Anda di halaman 1dari 7

BATASAN WEWENANG BIDAN

Menurut Permenkes Nomor 1464 Tahun 2010 tentang Izin


dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, adapun ruang lingkup dan
kewenangan Bidan dalam pelayanan kesehatan ibu :
Pelayanan kesehatan ibu
Ruang lingkup:
o Pelayanan konseling pada masa pra hamil
o Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
o Pelayanan persalinan normal
o Pelayanan ibu nifas normal
o Pelayanan ibu menyusui
o Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
Kewenangan:
o Episiotomi
o Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
o Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
o Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
o Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
o Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu
ibu (ASI) eksklusif
o Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartum
o Penyuluhan dan konseling
o Bimbingan pada kelompok ibu hamil
o Pemberian surat keterangan kematian
o Pemberian surat keterangan cuti bersalin
Bidan merupakan salah satu petugas kesehatan yang memiliki
posisi penting dan strategis, terutama dalam penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), pelayanan
kebidanan harus diberikan oleh Bidan secara paripurna dan
berkesinambungan. Karena itu dalam melakukan asuhan kebidanan
telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 938/MENKES/SK/VIII/2007, tentang Standar Asuhan Kebidanan,
walaupun sebelumnya ada Standar Profesi Bidan yang telah diatur
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
369/MENKES/SK/III/2007, tentang Standar Profesi Bidan yang terdiri dari
Standar Kompetensi Bidan Indonesia, Standar Pendidikan, Standar
Pelayanan Kesehatan dan Standar Kode Etik Profesi.
Standar Kompetensi Bidan diantaranya adalah :
1. Bidan harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan ilmu sosial dan
kesehatan masyarakat yang membentuk dasar dari asuhan yang
bermutu tinggi untuk pelayanan kesehatan masyarakat guna
meningkatkan kehidupan keluarga sehat, perencanaan kehamilan
dan kesiapan menjadi orang tua.
2. Bidan harus memberi asuhan antenatal yang bermutu tinggi untuk
mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi deteksi
dini secara cermat dan lengkap untuk kemudian dapat melakukan
pengobatan dan rujukan yang tepat apabila ditemukan ada indikasi
komplikasi. Dengan mendapatkan pelatihan ketrampilan
penggunaan alat ultrasonografi ini, para bidan telah sesuai dengan
standar kompetensi bidan tanpa melampaui kewenangan bidan
dalam menjalankan profesinya.

2.1 Wewenang Bidan Dalam Melakukan Pemeriksaan USG


Pada beberapa tahun terakhir ini, penggunaan USG terutama dalam
bidang obstetri telah meningkat dengan sangat pesat. Hal ini
dimungkinkan oleh karena semakin membanjirnya peralatan USG di
pasaran yang diikuti oleh semakin terjangkaunya harga belinya, dan
semakin meningkatnya kebutuhan akan pemeriksaan USG. Pada
gilirannya, semakin banyak pula dokter (dan paramedis) yang merasa
tertantang (baca tergoda) untuk memiliki alat USG agar dapat ikut
memenuhi atau menjawab permintaan pasar yang semakin meningkat.
Isu globalisasi yang merambah sampai ke dunia profesi kedokteran
sehubungan dengan membanjirnya hasil bioteknologi yang masuk ke
negara kita, tanpa disadari telah membentuk citra seolah-olah
kepemilikan atau penguasaan pada alat-alat canggih adalah ciri dari
seorang dokter yang profesional. Persepsi ini kemudian tertular kepada
pasien dan masyarakat, sehingga seorang SpOG yang tidak mempunyai
USG sendiri dianggap kurang atau tidak profesional.
Bersamaan dengan semakin meningkatnya teknologi dan
resolusinya membuat semakin meningkat pula kemampuan USG dalam
bidang diagnostik maupun terapi obstetri dan ginekologi. Namun
seringkali dilupakan bahwa alat USG, seperti pada alat bantu diagnostik
lainnya, akan dapat menegakkan diagnosis yang tepat apabila
dikerjakan oleh seorang pemeriksa yang telah memperoleh pendidikan
dan pengalaman yang cukup. Semuanya ini akan semakin menambah
besarnya dampak baik di bidang hukum maupun etika yang terkait
dengan rendahnya mutu atau kualitas tindakan medik.
Alat USG untuk keperluan diagnostik memiliki keamanan, dalam
artian efek biologis, yang dapat dipertanggungjawabkan. Namun, alat
ini ditangan operator yang tidak mendapat cukup pendidikan dan
pelatihan yang berkompeten bisa menjadi sarana untuk melakukan
malpraktik yang dapat merugikan pasien. Konsekuensi dari hasil
interpretasi pemeriksaan yang salah akan mengakibatkan diambilnya
tindakan yang berlebihan atau tidak diambilnya tindakan yang
diperlukan.
Untuk menjamin ketersediaan dan kualitas mutu pelayanan USG di
suatu negara atau daerah tertentu maka, Carrera menganjurkan
klasifikasi ultrasonografer ke dalam 3 tingkat (level), sebagai berikut:
1. Level 1. Melakukan pemeriksaan USG di pusat kesehatan primer
atau sejenisnya, sudah mengikuti pendidikan USG dasar dan
melakukan pemeriksaan kehamilan normal (risiko rendah).
2. Level 2. Melakukan pemeriksaan di rumah sakit daerah atau
sejenisnya, seorang spesialis atau telah mengikuti pendidikan USG
madia (highly trained physician), memiliki pengetahuan yang cukup
tentang dysmorphology dan fetomaternal, memiliki pengalaman
yang cukup di rumah sakit dengan cakupan kasus yang banyak.
3. Level 3. Melakukan pemeriksaan di rumah sakit pusat rujukan
fetomaternal (center of prenatal diagnosis) yang melakukan
pemeriksaan pada kasus yang kompleks dengan teknik yang
khusus, misalnya pemeriksaan ekokardiografi janin.
Dengan alat USG ini sekarang pemeriksaan organ-organ tubuh
dapat dilakukan dengan aman (tidak ada Efek radiasi). Sehingga jika
digunakan untuk pemeriksaan kehamilan aman bagi si bayi. Seperti
yang dijeskan sebelumnya, USG biasanya digunakan oleh dokter namun
itupun tidak sembarang dokter bisa menggunakan sebelum ia
mendapatkan pelatihan dan ilmu mengenai penyakit dalam dan USG.
Baru-baru ini kemudian banyak bidan yang melangkah lebih maju
dengan menggunakan USG dalam praktiknya. Kemudian muncul pro dan
kontra mengenai izin bagi bidan untuk menggunakan USG. Dari
beberapa hasil survey menyatakan beberapa bidan di daerah dan di
puskesmas tidak berani menggunakan USG bukan karena tidak bisa
melainkan takut tidak diperbolehkan karena izinnya belum jelas.
Dalam dunia kebidanan belum ada pernyataan tentang
kewenangan bidan untuk menggunakan USG layaknya dokter spesialis.
Namun bidan hanya diperbolehkan untuk memberi informasi tentang
keadaan janin, tetapi tidak termasuk menyampaikan informasi tentang
jenis kelamin.
Tetapi, berdasarkan salah satu standar kompetensi yang harus
dimiliki bidan adalah mampu mengembangkan diri dengan mengikuti
perkembangan ilmu dan teknologi terkini, maka penggunaan USG oleh
Bidan diperolehkan dengan syarat bidan yang bersertifikat (yang telah
mengikuti pelatihan). Standar kompetensi yang dimiliki bidan tersebut
merujuk pada:
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 230/Menkes/SK/2010 tentang
kurikulum
2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1796 tahun 2011 tentang
sertifikasi tenaga kesehatan
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1464/Menkes/X/2010 tentang
izin dan penyelenggaraan praktik bidan International Confideration
of Midwives , Essential Competencies for Basic
4. Midwifery Practices, 2011 Undang-Undang No. 36 tahun 2009
tentang kesehatan
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/Menkes/SK/IX/2008
tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan di
kabupaten/kota
6. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 1 tahun
2008 tentang jabatan fungsional bidan
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 938 tahun 2007 tentang
standar asuhan kebidanan
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/III/2007 tentang
standar profesi bidan
9. Hasil Kongres XV IBI pada tahun 2013 menyatakan bahwa bidan
diperbolehkan menggunakan USG sesuai dengan batas-batas
kompetensi kebidanan.
Bidan diperbolehkan menggunakan USG sesuai dengan batas-batas
kompetensinya, hasil USG tidak boleh digunakan untuk mendiagnosa,
hanya untuk memastikan posisi janin saja kurang lebihnya, dan dalam
menggunakannya sangat dianjurkan bahkan harus bidan melakukan
pelatihan, kursus, atau training USG terlebih dahulu.
USG yang boleh digunakan bidan hingga saat ini baru sampai USG
2 dimensi saja. Salah satu manfaatnya bagi bidan adalah efisiensi
waktu, jika secara manual mengetahui posisi bayi dalam kandungan
akan memakan waktu yang lebih lama bahkan bisa mencapai setengah
jam per pasien dibandingkan dengan menggunakan USG, bayangkan
jika sang bidan memiliki banyak pasien yang antri, dengan efisiensi
waktu tersebut juga bidan dapat menerima pasien lebh banyak daripada
sistem manual yang pastinya akan memperoleh keuntungan yang lebih
dibanding jika manual dari segi finansialnya.
IBI memperbolehkan bidan menggunakan USG dengan
pertimbangan bahwa bidan harus selalu meningkatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta melihat manfaat USG sebagai alat
untuk mendeteksi secara dini kelainan pada kehamilan terkait dengan
keselamatan ibu dan janin, sehingga dapat dilakukan rujukan dengan
segera jika ditemukan kelainan. Akan tetapi, keputusan IBI tersebut
tidak diikuti dengan menerbitkan peraturan terkait hal tersebut,
sehingga bidan tidak mempunyai payung hukum dalam menggunakan
USG. Tanggungjawab apabila ada tuntutan maupun gugatan kepada
bidan yang menggunakan USG diluar kewenangannya menjadi
tanggungjawab bidan itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai