Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

EVIDENCE BASED DALAM ASUHAN IBU NIFAS DAN MENYUSUI SERTA


KAJIAN JURNAL

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebid : Elisa Ulfiana, S.SiT, M. Kes

Disusun Oleh :

1. Yensy Vira Santyka P1337424417031


2. Tri Wahyuningtyas P1337424417036
3. Titian Arya Prasetyo P1337424417050

PROGRAM STUDI S1 TERAPAN KEBIDANAN SEMARANG

JURUSAN KEBIDANAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG TAHUN


2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepadat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas
makalah matakuliah Ilmu Kesehatan Anak yang berjudul “Kebutuhan Remaja”ini dengan tepat
waktu.

Dalam penyelesaian makalah ini, penyusun mendapat banyak bantuan oleh berbagai
pihak. Untuk itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada:

1. Elisa Ulfiana, S.SiT, M.Kes selaku dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan Nifas dan
Menyusui yang telah memberikan tugas makalah dan bantuan dalam penyelesaian makalah
ini.
2. Teman-teman kelas S1 terapan kebidanan Semarang yang telah memberikan motivasi
dan saran-saran dalam penyelesaian makalah ini.
3. Orang tua yang tidak pernah lelah memberikan motivasi dan doa dalam
penyelesaian makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah
selanjutnya.

Besar harapan semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai informasi ataupun pengetahuan
bagi pembaca dan dapat menjadi literatur guna membantu mahasiswa dalam belajar mata kuliah Ilmu
Kesehatan Anak.

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................ ii
Daftar Isi ......................................................................................................................

iii BAB I PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................ 6
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Evidence Based Practice.............................................................. 7
2.2 Manfaat Evidence Based Practice .................................................................. 7
2.3 Karakteristik Evidence Based Practice ........................................................... 8
2.4 Proses Eksplorasi Evidence Based Practice .................................................. 8
2.5 Etika Pemanfaatan Evidence Based Practice................................................. 9
2.6 Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Memanfaatkan Evidence
Based Practice............................................................................................10
2.7 Based Practice Berdasarkan Jurnal................................................................................14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................18
3.2 Saran........................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa nifas atau puerperium adalah masa setelah partus selesai sampi pulihnya kembali
alat-alat kandungan seperto sebelum hamil. Lamanya masa nifas ini yaitu kira- kira 6-8 minggu.
(Abidin, 2011) Tahap-tahap masa nifas meliputi : puerperium dini, puerperium intermedial,
remot puerperium.
Tidak dapat dipungkiri bahwa periode nifas adalah masa yang beresiko terhadap ibu dan
bayi baru lahir, namun mendapat perhatian yang sangat sedikit oleh petugas kesehatan, tidak
sebesar pada masa hamil dan melahirkan. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, dimana
cakupan kunjungan nifas hanya mencapai 86,64%, sementara cakupan persalinan oleh tenaga
kesehatan mencapai 90,88%.
Fakta lain menyebutkan bahwa dari 30 negara sedang berkembang yang disurvey
sejak tahun 1999 – 2004, terdapat 40% ibu melahirkan yang tidak pernah memperoleh
perawatan nifas.Di antara ibu melahirkan di luar fasilitas kesehatan, rata- rata lebih dari 70%
tidak menerima perawatan postpartum. Di antara semua ibu yang menerima perawatan
postpartum, 57% diperoleh dari tenaga kesehatan dan sisanya menerima perawatan dari dukun
bersalin tradisional (Traditional Birth attendance / TBA) sebesar 36% dan dari sumber lainnya
sebesar 7%.
Pada jam, hari dan minggu pertama setelah persalinan adalah waktu yang berbahaya
bagi ibu dan bayi yang baru lahir. Di antara lebih dari 500.000 wanita yang meninggal setiap
tahun karena komplikasi kehamilan dan persalinan, sebagian besar kematian terjadi selama atau
segera setelah melahirkan.5Setiap tahun tiga juta bayi meninggal pada minggu pertama
kehidupan, dan 900.000 lainnya mati dalam tiga minggu ke depan. Adapun proporsi kematian
ibu dan bayi pada masa nifas dalam satu minggu pertama persalinan dapat dilihat pada grafik
berikut ini.

4
Sumber: WHO (2010)

Sumber: WHO (2010)

Perdarahan dan infeksi setelah proses persalinan untuk banyak kematian ibu,
sementara kelahiran prematur, asfiksia dan infeksi berat berkontribusi pada dua pertiga dari
semua kematian neonatal. Perawatan yang tepat di jam-jam pertama dan hari-hari setelah
melahirkan dapat mencegah sebagian besar kematian ini. WHO merekomendasikan
agar para ahli kesehatan yang terampil menghadiri semua kelahiran, untuk memastikan hasil
terbaik bagi ibu dan bayi yang baru lahir.
Namun, sebagian besar wanita masih kurang peduli. Rata-rata, penolong kelahiran
terampil mencakup 66% kelahiran di seluruh dunia, dan beberapa bagian Afrika dan Asia
memiliki tingkat cakupan yang jauh lebih rendah. Fakta bahwa dua pertiga kematian ibu dan
bayi baru lahir terjadi pada dua hari pertama setelah kelahiran membuktikan kurangnya
perawatan.

5
Karena permasalahan tersebut, pelayanan kesehatan harus lebih ditingkatkan menjadi
lebih baik. Cara yang dilakukan salah satunya dengan menerapkan evidence based practice,
dimana semua tindakan didasarkan pada bukti penelitian yang telah dilakukan. Tujuan dari
evidence base pada masa nifas yaitu untuk mengetahui kesejahteraan ibu dan bayi, baik
dari kesehatan, kebersihan, nutrisi, pemberian ASI, tanda bahaya masa nifas dan perdarahan.
Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan dan ibu nifas beserta
bayi dapat sehat dan terhindar dari kematian.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan evidence based practice?
b. Apa manfaat dari evidence based practice?
c. Apa saja karakteristik evidence based practice?
d. Bagaimana proses eksplorasi evidence based practice?
e. Apa saja etika pemanfaatan evidence based practice?
f. Apa saja asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan memanfaatkan evidence based
practice?
g. Apa saja based practice berdasarkan jurnal?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui pentingnya melakukan pelayanan kesehatan berdasarkan evidence
based practice.
b. Untuk mengetahui mengetahui kesejahteraan ibu dan bayi, baik dari kesehatan,
kebersihan, nutrisi, pemberian ASI, tanda bahaya masa nifas dan perdarahan.
c. Untuk mengetahui menghasilkan praktik profesi yang optimal.
d. Agar masyarakat mendapat pelayanan kesehatan yang optimal.

6
7
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Evidence Based Practice


Pengertian evidence base jika ditinjau dari pemenggalan kata (Inggris) maka
evidence base dapat diartikan sebagai berikut evidence artinya bukti atau fakta dan
based artinya dasar. Jadi evidence based adalah: Praktik berdasarkan bukti.
Evidence Based Midwifery (Practice) didirikan oleh RCM dalam rangka untuk
membantu mengembangkan kuat professional dam ilmiah dasar untuk pertumbuhan tubuh bidan
berorientasi akademis. EBM secara resmi diluncurkan sebagai sebuah jurnal mandiri untuk
penelitian murni bukti pada konferensi tahunan di RCM Harrogate, Inggris pada tahun 2003
(Hemmings et al, 2003). Itu dirancang ‘untuk membantu bidan dalam mendorong maju yang
terikat pengetahuan kebidanan dengan tujuan utama meningkatkan perawatan untuk ibu
dan bayi’ (Silverton, 2003). EBM mengakui nilai yang berbeda jenis bukti harus
berkontribusi pada praktik dan profesi kebidanan. Jurnal kualitatif mencakup aktif serta
sebagai penelitian kuantitatif, analisis filosofis dan konsep serta tinjauan pustaka terstruktur,
tinjauan sistematis, kohor studi, terstruktur, logis dan transparan, sehingga bidan benar dapat
menilai arti dan implikasi untuk praktik, pendidikan dan penelitian lebih lanjut.
Jadi pengertian Evidence Base-Midwifery dapat disimpulkan sebaagai asuhan
kebidanan berdasarkan bukti penelitian yang telah teruji menurut metodologi ilmiah yang
sistematis.

2. Manfaat Evidence Based Practice


Manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan Evidence Based antara lain:
a. Keamanan bagi tenaga kesehatan karena intervensi yang dilakukan berdasarkan bukti
ilmiah.
b. Meningkatkan kompetensi (kognitif).
c. Memenuhi tuntutan dan kewajiban sebagai professional dalam memberikan asuhan
yang bermutu.
d. Memenuhi kepuasan pelanggan yang mana dalam asuhan kebidanan klien
mengharapkan asuhan yang benar sesuai dengan bukti dan teori serta perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.

8
3. Karakteristik Evidence Based Practice
Menurut Sackett et al. Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu pendekatan
medic yang di dasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan
penderita. Dengan demikian, dalam praktiknya, EBM memadukan antara kemampuan dan
pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling dapat dipercaya.
Pengertian lain dari evidence based medicine (EBM) adalah proses yang digunakan
secara sistematik untuk menemukan, menelaah/me-riview, dan memanfaatkan hasil-hasil
studi sebagai dasar dari pengambilan keputusan klinik.
Jadi secara rincinya lagi, EBM merupakan keterpaduan antara (1) Bukti-bukti ilmiah,
yang berasal dari studi yang terpercaya (best research evidence); dengan (2) Keahlian klinis
(clinical expertise) dan (3) Nilai-nilai yang ada pada masyarakat (patient values). Publikasi
ilmiah ada pada pempublikasian hasil penelitian atau sebuah hasil pemikiran yang telah ditelaah
dan disetujui dengan beberapa pertimbangan baik dari accountable aspek metodologi maupun
accountable aspek ilmiah yang berupa jurnal, artikel, e-book atau buku yang diakui.
Adapun accountable aspek ilmiah adalah mensurvey secara langsung tentang suatu
pemasalahan dengan penelitian untuk mendapatkan dasar yang valid dan dapat dipertanggung
jawabkan. Maksudnya adalah melalui evidence based medicine kita mengadakan survei
tentang kelainan fisik sejumlah penderita penyakit tertentu. Selain mensurvei keluhan dan
kelainan fisik penderita, melalui evidence based medicine kita juga dapat mensurvei hasil
terapinya. Sedangkan accountable aspek metodologis adalah ilmu yang digunakan untuk
memperoleh kebenaran menggunakan tata cara tertentu dalam pengumpulan data hasil
penelitian yang telah ditelaah dan diakui kebenarannya.

4. Proses Eksplorasi Evidence Based Practice


Pada evidence based medicine, pengobatan didasar pada bukti ilmiah yang dapat
dipertanggung jawabkan. Sedangkan evidence based practice, bukti tidak dapat hanya
dikaitkan dengan bukti-bukti ilmiah saja, tetapi juga harus dikaitkan dengan bukti/data yang
ada pada saat praktik profesi dilakukan. Dengan demikian perbedaan waktu, situasi, kondisi,
tempat dan lain-lain, mungkin akan mempengaruhi tindakan

9
profesi, keputusan profesi, dan hasil dari swamedikasi. Dan jalannya praktik profesi
apoteker tetap harus berjalan optimal pada setiap situasi dan kondisi termasuk pada swamedikasi.
Agar tetap menghasilkan praktik profesi yang optimal, setiap apoteker atau calon apoteker
harus terlatih dalam penguasaan dan penerapan skill dan knowledge dalam praktik profesi
sesuai kebutuhan.
Setiap apoteker bisa jadi mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam skill dan
knowledge, hal ini tergantung dari banyak hal, termasuk model, manajemen, lokasi,
orientasi dan lain-lain. Tetapi semua mempunyai semua mempunyai kesamaan dalam standar
profesi. Oleh karena itu pada apoteker komunitas, jam terbang apoteker dapat mempengaruhi
kualitas penguasaan skill dan knowledge dari seorang apoteker. Apoteker yang sangat
cerdas bisa jadi akan kalah dengan apoteker yangsangat aktif di dalam pelayanan komunitas.
Salah satu standar yang digunakan untuk mendapatkan kualitas layanan yang ‘ajeg’
adalah ‘Standar Prosedur Operasional’ (SPO). Yang mana standar ini harus disusun sesuai
praktik profesi yang telah dilakukan, bukan hanya sekedar teori belaka yang belum diuji coba,
yang ujung-ujungnya adalah membuat susah dalam penerapannya. Selanjutnya SPO ini harus
diuji cobakan secara luas dan proporsional sebelum dijadikan standar secara nasional.

5. Etika Pemanfaatan Evidence Based Practice


Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang berperngaruh terhadap
meningkatnya kritis masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan terutama pelayanan
kebidanan. Menjadi tantangan bagi profesi bidan untuk mengembangkan kompetensi dan
profesionalisme dalam menjalankan praktik kebidanan serta dalam memberikan pelayanan
berkualitas.
Sikap etis professional bidan akan mewarnai dalam setiap langkahnya, termasuk dalam
mengambil keputusan dalam merespon situasi yang muncul dalam usaha. Pemahaman
tentang etika dan moral menjadi bagian yang fundamental dan sangat penting dalam
memberikan asuhan kebidanan dengan senantiasa menghormati nilai- nilai pasien.
Etika merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar atau
salah, kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku. Etika

1
berfokuspada prinsip dan konsep yang membimbang manusia berfikir dan bertindak dalam
kehidupannya dilandasi nilai-nilai yang dianutnya.

6. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Memanfaatkan Evidence Based Practice
a. Pengertian Asuhan Postnatal Care
Postnatal artinya suatu periode yang tidak kurang dari 10 atau lebih dari 28 hari
setelah persalinan. Dimana selama waktu itu kehadiran yang continue dari bidan
kepada ibu dan bayi sedang diperlukan bertujuan untuk mendeteksi dini adanya
komplikasi dan penyulit pada masa postnatal.
b. Konsep Dasar Masa Nifas
Nifas adalah masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat
kandung kembali seperti semula sebelum hamil, yang berlangsung selama 6 minggu
ata +- 40 hari (Prawirohardjo, 2002).
Masa nifas (puerperium) adalah pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai
alat-alat kandung kembali seperti pra hamil. Lamanya masa nifas ini yaitu 6-8 minggu
(Mochtar, 1998).
Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandung kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6
minggu. (Abdul Bari, 2000: 122).
Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan segera setelah kelahiran yang
meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan
tidak hamil yang normal. (F.Gary Cunningham, Mac Donald, 1995:281).
c. Peran dan Tanggung Jawab Bidan
Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan post partum.
Adapun peran dan tanggung jawab dalam masa nifas antara lain :
1) Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas sesuai dengan
kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama masa
nifas.
2) Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga.
3) Mendorong ibu untuk menyusui ayinya dengan meningkatkan rasa nyaman.
4) Membuat kebijakan, perencanaan program kesehatan yang berkaitan ibu dan anak dan
mampu melakukan kegiatan administrasi.

1
5) Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
6) Memberikan informasi dan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara
mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik,
serta mempraktikan kebersihan yang aman.
7) Melakukan menejemen asuhan kebidanan dengan cara mengumpulkan data,
menetapkan diagnose dan rencana tindakan serta melaksanakannya untuk
mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan
ibu dan bayi selama periode nifas.
8) Memberikan asuhan kebidanan secara professional.
9) Mendukung pendidikan kesehatan termasuk pendidikan dalam peranannya sebagai
orangtua.
d. Tahapan Masa Nifas
Nifas dapat dibagi ke dalam 3 periode :
1) Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-
jalan
2) Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang
lamanya 6-8 minggu
3) Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih kembali dan sehat
sempurna baik selama hamil ataupun sempurna berminggu-minggu, berbulan-
bulan atau tahunan.
e. Perubahan fisik masa nifas
1) Rasa kram dan mules dibagian bawah perut akibat penciutan rahim (involusi)
2) Keluarnya sisa-sisa darah dari vagina (Lochia)
3) Kelelahan kaena proses melahirkan
4) Pembentukan ASI sehingga payudara membesar
5) Kesulitan buang sir besar (BAB) dan BAK
6) Ganggun otot (betis, dada, perut, panggul dan bokong).
7) Perlukaan jalan lahir (lecet atau jahitan)

Perubahan psikis masa nifas


1) Perasaan ibu berfokus pada dirinya, berlangsung setelah melahirkan sampai hari ke
2 (Fase Taking In)
2) Ibu merasa kuatir akan ketidakmampuan merawat bayi, muncul perasaan sedih
(Baby Blues disebut Fase Taking Hold hari ke 3-10)

1
3) Ibu merasa percaya diri untuk merawat diri dan bayinya disebut Fase Letting Go.
(hari ke 10-akhir masa nifas)
f. Pengeluaran lochea terdiri dari:
1) Lochea rubra : Hari ke 1-2 : Terdiri dari darah yang bercampur sisa-sisa
ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa vernix kaseosa, lanugo dan mekonium.
2) Lochea sanguinolenta : Hari ke 3-7, terdiri dari : Darah bercampur lender, warna
kecoklatan/
3) Lochea serosa : Hari ke 7—14, berwarna kekuningan
4) Lochea alba : Hari ke 14- selesai nifas, hanya merupakan cairan putih lochea yang
berbau busuk dan terinfeksi disebut lochea purulent
g. Tujuan kunjungan masa nifas yaitu :
1) Menilai kondisi kesehatan Ibu dan bayi
2) Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan
kesehatan ibu nifas dan bayinya
3) Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas
4) Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan
ibu nifas maupun bayinya.
h. Kunjungan masa nifas terdiri dari :
1) Kunjungan 1 : 6-8 jam setelah persalinan, tujuannya:
a) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
b) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, merujuk bila
perdarahan berlanjut.
c) Memberian konseling pada Ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
d) Pemberian ASI awal.
e) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.
f) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.
i. Kunjungan II : 6 hari setelah persalinan, tujuannya:
1) Memastikan, fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal.
2) Menilai adanya tanda-tanda demam infeksi atau perdarahan abnormal.
3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, minuman dan istirahat.
4) Memastikan ibu menyusui dengan dan memperhatikan tanda-tanda penyakit.

1
5) Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga
bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
j. Kunjungan III : 2 minggu setelah persalinan, Tujuannya: sama dengan di atas (6 hari
setelah persalinan).
k. Kunjungan IV : 6 minggu setelah persalinan, Tujuannya : Menanyakan ibu tentang penyakit-
penyakit yang di alami, Memberikan konseling untuk KB secara dini (Mochtar, 1998).

Table 5. Perkembangan Evidence Base dalam Praktik Kebidanan Postnatal Care :


Kebiasaan Keterangan
Tampon vagina Tampon vagina menyerap darah tetapi tidak
menghentikan perdarahan, bahkan perdarahan
tetap terjadi dan dapat
menyebabkan infeksi.
Gurita atau sejenisnya Selama 2 jam pertama atau selanjutnya
penggunaan gurita akan menyebabkan
kesulitan pemantauan involusio rahim.
Memisahkan Ibu dan Bayi Bayi benar-benar siaga selama 2 jam pertama
setelah kelahiran. Ini merupakan waktu yang
tepat untuk melakukan kontak kulit ke kulit kulit ke
kulit untuk mempererat bounding
attachment serta keberhasilan pemberian ASI.

Asuhan Kebidanan Postnatal : Deteksi dini komplikasi masa postnatal, Persiapan pasien
pulang. Home visit dalam asuhan postnatal, Suport system dalam asuhan postnatal
breastfeeding, Peran menjadi orangtua, Kelompok ibu postpartum.

1
7. Based Practice Berdasarkan Kajian Jurnal
a) Melakukan Senam Nifas
Jurnal : Pengaruh Senam Nifas Terhadap Involusi Uterus dan Pengeluaran Lokia di
Wilayah Kerja Puskesmas Cilembang Kota Tasikmalaya Tahun 2015 oleh Etin
Rohmatin pada tahun 2015.
1) Apakah senam nifas perlu dilakukan?
Senam nifas perlu dilakukan oleh ibu pasca melahirkan karena memiliki
manfaat untuk proses involusi uterus dan pengeluaran lokia yang normal.
2) Manfaat senam nifas
i. Membantu mencegah pembekuan (thrombus) pada pembuluh tungkai
ii. Membantu ketergantungan peran sakit menjadi sehat dan tidak
ketergantungan
iii. Mengencangkan otot perut, liang senggama, otot-otot sekitar vagina maupun
otot-otot dasar panggul
iv. Sirkulasi darah menjadi teratur dan optimal
v. Mempercepat penyembuhan dan mencegah terjadinya komplikasi
vi. Dapat menimbulkan kebugaran dan tenaga yang lebih baik sehingga mampu
meningkatkan mobilisasi pada diri ibu nifas.
3) Hasil penelitian
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan mengenai pengaruh senam nifas
terhadap involusi uterus dan pengeluaran lokia di wilayah kerja Puskesmas
Cilembang Kota Tasikmalaya Tahun 2015 dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut: Pelaksanaan intervensi senam nifas ini dilakukan pada 32 ibu nifas.
Involusi uterus pada ibu yang melakukan senam nifas terbanyak pada kategori
normal sebanyak 24 orang (75%). Pengeluaran lokia pada ibu yang melakukan
senam nifas terbanyak pada kategori normal sebanyak 23 orang (71,9%). Ada
pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus dengan  value sebesar 0,005
(<0,05). Ada pengaruh senam nifas terhadap pengeluaran lokia dengan  value
sebesar 0,013 (<0,05).

1
4) Mengapa harus dilakukan senam nifas?
Senam nifas harus dilakukan untuk menyadarkan ibu nifas yang
beranggapan bahwa setelah persalinan tidak boleh banyak melakukan gerakan-
gerakan karena akan mengganggu penyembuhan setelah persalinan, padahal
gerakan-gerakan yang dilakukan pasca melahirkan dapat merangsang otot-otot
untuk cepat kembali normal dan mobilisasi sangat diperlukan untuk mengurangi
ketergantungan ibu.

b) Konseling dan Pendampingan Suami Selama Pemberian ASI Pertama Kali

Jurnal : Pengaruh Pelaksanaan Konseling dan Pendampingan Suami Terhadap Keberhasilan Ibu
Menyusui dalam Pemberian Kolostrum oleh Nuraeni, Suryani Soepardan, Bahiyatun, Ari
Soewondo pada tahun 2017.

1) Apakah pelaksanaan konseling dan pendampingan suami dalam pemberian


kolostrum perlu dilakukan?
Perlu, karena ibu nifas dan suami perlu diberikan edukasi yang jelas dan tepat agar
mereka tahu pentingnya memberikan kolostrum pada bayinya.
2) Manfaat pelaksanaan konseling dan pendampingan suami dalam pemberian
kolostrum
Manfaat dilakukan pemberian konseling agar ibu menyusui dapat memberikan
kolostrum pada bayinya sedini mungkin karena kolostrum mengandung protein,
antibody, dan immunoglobulin yang dapat berfungsi sebagai perlindungan terhadap
infeksi pada bayi karena zat antibody yang dimiliki dapat mencegah dan menetralisir
bakteri, virus, jamur dan parasit, serta untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit
seperti diare yang menduduki peringkat ke 3 penyebab kematian bayi. Pendampingan
suami dalam pemberian kolostrum ialah memberikan dukungan penuh pada ibu
menyusui untuk memberikan kolostrumnya dengan baik.
3) Hasil penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan di BPM Kota Cirebon pada tanggal 01 November
2013 – 31 Desember 2013 dengan responder berjumlah 30 ibu hamil aterm dan ibu
menyusui, menunjukan bahwa responder yang diberi tindakan konseling dan
pendampingan suami terdapat 14 orang (93,30%) yang

1
memberikan kolostrum pada bayinya, sedangkan pada responder yang tidak diberikan
tindakan konseling dan pendampingan suami ada 6 orang (40%) yang memberikan
kolostrum pada bayinya.
Hasil : Pengaruh dari tindakan pemberian konseling dan pendampingan suami adalah
bahwa responden yang diberikan tindakan konseling dan pendampingan suami
mempunyai peluang 2,333 kali lebih besar untuk memberikan kolostrum pada
bayinya dibandingkan dengan responden yang tidak diberikan konseling dan
pendampingan suami.
4) Mengapa harus dilakukan pelaksanaan konseling dan pendampingan suami dalam
pemberian kolostrum?
Pelaksanaan konseling dan pendampingan suami dalam pemberian kolostrum harus
dilakukan agar wanita hamil, ibu menyusui dan para suami mendapatkan informasi
yang jelas, lengkap dan berkelanjutan mengenai pemberian kolostrum sedini
mungkin sehingga dapat menurunkan AKB yang terjadi dengan cara pemberian
kolostrum yang memiliki banyak manfaat.

c) Pijat Oksitosin

Jurnal : Efektifitas Pijat untuk Merangsang Hormon Oksitosin Pada Ibu Nifas Primipara
oleh Murti Ani, Novita Ika Wardani, Septalia Isharyanti 2014.

1) Apakah pijat untuk merangsang hormone oksitosin pada ibu nifas perlu
dilakukan?
Perlu
2) Manfaat pijat untuk merangsang hormone oksitosin pada ibu nifas
i. Meminimalkan jumlah perdarahan post partum
ii. Menstimulasi sekresi oksitosin yang merangsang sekresi ASI
iii. Memperbanyak jumlah produksi kolostrum
iv. Membuat ibu nifas lebih nyaman, rileks dan mengurangi kelelahan setelh
melahirkan
3) Hasil penelitian
Intervensi pijat untuk merangsang hormone oksitosin mampu memperbanyak produksi
ASI yang dalam hal ini di ukur dari perningkatan berat badan bayi. Adanya
pengaruh pijat oksitosin dapat mempercepat penurunn TFU dari

1
kondisi normal pada umumnya. Rata-rata perubahan TFU pada ibu nifas primipara
tertinggi pada hari ke 7 pada kelompok control sebesar 5,420 dan kelompok
perlakuan sebesar 3,330. Terdapat perbedaan penurunan sebesar
2.090 cm.
4) Mengapa harus dilakukan pijat untuk merangsang hormone oksitosin pada ibu nifas?
Karena penyebab kematian ibu pada waktu nifas diantaranya adalah perdarahan
post partum. Upaya untuk mengendalikan terjdinya perdarahan di tempat plasenta yaitu
dengan memperbaiki kontraksi dan retraksi myometrium yang kuat dengan pijatan
yang merangsang pengeluaran oksitosin. Serta, pemberian ASI saat ini masih
terhalang dengan banyaknya kendala, diantaranya adalah produksi ASI yang kurang
lancar.

d) Sri Wahyuni, Sri Achadi N, Atik Mawarni pada tahun 2014


e) Dwi Winarni, Krisdiana Wijayanti, Ngadiyono pada tahun 2017
f) Yanik Muyassaroh, Komariyah, Aulia Fatmayanti pada tahun 2017 g)

1
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Masa nifas merupakan masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika
alat kandung kembali seperti semula sebelum hamil, yang berlangsung selama 6-8 minggu.
Tahap-tahap masa nifas meliputi : puerperium dini, puerperium intermedial, remot puerperium.
Tujuan dari evidence base pada masa nifas yaitu untuk mengetahui kesejahteraan ibu dan bayi,
baik dari kesehatan, kebersihan, nutrisi, pemberian ASI, tanda bahaya masa nifas dan
perdarahan.

Evidence Base-Midwifery dapat disimpulkan sebaagai asuhan kebidanan


berdasarkan bukti penelitian yang telah teruji menurut metodologi ilmiah yang sistematis.
Manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan Evidence Based antara lain:
a. Keamanan bagi tenaga kesehatan karena intervensi yang dilakukan berdasarkan bukti
ilmiah.
b. Meningkatkan kompetensi (kognitif).
c. Memenuhi tuntutan dan kewajiban sebagai professional dalam memberikan asuhan
yang bermutu.
d. Memenuhi kepuasan pelanggan yang mana dalam asuhan kebidanan klien
mengharapkan asuhan yang benar sesuai dengan bukti dan teori serta perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.

Based practice dari kajian jurnal yang bisa diterapkan dalam pelayanan asuhan kebidanan
nifas dan menyusui, yaitu:
1. Analisis masukan dan proses asuhan pelayanan nifas oleh bidan pelaksana.
2. Konseling dan pendampingan Suami agar menemani ibu saat memberi ASI pertama
kalinya.
3. pemberian KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) untuk persiapan persalinan dan nifas.
4. Dianjurkannya pijat oksitosin pada ibu nifas primipara.
5. Melakukan senam nifas
6. Melakukan tujuh kontak konseling laktasi.

1
2. Saran
Dewasa ini penerapan asuhan pada ibu nifas sangat diperlukan karena sangat
membantu ibu dalam menjalankan perannya sebagai seorang ibu ketika mengalami kesulitan
dalam mengasuh bayinya. Serta, dengan adanya konseling masa nifas ibu menjadi lebih
memahami betapa pentingnya menjaga kebersihan, pemenuhan nutrisi, waspada akan terjadinya
kelainan-kelainan yang dapat membahayakan ibu dan bayi. Sehingga diharapkan setiap bidan
maupun tenaga kesehatan yang lainnya dapat melakukan asuhan pada ibu nifas dan menyusui
dengan benar. Serta untuk mahasiswa kebidanan diharapkan dapat belajar tentang betapa
pentingnya asuhan kebidanan untuk ibu nifas dan menyusui.

2
DAFTAR PUSTAKA

Ahman E, Zupan J. Neonatal and perinatal mortality: country, region and global estimates
2004. World Healt Organization, Geneva. 2007.
Asih, Yuri dan Risneni. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui, Dilengkapi
dengan Evidence Based Practice dan Daftar Tilik Asuhan Nifas. Jakarta: TIM.
Fort AL, Kothari MT, Abderrahim N. Postpartum Care: Levels and determinants in
developing countries: DHS Comparative Reports 15. Marylang USA2006.
Make every mother and child count. World Healt Organization, Geneva. 2005. Maternal
mortality in 2005; Estimates developed by UNICEF, UNFPA, and The World
Bank. World Healt Organization, Geneva. 2008.
Pitriani, Risa dan Rika Andriyani. 2014. Panduan Lengkap Asuhan Kebidanan Ibu Nifas
Normal (Askeb III). Yogyakarta : Deepublish.
Proportion of births attended by skilled helath worker; 2008 Updated — Fact sheet.
Geneva: The World Health Organization; 2008.
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Repiblik
Indonesia; 2012.
WHO Technical Consultation on Postpartum and Postnatal Care. World Healt
Organization, Geneva. 2010.

Anda mungkin juga menyukai