilaksanakan oleh Balai Pelatihan Kerja dan Transmigrasi
(khususnya Seksi Pemasaran Program, Seksi Pelatihan, dan Instruktur didukung oleh
Subbag Tata Usaha) dengan melibatkan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota,
Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Desa di daerah sasaran.
5. Jadwal
Kegiatan dilaksanakan mulai Februari 2022 s/d Desember 2022.
6. Biaya
Seluruh kegiatan dibiayai dari APBD Tahun Anggaran 2022 dengan rincian terlampir
(Lampiran RKA)
7. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Bulan
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pelaksanaan Latihan Kerja Berdasarkan Klaster Kompetensi
A. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;
c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas;
d. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran
Indonesia;
e. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan Kesempatan Kerja;
g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi,
Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah;
h. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pemenuhan
Hak Penyandang Disabilitas;
i. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Peraturan
Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2014 tentang
Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas;
j. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 64 Tahun 2016 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah.
2. Gambaran Umum
Salah satu tujuan nasional negara Republik Indonesia adalah memajukan
kesejahteraan umum. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam hal ketenagakerjaan,
bentuk dari kesejahteraan umum itu adalah jaminan tiap warga negara memperoleh
pekerjaan. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak
memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Ini berarti
bahwa Negara wajib hadir untuk memastikan terpenuhinya hak dasar setiap warga
negara dalam memperoleh pekerjaan.
Permasalahan yang akan selalu muncul adalah masalah keterserapan tenaga
kerja di dunia kerja baik di sektor formal (di dalam hubungan kerja) maupun informal
(diluar hubungan kerja). Semakin rendah keterserapan tenaga kerja maka semakin
tinggi tingkat pengangguran yang ada pada masyarakat. Data Survei Angkatan Kerja
Nasional periode bulan Agustus 2020 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS),
tingkat penganggur terbuka di Jawa Tengah sejumlah 6,48% atau sebanyak 1,21 juta
orang, bertambah 2,04 persen atau meningkat 396 ribu orang dibanding Agustus 2019.
Sejak Maret 2020 sampai sekarang negara ini mengalami pandemi COVID-19, tidak
terkecuali di Jawa Tengah. Akibat pandemi ini, berdasarkan Berita Resmi Statistik BPS
Provinsi Jawa Tengah, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada triwulan III
mengalami kontraksi sebesar -3,93 persen, sedikit lebih baik dibanding triwulan II
sebesar -5,92 persen. Banyak lapangan usaha berhenti berproduksi, akibatnya terjadi
gelombang PHK dan tenaga kerja dirumahkan secara besar-besaran. Berdasarkan data
yang diolah Disnakertrans Prov. Jateng sampai dengan tanggal 31 Januari 2021, jumlah
tenaga kerja yang ter-PHK sebanyak 16.438 orang, sedangkan tenaga kerja yang
dirumahkan sebanyak 43.962 orang.
Pencari kerja akan selalu ada setiap waktu seiring dengan munculnya lulusan-
lulusan baru dari dunia pendidikan. Jika para ” fresh graduate” tidak terserap maka
pengangguran akan meningkat. Ditambah lagi dengan adanya tantangan-tantangan
berupa bonus demografi, link and match serta disrupsi dalam berbagai bidang
kehidupan sebagai akibat dari industry 4.0 dan pandemi COVID-19
Bonus demografi adalah suatu periode dimana penduduk usia produktif (15 s/d
64 tahun) lebih besar dibandingkan jumlah penduduk usia tidak produktif. Pada periode
tahun 2020 s/d 2030 diramalkan oleh BPS sebagai puncak bonus demografi di Indonesia
dimana penduduk usia produktif diproyeksikan sebanyak 64% dari total jumlah
penduduk. Kondisi ini akan menjadi masalah serius jika permasalahan link and match
tidak disikapi dengan sungguh-sungguh dan ditambah lagi dengan rendahnya kualitas
Sumber Daya Manusia dan disrupsi ketenagakerjaan (perubahan profesi dan proses
produksi sebagai akibat industry 4.0) serta dampak pandemi COVID-19.
Tidak terjadinya link and match dunia pendidikan dengan dunia usaha dan dunia
industri, rendahnya kualitas SDM dan disrupsi ketenagakerjaan sebagai akibat dari
industry 4.0 dan pandemi COVID-19 akan menimbulkan residu ketenagakerjaan berupa
pengangguran. Yaitu angkatan kerja yang tidak dapat terserap ke dalam dunia usaha
dan /atau dunia industri. Disinilah perlunya adanya sebuah upaya alternatif yang dapat
dilakukan pemerintah untuk menjawab permasalahan tersebut sebagai wujud kehadiran
negara dalam menjamin tercapainya kesejahteraan umum.
Ditengah kondisi diatas, Presiden Jokowi telah menetapkan pada akhir tahun
2023 pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah dapat mencapai 7%. Kebijakan Presiden
tersebut tentunya merupakan pekerjaan berat dan memerlukan strategi dan kreatifitas
seluruh stakeholder untuk mewujudkannya. Dunia ketenagakerjaan menyumbang peran
yang teramat besar dalam pencapaian terget tersebut. Permasalahan pengangguran
yang disebabkan oleh tidak terserapnya tenaga kerja di sektor formal perlu dialihkan ke
sektor informal dengan menumbuhkembangkan wirausaha-wirausaha baru. Upaya ini
dilakukan dengan menciptakan embrio-embrio usaha yang diharapkan akan
berkembang dan kemudian akan membuka kesempatan kerja dan menyerap tenaga
kerja bagi lingkungan sekitar. Penciptaan embrio-embrio usaha ini dilaksanakan dengan
mengembangkan model-model perluasan kesempatan kerja yaitu melalui Program
Penempatan Tenaga Kerja, Kegiatan Penempatan Tenaga Kerja Lintas Daerah
Kabupaten./ Kota (Sub Kegiatan Perluasan Kesempatan Kerja) dan Kegiatan
Pelindungan PMI (Pra dan Purna Penempatan) di Daerah Provinsi (Sub Kegiatan
Pemberdayaan PMI Purna Penempatan). Pada Tahun 2022, implementasi pelaksanaan
Sub Kegiatan Perluasan Kesempatan Kerja dilakukan melalui:
1. Padat Karya Produktif;
2. Pemberdayaan Tenaga Kerja Mandiri;
3. Peningkatan Kapasitas Wirausaha Baru Binaan;
4. Penguatan Jejaring Perluasan Kesempatan Kerja
5. Pemanduan Petugas Lapangan Perluasan Kesempatan Kerja;
6. Virtual Expo Wirausaha Baru Binaan;
7. Pendayagunaan Tenaga Kerja Sukarela;
8. Penyuluhan Perluasan Kesempatan Kerja.
Sedangkan implementasi Sub Kegiatan Pemberdayaan PMI Purna Penempatan
dilakukan melalui :
1. Pemberdayaan PMI Purna
2. Pemberdayaan Keluarga PMI
3. Rakor Pengembangan Desa Migran Produktif
Berdasarkan data BPS sebagaimana dilansir Kementerian Koperasi dan UMKM,
jumlah wirausaha di Indonesia saat ini sebesar 3,1% dari total populasi. Sedangkan
idealnya, untuk menjadi negara maju, paling tidak jumlah wirausaha sebesar 8% dari
total populasi, sehingga masih terbuka peluang sangat besar. Peluang ini didukung
dengan era revolusi industri 4.0, dimana jarak dan tempat bahkan tempat usaha tidak
menjadi masalah dalam menjalankan sebuah usaha. Dengan demikian, upaya
pengentasan pengangguran melalui Program Penempatan Tenaga Kerja sebagaimana
tersebut diatas akan semakin berkembang jika dilakukan mengikuti perkembangan
zaman seperti saat ini. Sehingga akan muncul startup-startup baru hasil dari kegiatan
tersebut dan target pertumbuhan ekonomi 7% pada akhir tahun 2023 dapat
diwujudkan.
B. KEGIATAN
1. Uraian Kegiatan
a. Sub Kegiatan Perluasan Kesempatan Kerja dilaksanakan melalui sub-sub Kegiatan
diantaranya :
1. Padat Karya Produktif (Luring)
Kegiatan Padat Karya Produktif dilaksanakan sebagai salah satu upaya
pengembangan sektor informal melalui pembangunan sarana dan prasarana
penunjang usaha produktif masyarakat. Melalui pemenuhan sarana dan
prasarana inilah masyarakat dapat membuka/ menciptakan usaha yang
berkelanjutan. Selain itu kegiatan ini dilaksanakan untuk memberikan tambahan
penghasilan kepada penganggur/ setengah penganggur dalam pembangunan
sarana prasarana tersebut.
2. Pemberdayaan Tenaga Kerja Mandiri (Luring)
Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat melalui Tenaga Kerja Mandiri dilaksanakan
untuk memberikan bekal wirausaha kepada masyarakat dan Tenaga Kerja
Khusus (Penyandang Disabilitas, Lansia, Keluarga Pekerja Anak) untuk dapat
mandiri. Kegiatan ini merupakan upaya untuk penciptaan wirausaha baru melalui
kegiatan pembekalan wirausaha yang disesuaikan dengan potensi Sumber Daya
Alam dan Sumber Daya Manusia di lokasi kegiatan.
3. Peningkatan Kapasitas Wirausaha Baru Binaan (Luring)
Kegiatan Peningkatan Kapasitas Wirausaha Baru Binaan merupakan tindak lanjut
dari kegiatan Pemberdayaan Masyarakat yang telah selesai dilaksanakan, baik
Masyarakat Penganggur maupun PMI Purna dan Tenaga Kerja Khusus.
Wirausaha-wirausaha baru yang tercipta dari kegiatan pemberdayaan diberikan
keterampilan lanjutan untuk mengembangkan usahanya dan agar dapat
menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi. Peserta diberikan kesempatan untuk
bertukar pikiran dan pengalaman dengan peserta lainnya serta diberikan pula
kesempatan untuk belajar kepada pelaku usaha yang berhasil langsung di
tempat usahanya.
4. Penguatan Jejaring Perluasan Kesempatan Kerja (Daring)
Kegiatan Penguatan Jejaring Perluasan Kesempatan Kerja dilaksanakan sebagai
media diskusi dan koordinasi lintas sektor dalam pengembangan sektor informal
dan perluasan kesempatan kerja. Kegiatan ini juga dilaksanakan sebagai forum
untuk pelibatan sektor swasta dalam kegiatan-kegiatan perluasan kesempatan
kerja melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan yang
diharapkan digunakan untuk menunjang perluasan kesempatan kerja melalui
pemberian bantuan sarana usaha yang tidak dapat diberikan oleh Pemerintah
Provinsi dan Kabupaten/ Kota.
5. Pemanduan Petugas Lapangan Perluasan Kesempatan Kerja (Daring)
Kegiatan Pembekalan Petugas Lapangan Perluasan Kesempatan Kerja
merupakan pembekalan terhadap petugas lapangan atau pendamping wirausaha
untuk menunjang pelaksanaan kegiatan-kegiatan perluasan kesempatan kerja
agar berhasil dan berdaya guna. Penciptaan wirausaha baru merupakan sebuah
proses dan tidak akan dapat tercapai dalam waktu yang singkat. Untuk itu perlu
dilakukan pendampingan oleh petugas lapangan yang terlatih dan mampu
menjadi konselor dan pemecah masalah manakala terjadi permasalahan dalam
pengembangan wirausaha.
6. Virtual Expo Wirausaha Baru Binaan (Blended Luring dan Daring)
Kegiatan Expo Wirausaha Baru Binaan bertujuan untuk memperkenalkan produk-
produk wirausaha baru binaan yang tercipta dari kegiatan-kegiatan perluasan
kesempatan kerja yang telah dilakukan. Sebagaimana hasil pembinaan dan
evaluasi yang diperoleh terhadap eks peserta pemberdayaan, permasalahan
utama yang menghambat perkembangan wirausaha baru adalah permasalahan
pemasaran. Oleh karena itu, kegiatan ini dilakukan sebagai upaya membantu
mempromosikan dan memasarkan produk-produk dari wirausaha baru binaan.
7. Pendayagunaan Tenaga Kerja Sukarela (Luring)
Kegiatan Pendayagunaan Tenaga Kerja Sukarela dilaksanakan untuk
memberikan pendampingan kepada wirausaha baru binaan selama jangka waktu
tertentu. Pendampingan yang dilakukan oleh Tenaga Kerja Sukarela meliputi
aspek motivasi, manajemen organisasi, peningkatan kualitas produksi, strategi
pemasaran, permodalan, dan terkait legalitas usaha. Hasil yang diharapkan dari
kegiatan ini adalah keberlangsungan usaha dan penyerapan tenaga kerja dari
wirausaha baru yang didampingi.
8. Penyuluhan Perluasan Kesempatan Kerja (Luring)
Kegiatan Penyuluhan Perluasan Kesempatan Kerja dilaksanakan untuk
menyebarkan informasi kepada masyarakat tentang peluang dan kesempatan
kerja di sektor informal (wirausaha) dan fasilitasi pemerintah yang dapat diakses
masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan usahanya.
3. Batasan Kegiatan
a. Batasan Kegiatan pada sub kegiatan Perluasan Kesempatan Kerja adalah:
1. Padat Karya Produktif (Luring)
Kegiatan Padat Karya Produktif dilakukan di 7 lokasi dengan masing-masing
lokasi mempekerjakan 10 orang penganggur dan /atau setengah penganggur
selama 10 hari. Kegiatan dilaksanakan melalui 3 tahapan yaitu pra padat karya,
saat padat karya dan pasca padat karya. Tiga tahapan ini merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Selanjutnya kegiatan ini akan dikelola 10
orang tersebut menjadi usaha yang simultan dan berkelanjutan.
2. Pemberdayaan Tenaga Kerja Mandiri (Luring)
Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat melalui Tenaga Kerja Mandiri dilakukan
terhadap masyarakat dan/ atau Tenaga Kerja Khusus (Penyandang Disabilitas,
Lansia, Keluarga Pekeja Anak) di Jawa Tengah sebanyak 1.060 orang yang
terbagi dalam 53 angkatan dan masing-masing angkatan sebanyak 20 orang.
Kegiatan dilaksanakan melalui 3 tahapan yaitu pra pembekalan, saat pembekalan
dan pasca pembekalan. Tiga tahapan ini merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan.
3. Peningkatan Kapasitas Wirausaha Baru Binaan (Luring)
Kegiatan Peningkatan Kapasitas Wirausaha Baru Binaan dilakukan terhadap 120
orang wirausaha baru eks peserta pemberdayaan masyarakat, Tenaga Kerja
Khusus, PMI Purna, maupun Keluarga PMI yang terbagi dalam 6 angkatan.
4. Penguatan Jejaring Perluasan Kesempatan Kerja (Daring)
Kegiatan Penguatan Jejaring Perluasan Kesempatan Kerja dilaksanakan
melibatkan seluruh pemangku kepentingan lintas sektor dalam pengembangan
sektor informal dan perluasan kesempatan kerja. Kegiatan dilakukan oleh
sebanyak 100 orang peserta dilakukan secara daring.
5. Pemanduan Petugas Lapangan Perluasan Kesempatan Kerja (Daring)
Kegiatan Pembekalan Petugas Lapangan Perluasan Kesempatan Kerja dilakukan
terhadap 35 orang Petugas Lapangan Pendamping Wirausaha Baru dalam
pengembangan usaha dilakukan secara daring.
6. Virtual Expo Wirausaha Baru (Blended)
Kegiatan Expo Wirausaha Baru diikuti oleh 50 stand wirausaha baru binaan, baik
pemberdayaan masyarakat penganggur maupun pemberdayaan PMI Purna dan
Tenaga Kerja Khusus. Pelaksanaan Kegiatan dilakukan dengan metode blended,
yaitu Luring (Seremonial dan Talkshow) dan Daring (Pameran Produk dan
Transaksi)
7. Pendayagunaan Tenaga Kerja Sukarela (Luring)
Kegitan Pendayagunaan Tenaga Kerja Sukarela berupa Pengerahan Tenaga
Kerja Sukarela / Sarjana sebanyak 35 orang yang sebelumnya diseleksi,
kemudian dibekali dan selanjutnya disebar di Kabupaten/ Kota yang
melaksanakan kegiatan Pemberdayaan untuk melakukan pendampingan
wirausaha baru binaan hasil pemberdayaan tersebut selama 9 bulan.
8. Penyuluhan Perluasan Kesempatan Kerja (Luring)
Kegiatan Penyuluhan Perluasan Kesempatan Kerja dilakukan terhadap 350 orang
masyarakat/ siswa/ pencari kerja dilakukan dalam 14 angkatan dengan masing-
masing angkatan sebanyak 25 orang
b. Batasan Kegiatan pada sub kegiatan Pemberdayaan PMI Purna Penempatan adalah:
1. Pemberdayaan PMI Purna (Luring)
Kegiatan Pemberdayaan PMI Purna dilakukan terhadap 100 orang PMI Purna
terbagi dalam 5 angkatan dengan masing-masing angkatan sebanyak 20 orang.
Kegiatan dilaksanakan melalui 3 tahapan yaitu pra pembekalan, saat pembekalan
dan pasca pembekalan. Tiga tahapan ini merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan.
2. Pemberdayaan Keluarga PMI (Luring)
Kegiatan Pemberdayaan Keluarga PMI dilakukan terhadap 20 orang keluarga PMI
yang belum maupun sudah berangkat ke Negara Penempatan. Kegiatan
dilaksanakan melalui 3 tahapan yaitu pra pembekalan, saat pembekalan dan
pasca pembekalan. Tiga tahapan ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan.
3. Rapat Koordinasi Pengembangan Desa Migran Produktif (Daring)
Kegiatan Rapat Koordinasi Pengembangan Desmigratif dilaksanakan terhadap
100 orang pemangku kepentingan lintas sektor dalam upaya pengembangan
usaha produktif terhadap PMI Purna dan Keluarga PMI pada Desmigratif.
b. Maksud dan Tujuan Sub Kegiatan Pemberdayaan PMI Purna Penempatan adalah sebagai
berikut :
1. Pemberdayaan PMI Purna
a. Maksud : Memberdayakan PMI Purna untuk dapat mandiri dan menjadi embrio-
embrio usaha baru.
b. Tujuan :
- Mengembangkan jiwa dan semangat kewirausahaan
- Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berwirausaha
- Membentuk wirausaha baru yang mandiri, produktif dan beretos kerja tinggi
dan profesional serta berorientasi pada upaya perluasan dan pengembangan
kesempatan kerja
- Mendorong PMI Purna untuk memanfaatkan gajinya selama di luar negeri untuk
memulai usaha dan tidak lagi berangkat ke luar negeri
2. Pemberdayaan Keluarga PMI
a. Maksud : Memberdayakan keluarga PMI baik yang belum maupun sudah
ditempatkan ke negara penempatan untuk dapat mandiri dan menjadi embrio-
embrio usaha baru
b. Tujuan :
- Mengembangkan jiwa dan semangat kewirausahaan
- Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berwirausaha
- Membentuk wirausaha baru yang mandiri, produktif dan beretos kerja tinggi
dan profesional serta berorientasi pada upaya perluasan dan pengembangan
kesempatan kerja
- Meningkatkan kemandirian berusaha keluarga PMI selama PMI di Luar Negeri
dan memanfaatkan nafkah dari PMI untuk kegiatan produktif
3. Rapat Koordinasi Pengembangan Desmigratif
a. Maksud : Meningkatkan sinergitas antar stakeholder PMI Purna dalam
Pengembangan Desmigratif
b. Tujuan :
- Meningkatkan kerjasama antar pemangku kepentingan Desmigratif
- Meningkatkan kerjasama pelaksanaan pelatihan usaha, sarana dan modal
usaha, pemasaran dan pendampingan usaha bagi PMI Purna dan Keluarga PMI
di Desmigratif
- Meningkatkan keberhasilan program pengembangan sektor informal melalui
perluasan kesempatan kerja di Desmigratif
D. KELUARAN (OUTPUT)
1. Keluaran atau output Sub Kegiatan Perluasan Kesempatan Kerja adalah :
a. Jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam padat karya produktif sebanyak 70
orang;
b. Jumlah masyarakat dan tenaga kerja khusus (penyandang disabilitas, lanisa, keluarga
pekerja anak) yang mengikuti pembekalan/ pemberdayaan dan pengembangan
kewirausahaan sebanyak 1060 orang;
c. Jumlah wirausaha baru binaan yang mengikuti pembinaan lanjutan / upgarding/
shortcourse sebanyak 120 orang;
d. Jumlah pemangku kepentingan yang terkoordinasi dalam upaya perluasan
kesempatan kerja sebanyak 100 orang;
e. Jumlah petugas lapangan / pendamping wirausaha yang mengikuti pemanduan
sebanyak 35 orang;
f. Jumlah wirausaha baru binaan yang terfasilitasi mengakses pasar sebanyak 50 orang;
g. Jumlah Tenaga Kerja Sukarela yang ditugaskan sebanyak 35 orang;
h. Jumlah masyarakat yang mengikuti penyuluhan/ sosialisasi perluasan kesempatan
kerja sebanyak 350 orang
2. Keluaran atau output Sub Kegiatan Pemberdayaan PMI Purna Penempatan adalah :
a. Jumlah PMI Purna mengikuti pemberdayaan dan pengembangan kewirausahaan
sebanyak 100 orang;
b. Jumlah kelurga PMI mengikuti pemberdayaan dan Pengembangan kewirausahaan
sebanyak 20 orang;
c. Jumlah Stakeholder PMI Purna yang terkoordinasi dalam upaya pengembangan
Desmigratif sebanyak 100 orang
2. Hasil (outcome) yang diharapkan dari sub kegiatan Pemberdayaan PMI Purna
Penempatan adalah:
a. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan usaha PMI Purna melalui
pengembangan kewirausahaan sebanyak 100 orang ;
b. Terlindunginya secara ekonomi keluarga PMI yang akan maupun telah berangkat ke
Negara Penempatan melalui pengembangan kewirausahaan sebanyak 20 orang;
c. Terkoordinasinya seluruh pemangku kepentingan lintas sektor dalam
pengembangan “usaha produktif” bagi PMI Purna dan Keluarga PMI di Desa Migran
Produktif sebanyak 100 orang
J. PENUTUP
Demikian Kerangka Acuan Kerja (KAK) ini disusun sebagai upaya perluasan
kesempatan kerja serta pengurangan pengangguran dan kemiskinan di Jawa Tengah pada
khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
KEPALA BIDANG
PENEMPATAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
PROGRAM
PENGEMBANGAN WILAYAH TRANSMIGRASI
TAHUN 2022
SEKSI TRANSMIGRASI
A. LATAR BELAKANG
2. Gambaran Umum
Dampak positif pelaksanaan transmigrasi di Jawa Tengah adalah
meningkatkan kesejahteraan rakyat, meratakan persebaran penduduk,
memperkuat ketahanan nasional, meningkatkan kesempatan berusaha,
berkembangnya pembangunan di lokasi penempatan transmigrasi, serta
mengurangi kemiskinan di Jawa Tengah.
B. KEGIATAN
1. Uraian Kegiatan
Guna mendukung Program PEMBANGUNAN KAWASAN
TRANSMIGRASI tersebut, Provinsi Jawa Tengah pada Tahun Anggaran
2022 merencanakan kegiatan Kesepakan Kerja Sama Antar Daerah
(KSAD) yang dilaksanakan secara daring.
Kegiatan tersebut mendukung pelaksanakan kegiatan pemindahan
dan penempatan transmigrasi sebanyak 60 KK sesuai alokasi target yang
diberikan dari Pusat. Dengan rincian sub kegiatan sebagai berikut :
a. Urusan Pemerintahan : Urusan Pilihan Transmigrasi
b. Organisasi : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Provinsi Jawa Tengah.
c. Sub. Unit : Bidang Penempatan Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
d. Kegiatan : Penataan Persebaran Penduduk yang
Berasal dari Lintas Daerah Kabupaten/Kota
dalam 1 (Satu) Daerah Provinsi
2. Indikator Kinerja
Capaian Program : Kesepakatan Kerjasama Antar Daerah dalam
rangka pengembangan kawasan transmigrasi dan
penempatan calon transmigrasi.
a. Masukan Anggaran yang dibutuhkan pada kegiatan Program
PEMBANGUNAN KAWASAN TRANSMIGRASI tahun 2022 sebesar
Rp. 750.000.000, (Tujuh Ratus Lima Puluh Juta Rupiah) dengan
rincian :
1) Sub Kegiatan :
a) Rapat Kerjasama Antar Daerah : Rp. 42.693.000,–
(secara daring)
b) Penempatan Transmigrasi : Rp. 290.006.000,–
c) Penjajagan dan Checking Lokasi : Rp. 417.301.000,–
b. Keluaran
1) Jumlah naskah KSAD yang ditandatangani dengan Provinsi
Penempatan.
2) Terlaksananya kegiatan Penjajagan dan Checking Lokasi di lokasi
penempatan transmigrasi.
3) Jumlah calon transmigran yang ditempatkan di Provinsi
Penempatan.
c. Hasil
1) Tersedianya naskah KSAD yang ditandatangani oleh Provinsi
Penempatan.
2) Laporan mengenai kondisi calon lokasi penempatan transmigran
asal Provinsi Jawa Tengah.
3) Penempatan calon transmigran di Provinsi Penempatan.
d. Manfaat
1) Persebaran penduduk di wilayah perbatasan.
2) Mengurangi angka pengangguran di Jawa Tengah.
e. Dampak
1) Berkurangnya angka kemiskinan di Jawa Tengah.
2) Meningkatnya taraf hidup rakyat.
3. Batasan Kegiatan
a. Penataan Persebaran Penduduk yang Berasal dari Lintas Daerah
Kabupaten/Kota dalam 1 (Satu) Daerah Provinsi adalah pemindahan
dan penempatan transmigrasi di luar Jawa.
1. Maksud.
a. Tersedianya Dokumen Kerjasama Antara Daerah sebagai hasil Rapat
Kerjasama Antar Daerah antara Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
dengan Daerah Penempatan,
b. Tersedianya laporan mengenai kondisi lokasi penempatan
transmigran asal Provinsi Jawa Tengah,
c. Fasilitasi pemindahan dan penempatan transmigran asal Jawa
Tengah dan tersedianya naskah KSAD.
2. Tujuan
a. Pertanggungjawaban atas pelaksanaan Program PEMBANGUNAN
KAWASAN TRANSMIGRASI, yang meliputi kegiatan :
1) Rapat Kerjasama Antar Daerah (DARING)
Alat Tulis Kantor
Perlengkapan Peserta
Jasa narasumber/tenaga ahli
Biaya cetak dan penggandaan
Makanan dan minuman rapat
Makanan dan minuman peserta kegiatan
PERSIAPAN
1. DPA Program PEMBANGUNAN KAWASAN TRANSMIGRASI tahun 2022
2. Menetapkan personil pelaksana
3. Menyusun KAK
PELAKSANAAN
1. Menyusun pelaksanaan Program PEMBANGUNAN KAWASAN
TRANSMIGRASI
2. Guna menunjang pelaksanaan kegiatan dialokasikan anggaran sebagai
berikut :
a. Rapat Kerjasama Antar Daerah (DARING) : Rp. 42.693.000,–
Alat Tulis Kantor : Rp. 1.430.000,–
Perlengkapan Peserta : Rp. 2.800.000,–
Jasa narasumber/tenaga ahli : Rp. 32.000.000,–
Biaya cetak dan penggandaan : Rp. 1.713.000,–
Makanan dan minuman rapat : Rp. 750.000,–
Makanan dan minuman Peserta Kegiatan : Rp. 4.000.000,–
b. Penempatan Transmigrasi : Rp. 290.006.000,–
Alat Tulis Kantor : Rp. 6.521.000,–
Perlengkapan Peserta : Rp. 3.500.000,–
Biaya cetak dan penggandaan : Rp. 8.250.000 –
Jasa narasumber/tenaga ahli : Rp. 16.000.000,–
Sewa Hotel : Rp. 19.000.000,–
Makanan dan minuman rapat : Rp. 750.000,–
Makanan dan minuman Peserta Kegiatan : Rp. 2.000.000,–
Perjalanan dinas dalam daerah : Rp. 74.000.000,–
Perjalanan dinas luar daerah : Rp. 158.460.000,–
c. Penjajagan dan Checking Lokasi : Rp. 417.301.000,–
Alat Tulis Kantor : Rp. 1.861.000,–
Biaya cetak dan penggandaan : Rp. 3.000.000,–
Perjalanan dinas luar daerah : Rp. 412.440.000,–
PENGENDALIAN
1. Memonitor kegiatan Program Pembangunan Kawasan Transmigrasi.
2. Memonitor pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah.
3. Koordinasi dalam pelaksanaan kegiatan dalam rangka pengembangan
masyarakat dan kawasan transmigrasi.
4. Menyusun dan mendistribusikan laporan Program Pembangunan
Kawasan Transmigrasi.
J. BIAYA
Anggaran yang dibutuhkan Kegiatan pada Program PEMBANGUNAN
KAWASAN TRANSMIGRASI tahun 2022 sebesar Rp. 750.000.000, (Tujuh
Ratus Lima Puluh Juta Rupiah).
K. PENUTUP
KEPALA BIDANG
PENEMPATAN TENAGA KERJA DAN
TRANSMIGRASI
KEGIATAN
PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN
KERJA BERSAMA UNTUK YANG MEMPUNYAI WILAYAH KERJA LEBIH DARI 1
(SATU) KAB/KOTA
PROGRAM
HUBUNGAN INDUSTRIAL
Jl. Pahlawan Nomor : 16 Telp. (024) 8311713 Faksimile (024) 8311711 Semarang
0
KERANGKA ACUAN KERJA
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan Undang Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Undang Undang nomor 23 tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan Pemerintahan Daerah diarahkan
untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta peningkatan daya saing
daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan dan kekhasan
suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi Daerah
adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Urusan pemerintahan adalah fungsi fungsi
pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan
pemerintahan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi
kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan dan
mensejahterakan masyarakat.
1
Hubungan Industrial merupakan suatu sistem hubungan yang terbentuk antara
para pelaku dalam produksi barang dan jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja
dan pemerintah yang didasari nilai nilai Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.
Dalam melaksanakan hubungan industrial, Pemerintah, Pekerja/Serikat Pekerja dan
Pengusaha mempunyai peran dan fungsi masing masing yang saling mendukung
sehingga tercipta hubungan yang harmonis antara pemerintah, pekerja dan pengusaha
yang terwujud dalam ketenangan bekerja dan kelangsungan berusaha. Oleh karena itu
perlu adanya peraturan peraturan yang mengatur hubungan kerja antara pengusaha dan
pekerja yang mencerminkan nilai nilai budaya dalam perusahaan khususnya dalam
hubungan industrial.
Dalam mewujudkan hal tersebut diperlukan sarana hubungan industrial
sebagaimana dimaksud dalam pasal 103 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003
bahwa hubungan industrial dilaksanakan melalui sarana sarana sebagai berikut:
Lembaga Kerjasama Bipartit,
Lembaga Kerjasama Tripartit,
Serikat Pekerja/Buruh,
Organisasi Pengusaha,
Peraturan Perusahaan,
Perjanjian Kerja Bersama dan
Lembaga Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.
Dengan adanya pengaturan mengenai hal-hal apa yang harus dilakukan oleh
pekerja dan pengusaha melalui sarana sarana hubungan industrial tersebut diharapkan
suasana dan kelangsungan bekerja tertib, nyaman sehingga terwujud suasana yang
kondusif. Hal tersebut diatas sejalan dengan upaya pemerintah dalam memberikan
perlindungan terhadap masyarakat, khususnya para pelaku proses produksi, untuk
menciptakan kondisi hubungan kerja secara harmonis antara pengusaha dengan
pekerja, antara pengusaha dan pemerintah, dan antara pemerintah dengan pekerja.
Upaya pemerintah membuat perangkat aturan dalam menata hubungan kerja telah
dilakukan, namun demikian, seiring dengan perkembangan masyarakat dunia usaha dan
perkembangan teknologi, masih sering muncul permasalahan dalam hubungan kerja
Sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan adanya data informasi
berkaitan dengan karakteristik atau ciri-ciri khusus suatu populasi di bidang
ketenagakerjaan yang berasal dari Kabupaten/Kota yang merupakan daerah pelaksana
otonomi. Data terkait informasi ketenagakerjaan dipergunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam perencanaan dan pembuatan kebijakan, sehingga sangat
diperlukan komunikasi yang efektif antara Kabupaten/Kota dengan Provinsi maupun
Pusat. Langkah-langkah yang dilakukan adalah melakukan inventarisasi permasalahan di
bidang Hubungan Industrial dan Jamsos, melakukan analisis permasalahan dan upaya
2
pemecahan secara komprehensif mengingat bahwa permasalahan Hubungan Industrial
dapat menjadi permasalahan yang melintasi batas wilayah dan dapat mempengaruhi
kondisi Hubungan Industrial pada wilayah lain.
1. Dasar Hukum
a. Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
b. Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana
telah diubah beberapa kali,terakhir dengan Undang Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang perubahan kedua atas Undang Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah;
c. Undang-Undang Nomor No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh;
d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial;
e. Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
f. Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS);
g. Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
h. Keputusan Menakertrans RI Nomor 19 tahun 2012 tentang Syarat syarat
Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada perusahaan lain;
i. Kepmenakertrans RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan
Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian
Kerja Bersama;
j. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No Kep. 250/Men/XII/ 2008
tentang Klasifikasi dan Karakteristik Data Dari Jenis Informasi Ketenagakerjaan;
k. Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota;
l. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 27 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas Permenakertrans Nomor 19 tahun 2012 tentang Syarat syarat Penyerahan
Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada perusahaan lain;
m. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI nomor 1 Tahun 2014
tentang Perubahan atas Kepmenakertrans RI No. 250/men/XII/2008 tentang
Klasifikasi dan Karakteristik Data Dari Jenis Informasi Ketenagakerjaan;
n. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI nomor 2 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Minimal Ketenagakerjaan;
o. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI Nomor: SE
04/MEN/VIII/2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Dan Transmigrasi RI Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat Syarat
Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.
3
p. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan
Kedua atas Permenakertrans Nomor 19 tahun 2012 tentang Syarat syarat
Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada perusahaan lain;
2. Gambaran Umum
Seiring dengan perkembangan teknologi yang makin pesat; makin
berkembang juga dunia usaha. Sehingga permasalahan yang muncul juga semakin
kompleks yang apabila tidak segera diselesaikan akan berpengaruh pada wilayah
lain. Oleh karena itu perlu pemetaan potensi masing masing kabupaten/kota sebagai
dasar pembuatan kebijaksanaan dan perencanaan program kerja utamanya di bidang
Hubungan Industrial. Pembuatan kebijaksanaan dan perencanaan program akan
berhasil dengan baik apabila tersedia data yang merupakan potensi awal untuk
memetakan kebutuhan kegiatan sesuai dengan kondisi masing masing
Kabupaten/Kota, Provinsi dan atau Pusat.
4
Sebelum dilakukan pembuatan Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja
Bersama, diperlukan identifikasi perusahaan wajib PP. Dalam hal ini, perusahaan
yang sudah memenuhi ketentuan mempunyai Peraturan Perusahaan (PP) tetapi
belum membuat Peraturan Perusahaan (PP). Pembuatan Peraturan Perusahaan (PP)
atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan kebijakan pemerintah yang
diamanatkan Undang Undang Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa perusahaan
yang mempekerjakan sedikitnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat Peraturan
Perusahaan (PP). Sedangkan untuk perusahaan yang sudah mempunyai Serikat
Pekerja/Serikat Buruh, diharapkan dapat meningkatkan dari Peraturan Perusahaan
menjadi menjadi Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Disisi lain agar ada ketenangan dalam bekerja harus ada kepastian
perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi pekerja dan pengusaha yang dapat
menjamin untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Oleh karena
itu, pemerintah menyusun sistem jaminan nasional melalui Undang Undang No. 40
tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mengamanatkan
pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan transformasi
kelembagaan PT. Taspen (persero) dan PT. Asabri (persero) menjadi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial yang diikuti dengan adanya pengalihan peserta,
program, asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban,yang untuk
5
selanjutnya diatur dalam Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang mengatur tentang BPJS Ketenagakerjaan
dan BPJS Kesehatan.
6
B. KEGIATAN
1. Uraian Kegiatan
Kegiatan Pengesahan Peraturan Perusahaan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja
Bersama untuk yang Mempunyai Wilayah Kerja Lebih dari 1 (Satu) Kab/Kota terdiri
dari sub-sub kegiatan:
1. Pengesahan Peraturan Perusahaan yang Terkait dengan Hubungan Industrial
2. Penyelenggaraan Pendataan dan Informasi Sarana Hubungan Industrial dan
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
a. Tenaga Kerja yang mengikuti pembinaan syarat kerja dan Jaminan Sosial.
b. Petugas Data HI dan Jamsos yang memahami Pengolahan Data HI dan
Jamsos serta mengikuti rakor pembinaaan Hubungan Industrial.
3. Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama yang Terakit dengan Hubungan Industrial
2. Indikator Kinerja
Masukan
Kegiatan Pengesahan Peraturan Perusahaan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja
Bersama untuk yang Mempunyai Wilayah Kerja Lebih dari 1 (Satu) Kab/Kota,
Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial didukung oleh Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2022 sebesar Rp
796.140.000,00 (Tujuh Ratus Sembilan Puluh Enam Juta Seratus Empat Puluh
Ribu Rupiah).
SDM Pendukung
Pelaksanaan Kegiatan Pengesahan Peraturan Perusahaan dan Pendaftaran
Perjanjian Kerja Bersama untuk yang Mempunyai Wilayah Kerja Lebih dari 1
(Satu) Kab/Kota, Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial didukung oleh sumber
daya manusia pada Seksi Syarat Kerja dan Jaminan Sosial dan Petugas dari
Kabupaten/Kota.
3. Batasan Kegiatan
7
C MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud
Maksud kegiatan Pengesahan Peraturan Perusahaan dan Pendaftaran Perjanjian
Kerja Bersama untuk yang mempunyai wilayah kerja lebih dari 1 (satu) Kab/Kota
adalah:
Tujuan
Kegiatan Pengesahan Peraturan Perusahaan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja
Bersama untuk yang mempunyai wilayah kerja lebih dari 1 (satu) Kab/Kota
bertujuan:
8
atas Kepmenakertrans RI No. 250/men/XII/2008 tentang Klasifikasi dan
Karakteristik Data dari Jenis Informasi Ketenagakerjaan di kabupaten/kota dan
upaya pemecahannya.
2. Jumlah tenaga kerja yang mengikuti pembinaan syarat kerja dan jaminan sosial.
3. Jumlah petugas data HI dan Jamsos yang memahami pengolahan data HI dan
Jamsos
1. Meningkatkan jumlah tenaga kerja yang memahami ketentuan dalam syarat kerja
dan jaminan sosial
PERSIAPAN
1. Rapat pembahasan rencana kerja
2. Menyusun dan membuat jadwal kegiatan
3. Koordinasi dengan Dinas yang membidangi Ketenagakerjaan di
Kabupaten/Kota dan stakeholder terkait.
4. Membuat SK petugas data
9
PELAKSANAAN
10
dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang dalam hal ini adalah Kepala
Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial pada Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah dan dibantu oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
(PPTK) yaitu Kepala Seksi Syarat Kerja dan Jaminan Sosial.
J BIAYA/MEKANISME PEMBIAYAAN
11
1 Belanja bahan habis pakai
Alat tulis kantor Rp 29.931.000,-
Perlengkapan peserta Rp 38.500.000,-
Perangko, materai dan benda pos lainnya Rp 400.000,-
2 Belanja Jasa
Penyuluh Non ASN Rp 87.500.000,-
Narsum/Modertor/MC/Dirijen/Doa Rp 19.500.000,-
Paket/Pengiriman Rp 2.000.000,-
Penanganan Pandemi
Rp 101.250.000,-
3 Belanja Cetak dan Penggandaan Rp 13.404.000,-
4 Belanja Sewa Ruang Rapat Rp 21.000.000,-
5 Belanja Makanan dan Minuman Rp 67.950.000,-
6 Belanja Perjalanan Dinas
Dalam Daerah Rp 322.295.000,-
Luar Daerah Rp 92.410.000,-
K PENUTUP
Kegiatan Pengesahan Peraturan Perusahaan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja
Bersama untuk yang Mempunyai Wilayah Kerja Lebih dari 1 (Satu) Kab/Kota diharapkan
mampu mendorong dan menciptakan hubungan kerja yang harmonis antara pekerja dan
pengusaha di perusahaan. Disamping itu diharapkan tersedia data data terkait
pelaksanaan hubungan industrial dan jaminan sosial dari kabupaten / kota yang dapat
dipergunakan untuk menganalisa secara sistematis pelaksanaan hubungan industrial
yang akan memudahkan upaya dalam pemecahan masalah dan penetapan kebijakan
dalam pelaksanaan hubungan industrial.
Demikian kerangka acuan pelaksanaan kegiatan Pembinaan dan Evaluasi
Pelaksanaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial dibuat untuk dapat dipergunakan
sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan oleh pelaksana.
12
KERANGKA ACUAN KINERJA
KEGIATAN
PENETAPAN UMP, UMSP, UMK, dan UMSK
T.A. 2022
A. LATAR BELAKANG
Peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh harus menjadi
komitmen bersama untuk dapat menciptakan ketenangan bekerja dan
juga kepastian berusaha. Upah merupakan salah satu unsur
kesejahteraan bagi pekerja/buruh disamping jaminan sosial, fasilitas
kesejahteraan di perusahaan, serta adanya “rasa aman” agar terpenuhi
kebutuhan hidupnya.
Upah layak, adanya program jaminan sosial serta tersedianya
fasilitas kesejahteraan (yang memadai) di dalam perusahaan merupakan
faktor pendorong produktivitas pekerja/buruh. Oleh karena itu perlu
adanya kegiatan yang menunjang pelaksanaan hal-hal dimaksud sebagai
pelaksanaan dari Tupoksi Bidang hubungan industrial dan Jaminan
Sosial, serta sebagai edukasi kepada masyarakat mengenai Kebijakan
Penetapan Upah Minimum dan Kebijakan Pengupahan yang lain.
Pemerintah, pengusaha, pekerja/buruh dan masyarakat pada
umumnya mempunyai kepentingan atas sistem dan kebijakan
pengupahan. Pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan di satu sisi
untuk dapat menjamin standar kehidupan yang layak bagi pekerja/buruh
dan keluarganya, meningkatkan produktivitas dan meningkatkan daya
beli masyarakat. Di lain sisi kebijakan pengupahan harus mampu
mendorong pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja serta
menahan laju inflasi.
Para pekerja/buruh dan keluarganya sangat tergantung kepada
upah yang diterima apakah dapat memenuhi kebutuhan sandang,
pangan, perumahan dan kebutuhan lainnya. Oleh sebab itu
pekerja/buruh dan serikat pekerja/buruh cenderung menuntut upah
yang lebih tinggi untuk meningkatkan taraf hidup. Sementara pengusaha
sering memandang upah sebagai bagian biaya produksi saja dan kurang
memperhatikan bahwa upah mempunyai dampak terhadap gizi
pekerja/buruh, ketenangan pekerja/buruh dan produktivitas kerja
sehingga pengusaha sangat berhati-hati untuk meningkatkan upah.
Dalam kondisi perekonomian yang baik, upah pekerja/buruh
secara riil diharapkan meningkat secara terus-menerus, karena tingkat
penghasilan pekerja/buruh yang layak akan meningkatkan daya beli
masyarakat yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan
ekonomi. Namun kenaikan upah pekerja/buruh harus sejalan dengan
peningkatan produktivitas, karena kenaikan upah yang tidak diikuti
dengan peningkatan produktivitas akan menghambat pengusaha untuk
mempertahankan kelangsungan usaha atau memperluas usaha.
Dampak lain dari kenaikan upah yang tidak diikuti kenaikan
produktivitas adalah kecenderungan pengusaha untuk menaikkan harga
jual yang dapat mempercepat laju inflasi. Bila harga semua barang
meningkat, daya beli masyarakat berkurang, sehingga sulit untuk
menciptakan lapangan kerja baru. Kebijakan pengupahan harus dapat
menjawab tantangan yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas
kerja dan perluasan lapangan kerja.
Sementara itu kebijakan penetapan upah minimum adalah salah
satu kebijakan pengupahan yang bertujuan untuk memberikan
perlindungan pekerja/buruh. Filosofi upah minimum adalah sebagai
jaring pengaman dan berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja
kurang dari 1 (satu) tahun. Upah minimum, adalah upah bulanan
terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Fungsi
penetapan upah minimum adalah agar tingkat upah pekerja tidak jatuh
sampai titik terendah, akibat tidak seimbangnya antara permintaan
dengan penyediaan tenaga kerja. Sehingga dapat dikatakan bahwa
kebijakan upah minimum merupakan Jaring Pengaman Sosial (Social
Safety Net), bukan merupakan standar upah (upah dasar).
Kebijakan penetapan upah minimum diarahkan pada
peningkatan daya beli pekerja/buruh yang berimplikasi pada 2 hal, yaitu:
a. Meningkatnya permintaan terhadap barang dan jasa yang akan ikut
mendorong perputaran ekonomi rakyat, dan pada gilirannya dapat
memperluas kesempatan kerja.
b. Peningkatan gizi pekerja/buruh yang akan berdampak pada
meningkatnya produktivitas kerja yang selanjutnya akan
menciptakan ketenangan kerja dan kelangsungan usaha.
1. Dasar Hukum
Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun
2021 tentang Pengupahan, tekad Gubernur akan melaksanakan
semua ketentuan yang ditetapkan pemerintah dengan melakukan
modifikasi-modifikasi sepanjang untuk kesejahteraan masyarakat
maka perlu diadakan penyesuaian indikator dalam penetapan upah
minimum. Dasar pelaksanaan kegiatan Penetapan Upah Minimum
yang didalamnya terdapat sub kegiatan Pembahasan Upah
Minimum, Workshop Sistem Pengupahan, Sosialisasi Upah
Minimum, Rapat Koordinasi Pengupahan, Pertemuan, Koordinasi
dan Konsolidasi Masalah Pengupahan, Identifikasi Penerapan
Struktur dan Skala Upah, identifikasi data Fasilitas Kesejahteraan
Pekerja, Rapat Koordinasi Kesejahteraan Pekerja, Perusahaan yang
dilakukan Pendampingan Struktur dan Skala Upah adalah :
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan;
2. Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang
Pengupahan;
6. Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004 tentang Dewan
Pengupahan;
7. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2016
tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi
Jawa Tengah;
8. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 64 Tahun 2016
tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah.
2. Gambaran Umum
Dalam penetapan Upah Minimum menurut Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pemerintah, dalam
hal ini Gubernur Jawa Tengah menetapkan Upah Minimum
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah sesuai ketentuan dalam Peratura
Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, berdasarkan
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan dengan memperhatikan
produktivitas dab pertumbuhan ekonomi, sebagaimana diarahkan
pasal 88 ayat (4). Usulan besaran upah minimum dimaksud
merupakan rekomendasi Bupati/Walikota setelah mendengar
pertimbangan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota masing-masing,
dengan melalui mekanisme dan prosedur yang benar, ataupun
rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah sebagai
lembaga non struktural yang dibentuk oleh Gubernur untuk
memberikan saran dan pertimbangan dalam rangka : 1) Penetapan
Upah Minimum Provinsi (UMP), 2) Penetapan Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral (UMS) 3).
Penerapan Sistem Pengupahan di tingkat provinsi, serta menyiapkan
bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan nasional,
sebagaimana diatur pada Pasal 21 Keputusan Presiden Nomor 107
Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan.
Sesuai dengan Peraturan pemerintah Nomor 36 Tahun 2021
tentang Pengupahan, upah minimum terdiri atas Upah Minimum
Provinsi dan Upah Minimum Kabupaten/Kota dengan syarat
tertentu, yang ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan
ketenagakerjaan. Syarat tertentu dimaksud meliputi pertumbuhan
ekonomi daerah atau inflasi pada kabupaten/kota yang
bersangkutan. Sedangkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan
tersebut meliputi variabel :
a. paritas daya beli;
b. tingkat penyerapan tenaga kerja; dan
c. median upah.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 36
Tahun 2021 tentang Pengupahan, maka perlu dilakukan
penyesuaian-penyesuaian program kebijakan penetapan upah
minimum.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah,
khususnya Seksi Pengupahan dan Kesejahteraan Tenaga Kerja pada
Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial melaksanakan
tugas sesuai Peraturan Gubernur Nomor 64 Tahun 2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Provinsi Jawa Tengah yakni Melakukan penyiapan bahan perumusan
kebijakan, koordinasi dan pelaksanaan kebijakan, evaluasi dan
pelaporan di bidang pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja,
meliputi:
1. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang
pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja;
2. menyiapkan bahan pengoordinasian di bidang pengupahan dan
kesejahteraan tenaga kerja;
3. menyiapkan bahan peningkatan kapasitas dan kompetensi
pengupahan lintas kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah;
4. Menyiapkan bahan penyusunan dan menetapkan Upah
Minimum Provinsi, Upah Minimum Sektoral Provinsi, Upah
Minimum Kabupaten/Kota dan Upah Minimum Sektoral
Kabupaten/Kota;
5. Menyiapkan bahan pembinaan penyusunan struktur skala
upah;
6. Menyiapkan bahan penerapan, perumusan dan pengembangan
sistem pengupahan tingkat Daerah;
7. Menyiapkan bahan peningkatan fungsi Dewan Pengupahan
Provinsi dan/ atau kabupaten/kota skala Daerah;
8. Menyiapkan bahan pengkajian dan penyebarluasan
implementasi pengupahan lintas kabupaten/kota dalam 1 (satu)
Daerah;
9. Menyiapkan bahan pengoordinasian pelaksanaan
penyelenggaran fasilitas dan kesejahteraan tenaga kerja skala
Daerah;
10. Menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan di bidang
pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja.
3. Uraian Kegiatan :
Sub Kegiatan
1) Pembahasan Penetapan Upah Minimum
2) Rakor Pengupahan
3) Rakor Kesejahteraan Pekerja
4) Pertemuan Koordinasi dan Konsolidasi Masalah Hubungan
Industrial
5) Workshop Sistem Pengupahan
6) Survei Identifikasi Penerapan Struktur dan Skala Upah di
Perusahaan
7) Identifikasi Data Fasilitas Kesejahteraan Tenaga Kerja
8) Pendampingan Penyusunan Struktur dan Skala Upah
9) Sosialisasi Upah Minimum
4. Indikator Kinerja
a. Masukan.
Kegiatan Penetapan Upah Minimum Tahun 2022
didukung dana APBD Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran
2022 sebesar Rp. 1.555.100.000,- (satu milyar lima ratus lima
puluh lima juta seratus ribu rupiah).
b. Sumber Daya Manusia.
Sumber Daya manusia pada Seksi Pengupahan dan
Kesejahteraan Tenaga Kerja, merupakan sekretariat yang
mendukung pelaksanaan kegiatan Penetapan Upah Minimum,
terdiri dari Kepala Seksi dan staf serta Anggota Dewan
Pengupahan Provinsi Jawa Tengah. Kerjasama yang baik dan
intensif dengan petugas dinas kabupaten/kota sangat
mendukung pelaksanaan kegiatan Penetapan Upah Minimum.
C. KELUARAN/OUTPUT
Keluaran dari sub-sub kegiatan diatas adalah ditetapkannya
Keputusan Gubernur Jawa Tengah tentang Upah Minimum Provinsi dan
Upah Minimum Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun
2022 yang memenuhi syarat sebagaimana ketentuan dalam PP No. 36
Tahun 2021 tentang Pengupahan, dilaksanakan serta dipahaminya
keputusan dimaksud oleh pengusaha dan pekerja/buruh serta adanya
persamaan dalam melakukan gerakan pembuatan struktur dan skala
upah pekerja di perusahaan dan memerlukan adanya Sosialisasi dan
penyamaan persepsi pada bulan-bulan adanya perubahan formasi Dewan
Pengupahan Provinsi Jawa Tengah dan Dewan Pengupahan
Kabupaten/Kota.
D. HASIL YANG DIHARAPKAN (OUT COME)
1. Out come
Dengan adanya Kegiatan Penetapan Upah Minimum yang
terdiri dari serangkaian sub-sub kegiatan diatas akan melindungi
pekerja dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, sehingga
akan mencegah adanya pekerja yang jatuh miskin karena tidak
mampu memenuhi kebutuhan hidup minimalnya, serta untuk
mendorong peningkatan kesejahteraan bagi pekerja dengan masa
kerja diatas 1 (satu) tahun. Pekerja dengan masa kerja dibawah 1
(satu) tahun diharapkan akan mampu untuk membiayai
kehidupannya sendiri, sehingga tidak akan semakin memberatkan
keluarganya, sedangkan untuk pekerja di atas 1 (satu) tahun dapat
meningkatkan produktivitas perusahaan karena dengan adanya
struktur dan skala upah pekerja memperoleh kejelasan jenjang
penghasilan, dengan tetap memperhatikan kemampuan dan
kelangsungan perusahaan sehingga dapat menciptakan kondisi
hubungan industrial yang harmonis di Provinsi Jawa Tengah.
2. Manfaat.
Manfaat dengan adanya sub-sub kegiatan diatas adalah sebagai
berikut :
a. Adanya pemahaman bahwa upah minimum sebagai jaring
pengaman (safety net) yang merupakan perlindungan agar
pekerja baru dengan masa kerja dibawah 1 (satu) tahun tidak
dibayar dengan upah sangat rendah, sebagai akibat adanya
ketimpangan antara supply and demand tenaga kerja;
b. Adanya pemahaman bahwa upah minimum bukan upah
standar dan bukan dasar upah di perusahaan.
c. Adanya dorongan untuk melakukan perundingan untuk
membuat sistem pengupahan bagi pekerja dengan masa kerja 1
(satu) tahun atau lebih secara bipartit di perusahaan.
d. Memberikan perlindungan bagi pekerja yang masa kerjanya
kurang 1 (satu) tahun.
e. Adanya motivasi untuk membuat struktur dan skala upah di
perusahaan yang memperhatikan kemampuan ekonomi
perusahaan.
3. Dampak
Kegiatan ini memberikan dampak pada terciptanya ketenangan
bekerja dan berusaha yang pada akhirnya dapat menciptakan
hubungan industrial yang harmonis antara pada pelaku proses
produksi (pengusaha dan pekerja) di Provinsi Jawa Tengah. Adanya
komunikasi yang intensif dan efektif antara pekerja/buruh dan/atau
serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha/manajemen di
perusahaan di seluruh wilayah di Provinsi Jawa Tengah, sehingga
akan mengurangi keresahan di perusahaan.
2. WAKTU PELAKSANAAN
a. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan serangkaian Kegiatan Penetapan Upah Minimum
adalah sebagai berikut :
1) Pelaksanaan sub-sub kegiatan dalam penetapan upah
minimum dilaksanakan selama kurun waktu 1 ( satu )
tahun, dengan sasaran pada masing-masing sub kegiatan
melibatkan unsur tripartit, sesuai dengan kebutuhan sub
kegiatan, yang terdiri dari unsur pekerja/buruh, serikat
pekerja/serikat buruh, pengusaha/asosiasi pengusaha,
Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Dewan Pengupahan
Kabupaten/Kota, serta stake holder terkait.
2) Pelaksanaan kegiatan dilakukan di Provinsi Jawa Tengah,
kegiatan Persidangan Dewan Pengupahan Provinsi Jawa
Tengah, dan Sosialisasi Upah Minimum dilakukan di Kantor
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah,
Kegiatan Pertemuan Konsolidasi dan Koordinasi Hubungan
industrial, Rapat Koordinasi Pengupahan, Workshop Sistem
Pengupahan, Rakor Kesja dalam bentuk klasikal.
3) Sidang dan Rapat Pembahasan Penetepan Upah Minimum
akan dilaksanakan bulan Januari s.d bulan Desember.
4) Workshop Sistem Pengupahan akan dilaksanakan mulai
bulan Februari s/d Agustus,
5) Rakor Pengupahan akan dilaksanakan pada bulan Agustus
6) Rakor Kesja akan dilaksanakan pada bulan Februari s.d
Juni
7) Pertemuan, Koordinasi, Konsolidasi masalah Hubungan
Industrail akan dilaksanakan pada bulan April s.d Juni.
8) Survei Identifikasi Struktur dan Skala Upah di Perusahaan
dilakukan oleh Petugas Kabupaten/Kota, dilaksanakan
bulan Maret s.d September.
9) Survey Identifikasi Data Fasilitas Kesja dilakukan oleh
Petugas Kabupaten/Kota, dilaksanakan bulan Pebruari s.d
Agustus.
10) Sosialisasi Upah Minimum dilaksanakan pada bulan
November.
b. Jadwal dan paket pekerjaan
1) Jadwal pelaksanaan sub-sub kegiatan telah direncanakan
sesuai matrik terlampir, dan dalam kondisi tertentu dapat
dilakukan perubahan pelaksanaan sesuai dengan
kebutuhan dan urgensitas kegiatan.
2) Adapun paket pekerjaan yang dilakukan adalah :
a) Pembahasan Penetapan Upah Minimum biaya sebesar
Rp. 463.100.000 (empat ratus juta enam puluh tiga ribu
seratus ribu rupiah)
b) Rakor Pengupahan Rp. 130.000.000 (seratus tiga puluh
juta rupiah)
c) Rakor Kesejahteraan Pekerja Rp. 305.000.000 (tiga ratus
lima juta rupiah)
d) Pertemuan Koordinasi dan Konsolidasi Masalah
Hubungan Industrial Rp. 140.000.000 (seratus empat
puluh juta rupiah)
e) Workshop Sistem Pengupahan Rp. 240.000.000 (dua raus
empat puluh juta rupiah)
f) Survei Identifikasi Penerapan Struktur dan Skala Upah di
Perusahaan Rp. 65.000.000 (enam puluh lima juta
rupiah)
g) Identifikasi Data Faskesja Rp. 16.000.000 (enam belas
juta rupiah)
h) Pendampingan Penyusunan Struktur dan Skala Upah Rp.
165.000.000 (seratus enam puluh lima juta rupiah)
Jan Peb Mar Apr Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
Mei
Penetapan Upah
1
Minimum
2 Rakor Pengupahan
Rakor
3 Kesejahteraan
Pekerja
Pertemuan
Koordinasi dan
4 Konsolidasi
Masalah Hubungan
Industrial
Workshop Sistem
5
Pengupahan
Survei Identifikasi
6 Penerapan Struktur
dan Skala Upah
Identifikasi Data
7
Faskesja
8 Sosialisasi UM
Pendampingan
Penyusunan
9
Struktur dan Skala
Upah
J. PENUTUP
Kegiatan Penetapan Upah Minimum Tahun Anggaran 2022 ini
diharapkan mampu mencapai target-target yang telah direncanakan
dengan mendapat dukungan dari Dinas yang membidangi
ketenagakerjaan Kabupaten/Kota se Jateng, unsur tripartit se Jawa
Tengah dan mendapat dukungan dari Bupati/Wallikota se Jawa Tengah
dalam rangka menciptakan hubungan kerja yang harmonis antara
pekerja dan pengusaha, dan menjaga kondusivitas Provinsi Jawa Tengah.
Demikian rencana pelaksanaan kegiatan Penetapan Upah
Minimum dibuat untuk dapat dipergunakan sebagai pedoman
pelaksanaan kegiatan oleh pelaksana.
KEGIATAN
PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN
KERJA BERSAMA UNTUK YANG MEMPUNYAI WILAYAH KERJA LEBIH DARI 1
(SATU) KAB/KOTA
PROGRAM
HUBUNGAN INDUSTRIAL
Jl. Pahlawan Nomor : 16 Telp. (024) 8311713 Faksimile (024) 8311711 Semarang
KERANGKA ACUAN KERJA
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan Undang Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Undang Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Undang
Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta
masyarakat serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan dan kekhasan suatu daerah dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Urusan pemerintahan adalah fungsi fungsi pemerintahan
yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan
pemerintahan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang
menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan
dan mensejahterakan masyarakat.
1. Dasar Hukum
a. Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
b. Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
sebagaimana telah diubah beberapa kali,terakhir dengan Undang Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Undang Undang
Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
c. Undang-Undang Nomor No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh;
d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial;
e. Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional;
f. Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS);
g. Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
h. Keputusan Menakertrans RI Nomor 19 tahun 2012 tentang Syarat syarat
Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada perusahaan lain;
i. Kepmenakertrans RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan
dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran
Perjanjian Kerja Bersama;
j. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No Kep.
250/Men/XII/ 2008 tentang Klasifikasi dan Karakteristik Data Dari Jenis
Informasi Ketenagakerjaan;
k. Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota;
2. Gambaran Umum
Seiring dengan perkembangan teknologi yang makin pesat; makin
berkembang juga dunia usaha. Sehingga permasalahan yang muncul juga
semakin kompleks yang apabila tidak segera diselesaikan akan berpengaruh
pada wilayah lain. Oleh karena itu perlu pemetaan potensi masing masing
kabupaten/kota sebagai dasar pembuatan kebijaksanaan dan perencanaan
program kerja utamanya di bidang Hubungan Industrial. Pembuatan
kebijaksanaan dan perencanaan program akan berhasil dengan baik apabila
tersedia data yang merupakan potensi awal untuk memetakan kebutuhan
kegiatan sesuai dengan kondisi masing masing Kabupaten/Kota, Provinsi dan
atau Pusat.
B. KEGIATAN
1. Uraian Kegiatan
2. Indikator Kinerja
Masukan
Kegiatan Pengesahan Peraturan Perusahaan dan Pendaftaran Perjanjian
Kerja Bersama untuk yang Mempunyai Wilayah Kerja Lebih dari 1 (Satu)
Kab/Kota, Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial didukung oleh
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun
Anggaran 2022 sebesar Rp 796.140.000,00 (Tujuh Ratus Sembilan Puluh
Enam Juta Seratus Empat Puluh Ribu Rupiah).
SDM Pendukung
3. Batasan Kegiatan
Maksud
Tujuan
2. Jumlah tenaga kerja yang mengikuti pembinaan syarat kerja dan jaminan
sosial.
PELAKSANAAN
J BIAYA/MEKANISME PEMBIAYAAN
K PENUTUP
Kegiatan Pengesahan Peraturan Perusahaan dan Pendaftaran Perjanjian
Kerja Bersama untuk yang Mempunyai Wilayah Kerja Lebih dari 1 (Satu)
Kab/Kota diharapkan mampu mendorong dan menciptakan hubungan kerja yang
harmonis antara pekerja dan pengusaha di perusahaan. Disamping itu
diharapkan tersedia data data terkait pelaksanaan hubungan industrial dan
jaminan sosial dari kabupaten / kota yang dapat dipergunakan untuk
menganalisa secara sistematis pelaksanaan hubungan industrial yang akan
memudahkan upaya dalam pemecahan masalah dan penetapan kebijakan dalam
pelaksanaan hubungan industrial.
Demikian kerangka acuan pelaksanaan kegiatan Pembinaan dan Evaluasi
Pelaksanaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial dibuat untuk dapat
dipergunakan sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan oleh pelaksana.
A. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
b. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh;
c. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial;
d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
e. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Tata kerja dan Susunan
Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit;
g. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2008 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Tata kerja dan Susunan
Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit;
h. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Tata kerja dan Susunan
Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit;
i. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu, Alih Daya, Waktu kerja dan waktu istirahat, dan Pemutusan
Hubungan Kerja;
j. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan;
k. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2021 tentang Jaminan Kehilangan
Pekerjaan;
l. Peraturan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan
Menteri Dalam Negeri Nomor : Per.04/Men/II/2010 dan Nomor 17
Tahun 2010 tentang Pembentukan dan Peningkatan Peran
Lembaga kerja sama Tripartit Provinsi dan Kabupaten/Kota;
m. Kepmenakertrans Nomor. Kep.16/Men/2001 tentang Tata cara Pencatatan
SP/SB;
n. Kepmenakertrans Nomor. Kep.201/Men/2001 tentang Keterwakilan dalam
Kelembagaan HI;
o. Permenaker Nomor.Per. 06/IV/Men/2005 tentang Pedoman Verifikasi
Keanggotaan Serikat Pekerja/Serikat Buruh;
p. Permenakertrans Nomor Per. 32/Men/XII/2008 tentang Pedoman
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Bipartit;
q. Permenakertrans Nomor 17 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengangkatan
dan Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial;
r. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang
Kebutuhan Hidup Layak (KHL);
s. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Sanksi
Administratif PP No.78 Tahun 2016 tentang Pengupahan;
t. Permenakertrans Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan
Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain;
u. Permenakertrans Nomor 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan
Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran
Perjanjian Kerja Bersama;
v. Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan;
w. Permenaker Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan Forum Serikat
Pekerja/Serikat Buruh di Perusahaan pada Kawasan Ekonomi Khusus;
x. Permenaker Nomor 7 tahun 2016 tentang Uang Servis Pada Usaha Hotel dan
Usaha Restoran di Hotel;
y. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2017 tentang
Penyusunan Struktur dan Skala Upah;
z. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 64 Tahun 2016 tentang Organisasi
Dan Tata Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah.
2. Gambaran Umum
Kehidupan Hubungan Industrial mulai bulan Maret 2020 mengalami
permasalahan yang cukup signifikan, akibat beberapa negara terdampak Covid-
19. Perusahaan-perusahaan, terutama untuk sektor industri dan perdagangan
yang terdampak terbagi dalam beberapa criteria, 1). Perusahaan yang bahan
baku dan orientasi pemasaran dari luar negeri, khususnya Cina, Amerika dan
Eropa, 2). Perusahaan yang bahan baku dari luar negeri, baik berasal dari
negara terdampak maupun tidak terdampak, dengan orientasi pasar luar negeri,
3). Perusahaan bahan baku dari luar negeri dengan orientasi pasar dalam negeri.
Kondisi tersebut mengakibatkan adanya beberapa hal yang harus dilakukan oleh
perusahaan supaya kondisi keuangan perusahaan tidak semakin memburuk,
antara lain : 1) melakukan shift para pekerja; 2). Mengurangi jam kerja; 3).
Merumahkan pekerja; 4). Tidak meneruskan pekerja dengan system hubungan
kerja PKWT; 5). Melakukan PHK, terutama untuk negara yang belum mampu
melakukan recoveri perekonomian. Dengan adanya kebijakan lockdown dan/atau
pelarangan mobilitas penduduk, maka ternyata tidak hanya sektor industri dan
perdagangan yang terdampak, namun juga sektor jasa, antara lain pariwisata
dan transportasi. Sektor industri yang selama ini menjadi sektor ekonomi yang
penting dan menjadi sumber penghidupan mayoritas masyarakat Indonesia,
disamping sektor pertanian, sangat terpengaruh signifikan, sehingga
pertumbuhan ekonomi secara nasional turun drastis hanya mencapai 2 persen.
Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar upah secara penuh,
mengakibatkan para pekerja mengalami kendala keuangan rumah tangga.
Kondisi ini dapat mempengaruhi kondisi Hubungan Industrial di Jawa Tengah.
Dalam rangka penanganan dampak pendemi Covid-19 diperlukan partisipasi
organisasi pekerja, organisasi pengusaha melalui Pemberdayaan Lembaga
Hubungan Industrial yang ada, antara lain LKS Bipartit, LKS Tripartit, dan Serikat
Pekerja/Serikat Buruh.
Dalam rangka upaya menjaga hubungan industrial yang harmonis,
kondusif dan dinamis di perusahaan dalam rangka terciptanya ketenangan kerja
dan kelangsungan usaha, serta mencegah terjadi kemiskinan baru, maka
diperlukan pemberdayaan SDM Pekerja/buruh di sektor perekonomian dan
peningkatan peran dan fungsi LKS Bipartit. Atas dasar pemikiran tersebut maka
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah perlu melaksanakan
kegiatan “PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL, MOGOK KERJA DAN PENUTUPAN
PERUSAHAAN YANG BERAKIBAT/BERDAMPAK PADA KEPENTINGAN DI
1 (SATU) DAERAH/PROVINSI”.
B. KEGIATAN
1. Uraian Kegiatan :
a. Koordinasi Teknis Hubungan Industrial;
b. Pembinaan Hubungan Industrial Bagi PUK SP/SB dan Manjemen di
Perusahaan;
c. Pembinaan Pembentukan LKS Bipartit;
d. Pemberdayaan SP/SB;
e. Koordinasi dan Konsolidasi Hubungan Industrial;
f. Verifikasi Keanggotaan SP/SB
2. Indikator Kinerja :
a. Masukan
Kegiatan Pencegahan Dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial, Mogok Kerja Dan Penutupan Perusahaan Yang
Berakibat/Berdampak Pada Kepentingan Di 1 (Satu) Daerah/Provinsi dengan
dukungan dana APBD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2021 sebesar Rp.
512.163.000,- (Lima Ratus Dua belas Juta Seratus Enam Puluh Tiga
Puluh Ribu Rupiah).
b. Hasil
⮚ Meningkatnya peran dan fungsi sarana Hubungan Industrial di
Perusahaan.
⮚ Mewujudkan pengembangan Hubungan Industrial yang harmonis untuk
mencapai ketenangan kerja, peningkatan kesejahteraan pekerja, serta
kelangsungan usaha.
c. Manfaat
⮚ Meningkatnya kualitas Serikat Pekerja/ Serikat Buruh dan Pengusaha
sehingga akan lebih memahami peraturan perundangan yang berlaku dan
peningkatan pengetahuan serta pemahaman Kelembagaan Hubungan
Industrial khususnya mentaati hak dan kewajiban masing-masing, serta
adanya peningkatan pemulihan ekonomi masyarakat.
⮚ Meningkatnya SDM dan pemahaman Mediator HI dan Pejabat Bidang HI di
Jawa Tengah.
3. Batasan Kegiatan :
Ruang lingkup kegiatan Kegiatan Pencegahan Dan Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial, Mogok Kerja Dan Penutupan Perusahaan Yang
Berakibat/Berdampak Pada Kepentingan Di 1 (Satu) Daerah/Provinsi adalah
Provinsi dan 35 Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah.
D. KELUARAN
1. Terlaksananya pertemuan Mediator HI dan Pejabat di Bidang HI se-Jawa
Tengah;
2. Terlaksananya kegiatan sebagai pembekalan Sertifikasi HI;
3. Terlaksanya sosialisasi untuk pembentukan LKS Bipartit di perusahaan;
4. Terlaksananya pemberdayaan pengurus atau anggota PUK SP/SB di Kabupaten/
Kota;
5. Terlaksananya koordinasi Hubungan Industrial Provinsi ke Kab/ Kota;
6. Terlaksananya verifikasi keanggotaan SP/SB.
F. KERANGKA PEMIKIRAN
1. Persiapan
a. Mempelajari DPA Tahun 2022
b. Membuat Rencana Kerja Operasional (RKO) dan Rencana Penyerapan
Anggaran
c. Membuat Jadwal untuk kegiatan Pencegahan Dan Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial, Mogok Kerja Dan Penutupan Perusahaan Yang
Berakibat/Berdampak Pada Kepentingan Di 1 (Satu) Daerah/Provinsi
d. Membuat Rencana Kerja Tahunan (RKT) Pencegahan Dan Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial, Mogok Kerja Dan Penutupan Perusahaan
Yang Berakibat/Berdampak Pada Kepentingan Di 1 (Satu) Daerah/Provinsi
e. Membuat Jadwal untuk kegiatan Pencegahan Dan Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial, Mogok Kerja Dan Penutupan Perusahaan Yang
Berakibat/Berdampak Pada Kepentingan Di 1 (Satu) Daerah/Provinsi.
f. Membuat Rencana Kerja Tahunan (RKT) kegiatan Pencegahan Dan
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Mogok Kerja Dan Penutupan
Perusahaan Yang Berakibat/Berdampak Pada Kepentingan Di 1 (Satu)
Daerah/Provinsi.
g. Koordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota, dan stakeholder.
h. Membuat Surat ke Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota, dan stakeholder.
i. Pembelian perlengkapan dan peralatan bahan kegiatan dan bahan kerja;
j. Membuat Surat Perintah dan mempersiapkan untuk peng SPJ an
k. Mempersiapkan pelaksanaan kegiatan
2. Pelaksanaan
a. Kegiatan Koordinasi Teknis Hubungan Industrial sebanyak 1 angkatan.
b. Kegiatan Pembinaan Hubungan Industrial bagi PUK SP/SB dan Manajemen di
Perusahaan sebanyak 3 angkatan
c. Kegiatan Pembinaan Pembentukan LKS Bipartit sebanyak 8 angkatan
d. Kegiatan Pemberdayaan SP/SB sebanyak 5 angkatan.
3. Pengendalian
Agar kegiatan Pencegahan Dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,
Mogok Kerja Dan Penutupan Perusahaan Yang Berakibat/Berdampak Pada
Kepentingan Di 1 (Satu) Daerah/Provinsi dapat terlaksana dengan baik maka
dilakukan pengendalian dan pengawasan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah beserta Kepala Bidang Hubungan Industrial
dan Jaminan Sosial Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah dan
kegiatan tersebut dilaksanakan mulai bulan Januari sampai dengan bulan
Desember 2022
G. METODE PELAKSANAAN
Metode pelaksanaan adalah Klasikal :
Penceramah : a. Dinakertrans Provinsi Jawa Tengah;
b. Kementrian Ketenagakerjaan RI;
c. Dinas yang membidangi Ketenagakerjaan di Kabupaten/ Kota;
d. Lembaga/stakeholder terkait.
K. PENUTUP
Kegiatan Pencegahan Dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Mogok
Kerja Dan Penutupan Perusahaan Yang Berakibat/Berdampak Pada Kepentingan Di
1 (Satu) Daerah/Provinsi sangatlah penting untuk peningkatan para pelaku produksi
di Perusahaan, khususnya dalam rangka mendukung terciptanya semangat kerja
bagi para serikat pekerja/ serikat buruh terhadap Perusahaan yang saling
bekerjasama agar menjadikan hubungan menjadikan harmonis dan kondusif.
Semarang,
Mengetahui
Ir. SAKINA ROSELLASARI, M.Si, M.Sc ENIK NURHAYATINI W., SH., M.Hum.
Pembina Utama Muda Pembina Tk. I
NIP. 19660821 199303 2 006 NIP. 19630616 199003 2 007
KERANGKA ACUAN KERJA
PELAKSANAAN OPERASIONAL
LEMBAGA KERJASAMA TRIPARTIT DAERAH PROVINSI
A. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
b. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh;
c. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial;
d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
e. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Tata kerja dan Susunan
Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit;
g. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2008 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Tata kerja dan Susunan
Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit;
h. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Tata kerja dan Susunan
Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit;
i. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu, Alih Daya, Waktu kerja dan waktu istirahat, dan Pemutusan
Hubungan Kerja;
j. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan;
k. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2021 tentang Jaminan Kehilangan
Pekerjaan;
l. Peraturan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan
Menteri Dalam Negeri Nomor : Per.04/Men/II/2010 dan Nomor 17
Tahun 2010 tentang Pembentukan dan Peningkatan Peran
Lembaga kerja sama Tripartit Provinsi dan Kabupaten/Kota;
m. Kepmenakertrans Nomor. Kep.16/Men/2001 tentang Tata cara Pencatatan
SP/SB;
n. Kepmenakertrans Nomor. Kep.201/Men/2001 tentang Keterwakilan dalam
Kelembagaan HI;
o. Permenaker Nomor.Per. 06/IV/Men/2005 tentang Pedoman Verifikasi
Keanggotaan Serikat Pekerja/Serikat Buruh;
p. Permenakertrans Nomor Per. 32/Men/XII/2008 tentang Pedoman
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Bipartit;
q. Permenakertrans Nomor 17 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengangkatan
dan Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial;
r. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang
Kebutuhan Hidup Layak (KHL);
s. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Sanksi
Administratif PP No.78 Tahun 2016 tentang Pengupahan;
t. Permenakertrans Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan
Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain;
u. Permenakertrans Nomor 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan
Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran
Perjanjian Kerja Bersama;
v. Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan;
w. Permenaker Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan Forum Serikat
Pekerja/Serikat Buruh di Perusahaan pada Kawasan Ekonomi Khusus;
x. Permenaker Nomor 7 tahun 2016 tentang Uang Servis Pada Usaha Hotel dan
Usaha Restoran di Hotel;
y. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2017 tentang
Penyusunan Struktur dan Skala Upah;
z. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 64 Tahun 2016 tentang Organisasi
Dan Tata Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah.
2. Gambaran Umum
Kehidupan Hubungan Industrial pada triwulan pertama 2020 mengalami
permasalahan yang cukup signifikan, akibat beberapa negara terdampak Covid-
19. Perusahaan-perusahaan, terutama untuk sektor industri dan perdagangan
yang terdampak terbagi dalam beberapa criteria, 1). Perusahaan yang bahan
baku dan orientasi pemasaran dari luar negeri, khususnya Cina, Amerika dan
Eropa, 2). Perusahaan yang bahan baku dari luar negeri, baik berasal dari
negara terdampak maupun tidak terdampak, dengan orientasi pasar luar negeri,
3). Perusahaan bahan baku dari luar negeri dengan orientasi pasar dalam negeri.
Kondisi tersebut mengakibatkan adanya beberapa hal yang harus dilakukan oleh
perusahaan supaya kondisi keuangan perusahaan tidak semakin memburuk,
antara lain : 1) melakukan shift para pekerja; 2). Mengurangi jam kerja; 3).
Merumahkan pekerja; 4). Tidak meneruskan pekerja dengan system hubungan
kerja PKWT; 5). Melakukan PHK, terutama untuk negara yang belum mampu
melakukan recoveri perekonomian. Dengan adanya kebijakan lockdown dan/atau
pelarangan mobilitas penduduk, maka ternyata tidak hanya sektor industri dan
perdagangan yang terdampak, namun juga sektor jasa, antara lain pariwisata
dan transportasi. Sektor industri yang selama ini menjadi sektor ekonomi yang
penting dan menjadi sumber penghidupan mayoritas masyarakat Indonesia,
disamping sektor pertanian, sangat terpengaruh signifikan, sehingga
pertumbuhan ekonomi secara nasional turun drastis hanya mencapai 2 persen.
Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar upah secara penuh,
mengakibatkan para pekerja mengalami kendala keuangan rumah tangga.
Kondisi ini dapat mempengaruhi kondisi Hubungan Industrial di Jawa Tengah.
Dalam rangka penanganan dampak pendemi Covid-19 diperlukan partisipasi
organisasi pekerja, organisasi pengusaha melalui forum Lembaga Hubungan
Industrial yang terdapat di Kabupaten/Kota dan Provinsi yaitu LKS Tripartit.
Dalam rangka upaya menjaga hubungan industrial yang harmonis,
kondusif dan dinamis maka diperlukan Peningkatan peran LKS Tripartit dalam
memberikan masukan bahan pertimbangan kepada Gubernur atau
Bupati/Walikota dalam menetapkan kebijakan. Atas dasar pemikiran tersebut
maka Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa
Tengah perlu melaksanakan kegiatan “PELAKSANAAN OPERASIONAL
LEMBAGA KERJASAMA TRIPARTIT DAERAH PROVINSI”.
B. KEGIATAN
1. Uraian Kegiatan :
a. Pemberdayaan LKS Tripartit;
b. Pembinaan SDM LKS Tripartit Kabupaten/Kota;
c. Forum Komunikasi LKS Tripartit.
2. Indikator Kinerja :
a. Masukan
Kegiatan Pencegahan Dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial, Mogok Kerja Dan Penutupan Perusahaan Yang
Berakibat/Berdampak Pada Kepentingan Di 1 (Satu) Daerah/Provinsi dengan
dukungan dana APBD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2021 sebesar Rp.
560.707.000,- (Lima Ratus Enam Puluh Juta Tujuh ratus Tujuh Ribu
Rupiah).
b. Hasil
⮚ Meningkatnya peran dan fungsi LKS Tripartit Provinsi dan
Kabupaten/Kota;
⮚ Mewujudkan pengembangan Hubungan Industrial yang harmonis untuk
mencapai ketenangan kerja, peningkatan kesejahteraan pekerja, serta
kelangsungan usaha.
c. Manfaat
⮚ Meningkatnya kualitas anggota LKS Tripartit Provinsi dan Kabupaten/Kota
sehingga akan lebih memahami peraturan perundangan yang berlaku dan
peningkatan pengetahuan serta pemahaman Kelembagaan Hubungan
Industrial khususnya mentaati hak dan kewajiban masing-masing;
⮚ Meningkatnya kulitas rekopmendasi terkait isu-isu ketenagakerjaan
kepada Gubernur.
4. Batasan Kegiatan :
Ruang lingkup kegiatan Pelaksanaan Operasional Lembaga Kerjasama Tripartit
Daerah Provinsi adalah Provinsi dan 35 Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa
Tengah.
D. KELUARAN
1. Terlaksananya Rapat Badan Pekerja dan Sidang Pleno;
2. Terlaksananya pertemuan LKS Tripartit Provinsi dan Kab/ Kota ;
3. Terlaksananya Pembinaan SDM LKS Tripartit di Kabupaten/ Kota.
F. KERANGKA PEMIKIRAN
1. Persiapan
a. Mempelajari DPA Tahun 2022
b. Membuat Rencana Kerja Operasional (RKO) dan Rencana Penyerapan
Anggaran
c. Membuat Jadwal untuk kegiatan Pelaksanaan Operasional Lembaga
Kerjasama Tripartit Daerah Provinsi
d. Membuat Rencana Kerja Tahunan (RKT) Pelaksanaan Operasional Lembaga
Kerjasama Tripartit Daerah Provinsi
e. Membuat Jadwal untuk kegiatan Pelaksanaan Operasional Lembaga
Kerjasama Tripartit Daerah Provinsi
f. Membuat Rencana Kerja Tahunan (RKT) kegiatan Pelaksanaan Operasional
Lembaga Kerjasama Tripartit Daerah Provinsi.
g. Koordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota, dan
stakeholder.
h. Membuat Surat ke Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota, dan stakeholder.
i. Pembelian perlengkapan dan peralatan bahan kegiatan dan bahan kerja;
j. Membuat Surat Perintah dan mempersiapkan untuk peng SPJ an
k. Mempersiapkan pelaksanaan kegiatan
2. Pelaksanaan
a. Kegiatan Forum LKS Tripartit sebanyak 1 kali sebanyak 132 orang.
b. Kegiatan Pembinaan SDM LKS Tripartit Kabupaten/Kota di 3 lokasi dengan
jumlah peserta 30 orang setiap lokasi.
c. Kegiatan Pemberdayaan LKS Tripartit sebanyak 8 kali Rapat BP dan 10 kali
Sidang Pleno LKS Tripartit;
3. Pengendalian
Agar kegiatan Pelaksanaan Operasional Lembaga Kerjasama Tripartit Daerah
Provinsi dapat terlaksana dengan baik maka dilakukan pengendalian dan
pengawasan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa
Tengah beserta Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah dan kegiatan tersebut
dilaksanakan mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2021
G. METODE PELAKSANAAN
Metode pelaksanaan adalah Klasikal :
Penceramah : a. Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah;
b. Kementrian Ketenagakerjaan RI;
c. Dinas yang membidangi Ketenagakerjaan di Kabupaten/ Kota;
d. Lembaga/stakeholder terkait.
H. PELAKSANA DAN PENANGGUNG JAWAB KEGIATAN
Kegiatan Pelaksanaan Operasional Lembaga Kerjasama Tripartit Daerah Provinsi
dilaksanakan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah
bekerjasama dengan Dinas yang membidangi Ketenagakerjaan di Kabupaten/ Kota.
Semarang,
Mengetahui
Ir. SAKINA ROSELLASARI, M.Si, M.Sc ENIK NURHAYATINI W., SH., M.Hum.
Pembina Utama Muda Pembina Tk. I
NIP. 19660821 199303 2 006 NIP. 19630616 199003 2 007
KERANGKA ACUAN KERJA
A. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
b. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh;
c. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial;
d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah;
e. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Tata kerja dan Susunan
Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit;
g. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Tata kerja dan Susunan Organisasi
Lembaga Kerja Sama Tripartit;
h. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Tata kerja dan Susunan
Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit;
i. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu,
Alih Daya, Waktu kerja dan waktu istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja;
j. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan;
k. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2021 tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan;
l. Peraturan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Menteri
Dalam Negeri Nomor : Per.04/Men/II/2010 dan Nomor 17 Tahun 2010
tentang Pembentukan dan Peningkatan Peran Lembaga kerja sama
Tripartit Provinsi dan Kabupaten/Kota;
m. Kepmenakertrans Nomor. Kep.16/Men/2001 tentang Tata cara Pencatatan SP/SB;
n. Kepmenakertrans Nomor. Kep.201/Men/2001 tentang Keterwakilan dalam
Kelembagaan HI;
o. Permenaker Nomor.Per. 06/IV/Men/2005 tentang Pedoman Verifikasi Keanggotaan
Serikat Pekerja/Serikat Buruh;
p. Permenakertrans Nomor Per. 32/Men/XII/2008 tentang Pedoman Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Bipartit;
q. Permenakertrans Nomor 17 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengangkatan dan
Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial;
r. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan
Hidup Layak (KHL);
s. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Sanksi
Administratif PP No.78 Tahun 2016 tentang Pengupahan;
t. Permenakertrans Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan
Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain;
u. Permenakertrans Nomor 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan
Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian
Kerja Bersama;
v. Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan;
w. Permenaker Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan Forum Serikat
Pekerja/Serikat Buruh di Perusahaan pada Kawasan Ekonomi Khusus;
x. Permenaker Nomor 7 tahun 2016 tentang Uang Servis Pada Usaha Hotel dan Usaha
Restoran di Hotel;
y. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2017 tentang Penyusunan
Struktur dan Skala Upah;
z. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 64 Tahun 2016 tentang Organisasi Dan
Tata Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah.
2. Gambaran Umum
Kehidupan Hubungan Industrial mulai bulan Maret 2020 mengalami
permasalahan yang cukup signifikan, akibat beberapa negara terdampak Covid-19.
Perusahaan-perusahaan, terutama untuk sektor industri dan perdagangan yang
terdampak terbagi dalam beberapa criteria, 1). Perusahaan yang bahan baku dan
orientasi pemasaran dari luar negeri, khususnya Cina, Amerika dan Eropa, 2).
Perusahaan yang bahan baku dari luar negeri, baik berasal dari negara terdampak
maupun tidak terdampak, dengan orientasi pasar luar negeri, 3). Perusahaan bahan
baku dari luar negeri dengan orientasi pasar dalam negeri. Kondisi tersebut
mengakibatkan adanya beberapa hal yang harus dilakukan oleh perusahaan supaya
kondisi keuangan perusahaan tidak semakin memburuk, antara lain : 1) melakukan shift
para pekerja; 2). Mengurangi jam kerja; 3). Merumahkan pekerja; 4). Tidak
meneruskan pekerja dengan system hubungan kerja PKWT; 5). Melakukan PHK,
terutama untuk negara yang belum mampu melakukan recoveri perekonomian. Dengan
adanya kebijakan lockdown dan/atau pelarangan mobilitas penduduk, maka ternyata
tidak hanya sektor industri dan perdagangan yang terdampak, namun juga sektor jasa,
antara lain pariwisata dan transportasi. Sektor industri yang selama ini menjadi sektor
ekonomi yang penting dan menjadi sumber penghidupan mayoritas masyarakat
Indonesia, disamping sektor pertanian, sangat terpengaruh signifikan, sehingga
pertumbuhan ekonomi secara nasional turun drastis hanya mencapai 2 persen.
Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar upah secara penuh,
mengakibatkan para pekerja mengalami kendala keuangan rumah tangga. Kondisi ini
dapat mempengaruhi kondisi Hubungan Industrial di Jawa Tengah. Dalam rangka
penanganan dampak pendemi Covid-19 diperlukan partisipasi organisasi pekerja,
organisasi pengusaha melalui Pemberdayaan Lembaga Hubungan Industrial yang ada,
antara lain LKS Bipartit, LKS Tripartit, dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Dalam rangka upaya menjaga hubungan industrial yang harmonis, kondusif dan
dinamis di perusahaan dalam rangka terciptanya ketenangan kerja dan kelangsungan
usaha, serta mencegah terjadi kemiskinan baru, maka diperlukan pemberdayaan SDM
Pekerja/buruh di sektor perekonomian dan peningkatan peran dan fungsi LKS Bipartit.
Atas dasar pemikiran tersebut maka Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa
Tengah perlu melaksanakan kegiatan “PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, MOGOK KERJA DAN PENUTUPAN
PERUSAHAAN YANG BERAKIBAT/BERDAMPAK PADA KEPENTINGAN DI 1
(SATU) DAERAH/PROVINSI”.
B. KEGIATAN
1. Uraian Kegiatan :
a. Koordinasi Teknis Hubungan Industrial;
b. Pembinaan Hubungan Industrial Bagi PUK SP/SB dan Manjemen di Perusahaan;
c. Pembinaan Pembentukan LKS Bipartit;
d. Pemberdayaan SP/SB;
e. Koordinasi dan Konsolidasi Hubungan Industrial;
f. Verifikasi Keanggotaan SP/SB
2. Indikator Kinerja :
a. Masukan
Kegiatan Pencegahan Dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,
Mogok Kerja Dan Penutupan Perusahaan Yang Berakibat/Berdampak Pada
Kepentingan Di 1 (Satu) Daerah/Provinsi dengan dukungan dana APBD Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2021 sebesar Rp. 512.163.000,- (Lima Ratus Dua belas
Juta Seratus Enam Puluh Tiga Puluh Ribu Rupiah).
b. Hasil
⮚ Meningkatnya peran dan fungsi sarana Hubungan Industrial di Perusahaan.
⮚ Mewujudkan pengembangan Hubungan Industrial yang harmonis untuk
mencapai ketenangan kerja, peningkatan kesejahteraan pekerja, serta
kelangsungan usaha.
c. Manfaat
⮚ Meningkatnya kualitas Serikat Pekerja/ Serikat Buruh dan Pengusaha sehingga
akan lebih memahami peraturan perundangan yang berlaku dan peningkatan
pengetahuan serta pemahaman Kelembagaan Hubungan Industrial khususnya
mentaati hak dan kewajiban masing-masing, serta adanya peningkatan
pemulihan ekonomi masyarakat.
⮚ Meningkatnya SDM dan pemahaman Mediator HI dan Pejabat Bidang HI di Jawa
Tengah.
3. Batasan Kegiatan :
Ruang lingkup kegiatan Kegiatan Pencegahan Dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial, Mogok Kerja Dan Penutupan Perusahaan Yang Berakibat/Berdampak Pada
Kepentingan Di 1 (Satu) Daerah/Provinsi adalah Provinsi dan 35 Kabupaten/ Kota di
Provinsi Jawa Tengah.
D. KELUARAN
1. Terlaksananya pertemuan Mediator HI dan Pejabat di Bidang HI se-Jawa Tengah;
2. Terlaksananya kegiatan sebagai pembekalan Sertifikasi HI;
3. Terlaksanya sosialisasi untuk pembentukan LKS Bipartit di perusahaan;
4. Terlaksananya pemberdayaan pengurus atau anggota PUK SP/SB di Kabupaten/ Kota;
5. Terlaksananya koordinasi Hubungan Industrial Provinsi ke Kab/ Kota;
6. Terlaksananya verifikasi keanggotaan SP/SB.
F. KERANGKA PEMIKIRAN
1. Persiapan
a. Mempelajari DPA Tahun 2022
b. Membuat Rencana Kerja Operasional (RKO) dan Rencana Penyerapan Anggaran
c. Membuat Jadwal untuk kegiatan Pencegahan Dan Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial, Mogok Kerja Dan Penutupan Perusahaan Yang
Berakibat/Berdampak Pada Kepentingan Di 1 (Satu) Daerah/Provinsi
d. Membuat Rencana Kerja Tahunan (RKT) Pencegahan Dan Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial, Mogok Kerja Dan Penutupan Perusahaan Yang
Berakibat/Berdampak Pada Kepentingan Di 1 (Satu) Daerah/Provinsi
e. Membuat Jadwal untuk kegiatan Pencegahan Dan Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial, Mogok Kerja Dan Penutupan Perusahaan Yang
Berakibat/Berdampak Pada Kepentingan Di 1 (Satu) Daerah/Provinsi.
f. Membuat Rencana Kerja Tahunan (RKT) kegiatan Pencegahan Dan Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial, Mogok Kerja Dan Penutupan Perusahaan Yang
Berakibat/Berdampak Pada Kepentingan Di 1 (Satu) Daerah/Provinsi.
g. Koordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota, dan stakeholder.
h. Membuat Surat ke Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota, dan stakeholder.
i. Pembelian perlengkapan dan peralatan bahan kegiatan dan bahan kerja;
j. Membuat Surat Perintah dan mempersiapkan untuk peng SPJ an
k. Mempersiapkan pelaksanaan kegiatan
2. Pelaksanaan
a. Kegiatan Koordinasi Teknis Hubungan Industrial sebanyak 1 angkatan.
b. Kegiatan Pembinaan Hubungan Industrial bagi PUK SP/SB dan Manajemen di
Perusahaan sebanyak 3 angkatan
c. Kegiatan Pembinaan Pembentukan LKS Bipartit sebanyak 8 angkatan
d. Kegiatan Pemberdayaan SP/SB sebanyak 5 angkatan.
3. Pengendalian
Agar kegiatan Pencegahan Dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Mogok
Kerja Dan Penutupan Perusahaan Yang Berakibat/Berdampak Pada Kepentingan Di 1
(Satu) Daerah/Provinsi dapat terlaksana dengan baik maka dilakukan pengendalian dan
pengawasan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah
beserta Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Dinas Tenaga Kerja,
Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah dan kegiatan tersebut dilaksanakan mulai bulan
Januari sampai dengan bulan Desember 2022
G. METODE PELAKSANAAN
Metode pelaksanaan adalah Klasikal :
Penceramah : a. Dinakertrans Provinsi Jawa Tengah;
b. Kementrian Ketenagakerjaan RI;
c. Dinas yang membidangi Ketenagakerjaan di Kabupaten/ Kota;
d. Lembaga/stakeholder terkait.
1 Belanja Pegawai :
~ Uang Harian Peserta Kegiatan Rp. 73.000.000
2 Belanja Barang dan Jasa
~ Belanja Alat Tulis Kantor Rp 32.382.000
Belanja Perlengkapan Diklat/ Seminar/ Bintek/
~ Rp 50.400.000
Sosialisasi/ Lokakarya
Belanja Jasa Pengajar/ Instruktur/ Narasumber/
~ Rp. 63.000.000
Tenaga Ahli
~ Belanja Cetak RP. 4.950.000
~ Belanja Penggandaan RP. 5.952.000
~ Belanja Sewa Gedung/ Kantor/ Tempat Rp. 89.500.000
~ Belanja Makanan dan Minuman Rapat Rp. 44.850.000
~ Belanja Perdin Dalam Daerah Rp. 187.780.000
~ Belanja Perdin Luar Daerah Rp. 49.000.000
JUMLAH Rp. 600.814.000
K. PENUTUP
Kegiatan Pencegahan Dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Mogok Kerja
Dan Penutupan Perusahaan Yang Berakibat/Berdampak Pada Kepentingan Di 1 (Satu)
Daerah/Provinsi sangatlah penting untuk peningkatan para pelaku produksi di Perusahaan,
khususnya dalam rangka mendukung terciptanya semangat kerja bagi para serikat pekerja/
serikat buruh terhadap Perusahaan yang saling bekerjasama agar menjadikan hubungan
menjadikan harmonis dan kondusif.
Semarang,
Mengetahui
Ir. SAKINA ROSELLASARI, M.Si, M.Sc ENIK NURHAYATINI W., SH., M.Hum.
Pembina Utama Muda Pembina Tk. I
NIP. 19660821 199303 2 006 NIP. 19630616 199003 2 007
KERANGKA ACUAN KERJA
PELAKSANAAN OPERASIONAL
LEMBAGA KERJASAMA TRIPARTIT DAERAH PROVINSI
A. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
b. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh;
c. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial;
d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah;
e. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Tata kerja dan Susunan
Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit;
g. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Tata kerja dan Susunan Organisasi
Lembaga Kerja Sama Tripartit;
h. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Tata kerja dan Susunan
Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit;
i. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu,
Alih Daya, Waktu kerja dan waktu istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja;
j. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan;
k. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2021 tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan;
l. Peraturan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Menteri
Dalam Negeri Nomor : Per.04/Men/II/2010 dan Nomor 17 Tahun 2010
tentang Pembentukan dan Peningkatan Peran Lembaga kerja sama
Tripartit Provinsi dan Kabupaten/Kota;
m. Kepmenakertrans Nomor. Kep.16/Men/2001 tentang Tata cara Pencatatan SP/SB;
n. Kepmenakertrans Nomor. Kep.201/Men/2001 tentang Keterwakilan dalam
Kelembagaan HI;
o. Permenaker Nomor.Per. 06/IV/Men/2005 tentang Pedoman Verifikasi Keanggotaan
Serikat Pekerja/Serikat Buruh;
p. Permenakertrans Nomor Per. 32/Men/XII/2008 tentang Pedoman Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Bipartit;
q. Permenakertrans Nomor 17 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengangkatan dan
Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial;
r. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan
Hidup Layak (KHL);
s. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Sanksi
Administratif PP No.78 Tahun 2016 tentang Pengupahan;
t. Permenakertrans Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan
Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain;
u. Permenakertrans Nomor 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan
Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian
Kerja Bersama;
v. Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan;
w. Permenaker Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan Forum Serikat
Pekerja/Serikat Buruh di Perusahaan pada Kawasan Ekonomi Khusus;
x. Permenaker Nomor 7 tahun 2016 tentang Uang Servis Pada Usaha Hotel dan Usaha
Restoran di Hotel;
y. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2017 tentang Penyusunan
Struktur dan Skala Upah;
z. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 64 Tahun 2016 tentang Organisasi Dan
Tata Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah.
2. Gambaran Umum
Kehidupan Hubungan Industrial pada triwulan pertama 2020 mengalami
permasalahan yang cukup signifikan, akibat beberapa negara terdampak Covid-19.
Perusahaan-perusahaan, terutama untuk sektor industri dan perdagangan yang
terdampak terbagi dalam beberapa criteria, 1). Perusahaan yang bahan baku dan
orientasi pemasaran dari luar negeri, khususnya Cina, Amerika dan Eropa, 2).
Perusahaan yang bahan baku dari luar negeri, baik berasal dari negara terdampak
maupun tidak terdampak, dengan orientasi pasar luar negeri, 3). Perusahaan bahan
baku dari luar negeri dengan orientasi pasar dalam negeri. Kondisi tersebut
mengakibatkan adanya beberapa hal yang harus dilakukan oleh perusahaan supaya
kondisi keuangan perusahaan tidak semakin memburuk, antara lain : 1) melakukan shift
para pekerja; 2). Mengurangi jam kerja; 3). Merumahkan pekerja; 4). Tidak
meneruskan pekerja dengan system hubungan kerja PKWT; 5). Melakukan PHK,
terutama untuk negara yang belum mampu melakukan recoveri perekonomian. Dengan
adanya kebijakan lockdown dan/atau pelarangan mobilitas penduduk, maka ternyata
tidak hanya sektor industri dan perdagangan yang terdampak, namun juga sektor jasa,
antara lain pariwisata dan transportasi. Sektor industri yang selama ini menjadi sektor
ekonomi yang penting dan menjadi sumber penghidupan mayoritas masyarakat
Indonesia, disamping sektor pertanian, sangat terpengaruh signifikan, sehingga
pertumbuhan ekonomi secara nasional turun drastis hanya mencapai 2 persen.
Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar upah secara penuh,
mengakibatkan para pekerja mengalami kendala keuangan rumah tangga. Kondisi ini
dapat mempengaruhi kondisi Hubungan Industrial di Jawa Tengah. Dalam rangka
penanganan dampak pendemi Covid-19 diperlukan partisipasi organisasi pekerja,
organisasi pengusaha melalui forum Lembaga Hubungan Industrial yang terdapat di
Kabupaten/Kota dan Provinsi yaitu LKS Tripartit.
Dalam rangka upaya menjaga hubungan industrial yang harmonis, kondusif dan
dinamis maka diperlukan Peningkatan peran LKS Tripartit dalam memberikan masukan
bahan pertimbangan kepada Gubernur atau Bupati/Walikota dalam menetapkan
kebijakan. Atas dasar pemikiran tersebut maka Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan
Kependudukan Provinsi Jawa Tengah perlu melaksanakan kegiatan “PELAKSANAAN
OPERASIONAL LEMBAGA KERJASAMA TRIPARTIT DAERAH PROVINSI”.
B. KEGIATAN
1. Uraian Kegiatan :
a. Pemberdayaan LKS Tripartit;
b. Pembinaan SDM LKS Tripartit Kabupaten/Kota;
c. Forum Komunikasi LKS Tripartit.
2. Indikator Kinerja :
a. Masukan
Kegiatan Pencegahan Dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,
Mogok Kerja Dan Penutupan Perusahaan Yang Berakibat/Berdampak Pada
Kepentingan Di 1 (Satu) Daerah/Provinsi dengan dukungan dana APBD Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2021 sebesar Rp. 560.707.000,- (Lima Ratus Enam Puluh
Juta Tujuh ratus Tujuh Ribu Rupiah).
b. Hasil
⮚ Meningkatnya peran dan fungsi LKS Tripartit Provinsi dan Kabupaten/Kota;
⮚ Mewujudkan pengembangan Hubungan Industrial yang harmonis untuk
mencapai ketenangan kerja, peningkatan kesejahteraan pekerja, serta
kelangsungan usaha.
c. Manfaat
⮚ Meningkatnya kualitas anggota LKS Tripartit Provinsi dan Kabupaten/Kota
sehingga akan lebih memahami peraturan perundangan yang berlaku dan
peningkatan pengetahuan serta pemahaman Kelembagaan Hubungan Industrial
khususnya mentaati hak dan kewajiban masing-masing;
⮚ Meningkatnya kulitas rekopmendasi terkait isu-isu ketenagakerjaan kepada
Gubernur.
4. Batasan Kegiatan :
Ruang lingkup kegiatan Pelaksanaan Operasional Lembaga Kerjasama Tripartit Daerah
Provinsi adalah Provinsi dan 35 Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah.
D. KELUARAN
1. Terlaksananya Rapat Badan Pekerja dan Sidang Pleno;
2. Terlaksananya pertemuan LKS Tripartit Provinsi dan Kab/ Kota ;
3. Terlaksananya Pembinaan SDM LKS Tripartit di Kabupaten/ Kota.
F. KERANGKA PEMIKIRAN
1. Persiapan
a. Mempelajari DPA Tahun 2022
b. Membuat Rencana Kerja Operasional (RKO) dan Rencana Penyerapan Anggaran
c. Membuat Jadwal untuk kegiatan Pelaksanaan Operasional Lembaga Kerjasama
Tripartit Daerah Provinsi
d. Membuat Rencana Kerja Tahunan (RKT) Pelaksanaan Operasional Lembaga
Kerjasama Tripartit Daerah Provinsi
e. Membuat Jadwal untuk kegiatan Pelaksanaan Operasional Lembaga Kerjasama
Tripartit Daerah Provinsi
f. Membuat Rencana Kerja Tahunan (RKT) kegiatan Pelaksanaan Operasional
Lembaga Kerjasama Tripartit Daerah Provinsi.
g. Koordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota, dan stakeholder.
h. Membuat Surat ke Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota, dan stakeholder.
i. Pembelian perlengkapan dan peralatan bahan kegiatan dan bahan kerja;
j. Membuat Surat Perintah dan mempersiapkan untuk peng SPJ an
k. Mempersiapkan pelaksanaan kegiatan
2. Pelaksanaan
a. Kegiatan Forum LKS Tripartit sebanyak 1 kali sebanyak 132 orang.
b. Kegiatan Pembinaan SDM LKS Tripartit Kabupaten/Kota di 3 lokasi dengan jumlah
peserta 30 orang setiap lokasi.
c. Kegiatan Pemberdayaan LKS Tripartit sebanyak 8 kali Rapat BP dan 10 kali Sidang
Pleno LKS Tripartit;
3. Pengendalian
Agar kegiatan Pelaksanaan Operasional Lembaga Kerjasama Tripartit Daerah Provinsi
dapat terlaksana dengan baik maka dilakukan pengendalian dan pengawasan oleh
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah beserta Kepala
Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Provinsi Jawa Tengah dan kegiatan tersebut dilaksanakan mulai bulan Januari sampai
dengan bulan Desember 2021
G. METODE PELAKSANAAN
Metode pelaksanaan adalah Klasikal :
Penceramah : a. Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah;
b. Kementrian Ketenagakerjaan RI;
c. Dinas yang membidangi Ketenagakerjaan di Kabupaten/ Kota;
d. Lembaga/stakeholder terkait.
1 Belanja Pegawai :
~ Honorarium PNS Rp. 118.000.000
~ Honorarium Non PNS Rp. 270.000.000
~ Uang Harian Peserta Kegiatan Rp. 52.200.000
2 Belanja Barang dan Jasa
~ Belanja Alat Tulis Kantor Rp 5.512.000
Belanja Perlengkapan Diklat/ Seminar/ Bintek/
~ Rp 19.980.000
Sosialisasi/ Lokakarya
Belanja Jasa Pengajar/ Instruktur/ Narasumber/
~ Rp. 3.350.000
Tenaga Ahli
~ Belanja Penggandaan RP. 1.665.000
~ Belanja Sewa Gedung/ Kantor/ Tempat Rp. 4.000.000
~ Belanja Makanan dan Minuman Rapat Rp. 63.530.000
~ Belanja Perdin Dalam Daerah Rp. 22.470.000
JUMLAH Rp. 560.707.000
K. PENUTUP
Kegiatan Pelaksanaan Operasional Lembaga Kerjasama Tripartit Daerah Provinsi sangatlah
penting dalam memberikan rekomendasi kepada pimpinan daerah terkait isu-isu
ketenagakerjaan agar menjadikan hubungan harmonis dan kondusif.
Semarang,
Mengetahui
Ir. SAKINA ROSELLASARI, M.Si, M.Sc ENIK NURHAYATINI W., SH., M.Hum.
Pembina Utama Muda Pembina Tk. I
NIP. 19660821 199303 2 006 NIP. 19630616 199003 2 007
KERANGKA ACUAN KEGIATAN
KEGIATAN
PENYELENGGARAAN PENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN
SUB KEGIATAN
PENEGAKAN HUKUM KETENAGAKERJAAN DI
PERUSAHAAN
A. LATAR BELAKANG
Pengawasan Ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi
dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang–undangan dibidang
ketenagakerjaan, yaitu suatu bidang yang substansinya adalah segala
hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum,
selama dan sesudah masa kerja.
Ketentuan dasar (dasar hukum) yang digunakan untuk
penyelenggaraan kegiatan Pengawasan Tenaga Kerja adalah mencakup
segala ketentuan sebagai berikut :
a. UU No. 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa
Tengah.
b. UU No. 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan.
c. UU No. 80 Tahun 1957 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 100
tentang Pengupahan yang sama Bagi Pekerja Laki Laki dan Wanita
untuk Pekerjaan yang sama nilainya.
d. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
e. UU No. 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di
Perusahaan.
f. UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana
g. UU No. 21 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 111
mengenai Diskriminasi Dalam Pekerjaan dan Jabatan.
h. UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.
i. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
B. PERMASALAHAN
Perkembangan di bidang ketenagakerjaan yang dinamis membawa
berbagai dampak yang positif maupun negatif. Dampak positifnya antara
lain terbukanya lapangan pekerjaan, berkurangnya pengangguran dan
tumbuhnya iklim investasi yang kondusif. Sedangkan dampak negatifnya
antara lain perusahaan belum mentaati peraturan ketenagakerjaan,
meningkatnya pelanggaran ketenagakerjaan dan meningkatnya
perselisihan hubungan industrial. Agar pelaksanaan peraturan
ketenagakerjaan ditaati maka dibutuhkan peran secara aktif oleh
pemerintah agar terciptanya hubungan industrial yang harmonis.
Berdasarkan ketentuan Pasal 176 ayat (1) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
diamanahkan bahwa pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh
pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan
independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan. Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan untuk
mengawasi ditaatinya peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Prinsip kerja pengawas ketenagakerjaan yaitu benar secara yuridis, benar
secara teknis dan benar secara administratif.
E. INDIKATOR KINERJA
Secara umum kegiatan yang direncanakan di dalam satuan kerja
Tahun 2022 pada Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan ini pada
dasarnya dimaksudkan untuk mempercepat tercapainya tujuan
penegakan hukum ketenagakerjaan secara konsisten dan teratur, untuk
itu ditetapkanlah indikator kinerja guna menilai efektifitas pencapaian
sasaran kegiatan dimaksud, sebagai berikut :
I. JADWAL KEGIATAN
1. Persiapan : Januari 2022
2. Pelaksanaan : Januari s/d Desember 2022
3. Pengendalian : Januari s/d Desember 2022
4. Monitoring : Januari s/d Desember 2022
5. Evaluasi dan Pelaporan : Desember 2022
J. BIAYA :
Kegiatan Penyelenggaraan Pengawasan Ketenagakerjaan dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2022
dengan biaya untuk sub Penegakan Hukum Ketenagakerjaan di
Perusahaan sebesar Rp. 775.000.000 (Tujuh Ratus Tujuh Puluh Lima
Juta Rupiah). Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Terlampir.
Kak peeegakan Hukum ketegakerjaan 2022 6
J. PENUTUP
Demikian Kerangka Acuan Kegiatan (KAK), Kegiatan
Penyelenggaraan Pengawasan Ketenagakerjaan sub kegiatan Penegakan
Hukum Ketenagakerjaan di Perusahaan Tahun 2022 ini disusun untuk
dapat digunakan sebagai mestinya.
Semarang,
Mengetahui :
KEPALA DINAS
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KEPALA BIDANG
PROVINSI JAWA TENGAH PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
KEGIATAN
PENYELENGGARAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
PROGRAM PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
TAHUN 2022
SEMARANG
KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)
PENGAWASAN DAN PEMBINAAN NORMA KERJA
1
A. LATAR BELAKANG
Pengawasan Ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan
menegakkan pelaksanaan peraturan perundang–undangan di bidang
ketenagakerjaan, yaitu suatu bidang yang substansinya adalah segala hal
yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan
sesudah masa kerja.
Ketentuan dasar (dasar hukum) yang digunakan untuk
penyelenggaraan kegiatan Pengawasan dan Pembinaan Norma
Ketenagakerjaan adalah mencakup segala ketentuan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi
Jawa Tengah (Himpunan Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950
Halaman 86-92).
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan
Perburuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
1951).
3. Undang-Undang Nomor 80 Tahun 1957 tentang Ratifikasi Konvensi
ILO Nomor 100 tentang Pengupahan yang sama Bagi Pekerja Laki Laki
dan Wanita untuk Pekerjaan yang sama nilainya (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 171 Tahun 1957).
4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga
Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 8).
5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1961 tentang Pengesahan Konvensi
ILO Nomor 106 mengenai Istirahat Mingguan Dalam Perdagangan dan
Kantor-Kantor (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
1961).
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970).
7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor
Ketenagakerjaan di Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 39 Tahun 1981).
8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi
ILO Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Wanita (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1984,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277).
9. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO
2
Convention Nomor 138 mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan
Bekerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 1999,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3835).
10. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi
ILO Nomor 111 mengenai Diskriminasi Dalam Pekerjaan dan Jabatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 1999,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3836).
11. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang pengesahan Konvensi
ILO Nomor 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera
Penghapusan bentuk–bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2000,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3941).
12. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2000,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989).
13. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2002,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235).
14. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279).
15. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan Konvensi
ILO Nomor 81 Tahun 1947 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan
Dalam Industri dan Perdagangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 91 Tahun 2003, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4309).
16. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 244 Tahun 2014,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).
17. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja
Migran Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 242
Tahun 2017).
18. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan
Gender dalam Pembangunan Nasional.
19. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan
3
Tenaga Kerja Asing.
20. Keputusan Presiden R.I. Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan
Konvensi Hak Anak.
21. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
22. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 33 Tahun 2016 tentang
Tata Cara Pengawasan Ketenagakerjaan
23. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018 tentang
Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
24. Peraturan Daerah Jawa Tengah Nomor: 09 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja di lingkungan Dinas Tenaga
Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Tengah.
25. Peraturan Daerah Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Pekerja Anak.
B. PERMASALAHAN
Seperti telah diutarakan di muka bahwa tugas pokok dan fungsi
Pengawas Ketenagakerjaan adalah dari pembinaan yang bersifat persuasif
edukatif sampai dengan penegakan hukum ketenagakerjaan, terutama
yang terkait dengan aspek perlindungan hak-hak tenaga kerja. Sebagai
upaya peningkatan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya, terutama
produktivitas tenaga kerja, di samping untuk terkondisinya ketenangan
kerja dan pertumbuhan usaha. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi ini,
sebagaimana telah ditetapkan didalam Pasal 176 dan Pasal 180 Undang-
undang Nomor 13 tahun 2003 jo Pasal 3 Undang-undang Nomor 3 tahun
1951, yang antara lain meliputi:
a. Mengawasi berlakunya Undang-Undang dan Peraturan Perburuhan
pada khususnya.
b. Mengumpulkan bahan-bahan keterangan soal-soal hubungan kerja dan
keadaan perburuhan dalam arti yang seluas-luasnya guna membuat
undang-undang dan peraturan-peraturan perburuhan.
c. Menjalankan pekerjaan lainnya yang diserahkan kepadanya dengan
undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya.
Di dalam melaksanakan pengawasan ketenagakerjaan, Pegawai
Pengawas Ketenagakerjaan memeriksa semua unsur atau obyek
pengawasan yang harus diawasi sebagaimana hal ini diatur lebih lanjut di
4
dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 33 Tahun 2016 tentang
Pengawasan Terpadu. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah, yang mengamanatkan bahwa
penyelenggaraan pengawasan ketenagakerjaan menjadi urusan wajib bagi
Pemerintah Provinsi. Sehubungan dengan ketentuan tersebut, maka
menjadi tugas pokok Pemerintah Provinsi untuk melaksanakannya,
termasuk didalamnya Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan, dengan
pembagian kewenangan pada skala tingkatan Pemerintah Provinsi. Oleh
karena itu Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan di Pemerintah Daerah
Provinsi, mempunyai tugas dan fungsi yang bersifat skala Provinsi,
disamping melakukan fungsi pengawasan ketenagakerjaan kepada
perusahaan-perusahaan yang berada di wilayah Jawa Tengah guna
memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang dipersyaratkan.
5
2. Peningkatkan kompetensi dan kualitas sumber daya manusia dalam
pelayanan dan pengolahan data di bidang pengawasan
ketenagakerjaan.
3. Melakukan intervensi langsung pada pengurangan pekerja anak
melalui program pengembangan penanganan, penanggulangan dan
penghapusan pekerja anak pada Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk
Anak secara bertahap dalam perlindungan norma kerja perempuan
dan anak.
4. Mengimplementasikan program Rencana Aksi Provinsi (RAP) PBPTA
sesuai Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 23 Tahun 2008 dan
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Pekerja Anak.
6
80 orang dan pengolahan data di bidang pengawasan ketenagakerjaan
dengan peserta 20 orang.
5. Pemeriksaan terhadap 50 P3MI/Kancab P3MI dan lembaga
penempatan Tenaga Kerja Dalam dan Luar Negeri lainnya;
6. Pemeriksaan terhadap 70 perusahaan pengguna Tenaga Kerja Asing;
E. INDIKATOR KINERJA
Secara umum kegiatan yang direncanakan di dalam satuan kerja
Tahun 2022 pada Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan ini pada dasarnya
dimaksudkan untuk mempercepat tercapainya tujuan dilakukannya
pengawasan ketenagakerjaan yakni perlindungan hak-hak normatif pekerja
secara konsisten dan teratur serta pemenuhan akses pendidikan, untuk itu
ditetapkanlah indikator kinerja guna menilai efektifitas pencapaian sasaran
kegiatan dimaksud, sebagai berikut:
1. Masukan
Tersedianya dana APBD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2022 untuk Sub
Kegiatan Pengawasan Pelaksanaan Norma Kerja di Perusahaan pada
Kegiatan Penyelenggaraan Pengawasan Ketenagakerjaan sebesar Rp.
2.800.000.000,- (Dua Milyar Delapan Ratus Juta Rupiah).
2. Keluaran
Meningkatnya jumlah perusahaan yang dilakukan pengawasan dan
pemeriksaan norma ketenagakerjaan sebanyak 775 perusahaan.
Jumlah pekerja anak yang ditarik dari dunia kerja dikembalikan ke
dunia sekolah sebanyak 60 anak di 3 kab/kota.
Jumlah perusahaan yang mengikuti Desiminasi Penghapusan
Diskriminasi di Tempat Kerja sebanyak 60 perusahaan.
Jumlah petugas administrasi teknis pengawasan yang memahami
pengolahan data pengawasan ketenagakerjaan sebanyak 20
orang.
Jumlah peserta yang mengikuti rapat koodinasi (rakor)
pengawasan ketenagakerjaan sebanyak 160 orang.
Pemeriksaan dan Pengawasan Perusahaan Penempatan Pekerja
Migran Indonesia (P3MI) di 50 perusahaan.
Pemeriksaan dan pengawasan terhadap perusahaan penempatan
7
tenaga kerja asing di 80 perusahaan.
3. Hasil
Meningkatnya pelayanan pengawasan ketenagakerjaan, melalui
pemeriksaan perusahaan sebanyak 775 (tujuh ratus tujuh puluh
lima) perusahaan.
Pemenuhan akses pendidikan sebanyak 60 (enam puluh) orang
anak di 3 kab/kota.
Meningkatnya penghapusan diskriminasi di tempat kerja di 60
(enam puluh) perusahaan.
Meningkatnya kompetensi pelayanan pengawasan
ketenagakerjaan melalui rakor pengawasan ketenagakerjaan
sebanyak 160 (seratus enam puluh) orang peserta rakor.
Meningkatnya kompetensi sumber daya manusia dalam
pengolahan data pengawasan ketenagakerjaan sebanyak 20 (dua
puluh) orang.
Pengawasan di 80 (tujuh puluh) perusahaan pengguna tenaga
kerja asing.
Pengawasan di 50 (lima puluh) Perusahaan Penempatan Pekerja
Migran Indonesia (P3MI).
4. Manfaat
Adapun manfaat yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah
ketenangan kerja di perusahaan dan adanya kepastian hukum dalam
pelaksanaan norma ketenagakerjaan yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta pengurangan pekerja anak
dan penarikan pekerja anak pada bentuk pekerjaan terburuk di Jawa
Tengah dalam mengimplementasikan perlindungan norma kerja
perempuan dan anak. Beserta Meningkatkan Ketertiban rekruitmen
dalam rangka penempatan TKI, penempatan TKA yang sesuai
peraturan perundangan.
5. Dampak
Sedangkan dampak kegiatan ini adalah terlindunginya / terpenuhinya
hak-hak normatif tenaga kerja agar dalam pelaksaan norma
8
ketenagakerjaan di perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan meningkatnya perlindungan terhadap
hak-hak perempuan dan anak. Beserta meningkatkan perlindungan
dan ketertiban penempatan TKI baik di dalam negeri maupun di luar
negeri dan terawasinya perusahaan pengguna Tenaga Kerja Asing
(TKA).
9
intervensi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Serta pelaksanaan
pengawasan penempatan Tenaga Kerja Dalam dan Luar Negeri
dilaksanakan dengan cara pemeriksaan dan pengawasan sejumlah 80
(delapan puluh) perusahaan pengguna tenaga kerja asing (TKA) dan
Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia 50 (lima puluh)
perusahaan.
10
I. JADWAL KEGIATAN
1. Persiapan : Januari s/d Februari 2022
2. Pelaksanaan : Februari s/d Nopember 2022
3. Pengendalian : Februari s/d Desember 2022
4. Monitoring dan Evaluasi : Januari s/d Desember 2022
5. Pelaporan : Desember 2022
J. BIAYA :
Kegiatan Penyelenggaraan Pengawasan Ketenagakerjaan dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2021 dengan
biaya untuk Sub Kegiatan Pengawasan Pelaksanaan Norma Kerja di
Perusahaan sebesar Rp. 2.800.000.000,- (Dua Milyar Delapan Ratus Juta
Rupiah). Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) terlampir.
J. PENUTUP
Demikian Kerangka Acuan Kerja (KAK) Kegiatan Penyelenggaraan
Pengawasan Ketenagakerjaan Sub Kegiatan Pengawasan Pelaksanaan
Norma Kerja di Perusahaan Tahun 2022 ini disusun untuk dapat digunakan
sebagai mestinya.
Semarang,
Mengetahui :
11
Lampiranz
12