Anda di halaman 1dari 73

Usulan Teknis

Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Bab

B
URAIAN PENDEKATAN
METODOLOGI DAN PROGRAM
KERJA

B.1. Pendekatan Teknis Dan Dan Metodologi


Sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Kerangka Acuan
Kerja (KAK) Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata
Lhokweng bahwa pelaksanaan pekerjaan tersebut tentunya memerlukan
Rencana dan Metode yang memadai dalam tingkatan kehandalan maupun
keakuratannya. Adapun Rencana dan Metode yang digunakan dalam
pekerjaan tersebut meliputi:

Rencana Penanganan
Penangan pada ruas jalan yang dimaksud, secara umum merupakan
pekerjaan pembangunan jalan baru sesuai dengan kondisi eksisting
dilapangan dan rencana pembangunan jalan.

Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan


Secara umum metode dalam rencana kerja yang akan dilaksanakan
untuk pekerjaan dimaksud akan meliputi beberapa kegiatan diantaranya:
a. Persiapan Pelaksanaan Desain.
b. Survey dan Investigasi.
 Survey Pendahuluan
 Pengukuran Topografi
 Survey Lalu Lintas
 Survey Permukaan Jalan

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-1
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

 Survey Geoteknik
 Survey Hidrologi
c. Perencanaan Geometrik Jalan
d. Perencanaan Perkerasan Jalan
e. Perencanaan Aksesoris Jalan, Bangunan Struktur dan Bangunan
Pelengkap Lainnya
f. Pengambaran
g. Perhitungan Kuantitas Pekerjaan Fisik

A. Tahap Persiapan
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengetahui
kondisi lapangan berikut permasalahan yang ada. Kegiatan yang
dilakukan pada tahap ini adalah:
1. Menyediakan data-data yang diperlukan pada saat survey.
2. Pengarahan personil mengenai lingkup pekerjaan yang akan
dilaksanakan.
3. Penyediaan peralatan survey khususnya pengukuran.
4. Persiapan surat mobilisasi.

B. Tahap Pengumpulan Data Lapangan


Untuk menghasilkan dokumen perencanaan teknis jalan, keperluan
minimal adalah rencana kelas jalan, tipe struktur bagunan, perkiraan
secara umum tentang penanganan yang diperlukan baik pada
perkerasan maupun pada pekerjaan- pekerjaan lainnya di luar
perkerasan, seperti bahu jalan, lajur pedestrian, drainase, perbaikan
lereng timbunan dan galian, perbaikan geometri jalan, jembatan dan
bangunan-bangunan struktur lainnya, dan peningkatan keselamatan
jalanlan merupakan hal utama dalam perencanaan dan harus dilakukan
survey lapangan secara detail. Pekerjaan lapangan mencakup seluruh
kegiatan survey dan investigasi dilapangan untuk memperoleh data-data
akurat yang diperlukan dalam proses perencanaan teknis jalan yaitu:
• Data kondisi jalan dan bangunan struktur yang ada
• Data geometrik jalan
• Data jenis dan tipe konstruksi perkerasan jalan

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-2
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

• Data sistem drainase


• Data sumber material.

Beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian bagi perencana


sebelum melakukan kegiatan lapangan, khususnya dalam proses
perencanaan teknik jalan adalah aspek sosial ekonomi dan budaya
penduduk setempat sehingga pada pekerjaan lapangan kelak akan
memberikan dampak positif bagi penduduk sekitarnya. Selain itu
perlu diperhatikan aspek lingkungan setempat sehingga pekerjaan
pembangunan jalan tidak akan merusak lingkungan sekitarnya, dengan
kata lain dalam perencanaan teknik, pekerjaan lapangan harus dapat
menggabungkan berbagai aspek terutama aspek teknik, sosial dan
ekonomi serta efisien dan tidak merusak lingkungan.

Kegiatan survey lapangan yang perlu dilakukan adalah:


• Survey pendahuluan / inventory.
• Survey topografi.
• Survey penyelidikan tanah.
• Survey hidrologi.
• Survey sumber material.

a) Survey Pendahuluan
Tim Konsultan akan berdiskusi dengan Pemberi Tugas, untuk
mendapatkan informasi mengenai jembatan yang akan direncanakan
Konsultan adapun data yang akan dikumpulkan adalah sebagai
berikut:
 Data yang mendukung perencanaan baik data sekunder maupun
data laporan Studi kelayakan, laporan studi amdal (bila ada).
 Data mengenai lokasi jalan.
 Data Alinemen Horizontal
 Data Alinemen Vertikal
 Data LHR, Iklim, kelandaian rata – rata
 Data Umur rencana dan CBR rencana
 Data tipe dan jenis jalan lama (bila ada).

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-3
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

 Data muka air banjir dan kondisi lereng sungai disekitar jalan.
 Data sumber material.
 Data upah, harga satuan dan data peralatan yang akan
digunakan.
 Usulan/arahan dari Pemberi Tugas.

Semua data-data tersebut akan dicek oleh tim Konsultan di lapangan


secara teliti. Tim Konsultan akan mengambil data-data lapangan
sebagai berikut:
 Data kerusakan-kerusakan jalan lama.
 Data muka air banjir dan kondisi lereng disekitar jalan.
 Data bahan/material yang tersedia.
 Data lain yang diperlukan termasuk foto-foto dokumentasi.

Berdasarkan pengamatan lapangan, Tim Konsultan akan membuat


usulan mengenai:
 Letak, jumlah dan panjang bentang serta elevasi jalan baru.
 Sketsa lokasi jalan baru terhadap jalan lama jika terjadi
pemindahan lokasi.
Semua hasil Survey Pendahuluan (data dan usulan) akan didiskusikan
oleh Tim Konsultan dengan Pihak Pemberi Tugas.

b) Survey Topografi
Pengukuran topografi akan dilakukan sepanjang as jalan baru dengan
tambahan pengukuran detail pada tempat yang diperlukan sehingga
didapatkan alinyemen as jalan baru yang sesuai dengan standar yang
dikehendaki.

Pengukuran topografi bertujuan untuk mengumpulkan data koordinat


dan ketinggian permukaan tanah sepanjang trase jalan didalam
koridor yang ditetapkan untuk penyiapan peta topografi dengan skala
1: 1.000 yang akan digunakan untuk perencanaan geometrik jalan 1:
100 untuk perencanaan jalan dan penanggulangan longsor.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-4
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Pengukuran topografi guna perencanaan jalan ini akan dilaksanakan


oleh Tim Konsultan.

Luas yang diukur pada tiap lokasi jalan adalah:


 Peta topografi skala 1: 50.000 dilakukan perbesaran pada daerah yang
akan dibuat Azimut 1:10.000 dan diperbesar lagi menjadi 1: 5.000,
menjadi trace jalan digambar dengan memperhatikan kontur tanah
yang ada.
 Sejauh ± 150 meter - ± 200 meter di sebelah kanan sepanjang jalan,
terhitung dari tepi sungai yang melintas jalan. Dilakukan pengukuran
profil melintang dengan jarak antar profil 25 meter. Rentang profil 50
m ke kiri dan 50 m ke kanan terhadap sumbu jalan yang lurus.
Sedangkan untuk jalan yang menikung, diukur 50 m ke sisi luar
tikungan dan 135 m ke sisi dalam tikungan.
 Sejauh ± 100-meter pada areal up stream dan ± 100-meter pada areal
down stream sepanjang sungai dihitung dari sumbu jalan yang
memotong sungai (jembatan). Dilakukan pengukuran profil melintang
pada areal ini dengan jarak antar profil 25 meter.

Ruang lingkup pekerjaan survey topografi adalah:


1. Pemasangan Patok Tetap (BM) dan Patok Poligon tidak tetap
Untuk setiap lokasi dipasang BM yang terbuat dari beton cetak
campuran 1 PC: 2 pasir: 3 kerikil, dengan ukuran 10x10x135 cm atau
pipa paralon diameter 4” yang diisi dengan adonan beton dan
diatasnya dipasang nut atau baut dan digores silang pada permukaan
penampangnya.

BM ditanam sedemikian rupa sehingga bagian patok diatas tanah


setinggi 20 cm stabil kedudukannya, aman terhadap gangguan
kendaraan, aman terhadap keadaan sekeliling dan mudah dikenali
bila akan digunakan. BM dicat warna kuning, diberi lambang
Prasarana Wilayah, nomor dan notasi BM warna hitam. Patok BM
yang telah terpasang kemudian di foto sebagai dokumentasi yang
dilengkapi dengan nilai koordinat dan elevasi.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-5
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Patok Poligon
Patok poligon terbuat dari kayu yang cukup keras dengan ukuran
5x13x60 cm dan dipasang pada interval jarak 25 m sepanjang jalan
dan sepanjang sungai pada areal pengukuran. Patok dicat warna
dasar kuning dengan nomor urut warna merah yang ditempatkan
pada sisi yang menghadap sumbu jalan, juga dipasang paku di
tengah- tengah permukaan penampang atasnya.

2. Pengukuran Elevasi (Sifat Datar) dan Poligon


 Pengukuran Elevasi (Sifat Datar)
Pengukuran Sifat Datar dilakukan pada semua patok tetap, semua
patok poligon, yang dianggap penting. Pengukuran ini dilakukan
dengan sistem “pergi pulang” pada tiap seksinya dan jarak slag
disesuaikan dengan pembesaran teropong dari alat yang
digunakan atau maksimum 60 meter. Menggunakan alat ukur sifat
datar Automatic yang memadai untuk tingkat ketelitian uang
diisyaratkan. Sedangkan penyimpangan pengukuran sifa datar
tidak lebih besar dari ± (6 √L km) mm, dimana L adalah panjang
seksi yang diukur dalam satuan kilometer. Pengukuran ketinggian
diikatkan pada titik/patok yang telah diketahui ketinggiannya
terhadap muka air laut rata-rata.

 Pengukuran Poligon
Pekerjaan pengukuran poligon harus membentuk jaringan poligon
tertutup sempurna atau poligon terikat sempurna (dengan titik ikat
BM yang ada disekitar jalan). Pengukuran sudut dilakukan dengan
cara repetisi (diukur biasa dan luar biasa). Titik poligon terikat pada
titik tetap yang diketahui koordinatnya. Apabila tidak ada titik
ikatan pada areal tersebut, perhitungan koordinat menggunakan
sisitem koordinat yang digunakan. Penentuan azimuth dengan
pengamatan matahari yang dilakukan di tiap lokasi pekerjaan (tiap
jalan yang diukur) jika keadaan memungkinkan.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-6
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Alat yang digunakan dalam pengukuran ini adalah Theodolit


dengan ketinggian pembacaan sudut horizontal dan vertikal = 6”,
misalnya TM 6, T1 dan sejenisnya.

Hasil dari pengukuran titik-titik poligon ini harus memenuhi syarat


ketelitian sebagai berikut:
- Batas ketelitian untuk selisih sudut horizontal 1,5”√n, dimana n
adalah jumlah titik poligon.
- Konstante pengali untuk syarat ketelitian selisih koordinat
adalah 0,01 atau batas dengan ketelitian yang dicapai 1: 1.000.

3. Pengukuran Jarak
Pengukuran jarak antar titik poligon dan patok BM diukur dengan
menggunakan pita ukur baja. Pengukuran dengan alat ini dilakukan
dengan seteliti mungkin, hingga penyimpangan/kesalahan
pengukuran hanya dimungkinkan akibat berat pita ukurnya dan
gravitasi. Khusus untuk jembatan, disamping diukur dengan pita
ukur juga dicek dengan alat theodolit, bagian yang diukur adalah
lebar jembatan, panjang jembatan, tinggi terhadap dasar sungai
terdalam, jarak antar pier dan abutment dengan disertai bagan yang
jelas. Hasil pengukuran dengan pita ukur dicatat dalam lembar
tersendiri dan berfungsi sebgai data lapangan.

4. Pengukuran Situasi Jalan


Pengukuran situasi dilakukan pada daerah sepanjang jalan sejauh
50meter sebelah kiri kanan jalan dan harus mencakup semua
keterangan yang ada didaerah sepanjang jalan, misalnya rumah,
pohon, pohon pelindung tepi jalan, pinggir perkerasan jalan, selokan,
letak gorong-gorong serta dimensinya, tiang listrik, tiang telepon,
jembatan, batas sawah, batas kebun, arah aliran air, saluran irigasi,
bentuk sungai, delta. Untuk itu pengukuran dapat dilaksanakan
dengan cara Tachymetri dan berorientasi pada titik-titik poligon.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-7
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

c) Survey Penyelidikan Tanah


Pada prinsipnya penyelidikan tanah dan material tersebut meliputi:
• Penyelidikan Tanah Dasar.
• Penyelidikan lapisan Permukaan
• Penyelidikan lapisan Pondasi atas jalan existing (jika ada)
• Penyelidikan lapisan pondasi bawah jalan existing (jika ada)
• Penyelidikan material/bahan-bahan konstruksi.

1. Penyelidikan Geotechnic bagi tanah dasar dari pangkal jalan


dan jembatan
Pemeriksaan lengkap lapisan tanah dilakukan pada setiap lokasi
rencana jalan baru. Pengujian tanah dilapangan dan laboratorium akan
dilakukan sedemikian rupa, agar diperoleh informasi yang diperlukan
bagi perencanaan teknis jalan. Penyelidikan tanah dasar pangkal jalan
dilakukan dengan sondir.

Sounding Test
Pengujian ini dilakukan dengan peralatan Sondir Test dengan kapasitas
2 ton, tegangan konus maksimal 150 kg/cm2. Pengujian dilakukan
sampai lapisa tanah dengan tegangan konus minimum 150 kg/cm2.
Pembacaan tegangan dan hambatan pelekat konus dilakukan setiap
interval 20 cm. Hasil pengujian digambarkan pada Grafik Standar
Pengujian CPT.

d) Survey Sumber Material


Kegiatan yang dilakukan adalah untuk memberikan informasi tentang
lokasi sumber material yang ada di sekitar lokasi proyek tersebut,
menyangkut jenis, komposisi, kondisi beserta perkiraan jumlah dan
lain-lainnya, yang dapat digunakan sebagai bahan konstruksi yang
proporsional untuk pekerjaan struktur jalan dimaksud.
Informasi yang harus tercatat adalah:
 Lokasi sumber bahan dan jalan masuk ke lokasi quarry, dengan
perhatian diberikan untuk menghindari penambangan dalam

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-8
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

daerah padat penduduk dan keperluan untuk melindungi


lingkungan dari kerusakan.
 Jenis bahan untuk perkerasan yang ada, misalnya pasir, kerikil,
tanah timbunan, batu.
 Lokasi quarry tiap jenis bahan perkerasan berikut perkiraan jumlah
yang ada.
 Perkiraan harga satuan tiap jenis bahan perkerasan.
 Perkiraan jarak perangkutan bahan dari quarry ke base camp.
 Peta lokasi quarry berikut keterangan lokasi (km, sta).

e) Survey Hidrologi
1. Tujuan
Pekerjaan Survey Hidrologi ini dimaksudkan untuk mengumpulkan
data lapangan yang berupa data curah hujan sekitar proyek dan
mencari data yang diperlukan dalam analisa hidrologi, yang
selanjutnya dipakai untuk merancang debit banjir.
Perancangan debit banjir ini sangat diperlukan untuk mengetahui
elevasi Muka Air Banjir yang bermanfaat untuk menentukan jenis dan
dimensi dari jalan.

2. Lingkup Pekerjaan
Dalam rangka penyiapan Dokumen Lelang yang terdiri dari Gambar
Detail Desain dan Dokumen Kontrak lainnya yang mencakup segala
persyaratan yang ditetapkan dan dapat dipertanggung jawabkan untuk
keperluan pelaksanaan pembangunan dan atau penanggulangan
kerusakan yang termasuk didalam kontrak, maka telah ditetapkan
lingkup pekerjaan berdasarkan Kerangka Acuan Tugas, khusus untuk
bagian “ Perhitungan debit banjir sampai dengan 50 tahunan dan
pengamatan pola aliran air“, walaupun pada Kerangka Acuan Tugas
tidak diuraikan secara rinci, akan tetapi berdasarkan latar belakang
proyek ini, kami mencoba untuk menguraikan sebagai berikut.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-9
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

a. Kegiatan Lapangan
Berdasarkan pedoman observsi untuk pekerjaan yang bersifat
survei dan uraian yang ada pada Kerangka Acuan Kerja (KAK),
kami akan melakukan kegiatan lapangan sebagai berikut:
o Mengidentifikasi curah hujan yang paling berpengaruh terhadap
daerah tangkapan (catchment area) yang akan mempengaruhi
fluktuasi debit aliran yang akan disurvei.
o Memperkirakan kemungkinan terjadinya curah hujan yang
paling besar pada periode ulang yang diharapkan (50 tahunan),
sehingga debit banjir rencana tersebut tidak akan
mempengaruhi stabilitas konstruksi bangunan jalan yang akan
disurvei.
o Memperkirakan elevasi muka air banjir maksimum pada lokasi
jalan yang akan disurvei, dengan kemiringan palung sungai di
sekitar jalan, ditinjau dari karakteristik sungai tersebut.
o Mengamati pola aliran disekitar jalan yang ditinjau.

b. Kegiatan Studio
1. Analisa Hidrologi
Analisa hidrologi untuk menentukan debit aliran sungai
dilakukan dengan melakukan pengukuran kecepatan aliran
langsung dengan mengamati benda hanyutan seperti kertas
dengan menentukan jarak tertentu dan mencatat waktu yang
ditempuh, selanjutnnya analisis dilakukan dengan metoda
empiris.
2. Analisa Banjir Rencana
Untuk menentukan debit banjir rencana disekita lokasi jalan,
digunakan metoda Rasional Mononobe, dan metoda Haspers
sebagai pembanding.
3. Penyusunan Laporan

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-10
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

C. Perencanaan Geometrik
 Klasifikasi Jalan
Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi atas:
1) Jalan Arteri
2) Jalan Kolektor
3) Jalan Lokal

Klasifikasi jalan di Indonesia menurut Bina Marga dalam Tata Cara


Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) No
038/T/BM/1997, disusun pada tabel berikut:

 Kecepatan Rencana
Kecepatan rencana (Vr) pada ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih
sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan
kendaraan – kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam
kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lenggang, dan tanpa
pengaruh samping jalan yang berarti.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-11
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

 Bagian – Bagian Jalan


1. Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA)
a. Lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua
sisi jalan
b. Tinggi 5-meter diatas permukaan perkerasan pada sumbu jalan
c. Kedalaman ruang bebas 1,5 m di bawah muka jalan

2. Daerah Milik Jalan (DAMIJA)


Ruang daerah milik jalan (DAMIJA) dibatasi oleh lebar yang sama
dengan DAMAJA ditambah ambang pengaman konstruksi jalan
dengan tinggi 5m dan kedalaman 1,5m.

3. Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA)


Ruang sepanjang jalan di luar DAMIJA yang dibatasi oleh tinggi dan
lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan sesuai dengan fungsi jalan:
a. Jalan Arteri minimum 20-meter
b. Jalan Kolektor minimum 15-meter
c. Jalan Lokal minimum 10-meter

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-12
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

D. Perencanaan Alinemen Horizontal


Pada perencanaan alinemen horisontal, umumnya akan ditemui dua
bagian jalan, yaitu: bagian lurus dan bagian lengkung atau umum disebut
tikungan yang terdiri dari 3 jenis tikungan yang digunakan, yaitu:
 Lingkaran (Full Circle = F-C)
 Spiral-Lingkaran-Spiral (Spiral- Circle- Spiral = S-C-S)
 Spiral-Spiral (S-S)

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-13
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

 Panjang Bagian Lurus


Panjang maksimum bagian lurus harus dapat ditempuh dalam waktu
≤ 2,5 menit (Sesuai Vr), dengan pertimbangan keselamatan
pengemudi akibat dari kelelahan.

 Tikungan
1. Jari –jari Minimum
Kendaraan pada saat melalui tikungan dengan kecepatan (V) akan
menerima gaya sentrifugal yang menyebabkan kendaraan tidak
stabil. Untuk mengimbangi gaya sentrifugal tersebut, perlu dibuat
suatu kemiringan melintang jalan pada tikungan yang disebut
Superelevasi (e).

Pada saat kendaraan melalui daerah superelevasi, akan terjadi


gesekan melintang jalan antara ban kendaraan dengan permukaan
aspal yang menimbulkan gaya gesekan melintang. Perbandingan
gaya gesekan melintang dengan gaya normal disebut “koefisien
gesekan melintang (f)”.
Rumus umum untuk lengkung horizontal adalah:

R=

D= x 360o

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-14
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Dimana:
R = jari-jari lengkung (m)
D = Derajat lengkung (o)
Untuk menghindari terjadinya kecelakaan, maka untuk kecepatan
tertentu dapat dihitung jari-jari minimum untuk superelevasi
maksimum dan koefisien gesekan maksimum.

Rmin =

Dmaks =

Dimana:
Rmin = Jari-jari tikungan minimum (m)
VR = Kecepatan kendaraan rencana (km/jam)
emaks = Superelevasi maksimum (%)
fmaks = Koefisien gesekan melintang maksimum
D = Derajat lengkung
Dmaks = Derajat maksimum

Untuk pertimbangan perencanaan, digunakan emaks = 10%. Untuk


berbagai variasi kecepatan dapat digunakan tabel berikut.

Tabel 6.14: Jari-jari Minimum (dibulatkan) untuk emaks = 10%


VR
120 100 80 60 50 40 30 20
Km/jam
Rmin (m) 600 3130 280 210 115 80 30 15

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-15
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

2. Bentuk Busur Lingkaran (FC)

Gambar 6.17: Komponen FC


Keterangan:
A = Sudut lingkaran
0 = Titik pusat lingkaran
TC = Panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT
RC = Jari-jari lingkaran
LC = Panjang busur lingkaran
EC = Jarak luar dari PI ke busur lingkaran

FC (Full Circle) adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian
suatu lingkaran saja. Tikungan FC hanya digunakan untuk F (jari-
jari tikungan) yang besar agar tidak terjadi patahan, karena dengan
R kecil maka diperlukan superelevasi yang besar.

Tabel 6.15: Jari-jari Tikungan yang tidak memerlukan lengkung


peralihan
VR
120 100 80 60 50 40 30 20
Km/jam

Rmin (m) 2500 1500 900 500 350 250 130 60

TC = RC tan ½ Δ EC = TC tan ¼ Δ LC =

3. Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan dibuat untuk menghindari terjadinya perubahan
alinyemen yang tiba-tiba dari bentuk lurus ke bentuk lingkaran (R =
∞ → R = Rc), jadi lengkung peralihan ini diletakkan antara bagian

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-16
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

lurus dan bagian lingkaran (circle), yaitu pada sebelum dan sesudah
tikungan berbentuk busur lingkaran. Dengan adanya lengkung
peralihan, maka tikungan menggunakan jenis S-C-S.
Panjang lengkung peralihan (Ls), diambil nilai yang terbesar dari
tiga persamaan dibawah ini.
 Berdasarkan waktu tempuh maksimum (3 detik), untuk
melintasi lengkung peralihan, maka panjang lengkung:

LS = .T

 Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal, digunakan rumus


modifikasi Shortt sebagai berikut:

LS = 0,022 - 2,13213

 Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian: Ls =

. VR

Dimana:
T : waktu tempuh (3 detik)
Rc : Jari-jari busur lingkaran (m)
C : Perubahan percepatan, 0,3 – 10 disarankan 0,4 m/det3
e : Superelevasi
em : Superelevasi maksimum
en : Superelevasi normal
re : Tingkat, pencapaian perubahan kelandaian melintang
jalan, sebagai berikut untuk VR ≤ 130 km/jam untuk VR ≥
80 km/jam
re maks : 0,035 m/m/det
re maks : 0,025 m/m/det

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-17
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Gambar 6.18: Komponen S-C-S

Keterangan:
Xs = Absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC
(jarak lurus lengkung peralihan)
Ys = Ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak
tegak lurus ke titik SC pada lengkung
Ls = Panjang lengkung peralihan (panjang dari titik TS ke SC
atau CS ke ST)
Lc = Panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS)
Ts = Panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST
TS = Titik dari tangen ke spiral
SC = Titik dari spiral ke lingkaran
Es = Jarak dari PI ke busur lingkaran
Os = Sudut lengkung spiral
Rc = Jari-jari lingkaran
P = Pergeseran tangen terhadap spiral
K = Absis dari p pada garis tangen spiral

Rumus yang digunakan:

Xs = Ls

Ys =

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-18
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Ѳs =

P= - Rc (1-cos Ѳs)

K = Ls - - Rc sin Ѳs

Ts = (Rc + p) tan ½ Δ + k Es = (Rc + p) sec ½ Δ – Rc

Lc = x π x Rc
LTot = Lc + 2Ls

Jika diperoleh Lc < 25 m maka sebaiknya tidak digunakan


bentuk S-C-S, tetapi digunakan lengkung S-S, yaitu lengkung
yang terdiri dari dua lengkung peralihan.
Jika p yang dihitung dengan rumus dibawah ini, maka ketentuan
tikungan yang digunakan bentuk FC.

P= < 0,25 m

Untuk: Ls = 1,0 meter, maka p = p’ dan k = k’ Untuk: Ls = Ls


maka p = p’ x Ls dan k = k’ x Ls
Untuk bentuk spiral-spiral ini berlaku rumus, sebgai berikut:
Lc = 0 dan Ѳs = ½ Δ
LTot = 2Ls
Untuk menentukan Ѳs dapat menggunakan rumus:

Ls –

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-19
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

4. Bentuk Lengkung Peralihan (S-S)

Gambar 6.19: Komponen S-S P, k, Ts dan Es dapat menggunakan


rumus-rumus di atas.

Gambar 6.20: Perubahan Kemiringan Melintang Pada Tikungan

 Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang


normal pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh
(superelevasi) pada bagian lengkung
 Pada tikungan S-C-S, pencapaian suerelevasi dilakukan secara
linear, diawali dari bentuk normal sampai awal lengkung peralihan

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-20
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

(TS) yang pada bagian lurus jalan, lalu dilanjutkan sampai


superelevasi penuh pada akhir bagian lengkung peralihan (SC).
 Pada tikungan FC, pencapaian superelevasi dilakukan secara
linear, diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 Ls sampai dengan
bagian lingkaran penuh sepanjang 1/3 Ls.
 Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya
dilakukan pada bagian spiral.
 Superelevasi tidak diperlukan jika radius (R) cukup besar, untuk
itu cukup lereng luar diputar sebesar lereng normal (LP), atau
bahkan tettap lereng normal (LN).

 Diagram Superelevasi
1. Metoda
Metoda untuk melakukan superelevasi yaitu merubah lereng
potongan melintang, dilakukan dengan bentuk profil dari tepi
perkerasan yang dibundarkan, tetapi disarankan cukup untuk
mengambil garis lurus saja. Ada tiga cara untuk mendapatkan
superelevasi yaitu:
a) Memutar perkerasan jalan terhadap profil sumbu.
b) Memutar perkerasan jalan terhadap tepi jalan sebelah
dalam.
c) Memutar perkerasan jalan terhadap tepi jalan sebelah luar.

Gambar 6.21: Metoda Pencapaian Superelevasi Pada Tikungan Tipe


S-C-S
Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja
B-21
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Gambar 6.22: Metoda Pencapaian Superelevasi Pada Tikungan Tipe


FC

Gambar 6.23: Metoda Pencapaian Superelevasi Pada Tikungan


Tipe SS

 Jarak Pandang
Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang
pengemudi pada saat mengemudi sedemikian rupa, sehingga jika
pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan,
pengemudi dapat melakukan sesuatu (antisipasi) untuk
menghindari bahaya tersebut dengan aman.
Jarak pandang terdiri dari:
 Jarak pandang henti (Jh)
 Jarak pandang mendahului (Jd)

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-22
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Menurut ketentuan Bina Marga, adalah sebagai berikut:


A. Jarak Pandang Henti (Jh)
1) Jarak minimum
Jh adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap
pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan
aman begitu melihat adanya halangan didepan. Setiap titik
disepanjang jalan harus memenuhi ketentuan Jh.
2) Asumsi tinggi
Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata
pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm, yang
diukur dari permukaan jalan.
3) Rumus yang digunakan.
Jh dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus:

Dimana:
Vr = Kecepatan rencana (km/jam)

T = Waktu tanggap, ditetapkan 2.5 detik

g = Percepatan gravitasi, ditetapkan 9.8 m/det2

fp =Koefisien gesek memanjang antara ban kendaraan


dengan perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0.28–0.45
(menurut AASHTO), fp akan semakin kecil jika kecepatan
(Vr) semakin tinggi dan sebaliknya. (Menurut Bina Marga,
fp = 0.35–0.55)

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-23
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Untuk persamaam Jh diatas dapat disederhanakan


menjadi:

Dimana: L = landai jalan dalam (%) dibagi 100

B. Jarak Pandang Mendahului (Jd)


1) Jarak adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan
mendahului kendaraan lain didepannya dengan aman
sampai kendaraan tersebut kembali kelajur semula.
2) Asumsi tinggi
Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata
pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 105 cm.
3) Rumus yang digunakan.
Jd, dalam satuan meter ditentukan sebagai berikut: Jd =
d1 + d2 + d3 + d4

Dimana:
d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)
d2 = Jarak yang ditempuh selama mendahului sampai
dengan kembali kelajur semula (m)

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-24
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

d3 = Jarak antara kendaraan yang mendahului dengan


kendaraan yang datang dari arah berlawanan setelah
proses mendahului selesai (m)
d4 = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari
arah berlawanan.
Rumus yang digunakan:

Dimana:
T1 = Waktu dalam (detik), ∞ 2.12 + 0.026 x Vr

T2 = Waktu kendaraan berada dijalur lawan, (detik)


∞ 6.56+0.048xVr

a = Percepatan rata-rata km/jm/dtk, (km/jm/dtk),


∞ 2.052+0.0036xVr

m = Perbedaan kecepatan dari kendaraan


yang menyiap dan kendaraan yang disiap,
(biasanya diambil 10-15 km/jam)

 Daerah Bebas Samping di Tikungan


Jarak pandang pengemudi pada lengkung horisontal (di
tikungan), adalah pandanngan bebas pengemudi dari halangan
benda-benda di sisi jalan Daerah bebas samping di tikungan
dihitung bedasarkan rumus-rumus sebagai berikut:

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-25
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

1. Jarak pandangan lebih kecil daripada panjang tikungan (Jh <


Lt).

Keterangan:

Jh = Jarak pandang henti (m)


Lt = Panjang tikungan (m)
E = Daerah kebebasan samping (m)
R = Jari-jari lingkaran (m)

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-26
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

2. Jarak pandangan lebih besar dari panjang tikungan (Jh > Lt)

Gambar Jarak pandangan pada lengkung horizontal

Keterangan:
Jh = Jarak pandang henti
Lt = Panjang lengkung total
R = Jari-jari tikungan
R’ = Jari-jari sumbu lajur

 Pelebaran Perkerasan
Pelebaran perkerasan dilakukan pada tikungan-tikungan yang tajam,
agar kendaraan tetap dapat mempertahankan lintasannya pada jalur
yang telah disediakan. Gambar dari pelebaran perkerasan pada
tikungan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-27
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Gambar Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan

1. Rumus yang digunakan:

Keterangan:

B = Lebar perkerasan pada tikungan


n = Jumlah jalur lalu lintas
Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja
B-28
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

b = Lebar lintasan truk pada jalur lurus


b’ = Lebar lintasan truk pada tikungan
p = Jarak As roda depan dengan roda belakang truk
A = Tonjolan depan sampai bumper
W = Lebar perkerasan
Td = Lebar melintang akibat tonjolan depan
Z = Lebar tambahan akibat kelelahan pengamudi
c = Kebebasan samping

= Pelebaran perkerasan
Rd = Jari-jari rencana

 Kontrol Overlapping
Pada setiap tikungan yang sudah direncanakan, maka jangan sampai
terjadi Over Lapping. Karena kalau hal ini terjadi maka tikungan
tersebut menjadi tidak aman untuk digunakan sesuai kecepatan
rencana.
Syarat supaya tidak terjadi Over Lapping: λn > 3detik × Vr

Dimana:
λn = Daerah tangen (meter)

Vr = Kecepatan rencana

Gambar Kontrol Over Lapping

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-29
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

 Perhitungan Stationing
Stasioning adalah dimulai dari awal proyek dengan nomor station
angka sebelah kiri tanda (+) menunjukkan (meter). Angka stasioning
bergerak kekanan dari titik awal proyek menuju titik akhir proyek.

Contoh:

Gambar Stasioning

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-30
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Contoh perhitungan stationing:


STA A = Sta 0+000m
STA PI1 = Sta A + d A - 1
STA TS1 = Sta PI1 – Tt1
STA SC1 = Sta TS1 + Ls1
STA Cs1 = Sta SC1 + Lc1
STA ST1 = Sta CS + Ls1
STA PI2 = Sta ST1 + d 1-2 – Tt1
STA TS2 = Sta PI2 – Ts2
STA SS2 = Sta TS2 + Ls2
STA ST2 = Sta SS2 + Ls2
STA PI3 = Sta ST2 + d 2-3 – Ts2
STA TS3 = Sta PI3 – Tt3
STA SC3 = Sta TS3 + Ls3
STA CS3 = Sta SC3 + Lc3
STA ST3 = Sta CS3 + Ls3
STA PI4 = Sta ST3 + d 3-4 – Tt3
STA TS4 = Sta PI4 – Tt4
STA SC4 = Sta TS4 – Ls4
STA CS4 = Sta SC4 – Lc4
STA ST4 = Sta CS4 – Ls4
STA B = Sta ST4 + d 4-B – Tt4

E. Perencanaan Alinemen Vertikal


Alinyemen vertikal adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap
titik yang ditinjau, berupa profil memanjang. Pada perencanaan
alinyemen vertikal akan ditemui kelandaian positif (tanjakan) dan
kelandaian negatif (turunan), sehingga kombinasinya berupa lengkung
cembung dan lengkung cekung.

Disamping kedua lengkung tersebut ditemui pula kelandaian = 0 (datar).


Kondisi tersebut dipengaruhi oleh keadaan topografi yang dilalui oleh rute
jalan rencana. Kondisi topografi tidak saja berpengaruh pada
perencanaan alinyemen horizontal, tetapi juga mempengaruhi

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-31
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

perencanaan alinyemen vertikal.

Kelandaian
Untuk menghitung dan merencanakan lengkung vertikal, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
 Karakteristik Kendaraan Pada Kelandaian
Hampir seluruh kendaraan penumpang dapat berjalan baik dengan
kelandaian 13% – 8% tanpa ada perbedaan dibandingkan pada bagian
datar. Pengamatan menunjukkan bahwa untuk mobil penumpang
pada kelandaian 3% hanya sedikit sekali pengaruhnya dibandingkan
dengan jalan datar. Sedangkan untuk truk, kelandaian akan lebih
besar pegaruhnya.

Kelandaian Maksimum
Kelandaian maksimum yang ditentukan untuk berbagai variasi kecepatan
rencana dimaksudkan agar kendaraan dapat bergerak terus tanpa
kehilangan kecepatan yang berarti.
Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan
penuh mampu bergerak dengan kecepatan tidak kurang dari separuh
kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.

Tabel 6.16: Kelandaian Maksimum Yang Diijinkan


Ve (km/jam) 120 110 100 80 60 50 40 < 40

Kelandaian
3 3 4 5 8 9 10 10
Maksimum (%)

Kelandaian Minimum
Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi perkerasannya perlu
dibuat kelandaian minimum 0,5 % untuk keperluan kemiringan saluran
samping karena kemiringan melintang jalan dengan kerb hanya cukup
untuk mengalirkan air ke samping.

Panjang Kritis Suatu Kelandaian


Panjang kritis ini diperlukan sebagaibatasan panjang kelandaian
Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja
B-32
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

maksimum agar pengurangan kecepatan kendaraan tidak lebih dari


separuh VR. Lama perjalanan pada panjang kritis tidak lebih dari satu
menit.

Tabel 6.17: Panjang Kritis (m)


Kecepatan pada Kelandaian (%)
tanjakan 4 5 6 7 8 9 10
80 630 46 360 27 23 230 200
60 320 21 160 12 110 90 80

Lajur Pendakian pada Kelandaian Khusus


Pada jalur jalan dengan rencana volume lalu lintas yang tinggi, terutama
untuk tipe 2/2 D (devided), maka kendaraan berat akan berjalan pada
lajur pendakian dengan kecepatan di bawah VR, sedangkan kendaraan
lain masih dapt bergerak dengan VR, sebaiknya untuk dibuat lajur
tambahan pada bagian kiri.

Lengkung Vertikal
Lengkung vertikal direncanakan untuk merubah secara bertahap
perubahan dari dua macam kelandaian arah memanjang jalan pada
setiap lokasi yang diperlukan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi
goncangan akibat perubahan kelandaian dan menyediakan jarak pandang
henti yang cukup, untuk keamanan dan kenyamanan.

Lengkung vertikal terdiri dari dua jenis yaitu:


 Lengkung Cembung.
 Lengkung Cekung.

Gambar 6.24: Tipikal Lengkung Vertikal bentuk Parabola

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-33
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Rumus yang digunakan:

X= =

Y= = Dimana:

X = Jarak dari titik P ke titik yang ditinjau pada Sta (Sta)

Y = Perbedaan elevasi antara titik P dan titik yang ditinjau


pada Sta (m)

L = Panjang lengkung vertikal parabola, yang merupakan


jarak proyeksi dari titik A dan titik Q (Sta)

g1 = Kelandaian tangen dari titik P (%)

g2 = Kelandaian tangen dari titik Q (%)

Rumus di atas untuk lengkung simetris.

(g1 ± g2) = A = perbedaan aljabar untuk kelandaian (%)

Kelandaian menaik (pendakian), diberi tanda (+), sedangkan kelandaian


menurun (penurunan) diberi tanda (-). Ketentuan pendakian atau
penurunan ditinjau dari kiri.

Ev = Untuk:

X =1/2 L Y = Ev

1) Lengkung Vertikal Cembung

Ketentuan tinggi menurut Bina Marga (19913) untuk lengkung


cembung seperti pada tabel berikut.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-34
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Tabel 6.18: Ketentuan tinggi untuk jenis jarak pandang

h1(m) h2 (m)
Untuk Jarak Pandang
Tinggi Mata Tinggi Objek
Henti (Jh) 1,05 0,15
Mendahului (Jd) 1,05 0,15

a) Panjang L, berdasarkan Jh

Jh < L, maka: L =

Jh > L, maka: L = 2 Jh -

b) Panjang L, berdasarkan Jd

Jd < L, maka: L =

Jd > L, maka: L = 2 Jd -

Gambar 6.25: Untuk Jh < L

Gambar 6.26: Untuk Jh > L

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-35
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

2) Lengkung Vertikal Cekung


Tidak ada dasar yang dapat digunakan untuk menentukan panjang
lengkung cekung vertikal (L), akan tetapi ada empat kriteria sebagai
pertimbangan yang dapat digunakan yaitu:
• Jarak sinar lampu besar dari kendaraan.
• Kenyamanan pengemudi.
• Ketentuan drainase.
• Penampilan secara umum.

Gambar 6.27 : Untuk Jh < L

Gambar 6.28: Untuk Jh > L

Dengan bantuan gambar diatas, yaitu tinggi lampu kendaraan =


0,60 m (2’) dan sudut bias = 1o, maka diperoleh hubungan praktis
sebagai berikut:

Jh < L, maka: L =

Jh > L, maka: L = 2 Jh –

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-36
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Gambar 6.29: Grafik Panjang Lengkung Vertikal Cekung


berdasarkan Jarak Panjang Henti (Jh)

F. Perencanaan Tebal Perkerasan


Berbagai pertimbangan yang diperlukan dalam perencanaan tebal
perkerasan antara lain meliputi hal-hal:
1) Pertimbangan Konstruksi dan Pemeliharaan
Konstruksi dan pemeliharaannya setelah digunakan harus dijadikan
pertimbangan dalam merencanakan tebal perkerasan. Faktor yang
perlu dipertimbangkan:
 Perluasan dan jenis drainase.
 Penggunaan konstruksi berkotak-kotak.
 Ketersediaan peralatan, khususnya peralatan: Pencampuran
material, penghamparan dan pemadatan.
 Penggunaan konstruksi bertahap.
 Penggunaan stabilitas.
 Kebutuhan dari segi lingkungan dan keamanan pemakai.
 Pertimbangan sosial dan strategi pemeliharaan.
 Resiko-resiko yang mungkin terjadi.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-37
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

2) Pertimbangn Lingkungan
Faktor yang dominan berpengaruh pada perkerasan adalah:
 Kelembaban
Kelembaban secara umum berpengaruh terhadap penampilan
perkerasan, sedangkan kekakuan/kekuatan material yang lepas
dan tanah dasar, tergantung dari kadar air materialnya

Faktor yang diperlukan pada tahap perencanaan:


 Pola hujan dan penguapan.
 Permeabilitas lapisan aus.
 Kedalaman muka air tanah.
 Permeabilitas relatif dari lapisan perkerasan.
 Jenis perkerasan.

Perubahan kadar air pada perkerasan kadang kala terjadi karena


salah satu atau beberapa faktor di bawah ini:
 Rembesan air dari daerah yang lebih tinggi ke bahu dan badan
jalan.
 Fluktuasi muka air tanah.
 Resapan air yang menembus permukaan perkerasan atau bahu
jalan.
 Pelepasan kelembaban pada konstruksi dari keseimbangan
kadar air.
 Permeabilitas relatif lapisan perkerasan dan tanah dasar. Jika
terjadi pengurangan permeabilitas sehubungan dengan
kedalaman maka kejenuhan bahan di sekitarnya akan
bertambah.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-38
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

 Suhu Lingkungan
Suhu lingkungan pengaruhnya cukup besar pada penampilan
permukaan perkerasan jika digunakan pelapisan permukaan
dengan aspal, karena karakteristik dan sifat aspal yang kaku dan
regas pada temperatur rendah dan sebaliknya akan lunak dan
bersifat visko elastis pada suhu tinggi.
Pada perkerasan dengan beton, temperatur yang tinggi juga akan
berpengaruh besar, terutama pada saat pelaksanaan konstruksi.

Evaluasi Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)


Daya dukung lapisan tanah dasar adalah hal yang sangat penting
dalam merencanakan tebal lapisan perkerasan, jadi tujuan evaluasi
lapisan tanah dasar ini adalah untuk mengestimasi nilai daya
dukung subgrade yang akan digunakan dalam perencanaan.
 Faktor Pertimbangan untuk Estimasi Daya Dukung
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mengestimasi
nilai kekuatan dan kekakuan lapisan tanah dasar.
 Urutan pekerjaan tanah.
 Penggunaan kadar air (w) pada saat pemadatan (kompaksi) dan
kepadatan lapangan (Yd) yang dicapai.
 Perubahan kadar air selama usia pelayanan.
 Ketebalan lapisan perkerasan total yang dapat diterima lapisan
lunak yang ada di bawah lapisan tanah dasar.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-39
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

 Pengukuran Daya Dukung Subgrade


Pengukuran daya dukung subgrade (lapisan tanah dasar)
yang digunakan, dilakukan dengan cara:
• California Bearing Ratio (CBR).
• Parameter Elastis.
• Modulus Reaksi Tanah Dasar (k)

Tabel 6.19: Pengukuran Daya Dukung yang digunakan


Pengukuran Daya Dukung Tanah Dasar
Jenis Perkerasan
CBR Parameter Elastis k

Fleksibel
● ● ─
(LENTUR)

Rigid (KAKU) ● ─ ●

1) California Bearing Ratio (CBR)


 Pengujian CBR (di tempat) dilakukan untuk mendapatkan nilai
CBR yang diperlukan untuk mengetahui daya dukung lapisan
tanah dasar, akan tetapi pengujian ini memerlukan banyak
waktu dan biaya yang mahal. Disamping itu, untuk trase jalan
baru metoda/pengujian ini sangat tidak praktis.
 Metoda Penetrasi (cone penetrometer), dapat digunakan
sebagai pengganti metoda CBR. Metoda ini terdiri dari dua
metoda yang sesuai dengan alat yang digunakan, yaitu:
o → DCP (Dynamic Cone Penetrometer), nilai dari metoda ini
dapat dikorelasikan untuk mendapatkan nilai CBR.
o → Sondir (Static Cone Penetrometer), nilai dari metoda ini
dapat dikorelasikan untuk mendapatkan nilai CBR.

2) Modulus Reaksi Tanah Dasar (k)


Modulus rreaksi tanah dasar “k” ini dapat ditentukan dari
pengujian pembebanan plate (Plate Loading Test) yang dapat
digunakan untuk elevasi daya dukung lapisan tanah dasar
(subgrade), pondasi bawah (subbase) dan pondasi atas (base)
dengan menggunakan plat berdiameter relatif besar, dengan
Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja
B-40
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

metoda pengujian dari ASTM DI 196 – 64(191313) atau AASHTO


T221 – 66(1982) untuk perkerasan lentur maupun kaku. Modulus
“k” ini dapat ditentukan dan langsung dimasukkan ke prows
perencanaan perkerasan kaku. Nilai CBR dapat diperoleh dari
hubungan dengan nilai k tersebut.

3) Parameter Elastis
Tata cara yang digunakan untuk menentukan nilai CBR desain
dilakukan dengan pengujian laboratorium terhadap contoh tanah
dari lapangan dimana dapat diperkirakan kepadatan dan kadar air
lapisan tanah dasar tersebut. Cara ini khususnya berguna jika
tidak terdapat kesamaan pada kepadatan, kadar air dan bahan
dari jalan yang ada dengan rencana lapisan perkerasan. Pengujan
laboratorium dilakukan pada contoh padat pada kadar air dan
kepadatan rencana sehubungan dengan rencana yang akan
terjadi dilapangan, atau alternatif lain adalah dengan menguji
contoh asli dari lapangan.

4) Pengambilan Nilai CBR perkiraan


Pendekatan ini dapat digunakan jika tidak dapat diperoleh nilai
CBR, khususnya untuk jalan dengan lalu lintas rendah dimana
tidak disarankan penelitian, atau untuk tahap awal perencanaan
suatu jalan.

G. Lalu Lintas Rencana


Kondisi lalu lintas yang akan menentukan pelayanan adalah:
• Jumlah sumbu yang lewat.
• Beban sumbu.
• Konfigurasi sumbu.

Untuk semua jenis perkerasan, penampilan dipengaruhi terutama oleh


kendaraan berat.
1) Konfigurasi Sumbu dan Ekivalensi
Kerusakan akibat kendaraan tergantung pada:

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-41
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

• Jarak sumbu.
• Jumlah roda/sumbu.
• Beban sumbu.

Untuk kebutuhan perencanaan kendaraan yang diperhitungkan


adalah empat jenis, sebgai berikut:
• Sumbu tunggal roda tunggal.
• Sumbu tandem roda tunggal.
• Sumbu tunggal roda ganda.
• Sumbu triple roda ganda.

2) Lajur Rencana
Pembangunan lapisan perkerasan yang baru atau pelapisan
tambahan akan dilaksanakan pada 2 lajur atau lebih yang
kemungkinan bisa berbeda kebutuhannya terhadap ketebalan
lapisan. Untuk itu dibuat lajur rencana yaitu lajur yang menerima
beban terbesar.

3) Usia Rencana
Usia rencana adalah jangka waktu dalam tahun sampai perkerasan
harus diperbaiki atau ditingkatkan. Perbaikan terdiri dari pelapisan
ulang, penambahan, atau peningkatan. Beberapa tipikal usia
rencana:
• Lapisan perkerasan aspal baru, 20 - 25 tahun.
• Lapisan perkerasan kaku baru, 20 – 40 tahun.
• Lapisan tambahan (aspal, 10 – 15 tahun), (batupasir, 10 – 20
tahun).

4) Angka Pertumbuhan Lalu lintas


Jumlah lalu lintas akan bertambah baik pada keseluruhan usia
rencana atau pada sebagian masa tersebut. Angka pertumbuhan lalu
lintas dapat ditentukan dari hasil survey untuk setiap proyek.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-42
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

5) Metoda Perhitungan Lalu lintas Rencana


Metoda yang akan digunakan tergantung dari data lalu lintas yang
ada dan prosedur perencanaan yang digunakan.

Karakteristik Perkerasan Lentur


• Bersifat elastis jika menerima beban, sehingga dapat memberi
kenyamanan bagi pengguna jalan.
• Pada umumnya menggunakan bahan pengikat aspal.
• Seluruh lapisan ikut menanggung beban.
• Penyebaran tegangan dari kendaraan tidak sampai merusak lapisan
tanah dasarnya (subgrade).
• Usia rencana maksimum 20 tahun.

Gambar 6.31: Susunan Lapisan Perkerasan Lentur

Lalu lintas Rencana untuk Perkerasan Lentur


1) Presentase Kendaraan pada Lajur Rencana
Jalur Rencana merupakan jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan yang
terdiri dari satu lajur atau lebih.

Tabel 6.20: Jumlah Lajur berdasarkan Lebar Perkerasan


Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n)
L < 5,50 m 1 Lajur
5,50 m ≤ L < 8,25 m 2 Lajur
8,25 m ≤ L < 11,25 m 3 Lajur
11,25 m ≤ L < 15,00 m 4 Lajur

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-43
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

15,00 m ≤ L < 18,135 m 5 Lajur


18,135 m ≤ L < 22,00 m 6 Lajur

Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur
ditentukan dari lebar perkerasan seperti pada tabel diatas.

Tabel 6.21: Koefisien Distribusi Kendaraan Rinagn dan Berat yang


leat pada Lajur Rencana

Jumlah Kendaraan Ringan Kendaraan Berat


Lajur 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 Lajur 1,00 1,00 1,00 1,00
2 Lajur 0,60 0,50 0,70 0,50
3 Lajur 0,40 0,40 0,50 0,475
4 Lajur 0,30 0,45
5 Lajur 0,25 0,425
6 Lajur 0,20 0,40
* berat tota < 5 ton, misalnya: mobil penumpang, pick up, mobil hantaran
** berat total ≥ 5 ton, misalnya: bus, trek, tractor, semi trailer, trailer

2) Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan


Angka ekivalen (E) masing-masing golongan sumbu:
• Angka Ekivalen Sumbu Tunggal

E=

• Angka Ekivalen Sumbu Ganda


E = 0,086

3) Perhitungan Lalu lintas


• Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)

LEP =

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-44
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

• Lintas Ekivalen Akhir (LEA)

LEA =

• Lintas Ekivalen Tengah (LET)

LET =

• Lintas Ekivalen Rencana (LER)

LER = LET x FP FP =

Dimana:

I = Perkembangan lalu lintas


J = Jenis kendaraan
LHR = Lalu lintas harian rata-rata
UR = Umur rencana
FP = Faktor penyesuaian

Perhitungan Daya Dukung Tanah Dasar


Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi.
Daya dukung tanah dasar diperoleh dari nilai CBR atau Plate Bearing
Test, DCP, dll.

Faktor Regional
Faktor Regional (FR) adalah faktor koreksi sehubungan dengan adanya
perbedaan kondisi dengan kondisi percobaan AASHTO Road Test dan
disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. FR ini dipengaruhi oleh
bentuk alinyemen, presentase kendaraan serta iklim.

Tabel 6.22: Faktor Regional (FR)


Kelandaian I Kelandaian II Kelandaian III
(< 6%) (6-10%) (>10%)
Kendaraan Berat
≤30% <30% ≤30% >30% ≤30% >30%
iklim I
< 900 0,5 1,0-1,5 1,0 1,5-2,0 1,5 2,0-2,5
mm/th
Iklim II
> 900 1,5 2,0-2,5 2,0 2,5-3,0 2,5 3,0-3,5
mm/th
Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja
B-45
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Catatan : Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan,


pemberhentian atau tikungan tajam FR ditambah dengan 0,5. Pada
daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1,0

Indekas Permukaan
Indeks permukaan adalah nilai kerataan/kehalusan serta kekokohan
permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas
yang lewat.

Tabel 6.23: Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPt)

Tabel 6.24: Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo)

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-46
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Indeks Tebal Perkerasan


ITP = a1D1 + a2D2 +a3D3

Dimana:
ITP = Indeks Tebal Perkerasan
a = Koefisien lapisan
D = Tebal lapisan (cm)

Lapis Pondasi Bawah


Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum
adalah 10 cm. Untuk nilai koefisien lapisan (a) dapat dilihat pada tabel
berikut:

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-47
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Tabel 6.25: Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Tebal minimum lapis perkerasan ditentukan dengan tabel batas


minimum lapis permukaan dan lapis pondasi dibawah ini. Sedangkan
tabel minimum lapis pondasi bawah untuk setiap
nilai ITP ditentukan sebesar 10 cm.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-48
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Dari parameter-parameter tersebut kemudian diperoleh nilai ITP dan


nilai koefisien kekuatan relative untuk masing-masing bahan
perkerasan. Tebal masing-masing bahan perkerasan untuk masing-
masing lapis permukaan, lapis pondasi, dan lapis pondasi bawah dapat
dihitung dengan rumus:
ITP = a1· D1 + a2 · D2 + a3 · D3

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-49
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Dimana:
a1, a2, a3 = koefisien kekuatan relatif bahan untuk masing-masing
lapisan perkerasan
D1, D2, D3 = tebal masing-masing lapis perkerasan

H. Penanganan Keruntuhan Lereng Batuan


a) Prinsip Stabilitas Lereng Batuan
Keruntuhan lereng batuan merupakan pergerakan batuan yang cepat
pada permukaan lereng batuan curam, baik batuan yang besar
maupun batuan yang kecil. Karena kecepatannya yang tinggi,
keruntuhan lereng batuan dapat membahayakan kendaraan,
menyebabkan luka atau kematian pada pengendara dan penumpang,
serta kerugian ekonomi karena penutupan jalan. Oleh karena itu,
beberapa bagian jalan di daerah pegunungan memerlukan
perlindungan dari keruntuhan batuan, terutama pada tebing yang
curam.

Gambar Prinsip stabilitas lereng

a. Gravitasi selalu mengakibatkan gaya tarik material penyusun


lereng menuju kebawah (hukum gravitasi)
b. Friksi memberikan gaya perlawanan terhadap kecenderungan
pergerakan akibat gravitasi ≈ berarti material sangat mudah sekali
tergelincir
c. Sudut lereng semakin besar, semakin besar pula kecenderungan
material bergerak kebawah

Pergerakan keruntuhan batuan pada lereng curam dibagi menjadi 3


tipe, yaitu meluncur (sliding), menggulung (rolling), dan memantul

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-50
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

(bounching). Dalam membuat penanganan keruntuhan batuan,


berat; kecepatan, arah; dan posisi jatuhnya batuan ditentukan
berdasarkan survey pada daerah tertentu.

Gambar Ilustrasi Pergerakan Jatuhnya Batuan

b) Penanggulangan Keruntuhan Lereng Batuan


Dalam melakukan penanganan stabilitas lereng, perlu dilakukan
beberapa macam jenis tinjauan seperti bagaimana kondisi topografi,
kondisi geologi, kondisi lingkungan, dan kondisi lain yang ada.
Namun, tinjauan lain seperti tingkat kemudahan pengerjaan, dan
ketersediaan alat dan pekerja juga perlu mendapat perhatian karena
pada akhirnya itu akan mempengaruhi biaya penanganan lereng.
Pemilihan metoda penanggulangan longsoran tergantung dari
beberapa faktor yaitu sebagai berikut:
 Identifikasi penyebab (penggerusan pada kaki lereng, penimbunan
pada kepala longsoran, pemotongan pada kaki lereng dan
sebagainya).
 Kemungkinan tipe-tipe penanggulangan berdasarkan teknis (luas
daerah longsoran, jenis tanah).
 Kemungkinan pelaksanaan (biaya, teknik pelaksanaan,
kemampuan pelaksana dan sebagainya).
 Memilih salah satu penanggulangan dengan mempertimbangkan
factor ekonomi (material yang ada).

Secara garis besar, penanganan terhadap keruntuhan batuan


diklasifikasikan menjadi 2, yaitu tindakan stabilisasi lereng

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-51
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

(stabilization measure) dan perlindungan (protection measure).


Berikut adalah skema jenis penanganan lereng batuan.

Gambar 3. Skema penanganan jenis penanganan lereng batuan

1) Stabilisasi lereng (stabillization measure)


Stabilisasi lereng batuan itu sendiri dilakukan untuk
mempertahankan kondisi batuan agar tetap dalam kondisi yang
stabil atau memperkecil kemungkinan terjadi kelongsoran. Adapun
metode yang digunakan untuk memperoleh kondisi seperti yang
tertulis di atas ada dua yaitu dengan memperkuat lereng batuan
(reinforcement) dan mengubah bentuk muka lereng dengan
pemotongan (rock removal). Kedua cara tersebut memiliki banyak
contoh penerapannya dilapangan dan untuk pemilihan jenis
penangannya tergantung pada kebutuhan dan kondisi yang ada di
lapangan.

Tingkat kestabilan suatu lereng batuan, secara umum ditunjukkan


dengan suatu nilai angka atau faktor aman lereng (Safety Factor).
Angka aman (Safety Factor) ini merupakan angka yang
menggambarkan kondisi keamanan lereng batuan. Nilai SF kritis
Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja
B-52
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

lereng batuan adalah 1, artinya pada kondisi demikian lereng


batuan sangat rawan terhadap bahaya kelongsoran. Oleh karena
itu, nilai angka aman diharapkan memiliki besaran lebih dari 1.
Nilai angka aman tersebut dapat dihitung dengan menggunakan
rumus seperti di bawah ini.

Gambar 4. Parameter kuat dukung lereng batuan

Secara umum parameter penentu nilai faktor aman adalah:


1. Berat dari volume batuan (W)
Berat sendiri dari batuan akan dipengaruhi oleh berat jenis batuan
dan besarnya volume bongkahan batuan yang terkena bidang
gelincir. Jadi semakin besar berat batuan akan berpengaruh pada
meningkatnya gaya normal yang dihasilkan (lereng stabil), tetapi
di sisi lain juga akan memberikan tambahan gaya gelincir pada
massa batuan (menambah gaya geser)
2. Parameter kuat dukung batuan (sudut gesek internal(φ) &
kohesi(c)) Parameter ini akan berpengaruh pada tingkat
ketahanan batuan untuk tidak mengalami keruntuhan. Besarnya
parameter dukung batuan akan tergantung pada tiap tiap jenis
batuan.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-53
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

3. Sudut kemiringan bidang gelincir massa batuan (α)


Sudut kemiringan bidang gelincir akan mempengaruhi besarnya
volume batuan yang berpotensi longsor. Jadi semakin besar sudut
kemiringan bidang gelincir, maka distribusi gaya berat batuan ke
gaya gesernya (Wsinα) akan semakin besar pula sehingga
stabilitasnya menurun.
4. Kondisi air pada lereng
Keberadaan air dalam lereng baik pada bidang retakan atau pada
bidang gelincir akan memberikan dampak negatif pada kestabilan
lereng. Air yang berada pada bidang retak akan memberikan gaya
dorong bagi massa batuan agar mengalami pergerakan (V), dan
air pada permukaan bidang gelincir akan memberikan gaya
angkat (Uplift) yang secara teori akan melawan gaya berat batuan
sehingga akan mengurangi gaya normalnya.
5. Tegangan karena adanya perkuatan (angker, rockbolt, dll)
Keberadaan perkuatan sebenarnya ditujukan untuk menambah
gaya normal dari massa batuan (R). Angker akan memberikan
gaya desak sehingga akan terjadi interlocking pada massa
batuan. Akibatnya jika gaya normal yang bekerja menjadi lebih
besar, maka gaya dorong yang diperlukan untuk meruntuhkan
batuan akan bertambah besar pula.
6. Gaya gempa
Dalam rumus di atas, gaya gempa tidak di perhitungkan. Namun,
adanya gempa akan memberikan pengaruh negatif pada stabilitas
lereng. Gaya gempa sendiri dapat diasumsikan berdasarkan zona
wilayah gempa seperti yang telah disebutkan dalam SNI.
Seperti yang tertera dalam gambar.3, ada banyak cara yang bisa
dilakukan untuk meningkatkan nilai stabilitas lereng batuan.
Berikut adalah contoh uraian dari masing masing metode.

.1 Pemotongan Lereng Batuan


Metode ini meliputi:
a) Pembuangan batuan kecil yang tidak stabil (mudah runtuh).
b) Memotong atau meledakkan batuan yang menggantung.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-54
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

c) Pembuangan puing-puing batuan. Metode ini lebih disarankan


karena menghilangkan bahaya dan tidak membutuhkan
perawatan.

Metode ini digunakan untuk memindahkan atau membuang


batuan yang tidak stabil yang dapat membahayakan daerah di
bawahnya. Pada perencanaan pembuangan batuan unstable,
perlu dipertimbangkan karakter batuan. Pemotongan batuan dan
perencanaan muka lereng batuan seharusnya akan memberikan
dampak berupa peningkatan stabilitas lereng.

Gambar 5. Pemotongan massa batuan untuk stabilisasi lereng

.2 Anchor
Rock Anchors adalah salah satu metode perkuatan lereng pada
batuan dengan pengangkuran (anchoring). Rock anchors sering
juga disebut Rock nailling. Pengangkuran ini sering digunakan
dalam penggalian (excavation), bagian dari dinding penahan
(retaining wall) ataupun untuk menahan gaya-gaya (uplift,
external force, dsb) pada suatu struktur/ fondasi/lereng (slope).

Fungsi utama dari rock anchors adalah untuk


memodifikasi gaya normal dan geser pada bidang longsor,
dibandingkan menumpukan kekuatan geser dari baja = ketika
anchor melintasi bidang. Pada rock anchors terdapat elemen baja
Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja
B-55
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

yang mendukungnya (bisa berbentuk bars atau strand) yang akan


dimasukkan pada lubang yang sudah dibuat pada lereng. Elemen
baja tersebut akan menahan/melawan gaya-gaya yang bekerja
pada lereng tersebut. Rock anchor dapat berupa fully grouted dan
untensioned, atau dianchor pada ujung dan tensioned.

Gambar 5. Perkuatan lereng batuan (a) tension rockbolt in a


displaced block; (b) fully grouted, untensioned dowels installed
prior to excavation to pre-reinforce the rock

Keuntungan dari untensioned bolt adalah harganya yang murah


dan pemasangan yang lebih cepat dibandingankan dengan
tensioned anchor. Tensioned rock anchors dipasang pada bidang
geser yang potensial dan diikat pada sound rock. Adanya gaya
tarik pada anchor, akan ditransmisikan ke batuan dengan bidang
reaksi pada batuan permukaan, yang akan menimbulkan tekanan
pada batuan massa, dan memodifikasi/merubah tegangan
normal dan geser pada bidang longsor. Untuk menentukan
faktor aman dapat dilakukan perhitungan, hal ini dimaksudkan
untuk meminimalisasi gaya yang diizinkan.

Setelah persyaratan gaya anchor dan pelubangan sudah


ditentukan, terdapat 9 faktor untuk pemasangan anchor
(Littlejohn dan Bruce, 1977; FHWA, 1982; BSI, 1989; Xanthakos,
1991; PTI, 1996; Wyllie, 1999; dalam Rock Slope Engineering):

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-56
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

1. Pengeboran (drilling), menentukan besarnya diameter lubang


bor dan panjang yang akan dibor di lapangan berdasarkan pada
peralatan yang tersedia.

2. Material dan dimensi Bolt, memilih material dan dimensi anchor


yang cocok dengan diameter lubang dan gaya anchor yang
disyaratkan.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-57
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

3. Korosi, memperkirakan tingkat korosi di lapangan dan


mengaplikasikan perlindungan korosi yang sesuai dengan
tingkat korosi pada anchor.
4. Tipe Pengikatan (bond type), memilih antara semen atau resin
grout atau mechanical anchor untuk mengamankan bagian
ujung anchor pada lubang. Faktor-faktor yang mempegaruhi
penentuan meliputi diameter lubang, tensile load, panjang
anchor, kekuatan batuan, dan kecepatan pemasangan.
5. Panjang ikatan (bond length), penentuannya berdasarkan tipe
pengikatan, diameter lubang, tegangan anchor, dan kekuatan
batuan.
6. Panjang total anchor, menghitung panjang total anchor, yang
terdiri dari jumlah panjang ikatan dan panjang yang tidak
terpengaruh tekanan. Panjang yang tidak terpengaruh tekanan
harus lebih luar dari permukaan batuan sampai bagian atas
zona pengikatan (bond zone), dengan bagian atas dari zona
pengikatan akan berada di bawah bidang longsor potensial.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-58
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

7. Pola Anchor (anchor pattern), layout dari pola anchor, maka


jarak pada permukaannya akan hampir sama dan akan
menghasilkan gaya anchor yang telah disyaratkan.
8. Lubang bor yang tahan air (waterproofing drill holes),
memastikan tidak ada diskontinuitas pada zona pengikatan
yang dapat menyebabkan kebocoran grouting.
9. Pengetesan (testing), menyiapkan prosedur untuk pengetesan
yang akan memeriksa jika panjang pengikatan dapat menahan
dari beban yang didesain.

Prosedur perencanaan stabilisasi lereng menggunakan ground


anchor ditunjukkan pada flowchart berikut ini.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-59
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Gambar 6. Flowchart Desain Ground Anchor

a) Pengaturan angkur
Posisi, arah dan jarak antar angkur seharusnya ditentukan
pertama pada saat perancangan.
(1) Ground anchors harus dipasang dengan jarak minimal 2
m antar angkur.
(2) Sudut pemasangan angkur 10° sampai -10° dari arah
horizontal.
(3) Arah angkur parallel dengan arah keruntuhan batuan.
(4) Jarak angkur ditentukan berdasarkan pengaruh antar
angkur, yang dapat dilihat dengan meninjau kekuatan
angkur, diameter angkur, kedalaman, dan kekuatan
keruntuhan batuan.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-60
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

b) Perhitungan kekuatan angkur


Perencanaan kekuatan angkur dihitung dengan rumus berikut

Dimana, P = kekuatan bidang gelincir (kN/m2)


α = sudut angkur (°)
β = sudut bidang gelincir (°)
φ = sudut gesek internal bidang gelincir (°) B = jarak antar
angkur arah horizontal (m) N = jumlah angkur arah vertical

2) Perlindungan lereng batuan (protection measure)


 Rock Sheds
Rock sheds merupakan struktur beton bertulang atau struktur
baja yang dipasang menutupi jalan. Berdasarkan strukturnya,
rock sheds dibagi menjadi 4 tipe, yaitu portal (gate) type,
retaining wall type, arch type and pocket type (Gambar 7).

Metode ini sangat mahal dan hanya didesain pada area yang
memiliki bahaya keruntuhan batuan yang ekstrim. Metode ini
bertujuan untuk mengurangi bahaya di jalan yang diakibatkan
karena keruntuhan batuan dengan cara menahan batuan yang
jatuh atau mengubah arah jatuhnya batuan.

Gambar 7. Tipe Rock Sheds

Dalam perencanaan ini, yang sangat penting untuk dilakukan


yaitu menghitung impact force dari batuan. Rock sheds di
desain setelah mengubah impact force menjadi static force.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-61
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Untuk mempermudah perhitungan, daerah yang terkena


impact force diasumsikan sebagai bujursangkar.

 Catch Fill and Ditches


Metode ini biasanya digunakan untuk keruntuhan batuan dalam
skala besar. Metode ini juga membutuhkan biaya yang tidak
terlalu banyak. Tetapi pada metode ini memerlukan ruangan
yang cukup antara unstable slope dengan jalan untuk
menampung batuan yang jatuh. Metode uni bertujuan untuk
mengurangi efek dari batuan yang jatuh dengan
menghindarkan jalan dari batuan yang jatuh.

Gambar 8. Layout Catch Fill dan Catch Ditch

Terlepas dari analisis kestabilan tanggul, perencanaan ini


berkaitan dengan bentuk dan dimensi dari catch fill and ditch
yang berkaitan dengan kapasitasnya dalam menahan dan

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-62
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

menampung batuan. Untuk memastikan kapasitas catch fill and


ditch, drain ditch dibuat di sepanjang sisinya.

B.2. Program Kerja


Untuk itu diperlukan suatu metoda dan rencana kerja yang baik untuk
dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai waktu yang telah ditetapkan.
Secara umum, rencana kerja yang akan dilaksanakan untuk Penyusunan
DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng meliputi
beberapa tahap kegiatan, yaitu:
 Tahap Persiapan
 Tahap Pengumpulan dan Analisa Data Lapangan,
 Tahap Perencanaan Awal dan Akhir,
 Tahap Penggambaran,
 Tahap Perhitungan Kuantitas,
 Tahap Pelaporan dan Penyiapan Dokumen Lelang.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-63
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-64
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

TAHAP PERSIAPAN
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengenali
lingkup pekerjaan, merumuskan pelaksanaan pekerjaan dan kondisi
lapangan berikut permasalahan- permasalahan yang ada. Segera setelah
SPMK diterbitkan konsultan akan memobilisasi tenaga-tenaga inti untuk
melakukan survey pendahuluan serta mengumpulkan data-data
sekunder mengenai lokasi-lokasi daerah Jalan yang akan direncanakan.
Selain itu konsultan akan langsung melakukan koordinasi dan persiapan
pelaksanaan pekerjaan, diantaranya:
a) Menyiapkan data-data yang diperlukan guna pelaksanaan
survey perencanaan jembatan seperti peta topografi, curah hujan,
lalu lintas dan sebagainya yang berhubungan dengan perencanaan
jembatan.
b) Pengarahan cara kerja personil sehubungan dengan waktu yang
disediakan.
c) Penyediaan peralatan yang akan dipakai untuk survey lapangan.
d) Persiapan surat pengantar mobilisasi personil, dan lain-lain yang
diperlukan.

Sebelum pekerjaan ”Survey Pendahuluan/Reconnaissance Survey”


dimulai, konsultan berkoordinasi dengan Tim Teknis Satuan Kerja Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang
untuk mendapatkan pengarahan dan petunjuk-petunjuk mengenai
pekerjaan yang akan dilaksanakan, rencana-rencana pengembangan
daerah, dan hal-hal lain yang perlu diketahui untuk pelaksanaan
pekerjaan tersebut.

TAHAP SURVEY LAPANGAN


Kegiatan awal yang akan dilaksanakan pada tahap ini adalah melakukan
Survey Pendahuluan, yang kemudian akan diikuti dengan pelaksanaan
survey detail seperti survey topografi, penyelidikan tanah dan material,
dan survey detail lainnya.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-65
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

• SURVEY PENDAHULUAN
Survey ini dilakukan untuk menentukan lokasi jembatan yang tepat
dilihat dari sisi geometrik jalan (vertikal maupun horisontal). Pada
jalan yang sudah ada (existing) ditinjau kemungkinan relokasi
jembatan untuk mendapat syarat geometrik yang lebih baik, sehingga
jika terdapat jembatan existing yang harus diganti, jembatan tersebut
dapat digunakan selama jembatan baru dibangun sehingga tidak
mengganggu lalu-lintas yang ada. Untuk lokasi-lokasi yang belum ada
jembatan, akan dicari tempat yang paling baik untuk pembuatan
jembatan dengan mempertimbangkan syarat-syarat geometrik,
kondisi tanah dan perilaku sungai.

Juga selama survey ini dilakukan sosialisasi dengan masyarakat


setempat untuk mendapat masukan-masukan yang berharga seperti
keadaan banjir tertinggi, pembebasan lahan dan lain-lain. Dari hasil
survey pendahuluan dilakukan pembahasan dengan pemberi tugas
untuk menetapkan langkah-langkah selanjutnya yang akan dilakukan
yaitu mempunyai tempat lokasi jembatan yang tepat, supaya dapat
segera dilaksanakan survey topography, penyelidikan tanah dan
material, survey hidrologi serta survey geologi/geoteknik.
Adapun kegiatan yang dilakukan pada survey ini antara lain:
1. Melakukan konfirmasi dan koordinasi dengan instansi terkait di
daerah sehubungan dengan akan dilaksanakan survai.
2. Mengumpulkan informasi tentang Harga Satuan Upah / Bahan Dasar
dari Dinas Bina Marga setempat dan dari Satuan Kerja yang sedang
berjalan disekitar lokasi pekerjaan.
3. Peninjauan lokasi, menentukan titik-titik referensi dan memasang
patok-patok yang diperlukan sebagai titik referensi pengukuran
detail topografi / geometrik dan penyelidikan tanah di lokasi
pekerjaan yang akan diteliti.
4. Melaksanakan pengisian formulir survai pendahuluan.
5. Mempelajari dan menganalisa data curah hujan pada daerah
rencana trase jalan melalui stasiun-stasiun pengamatan yang telah
ada ataupun pada Jawatan Metereologi setempat.
Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja
B-66
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

6. Membuat peta sumber material (quarry) yang diperlukan


untuk pekerjaan konstruksi dan memperkirakan volumenya.
7. Membuat foto dokumentasi lapangan, meliputi kondisi jembatan dari
kedua arah yang berlawanan / foto lokasi–lokasi tertentu yang dapat
menggambarkan kondisi jembatan serta lokasi quarry.

• SURVEY LAPANGAN
Kegiatan Survey lapangan untuk pekerjaan ini akan meliputi:
A. SURVEY TOPOGRAPHY:
Survey Topography dilakukan pada lokasi jembatan yang
direncanakan dengan daerah cakupan, 100 m ke arah hulu dan hilir
jembatan dan sepanjang 200 m untuk jalan pendekat (oprit) kiri dan
kanan dari arah alur sungai. Dari hasil survey ini dapat dilakukan
penentuan lokasi jembatan secara tepat dan panjang bentang
jembatan tersebut.

Survey Topografi untuk pekerjaan jembatan akan meliputi:


• Pemasangan Patok – Patok
• Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
• Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal (KDV)
• Pengukuran Situasi
• Pengukuran Penampang Memanjang dan Melintang
• Pengukuran Khusus

B. PENYELIDIKAN TANAH/ GEOLOGI/ GEOTEKNIK DAN


MATERIAL:
Survey ini dilakukan untuk mengetahui lapisan-lapisan dan jenis
tanah yang dapat mempengaruhi pembangunan jembatan di daerah
tersebut dengan melihat apakah ada daerah patahan dan
sebagainya. Juga mengenai frekuensi dan amplitudo dari gempa
bumi yang akan mempengaruhi pembebanan jembatan pada tahap
perencanaan. Gempa bumi ini dapat berupa tektonik maupun
vulkanik.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-67
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Selain itu pada lokasi jembatan diadakan penyelidikan tanah untuk


mengetahui sifat-sifat tanah yang perlu untuk merencanakan
bangunan bawah / pondasi jembatan. Penyelidikan ini
menggunakan alat sondir dan alat bor dimana perlu sesuai
ketentuan yang berlaku. Selain penyelidikan tanah juga dilakukan
survey material lokal yang dapat digunakan untuk pembangunan
jembatan tersebut. Lokasi quarry, jumlah serta kelayakan aggregat.

TAHAP PERENCANAAN TEKNIS


Data-data hasil survey lapangan, baik untuk perencanaan teknis
jembatan, diolah dan dianalisa oleh penanggung jawab masing-
masing pekerjaan. Data-data hasil survey lapangan yang sudah
diolah, kemudian dibuatkan perencanaan teknisnya berupa perencanaan
bangunan bawah dan bangunan atas jembatan serta perencanaan jalan
masuk ke jembatannya. Konsultan akan membuat konsep detail
perencanaan teknis dari pekerjaan perencanaan jembatan yang
ditanganinya untuk dimintakan persetujuan kepada Pemberi Tugas.
Konsep detail perencanaan tersebut terdiri dari:
 Denah, Potongan Memanjang dan Melintang Jembatan, lengkap
dengan grafik Sondir, SPT dan Bor log.
 Detail-detail dari Bangunan bawah dan Bangunan Atas
 Keterangan-keterangan mengenai kelas pembebanan, mutu bahan-
bahan.

TAHAP PENGGAMBARAN
Pembuatan gambar rencana trase jalan dan jembatan selengkapnya
dilakukan setelah draft Perencanaan Teknis mendapat persetujuan dari
pengguna jasa dengan mencantumkan koreksi-koreksi dan saran-saran
yang diberikan oleh pengguna jasa, berikut posisi alternatif trase yang
pernah diteliti.

Gambar rencana detail perencanaan teknis yang perlu dibuat harus


minimal mencakup:
a. Sampul luar (cover) dan sampul dalam.
Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja
B-68
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

b. Daftar isi.
c. Peta lokasi proyek.
d. Peta lokasi sumber bahan material (quarry).
e. Daftar simbol dan singkatan.
f. Daftar rangkuman volume pekerjaan.
g. Potongan melintang Tipikal (Typical Cross Section) harus digambar
dengan skala yang pantas dan memuat semua informasi yang
diperlukan antara lain:
1) Gambar konstruksi existing yang ada,
2) Penampang pada daerah galian dan daerah timbunan pada
ketinggian yang berbeda-beda,
3) Rincian konstruksi perkerasan,
4) Penampang bangunan pelengkap,
5) Bentuk dan konstruksi bahu jalan, median,
6) Bentuk dan posisi saluran melintang (bila ada).
h. Alinyment layout
i. Alinyemen Horisontal (plan) digambar diatas peta situasi 1: 1.000
untuk jalan dan 1: 500 untuk jembatan dengan interval garis tinggi 1-
meter (kontur) dan dilengkapi dengan data yang dibutuhkan.
j. Alinyemen Vertikal (profile) digambar diatas peta situasi 1: 1.000
untuk jalan dan 1: 500 untuk jembatan dan skala vertikal 1: 100 yang
mencakup data yang dibutuhkan.
k. Potongan melintang (Cross Section) digambar untuk setiap titik STA
(interval paling tidak 50 meter), dengan skala horisontal 1: 100 dan
skala vertikal 1: 50. Dalam gambar potongan melintang harus
mencakup:
- Tinggi muka tanah asli dan tinggi rencana muka jalan.
- Profil tanah asli dan profil/dimensi RUMIJA (ROW) rencana.
- Penampang bangunan pelengkap yang diperlukan.
- Data kemiringan lereng galian/timbunan (bila ada).
l. Gambar detail struktur/jembatan
m. Gambar drainase.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-69
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

n. Gambar standar yang mencakup antara lain: gambar bangunan


pelengkap, rambu jalan, lampu penerangan jalan (PJU) dan
sebagainya.
o. Keterangan mengenai mutu bahan dan kelas pembebanan.

TAHAP PERHITUNGAN KUANTITAS


Perencanaan harus membuat perhitungan kuantitas pekerjaan
secara rinci dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Volume pekerjaan tanah dihitung dari gambar cross section setiap 25
- 100 meter,
b) Penyusunan mata pembayaran pekerjaan (pay item) harus sesuai
dengan Spesifikasi yang dipakai,
c) Perhitungan kuantitas pekerjaan harus dilakukan secara keseluruhan.
Tabel perhitungan harus mencakup lokasi dan semua jenis mata
pembayaran (pay item),
d) Kuantitas pekerjaan harus dihitung/sesuai dengan yang ada dalam
gambar rencana.

TAHAP PERKIRAAN BIAYA


Perkiraan biaya konstruksi rinci harus disiapkan untuk setiap tahapan
konstruksi yang direncanakan, sesuai item pekerjaan dan harga satuan
yang disajikan secara terpadu. Kuantitas akan disertai dengan data
pendukung perhitungannya, sedangkan harga satuan akan merujuk pada
referensi harga satuan terbaru dan masih berlaku atau berpedoman pada
survey harga pasar.

Metode perhitungan harga satuan harus dibuat, analisis harga satuan


menggunakan metoda dan acuan yang baku berdasarkan faktor-
faktor/parameter: tenaga, material, peralatan, sosial, pajak, overhead,
dan keuntungan yang berlaku di daerah setempat. Perkiraan biaya yang
diperoleh dari analisis ini dibandingkan dengan proyek-proyek lainnya di
daerah sekitar lokasi.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-70
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Engineer’s Estimate dibuat dalam bentuk:


- Pelaksanaan setiap km
- Pelaksanaan setiap tahapan perencanaan
- Pelaksanaan total

KONSEP DETAIL PERENCANAAN


Konsultan akan membuat konsep detail perencanaan teknis dari
pekerjaan perencanaan jalan yang ditanganinya untuk dimintakan
persetujuan kepada Pemberi Tugas.
Konsep detail perencanaan tersebut terdiri dari:
- Plan (Alinyemen Horizontal), skala 1: 1000
- Profil (Alinyemen Vertikal), skala horizontal 1: 1000, skala vertikal
1: 100
- Potongan Melintang (Cross Section), skala horizontal 1: 100, skala
vertikal 1: 50
- Potongan Melintang Standar (Typical Cross Section)
- Bangunan Standar dan Pelengkap
- Spesifikasi

GAMBAR PERENCANAAN AKHIR


Setelah draft design tersebut diatas mendapat persetujuan dari Pemberi
Tugas, tentunya dengan koreksi-koreksi dan saran-saran, maka
perencanaan jembatan siap dipindahkan ke standar sheet.

PENYUSUNAN DOKUMEN TENDER


Konsultan akan menyiapkan dokumen pelelangan pekerjaan fisik sesuai
dengan dokumen pelelangan standar menurut Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 43/PRT/M/2007 tanggal 27 Desember 2007 tentang
standar dan pedoman pengadaan jasa konstruksi yaitu dokumen tender
lengkap yang terdiri:
Bab I : Instruksi kepada peserta lelang
Bab II : Data lelang
Bab III : Bentuk surat penawaran, lampiran, surat penunjukan dan
surat perjanjian
Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja
B-71
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

Bab IV : Syarat umum kontrak


Bab V : Syarat khusus kontrak
Bab VI : Spesifikasi teknis
Bab VII : Gambar-gambar
Bab VIII : Daftar kuantitas, analisa harga satuan dan metode
pelaksanaan
Bab IX : Bentuk-bentuk jaminan

PELAPORAN PEKERJAAN
Jenis laporan yang dihasilkan dari pelaksanaan pekerjaan ini:
A. Laporan Administrasi antara lain:
a. Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan yang berisikan: Pemahaman terhadap KAK,
Metodologi dan Rencana Kerja, Menyampaikan Kriteria Desain
secara detail, Pengenalan Lokasi Awal, Organisasi Pelaksanaan
kegiatan, dan Jadwal pelaksanaan termasuk persiapan survei, juga
menjelaskan hasil penyelenggaraan SMKK sesuai dengan aturan
yang berlaku.

b. Laporan Bulanan
Laporan bulanan berisikan kegiatan yang dilakukan pada bulan
tersebut yang dilaporkan bulan berikutnya dan merupakan
pengendali kegiatan fisik dimana progres fisik dapat dimonitor
sesuai dengan rencana kegiatan yang tertuang dalam kurva
"S". juga menjelaskan hasil penyelenggaraan SMKK sesuai dengan
aturan yang berlaku.

c. Laporan Antara
Laporan Antara yang berisikan: Hasil pengumpulan data sekunder
maupun data primer, Hasil kajian terhadap data survei, Konsep
perencanaan, Progres kegiatan dan rencana selanjutnya serta
menjelaskan hasil penyelenggaraan SMKK sesuai dengan aturan
yang berlaku.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-72
Usulan Teknis
Penyusunan DED Jalan dan Utilitas Dasar Kawasan Wisata Lhokweng

d. Laporan Akhir
Laporan Akhir yang berisikan:
 Penyempurnaan laporan dan progres perencanaan.
 Detailed Engineeering Design
 Estimasi biaya
 Dokumen tender, sesuai dengan dokumen tender standar yang
disyaratkan oleh pengguna jasa.

Uraian Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja


B-73

Anda mungkin juga menyukai