Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH

EVIDENCE BASED EPISIOTOMI

Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan
Persalinan dan Bayi Baru Lahir

Dosen pembimbing : Bayu Irianti, SST,M.Keb

Disusun oleh :

Ai Siska Rosmiati (P20624519002)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN
TAHU 2020/2021
PEMBAHASAN

A. Definisi Episiotomi

Episiotomi merupakan suatu tindakan insisi pada perineum yang


menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput darah dan
jaringan pada septum rektovaginal. Episiotomi menyebabkan luka pada daerah
perineum dan luka dapat menyebabkan perdarahan sehingga perlu dilakukan
heacting.

Episiotomi merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan tujuan


melahirkan bayi. Saat kepala bayi sudah terlihat 3 – 4 cm di interitusvagina
selama kontraksi. Episiotomy dilakukan pada kondisi tertentu seperrti gawat janin
atau persalinan dengan penyulit atau jaringan parut pada perineum. Episiotomy
yang digunakan dalam persalinan adalah episiotomy midialis. Episiotomy dimulai
pada garis tengah komisura posterior lurus ke bawah tetapi tidak sampai serabut
sfingter ani. Episiotomy medialis merupakan insisi pada garis tengah perineum ke
arah rektum , yaitu ke arah tendesus perineum, memisahkan dua sisi otot
perineum balbokavernosus. Otot tranversus parinei profunda jangan dapat
dipisahkan tergantung kedalaman insisi. Bayak perempuan yang mengalami
robekan perineum saat melahirkan baik pada primipara maupun multipara. Luka
pada perineum bias terjadi akibat tindakan episiotomy. Luka episiotomy diidentik
pada ibu post partum dapat sembuh normal dan ada yang mengalami kelambatan
penyembuhan.. Luka episiotomy akan dijahit menggunakan benang catget dengan
teknik penjahitan jelujur. Luka episiotomy dapat kering selama 7 – 10 hari post
partum.

Episiotomi atau istilah yang paling tepat adalah perineotomi. Episiotomi


adalah tindakan mengiris atau menggunting perineum dengan tujuan untuk
memperlancar proses persalinan (Rukiyah, 2009), tetapi tidak semua ibu
memerlukan episiotomi untuk persalinan, namun pengalaman yang matang
diperlukan untuk menentukan kapan episiotomi tidak di perlukan. Walaupun
hanya sedikit bukti ilmiah yang mendukung penggunaanya, tetapi pada
tahuntahun terakhir ini keuntungan episiotomi secara rutin tersebut mulai
dipertanyakan.

Episiotomi merupakan suatu tindakan insisi pada vagina dan parineum


untuk memperlebar bagian lunak jalan lahir sekaligus memperpendek jalan lahir.
Dengan demikian paersalinan dapat lebih cepat dan lancar. Dalam beberapa kasus,
perlu ditetapkan indikasi untuk melakukan episiotomi yang pertama adalah
primigravida, khusus pada primigravida, laserasi jalan lahir sulit dihindari
sehingga untuk keamanan dan mempermudah menjahit laserasi kembali dilakukan
episiotomi. Episiotomi dipertimbangkan pada multigravida dengan introitus
vaginae yang sempit. Indikasi kedua yaitu jaringan perineum yang tebal dan
sangat berotot. Ketiga karena adanya jaringan parut bekas operasi. Keempat yaitu
ada bekas episiotomi yang sudah diperbaiki. Kelima untuk mengelakkan robekan
yang tak teratur, termasuk robekan yang melebar ke dalam rectum, kalau
perineumnya sempit atau perineum pendek. Keenam yaitu alasan bayi yang
prematur dan lemah, tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma yang
berlebihan pada kepala bayi (Martin L Penol, dkk 2008). Prinsip tindakan
episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat pada jaringan lunak
akibat daya renggang yang melebihi kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan.
Pertimbangan untuk melakukan episiotomi harus mengacu pada pertimbangan
klinik yang tepat untuk teknik yang paling sesuai untuk menghadapi kondisi
tersebut. Perawat harus ikut berperan serta dalam upaya perawatan episiotomi
dengan mengikutsertakan keluarga dalam upaya penyuluhan pentingnya
perawatan episiotomi sehingga mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan
dan perbaiki jaringan Menurut data World Health Organization (WHO) pada
tahun 2010, sebanyak 536.000 perempuan meninggal akibat persalinan. Sebanyak
99% kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-
negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan
tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup jika dibandingkan
dengan rasio kematian ibu di negara maju dan negara persemakmuran.

B. Jenis-Jenis Episiotomi
Sebelumnya ada 4 jenis episiotomi yaitu; Episiotomi medialis, Episiotomi
mediolateralis, Episiotomi lateralis, dan Insisi Schuchardt. Namun menurut
Benson dan Pernoll (2009), sekarang ini hanya ada dua jenis episiotomi yang di
gunakan yaitu:

1. Episiotomi medialis
Episiotomi median, merupakan episiotomi yang paling mudah dilakukan
dan diperbaiki. Sayatan dimulai pada garis tengah komissura posterior
lurus ke bawah tetapi tidak sampai mengenai serabut sfingter ani.
Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah: perdarahan yang timbul
dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena daerah yang relatif sedikit
mengandung pembuluh darah. Sayatan bersifat simetris dan anatomis
sehingga penjahitan kembali lebih mudah dan penyembuhan lebih
memuaskan. Sedangkan kerugiannya adalah: dapat terjadi ruptur perinei
tingkat III inkomplet (laserasi median sfingter ani) atau komplit (laserasi
dinding rektum).
2. Episiotomi Mediolateralis
Episiotomi mediolateral, digunakan secara luas pada obstetri operatif
karena aman. Sayatan di sini dimulai dari bagian belakang introitus vagina
menuju ke arah belakang dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan ke
arah kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang
yangmelakukannya. Panjang sayatan kirakira 4 cm. Sayatan di sini sengaja
dilakukan menjauhi otot sfingter ani untuk mencegah ruptura perinea
tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak oleh karena melibatkan daerah
yang banyak pembuluh darahnya.Otot-otot perineum terpotong sehingga
penjahitan luka lebih sukar. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa
sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris (Benson dan
Pernoll, 2009, hal. 176-177).
3. Episiotomi lateralis
Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau 9
menurut arah jarum jam. Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan
lagi, oleh karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka sayatan dapat
melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah pudendal interna,
sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu jaringan
parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu
penderita (Rusda, 2004).
4. Insisi Schuchardt
Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi
sayatannya melengkung ke arah bawah lateral, melingkari rektum, serta
sayatannya lebih lebar (Rusda, 2004).
C. Tujuan Episiotomi

Tujuan episiotomi yaitu membentuk insisi bedah yang lurus, sebagai


pengganti robekan tak teratur yang mungkin terjadi. Episiotomi dapat mencegah
vagina robek secara spontan, karena jika robeknya tidak teratur maka menjahitnya
akan sulit dan hasil jahitannya pun tidak rapi, tujuan lain episiotomi yaitu
mempersingkat waktu ibu dalam mendorong bayinya keluar (Williams, 2009, hal.
160).

D. Waktu Pelaksanaan Episiotomi

Menurut Benson dan Pernoll (2009), episiotomi sebaiknya dilakukan


ketika kepala bayimeregang perineum pada janin matur, sebelum kepala sampai
pada otot-otot perineum pada janin matur (Benson dan Pernoll, 2009, hal.
177).Bila episiotomi dilakukan terlalu cepat, maka perdarahan yang timbul dari
luka episiotomi bisa terlalu banyak, sedangkan bila episiotomi dilakukan terlalu
lambat maka laserasi tidak dapat dicegah. sehingga salah satu tujuan episiotomy
itu sendiri tidak akan tercapai. Episiotomi biasanya dilakukan pada saat kepala
janin sudah terlihat dengan diameter 3 - 4 cm pada waktu his. Jika dilakukan
bersama dengan penggunaan ekstraksi forsep, sebagian besar dokter melakukan
episiotomi setelah pemasangan sendok atau bilah forsep (Williams, 2009, hal.
161).

E. Tindakan Episiotomi

Pertama pegang gunting epis yang tajam dengan satu tangan, kemudian
letakkan jari telunjuk dan jari tengah di antaraa kepala bayi dan perineum searah
dengan rencana sayatan.Setelah itu, tunggu fase acme (puncak his).Kemudian
selipkan gunting dalam keadaan terbuka di antara jari telunjuk dan tengah.
Gunting perineum, dimulai dari fourchet (komissura posterior) 45 derajat ke
lateral kiri atau kanan. (Sarwono, 2006, hal. 457).

F. Indikasi Episiotomi

Untuk persalinan dengan tindakan atau instrument (persalinan dengan


cunam, ekstraksi dan vakum); untuk mencegah robekan perineum yang kaku atau
diperkirakan tidak mampuberadaptasi terhadap regangan yang berlebihan, dan
untuk mencegah kerusakan jaringan pada ibu dan bayi pada kasus letakpresentasi
abnormal (bokong, muka, ubun-ubun kecil di belakang) dengan menyediakan
tempat yang luas untuk persalinan yang aman (Sarwono, 2006, hal 455-456)

G. Benang Yang Digunakan Dalam Penjahitan Episiotomi

Alat menjahit yang digunakan dalam perbaikan episitomi atau laserasi


dapat menahan tepi – tepi luka sementara sehingga terjadi pembentukan kolagen
yang baik.Benang yang dapat diabsorbsi secara alamiah diserap melalui absorbsi
air yang melemahkan rantai polimer jahitan.Benang sintetik yang dapat diabsorbsi
yang paling banyak digunakan adalah polygarin 910 (Vicryl) yangdapat menahan
luka kira-kira 65% dari kekuatan pertamanya setelah 14 hari penjahitan dan
biasanya diabsorbsi lengkap setelah 70 hari prosedur dilakukannya. Ukuran yang
paling umum digunakan dalam memperbaiki jaringan trauma adalah 2-0, 3-0, dan
4-0, 4-0 yang paling tipis.Benang jahit yang biasa digunakan dalam kebidanan
dimasukkan ke dalam jarum, dan hampir semua jahitan menggunakan jarum ½
lingkaran yang runcing pada bagian ujungnya.Ujung runcing dapat masuk dalam
jaringan tanpa merusaknya. (Walsh,2008, hal. 560).

H. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Eisiotomi


1. Personal Hygine Dengan Penyembuhan Luka
personal hygine hampir seluruhnya mempengaruhi penyembuhan luka
dibuktikan dengan tabulasi silang responden yaitu penyembuhan luka
buruk dengan personal hygien buruk sebayak 8 responden (80%).
Perawatan khusus perinial bagi wanita setelah melahirkan anak
mengurangi rasa ketidak nyamanan, kebersihan, mencegah infeksi dan
meningkatkan penyembuhan dengan prosedur pelaksanan menurut
Hamilton ( 2002) adalah sebagai berikut :Mencegah kontaminasi dari
rectum,menangani dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma,
bersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau.
Perawatan perineum yang tidak benar menyebabkan infeksi dan
memperlambat penyembuhan. Personal hygine yang yang benar yaitu alat
kelamin di besihkan saat mandi, BAB / BAK, membersihkan
menggunakan sabun antiseptic dari depan ke belakang. Jika tidak di
bersihkan secara baik maka dapat terjadi infeksi akibat dari terkontaminasi
kuman pada rectum. Maka para ibu di anjurkan untuk membersihkan
secara benar yaitu menggunakan sabun antiseptic dan air dari depan ke
belakang .selain itu juga pengalaman ibu juga sangat berpengaruh dalam
cara membersihkan alat kelamin yaitu disini paling bayak responden yang
mempunyai anak pertama. Hal ini mempengaruhi ibu dalam proses
penyambuhan luka karena pengalaman merupa guru besar,sehingga
personal hygine juga di pengaruhi oleh pengalaman ibu dalam proses
penyembuhan luka.
2. Budaya Dengan Penyembuhan Luka
faktor budaya tidak mempengaruhi penyembuhan luka dibuktikan dengan
tabulasi silang responden yaitu penyembuhan luka buruk , setuju dengan
budaya sebayak 2 responden (100%).Menurut Creasoft (2002) bahwa
penyembuhan luka di pengaruhi oleh beberapa faktor internal dan
eksternal. salah satunya faktor eksternal yeng mempengaruhi
penyembuhan luka episiotomy antara lain budaya. Menurut
Koentjaraningrat budaya adalah suatu system gagasan dan rasa, tindakan
serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang
di jadikan miliknya dengan belajar. Menurut E.B.Taylor budaya adalah
suatu keeluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni
kesusiaan, hukum adat istiadat,serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya
yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat. Budaya di Indonesia
masih sangat melekat pada masyarakat sekarang, yang di buktikan pada
oleh creasoft ramuan peninggalan nenek moyang dan larangan
mengkonsumsi suatu jenis makanan tertentu , merupakan budaya yang di
anut oleh masyarakat terbut karena hal tersebut merupakan kepercayaan
dan kebiasaan masyarakat. Pada perkembangan zaman yang modern ini
budaya masih di pecayai oleh masyarakat dan dilakukan secara terus
menerus. Dari data tabulasi silang penyembuhan luka tidak mempengaruhi
penyembuhan luka hal ini di sebabkan bukan hanya faktor buadaya yang
mempengaruhi penyembuhan luka yaitu beberapa faktor salah satunya
adalah personal hygine.
3. Faktor Pendidikan Dengan Penyembuhan Luka
Pendidikan hampir seluruhnya mempengaruhi penyembuhan luka
dibuktikan dengan tabulasi silang responden yaitu penyembuhan luka
buruk dengan pendidikan SMA sebayak 9 responden (90%).Menurut Prof.
Dr. Jihn Dewey. Pendidikan adalah suatu proses pengalaman. Karena
kehidupan adalah pertumbuhan, pendidikan berarti membantu
pertumbuhan batin tanpa dibatasi oleh usia. Proses pertumbuhan ialah
proses penyesuaian pada tiap – tiap fase serta menambah kecakapan di
dalam perkembangan seseorang. Di dapatkan hasil sebayak 10 responden
(35,7%) dimana sebarannya pada 9 respnden yang penyembuhan lukanya
buruk dan 1 responden yang penyembuhan lukanya baik. Dimana tingkat
pendidikan seseorang semakin tinggi maka mudah menerima informasi
dan dapat mengambil keputusan yang baik dan benar untuk kesembuhan
luka ibu. Sedangkan yang berpendidikan rendah sulit menerima informasi
dan tidak dapat mengambil suatu keputusan yang baik dan benar untuk
kesembuhan luka ibu.
4. Penghasilan Dengan Penyembuhan Luka
faktor ekonomi hampir seluruhnya mempengaruhi penyembuhan luka
dibuktikan dengan tabulasi silang responden yaitu penyembuhan luka
buruk dengan ekonomi rendah sebayak 7 responden (100%). Menurut para
ahli Markus dan Wijaya pendapatan adalah nilai suatu usaha yang
dilakukan orang perorang berupa uang dari tambahan kemempuan
ekonomis netto seseorang antara dua titik.Pangaruh ekonomi dengan
lamanya penyembuhan luka adaah keadaan fisik dan mental ibu dalam
melakukan aktifitas sehari hari pasca persalinan. Jika ibu memiliki
ekonomi yang rendah, dapat menyebabkan penyembuhan luka yang
berlangsung lama karena timbul rasa malas dalam merawat diri. Dimana
ibu yang ekonominya rendah tidak dapat menunjang ibu dlam
menyediakan sarana dan prasarana dalam melakukan perawatan perineum,
misalnya kemampuan ibu dalam menyediakan antiseptic.
5. Pengetahuan Dengan Penyembuhan Luka
faktor pengetahuan hampir seluruhnya mempengaruhi penyembuhan luka
dibuktikan dengan tabulasi silang responden yaitu penyembuhan luka
buruk dengan pengetahuan kurang sebayak 17 responden (77%).Menurut
Soekidjo (2003) pengetahuan ialah “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengatahuan
sangat penting untuk terbentuknya suatu sikap seseorang. Di harapkan ibu
yang memiliki tingkat pengetahuan baik dan sedang mampu mencari dan
meneima informasi yang di dapatkan. Tingakat pengetahuan ibu dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengalaman memiliki anak dan
kemempuan merawat luka maupun pengalaman dari ibu yang lain dalam
perawata luka episotomi. Ibu dapat memperolehi informasi dari media
elektronik maupun cetak. Dengat tingkat pengetahuan ibu baik, seperti
mengetahuan manfaat perawatan atau kebersihan dan makanan untuk
kesembuhan luka maka keputusan untuk melakukan hal tersebut akan
menjadi manfaat bagi penyembuhan luka ibu.
6. Pola Makan Dengan Penyembuhan Luka Episiotomi
Pola makan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses
penyembuhan luka. Pola makan yang dianjurkan adalah dengan gizi
seimbang. Gizi seimbang meliputi karbohidrat 60-70%, 15-20% dari
protein, lemak 20-30%, disamping itu harus cukup vitamin, mineral dan
serat karena nutrien tersebut sangat mempengaruhi proses penyembuhan
luka dan penggantian jaringan. Hal ini sejalan dengan penelitian (Elida,
2013) bahwa gizi seimbang berdampak positif terhadap proses
penyembuhan luka. Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh (Dewi, 2016) bahwa dengan mengkonsumsi Protein, zat
besi (fe), zinc (Zn) dapat mempengaruhi penyembuhan luka perineum.
Penelitian yang dilakukan (Endah, 2016) bahwa terdapat hubungan antara
konsumsi makanan protein hewani dengan penyembuhan luka pada ibu
nifas. Protein hewani merupakan nutrien yang sangat berpengaruh
terhadap penyembuhan luka perineum, karena protein sangat diperlukan
untuk penggantian jaringan. Ibu nifas diharapkan lebih banyak
mengkonsumsi protein hewani sehingga penyembuhan luka perineum
akan semakin cepat.
I. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Tenaga Kesehatan Dengan Pelaksanaan
Perawatan Luka Episiotomi
1. Hubungan antara variabel pengetahuan dengan pelaksanaan perawatan
luka episiotomi
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengetahuan tenaga kesehatan
(bidan dan perawat) tentang pelaksanaan perawatan luka episiotomi
menunjukkan bahwa dari 41 responden, responden yang memiliki
pengetahuan cukup sebanyak 23 orang, sedangkan responden yang
memiliki pengetahuan kurang sebanyak 18 orang. Dari hasil tersebut dapat
dilihat bahwa lebih banyak responden memiliki pengetahuan cukup
tentang perawatan luka episiotomi.
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan chi square test
didapati nilai ρ = 0,017 < α = 0, 05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima.
Jadi ada hubungan tenaga kesehatan (bidan dan perawat) dengan
pelaksanaan perawatan luka episiotomi pada persalinan normal.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Khofifah (2008) pengetahuan perawat tentang perawatan luka episiotomi
pada persalinan normal di ruang obstetri RSUD Wlingi Blitar yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan perawat atau bidan
dengan pelaksanaan perawatan luka episiotomi.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan teori Drs. Sdid Gazalba yang
menyatakan bahwa pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil
pekerjaan tahu yaitu hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai.
Hasil penelitian ini diperkuat oleh teori Dewi M, dkk (2010) yang
menyatakan bahwa semakin banyak aspek positif dan objek yang
diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin postif terhadap objek
tertentu. Menurut Muchtar Rustam (1989) menyatakan bahwa episiotomi
adalah mengiris atau menggunting perineum menurut arah irisan dengan
tujuan agar tidak terjadi perineum yang tidak teratur dan robekan printcter
ani (ruktur perinea totalis) yang bila tidak dijahit dan dirawat dengan baik
akan menyebabkan inkotinensia. (Ai Yeyeh Rukiyah dkk, 2009).
Berdasarkan pembahasan di atas maka peneliti berasumsi bahwa tenaga
kesehatan di Rumah Sakit Umum Pangkajene Dan Kepulauan memiliki
pengetahuan yang cukup dalam perawatan luka episiotomi. Ini disebabkan
tenaga kesehatan didominasi oleh SMA/SMK Keperawatan dan D3 yang
telah mendapatkan pengetahuan saat masih sekolah dan di perkuliahan
serta praktik membuat tenaga perawat mendapatkan banyak hal positif
yang didapati yaitu dalam perawatan luka episiotomi. Semakin banyak hal
positif yang dapati oleh tenaga kerja (perawat atau bidan) maka semakin
positif juga sikap tenaga kesehatan dalam perawatan luka episiotomi.
2. Hubungan antara variabel sikap dengan pelaksanaan perawatan luka
episiotomi
Berdasarkan hasil penelitian tentang sikap tenaga kesehatan (bidan dan
perawat) menunjukkan bahwa dari 41 responden, responden dengan sikap
yang positif sebanyak 21 orang sedangkan responden dengan sikap negatif
sebanyak 20 orang. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa lebih banyak
petugas kesehatan (bidan dan perawat) dengan sikap yang positif dari pada
sikap yang negatif. Hal tersebut didasari karena petugas kesehatan
memiliki pengetahuan dan pendidikan yang cukup. Sehingga sikap yang
positif terbentuk karena pengetahuan dan pendidikan yang baik.
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan chi square test
didapati nilai ρ = 0,003 < α = 0, 05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima
jadi ada hubungan sikap tenaga kesehatan dengan pelaksanaan perawatan
luka episiotomi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kaimudin (2013) mengenai faktor – faktor yang
berhubungan dengan perawatan ibu post partum di ruang nifas Rumah
Sakit Umum Pangkajene Dan Kepulauan yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara sikap perawat atau bidan dengan perawatan ibu post
partum.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan teori Azwar S yang menyatakan
sikap adalah perilaku sesseorang atau dapat diartikan sebagai penampilan
dari tingkah laku seseorang yang cenderung ke arah penilaian masyarakat
berdasarkan norma yang berlaku dimasyarakat tertentu. Perilaku seseorang
menyangkut aspek emosional. aspek emosional tersebut yang biasanya
berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang
paling bertahan terhadap pengaruh dan mengubah sikap seseorang.
Selain aspek emosional, faktor yang mempengaruhi sikap seseorang
terhadap obyek sikap yaitu pengalaman pribadi dan pengaruh orang lain
yang dianggap penting. Pengaruh pengalaman pribadi seseorang akan
menjadi dasar pembentukan sikap dan pengaruh orang lain yang dianggap
penting membuat individu untuk memiliki sifat konformis atau searah
dengan sikap orang yang dianggap penting. (Dewi M, dkk, 2011).
Berdasarkan pembahasan di atas peneliti berasumsi bahwa semakin
banyak tenaga kesehatan (perawat dan bidan) yang bersikap positif maka
akan semakin baik dalam perawatan luka episiotomi karena berhubungan
dengan tenaga kesehatan dengan pengalaman atau pengetahuan perawatan
luka episiotomi yang didapat selama ia bekerja dan faktor orang lain yang
dianggap penting oleh tenaga kesehatan terhadap tenaga kesehatan lain
yang memiliki pengetahuan cukup.
Dalam penelitian ini adapun terdapat alasan mengapa tenaga kesehatan
(bidan dan perawat) yang punya pengetahuan cukup tapi tidak
melaksanakan perawatan luka episiomi yaitu dipengaruhi oleh faktor
kinerja yang kurang baik dimana kinerja itu sendiri merupakan kesediaan
seseorang untuk melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya
sesuai dengan tanggungjawabnya serta dengan hasil yang diharapkan.
Sedangkan tenaga kesehatan (bidan dan perawat) yang memiliki
pengetahuan yang kurang tapi melaksanakan perawatan luka episiotomi
yaitu dipengaruhi oleh faktor keingintahuan yang tinggi akan tetapi
mereka didampingi oleh bidan atau perawat yang ahli dalam melakukan
perawatan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Intiyaswati. 2020. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan


Lukaepisiotomi Pada Ibu Post Partum Di PMB Surabaya. Tersedia dalam
: Jurnal.stikeswilliambooth.ac.id. Diakses pada tanggal 21 Februari 2021
Iskandar, A. 2020. Asuhan Kebidanan Pada Ny.N Dengan Gangguan Rasa Nyeri
Di PMB Umi Kalsum., Amd.Keb Lampung Timur. repository.poltekkes-
tjk.ac.id. Diakses pada tanggal 21 Februari 2021

Muniroh, S. 2019. Hubungan Pola Makan Dengan Proses Penyembuhan Luka


Episiotomi. Tersedia dalam : Jurnal.stikeswilliambooth.ac.id. Diakses pada
tanggal 21 Februari 2021

Wahid, N. 2017. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Tenaga Kesehatan Dengan


Pelaksanaan Perawatan Luka Episiotomi Di Rumah Sakit Umum
Pangkajene Dan Kepulauan. Jurnal Kebidanan Vokasional. Tersedia
dalam : libnh.stikesnh.ac.id. Diakses pada tanggal 21 Februari 2021
Widiatrilupi, R, Ismiatun, L. 2019. Hubungan Paritas Dan Berat Badan Bayi
Baru Lahir Dengan Kejadian Ruptur Perineum Pada Persalinan Normal
Di BPM Wartini Wonokerto. Tersedia dalam : repository.poltekkes-
soepraoen.ac.id. Diakses pada tanggal 21 Februari 2021
LAMPIRAN-LAMPIRAN JURNAL
Lampiran l
Lampiran ll
Lampiran III
Lampiran lV
Lampira V

Anda mungkin juga menyukai