Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KALA 1

A. Kebutuhan Fisik Kala 1 Fase Laten

1. Posisi
Ibu yang sedang menjalani persalinan harus mengupayakan posisi yang nyaman baginya
dengan catatan tidak ada kontraindikasi dari posisi tersebut . posisi yang dapat diambil antara
lain : telentang (dengan kepala tempat tidur pada sudut iklinasi atau datar) , rekumben lateral,
dada lutut, tangan lutut, duduk, berdiri, berjalan , dan jongkok.

2. Mobilisasi
Pada saat fase laten , menuju ke pesalinan masih cukup lama , apalagi kalau ibu hamil
tersebut primigravida . maka tidak ada salahnya jika ibu difasilitasi untuk mobilisasi seperti jalan-
jalan di sekitar tempat bersalin.

3. Nutrisi dan Hidrasi


Pemeberian makanan dan minuman saat persalinan dahulu menjadi kontroversi yang
panjang .karena atas pertimbangan selama persalinan motilitas usus menurun sehingga
ditakutkan terjadi nausea atau mual-muntah saat persalinan. namun evidence based terkini
menyebutkan bahwa makan dan minum saat persalinan diperbolehkan , apalagi masih dalam
fase laten. Mengingat untuk persalinan diperlukan tenaga / energi yang sangat banyak . untuk
alternatif dari motalitas usus yang menurun maka dianjurkan makanan yang diberikan dapat
dicerna dengan cepat dan mempunyai kadar kalori yang tinggi , makanan tersebut antara lain
seperti agar-agar , pudding , biscuit , untuk minumannya bisa diberikan Teh manis hangat , Jus
yang konsistensinya cair (seperti Jus strawberry manis), atau minuman pengganti elektrolit juga
bisa diberikan , tetapi tetap yang menjadi anjuran adalah minum air teh manis hangat , karena
atas pertimbangan cepat menjadi energi.

4. Rasa Nyaman
Rasa nyaman behubungan juga dengan kebutuhan psikologis , bidan harus bisa
memfasilitasi tentang pemenuhan kebutuhan rasa nyaman ini . yang pertama bisa bidan lakukan
adalah dengan memberikan informasi tentang perubahan apa saja yang terjadi pada fase laten
ini , meciptakan ruangan yang nyaman (Bersih, rapih, wangi,kondusif)

(Buku Ajar Asuhan Kebidanan, 2007)

B. Kebutuhan Fisik Kala 1 Fase Aktif

1. Manajemen nyeri
Seiring dengan bertambahnya pembukaan serviks pada fase aktif, rasa nyeri yang
dirasakan ibu pun akan semakin bertambah. Oleh karena itu, dibutuhkan manajemen nyeri agar
nyeri yang dirasakan ibu dapat berkurang atau teralihkan. Ada dua pendekatan dalam
manajemen nyeri yaitu pendekatan nonfarmakologis dan farmakologis.
Pendekatan nonfarmakologis misalnya : relaksasi dan distraksi, imajinasi atau visualisasi,
masase atau pijatan, hidroterapi, akupresur, dan sebagainya. Sedangkan pendekatan
farmakologis contohnya : pemberian obat jenis sedatif/tranquilizer, opioid, dan sebagainya.

2. Kebutuhan nutrisi dan hidrasi


Ada dua pendapat mengenai pemberian makan dan minum melalui mulut pada ibu selama
persalinan, ada yang melarang makan dan minum melalui mulut karena lambung kosong
menurunkan risiko aspirasi pneumonia pada kasus yang memerlukan anestesia umum. Namun,
ada juga pendapat yang tidak setuju dengan hal itu, dengan alasan yang menjadi masalah
adalah makanan padat, karena makanan padat ini akan tetap berada di lambung selama
persalinan dikarenakan motilitas lambung, absorbsi lambung dan sekresi asam lambung
menurun selama persalinan. Sedangkan makanan cair tidak terpengaruh dan meninggalkan
lambung dalam durasi waktu biasanya. Dengan demikian, cairan dapat diberikan pada ibu
selama persalinan, misalnya teh manis dan jus buah yang cair. Ibu akan lebih berenergi dan
memiliki hidrasi yang adekuat apabila mendapat makanan. Namun, ibu juga perlu diingatkan
bahwa konsumsi cairan berlebih dapat menimbulkan rasa mual dan ketidaknyamanan.
Dalam buku ajar kebidanan komunitas karangan Linda V. Walsh (halaman 285) disebutkan
bahwa pilihan nutrisi yang tepat untuk ibu hamil dalam persalina kala satu meliputi karbohidrat
yang mudah dicerna seperti roti bakar, krekers, sereal, buah segar atau yogurt rendah lemak dan
berbagai cairan.

(Buku Ajar Kebidanan Komunitas.2007)

3. Posisi dan ambulasi


Ibu yang menjalani persalinan harus mengupayakan posisi yang nyaman baginya, dengan
catatan tidak ada kontraindikasi untuk posisi terkait.
Ibu yang berada dalam persalinan harus mampu berambulasi selama tidak ada kontraindikasi
untuk hal tersebut. Misalnya berjalan kaki, duduk di kursi, menggunakan toilet, dan sebagainya.
Namun, adakalanya ibu tidak diperbolehkan turun dari tempat tidur atau melakukan ambulasi,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Ketika ketuban pecah, janin berukuran kecil (di bawah 2000 gram), presentasi kaki atau
bokong atau letak melintang. Pada keadaan seperti ini, muncul resiko prolapsus tali pusat
yang meningkat ketika ibu dalam posisi berdiri. Bahkan posisi telentang dengan kepala
berada di atas tempat tidur, yang ditinggikan dengan bantal lebih dari 20 sampai 30 derajat
akan semakin meningkatkan resiko prolapsus tali pusat.
b. Ketika ibu mendapat pengobatan dengan obat yang membuat ibu pusing atau membuat
kakinya tidak stabil ketika berdiri.
c. Selama persalinan yang kemajuannya cepat.
d. Ketika ibu mengalami komplikasi obstetrik atau medis yang mengharuskan ibu tetap di
tempat tidur.

4. Kebutuhan eliminasi
Ibu bersalin harus dievaluasi untuk adanya distensi vesica urinaria setiap satu sampai dua
jam. Ibu mungkin fokus kepada proses persalinannya atau mungkin merasa enggan untuk
bergerak karena takut ada peningkatan ketidaknyamanan. Setiap pemeriksaan abdomen harus
melihat adanya tonjolan suprapubik karena kandung kemih yang penuh. Umunya, ibu yang
mendapat hidrasi cukup harus berkemih 100 ml setiap satu sampai dua jam.

(Buku Ajar Asuhan Kebidanan volume 2. 2008.)

C. Kebutuhan Psikologis Kala 1 Fase Laten

Perubahan psikologis pada kala I dipengaruhi oleh:


1. pengalaman sebelumnya
ibu yang pernah bersalin akan memiliki gambaran tentang persalinan sehingga pada
sebagian besar akan menjadi lebih tenang
2. persiapan menghadapi persalinan (fisik, mental)
ibu yang telah siap fisik dan mental menghadapi persalinan akan lebih tenang menjalani
proses ini
3. support sistem (keluarga, nakes)
dukungan keluarga dan tenaga kesehatan yang baik akan mengurangi kekhawatiran,
kegelisahan dan ketakutan ibu menjalani persalinan
4. lingkungan
kekhawatiran ibu akan berkurang ketika di lingkungannya mendukung kehamilan dan
persalinannya serta berbagi informasi atau pengalaman tentang persalinan
5. mekanisme koping (pertahanan diri)
mekanisme koping dari setiap individu berbeda. Jika mekanisme koping individu baik, maka
perubahan psikologis kea rah yang negatif juga tidak akan terjadi.
6. respon terhadap kehamilan
jika kehamilannya direncanakan dan mendapat respon yang baik dari ibu dan keluarga,
maka persalinan akan menjadi sebuah penantian yang membahagiakan.

Perubahan psikologis kala I (fase laten) :


1. merasa gembira, bahagia dan bebas karena kehamilan dan penantian yang panjang akan segera
berakhir. Perubahan psikologis ini akan muncul biasanya pada ibu yang sangat menantikan
bayinya (kehamilannya direncanakan dna mendapat respon baik).
2. Cemas dan gelisah
Kapasitas mengalami cemas adalah fungsi biologis yang diperlukan untuk bertahan hidup. Tetapi
bila ekstrem, cemas dapat juga menakutkan atau bahkan melemahkan kondisi ibu sehingga
menghambat kemajuan persalinan.
3. Takut
untuk wanita yang tidak pernah mempersiapkan diri terhadap apa yang akan terjadi, fase laten
persalinan akan menjadi waktu ketika ia banyak berteriak dalam ketakutan bahkan pada
kontraksi yang paling ringan sekalipun. Rasa takut normal ibu bersalin meliputi tentang kematian,
nyeri, rasa sakit, pemajanan, “robek”, rasa malu, kehilangan diri, dan takut bayinya tidak lahir.
4. Jengkel karena adanya ketidaknyamanan seperti gerah, mules, nyeri punggung, ingin mengedan
dan lain-lain. Perubahan psikologis ini akan terjadi biasanya jika kehamilan ini tidak diinginkan,
atau kehamilannya tidka mendapat respon yang baik dari orang terdekatnya.

Bidan dapat membantu mengurangi tingkat kekhawatiran ini dengan cara


1. memberi penenangan serta dukungan. Menenangkan ibu dengan cara memberi tahu hasil
pemeriksaannya, dan memberi tahu bahwa ibu saat ini masih berada pada fase laten masih jauh
dari pembukaan lengkap. Ibu disarankan untuk bermobilisasi dulu ditemani keluarga atau
suaminya, makan, mandi untuk mengalihkan kecemasannya.
2. pada fase laten ini, sambil menunggu pembukaan lengkap bidan dapat memberikan ibu
beberapa konseling, dukungan, manajemen nyeri dengan pain relieve dan memberi tahu
bagaimana menjalani persalinan kepada ibu agar kekhawatiran ibu dapat berkurang.
3. Mengingatkan ibu bahwa tubuh mereka memang diprogram untuk melakukan tugas persalinan
ini, jadi tidak usah khawatir karena proses persalinan adalah normal dan sakit saat persalinan
juga normal.

(Buku Ajar Kebidanan Komunitas.2007)

D. Kebutuhan Psikologis Kala 1 Fase Aktif

1. Persiapan untuk persalinan


Pada suatu tahap dalam masa persalinannya, semua wanita akan menyadari keharusan
untuk melahirkan anaknya.
2. Memberikan Informasi
Idealnya satiap wanita yang hamil haruslah memperoleh kesempatan untuk membentuk
hubungan dengan seorang bidan tertentu agar nasihat bisa diberikan secara konsisten dan
wanita tersebut akan merasa rileks serta bisa bebas meminta informasi. Dengan cara demikian,
setiap wanita akan bisa mendapatkan informasi sebanyak yang diinginkannya.
3. Mengurangi Kecemasan
Meskipun setiap wanita mungkin akan merasa sedikit takut tentang beberapa aspek dari
kehamilan dan persalinan, banyak di antaranya merasa bahwa hal tersebut tidaklah berdasar.
4. Keikutsertaan dalam perencanaan
Pasangan-pasangan bisa berpartisipasi dalam perencanaan asuhan persalinan ibu,
dengan cara ini pasangan akan merasa bahwa hal tersebut penting bagi para pemberi asuhan
dan akan merasa lebih tenang dalam menghadapi seluruh pengalaman memasuki rumah sakit.
Bidan harus ingat bahwa bagi pasangan-pasangan muda, rumah sakit bagaikan tempat asing,
merupakan lingkungan belum dikenal yang dihubungkan dengan rasa sakit dan mati, dan
mungkin saja mereka belum pernah datang ke tempat seperti itu.
5. Berkenalan dengan para staf
Berkenalan dengan staf bangsal persalinan serta melihat-lihat lingkungan sekitar akan
sangat berguna bagi sebagian besar wanita. Jika penggunaan perlengkapan dijelaskan, tentu
akan terasa tidak seperti rumah sakit dan akan mengurangi ketakutan. Pendekatan tim pemberi
asuhan dan pemberi asuhan kepada setiap wanita agar ia mendapatkan rasa aman, dan bahwa
ia akan bertemu dengan orang-orang yang sudah dikenalnya selama kontak dengan penyedia
jasa persalinannya.

(Asuhan Kebidanan pada Masa Persalinan. 2011.)

E. Asuhan Sayang Ibu

Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan
keinginan sang ibu. Salah satu prinsip dasar asuhan sayang ibu adalah dengan
mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Banyak hasil
penelitian menunjukkan bahwa jika para ibu diperhatikan dan diberi dukungan selama persalinan
dan kelahiran bayi serta menegtahui dengan baik mengenai proses persalinan dan asuhan yang
akan mereka terima, mereka akan mendapatkan rasa aman dan keluaran yang lebih baik. Antara
lain, juga disebutkan bahwa asuhan tersebut dapat mengurangi jumlah persalinan dengan
tindakan, seperti ektraksi vakum, forseps, dan seksio sesarea.

ASUHAN SAYANG IBU:

 Anjurkan agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama proses prersalinan dan kelahiran
bayinya. Dukungan dari suami, orang tua, dan kerabat yang disukai ibu sangat diperlukan dalam
menjalani proses persalinan.
Alasan : hasil persalinan yang baik ternyata erat hubungannya dengan dukungan dari keluarga
yang mendampingi ibu selama proses persalinan (Enkin, et al, 2000).
 Anjurkan keluarga ikut terlibat dalam asuhan, diantaranya membantu ibu untuk berganti posisi,
melakukan rangsangan taktil, memberikan makanan dan minuman, teman bicara, dan
memberikan dukungan dan semangat selama persalinan dan melahirkan bayinya.
 Penolong persalinan dapat memberikan dukungan dan semangat kepada dan anggota
keluarganya dengan menjelaskan tahapan dan kemajuan proses persalinan atau kelahiran bayi
kepada mereka.
 Tentramkan hati ibu dalam menghadapi dan menjalani kala dua persalinan. Lakukan bimbingan
dan tawarkan bantuan jika diperlukan.
 Bantu ibu untuk memilih posisi yang nyaman saat meneran.
 Setelah pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya meneran apabila ada dorongan kuat dan
spontan untuk meneran. Jangan menganjurkan untuk meneran berkepanjangan dan menahan
nafas. Anjurkan ibu beristirahat diantara kontraksi.
Alasan : meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit bernafas sehingga terjadi kelelahan
yang tidak perlu dan meningkatkan risiko asfiksia pada bayi sebagai akibat turunnya pasokan
oksigen melalui plasenta. (Enkin, et, al, 2000).
 Anjurkan ibu untuk minum selama persalinan kala dua.
Alasan : ibu bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi selama proses persalinan dan kelahiran
bayi. Cukupnya asupan cairan dapat mencegah ibu mengalami hal tersebut. (Enkin, et, al, 2000).
 Adakalanya ibu merasa khawatir dalam menjalani kala dua persalinan. Berikan rasa aman dan
semangat serta tentramkan hatinya selama proses persalinan berlangsung. Dukungan dan
perhatian akan mengurangi perasaan tegang, membantu kelancaran proses persalinan dan
kelahiran bayi. Beri penjelasan tentang cara dan tujuan dari setiap tindakan setiap kali penolong
akan melakukannya, jawab setiap pertanyaan yang diajukan ibu, jelaskan apa yang dialami oleh
ibu dan bayinya dan hasil pemeriksaan yang dilakukan (misalnya tekanan darah, denyut jantung
janin, periksa dalam).(Asuhan Persalinan Klinik Normal, 2008).
 Membersihkan Perineum Ibu
Praktik terbaik pencegahan infeksi pada persalinan kala dua diantaranya adalah melakukan
pembersihan vulva dan perineum menggunakan air matang (DTT). Gunakan gulungan kapas
atau kasa yang bersih, bersihkan mulai dari bagian atas ke bawah (dari bagian anterior vulva ke
arah rektum) untuk mencegah kontaminasi tinja. Letakkan kain bersih di bawah bokong saat ibu
mulai meneran. Sediakan kain bersih cadangan di sektarnya. Jika keluar tinja saat ibu meneran,
jelaskan bahwa hal itu biasa terjadi. Bersihkan tinja tersebut dengan kain alas bokong atau
tangan yang sedang menggunakan sarung tangan. Ganti kain alas bokong dan sarung tangan
DTT. Jika tidak ada cukup waktu untuk membersihkan tinja karena bayi akan segera lahir, maka
sisihkan dan tutupi tinja tersebut dengan kain bersih.

 Mengosongkan Kandung Kemih

Anjurkan ibu dapat berkemih setiap 2 jam atau lebih sering jika kandung kemih selalu terasa
penuh. Jika diperlukan, bantu ibu untuk ke kamar mandi. Jika ibu tidak dapat berjalan ke kamar
mandi, bantu ibu agar dapat duduk dan berkemih di wadah penampung urin.

Alasan: kandung kemih yang penuh mengganggu penurunan kepala bayi, selain itu juga akan
menambah rasa nyeri pada perut bawah, menghambat penatalaksanaan distosia bahu,
menghalangi lahirnya plaseenta dan perdarahan pasca persalinan.

Jangan melakukan kateterisasi kandung kemih secara rutin sebelum atau setelah
kelahiran bayi dan/atau plasenta. Kateterisasi kandung kemih hanya dilakukan bila terjadi
retensi urin dan ibu tidak mampu berkemih sendiri.

Alasan: selain menyakitkan, kateterisasi akan meningkatkan risiko infeksi dan trauma atau
perlukaan pada saluran kemih ibu.

(Mose, Johanes, dkk. 2009)

A. Posisi Ibu saat Meneran

Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman. Ibu dapat mengubah-ubah posisi secara
teratur selama kala 2 karena hal ini dapat membantu kemajuan persalinan, mencari posisi
meneran yang paling efektif dan menjaga sirkulasi utero-plasenter tetap baik.

1. Posisi duduk atau setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman bagi ibu dan memberikan
kemudahan baginya untuk beristirahat diantara kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi ini
adalah gaya gravitasi untuk membantu ibu melahirkan bayinya.
2. Jongkok atau berdiri mempercepat kemajuan kala 2 persalinan karena terdapat gaya gravitasi
yang lebih besah dibandingkan dengan posisi lain. Posisi ini juga dapat mengurangi rasa nyeri
karena proses kelahiran biasanya lebih cepat.

3. Merangkak atau berbaring miring ke kiri.


Beberapa ibu merasa bahwa merangkak atau berbaring miring kiri membuat mereka lebih
nyaman dan efektif untuk meneran. Kedua posisi tersebut juga akan membantu perbaikan posisi
oksiput yang melintang untuk berputar menjadi posisi oksiput anterior. Posisi merangkak sering
kali membantu Ibu mengurangi nyeri punggung saat persalinan. Posisi berbaring miring kekiri
memudahkan Ibu untuk beristirahat diantara kontraksi jika ia mengalami kelelahan dan juga
dapat mengurangi resiko terjadinya laserasi perineum.

Kebanyakan penolong kelahiran di Amerika diajarkan untuk menggunakan posisi semi-fowler


atau litotomi untuk melahirkan. Akan tetapi walaupun posisi tersebut menguntungkan bagi
penolong tetapi tidak baik untuk ibu dan janin. Posisi tersebut dapat mengakibatkan tekanan
pada vena kava inferior yang menyebabkan menurunnya perfusi plasenta serta hipoksia janin.

CARA MENERAN

1. Anjurkan untuk meneran mengikuti dorongan alamiahnya selama kontraksi.


2. Beritahukan untuk tidak menahan nafas saat meneran.
3. Minta untuk berhenti meneran dan beristirahat dianatara kontraksi.
4. Jika Ibu berbaring miring atau setengah duduk, ia akan lebih mudah akan meneran, jika lutut ditarik
kearah dada dan dagu ditempelkan ke dada.
Minta Ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.
5. Tidak diperbolehkan untuk mendorong fundus untuk membantu kelahiran bayi.
6. Dorongan pada fundus meningkatkan distosia bahu atau ruftura uteri. Peringatkan anggota
keluarga Ibu untuk tidak mendorong fundus bila mereka mencoba melakukan itu.

Catatan :

Jika Ibu adalah primigravida dan bayinya belum lahir atau persalinan tidak akan terjadi setelah 2
jam meneran maka ia harus segera dirujuk ke fasilitas rujukan. Lakukan hal yang sama apabila
seorang multigravida belum juga melahirkan bayinya atau persalinan tidak akan segera terjadi
setelah 1 jam meneran.

B. POSISI IBU SAAT MELAHIRKAN


Ibu dapat melahirkan bayinya pada posisi apapun kecuali pada posisi berbaring telentang
(supine position).
Alasan: Jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya (janin, cairan
ketuban,plasenta, dll) menekan vena cava inferior ibu. Hal ini akan mengurangi pasokan oksigen
melalui sirkulasi utero-plasenter sehingga akan menyebabkan hipoksia pada bayi. Berbaring
terlentang juga akan mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan ibu untuk meneran
secara efektif (Enkin, et al, 2000).
Apapun posisi yang dipilih oleh ibu, pastikan tersedia alas kain atau sarung bersih di
bawah ibu dan kemudahan untuk menjangkau semua peralatan dan bahan-bahan yang
diperlukanuntuk membantu kelahiran bayi. Tempatkan juga kain atau handuk bersih di atas perut
ibusebagai alas tempat meletakkan bayi baru lahir.
Posisi apapun yang diinginkan ibu untuk melahirkan harus kita fasilitasi selama tidak
membahayakan ibu dan janin. Posisi yang dianggap nyaman oleh ibu akan memperngaruhi
keadaan psikologis ibu sehingga diharapkan proses persalinan akan lebih lancar.
F. Pain Relief

1. Farmakologi
a. Opioid
Opioid menimbulkan efek fisiologis pada setiap organ tubuh manusia. Selama
persalinan dan melahirkan, efek paling penting adalah pada SSP. Efek pada SSP dapat
meliputi analgesia, euphoria, disforia, sedasi, mengantuk, emesis, pusing, hipoventilasi,
miosis, dan pruritis. Opioid yang berbeda menghasilkan efek yang berbeda dan individu akan
mengalami efek yang berbeda setiap waktu. Opiod berfungsi sebagai agonis yang berkaitan
dengan reseptor presinoptik dan prosipnosis. Reseptor opiod maliputi suatu tempat ikatan
yang berinteraksi dengan molekulo pioid dan tempat pen-tiger yang menyebabkan reaksi
kimiawi yang pada gilirannya menyebabkan efek analgesic akhir (Driver, 1997). Efek dasar
opioid adalah inhibisi neuron yang disebabkan oleh perubahan pada kanal Ca ++.
Opioid kehilangan aktivitasnya dalam tubuh melalui aktivitas dalam tubuh melalui
transportasi anzimatik dalam hati dan ginjal serta eleminasi melalui system ginjal. Metabolit
obat yang dibentuk dalam hati dapat diekskresi melalui saluran gastrointestinal.
Penggunaan opioid sistemik dalam persalinan menurunkan aktivitas uterin. Ketika
diberikan selama fase laten, opioid akan menurunkan atau menghentikan kontraksi selama
durasi kerja. Penggunaan dengan cara ini, obat dapat memberi istirahat terapeutik untuk ibu
yang mengelami fase latten memanjang. Dosis terapeutik yang diberikan selama fase aktif
tidak menunjukan efeknya pada aktivitas uterin.
Semua opioid mempunyai potensial untuk menyebabkan depresi neonates karena obat
ini menembus dengan cepat ke janin dan mempunyai efek depresan langsung pada proses
pernafasan di SSP. Ketika diberikan secara intramuscular atau subkutan, efek puncaknya
pada neonates terjadi pada 2 sampai 4 jam setelah pemberian. Bila di berikan secara
intravena, efeknya terjadi dalam beberapa menit. Tidak terbukti bahwa dosis yang digunakan
untuk analgesia epidural menunjukan efek depresan terhadap bayi. Efek depresan pada
neonates dapat berlanjut elama 2 sampai 4 hari setelah kelahiran dan lebih menonjol pada
kasus komplikasi premature, hipotensi, persalinan lama, resiko sesarea dan trauma.
Penurunan variabilitas dari denyut-ke-denyut pada denyut jantung janin akan juga terlihat
setelah pemberian opioid. Penurunan variabilitas ini terlihat kira-kira sepuluh menit setelah
pemberian meperidin pada persalinan dan berakhir selama sekitar 10 menit.

b. Morfin
Morfin dapat diberikan melalui rute subkutan, intramuscular, intravena, epidural atau
spinal. Dosis 5-10 mg intramuscular atau subkutan memberi kadar analgesia terapeutik. Bila
diberikan secara intravascular atau intravena, morfin dapat menghasilkan hipotensi karena
efek vasodilatasinya.

c. Meperidin
Meperidin mungkin opioid yang paling umum digunakan dalam persalinan dan
melahirkan. Obat ini dapat diberikan secar oral, intramuscular, atau intravena, meskipun
absorpsinya dari rute oral adlah 50% kurang efektif daripada rute parenteral. Durasi intravena
2 sampai 3 jam. Pemberian intravena cepat akan menyebabkan vasodilatasi, mungkin
melalui pelepasan histamine.
Depresan neonates terjadi 2 sampai 4 jam setelah dosis maternal, dan derajat depresi
tergantung pada usia gestasi dan adanya asfiksia. Eleminasi waktu paruh pada neonates
adalah 18 jam, dibandingkan dengan 2,4 jam pada ibu. 95% meperidin dieleminasi dari
neonates dalam 2 sampai 3 hari (Benedetti, 1995).

d. Fentanil
Fentanil kira-kira 80 sampai 100 kali sama potennya dengan morfin. Obat ini dapat
diberikan secara intravena dan telah digunakan pada analgesia epidural sejak 1980. Dosis
umum selama persalinan adalah 50 sampai 100 mikrogram intravena. Sufentanil, yang
adalah 8 sampai 10 kali lebih poten dari fentanil, digunakan dalam kombinasi dengan
bupivakain untuk analgesia epidural.
e. Butorfanol
Butorfanol adalah opioid agonis-anta-agonis yang mempunyai efektivitas analgesic
lebih besar dengan efek samping lebih sedikiit daripada preparat agonis-antagonis lain.
Potensinya adalah 5 kali dari potensi morfin dan 40 kali dari potensi meperidin. Obat ini
kurang mungkin menyebabkan mual dan muntah daripada morfin. Obat ini dapat diberikan
sevara intramuscular atau intravena dengan dosis umum 1-2 mg secara intravena. Awitan
kerja terjadi 2-3 menit setelah pemberian intravena dan menetap selama 3-4jam. Waktu
paruh eleminasi maternal adalah 2,7 jam. Metabolisasi butorfanol terjadi dalam hati, dan
dieksresi terutama melalui gnjal. Meskipun butorfanol dengan cepat menembus plasenta,
tidak ada laporan efek neouro-perilaku neonates.

f. Nalbufin
Preparat agonis-antagonis yang dapat diberikan secara intramuscular, subkutan dan
intravena. Dosis IV yang umum adalah 2-4 mg, dengan awitan kerja 2-3 menit setelah
pemberian dengan durasi 5-6 jam. Preparat ini dimetabolisasi dalam hati dan dieksresi
melalui ginjal. Analgesi dihasilkan dalam 45-60 menit setelah pemberian IM dan berakhir 4-5
jam, seperti butorfanol, nalbufin menghasilkan sedasi.

g. Antagonis opioid
Antagonis opioid menggantikan agonis opioid (mis, morfin, meperidin, fentanil) dari
tempat reseptor, sehingga menghasilkan atau menghilangkan efeknya. Nalokson dengan
cepat membalik depresi pernafasan yang disebabkan oleh opioid dan terutama efektif dalam
mengatasi neonates yang mungkin menglami depresan karena pemajanan intrauterine.
Dosis neonatus adalah 0,01 mg/kg secara intravena. Dosis maternal adalah 0,4 mg secara
intravena. Obat ini harus diberikan ddengan IV perlahan (2-3 menit) karena penginfusan
cepat mengakibatkan mual dam muntah. Efeksamping meliputi takikardia, hipertensi, edema
paru dan disritmia jantung, paling umum mengakibatkan stimulasi pada sistem saraf simpatis.
Nalokson bekerja singkat (30-45 menit) dan dosis ulang mungkin diperlukan ketika counting-
acting opioid kerja lama. Naltrekson bekerja menyerupai nalokson tetapi mempunyai efek
sampai 24jam.

(Buku Ajar Kebidanan Komunitas.2007)

h. Sedatif/Tranquilizer
Sedatif adalah obat yang menimbulkan kantuk atau tidur. Tranquilizer biasanya adalah
obat yang mempunyai efek menenangkan, biasanya psikotropika atau
benzodiazepin.penggunaan sedatif atau tranquilizer di usulkan untuk persalina dan
melahirkan karena pemahaman bahwa persalinan sering disertai rasa takut dan gelisah

i. Barbiturat
sedatif kerja pendek (sekobardital dan pentobarbital) dapat bermaanfaat pada awal
persalinan untuk menurukan ansietas atau memudahkan istirahat. Keetika digunakn pada
dosis 50-200 mg , efeknya biasanya relaksasi bukan analgesia. Obat ini tidak efektif bila
persalinan telah maju sampai persalinan masa aktif.

j. Benziodiazepin
Benziodiazepin menghasilkan sedasi, menurunkan ansietas , dan relaksasi otot.

k. Fenotiazin
Prometazin dan propiomazin bermansafaat dalam perdalam persalinan karena sifat
antiansietasnya . mekanisme kejanya diyakini menjadi penyekat reseptr terhadap dopamin
dan norepinefrin di otak.

l. Hidrokszin
Mekanisme kerja obat ini tidak jelas,baru diketahui bahwa pemberian dengan dosis 25
sampai 50 mg meredakan ansietas, dan dosis 75 sampai 100 mg menghasilkan efek
hipnotik.

(Buku Ajar kebidanan Komunitas, 2007)

2. Non Farmakologi

Persiapan Melahirkan
Meskipun persiapan melahirkan dalam model perawatan medis diperkenalkan pada tahun
1930-an oleh Grantly Dick-Read, proses pendidikan tentang persiapan melahirkan menjadi
mengedepan pada akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an seiring dengan konsumen lebih
mencari alternatif untuk mendapatkan medikasi dan melahirkan secara obstetrik. Kebanyakan
program pendidikan prenatal mengajukan bahwa, ketika seorang wanita hampir melahirkan dan
melahirkan dengan mempunyai pengetahuan, kepercayaan diri, sikap positif, dan respons yang
terkondisi mengalami sedikit intervensi obstetrik dan akan mempunyai kepuasan lebih besar
dengan pengalaman melahirkanya. Program persiapan melahirkan biasanya menggabungkan
berbagai pendekatan non-farmakologis untuk pereda nyeri.

Kehadiran Fisik
Dengan kehadirannya, pemberi perawatan biasanya memberi penenangan pada wanita
yang melahirkan. Keterkaitan antara kehadiran orang lain, bahkan orang asing, telah
menunjukkan akibat penurunan lama persalinan dan memperbaiki hasil kelahiran. Pemberi
perawatan profesional -praktisi, perawat, dan dukun – umumnya tampak sebagai ahli oleh ibu
dan keluarganya, dan karena intervensi mereka, anjuran dan dorongannya biasa dicari selama
persalinan. Meta-analisis yang dilaksanakan dengan baik yang mengevaluasi 14 percobaan
kontrol acak menemukan bahwa “...kehadiran kontinu orang pendukung mengurangi
kemungkinan medikasi untuk pereda nyeri, persalinan pervagina operatif, persalinan sesarea,
dan nilai APGAR 5 menit kurang dari tujuh” (Hodnett, 2000)
Kemampuan pemberi perawatan profesional untuk memberi kehadiran fisik konsisten
secara kuat dikaitkan dengan pembagian staf institusi dalam lingkungan persalinan. Bidan dan
asisten persalinan yang mengikuti persalinan di rumah paling mungkin untuk memberi perawatan
satu-persatu terus-menerus. Pusat kelahiran di luar rumah sakit juga mungkin meyediakan bidan
dan dukungan keperawatan yang konsisten. Bidan dan perawat yang praktik di rumah sakit,
khususnya di unit perinatal yang sibuk, lebih mungkin untuk mendapatkan tugas yang meliputi
dua atau lebih ibu di ruang persalinan. Selain itu, telah ditemukan bahwa bahkan ketika perawat
ditugaskan pada model pembagian staf satu-persatu, mereka menyediakan sedikit waktu mereka
dalam memberi praktik perawatan suportif (Hodnett, 1996; McNiven, Hodnett, dan O’Brien-Pallas,
1992)

Relakasasi dan distraksi


Relaksasi sadar telah ditemukan berkaitan dengan penurunan tegangan otot, dan
menurunkan laju metabolisme. Relaksasai telah digunakan di semua area perawatan kesehatan
untuk menurunkan stres dan ansietas. Relaksasi sadar terhadap otot seluruh tubuh selama
persalinan tampak meningkatkan keefektifan kontraksi uterus. Persiapan untuk relaksasi sadar
biasanya meliputi praktik latihan kognitif yang menimbulkan penurunan ketegangan pada otot
volunter. Relaksasi selanjutnya ditingkatkan melalui kontrol lingkungan. Ruangan yang tenang,
musik lembut, suhu yang nyaman, dan posisi ibu yang nyaman semua meningkatkan
kenyamanan.
Pemberi layanan harus menyadari tentang proses yang biasa digunakan ibu untuk
relaksasi sadar agar dukungannya lebih efektif tehadap upaya ibu. Bahkan bila ibu belum
menyiapkannya sebelum kelahiran, pemberi layanan dapat meningkatkan relaksasi melalui
kontrol lingkungan dan bimbingan melalui setiap siklus kontraksi dan istirahat. Ketika dikombinasi
dengan pernapasan lambat-teratur, relaksasi dapat membantu ibu bersalin mengatasi nyeri lebih
efektif pada setiap kontraksi dan sitirahat lebih penuh diantara kontraksi.
Imajinasi
Imajinasi atau visualisasi sering diajarkan dalam kaitannya dengan relaksasi sadar selama
di kelas persiapan melahirkan. Ketika digunakan dengan efektif, imajinasi memungkinkan ibu
bersalin mengurangi perasaan ketidaknyamanan atau nyeri dengan segera dengan berimajiansi
tentang kesenangan yang mendorong relaksasi. Serupa dengan relaksasi, imajinasi dapat
menimbulkan penurunan tegangan otot dan frekuensi jantung dan pernapasan serta perasaan
lebih sejahtera. Tampaknya lebih efektif bila dipraktekan sebelum persalinan. Namun, pemberi
layanan atau individu pendukung lain dapat membimbing ibu yang tidak terlatih dengan
memintanya menutup mata dan melihat suatu tempat ketika ia merasa nyaman dan aman.
Konsentrasi pada perasaan yang ia alami ketika ia di tempat itu akan memudahkannya
memindahkan perasaan sejahtera tersebut pada saat ini. Salah satu penelitian yang menggali
efek pengajaran relaksasi bantuan-imajinasi (imagery-assisted relaxation, IAR) menemukan tidak
ada perbedaan bermakna di antara kelompok ketika menganalisis status ansietas setelah latihan,
persepsi tentang intensitas nyeri, penggunaan medikasi nyeri, medikasi nyeri tepat waktu, dan
nilai APGAR menit-1. Pengukuran fisiologis terhadap wanita menunjukkan derajat relaksasi lebih
besar pada kelompok relaksasi bantuan imajinasi, APGAR menit-5 bayi pada kelompok IAR lebih
tinggi. Namun, peneltian ini terbatas pada ukuran sampel kecil dan tidak ada analisis berbobot
(Lindberg dan Lawlis, 1988)

Posisi maternal dan perubahan posisi


Penelitian lintas-budaya tehadap pilihan posisi ibu selama persalinan menunjukkan bahwa
ibu cenderung memilih berbagai posisi dan sering mengubah posisi selama persalinan dan
melahirkan. Tradisi medis yang memilih tirah baring selama seluruh persalinan lebih banyak pada
peran sakit yang dirasakan ibu bersalin dan mengakibatkan kesulitan dalam bergerak ketika
intervensi seperti hidrasi intravena, pemantauan janin kontinu, dan sedasi dan anestesi adalah
normal. Ketika peneliti mengobservasi wanita bersalin di lingkungan tidak terkontrol, mereka
melihat perubahan posisi yang sering cenderung mempertahankan tubuh ibu vertikal. Perubahan
posisi, termasuk ambulasi, telah dikaitkan dengan lebih sedikitnya penggunaan medikasi nyeri,
kontraksi lebih efektif, dan rasa kontrol ibu lebih besar.

Masase dan pijatan


Masase dianggap membantu dalam relaksasi dan menurunkan kesadaran nyeri dengan
meningkatkan aliran darah ke area yang sakit, merangsang reseptor sensori di kulit dan otot
dibawahnya, mengubah suhu kulit, dan memberi rasa sejahtera umum yang dikaitkan dengan
kedekatan manusia. Masase dapat bervariasi dari pijatan ringan (effleurage) sampai masase
lebih dalam terhadap kulit dan struktur di bawahnya. Hedstorm dan Newton (1986), dalam
penelitian klasiknya sekarang tentang penggunaan sentuhan dalam persalinan, menemukan
bahwa sentuhan secara umum digunakan dalam persalinan untuk memberi peredaan nyeri.
Dinayatakan bahwa stimulasi pelepasan endorfin, penurunan katekolamin endogen, dan
rangsangan terhadap serat saraf aferen yang mengakibatkan blok terhadap transmisi rangsang
nyeri (teori gate control) mungkin instrumen dalam efek intervensi ini.

Akupresur
Akupresur adalah pendekatan penyembuhan yang berasal dari daerah Timur yang
menggunakan masase titik tertentu di tubuh (garis aliran energi atau meridian) untuk meurunkan
nyeri atau mengubah fungsi organ. Keyakinan yang didasarkan pada pengobatan Timur
mendukung penjelasan tentang efeknya dalam memfasilitasi aliran energi atau membebaskan
blok pada aliran melalui meridian. Keyakinan lain, lebih berdasarkan pada pengobatan Barat,
menjelaskan keberhasilannya dengan menyatakan bahwa tekanan meningkatkan kadar endorfin
setempat. Praktisi yang lebih nyaman dengan pendekatan pengobatan Barat dapat
menggunakan istilah masase. Tekan untuk mengambarkan modalitasi ini (Jungman, 1988). Riset
pada penggunaan akupresur dan persalinan terbatas: namun, penggunaannya selama berabad-
abad di negara Asia dan adanya kesimpulan dalam penelitian psikoprofilaktik asli yang diakukan
di Rusia memberi pandangan historis tentang keefektifannya. Salah satu penelitian yang
dipublikasikan di jurnal kedokteran Amerika telah melaporkan keefektifan dalam merangsang dan
menginduksi persalinan dan menghambat persalinan preterm (Tsueii, Lai, dan Sharma, 1977)
Rangsangan khusus dihasilkan oleh akupresur ditambah dengan kehadiran emosi dan
sentuhan individu pendukung. Dukungan tambahan diberikan oleh pedoman langsung yang
memasukkan modalitas lain, seperti relaksasi, visualiasi, dan pernapasan terpola. Efek
kombinasi, kemudian, sinergistik secara alamiah.
Tekanan harus diberikan dengan ujung jari atau ibu jari diatas titik akupresur, baik sebagai
tekanan tidak bergerak atau dorongan yang diberikan dalam gerakan sirkular kecil (Jungman,
1988). Ibu bersalin diharapkan memberi umpan balik mengenai apakah jumlah tekanan yang
digunakan tepat. Tekanan tidak diberikan pada tulang, tetapi ke arah tulang dan ketika diberikan
dengan tepat, ibu dapat merasakan nyeri tekanan atau sensasi kesemutan. Tekanan biasanya
diberikan selama 5-10 detik.
Selama persalinan akupresur dapat diberikan secara lateral kebawah sepanjang spina dan
sepanjang lengan dan kaki untuk meningkatkan relaksasi. Tipe masase titik tekan tertentu ini
dapat diajarkan selama kelas persiapan melahirkan bersama pasangan. Chin-chin, yang terletak
disisi spina di leher, memantau untuk menurunkan tegangan tubuh atas. Tekanan pada titik
akupresur shen-shu, kira-kira 5 cm dari sakrum, meredakan nyeri punggung bawah (Nichols dan
Jwelling, 1997). Beberapa titik tekan tertentu membantu untuk meredakan ketidaknyamanan
persalinan. Selama persalinan kala satu akhir, tekanan pada titik telapak tangan dan titik ho-ku
(CO4) dapat menurunkan nyeri. Titik ho-ku terletak antara metakarpal pertama dan kedua pada
sisi dorsal tangan. San-yin-chiao (Sp6) dipertimbangkan sebagai titik untuk persalinan sulit
(Jungman, 1988). Titik ini adalah selebar tiga jari superior terhadap pergelangan kaki dalam,
posterior terhadap tibia. Tekanan pada baik titik san-yin-chiao dan ho-ku telah menunjukkan
efektif untuk induksi persalinan. Untuk alasan ini, pasangan harus diberi tahu untuk tidak
memberi tekanan sebelum minggu ke-37.
Akupresur juga tidak boleh digunakan pada adanya permukaan jaringan yang meradang,
iritasi, atau infeksi. Tekanan dan masase pada kaki harus dihindari pada adanya varises dengan
potensi timbulnya aktivitas tromboembolik.

Penggunaan Kompres Panas dan Dingin Lokal


Penggunaan kompres panas untuk area yang tegang dan nyeri dianggap meredakan nyeri
dan mengurangi spasme otot yang disebabkan oleh iskemia, yang merangsang neuron yang
memblok transmisi lanjut rangsang nyeri dan menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan aliran
darah ke area tersebut (Nichols dan Zwelling, 1997; Simkin, 1995). Kompres panas terutama
membantu ketika wanita bersalin sedang mengalami nyeri punggung yang disebabkan oleh
posisi posterior oksiput janin atau tegangan umum pada otot punggung. Kompres panas dapat
diberikan dengan menggunakan kompres basah hangat atau botol air panas atau bantalan
pemanas.
Pemberian kompres dingin menurunkan ketidaknyamanan dengan mengurangi sensitivitas
kulit dan otot superfisial oleh rangsangan neuron sensori (teori gate control) dan dengan
mengurangi inflamasi dan kekakuan (Nichols dan Zwelling, 1997). Penggunaan waslap dingin
juga menyejukkan karena ibu mengalami peningkatan produksi panas dan mengejan aktif.
Kompres es pada area lokal nyeri atau tegangan (mis., pada nyeri punggung) dapat juga
menurunkan ketidaknyamanan.
Kehati-hatian harus dilakukan untuk melindungi kulit dan jaringan di bawahnya ketika
menggunakan kompres panas dan dingin topikal. Ambang nyeri dapat diubah selama persalinan,
dan ibu bersalin mungkin tidak merasakan suhu ekstrem yang dapat menimbulkan luka bakar
atau cedera beku.

Hidroterapi
Telah lama diketahui bahwa perendaman dalam air menimbulkan relaksasi otot,
meningkatkan vasodilatasi yang menimbulkan peningkatan aliran darah, dan perasaan sejahtera
secara umum. Mandi air hangat, pancuran, dan kolam bergelombang paling mungkin
menimbulkan relaksasi dengan merangsang ujung-ujung saraf kulit, yang menimbulkan
pembalikan respons sistem saraf simpatis (Simkins, 1995). Semprotan air mandi pancuran dan
kolam bergelombang menambah aktivasi reseptor termal dan taktil, sehingga mentransmisikan
rangsang ke kornu dorsal medula spinalis dan menghambat transmisi ke korteks serebral.
Penelitian historis terhadap dukungan melahirkan pada awal abad keduapuluh menemukan
contoh-contoh mandi rendam baik untuk meredakan ketidaknyamanan persalinan dan
perangsangan persalinan ketika stress ibu memperberat buruknya kemajuan persalinan (Walsh,
1992). Penggunaan hidroterapi jet dapat memberi bahkan peredaan lebih besar daripada
pencelupan sederhana karena aliran air dapat diarahan pada area ketidaknyamanan yang lebih
dalam. Salah satu percobaan kontrol acak menemukan bahwa ibu yang menggunakan mandi
rendam selama persalinan lebih sedikit menggunakan narkotik atau analgesia epidural, dan lebih
mungkin untuk melahirkan dengan perineum utuh (Ruh et al., 1996). Meta-analisis terhadap tiga
percobaan kontrol acak yang mengevaluasi penggunaan rendaman air selama persalinan
menemukan bahwa pencelupan selama kala satu persalinan dikaitkan dengan kecenderungan
penurunan penggunaan metode peredaan nyeri, dan penulis menyimpulkan bahwa, meskipun
tidak ada efek merugikan yang dilaporkan, riset selanjutnya perlu dlakukan untuk menentukan
keamanan perendaman pada janin dan bayi baru lahir (Nikodem, 2000).
Penggunaan hidroterapi mungkin dibatasi oleh kurangnya akses pada tempat berendam
(tub) dan kekhawatiran institusi mengenai keamanan dan kelalaian (liabilitas). The CNM Data
Group (1998) melaporkan penggunaan hidroterapi hanya pada 15% persalinan di sembilan
institusi. Ketakutan tentang peningkatan infeksi, khususnya pada kasus pecah ketuban, sering
disebut sebagai alasan untuk melarang mandi rendam. Salah satu pandangan sistematia
(Simkins, 1995) tidak menemukan adanya peningkatan perbedaan dalam korioamnionitis,
endotriosis, atau infeksi neonatus ketika membandingkan pasien yang tidak menggunakannya.
Secara jelas suatu prosedur pembersihan seksama dengan evaluasi oleh budaya periodik perlu
untuk pengendalian infeksi. Kekuatiran juga timbul mengenai pengkajian janin sementara ibu
melahirkan di air. Pemantauan janin intermitten dapat dilanjutkan dengan menggunakan Doppler
atau Fetoskop.

Stimulas Saraf Elektrik Transkutan


Meskipun stimulasi saraf elektrik transkutan (transcutaneous electrical nerve stimulation,
TENS) terutama digunakan dalam terapi fisik untuk terapi fisik dan pasien pascabedah, kadang
ini digunakan dalam persalinan. Unit TENS dapat dipegang, dioperasikan dengan baterai yang
disambungkan ke kulit punggung bawah pada setinggi T10 sampai L1 dengan dua pasang
bantalan elektronik.
Ketika elektroda diaktifkan, unit ini mengirimkan denyutan yang mengubah arus ke otot,
dan ibu merasakan perasaan kesemutan pada jaringan yang distimulasi. Diteorikan bahwa
analgesia dicapai baik oleh pemblokan impuls aferen (teori gate control) atau dengan
menstimulasi pelepasan endorfin setempat (Harrison et al, 1986). Hasil percobaan kontrol acak
menunjukkan bahwa ibu yang menggunakan TENS merasakan penurunan penggunaan
analgesia epidural dan secara umum puas dengan penggunaan unit tersebut (Simkins, 1995).
Efek samping yang kadang muncul adalah iritasi kulit yang disebabkan oleh lead elektroda.
Selanjutnya, percobaan tidak menemukan efek pada janin atau neonatus. TENS tampak paling
membantu ketika ibu telah diajarkan bagaimana menggunakan dan mengandalikan alat ini
selama periode prenatal dan ketika mulainya persalinan awal. Unit TENS tersedia hanya melalui
peresepan dan biasanya didistribusikan melalui departemen terapi fisik.

Injeksi Intradermal Air Steril


Kira-kira sepertiga ibu melahirkan mengalami nyeri punggung kerena persalinan, dan
intensitasnya sering digambarkan sebagai hebat. Pemberian narkotik sering tidak efektif dalam
meredakan nyeri jenis ini. TENS telah menunjukkan keefektifannya, tetapi prosedurnya
memerlukan alat khusus dan paling efektif apabila ibu telah terlatih menggunakannya sebelum
persalinan. Analgesia epidural dan spinal serta anastesi mungkin efektif tapi memerlukan
personel medis dan peralatan yang disiapkan khusus. Banyak penelitian di Eropa telah menggali
penggunaan injeksi intradermal air steril ke kulit punggung bawah, dan menemukan bahwa
prosedur ini secara signifikan menurunkan nilai nyeri – sering dramatis (Ader, Hansson, dan
Wallin, 1990; Trolle et al., 1991). Mekanisme kerjanya adalah injeksi air steril merangsang
endorfin endogen dan/atau memberikan rangsangan pada percabangan T10-L1, karenanya
mencegah transmisi lanjut rangsangan dari serviks dan segmen uterus bawah.
Dua injeksi diberikan secara bilateral di atas spina iliaka superior posterior; injeksi
tambahan diberikan secara bilateral 2 cm inferior dan 1 cm medial terhadap injeksi pertama.
Tempat ini berkaitan dengan penggunaaan TENS dan akupresur Lytzen, Cederberg, dan Moller
Nielsen (1989) mencatat bahwa “tidak diperlukan adanya keakuratan”. Air steril (0,1 mL)
diinjeksikan secara intrakutan degan menggunakan spuit Mantoux; injeksi ini menghasilkan
papula putih kecil. Ibu mengalami nyeri rasa terbakar yang tajam pada injeksi ini, dengan
peredaan kira-kira 30 detik. Peredaan nyeri punggung biasanya terjadi dalam beberapa menit
dan berakhir selama sedikitnya 2 jam.

(Buku Ajar Kebidanan Komunitas. 2007)

G. Persiapan Persalinan

1. Ibu dan Bayi


Meskipun hari perkiraan persalinan masih lama tidak ada salahnya jika ibu dan keluarga
mempersiapkan persalinan sejak jauh hari sebelumnya. Ini dimaksudkan agar jika terjadi sesuatu
hal yang tidak diinginkan atau persalinan maju dari hari perkiraan, semua perkiraan yang
dibutuhkan sudah siap. Beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk persalnan adalah sebagai
berikut:
a. Biaya dan penentuan tempat serta penolong persalinan.
b. Anggota keluarga yang dijadikan sebagai pengambil keputusan jika terjadi suatu komplikasi
yang membutuhkan rujukan.
c. Baju ibu dan bayi beserta perlengkapan lainnya.
Meskipun pakaian bukan merupakan hal yang berakibat langsung terhadap kesejahteraan
ibu dan janin, namun perlu kiranya kita tetap mempertimbangkan beberapa aspek
kenyamanan dalam berpakaian. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pakaian ibu
bersalin adalah memenuhi kriteria berikut ini :
1) Pakaian harus longgar, bersih dan tidak ada ikatan yang ketat pada daerah perut
2) Bahan pakaian usahakan yang mudah menyerap keringat (seperti katun).
3) Pakailah bra yang menyokong payudara ( tali bra yang cukup besar untuk menyangga
payudara dan bahannya mudah menyerap keringat).
4) Memakai pakaian dalam yang bersih dan agak longgar, mudah menyerap keringat dan
jangan yang dibawah pinggang.

Pakaian yang disiapkan untuk bayi memenuhi kriteria sebagai berikut:


1) Baju sudah siap pakai (dicuci, jemur, setrika)
2) Baju dan pernel disusun berdasarkan urutan pemakaian
3) Baju tidak ketat bahan lembut jangan sampai membuat kulit BBL iritasi

d. Surat-surat fasilitas kesehatan ( misalnya ASKES, jaminan kesehatan dari tempat kerja,Kartu
Sehat dan lain-lain)
e. Pembagian peran ketika ibu berada di RS (ibu dan mertua, yang menjaga anak lainnya – jika
bukan persalinan yang pertama).
f. Menyiapkan stok darah yang sama dengan golongan darah ibu hamil

(Asuhan kebidanan pada masa kehamilan, 2009)

2. Bidan dan Peralatan

a. Mempersiapkan ruangan untuk persalinan dan kelahiran bayi


Persalinan dan kelahiran bayi mungkin terjadi di rumah (rumah ibu atau rumah
kerabat), di tempat bidan, puskesmas, polindes, atau rumah sakit. Pastikan ketersediaan
bahan-bahan dan sarana yang memadai. Laksanakan upaya pencegahan infeksi (PI) sesuai
dengan standar yang telah di tetapkan.
Di manapun persalinan dan kelahiran bayi terjadi, di perlukan hal-hal pokok seperti
berikut ini :
1) Ruangan yang hangat dan bersih, memiliki sirkulasi udara yang baik dan terlindung dari
tiupan angin.
2) Sumber air bersih dab mengalir untuk cuci tangan dan memandikan ibu sebelum dan
sesudah melahirkan.
3) Air disinfeksi tingkat tinggi (air yang dididihkan dan didinginkan) untuk membersihkan
vulva dan perineum sebelum di lakukan periksa dalam dan membersihkan perineum ibu
setelah bayi lahir.
4) Kecukupan air bersih, klorin, deterjen, kain pembersih, kain pel dan sarung tangan karet
untuk membersihkan ruangan, lantai, perabotan, dekontaminasi dan proses peralatan.
5) Kamar mandi yang bersih untuk kebersihan pribadi ibu dan penolong persalinan.
Pastikan bahwa kamar kecil dan kamar mandi telah didekontaminasi dengan larutan
klorin 0,5%, dibersihkan dengan deterjen dan air sebelum persalinan di mulai (untuk
melindungi ibu dan resiko infeksi), dan setelah bayi lahir (untuk melindungi keluarga dari
resiko infeksi melalui darah dan sekresi ibu).
6) Tempa yang lapang untuk ibu berjalan-jalan dan menunggu saat persalinan, melahirkan
bayi dan untuk memberikan asuhan bagi ibu dan bayinya setelah persalinan. Pastikan
bahwa ibu mendapatkan privasi yang diinginkannya.
7) Penerangan yang cukup, baik siang maupun malam hari.
8) Tempat tidur yang bersih untuk ibu. Tutupi kasur dengan plastik atau lembaran yang
mudah dibersihkan jika terkontaminasi selama persalinan atau kelahiran bayi.
9) Tempat yang bersih untuk memberikan asuhan bayi baru lahir.
10) Meja yang bersih atau tempat untuk menaruh peralatan persalinan
11) Meja untuk tindakan resusitasi bayi baru lahir.

b. Persiapan perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obatan yang diperlukan


Pastikan kelengkapan jenis dan dan jumlah bahan-bahan yang diperlukan serta dalam
keadaan siap pakai pada setiap persalinan dan kelahiran bayi. Jika sempat persalinan dan
kelahiran bayi akan terjadi jauh dari fasilitas kesehatan, bawalah semua keperluan tersebut
ke lokasi persalinan. Ketidakmampuan untuk menyediakan semua perlengkapan, bahan-
bahan dan obat-obat esensial pada saat diperlukan akan meningkatkan resiko terjadinya
penyulit pada ibu dan bayi baru lahir sehingga keadaan ini dapat membahayakan
keselamatan jiwa mereka.
Pada setiap persalinan dan kelahiran bayi:
1) Periksa semua peralatan sebelum dan sesudah memberikan asuhan. Segera ganti
peralatan yang hilang atau rusak.
2) Periksa semua obat-obatan dan bahan-bahan sebelum dan setelah menolong ibu
bersalin dan melahirkan bayinya. Segera ganti obat apapun yang telah di gunakan atau
hilang.
3) Pastikan bahwa perlengkapan dan bahan-bahan sudah bersih dan siap pakai. Partus set,
peralatan untuk melakukan penjahitan dan peralatan untuk resusitasi bayi baru lahir
sudah dalam keadaan disinfeksi tingkat tinggi (DTT)

c. Persiapan Rujukan
Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarga. Jika terjadi penyulit,
keterlambatan untuk merujuk kefasilitas yang sesuai dapat membahayakan jiwa ibu dan atau
bayinya. Jika perlu dirujuk, siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan atau
perawatan yang telah diberikan dan semua hasil penilaian (termasuk partograf) untuk dibawa
ke fasilitas rujukan.
Jika ibu datang hanya untuk mendapatkan asuhan persalinan dan kelahiran bayi dan ia
tidak siap atau kurang memahami bahwa kondisinya memerlukan upaya rujukan maka
lakukan konseling terhadap ibu dan keluarganya tentang perlunya memiliki rencana rujukan.
Bantu mereka mengembangkan rencana rujukan pada saat awal persalinan.

d. Memberikan asuhan sayang ibu


Persalinan adalah saat yang menegangkan dan dapat menggugah emosi ibu dan
keluarganya bahkan dapat menjadi saat yang menyakitkan dan menakutkan bagi ibu. Upaya
untuk mengatasi gangguan emosional dan pengalaman yang menegangkan tersebut
sebaiknya dilakukan melalui asuhan sayang ibu selama persalinan dan proses kelahiran
bayinya.
Prinsip-prinsip umum asuhan sayang ibu adalah:
1) Menyapa ibu dengan ramah dan sopan, bersikap dan bertindak tenang dan berikan
dukungan penuh selama persalinan dan kelahiran bayi.
2) Jawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh ibu atau anggota keluarganya
3) Anjurkan suami dan anggota keluarga ibu untuk hadir dan memberikan dukungannya
4) Waspadai gejala dan tanda penyulit selama proses persalinan dan lakukan tindakan
yang sesuai jika diperlukan
5) Siap dengan rencana rujukan
Asuhan sayang ibu selama persalinan termasuk:
1) Memberikan dukungan emosional
2) Membantu pengaturan posisi ibu
3) Memberikan cairan dan nutrisi
4) Keleluasaan untuk menggunakan kamar mandi secara teratur
5) Pencegahan infeksi

Dukungan emosional
Dukung dan anjurkan suami dan anggota keluarga yang lain untuk mendampingi ibu selama
persalinan dan proses kelahiran bayinya. Anjurkan mereka untuk berperan aktif dalam
mendukung dan mengenali berbagai upaya yang mungkin sangat membantu kenyamanan
ibu. Hargai keinginan ibu untuk menghadirkan teman atau saudara yang secara khusus
diminta untuk menemaninya (Enkin, et al, 2000).

Bekerja sama dengan anggota keluarga untuk :


1) Mengucapkan kata-kata yang membesarkan hati dan pujian kepada ibu
2) Mambantu ibu bernafas secara benar pada saat kontraksi
3) Memijat punggung, kaki atau kepala ibu dan tndakan-tindakan bermanfaat lainnya
4) Menyeka muka ibu secara lembut dengan menggunakan kain yang idbahasi air hangat
atau air dingin
5) Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman

e. Mengatur Posisi
Anjurkan ibu untuk mencoba posisi-posisi yang nyaman selama persalinan dan
melahirkan bayi serta anjurkan suami dan pendamping lainnya untuk membantu ibu berganti
posisi. Ibu boleh berjalan, berdiri, duduk, jongkok, berbarng miring atau merangkak. Posisi
tegak seperti berjalan, berdiri atau jongkok dapat membantu turungnya kepala bayi dans
seringkali memperpendek waktu persalinan. Bantu ibu untuk sering berganti posisi selama
persalinan. Beritahukan pada ibu untuk tidak berbaring terlentang lebih dari 10 menit.
alasannya : jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya (janin, caran ketuban,
plasenta, dll) akan menekan vena cava inferior. Hal ini akan mengakibatkan turunnya aliran
darah dari sirkulasi ibu ke plasenta. Kondisi seperti ini dapat mnyebabkan hipoksia atau
kekurangan pasokan oksigen pada janin. Selain itu, posisi terlentang berhubungan dengan
gangguan terhadap proses kemajuan persalinan (Enkin, et al, 2000)

f. Pemberian Cairan dan Nutrisi


Anjurkan ibu untuk mendapat asupan (makanan ringan dan minuman air) selama
persalinan dan proses kelahiran bayi. Sebagian ibu masih ingin makan selama fase laten
persalinan tetapi setelah memasuki fase aktif, mereka hanya ingin mengkonsumsi cairan
saja. Anjurkan agar anggota keluarga sesering mungkin menawarkan minuman dan
makanan ringan selama proses persalinan. Alasan : makanan ringan dan asupan cairan yang
cukup seama persalinan akan memberikan lebih banyak energi dan mencegah dehidrasi.
Dehidrasi bisa memperlambat kontraksi dan/membuat kontraksi menjadi tidak teratur dan
kurang efektif.

g. Kamar Mandi
Anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya secara rutin selama persalinan,
bu harus berkemih sedikitnya setiap dua jam, atau lebih sering jika ibu merasa ingin
berkemih atau jika kandung kemih terasa penuh. Periksa kandung kemih sebelum
memeriksa denyut jantung janin (amati atau lakukan palpasi diatas simpisis pubis untuk
mengetahui apakah kandung kemih penuh). Anjurkan dan antarkan ibu untuk berkemih
dikamar mandi. Jika ibu tidak dapat berjalan kekamar mandi, berikan wadah urine.
WHO dan asosiasi rumah sakit internasional menganjurkan untuk tidak menyatukan
ruang bersalin dengan kamar mandi atau toilet karena tingginya frekuensi penggunaan, lalu
lintas antar ruang, potensi cemaran mikroorganisme, percikan air atau lantai yang basah
akan meningkatkan risiko infeksi nosokomial terhadap ibu, bayi baru lahir dan penolong
sendiri.
Hindarkan terjadinya kandung kemih yang penuh karena berpotensi untuk :
1) Memperlambat turunnya janin dan mengganggu kemajuan persalinan
2) Menyebabkan ibu tidak nyaman
3) Menngkatkan resiko perdarahan pascapersalinan yang disebabkan oleh atonia uteri
4) Mengganggu penatalaksanaan distosia bahu
5) Meningkatkan risiko infeksi saluran kemih pasca persalinan

Selama persalinan berlangsung, tidak dianjurkan untuk melakukan katerisasi kandung


kemih secara rutin. Alasan : katerisasi menimbulkan rasa nyeri, meningatkan resiko infeksi
dan perlukaan saluran kemih ibu.
Anjurkan ibu untuk buang air besar jika perlu. Jika ibu ingin buang air besar saat fase
aktif, lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa apa yang dirasakan ibu bukan
disebabkan oleh tekanan bayi pada rektum. Bila memang bukan gejala kala dua persalinan
maka izinkan atau perbolehkan ibu untuk kekamar mandi. Jangan melakukan klisma secara
rutin selama persalinan. Klisma tidak akan memperpendek waktu persalinan, menurunkan
angka infeksi bayi baru lahir atau infeksi luka pasca persalinan dan malahan akan
meningkatkan jumlah tinja yang keluar selama kala dua persalinan (Enkin, et al, 2000).

h. Pencegahan Infeksi
Menjaga lingkungan tetap bersih merupakan hal penting dalam mewujudkan persalinan
yang bersih dan aman bagi ibu dan bayinya. Hal ini merupakan unsur penting dalam asuhan
sayang ibu. Kepatuhan dalam menjalankan praktik-praktik pencegahan infeksi yang baik,
juga akan melindungi penolong persalinan dan keluarga ibu dari infeksi. Ikuti praktik-praktik
pencegahan infeksi yang telah ditetapkan untuk mempersiapkan persalinan dan proses
kelahiran bayi. Anjurkan ibu untuk mandi pada saat awal persalinan dan pastikan ibu
memakai pakaian yang bersih. Cuci tangan sesering mungkin, gunakan peralatan steril atau
disinfeksi tingkat tinggi dan gunakan sarung tangan saat diperlukan. anjurkan anggota
keluarga untuk mencuci tangan mereka sebelum dan setelah melakukan kontak dengan ibu
dan/atau bayi baru lahir.
Alasan : pencegahan infeksi sangat penting dalam menurunkan kesakitan dan
kematian ibu dan bayi baru lahir. Upaya dan keterampilan untuk melaksanakan prosedur
encegahan infeksi secara baik dan benar juga dapat melindungi penolong persalinan
terhadap risiko infeksi.

Anda mungkin juga menyukai