SKRIPSI
TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI
IRIGASI DAN DRAINASE
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2021
1
2
“dari aku, untuk 4 tahunku.”
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan petunjuk serta rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Skripsi
berjudul “Penentuan Skala Prioritas Rehabilitasi Jaringan Irigasi pada Daerah Irigasi
Duk dan Daerah Irigasi Rejali di Kabupaten Lumajang dengan Metode Analytic
Hierarchy Process (AHP) dan Metode Analytic Network Process (ANP)”.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh mahasiswa
untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST) di Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Malang. Dengan kesungguhan serta rendah hati, penyusun
mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Kedua Orang Tua, Dadat Dariatna dan Iis Kurniasih serta Kakak Kandung, Shofa
Ashilah dan Shofy Afina, dan juga Kakak Ipar Hadid Emhadinata yang telah
memberikan doa restu, perhatian dan dukungan baik materil maupun moril.
2. Ir Sri Wahyuni, ST., MT., Ph.D., IPM dan Dr. Eng. Tri Budi Prayogo ST., MT, selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan serta motivasi dalam
penyusunan skripsi ini
3. Dr. Hari Siswoyo, ST., MT. dan Ir. Janu Ismoyo, MT. selaku dosen penguji skripsi.
4. Ketua Jurusan, Sekretaris Jurusan, Ketua Program Studi S1 dan Staff Administrasi
Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
5. Studio Kerja 55 dan Mas Harjuna yang telah membantu dalam mempermudah dalam
penyusunan skripsi yang telah membantu dalam memberikan data-data yang menunjang
dalam penyusunan skripsi ini.
6. Teman – teman Angkatan 2017 yang saling memberikan dukungan dan kebersamaannya
selama ini.
7. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini.
i
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan, sesungguhnya dari itu penyusun mengharapkan saran dan kritik
untuk dijadikan bahan evaluasi. Akhir kata, semoga bermanfaat dan selamat membaca.
ii
DAFTAR ISI
iii
2.6.3 Fungsi Utama Metode ANP (Analytic Network Process) ............... 26
2.6.4 Langkah-Langkah Metode ANP (Analytic Network Process) ........ 27
2.6.5 Kelebihan dan Kelemahan Metode ANP (Analytic Network
Process) ............................................................................................ 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 31
3.1 Deskripsi Lokasi Studi ................................................................................ 31
3.2 Kondisi Daerah Studi .................................................................................. 33
3.2.1 Kondisi Geografis Kabupaten Lumajang ........................................... 33
3.2.2 Kondisi Topografi Kabupaten Lumajang ........................................... 34
3.2.3 Kondisi Klimatologi dan Hidrologi Kabupaten Lumajang ................ 34
3.3 Pengumpulan Data ...................................................................................... 35
3.4 Tahapan Penelitian ...................................................................................... 35
3.5 Timeline Pengerjaan Studi .......................................................................... 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 41
4.1 Umum ......................................................................................................... 41
4.2 Rekapitulasi Bangunan dan Saluran Irigasi ................................................. 42
4.3 Inventarisasi Kondisi Fisik Aset Irigasi ...................................................... 43
4.3.1 Inventarisasi Saluran Irigasi ............................................................... 43
4.4 Penilaian Kondisi Fisik Jaringan Irigasi ..................................................... 60
4.4.1 Penilaian Kondisi Fisik Bangunan Utama.......................................... 60
4.4.2 Penilaian Kondisi Fisik Saluran Pembawa ......................................... 71
4.4.3. Penilaian Kondisi Fisik Bangunan pada Saluran Pembawa
(Bangunan Pelengkap) ..................................................................... 77
4.4.3.1. Bangunan Pengatur ............................................................. 78
4.4.3.2. Bangunan Pengukur Debit .................................................. 82
4.4.3.3. Bangunan Pelengkap .......................................................... 83
4.4.3.4. Rekapitulasi Penilaian ........................................................ 92
4.4.4 Penilaian Kondisi Gabungan dan Rata-Rata ...................................... 93
4.5 Perhitungan Skala Prioritas Rehabilitasi Jaringan Irigasi ........................... 94
4.5.1. Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) .................................... 94
4.5.2. Metode Analytic Network Process (ANP) ....................................... 103
4.5.3. Rekapitulasi Perhitungan Skala Prioritas Kondisi Fisik ................ 115
4.6. Perhitungan Biaya Perbaikan Bangunan Terpilih ....................................... 116
4.6.1. Kondisi Kerusakan dan Kekurangan pada Bangunan Terpilih ....... 117
iv
4.6.2. Perhitungan Volume Kerusakan Bangunan Utama ......................... 120
4.6.3. Perhitungan Biaya Rehabilitasi dan Pemeliharaan Berkala
Bangunan Utama.............................................................................. 121
BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 125
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 125
5.2 Saran ......................................................................................................... 126
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 127
LAMPIRAN .................................................................................................................. 153
v
DAFTAR TABEL
vii
Tabel 4. 20 Hasil Penilaian Tinggi Tanggul pada Saluran Irigasi Duk ..................... 74
Tabel 4. 21 Penjabaran Kondisi Saluran berdasarkan Tinggi Tanggul ..................... 74
Tabel 4. 22 Hasil Penilaian Tinggi Tanggul pada Saluran Irigasi Rejali .................. 74
Tabel 4. 23 Penjabaran Kondisi Saluran berdasarkan Perbaikan dan Pemeliharaan . 75
Tabel 4. 24 Hasil Penilaian Perbaikan dan Pemeliharaan pada Saluran Irigasi Du. k 75
Tabel 4. 25 Penjabaran Kondisi Saluran berdasarkan Perbaikan dan Pemeliharaan . 75
Tabel 4. 26 Hasil Penilaian Perbaikan dan Pemeliharaan pada Saluran Irigasi
Rejali ....................................................................................................... 75
Tabel 4. 27 Rekapitulasi Penilaian Saluran Irigasi Duk ............................................ 76
Tabel 4. 28 Rekapitulasi Penilaian Saluran Irigasi Rejali ......................................... 76
Tabel 4. 29 Aspek Penilaian Kondisi Fisik Bangunan pada Saluran Pembawa
(Bangunan Pelengkap) ............................................................................ 77
Tabel 4. 30 Penjabaran Kondisi Bangunan Pengatur pada Saluran Irigasi Duk........ 79
Tabel 4. 31 Hasil Penilaian Bangunan Pengatur pada Saluran Irigasi Duk............... 80
Tabel 4. 32 Penjabaran Kondisi Bangunan Pengatur pada Saluran Irigasi Rejali ..... 81
Tabel 4. 33 Hasil Penilaian Bangunan Pengatur pada Saluran Irigasi Rejali ............ 82
Tabel 4. 34 Penjabaran Kondisi Bangunan Pengukur Debit pada Saluran Irigasi
Duk ......................................................................................................... 82
Tabel 4. 35 Hasil Penilaian Bangunan Pengukur Debit pada Saluran Irigasi Duk .... 82
Tabel 4. 36 Penjabaran Kondisi Bangunan Pengukur Debit pada Saluran Irigasi
Rejali ....................................................................................................... 83
Tabel 4. 37 Hasil Penilaian Bangunan Pengukur Debit pada Saluran Irigasi Rejali . 83
Tabel 4. 38 Penjabaran Kondisi Gorong-Gorong pada Saluran Irigasi Duk ............. 84
Tabel 4. 39 Hasil Penilaian Bangunan Pelengkap pada Saluran Irigasi Duk ............ 85
Tabel 4. 40 Penjabaran Kondisi Gorong-Gorong pada Saluran Irigasi Rejali .......... 86
Tabel 4. 41 Hasil Penilaian Bangunan Pelengkap pada Saluran Irigasi Rejali ......... 86
Tabel 4. 42 Penjabaran Kondisi Jembatan pada Saluran Irigasi Duk ........................ 87
Tabel 4. 43 Hasil Penilaian Bangunan Pelengkap pada Saluran Irigasi Duk ............ 87
Tabel 4. 44 Penjabaran Kondisi Jembatan pada Saluran Irigasi Rejali ..................... 88
Tabel 4. 45 Hasil Penilaian Bangunan Pelengkap pada Saluran Irigasi Rejali ......... 88
Tabel 4. 46 Penjabaran Kondisi Terjunan dan Drain Inlet pada Saluran Irigasi
Duk ......................................................................................................... 89
Tabel 4. 47 Hasil Penilaian Bangunan Pelengkap pada Saluran Irigasi Duk ............ 89
viii
Tabel 4. 48 Penjabaran Kondisi Terjunan dan Drain Inlet pada Saluran Irigasi
Rejali ....................................................................................................... 90
Tabel 4. 49 Hasil Penilaian Bangunan Pelengkap pada Saluran Irigasi Rejali .......... 90
Tabel 4. 50 Penjabaran Kondisi Tangga Cucian pada Saluran Irigasi Duk ............... 91
Tabel 4. 51 Hasil Penilaian Bangunan Pelengkap pada Saluran Irigasi Duk ............ 91
Tabel 4. 52 Penjabaran Kondisi Tempat Mandi Hewan pada Saluran Irigasi Rejali. 91
Tabel 4. 53 Hasil Penilaian Bangunan Pelengkap pada Saluran Irigasi Rejali .......... 91
Tabel 4. 54 Rekapitulasi Penilaian Bangunan pada Saluran Irigasi Duk................... 92
Tabel 4. 55 Rekapitulasi Penilaian Bangunan pada Saluran Irigasi Rejali ................ 93
Tabel 4. 56 Parameter Selisih Perbandingan Nilai Kondisi ....................................... 95
Tabel 4. 57 Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Kriteria ................................ 96
Tabel 4. 58 Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria terhadap Alternatif ........... 98
Tabel 4. 59 Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria terhadap Alternatif ........... 99
Tabel 4. 60 Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria terhadap Alternatif ........... 101
Tabel 4. 61 Parameter Selisih Perbandingan Nilai Kondisi ....................................... 104
Tabel 4. 62 Matriks Perbandingan Alternatif terhadap Kriteria ................................ 104
Tabel 4. 63 Matriks Perbandingan Alternatif terhadap Kriteria ................................ 106
Tabel 4. 64 Matriks Perbandingan Kriteria Bangunan Utama terhadap Semua
Kriteria .................................................................................................... 108
Tabel 4. 65 Matriks Perbandingan Kriteria Saluran Pembawa terhadap Semua
Kriteria .................................................................................................... 110
Tabel 4. 66 Matriks Perbandingan Kriteria Bangunan pada Saluran Pembawa
terhadap Semua Kriteria ......................................................................... 112
Tabel 4. 67 Urutan Skala Prioritas Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan
Analytic Network Process (ANP) ........................................................... 116
Tabel 4. 68 Rekapitulasi Volume Pekerjaan untuk Pemeliharaan Sabo Dam Rejali . 121
Tabel 4. 69 Rekapitulasi Volume Pekerjaan untuk Rehabilitasi Saluran Irigasi Duk 121
Tabel 4. 70 Rekapitulasi Biaya Rehabilitasi Bangunan Utama ................................. 121
Tabel 4. 71 Rekapitulasi Perhitungan Biaya Rehabilitasi D.I. Rejali Setelah Pajak . 122
Tabel 4. 72 Rekapitulasi Biaya Rehabilitasi Saluran Pembawa D.I. Duk ................. 122
Tabel 4. 73 Rekapitulasi Perhitungan Biaya Rehabilitasi D.I. Duk Setelah Pajak .... 123
ix
DAFTAR GAMBAR
xi
Gambar 4. 11 Matriks Perbandingan Berpasangan dalam Program Super Decision
2.10 ......................................................................................................... 106
Gambar 4. 12 Matriks Perbandingan Berpasangan dalam Program Super Decision
2.10 ......................................................................................................... 108
Gambar 4. 13 Matriks Perbandingan Berpasangan dalam Program Super Decision
2.10 ......................................................................................................... 110
Gambar 4. 14 Matriks Perbandingan Berpasangan dalam Program Super Decision
2.10 ......................................................................................................... 112
Gambar 4. 15 Supermatriks Tak Berbobot (Unweighted Supermatrix) ........................ 114
Gambar 4. 16 Supermatriks Berbobot (Weighted Supermatriks) .................................. 114
Gambar 4. 17 Supermatriks Terbatas (Limit Supermatrix) ........................................... 115
Gambar 4. 18 Urutan Skala Prioritas dalam Program Super Decision 2.10.................. 115
Gambar 4. 19 Kondisi Mercu Sabo Dam Rejali ............................................................ 117
Gambar 4. 20 Kondisi Hulu Sabo Dam Rejali .............................................................. 118
Gambar 4. 21 Kondisi Hilir Sabo Dam Rejali ............................................................... 118
Gambar 4. 22 Kondisi Intake Sabo Dam Rejali ............................................................ 118
Gambar 4. 23 Kondisi Kerusakan Dinding Saluran pada Saluran Irigasi Duk Ruas 1 . 119
Gambar 4. 24 Kondisi Kerusakan Dinding Saluran pada Saluran Irigasi Duk Ruas 2 . 119
Gambar 4. 25 Kondisi Longsoran dan Vegetasi pada Saluran Irigasi Duk Ruas 2 ....... 119
Gambar 4. 26 Kondisi Kerusakan Tanggul dan Vegetasi pada Saluran Irigasi
Duk Ruas 3 ............................................................................................. 120
Gambar 4. 27 Kondisi Kerusakan Tanggul dan Vegetasi pada Saluran Irigasi Duk
Ruas 4 ..................................................................................................... 120
xii
RINGKASAN
Muhammad Shidqy Aufa, Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Juli
2021, Penentuan Skala Prioritas Rehabilitasi Jaringan Irigasi pada Daerah Irigasi Duk dan Daerah
Irigasi Rejali di Kabupaten Lumajang dengan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) Dan Metode
Analytic Network Process (ANP), Dosen Pembimbing: Sri Wahyuni dan Tri Budi Prayogo.
Ketersediaan sumber daya air yang terbatas tentunya dapat menghambat kelangsungan hidup
manusia, salah satunya dalam sektor ketahanan pangan. Ketahanan pangan adalah keadaan
tercukupinya pangan untuk rumah tangga yang tergambar dengan adanya pangan yang tercukupi, baik
pada kualitas ataupun jumlahnya, merata serta aman, dan juga murah. Dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, dijelaskan bahwa pengolahan sumber daya air guna
mendorong nutrisi serta ketahanan pangan dihadapkan pada kecilnya sistem Operasi dan Pemeliharaan
Jaringan Irigasi. Sedangkan, berdasarkan UU No. 11/1974 tentang Pengairan yang ditindaklanjuti
bersamaan dengan Peraturan Pemerintah No.23/1982 tentang Irigasi, dan Permen PUPR NO.12/2015
terkait Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Irigasi, memberikan pesan tentang seberapa penting
aktivitas Pengoperasian serta Perawatan irigasi yang terkhusus pada penilaian kondisi fisik jaringan
irigasi dalam menunjang ketahanan pangan nasional.
Daerah Irigasi (DI) Duk terletak di Desa Sememu, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang.
Sedangkan Daerah Irigasi (DI) Rejali berada pada Desa Bago, Kecamatan Pasirian, Kabupaten
Lumajang. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui skala prioritas dalam melakukan
rehabilitasi aset irigasi dan estimasi biaya rehabilitasi. Tahapan pengerjaan dalam penelitian ini dimulai
dari pengumpulan data sekunder. Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain; skema
jaringan irigasi, data inventarisasi, data dokumentasi, dan harga satuan pekerjaan kabupaten lumajang.
Setelah pengumpulan data sekunder, selanjutnya yaitu melakukan pengolahan data, dimulai dari
inventarisasi aset irigasi yang bertujuan untuk mengetahui secara singkat kondisi fisik pada aset irigasi.
Setelah itu dilakukan penilaian kondisi fisik jaringan irigasi yang dilakukan sesuai dengan pedoman
aturan Kriteria dan Bobot Penilaian Kinerja Irigasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat tahun 2018. Selanjutnya menghitung skala prioritas rehabilitasi jaringan irigasi dengan
menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan metode Analytic Network Process
(ANP). Metode AHP menghasilkan skala prioritas berdasarkan struktur hierarki, sedangkan metode
ANP merupakan pengembangan dari Metode AHP yang memperhatikan adanya hubungan timbal balik
dan tidak memiliki struktur hierarki. Lalu tahap pengerjaan terakhir yaitu perhitungan estimasi biaya
rehabilitasi. Bangunan yang akan dihitung biaya rehabilitasinya dipilih berdasarkan hasil urutan teratas
skala prioritas dari kedua metode serta bangunan yang memiliki kondisi kerusakan fisik secara nyata di
lapangan.
Berdasarkan perhitungan dan analisis yang dilakukan, hasil rerata penilaian kondisi fisik bangunan
utama didapatkan 57,92% dengan kategori kondisi jelek, lalu rerata penilaian kondisi fisik saluran
pembawa didapatkan 75,16% dengan kategori kondisi sedang, serta rerata penilaian kondisi fisik
bangunan pada saluran pembawa didapatkan 82,40% dengan kategori kondisi baik. Urutan skala
prioritas rehabilitasi dan pemeliharaan pada metode Analytic Hierarchy Process (AHP) yaitu
berdasarkan alternatif D.I Rejali (nilai total 0,359), D.I Duk (nilai total 0,141). Berdasarkan kriteria
Bangunan Utama (nilai total 0,393), Saluran Pembawa (nilai total 0,074), Bangunan pada Saluran
Pembawa (nilai total 0,033). Urutan skala prioritas rehabilitasi dan pemeliharaan metode Analytic
Network Process (ANP) yaitu berdasarkan alternatif D.I Rejali (nilai total 0,260), D.I Duk (nilai total
0,072). Berdasarkan kriteria Bangunan Utama (nilai total 0,524), Saluran Pembawa (nilai total 0,099),
Bangunan pada Saluran Pembawa (nilai total 0,044). Untuk prioritas pertama rehabilitasi berdasarkan
kedua metode yaitu pada kriteria bangunan utama D.I Rejali, dengan estimasi biaya yang diperlukan
sebesar Rp 193.300.000,00. Namun, dikarenakan tidak ada kerusakan fisik secara murni, maka prioritas
selanjutnya yang akan direhabilitasi berdasarkan kondisi lapangan adalah saluran pembawa D.I Duk,
dimana perkiraan biaya rehabilitasi yaitu sejumlah Rp 394.300.000,00.
Kata Kunci: Analytic Hierarchy Process, Analytic Network Process, Irigasi, Ketahanan Pangan,
Rehabilitasi
SUMMARY
Muhammad Shidqy Aufa, Department of Water Resources Engineering, Faculty of Engineering,
University of Brawijaya, Determining the Priority Scale of the Rehabilitation of Irrigation Networks on
the Duk Irrigation Area and Rejali Irrigation Area in Lumajang Regency with the Analytic Hierarchy
Process (AHP) Method and the Analytic Network Process (ANP) Method, Academic Supervisor: Sri
Wahyuni dan Tri Budi Prayogo.
The availability of limited water resources can certainly hinder human survival, one of which is in
the food security sector. Food security is a condition of sufficient food for households which is
illustrated by the presence of sufficient food, both in quality and quantity, evenly distributed and safe,
and also cheap. In the 2020-2024 National Medium-Term Development Plan (RPJMN), it is explained
that the management of water resources to encourage nutrition and food security is tackled with the low
performance of the Irrigation Network Operation and Maintenance system. Meanwhile, based on Law
no. 11/1974 concerning Irrigation, which was followed up with Government Regulation No.23/1982 on
Irrigation, and PUPR Ministerial Regulation NO.12/2015 regarding Guidelines for Operation and
Maintenance of Irrigation, giving a message about the importance of irrigation Operation and
Maintenance activities, especially in assessing physical conditions of irrigation network in supporting
national food security.
The Duk Irrigation Area is located in Sememu Village, Pasirian District, Lumajang Regency. While
the Rejali Irrigation Area is located in Bago Village, Pasirian District, Lumajang Regency. The purpose
of this study is to determine the priority scale in rehabilitating irrigation assets and estimate of
rehabilitation costs. The stages of work in this research start from the collection of secondary data. The
data needed in this study include; irrigation network schemes, inventory data, documentation data, and
work unit prices for Lumajang Regency. After collecting secondary data, the next step is to process
data, starting with an inventory of irrigation assets which aims to briefly determine the physical
condition of irrigation assets. From that point onward, an evaluation of the state of being of the water
system network was completed as per the rules for the Criteria and Weights of the Irrigation
Performance Assessment of the Ministry of Public Works and Public Housing in 2018. Furthermore,
the priority scale of irrigation network rehabilitation is calculated using the Analytic Hierarchy Process
(AHP) and Analytic Network Process (ANP) methods. The AHP method produces a priority scale based
on a hierarchical structure, while the ANP method is a development of the AHP method which pays
attention to the reciprocal relationship and does not have a hierarchical structure. The last stage of work
is the calculation of the estimated cost of rehabilitation. The buildings for which the rehabilitation costs
will be calculated are selected based on the results of the top priority scale of the two methods as well
as buildings that have real physical damage conditions in the field.
Based on the results of analysis and calculations, the average results of the assessment of the
physical condition of the main building obtained 57.92% with the category of poor condition, then the
average assessment of the physical condition of the carrier channel obtained 75.16% with the category
of moderate condition, and the average assessment of the physical condition of the building on the
carrier channel obtained 82.40% with good condition category. The order of priority for rehabilitation
and maintenance in the Analytic Hierarchy Process (AHP) method is based on alternatives, namely D.I
Rejali (total value 0.359), D.I Duk (total value 0.141). Based on the criteria, namely the Main Building
(total value 0.393), Carrier Channels (total value 0.074), Buildings in the Carrier Channel (total value
0.033). The order of priority for the rehabilitation and maintenance of the Analytic Network Process
(ANP) method is based on alternatives, namely D.I Rejali (total score 0.260), D.I Duk (total value
0.072). Based on the criteria, namely Main Building (total value 0.524), Carrier Channel (total value
0.099), Buildings in Carrier Channel (total value 0.044). For the first priority of rehabilitation based on
the two methods, namely the criteria for the main building of D.I Rejali, with an estimated cost of Rp.
193,300,000.00. However, because there is no pure physical damage, the next priority to be rehabilitated
based on field conditions is the D.I Duk carrier channel, where the estimated rehabilitation cost is Rp.
394,300,000.00.
Keywords: Analytic Hierarchy Process, Analytic Network Process, Food Security, Irrigation,
Rehabilitation
2
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Prioritas Rehabilitasi Jaringan Irigasi pada Daerah Irigasi Duk & Daerah Irigasi Rejali di
Kabupaten Lumajang dengan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Analytic
Network Process (ANP).
4. Evaluasi dan Penentuan Prioritas Rehabilitasi Jaringan Irigasi Sidareja di Cilacap dengan
Metode ANP (Analytical Networking Process), penulis: Eko Nurcahyo Widyo. Tahun:
2016.
5. Penentuan Skala Prioritas Kinerja Fisik Jaringan Irigasi Pada Daerah Irigasi Semen
Krinjo dengan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Metode Analytic Network
Process (ANP), penulis: Panji Satria Dewanto, Rini Wahyu Sayekti, Sri Wahyuni.
Tahun: 2020
1.5 Tujuan
Tujuan dari studi ini yaitu:
1. Mengetahui kondisi prasarana fisik jaringan irigasi sesuai dengan kriteria penilaian
berdasarkan data inventarisasi dan data dokumentasi lapangan yang ada.
2. Mengetahui hasil skala prioritas penanganan dan rehabilitasi jaringan irigasi melalui
pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Analytic Networking Process (ANP).
3. Mengetahui estimasi biaya yang diperlukan untuk rehabilitasi atau pemeliharaan pada
aspek yang paling diprioritaskan.
1.6 Manfaat
Studi ini dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Sebagai acuan rekomendasi untuk dilaksanakan rehabilitasi jaringan irigasi berdasarkan
informasi mengenai penilaian keadaan fisik rantai pengairan di Areal Pengairan Duk dan
Rejali Kabupaten Lumajang.
2. Studi ini bisa menjadi bahan acuan terkait menghitung proprosi kepentingan kondisi fisik
jaringan irigasi.
3. Meningkatkan pengetahuan dan keilmuan dalam bidang pengairan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Irigasi
Irigasi artinya upaya guna mendapatkan air yang memakai bangunan serta saluran yang
dibuat guna kepentingan pendukung produksi agraria. Kata irigasi bersumber dari kata
irrigate pada bahasa Belanda serta irrigation pada bahasa Inggris. Berdasarkan pendapat
Abdullah Angoedi (1984) pada riwayat Irigasi di Indonesia di laporan Pemerintah Belanda
irigasi artinya berdasarkan teknis mencurahkan air lewat saluran-saluran pemanggul ke
tanah agraria dan juga selepas air itu diambil kegunaan seluas-luasnya mengalirkannya
menuju saluran-saluran akhir lalu menuju sungai. Riwayat irigasi di Indonesia sudah cukup
lama yang diawali semenjak masa Hindu. Contohnya agraria padi sistem subak pada Bali
serta sistem Tuo Banda pada Sumatera Barat. Kemudian tertulis bahwasanya bangunan
irigasi kesatu Indonesia dibuat di Jawa Timur yang dinyatakan pada prasasti Harinjing yang
saat ini diletakkan pada Musium Jakarta. Penciptaan bendung kesatu di Indonesia yakni
bendung Sampean di tahun 1852 bertempat pada sungai Sampean, Jawa Timur diciptakan
Ir. Van Thiel yang diperintahkan Pemerintahan Belanda Situbondo tersusun dari potongan
jati diisi menggunakan bebatuan sungai.
Berdasarkan pada Regulasi Pemerintah No. 23 / 1998 terkait irigasi, bahwasanya Irigasi
artinya upaya guna alokasi serta kontrol air guna mendukung agraria. Berdasarkan PP No.
22 / 1998 irigasi di arti lain masuk pada arti drainase yakni kontrol air terlebih dari letak
tumbuhnya tumbuhan ataupun lahan supaya tidak menghambat tumbuhnya tumbuhan
ataupun produksi tumbuhan. Pendapat lainnya dari Small dan Svendsen (1990)
menyebutkan bahwasanya irigasi artinya kegiatan yang melibatkan manusia guna mengubah
aliran air yang berasal sumbernya berdasarkan ruang serta waktu dan mengelola tidak
seluruhnya ataupun semuanya jumlah itu menumbuhkan produksi agraria.
Irigasi.
2.2.1 Klasifikasi Jaringan Irigasi
Menurut metode konfigurasi, penakaran, dan lengkap tidaknya fasilitas, jaringan irigasi
bisa dikategorikan ke 3 macam, yakni pertama rantai irigasi teknis, kedua rantai irigasi semi
teknis serta ketiga rantai irigasi yang disederhanakan. Sifat tiap-tiap kategori rantai
tercantum diTabel 2.1.
Tabel 2. 1 Klasifikasi Jaringan Irigasi
No. Jaringan Irigasi Klasifikasi Jaringan Irigasi
Teknis Semi Teknis Sederhana
1 Bangunan Pokok Bangunan tetap Bangunan tetap Bangunan sesaat
atau semi tetap
2 Kemampuan Baik Menengah Jelek
bangunan dalam
mengukur dan
mengatur debit
3 Jaringan saluran Saluran irigasi Saluran irigasi Saluran irigasi
serta pembuang serta pembuang serta
terpisah tidak sepenuhnya pembuangan
terpisah menjadi satu
4 Petak tersier Dikembangkan Belum Belum ada
sepenuhnya dikembangkan jaringan terpisah
atau densitas yang
bangunan tersier dikembangkan
jarang
5 Efisiensi secara Tinggi 50% - Sedang 40% – 50% Kurang < 40%
keseluruhan 60% (Ancar- (Ancar-ancar) (Ancar-ancar)
ancar)
6 Ukuran Tidak terdapat Hingga 2.000 ha Tidak melebihi
batasan 500 ha
7 Jalan Usaha Tani Ada keseluruh Hanya sebagian Condong tidak
areal areal ada
8 Keadaan O&P - Terdapat Belum teratur Tidak ada O&P
instansi yang
menindak
lanjuti
- Keteraturan
dalam
pelaksanaan
Sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP 01, 2010:34
a. Jaringan Irigasi Teknis
Satu dari tonggak di rencana rantai teknis merupakan penyisihan diantara rantai irigasi
dengan rantai pemutus. Hal itu artinya bahwasanya antara saluran irigasi ataupun buangan
masih beroperasi atas dasar fungsinya sendiri-sendiri, mulai hulu sampai hilir. Saluran irigasi
mengantarkan air irigasi menuju sawah-sawah serta saluran buangan mengantarkan air yang
7
lebih mulai sawah-sawah sampai saluran buangan murni yang nantinya dilanjutkan menuju
laut.
Rantai irigasi teknis punya bangunan toreh yang tetap. Bangunan toreh dan bangunan
bagi bisa mengontrol dan menakar. Dan juga ada pembagi dari saluran supply serta buangan.
Konfigurasi serta penakaran dilaksanakan semenjak bangunan toreh hingga petak turunan.
Guna mempermudah sistem pengaliran irigasi ke petak agraria, dibuatlah organisasi dividen
lahan yang didalamnya terdapat petak utama, petak kedua, petak turunan, petak keempat dan
petak agraria atas dasar kesatuan terkecil. Gambar 2.1 gambaran contoh rantai irigasi teknis
atas dasar lanjutan dari rantai irigasi setengah teknis.
mengontrol serta menakar secara baik, sistem pengaturan umumnya ekstra rumit. Gambar
2.2 ialah gambaran rantai irigasi setengah teknis atas dasar bentuk terusan dari rantai irigasi
sederhana.
Saluran irigasi pada area irigasi teknis terdiri dari saluran irigasi pembawa dan saluran
pembuang (Mawardi, 2010, p.8). Saluran pembawa berfungsi menyalurkan air mulai asalnya
air ke lahan irigasi. Saluran pembawa terbagi menjadi saluran pokok, saluran sekunder,
saluran tersier, dan saluran kuarter. Saluran pokok dan saluran sekunder termasuk rantai
saluran irigasi utama, sedangkan saluran tersier serta saluran kuarter masuk ke jaringan
saluran irigasi tersier (Sidharta, 1997, p.62-63).
Saluran pembuang mempunyai fungsi untuk mengalirkan air yang berlebih untuk
mencegah terjadinya genangan kerusakan tanaman (Mawardi, 2010, p.8). Air yang berlebih
terjadi pada jaringan irigasi yang muncul karena hujan besar, buangan air irigasi yang
berlebihan, dan sebagainya (Mawardi, 2010). Saluran pembuang utama serta sekunder
termasuk jaringan saluran buangan utama, sedangkan saluran buangan tersier dan kuarter
termasuk jaringan saluran pembuang tersier (Sidharta, 1997, p.63).
3. Bangunan Bagi dan Sadap
Bangunan bagi mempunyai fungsi guna memecah air dari saluran yang satu ke saluran
yang lainnya yang lebih kecil, sedangkan bangunan sadap mempunyai fungsiguna
penyadapan air dari saluran utama menuju saluran sekunder atau dari saluran sekunder ke
saluran tersier (Mawardi, 2010, p.11). Bangunan bagi serta sadap di irigasi teknis
mempunyai pintu dan sarana penakar debit guna mencapai air yang dibutuhkan irigasi atas
dasar jumlah serta di masa tertentu (Ditjen Sumber Daya Air [KP-01], 2013).
4. Bangunan Pengukur
Bangunan penakar merupakan bangunan guna menakar seberapa banyak debit/air yang
melewati saluran itu (Mawardi, 2010, p.11). Aliran nantinya ditakar pada hulu saluran
primer, pada ranting saluran rantai primer serta pada bangunan sadap sekunder atau tersier
(Ditjen Sumber Daya Air [KP-01], 2013). Bangunan takar dipecah kedalam bangunan takar
aliran bebas atas (free overflow) serta bangunan takat aliran bawah (underflow), selain itu
sejumlah bangunan ukur juga bisa sebagai pengatur aliran air (Ditjen Sumber Daya Air [KP-
01], 2013).
5. Bangunan Pengatur Muka Air
Bangunan-bangunan konfigurasi didepan air memiliki fungsi guna sebagai konfigurasi
depan air pada rantai irigasi pokok hingga batas-batas yang dibutuhkan guna mendapatkan
debit yang tetap pada bangunan sadap tersier. Bangunan konfigurasi punya potongan
konfigurasi aliran yang bisa diubah-ubah maupun stagnan. Pada bangunan-bangunan kontrol
yang bisa diubah-ubah dihimbau memakai pintu (sorong) putaran maupun yang lain.
Bangunan-bangunan konfigurasi dibutuhkan pada lokasi-lokasi yang mana seberapa
11
tingginya depan air pada saluran dipengaruhi bangunan terjun ataupun selokan condong
(chute). Guna melaksanakan prefentif atas munculnya pertumbuhan ataupun penurunan
depan air pada saluran difungsikan mercu stagnan ataupun celah kendali trapesium
(trapezoidal notch).
6. Bangunan Pembawa
Bangunan-bangunan penghantar memiliki kegunaan guna menghantarkan air semenjak
ruas hulu hingga ruas hilir saluran. Aliran yang melewati bangunan penghantar dapat
menjadi superkritis ataupun subkritis (Ditjen Sumber Daya Air [KP-01], 2013). Bangunan
pembawa dengan aliran superkritis diantaranya:
- Bangunan Terjun
- Got Miring
Bangunan penghantar bersamaan aliran subkritis (bangunan silang) diantaranya:
- Gorong – Gorong
- Talang
- Siphon
- Jembatan Siphon
- Flum (Flume)
- Saluran Tertutup
- Terowongan
7. Bangunan Lindung
Bangunan lindung dibutuhkan guna menjaga saluran baik yang asalnya dalam ataupun
yang asalnya luar. Dari luar bangunan itulah yang menghantarkan perlindungan kepada
limpasan air yang dibuang yang melebihi batas serta yang asalnya dalam kepada aliran
saluran yang melebihi batas yang diakibatkan kesalahan eksploitasi ataupun yang
diakibatkan mengalirnya air yang asalnya dari luar saluran (Ditjen Sumber Daya Air [KP-
01], 2013). Bangunan lindung terdiri dari:
- Bangunan Pembuang Silang
- Pelimpah (Spillway)
- Bangunan Penggelontor Sedimen (Sediment Excluder)
- Bangunan Penguras (Wasteway)
- Saluran Pembuang Samping
- Saluran Gendong
8. Jalan dan Jembatan
12
Jalan mempunyai fungsi untuk pemeriksaan, operasi, dan juga perawatan rantai irigasi
serta buangan oleh Dinas Pengairan, sedangkan jembatan mempunyai fungsi guna
penghubung jalan-jalan pemeriksaan pada seberang aliran irigasi ataupun buangan ataupun
guna penghubung antara alur inspeksi dengan alur umum (Ditjen Sumber Daya Air [KP-01],
2013).
9. Bangunan Pelengkap
Bangunan – bangunan komplementer yang diciptakan pada dan sejauh aliran meliputi:
- Pagar, rel pengaman dan sebagainya, dengan maksud mengahantarkan pengaman jika
suatu saat munculnya kondisi-kondisi darurat.
- Tempat-tempat cuci, tempat mandi ternak serta yang lainnya, dengan maksud
menghantarkan sarana guna tercapainya air pada aliran sehingga tidak mengurangi
fungsi lereng.
- Kisi-kisi filter guna menghindarkan bangunan yang tersumbat (sipon serta gorong-
gorong panjang) yang terjadi karena sesautu yang terikut air.
- Jembatan-jembatan dengan maksud menolong penduduk yang ingin menyeberang.
- Sanggar tani atas fungsi sarana guna hubungan antara petani satu dan lainnya, serta antar
petani bersama dengan petugas irigasi dengan maksud penyelesaian masalah secara
mudah yang muncul pada lapangan. Penciptaannya menyesuaikan atas apa yang
dibutuhkan dan juga keadaan petani pada tempat itu dan juga peletakannya pada tiap-
tiap bangunan sadap/offtake.
maksud aktivitas pengerjaan perawatan itu sendiri dengan pengelolaan sendiri juga
dilakukan pengontrakkan, entah itu untuk tipe rantai irigasi yang diamankan, rutinnya
perawatan, sering tidaknya perawatan juga darurat atau tidaknya penanggulangan.
2.4.3 Kinerja Jaringan Irigasi
Di saat keadaan dan daya fungsi irigasi sudah menurun drastis, aktivitas O&P tidak
mampu memberikan penyelesaian atas rusaknya rantai guna kembalinya fungsi dari rantai
itu. Munculnya dari hal itu dikarenakan terbatasnya aktivias O&P dari segi pendefinisiannya
serta terbatasnya cakupan yang dikerjakan di bangunan irigisi serta perbaikan aliran.Posisi
kategori bisa diketahui lewat pelaksanaan aktivitas yang mana yang pertama dilaksanakan,
hingga butuh adanya pekerjaan yang didahulukan dulu ialah mengerjakan aktivitas evaluasi
dari performa rantai irigasi.
Performa rantai irigasi yang dievaluasi atas dasar di bobot dan kriteria evaluasi
performa rantai irigasi yaitu Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun
2018. Ada enam hal yang harus dinilai kembali, seperti:
- prasarana fisik
- prosuktivitas tanam
- sarana penunjang
- organisasi personalia
- dokumentasi
- kondisi organisasi P3A
personil, juga data yang ada tidak tepat. Berdasarkan opini Saaty, hirarki bisa diartikan
seperti suatu gambaran sesuatu masalah yang padat di sesuatu struktur level yang cukup
banyak yang mana level ke-satu memiliki arti visi, yang dilanjutkan tingkat variabel, ciri-
ciri, turunan dari ciri-ciri, juga terus hingga menuju bawah sampai alternatif akhiran. Adanya
hirarki ini, permasalahan yang padat bisa dijabarkan ke grup-grupnya lalu diorganisir model
hirarki jadi masalah yang ada terlihat sistematik dan lebih padat.
Menurut Syaifullah (2010), step-by-step aktivitas penaksiran putusan memakai metode
AHP pada dasarnya dibawah ini:
a. Permasalahan yang diartikan serta membuat jawaban yang ingin digapai.
b. Struktur hirarki yang dibuat atas dasar visi yang general, lalu dengan sifat-sifat serta
bermacam-macam pengurutan dari strategi yang lain.
c. Menciptakan matrix yang berpasangan dan dibandingkan yang bisa digambarkan dengan
kontribusi relatif ataupun persuasif tiap-tiap entitas atas dasar tiap-tiap tingkat atau visi
yang sederajat diatasnya. Komparatif dikerjakan atas dasar variasi ataupun penguat
argumen yang berasal putusan dengan mengevaluasi level penting atau tidaknya entitas
daripada entitas yang lain.
d. Membuat data menjadi normal, caranya adalah memecah skor setiap entitas yang ada
pada matrix yang berpasangan dengan skor semua kolom
e. Mengakumulasikan skor eigen vector serta pengujian konsiten atau tidaknya, apabila
hasilnya inkonsisten sesungguhnya pengambilan data diulang. Skor eigen vector disini
ialah skor eigen vector tertinggi yang bisa digapai dengan mehitung manual atau
software matlab.
f. Mengerjakan ulang tahap pada poin mulai dari c,d dan e yang masuk dalam lingkup
semua tingkat hirarki.
g. Mengakumulasikan eigen vector tiap matrix yang dikomparasi dan berhubungan. Bobot
tiap entitas ialah skor dari eigen vector. Step itu dilakukan untuk mengkombinasikan
variasi dalam menentukan tingkat kepentingan entitas-entitas level paling rendah di
hirarki hingga dengan visi yang tercapai.
h. Pengujian konsiten atau tidaknya hirarki. Apabila tidak mencapai nilai CR < 0, 100 harus
dihitung ulang kembali
2.5.2 Prinsip Dasar Metode AHP (Analytic Hierarchy Process)
Dalam penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan menggunakan metode AHP,
terkandung sejumlah pegangan dasar yang perlu dipahami dengan semestinya, diantaranya
yaitu:
17
1. Decomposition
Penguraian artinya membagi ataupun memecah problem yang padat ke dalam entitas-
entitas dalam hirarki progres penarikan putusan, yang mana tiap entitas tersebut berkaitan
satu dan lainnya. Pengelompokkan putusan komposisi hirarki menjadi sempurna juga tidak
sempurna. Hirarki putusan dapat dikatakan sempurna bila seluruh entitas di level
berhubungan dengan semua entitas di level selanjutnya, di lainnya, hirarki putusan yang
sempurna ialah lawan dari hirarki yang tidak sempurna. Model dari komposisi penguraian
yaitu:
Level ke-1 : Visi putusan (Goals)
Level ke-2 : Sifat-Sifat
Level ke-3 : Macam-macam pilhan lainnya
berhubungan satu dan lainnya serta mengandung level acuan masing-masing ciri-ciri
sejumlah pilihan lain. Proporsi acuan yang dipakai ialah proporsi 9 yang memperlihatkan
besarnya level tertinggi (extreme importance) hingga proporsi 1 yang memperlihatkan level
terendah (equal importance)
3. Synthesis of Priority
Synthesis of Priority dikerjakan melalui eigen vector method guna memperoleh beban
relatif atas entitas-entitas putusan yang diambil.
4. Logical Consistency
Logical Consistency ialah sifat utama AHP. Yang mana dikerjakan melalui
pengagregasian semua eigen vector yang bersumber dari bermacam-macam level hirarki lalu
dicapai suatu vektor composite tertimbang dengan keluar putusan yang ditaksir dan urut.
2.5.3 Langkah-Langkah Metode AHP (Analytic Hierarchy Process)
Adapun tahapan atau langkah – langkah spesifik dalam penyelesaian masalah dan
penfsiran putusan menggunakan metode AHP seperti dibawah ini:
1. Penyusunan Prioritas
Tiap-tiap entitas yang ada di hirarki semestinya adanya bobot relatifnya antara satu dan
lainnya. Dengan maksud guna memahami level prioritas stakeholder yang memiliki prioritas
di masalah itu dan ada hubungannya dengan sifat juga komposisi hirarki ataupun seluruh
dari sistem tersebut.
Step kesatu untuk mengetahui sifat kepentingan yakni menciptakan susunan menyusun
komparasi yang berhubungan, yakni melakukan komparasi pada bentuk hubungan semua
sifat di tiap-tiap turunan sistem hirarki. Komparasi ini lalu diubah menjadi matrix komparasi
berpasangan guna menganalisis bentuk angka. Dengan contoh ada turunan sistem hirarki
bersifat C serta alteranatif dibawah C sebanyak n, Ai hingga An. Komparasi antara alternatif
satu dan lainnya guna turunan sistem hirarki tersebut bisa diciptkan ke model matrix n x n.
Tabel 2. 3 Matriks Perbandingan Berpasangan
X A1 A2 … An
A1 a11 a12 … a1n
A2 a21 a22 … a2n
… … … …
Am am1 am2 … amn
Sumber: Saaty, T.Lorie (1993)
Value a11, a22, … amn memiliki arti value komparasi entitas kolom A1 dengan baris A1
yang memberikan arti relasi:
19
a. Sejauh mana level penting tidaknya baris A dengan sifat A daripada kolom A1
b. Sejauh mana banyaknya baris A1 dengan kolom A1 ataupun,
c. Sebanyak apa karakterisik kriteria B dengan di baris A1 daripada kolom A1.
Saaty mencetuskan bahwa value yang sifatnya angka yang dikenakan untuk semua
komparasi didapatkan dari proporsi komparasi 1 hingga 9, seperti yang ada di tabel 2.4
Tabel 2. 4 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan
Level Definisi Keterangan
Kepentingan
1 Sama-sama penting Entitas satu dan lainnya memiliki
persuasif yang tidak berbeda
3 Memiliki kepentingan yang Evaluasi serta pengalaman sangat
lebih sedikit condong pada satu entitas daripada
pasangannya
5 Memiliki kepentingan yang Suatu entitas sangat disukai serta secara
lebih sederhana dominasinya bersifat sangat
aktual, daripada entitas pasangannya.
7 Sangat penting Suatu entitas terbukti sangat disukai serta
dominasinya bersifat sangat aktual,
daripada entitas pasangannya.
9 Mutlak lebih penting Suatu entitas mutlak lebih disukai
daripada pasangannya, di level keyakinan
paling tinggi.
2,4,6,8 Value diantara dua argumen Value ini perlu adanya kompromi.
yang berhubungan
Kebalikan Apabila entitas i mempunyai salah satu bilangan di atas disaat
dikomparasi entitas j, sehingga j mempunyai kebalikan disaat dikomparasi
entitas i
Sumber: Saaty, T.Lorie. 1993
dibandingkan B yakni senilai 3. Bilangan 3 tidak hanya A tiga kali lebih besar dari B, tetapi
A moderate importance daripada B, sedangkan value di baris ke 2 kolom 1 dicantumkan
dengan lawan dari 3 adalah 1/3.
Baris 1 kolom 3: Bila A dikomparasi terhadap C, nantinya A sangat penting
dibandingkan C yakni senilai 7. Bilangan 7 bukan dimaksud A tujuh kali lebih besar dari C,
tapi A very strong importance dibandingkan C dengan value judgement sebesar 7, sedangkan
value di baris 3 kolom 1 dicantumkan dengan lawan dari 7 adalah 1/7.
Baris 1 kolom 4: Bila A dikomparasi terhadap D, nantinya A mutlak lebih penting
daripada D yakni senilai 9. Bilangan 9 tidak bermaksud A sembilan kali lebih besar dari D,
tapi A extreme importance dibandingkan D dengan value judgement senilai 9, sedangkan
value di baris 4 kolom 1 dicantumkan dengan lawan dari 9 adalah 1/9.
2. Eigen Value serta Eigen Vector
Guna kriteria mana yang dipahamai yang paling favorit ataupun terpenting, seorang
penafsir putusan (decision maker) yang telah mencantumkan penilaianya ataupun persepsi
ditiap komparasi antara sifat satu dan sifat lainnya di satu tingkatan (level) ataupun yang
bisa dikomparasikan lalu diciptkan susunan matrix komparasi di masing-masing level
tingkatan (level).
a. Matrix
Segerombol himpunan object (angka riil atau padat, variabel-variabel) yang mencakup
baris serta kolom juga dirancang persegi panjang artinya matrix. Matrix umumnya
terkandug m baris serta n kolom jadi matrix itu berbentuk (ordo) m x n. Matrix bisa
dibilang bujur sangkar (square matrix) bila m sama dengan n, serta skalarnya ada pada
baris ke-i serta kolom ke-j yang dinamakan (ij) matrix entri.
b. Vector dari n dimensi
Vector dengan n dimensi adalah daftar entitas-entitas yang beraturan dari bilangan-
bilangan sejumlah n buah, dirancang baik atas dasar baris, semenjak kiri-kanan (disebut
vector baris ataupun row vector dengan ordo 1 x n) atau atas dasar kolom, semenjak atas
hingga bawah (dinamakan vector kolom ataupun coloumn vector dimana ordo n x 1).
Himpunan keseluruhan vector dimana n bagian dengan entri riil dikonotasikan R’.
c. Kepentingan, Eigen Vector serta Eigen Value
Value keseluruhan matrix di tiap-tiap kolom dikomparasikan dengan value matrix serta
diakumulasikan dari masing-masing baris, jumlah skor baris dari matrix keluaran
akumulasi itu diakumulasikan, sehingga didapatkan skor dari masing-masing pada
matrik m x n.
21
dimana:
CI = Consistency Index
λmaks = eigen value maksimum
n = ukuran matriks
Bila value CI persis bilangan nol, sesungguhnya matrix komparasi berhubungan
tersebut stabil. Batasan inkonsisten (inconsistency) yang sudah dicanangkan oleh Thomas L.
Saaty dicanangkan atas adasar Rasio Konsistensi (CR), yakni komparasi antara index
kestabilan dengan value acak index (RI). Rasio Konsistensi bisa diakumulasikan dengan
formula ini:
𝐶𝐼
𝐶𝑅 = 𝑅𝐼 ............................................................................................................................ (2-2)
dimana:
CR = Rasio Konsistensi
RI = Indeks Random
Tabel 2. 6 Nilai Random Indeks (RI)
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,48
Sumber: Saaty, T. Lorie. 1993
Bila matrix komparasi berhubungan (pair-wise comparison) dengan value CR lebih
kecil daripada 0,1 sesungguhnya ketidakstabilan (inconsistency) argumen dari penafsir
keputusan masih bisa diterima, namun bila tidak butuh pengulangan perhitungan.
2.5.4 Kelebihan dan Kelemahan Metode AHP (Analytic Hierarchy Process)
Di penerapan penafsiran putusan, metode AHP ini tentunya memiliki kelebihan dan
kelemahan (Ma’arif dan Tanjung, 2003 dalam Makhfatih Akhmad). Adapun kelebihan
22
1. Model AHP yang bergantung dengan masukan pokok. Masukan pokok ini terdiri sudut
pandang bersumber pihak ahli hingga terdapat unsur subjektifitas ahli tersebut, di lain
sisi bentuk jadi tidak bermakna bila ahli itu menilai dengan salah.
2. Metode AHP ini hanyalah bentuk secara matematik tanpa adanya pengujian statistik
sehingga tanpa batas percaya tidaknya dari benar tidaknya model yang tercipta.
‘lokal’ berasal tiap-tiap matrix penaksiran komparasi pasangan lalu dihitung value eigen
vector.
3. Komposisi Hirarki atau Sintesis
Prinsip tersebut dipakai guna memindahkan kepentingan lokal yang berasal entitas-
entitas di klaster dengan kepentingan utama dari entitas utama yang nantinya menggapai
kepentingan utama utama semua hirarki juga mengakumulasikannya guna menggapai
kepentingan utama pada entitias tingkat yang paling rendah (umumnya ialah alternatif).
2.6.3 Fungsi Utama Metode ANP (Analytic Network Process)
Berdasarkan pendapat Ascarya (Tanjung dan Devi, 2013:221) 3 kegunaan utama
metode ANP, ialah seperti ini:
1. Menstruktur Kompleksitas
Apabila masalah yang padat tidak secara baik sesungguhnya sukar nantinya terkait
menjabarkan permasalahan itu. Metode ANP berfungsi membantu menstruktur
permasalahan itu, walaupun sebanyak dan sepadat permasalahan yang nantinya
dihadapkan.
2. Pengukuran dalam Skala Rasio
Penakaran ke proporsi perbandingan dibutuhkan guna menggambarkan skala. Tiap
metode dengan struktur hirarki diharuskan memakai kepentingan proporsi perbandingan
pada entitas tingkat paling rendah berasal hirarki. Ini penting dikarenakan skala (bobot)
dari entitas di tingkatan apapun berasal hirarki dicanangkan dengan menghitung
kepentingan dari entitas utamanya. Hasil perhitungan dari 2 penakaran tingkat jangkaua
secara matematik tidak punya makna, hingga proporsi perbandingan dibutuhkan di
perhitungan ini. Metode ANP memakai proporsi perbandingan di semua tingkat paling
rendah dari rantai/hirarki, juga tingkatan paling rendah (alternatif di bentuk alternatif).
Proporsi perbandingan nantinya makin penting bila kepentingan tidak saja dipakai guna
penerapan pilihan, juga guna penerapan lain contohnya guna penerapan pembagian
sumber daya.
3. Sintesis
Sintesis artinya membaurkan sejumlah kompenen jadi kesatuan. Perlu adanya suatu cara
guna mengerjakan sintesis dari sekian dimensi, dikarenakan kepadatan, kondisi putusan
penting yang mencakupkan dimensi untuk manusia guna bisa mengerjakan sintesis
secara berpikir. Kegunaan yang tidak kalah hebatnya juga metode ANP adalah
kelebihannya guna menolong penafsir putusan terkait mengerjakan penakaran juga
sintesis beberapa variable-variable hirarki juga rantai.
27
𝜆 max − 𝑛
𝐶𝐼 = .............................................................................................................(2-3)
𝑛−1
Dengan:
CI = Consistency Index
λmaks = nilai eigen terbesar
n = Jumlah elemen yang dibandingkan
Bila value CI persis nol, sesungguhnya matrix komparasi berpasangan itu stabil. Batas
ketidakstabilan (inconsistency) yang sudah dicanangkan Thomas L. Saaty ditetapkan
memakai Rasio Konsistensi (CR), yakni komparasi Consistency Index dengan value
Random Index (RI). Rasio Konsistensi bisa ditakarkan dengan formula:
𝐶𝐼
𝐶𝑅 = 𝑅𝐼 .....................................................................................................................(2-4)
dimana:
CR = Rasio Konsistensi
RI = Indeks Random
Skor acak indeks bisa didapatkan dari tabel dibawah.
Tabel 2. 8 Nilai Random Indeks (RI)
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,48
Sumber: Saaty, T. Lorie. 1993
5. Membuat Supermatriks
Supermatriks ialah keluaran vektor kepentingan atas dasar komparasi berpasangan
antara klaster, kriteria, juga altenatif. Supermatriks terdapat 3 langkah, seperti dibawah
ini:
a. Unwighted Supermatrix
Unwighted Supermatrix dicanangkan atas dasar komparasi berpasangan antara
klaster, kriteria, juga alternatif caranya adalah melibatkan vektor kepentingan
(eigen vector) kolom ke matrix yang cocok di sel matrix.
b. Weighted Supermatrix
Weighted Supermatrix didapatkan caranya adalah mengalikan seluruh entitias di
unweighted supermatrix dengan value yang ada di matrix klaster yang cocok hingga
masing-masing berjumlah 1.
c. Limmiting Supermatrix
Apabila ingin mencapai limiting supermatrix, dengan cara meninggikan bobot dari
weighted supermatrix. Menaikkan beban weighted supermatrix dikerjakan caranya
29
31
32
D.I. Duk
D.I. Rejali
Di sisi lian, rata-rata seringnya curah hujan di tahun 2011 prakiraan diantara 0 hingga 733
mm3.
Gambar 3. 6 Diagram Alir Perhitungan dengan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)
Sumber: Analisis (2020)
39
Gambar 3. 7 Diagram Alir Perhitungan dengan Metode Analytic Network Process (ANP)
Sumber: Analisis (2020)
40
40
3.5 Timeline Pengerjaan Studi
Tabel 3 1 Timeline Pengerjaan Studi
Waktu Pengerjaan
November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
No Uraian Pekerjaan
III - I- III - I- III - I- III - I- III - I- III - I- III - I- III -
III - IV I - II
IV II IV II IV II IV II IV II IV II IV II IV
1 Bab I
2 Bab II
3 Bab III
4 Seminar Proposal
5 Bab IV
6 Bab V
7 Ujian Komprehensif
Sumber: Hasil Analisis (2020)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Umum
Daerah Irigasi Duk memiliki luasan 591 Ha serta yang letaknya pada Kabupaten
Lumajang. Daerah Irigasi Duk menyuplai air dari Sungai Duk, dimana terdapat Bendung
Duk sebagai bangunan pengambilan air irigasi. Adapun Daerah Irigasi Rejali memiliki
luasan 305 Ha juga letaknya pada Kabupaten Lumajang. Areal Irigasi Rejali menyuplai air
dari Sungai Rejali, dimana terdapat Sabo Dam Rejali sebagai bangunan pengambilan air
irigasi.
41
42
-tidak terdapat
Dam Rejali -
bocoran, endapan
KRJ.1a
sedikit
1 Saluran Primer 8
-saluran pasangan
Rejali
kondisi baik
(Ruas 1)
-tanggul kondisi baik
-tidak terdapat
KRJ.1a - KRJ.1b
bocoran, endapan
Saluran Primer
sedikit
2 Rejali 20
-saluran pasangan
(Ruas 1 (8 m - 28
kondisi baik
m))
-tanggul kondisi baik
-tidak terdapat
KRJ.1a - KRJ.1b bocoran, endapan
Saluran Primer sedikit
3 Rejali 70 -saluran beserta
(Ruas 1 (28 m - 98 pasangan ditumbuhi
m)) vegetasi
-tanggul kondisi baik
-tidak terdapat
KRJ.1a - KRJ.1b bocoran, endapan
Saluran Primer sedikit
4 Rejali 45 -saluran pasangan
(Ruas 1 (98 m - kondisi baik
143 m)) -tanggul ditumbuhi
vegetasi
-tidak terdapat
bocoran, terdapat
KRJ.1b - KRJ.1
sedimentasi
Saluran Primer
5 162 -saluran pasangan
Rejali
kondisi baik
(Ruas 1)
-tanggul ditumbuhi
vegetasi
-tidak terdapat
bocoran, terdapat
KRJ.2a - KRJ.2b
sedimentasi
Saluran Sekunder
6 159 -saluran pasangan
Rejali
kondisi baik
(Ruas 2)
-tanggul ditumbuhi
vegetasi
47
-tidak terdapat
KRJ.2b - KRJ.2c bocoran, terdapat
Saluran Sekunder sedimentasi
7 310
Rejali -saluran pasangan
(Ruas 2) kondisi baik
-tanggul kondisi baik
-tidak terdapat
bocoran, terdapat
sedimentasi
KRJ.2c - KRJ.2d
-saluran pasangan
Saluran Sekunder
8 64 ditumbuhi vegetasi
Rejali
-tanggul ditumbuhi
(Ruas 2)
vegetasi
-terjadi penurunan
tanggul
-tidak terdapat
bocoran, terdapat
sedimentasi
-pasangan bagian
KRJ.2d - KRJ.2
kanan rusak sepanjang
Saluran Sekunder
9 190 10 m
Rejali
-tanggul ditumbuhi
(Ruas 2)
vegetasi sepanjang 100
m
-terjadi penurunan
tanggul
-tidak terdapat
bocoran, terdapat
KRJ.3a - KRJ.3
sedimentasi
Saluran Sekunder
10 50 -saluran pasangan
Rejali
kondisi baik
(Ruas 3)
-tanggul ditumbuhi
vegetasi
Terdapat sedikit
1 Mercu keretakan dan sedikit
bocor
Lantai bendung
dipenuhi sampah dan
3 Lantai bendung
sedimen, serta terdapat
retakan
Terdapat sedimentasi
11 Kantong lumpur dan tidak ada
pintu
BD.1b
2 -Terdapat retakan kecil
Tangga Cuci
BD.1c
3 -Kondisi bangunan baik
Tangga Cuci
BD.3b
13 -Kondisi bangunan baik
Tangga Cuci
53
BD.3d
15 -Kondisi bangunan baik
Tangga Cuci
Kondisi
1 Mercu
bangunan baik
Kondisi sayap
2 Sayap hulu dan hilir
baik
terdapat sedikit
3 Lantai bendung kebocoran pada
lantai
55
tidak ada
longsoran dan
Tanggul penutup
4 keretakan,
hulu dan hilir
terdapat
tumbuhan liar
56
Lanjutan Tabel 4.7. Hasil Inventarisasi Bangunan Utama (Sabo Dam Rejali)
No Sabo Dam Kondisi Dokumentasi
BRJ.2a
6 Pemandian -Kondisi bangunan baik
Hewan
BRJ.2b
7 -Bangunan sedikit keropos
Tangga Cuci
BRJ.2f
11 -Kondisi bangunan baik
Tangga Cuci
BRJ.2g
12 -Kondisi bangunan baik
Tangga Cuci
BRJ.2h
13 -Kondisi bangunan baik
Tangga Cuci
namun pada sabo dam D.I. Rejali diasumsikan sebagai bendung tetap, karena masih
memiliki fungsi untuk meninggikan muka air dan terdapat intake untuk irigasi. Sehingga,
penilaian kondisi fisik menggunakan kategori bendung tetap.
Tabel 4. 9 Aspek Penilaian Kondisi Fisik Bangunan Utama (Bendung Tetap)
No Uraian Aspek penilaian Kondisi
1 Mercu I Tingkat keretakan mercu
II Tingkat kebocoran mercu
III Pengelupasan lapisan permukaan
IV Tingkat keretakan pilar pintu
2 Sayap hulu dan hilir I Tingkat keretakan sayap hulu dan hilir
II Pengelupasan lapisan permukaan
3 Lantai Bendung I Tingkat keretakan lantai
II Keberadaan degradasi dasar sungai
III Tingkat kebocoran lantai
IV Pengelupasan lapisan permukaan
4 Tanggul penutup I Tingkat keretakakan tanggul
hulu dan hilir II Tingkat kelongsoran tanggul dan tumbuhan liar
III Penurunan puncak dan tanggul
5 Jembatan I Tingkat keretakan jembatan
II kestabilan untuk transportasi
6 Papan operasi pada I Tingkat kerusakan papan operasi
Intake II Kerutinan pengisian data operasi
7 Mistar ukur I pembacaan papan duga
II pemasangan papan duga
III Keberadaan tabel pembaca debit
8 Pagar pengaman I Tingkat kerusakan pagar pengaman
9 Pintu pengambilan I Keberfungsian pintu
II Tingkat keropos dan kebocoran daun pintu
10 Pintu penguras I Keberfungsian pintu
II Tingkat keropos dan kebocoran daun pintu
11 kantong lumpur I kondisi kantong lumpur
12 kebersihan kantong I pembersihan sedimen pada kantong lumpur
lumpur II konsistensi kebersihan
62
Lanjutan Tabel 4.9. Aspek Penilaian Kondisi Fisik Bangunan Utama (Bendung Tetap)
No Uraian Aspek penilaian Kondisi
13 pintu kantong lumpur I Keberfungsian pintu
II Tingkat keropos dan kebocoran daun pintu
Sumber: Kriteria dan Bobot Penilaian Kinerja Irigasi Kementerian PUPR (2018)
Selanjutnya yaitu melakukan penjabaran kondisi Bendung Duk di lapangan berdasarkan
hasil inventarisasi sesuai dengan aspek penilaian di atas.
Tabel 4. 10 Penjabaran Kondisi Bendung Duk
No Uraian Kondisi
I terdapat sedikit keretakan (80%)
II terdapat sedikit kebocoran (80%)
1 Mercu
III terdapat sedikit pengelupasan (80%)
IV terdapat retakan kecil pada pilar pintu (90%)
I terdapat retak kecil (90%)
2 Sayap hulu dan hilir
II terdapat sedikit pengelupasan (90%)
I terdapat keretakan pada lantai hilir (70%)
II terjadi degradasi pada dasar sungai (70%)
3 Lantai Bendung
III terdapat kebocoran kecil/rembesan air (80%)
IV lapisan permukaan mengelupas (70%)
I tidak ada keretakan pada tanggul (90%)
Tanggul penutup
4 II tidak ada kelongsoran dan terdapat tumbuhan liar (80%)
hulu dan hilir
III tidak ada penurunan tanggul (90%)
I terdapat sedikit keretakan dan kerusakan sedang (70%)
5 Jembatan
II kurang stabil untuk transportasi (70%)
Papan operasi pada I tidak terdapat papan operasi (0%)
6
Intake II tidak terdapat papan operasi (0%)
I papan duga dapat dibaca dengan baik (90%)
7 Mistar ukur II papan duga terpasang di elevasi yang cukup tepat (80%)
III tidak terdapat tabel pembaca debit (50%)
8 Pagar pengaman I tidak ada pagar pengaman (0%)
I semua pintu berfungsi dengan baik (80%)
9 Pintu pengambilan
II semua daun pintu terpasang dengan baik (90%)
I semua pintu berfungsi dengan baik (80%)
10 Pintu penguras
II sebagian pintu ada yang tampak sedikit keropos (80%)
11 kantong lumpur I bangunan dalam kondisi baik (90%)
kebersihan kantong I belum pernah dilakukan pengerukan sedimen (50%)
12
lumpur II tidak konsisten (50%)
I tidak ada pintu (0%)
13 pintu kantong lumpur
II tidak ada pintu (0%)
Sumber: Analisis (2021)
Contoh perhitungan penilaian pengelupasan lapisan permukaan pada mercu bendung:
Diketahui lebar mercu 10 m. Berdasarkan inventarisasi, terdapat pengelupasan lapisan
permukaan mercu sebesar 2 m.
63
64
1. Bangunan Utama (Bendung Duk)
Tabel 4. 11 Hasil Penilaian Kondisi Fisik Bendung Duk
Aspek Rerata skor Rerata skor
Bendung tetap dengan
No Dokumentasi kondisi tiap kondisi kondisi
kantong lumpur Uraian Skor Kondisi (%)
aspek (%) bangunan (%)
I 80
II 80
1 Mercu 82,5
III 80
IV 90
I 90
2 Sayap Hulu dan Hilir 90
II 90
I 70
II 70
3 Lantai Bendung 72,5
III 80
IV 70 60,00 Sedang
I 90
Tanggul penutup hulu II 80
4 86,67
dan hilir
III 90
I 70
5 Jembatan 70
II 70
I 0
Papan operasi pada
6 Tidak ada dokumentasi 0
Intake
II 0
65
I 80
9 Pintu Pengambilan 85
II 90
I 80
10 Pintu Penguras 80
II 80
11 Kantong Lumpur I 90 90
I 50
Kebersihan Kantong
12 50
Lumpur
II 50
65
66
66
Lanjutan Tabel 4.11. Hasil Penilaian Kondisi Fisik Bendung Duk
Aspek Rerata skor Rerata skor
Bendung tetap dengan
No Dokumentasi kondisi tiap kondisi kondisi
kantong lumpur Uraian Skor Kondisi (%)
aspek (%) bangunan (%)
I 0
13 Pintu Kantong Lumpur 0
II 0
67
= 72,50 %
∑Rerata skor kondisi tiap aspek
Rerata skor kondisi bangunan = 13
82,5+90+72,5+86,67+70+0+73,33+0+85+80+90+50+0
= 13
= 60,00 %
Kondisi bangunan utama = Sedang (60 – 79,99%)
Selanjutnya yaitu melakukan penjabaran kondisi Sabo Dam Rejali di lapangan
berdasarkan hasil inventarisasi sesuai dengan aspek penilaian di atas.
Tabel 4. 12 Penjabaran Kondisi Bendung Rejali
No Uraian Kondisi
I Terdapat sedikit keretakan (90%)
II Terdapat sedikit kebocoran (90%)
1 Mercu
III Terdapat sedikit pengelupasan (90%)
IV Terdapat retakan kecil pada pilar pintu (90%)
Sayap hulu dan I Terdapat retak kecil (90%)
2
hilir II Terdapat sedikit pengelupasan (90%)
I Terdapat sedikit keretakan pada lantai hilir (90%)
II Degradasi pada dasar sungai (90%)
3 Lantai Bendung
III Terdapat kebocoran kecil/rembesan air (90%)
IV Lapisan permukaan sedikit mengelupas (90%)
I Tidak ada keretakan pada tanggul (90%)
Tanggul penutup Tidak ada kelongsoran dan terdapat tumbuhan liar
4
hulu dan hilir II (80%)
III Tidak ada penurunan tanggul (90%)
Papan operasi I Tidak ada papan operasi (0%)
5
pada Intake II Tidak ada papan operasi (0%)
I Tidak ada mistar ukur (0%)
6 Mistar ukur II Tidak ada mistar ukur (0%)
III Tidak ada mistar ukur (0%)
7 Pagar pengaman I Tidak ada pagar pengaman (0%)
Pintu I Semua pintu berfungsi dengan baik (90%)
8
pengambilan II Semua daun pintu terpasang dengan baik (90%)
Sumber: Analisis (2021)
68
I 90
2 Sayap Hulu dan Hilir 90
II 90
I 90
II 90
3 Lantai Bendung 90
III 90
IV 90 55,83 Jelek
I 90
Tanggul penutup II 80
4 86,67
hulu dan hilir
III 90
I 0
Papan operasi pada
5 Tidak ada dokumentasi 0
Intake
II 0
I 0
II 0
6 Mistar ukur Tidak ada dokumentasi 0
III 0
69
70
70
Lanjutan Tabel 4.13. Hasil Penilaian Kondisi Fisik Sabo Dam Rejali
Aspek Rerata skor Rerata skor
No Sabo Dam Dokumentasi kondisi tiap kondisi kondisi
Uraian Skor Kondisi (%) aspek (%) bangunan (%)
I 90
8 Pintu Pengambilan 90
II 90
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
71
= 90,00 %
∑Rerata skor kondisi tiap aspek
Rerata skor kondisi banguna = 8
90+90+90+86,67+0+0+0+90
= 8
= 55,83 %
Kondisi bangunan utama = Jelek (0 – 59,99%)
4.4.2 Penilaian Kondisi Fisik Saluran Pembawa
Penaksiran fisik aliran penghantar terbagi menjadi tiga aspek penilaian yaitu kapasitas
saluran, tinggi tanggul, serta perbaikan dan pemeliharaan.
Tabel 4. 14 Aspek Penilaian Kondisi Fisik Saluran Pembawa
No Uraian Aspek Penilaian Kondisi
I Perubahan Kapasitas
1 Kapasitas Saluran II Keberadaan sadap liar dan bocor
II Keberadaan endapan yang mempengaruhi kapasistas
I Stabilitas dan Tinggi Jagaan
2 Tinggi Tanggul
II Keberadaan longsor dan tumbuhan liar
Perbaikan dan
3 I Capaian perbaikan yang terlaksana
Pemeliharaan
Sumber: Kriteria dan Bobot Penilaian Kinerja Irigasi Kementerian PUPR (2018)
1. Kapasitas Saluran
a. Saluran Irigasi Duk
Tabel 4. 15 Penjabaran Kondisi Saluran berdasarkan Kapasitas Saluran
Kapasitas Saluran
No Saluran
I II III
Kapasitas mengalami Tidak terdapat Terdapat endapan
sedikit perubahan sadap liar dan yang sedikit
1 Saluran Ruas 1 (80%) kebocoran (90%) memengaruhi
kapasitas (80%)
Terdapat endapan
Kapasitas Tidak terdapat
yang sedikit
2 Saluran Ruas 2 mengalami sedikit sadap liar dan
memengaruhi
perubahan (80%) kebocoran (90%)
kapasitas (80%)
Terdapat endapan
Kapasitas Tidak terdapat
yang sedikit
3 Saluran Ruas 3 mengalami sedikit sadap liar dan
memengaruhi
perubahan (80%) kebocoran (90%)
kapasitas (80%)
Sumber: Analisis (2021)
73
= 83,33%
2. Tinggi Tanggul
a. Saluran Irigasi Duk
Tabel 4. 19 Penjabaran Kondisi Saluran berdasarkan Tinggi Tanggul
Tinggi saluran
No Saluran
I II
Stabilitas tanggul kurang
Terdapat longsor dan
1 Saluran Ruas 1 baik, tinggi jagaan kurang
tumbuhan liar (70%)
(70%)
Stabilitas tanggul kurang
Terdapat longsor dan
2 Saluran Ruas 2 baik, tinggi jagaan aman
tumbuhan liar (70%)
(80%)
Stabilitas tanggul baik, Terdapat sedikit longsor dan
3 Saluran Ruas 3
tinggi jagaan aman (90%) tumbuhan liar (80%)
Stabilitas tanggul sedikit
Terdapat sedikit longsor dan
4 Saluran Ruas 4 kurang baik, tinggi jagaan
tumbuhan liar (80%)
aman (90%)
Sumber: Analisis (2021)
Contoh Perhitungan Penilaian Longsoran:
Saluran Duk Ruas 1 (Panjang 144 m)
Berdasarkan inventarisasi, terdapat longsoran total sepanjang 50 m
Kondisi Longsoran = 50 / 144 × 100 %
Kondisi Longsoran = 35 %
Berdasarkan Kriteria dan Bobot Penilaian Kinerja Irigasi, kondisi longsoran 20% - 40%
termasuk dalam kondisi Sedang (60% - 79,99%).
74
= 85 %
3. Perbaikan dan Pemeliharaan
a. Saluran Irigasi Duk
75
= 75,00 %
Kondisi saluran = Sedang (60 – 79,99%)
∑nilai tiap ruas saluran irigasi rejali
Rerata skor saluran irigasi Rejali = total ruas saluran
71,11+75,00+78,33+78,33
= 4
= 75,69 %
Kondisi saluran irigasi Rejali = Sedang (60 – 79,99%)
b. Saluran Irigasi Rejali
Tabel 4. 28 Rekapitulasi Penilaian Saluran Irigasi Rejali
Rekapitulasi
No Saluran Pembawa Rerata Kondisi
Penilaian
1 Saluran Primer Rejali Ruas 1 76,67
2 Saluran Sekunder Rejali Ruas 2 71,11 74,63 Sedang
3 Saluran Sekunder Rejali Ruas 3 76,11
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
Contoh Perhitungan (Nomor 1):
Kapasitas saluran+tinggi tanggul+perbaikan & pemeliharaan
Rerata skor kondisi tiap aspek = 3
90+80+60
= 3
= 76,67 %
Kondisi saluran = Sedang (60 – 79,99%)
∑nilai tiap ruas saluran irigasi rejali
Rerata skor saluran irigasi Rejali = total ruas saluran
76,67+71,11+76,11
= 3
77
= 74,63%
Kondisi saluran irigasi Rejali = Sedang (60 – 79,99%)
Lanjutan Tabel 4.29. Aspek Penilaian Kondisi Fisik Bangunan pada Saluran Pembawa
(Bangunan Pelengkap)
No. Uraian Aspek Penilaian Kondisi
I Tingkat keretakan tubuh jembatan
II Tingkat keretakan sayap
b. Jembatan
III Keberadaan longsor
IV Sumbatan sampah dan sedimen
I Tingkat keretakan dan bocoran
c. Terjunan, Pelimpah
II Tingkat kerusakan lantai
samping, dan Drain Inlet
(masukan pembuang) III Tingkat keretakan sayap
IV Tingkat kelongsoran
79
80
= 73,33 %
Kondisi bangunan pengatur = Sedang (60 – 79,99%)
b. Bangunan Pengatur pada Saluran Irigasi Rejali
81
81
82
= 75,00 %
Kondisi bangunan pengatur = Sedang (60 – 79,99%)
4.4.3.2.Bangunan Pengukur Debit
a. Bangunan Pengukur Debit pada Saluran Irigasi Duk
Tabel 4. 34 Penjabaran Kondisi Bangunan Pengukur Debit pada Saluran Irigasi Duk
Bangunan Kondisi
No Nomenklatur
Pengukur Debit I II III
Terdapat Papan duga Tidak ada
endapan di tidak bisa tabel
1 Bangunan Ukur 1 BD.1a
bagian hulu dibaca pembaca
(80%) (70%) debit (0%)
Tidak ada Papan duga Tidak ada
endapan di tidak bisa tabel
2 Bangunan Ukur 2 BD.2a
bagian hulu dibaca pembaca
(90%) (70%) debit (0%)
Sumber: Analisis (2021)
Tabel 4. 35 Hasil Penilaian Bangunan Pengukur Debit pada Saluran Irigasi Duk
Skor Kondisi tiap
Bangunan Aspek Kondis
No Nomenklatur (%) Rerata (%)
Pengukur Debit i
I II III
1 Bangunan Ukur 1 BD.1a 80 70 0 50,00 Jelek
2 Bangunan Ukur 2 BD.2a 90 70 0 53,33 Jelek
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
83
= 53,33 %
Kondisi bangunan pengukur debit = Jelek (<60%)
Terdapat
Papan duga Tidak ada
endapan di
1 Bangunan Ukur BRJ.3b tidak ada tabel pembaca
bagian hulu
(0%) debit (0%)
(80%)
= 26,27 %
Kondisi bangunan pengukur debit = Jelek (<60%)
4.4.3.3.Bangunan Pelengkap
1. Siphon, Gorong – Gorong, Talang, Cross Drain
a. Siphon, Gorong-Gorong, Talang, Cross Drain pada Saluran Irigasi Duk
84
84
Tabel 4. 38 Penjabaran Kondisi Gorong-Gorong pada Saluran Irigasi Duk
Bangunan Kondisi
No Nomenklatur
Pelengkap I II III IV V VI VII VIII
Tidak ada
Penguras Lantai
Tidak Konstruksi bekas Bangunan Terdapat
Tidak ada berfungsi terkelupas
terdapat sayap kerusakan retak sumbatan
1 Gorong - Gorong BD.3c kebocoran cukup sangat
trashrack masih baik di lantai ringan sampah
(90%) baik sedikit
(50%) (90%) hilir (80%) (70%)
(70%) (90%)
(90%)
Sumber: Analisis (2021)
85
= 78,75 %
Kondisi bangunan pelengkap = Sedang (60 – 79,99%)
b. Siphon, Gorong-Gorong, Talang, Cross Drain pada Saluran Irigasi Rejali
86
86
Tabel 4. 40 Penjabaran Kondisi Gorong-Gorong pada Saluran Irigasi Rejali
Bangunan Kondisi
No Nomenklatur
Pelengkap I II III IV V VI VII VIII
Tidak ada
Penguras Lantai
Tidak Konstruksi bekas Bangunan Terdapat
Tidak ada berfungsi terkelupas
terdapat sayap kerusakan kondisi sumbatan
1 Gorong – gorong 1 BRJ.2d kebocoran cukup sangat
trashrack masih baik di lantai baik sampah
(90%) baik sedikit
(50%) (90%) hilir (90%) (70%)
(70%) (90%)
(90%)
Tidak ada
Penguras Lantai Terdapat
Tidak Konstruksi bekas Bangunan
Tidak ada berfungsi terkelupas sedikit
terdapat sayap kerusakan kondisi
2 Gorong – gorong 2 BRJ.3a kebocoran dengan sangat sumbatan
trashrack masih baik di lantai baik
(90%) baik sedikit sedimen
(50%) (90%) hilir (90%)
(80%) (90%) (90%)
(90%)
Sumber: Analisis (2021)
= 80,00 %
Kondisi bangunan pelengkap = Baik (80 – 89,99%)
2. Jembatan
a. Jembatan pada Saluran Irigasi Duk
Tabel 4. 42 Penjabaran Kondisi Jembatan pada Saluran Irigasi Duk
Bangunan Kondisi
No Nomenklatur
Pelengkap I II III IV
Jembatan Sayap Belum ada
Tidak ada
masih dalam tanda
1 Jembatan 1 BD.2d sumbatan
kokoh kondisi longsor
(90%)
(90%) baik (90%) (90%)
= 90,00 %
Kondisi bangunan pelengkap = Baik sekali (90% - 100%)
= 90,00 %
Kondisi bangunan pelengkap = Baik sekali (90% - 100%)
Tabel 4. 46 Penjabaran Kondisi Terjunan dan Drain Inlet pada Saluran Irigasi Duk
Bangunan Kondisi
No Nomenklatur
Pelengkap I II III IV
Tidak ada Tidak ada
Tidak ada
keretakan Sayap longsoran
kerusakan
1 Drain Inlet BD.1d dan kondisi dan
di lantai
kebocoran baik (90%) keretakan
hilir (90%)
(90%) (90%)
Tidak ada Tidak ada
Tidak ada
keretakan Sayap longsoran
kerusakan
2 Terjunan 1 BD.2b dan kondisi dan
di lantai
kebocoran baik (90%) keretakan
hilir (90%)
(90%) (90%)
Tidak ada Tidak ada
Tidak ada
keretakan Sayap longsoran
kerusakan
3 Terjunan 2 BD.2c dan kondisi dan
di lantai
kebocoran baik (90%) keretakan
hilir (90%)
(90%) (90%)
Tidak ada Tidak ada
Tidak ada
keretakan Sayap longsoran
kerusakan
4 Terjunan 3 BD.3a dan kondisi dan
di lantai
kebocoran baik (90%) keretakan
hilir (90%)
(90%) (90%)
Sayap
Tidak ada masih Tidak ada
Kerusakan
keretakan baik, longsoran
sedang di
5 Terjunan 4 BD.4a dan hanya dan
lantai hilir
kebocoran retak keretakan
(70%)
(90%) ringan (90%)
(80%)
Tidak ada Tidak ada
Tidak ada
keretakan Sayap longsoran
kerusakan
6 Terjunan 5 BD.4b dan kondisi dan
di lantai
kebocoran baik (90%) keretakan
hilir (90%)
(90%) (90%)
Sumber: Analisis (2021)
Tabel 4. 47 Hasil Penilaian Bangunan Pelengkap pada Saluran Irigasi Duk
Skor Kondisi tiap Aspek
Bangunan Rerata
No Nomenklatur (%) Kondisi
Pelengkap (%)
I II III IV
1 Drain Inlet BD.1d 90 90 90 90 90,00 Baik sekali
2 Terjunan 1 BD.2b 90 90 90 90 90,00 Baik sekali
3 Terjunan 2 BD.2c 90 90 90 90 90,00 Baik sekali
4 Terjunan 3 BD.3a 90 90 90 90 90,00 Baik sekali
5 Terjunan 4 BD.4a 90 60 80 90 80,00 Baik
6 Terjunan 5 BD.4b 90 90 90 90 90,00 Baik sekali
Sumber: Hasil Perhitungan (2021)
90
= 80,00 %
Kondisi bangunan pelengkap = Baik (80% – 89,99%)
= 90,00 %
Kondisi bangunan pelengkap = Baik sekali (90% - 100%)
= 82,13 %
Kondisi bangunan pada saluran = Baik (80% – 89,99%)
93
= 82,67 %
Kondisi bangunan pada saluran = Baik (80% – 89,99%)
4.4.4 Penilaian Kondisi Gabungan dan Rata-Rata
Penilaian kondisi gabungan dan rata-rata berfungsi untuk mengetahui rerata nilai dari
masing-masing kriteria yaitu bangunan pokok, aliran penghantar, dan bangunan di aliran
penghantar sebagai penentuan parameter bobot kepentingan serta mengetahui rerata nilai D.I
Duk dan D.I Rejali.
1. Bangunan Utama
Nilai Bangunan Utama D.I Duk = 60,00 %
Nilai Bangunan Utama D.I Rejali = 55,83 %
Nilai Bangunan Utama Duk+Nilai Bangunan Utama Rejali
Rerata Nilai Bangunan Utama = 2
60+55,83
= 2
= 57,92 %
2. Saluran Pembawa
94
= 75,16 %
3. Bangunan pada Saluran Pembawa
Nilai Bangunan pada Saluran D.I Duk = 82,13 %
Nilai Bangunan pada Saluran D.I Rejali = 82,67 %
Nilai Bang. Pd. Sal. Duk.+Nilai Bang. Pd. Sal. Rejali
Rerata Nilai Bangunan pada Saluran = 2
82,13+82,67
= 2
= 82,40 %
4. D.I DukNilai D.I Duk
Nilai Bangunan Utama Duk+Nilai Saluran Pembawa Duk+Nilai Bangunan pada Saluran Duk
= 3
60,00+75,69+82,13
= 3
rangka multileve yang mana tingkatan ke-1 ialah visi, lalu tingkatan variable, ciri-ciri,
turunan ciri-ciri, serta terus menuju dasar sampai tingkat paling akhir dari alternatif.
Langkah pertama dalam menghitung dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP)
yaitu menciptakan rangka hirarki. Struktur hirarki dimulai dengan Goal (Tujuan yang ingin
dicapai), Criteria (Kriteria), Alternatives (Alternatif). Struktur hirarki bisa diamati di
Gambar 4.3.
persyaratan terhadap alternatif. Nilai dari perbandingan matrix berpasangan antar kriteria
dapat dilihat dalam Gambar 4.4.
%. Selisih dari nilai kondisi tersebut yaitu 24,48 sehingga berdasarkan parameter pada Tabel
4.56 diberi bobot nilai 9.
Perhitungan matriks perbandingan berpasangan dilakukan secara manual seperti pada
Tabel 4.57 dapat dihitung nilai vektor prioritas, nilai maksimal, nilai indeks konsistensi,
indeks rasio dan rasio konsistensi sebagai berikut:
Jumlah pada kolom ke – 1 = 1 + 0,143 + 0,111
= 1,254
Jumlah pada kolom ke – 2 = 7 + 1 + 0,2
= 8,333
Jumlah pada kolom ke – 3 =9+3+1
= 13
Vektor Prioritas baris ke – 1 = 0,785
Vektor Prioritas baris ke – 2 = 0,149
Vektor Prioritas baris ke – 3 = 0,066
Nilai maksimal = (1,254 x 0,785) + (8,333 x 0,149) + (13 x 0,066)
= 3,084
maks−n
Indeks Konsistensi (CI) = 𝑛−1
3,084−3
= 3−1
= 0,042
1,98(n−2)
Rasio Indeks (RI) = 𝑛
1,98(3−2)
= 3
= 0,66
CI
Rasio Konsistensi (CR) = 𝑅𝐼
= 0,064
Berdasarkan hasil perhitungan, rasio konsistensi (CR) < 0,1 artinya komparasi matrix
berpasangan antar kriteria konsisten atau data diterima. Adapun nilai dari perbandingan
matriks berpasangan kriteria bangunan utama terhadap alternatif dapat dilihat pada Gambar
4.5.
98
=0
1,98(n−2)
Rasio Indeks (RI) = 𝑛
1,98(2−2)
= 2
=0
CI
Rasio Konsistensi (CR) = 𝑅𝐼
=0
Berdasarkan hasil perhitungan, rasio konsistensi (CR) < 0,1 artinya komparasi matrix
berhuhungan persyaratan bangunan utama terhadap alternatif konsisten atau data diterima.
Adapun nilai dari perbandingan matriks berpasangan kriteria saluran pembawa terhadap
alternatif bisa diamati pada Gambar 4.6.
=0
1,98(n−2)
Rasio Indeks (RI) = 𝑛
1,98(2−2)
= 2
=0
CI
Rasio Konsistensi (CR) = 𝑅𝐼
=0
Berdasarkan hasil perhitungan, rasio konsistensi (CR) < 0,1 artinya perbandingan
matriks berpasangan kriteria saluran pembawa terhadap alternatif konsisten atau data
diterima. Nilai dari perbandingan matriks berpasangan kriteria bangunan pada saluran
pembawa terhadap alternatif bisa diamati di Gambar 4.7.
101
=0
1,98(n−2)
Rasio Indeks (RI) = 𝑛
1,98(2−2)
= 2
=0
CI
Rasio Konsistensi (CR) = 𝑅𝐼
=0
Berdasarkan hasil perhitungan, rasio konsistensi (CR) < 0,1 artinya perbandingan
matriks berpasangan kriteria bangunan pelengkap terhadap alternatif konsisten atau data
diterima.
Setelah semua matriks perbandingan berpasangan dihitung dan hasil rasio konsistensi
yaitu CR < 0,1 sesungguhnya dapat disimpulkan semua data konsisten atau data diterima.
Hal itu menunjukkan bahwa pembobotan tiap kriteria dan alternatif benar dan skala
pembobotan tidak jauh. Urutan skala prioritas bisa diamati di Gambar 4.8.
Saluran Pembawa dengan nilai total AHP 0,074, dan Bangunan pada Saluran Pembawa
dengan nilai total AHP 0,033. Alternatif prioritas penanganan berdasarkan kondisi prasarana
fisik yaitu D.I Rejali dengan nilai total AHP 0,359 lalu D.I Duk dengan nilai total AHP
0,141.
4.5.2. Metode Analytic Network Process (ANP)
Metode Analytic Network Process (ANP) ialah pendekatan pengambilan keputusan
yang memungkinkan variable-variable yang dihadapi yang mana berkaitan satu dan lainnya
(dependence) juga umpan balik (feedback) berdasarkan kriteria. Metode ANP generalisasi
dari pendekatan AHP dengan menimbang entitas-entitas yang begrantung dari hirarki,
sehingga dalam 130 struktur jaringannya berbeda dengan metode AHP. Struktur jaringan
metode ANP terdapat garis loop maupun feedback.
Langkah pertama dalam menghitung menggunakan pendekatan Analytic Network
Process (ANP) yaitu membuat struktur jaringan. Struktur jaringan terdiri dari Goal (Tujuan
yang ingin dicapai), Criteria (Kriteria), Alternatives (Alternatif). Kerangka rantai bisa
diamati di Gambar 4.9
```````
diperlukan sebuah parameter. Parameter yang dibuat yaitu selisih perbandingan nilai
kondisi.
Tabel 4. 61 Parameter Selisih Perbandingan Nilai Kondisi
Range (%) Bobot Uraian
0–8 3 Sedikit Lebih Penting
8,1 – 14 5 Lebih Penting
14,1 – 21 7 Sangat Penting
21,1 – 28 9 Mutlak Sangat Penting
Sumber: Analisis (2021)
Nilai dari komparasi matrix berpasangan alternatif D.I Duk terhadap kriteria dapat
dilihat dalam Gambar 4.10.
= 0,042
1,98(n−2)
Rasio Indeks (RI) = 𝑛
1,98(3−2)
= 3
= 0,66
CI
Rasio Konsistensi (CR) = 𝑅𝐼
= 0,064
106
Berdasarkan hasil perhitungan, rasio konsistensi (CR) < 0,1 artinya perbandingan
matriks berpasangan antar kriteria konsisten atau data diterima. Nilai dari perbandingan
matriks berpasangan kriteria bangunan utama terhadap alternatif dapat dilihat pada Gambar
4.11.
dibandingkan dengan Bangunan pada Saluran Pembawa, Bangunan Utama memiliki nilai
kondisi 55,83 % sedangkan Bangunan pada Saluran Pembawa memiliki nilai kondisi 82,67
%. Selisih dari nilai kondisi tersebut yaitu 26,84 sehingga berdasarkan parameter pada Tabel
4.61 diberi bobot nilai 9.
Perhitungan matriks perbandingan berpasangan dilakukan secara manual seperti pada
Tabel 4.63 dapat dihitung nilai vektor prioritas, nilai maksimal, nilai indeks konsistensi,
indeks rasio dan rasio konsistensi sebagai berikut:
Jumlah pada kolom ke – 1 = 1 + 0,143 + 0,111
= 1,254
Jumlah pada kolom ke – 2 = 7+ 1 + 0,333
= 8,333
Jumlah pada kolom ke – 3 =9+3+1
= 13
Vektor Prioritas baris ke – 1 = 0,785
Vektor Prioritas baris ke – 2 = 0,149
Vektor Prioritas baris ke – 3 = 0,066
Nilai maksimal = (1,254 x 0,785) + (8,333 x 0,149) + (13 x 0,066)
= 3,084
maks−n
Indeks Konsistensi (CI) = 𝑛−1
3,084−3
= 3−1
= 0,042
1,98(n−2)
Rasio Indeks (RI) = 𝑛
1,98(3−2)
=
3
= 0,66
CI
Rasio Konsistensi (CR) = 𝑅𝐼
= 0,064
Berdasarkan hasil perhitungan, rasio konsistensi (CR) < 0,1 artinya perbandingan
matriks berpasangan antar kriteria konsisten atau data diterima. Nilai dari perbandingan
matriks berpasangan kriteria bangunan utama terhadap kriteria dapat dilihat pada Gambar
4.12.
108
= 0,042
1,98(n−2)
Rasio Indeks (RI) = 𝑛
1,98(3−2)
= 3
= 0,66
CI
Rasio Konsistensi (CR) = 𝑅𝐼
= 0,064
Berdasarkan hasil perhitungan, rasio konsistensi (CR) < 0,1 artinya perbandingan
matriks berpasangan antar kriteria konsisten atau data diterima. Nilai dari perbandingan
matriks berpasangan kriteria saluran pembawa terhadap kriteria dapat dilihat pada Gambar
4.13.
110
= 0,042
1,98(n−2)
Rasio Indeks (RI) = 𝑛
1,98(3−2)
= 3
= 0,66
CI
Rasio Konsistensi (CR) = 𝑅𝐼
= 0,064
Berdasarkan hasil perhitungan, rasio konsistensi (CR) < 0,1 artinya perbandingan
matriks berpasangan antar kriteria konsisten atau data diterima. Nilai dari perbandingan
matriks berpasangan kriteria bangunan pada saluran pembawa terhadap kriteria dapat dilihat
pada Gambar 4.14.
112
= 0,042
1,98(n−2)
Rasio Indeks (RI) = 𝑛
1,98(3−2)
= 3
= 0,66
CI
Rasio Konsistensi (CR) = 𝑅𝐼
= 0,064
Berdasarkan hasil perhitungan, rasio konsistensi (CR) < 0,1 artinya perbandingan
matriks berpasangan antar kriteria konsisten atau data diterima.
Setelah semua matriks perbandingan berpasangan dihitung dan hasil rasio konsistensi
yaitu CR < 0,1 sesungguhnya dapat disimpulkan semua data konsisten atau data diterima.
Hal itu menunjukkan bahwa pembobotan tiap kriteria dan alternatif benar dan skala
pembobotan tidak jauh. Selanjutnya yaitu melakukan perhitungan supermatriks.
Tahapan pertama perhitungan supermatriks yaitu Supermatriks Tak Berbobot
(Unweighted Supermatrix). Supermatriks Tak Berbobot didapat dari nilai vektor prioritas
dari setiap elemen.
114
beserta nilai total metode masing-masing. Urutan skala prioritas dibagi menjadi dua, urutan
berdasarkan alternatif dan urutan berdasarkan kriteria. Hal ini dapat digunakan sebagai
rekomendasi untuk dilakukan penanganan oleh instansi terkait.
Tabel 4. 67 Urutan Skala Prioritas Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Analytic
Network Process (ANP)
No Urutan Nilai Total AHP Nilai Total ANP
1 D.I. Rejali 0,359 0,260
2 D.I Duk 0,141 0,072
1 Bangunan Utama 0,393 0,524
2 Saluran Pembawa 0,074 0,099
3 Bangunan pada Saluran Pembawa 0,033 0,044
Sumber: Analisis (2021)
Berdasarkan Tabel 4.63 dapat dilihat bahwa hasil urutan prioritas antara metode
Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan metode Analytic Network Process (ANP) sama,
namun yang membedakan adalah nilai total metode. Hal itu dikarenakan masing-masing
metode mempunyai cara dan perhitungan yang berbeda, mulai dari bentuk struktur jaringan
hingga matriks perbandingan berpasangan.
Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) mempunyai kelebihan yaitu struktur
berbentuk hirarki sehingga jelas dalam runtutannya, serta proses perhitungannya yang
cenderung lebih mudah. Adapun kelemahan metode AHP yaitu sangat tergantung pada input
utama dimana dalam penentuan input utama terdapat unsur subjektifitas, selain itu hasil
kurang stabil karena hanya perhitungan matriks dan eigen vector.
Metode Analytic Network Process (ANP) mempunyai kelebihan yaitu struktur
berbentuk jaringan sehingga antar kriteria dan alternatif saling mempengaruhi walaupun
tidak hirarki, selain itu hasil dari metode ANP lebih stabil karena terdapat tambahan
perhitungan supermatriks. Kelemahan metode ANP yaitu menyita waktu lama karena
tingkat kompleksitas lebih tinggi daripada AHP dan perhitungan yang cukup rumit.
Karena hasil yang sama sesungguhnya dapat dikatakan bahwa penggunaan metode baik itu
AHP dan ANP sangat bergantung pada nilai kondisi fisik irigasi. Namun penggunaan kedua
metode perhitungan skala prioritas ini dilakukan sebagai dasar ilmiah untuk memilih
bangunan fisik irigasi yang menjadi prioritas untuk penanganan.
bangunan terpilih yang menjadi prioritas untuk dilakukan rehabilitasi adalah bangunan
utama pada Daerah Irigasi Rejali. Akan tetapi, dilihat dari kondisi lapangan, tidak ada
kerusakan kondisi fisik pada bangunan utama Daerah Irigasi Rejali, melainkan hanya
beberapa permasalahan saja. Sehingga, perhitungan biaya rehabilitasi yang dilakukan tidak
hanya mengacu pada hasil prioritas rehabilitasi dari kedua metode, namun juga dilihat dari
kondisi lapangan.
Berdasarkan data inventarisasi dan survey lapangan, bangunan terpilih yang menjadi
prioritas untuk dilakukan rehabilitasi adalah saluran pembawa pada Daerah Irigasi Duk,
karena terdapat beberapa kerusakan kondisi fisik yang nyata pada Saluran Irigasi Duk.
Sehingga, perhitungan biaya rehabilitasi yang dilakukan yaitu pada bangunan utama Daerah
Irigasi Rejali dan saluran pembawa pada Daerah Irigasi Duk. Adapun perhitungan biaya
rehabilitasi dalam studi ini hanya sebatas mengacu pada permasalahan dan kekurangan yang
ada pada bangunan tanpa memperhitungkan secara detail teknis bangunan secara hidrolika
maupun struktur.
4.6.1. Kondisi Kerusakan dan Kekurangan pada Bangunan Terpilih
Bangunan yang terpilih untuk dilakukan rehabilitasi adalah bangunan utama pada
Daerah Irigasi Rejali yang berupa bangunan sabo (Sabo Dam Rejali), serta saluran pembawa
pada Daerah Irigasi Duk. Adapun permasalahan yang terjadi pada Sabo Dam Rejali yaitu
terdapat tumbuhan liar pada tanggul, lantai, dan tubuh dam serta terdapat tumpukan sedimen
pada lantai hulu maupun hilir. Sedangkan kekurangan pada bangunan ini yaitu tidak adanya
papan operasi pada intake, mistar ukur, dan pagar pengaman.
Gambar 4. 23 Kondisi Kerusakan Dinding Saluran pada Saluran Irigasi Duk Ruas 1
Sumber: Dokumentasi Lapangan (2021)
Gambar 4. 24 Kondisi Kerusakan Dinding Saluran pada Saluran Irigasi Duk Ruas 2
Sumber: Dokumentasi Lapangan (2021)
Gambar 4. 25 Kondisi Longsoran dan Vegetasi pada Saluran Irigasi Duk Ruas 2
Sumber: Dokumentasi Lapangan (2021)
120
Gambar 4. 26 Kondisi Kerusakan Tanggul dan Vegetasi pada Saluran Irigasi Duk Ruas 3
Sumber: Dokumentasi Lapangan
Gambar 4. 27 Kondisi Kerusakan Tanggul dan Vegetasi pada Saluran Irigasi Duk Ruas 4
Sumber: Dokumentasi Lapangan
Dari permasalahan yang ada, sesungguhnya tindakan rehabilitasi yang perlu dilakukan
pada saluran pembawa D.I. Duk adalah sebagai berikut:
1. Perbaikan tanggul dan dinding saluran
2. Pembersihan vegetasi
4.6.2. Perhitungan Volume Pekerjaan
Penafisran banyaknya pekerjaan diakumulasi dari kondisi kerusakan dan kekurangan
yang ada pada bangunan terkait. Hal ini dengan maksud guna memahami estimasi
pengeluaran yang diperlukan dalam rehabilitasi dan pemeliharaan berkala. Perhitungan
volume pekerjaan terdiri dari volume pekerjaan untuk pemeliharaan Bangunan Utama D.I.
Rejali dan volume pekerjaan untuk rehabilitasi Saluran Pembawa D.I. Duk.
Adapun sketsa perhitungan volume pekerjaan terdapat di lampiran, sedangkan untuk
rekapitulasi volume pekerjaan Bangunan Utama (sabo dam) D.I. Rejali dan volume
pekerjaan Saluran Pembawa D.I. Duk dapat dilihat pada tabel 4.68 dan tabel 4.69.
121
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan perhitungan yang sudah dilaksanakan, maka bisa ditarik
kesimpulan seperti dibawah ini:
1. Hasil penilaian kondisi fisik jaringan irigasi berdasarkan inventarisasi:
a. Bangunan Utama
• Bangunan utama D.I Duk memiliki nilai kondisi fisik sebesar 60,00 % termasuk
dalam kondisi sedang.
• Bangunan utama D.I Rejali memiliki nilai kondisi fisik sebesar 55,82 % termasuk
dalam kondisi jelek.
• Rerata nilai untuk kriteria bangunan utama yaitu sebesar 57,92% termasuk dalam
kondisi jelek.
b. Saluran Pembawa
• Saluran Pembawa D.I Duk memiliki nilai kondisi fisik sebesar 75,69 % termasuk
dalam kondisi sedang.
• Saluran Pembawa D.I Rejali memiliki nilai kondisi fisik sebesar 74,63 % termasuk
dalam kondisi sedang.
• Rerata nilai untuk kriteria saluran pembawa yaitu sebesar 75,16 % termasuk dalam
kondisi sedang.
c. Bangunan pada Saluran Pembawa
• Bangunan pada Saluran Pembawa D.I Duk mempunyai nilai kondisi fisik dengan
nilai 82,13 % termasuk dalam kondisi baik.
• Bangunan pada Saluran Pembawa D.I Rejali memiliki nilai kondisi fisik sebesar
82,67 % termasuk dalam kondisi baik.
• Rerata nilai untuk kriteria bangunan pada saluran pembawa yaitu sebesar 82,40 %
termasuk dalam kondisi baik.
2. Urutan skala prioritas rehabilitasi dan pemeliharaan pada metode Analytic Hierarchy
Process (AHP) yaitu berdasarkan alternatif D.I Rejali (nilai total 0,359), D.I Duk (nilai
total 0,141). Berdasarkan kriteria Bangunan Utama (nilai total 0,393), Saluran Pembawa
125
126
(nilai total 0,074), Bangunan pada Saluran Pembawa (nilai total 0,033). Urutan skala
prioritas rehabilitasi dan pemeliharaan metode Analytic Network Process (ANP) yaitu
berdasarkan alternatif D.I Rejali (nilai total 0,260), D.I Duk (nilai total 0,072).
Berdasarkan kriteria Bangunan Utama (nilai total 0,524), Saluran Pembawa (nilai total
0,099), Bangunan pada Saluran Pembawa (nilai total 0,044).
3. Untuk prioritas pertama rehabilitasi berdasarkan kedua metode yaitu pada kriteria
bangunan utama D.I Rejali, dengan estimasi biaya yang diperlukan sebesar Rp
193.300.000,00. Namun, dikarenakan tidak ada kerusakan fisik secara murni,
sesungguhnya prioritas selanjutnya yang akan direhabilitasi berdasarkan kondisi
lapangan adalah saluran pembawa D.I Duk, dimana estimasi biaya yaitu sejumlah Rp
394.300.000,00.
5.2 Saran
Hasil penelitian ini sebagai saran kepada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Kabupaten Lumajang untuk melaksanakan pemeliharaan dan rehabilitasi sesuai dengan
urutan skala prioritas dengan perhitungan metode AHP dan metode ANP yaitu berdasarkan
alternatif dengan urutan DI Rejali, DI Duk; berdasarkan kriteria dengan urutan Bangunan
Utama, Saluran Pembawa, Bangunan pada Saluran Pembawa. Berdasarkan Kondisi
Lapangan, Saluran Pembawa D.I. Duk dapat dijadikan prioritas untuk rehabilitasi. Selain itu,
penulis mempunyai saran untuk instansi terkait agar lebih memperhatikan inventarisasi
irigasi yang lebih detail agar hasilnya lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, Faiz. (2012). Penilaian Kondisi Jaringan Irigasi Sumbernangka Kecamatan Kalisat
Kabupaten Jember dengan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Skripsi. Tidak
Dipublikasikan. Malang: Universitas Brawijaya.
Devara, Kevin. (2019). Penerapan Manajemen Aset untuk Meningkatkan Kinerja Jaringan
Irigasi (Studi Kasus: Daerah Irigasi Kedung Putri, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur).
Skripsi. Malang: Universitas Brawijaya
Ditjen Sumber Daya Air. (2013). Kriteria Perencanaan Bagian Perencanaan Jaringan
Irigasi (KP-01). Jakarta: Ditjen Sumber Daya Air.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2015). Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 12 Tahun 2015 tentang Eksploitasi
dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2015). Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan
Aset Irigasi. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Mulyati, Sopyan, Sudarsono (2013). Penentuan Prioritas Kegiatan Operasi dan
Pemeliharaan Daerah Irigasi dengan Menggunakan Metoda Analytic Hierarchy
Process (AHP). Jurnal Keairan. Bandung: Universitas Langlangbuana
Pemerintah Indonesia. (2006). Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi.
Jakarta: Pemerintah Indonesia.
Saaty, T.L. (1993). Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses Hirarki Analitik
untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Pustaka Binama
Pressindo.
Saaty, T.L. (1994). Fundamentals of Decision Making, Pittsburgh, USA: RWS Publication.
Saaty, T.L. (1996). Decision Making with Dependence and Feedback: Analytic Network
Process. Pittsburgh, USA: RWS Publications.
Saaty, T.L. & Vargas, L.G. (2001). Models, Methods, Concepts and Application of the
Analytic Hierarchy Process. Boston, USA: Kluwer Academic Publishers.
Saaty, T.L (2005). Theory and Applications of the Analytic Network Process. Pittsburgh,
USA: RWS Publication.
Saaty, T.L. (2008). Decision Making with The Analytic Hierarchy Process. International
Journal Services Sciences. 1: 83-98.
Widyo & Nurcahyo, Eko. (2016). Evaluasi dan Penentuan Prioritas Rehabilitasi Jaringan
Irigasi Sidareja di Cilacap dengan Metode ANP (Analytical Networking Process).
Thesis. Tidak Dipublikasikan. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
127
128
Zamroni, Anton., Hadiani, Rr. Rintis., & Sobriyah. (2016). Skala Prioritas Pemeliharaan dan
Rehabilitasi Jaringan Irigasi Sederhana (Studi Kasus di Kabupaten Semarang). Thesis.
Tidak Dipublikasikan. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
153
LAMPIRAN I
MODIFIKASI KRITERIA DAN BOBOT PENILAIAN KINERJA IRIGASI
154
155
ASPEK
NO URAIAN
100% 90% 80% 70% 60% 50%
1 Bangunan Utama
Mercu dan/atau tubuh bendung Mercu dan/atau tubuh bendung Mercu dan/atau tubuh bendung Mercu dan/atau tubuh bendung
Mercu dan/atau tubuh bendung terdapat retak/lubang kecil (Krowak terdapat retak/lubang kecil (Krowak terdapat retak menganga (rekahan) terdapat retak menganga (rekahan) Mercu dan/atau tubuh bendung
a Mercu I keadaan baik, utuh, dan tidak kecil tidak lebih dari 1% dari lebar kecil tidak lebih dari 2% dari lebar /retak structural/Krowak tidak lebih /retak structural/Krowak tidak lebih pecah/jebol/growong/roboh/penurunan
terjadi penurunan elevasi bendung) belum mempengaruhi bendung) belum mempengaruhi dari 3 % lebar bendung dan sudah dari 5 % lebar bendung dan sudah elevasi puncak bendung;
elevasi elevasi mempengaruhi elevasi mempengaruhi elevasi
Terdapat sedikit bocoran Terdapat sedikit pancaran air / Terdapat pancaran air / bocor besar dan
II Tidak ada bocoran Terdapat bocoran kecil/rembesan air Terdapat pancaran air / bocoran
kecil/rembesan air bocoran kekeruhan air dari bocoran
tidak ada lapisan permukaan yang lapisan permukaan mengelupas lapisan permukaan mengelupas 10- lapisan permukaan mengelupas lapisan permukaan mengelupas lapisan permukaan mengelupas dengan
III
mengelupas <10% 20% dengan dengan luas 20-30% dengan dengan luas 30-40% dengan luas >40%
tidak adalapisan permukaan lapisan permukaan mengelupas lapisan permukaan mengelupas lapisan permukaan mengelupas lapisan permukaan mengelupas lapisan permukaan mengelupas
II
mengelupas dengan luas <10% dengan luas 10-20% dengan luas 20-30% dengan luas 30-40% dengan luas >40%
c Lantai Bendung
156
ASPEK
NO URAIAN Kondisi Baik Sekali (90-100%) Kondisi Baik (80-89%) Kondisi Sedang (60-79%) Kondisi Jelek (0-59%)
Lantai hulu, kolam olak dan lantai Lantai hulu, kolam olak dan lantai
Lantai hulu, kolam olak dan lantai Lantai hulu, kolam olak dan lantai Lantai hulu, kolam olak dan lantai
hilir retak struktural (rekahan), hilir retak struktural (rekahan), Lantai hulu, kolam olak dan lantai hilir
*Lantai Hilir I hilir/rip- rap dalam kondisi utuh hilir terdapat retak kecil tidak lebih hilir terdapat retak kecil tidak lebih
pecah dibeberapa tempat lebih dari pecah dibeberapa tempat lebih dari pecah-2, jebol, growong 50%
dan tidak ada gerusan dari 10% terhadap luas permukaan dari 20% terhadap luas permukaan
30% terhadap luas permukaan 40% terhadap luas permukaan
Terjadi degradasi dasar sungai Terjadi degradasi dasar sungai Terjadi degradasi dasar sungai Terjadi degradasi dasar sungai Terjadi degradasi dasar sungai
Tidak terjadi degradasi dasar
II sehingga koperan endsill tersisa 1- sehingga koperan endsill tersisa sehingga koperan endsill tersisa sehingga koperan endsill tersisa 0,5- sehingga koperan endsill tersisa <0,25
sungai
1,25 m 0,75-1 m 0,75-0,5 m 0,25 m m
Terdapat sedikit bocoran Terdapat sedikit pancaran air / Terdapat pancaran air / bocor besar dan
*Lantai Hulu III Tidak ada bocoran/piping Terdapat bocoran kecil/rembesan air Terdapat pancaran air / bocoran
kecil/rembesan air bocoran keruh
lapisan permukaan tidak lapisan permukaan mengelupas lapisan permukaan mengelupas lapisan permukaan mengelupas lapisan permukaan mengelupas lapisan permukaan mengelupas
IV
mengelupas dengan luas <10% dengan luas 10-20% dengan luas >20-30% dengan luas >30-40% dengan luas >40%
Tidak ada seepage, longsoran, Mulai ada seepage, longsoran, Mulai ada seepage, longsoran,
Tanggul Penutup Hulu Tidak ada seepage, longsoran, Tidak ada seepage, longsoran, Sudah ada seepage, longsoran, retakan,
d I retakan, mulai ada alur dan sedikit retakan, mulai ada alur dan sedikit retakan, mulai ada alur dan sedikit
dan Hilir retakan, alur dan amblesan retakan, alur dan amblesan ada alur dan amblesan
amblesan amblesan amblesan
Lereng/ dinding tanggul luar Lereng/ dinding tanggul luar dan / Lereng/ dinding tanggul luar dan / Lereng/ dinding tanggul luar dan / Lereng/ dinding tanggul luar dan / Lereng/ dinding tanggul luar dan / atau
II dalam kondisi utuh dan tidak ada atau dalam terdapat longsor <10% atau dalam terdapat longsor 10-20% atau dalam terdapat longsor >20- atau dalam terdapat longsor >30- dalam terdapat longsor >40% dan
tumbuhan liar dan tumbuhan liar dan tumbuhan liar 30% dan tumbuhan liar 40% dan tumbuhan liar tumbuhan liar
Tidak terjadi penurunan puncak Puncak tanggul turun sehingga Puncak tanggul turun sehingga Puncak tanggul turun sehingga Puncak tanggul turun sehingga Puncak tanggul turun sehingga tinggi
III
tanggul tinggi jagaan tersisa 25-30 cm tinggi jagaan tersisa >20-25 cm tinggi jagaan tersisa 15-20 cm tinggi jagaan tersisa >10-15 cm jagaan tersisa 0-10 cm
Jembatan diatas bendung / Jembatan diatas bendung / Jembatan diatas bendung/pelayanan Jembatan diatas bendung/pelayanan Jembatan diatas bendung/pelayanan Jembatan /pelayanan mengalami
pelayanan masih kokoh, dimensi pelayanan masih kokoh, dimensi mengalami kerusakan ringan mengalami kerusakan sedang dan mengalami kerusakan sedang dan kerusakan 50% dan dikhawatirkan
masih masih (retakan kecil) mengalami sedikit retakan yang mengalami sedikit retakan yang terjadi keruntuhan
e Jembatan di Atas Mercu I sesuai rencana sesuai rencana tidak tidak
menyebabkan keruntuhan menyebabkan keruntuhan
Kurang stabil untuk transportasi, Kurang stabil untuk transportasi, Tidak stabil dan tidak kuat untuk
masih dapat dilalui terbatas untuk masih dapat dilalui terbatas untuk transportasi kendaraan/sudah tidak
Stabil dan cukup kuat untuk kendaraan tertentu/pelayanan kendaraan tertentu/pelayanan dapat dilalui/pelayanan
II Stabil dan kuat untuk transportasi Stabil dan kuat untuk transportasi
transportasi
Papan Operasi pada Papan operasi kurang jelas dibaca Papan operasi kurang jelas dibaca
f I Papan operasi masih baik Papan operasi masih baik Papan operasi kurang jelas dibaca Papan rusak/tidak ada papan operasi
Intake dan ada kerusakan dan ada kerusakan
Data operasi bendung tidak selalu Data operasi bendung tidak rutin Data operasi bendung tidak rutin Tidak ada pencatatan data operasi
II Data operasi bendung rutin diisi Data operasi bendung rutin diisi
diisi diisi diisi bendung
Mistar Ukur di Bendung Papan duga yang bisa dibaca Papan duga yang bisa dibaca dengan Papan duga yang bisa dibaca dengan Papan duga sudah kurang jelas Papan duga sudah kurang jelas
g I Papan duga sudah tidak bisa dibaca
dan Intake dengan baik baik baik dibaca tidak baik dibaca tidak baik
157
ASPEK
NO URAIAN Kondisi Baik Sekali (90-100%) Kondisi Baik (80-89%) Kondisi Sedang (60-79%) Kondisi Jelek (0-59%)
Papan duga terpasang di elevasi Papan duga terpasang di elevasi Papan duga terpasang di elevasi Papan duga terpasang di elevasi Papan duga terpasang di elevasi Papan duga terpasang di elevasi yang
II
yang tepat yang tepat yang cukup tepat yang kurang tepat yang kurang tepat salah
Terdapat tabel pembaca debit aliran Terdapat tabel pembaca debit aliran
yang melimpas diatas mercu yang melimpas diatas mercu
bendung tetapi kabur sulit dibaca bendung tetapi kabur sulit dibaca
Terdapat tabel pembaca debit Terdapat tabel pembaca debit yang Terdapat tabel pembaca debit tetapi dan belum dikalibrasi dan belum dikalibrasi
III Tidak terdapat tabel pembaca debit
yang sudah dikalibrasi sudah dikalibrasi belum dikalibrasi
Terdapat pagar pengaman bendung Terdapat pagar pengaman bendung Terdapat pagar pengaman bendung
Terdapat pagar pengaman bendung
yg mengalami kerusakan ringan tapi yg mengalami kerusakan sedang dan yg mengalami kerusakan sedang dan Terdapat pagar pengaman bendung yg
yg masih baik (pagar pengaman
Terdapat pagar pengaman masih berfungsi aman perlu perhatian dari sisi pengamanan perlu perhatian dari sisi pengamanan mengalami kerusakan berat dan
h Pagar Pengaman I miring dan/atau
bendung yg masih baik (pagar pengaman miring dan/atau (pagar pengaman miring dan/atau (pagar pengaman miring dan/atau membahayakan (roboh atau berlubang
putus/sobek/berlubang ≤10%
putus/sobek/berlubang putus/sobek/berlubang putus/sobek/berlubang >0% luasannya)
luasannya)
>10-20% luasannya) >20-30% luasannya) 30-40% luasannya)
Semua daun pintu terpasang Semua daun pintu terpasang dengan Sebagian daun pintu ada yang mulai
Sebagian daun pintu yg terpasang Sebagian daun pintu yg terpasang Daun pintu yg terpasang dijumpai
II dengan baik dan tidak dijumpai baik dan tidak dijumpai tampak keropos dan sedikit
dijumpai keropos dan kebocoran dijumpai keropos dan kebocoran kebocoran
kebocoran kebocoran kebocoran
Semua daun pintu terpasang Semua daun pintu terpasang dengan Sebagian daun pintu ada yang mulai
Sebagian daun pintu yg terpasang Sebagian daun pintu yg terpasang Daun pintu yg terpasang dijumpai
II dengan baik dan tidak dijumpai baik dan tidak dijumpai tampak keropos dan sedikit
dijumpai keropos dan kebocoran dijumpai keropos dan kebocoran kebocoran
kebocoran kebocoran kebocoran
Semua pintu dapat dioperasikan Semua pintu dapat dioperasikan Semua pintu dapat dioperasikan Sebagian pintu tidak dapat Sebagian pintu tidak dapat Semua pintu tidak dapat dioperasikan
a Pintu Bendung Gerak I dengan baik secara hidrolis dan dengan baik secara hidrolis dan atau dengan baik secara hidrolis dan atau dioperasikan dengan lancar secara dioperasikan dengan lancar secara dengan lancar secara hidrolis dan atau
atau mekanis mekanis mekanis hidrolis dan atau mekanis hidrolis dan atau mekanis mekanis
III Pilar pintu dalam keadaan utuh Pilar pada pintu retak 10% Pilar pada pintu retak 20% Pilar pada pintu retak 30% Pilar pada pintu retak 40% Pilar pada pintu retak 50% atau lebih
Tembok penahan (abutment) kiri Tembok penahan (abutment) kiri Tembok penahan (abutment) kiri Tembok penahan (abutment) kiri Tembok penahan (abutment) kiri Tembok penahan (abutment) kiri dan
dan kanan, tembok transisi dan kanan, tembok transisi (kirmir), dan kanan, tembok transisi (kirmir), dan kanan, tembok transisi (kirmir), dan kanan, tembok transisi (kirmir), kanan, tembok transisi (kirmir), dan
b Sayap Hulu dan Hilir I
(kirmir), dan sayap dalam kondisi dan sayap dalam kondisi dan sayap dalam kondisi dan sayap dalam retak struktural dan sayap dalam retak struktural sayap dalam pecah-2, jebol, growong
utuh dan tegak lurus retak kecil tidak lebih dari 10% retak kecil tidak lebih dari 20% (rekahan), pecah dibeberapa tempat (rekahan), pecah dibeberapa tempat (krowak besar), roboh
158
ASPEK
NO URAIAN Kondisi Baik Sekali (90-100%) Kondisi Baik (80-89%) Kondisi Sedang (60-79%) Kondisi Jelek (0-59%)
terhadap luas permukaan terhadap luas permukaan tidak lebih dari 30% terhadap luas tidak lebih dari 40% terhadap luas
permukaan permukaan
tidak ada lapisan permukaan lapisan permukaan mengelupas lapisan permukaan mengelupas lapisan permukaan mengelupas lapisan permukaan mengelupas lapisan permukaan mengelupas
II
mengelupas dengan luas <10% dengan luas 10-20% dengan luas 20-30% dengan luas 30-40% dengan luas >40%
c Lantai Bendung
Lantai hulu, kolam olak dan lantai Lantai hulu, kolam olak dan lantai
Lantai hulu, kolam olak dan lantai Lantai hulu, kolam olak dan lantai Lantai hulu, kolam olak dan lantai
hilir retak struktural (rekahan), hilir retak struktural (rekahan), Lantai hulu, kolam olak dan lantai hilir
*Lantai Hilir I hilir/rip- rap dalam kondisi utuh hilir terdapat retak kecil tidak lebih hilir terdapat retak kecil tidak lebih
pecah dibeberapa tempat lebih dari pecah dibeberapa tempat lebih dari pecah-2, jebol, growong 50%
dan tidak ada gerusan dari 10% terhadap luas permukaan dari 20% terhadap luas permukaan
30% terhadap luas permukaan 40% terhadap luas permukaan
Terjadi degradasi dasar sungai Terjadi degradasi dasar sungai Terjadi degradasi dasar sungai Terjadi degradasi dasar sungai Terjadi degradasi dasar sungai
Tidak terjadi degradasi dasar
II sehingga koperan endsill tersisa 1- sehingga koperan endsill tersisa sehingga koperan endsill tersisa sehingga koperan endsill tersisa 0,5- sehingga koperan endsill tersisa <0,25
sungai
1,25 m 0,75-1 m 0,75-0,5 m 0,25 m m
Terdapat sedikit bocoran Terdapat sedikit pancaran air / Terdapat pancaran air / bocor besar dan
*Lantai Hulu III Tidak ada bocoran/piping Terdapat bocoran kecil/rembesan air Terdapat pancaran air / bocoran
kecil/rembesan air bocoran keruh
lapisan permukaan tidak lapisan permukaan mengelupas lapisan permukaan mengelupas lapisan permukaan mengelupas lapisan permukaan mengelupas lapisan permukaan mengelupas
IV
mengelupas dengan luas <10% dengan luas 10-20% dengan luas >20-30% dengan luas >30-40% dengan luas >40%
Tidak ada seepage, longsoran, Mulai ada seepage, longsoran, Mulai ada seepage, longsoran,
Tanggul Penutup Hulu Tidak ada seepage, longsoran, Tidak ada seepage, longsoran, Sudah ada seepage, longsoran, retakan,
d I retakan, mulai ada alur dan sedikit retakan, mulai ada alur dan sedikit retakan, mulai ada alur dan sedikit
dan Hilir retakan, alur dan amblesan retakan, alur dan amblesan ada alur dan amblesan
amblesan amblesan amblesan
Lereng/ dinding tanggul luar Lereng/ dinding tanggul luar dan / Lereng/ dinding tanggul luar dan / Lereng/ dinding tanggul luar dan / Lereng/ dinding tanggul luar dan / Lereng/ dinding tanggul luar dan / atau
II dalam kondisi utuh dan tidak ada atau dalam terdapat longsor <10% atau dalam terdapat longsor 10-20% atau dalam terdapat longsor >20- atau dalam terdapat longsor >30- dalam terdapat longsor >40% dan
tumbuhan liar dan tumbuhan liar dan tumbuhan liar 30% dan tumbuhan liar 40% dan tumbuhan liar tumbuhan liar
Tidak terjadi penurunan puncak Puncak tanggul turun sehingga Puncak tanggul turun sehingga Puncak tanggul turun sehingga Puncak tanggul turun sehingga Puncak tanggul turun sehingga tinggi
III
tanggul tinggi jagaan tersisa 25-30 cm tinggi jagaan tersisa >20-25 cm tinggi jagaan tersisa 15-20 cm tinggi jagaan tersisa >10-15 cm jagaan tersisa 0-10 cm
Jembatan diatas bendung / Jembatan diatas bendung / Jembatan diatas bendung/pelayanan Jembatan diatas bendung/pelayanan Jembatan diatas bendung/pelayanan Jembatan /pelayanan mengalami
pelayanan masih kokoh, dimensi pelayanan masih kokoh, dimensi mengalami kerusakan ringan mengalami kerusakan sedang dan mengalami kerusakan sedang dan kerusakan 50% dan dikhawatirkan
e Jembatan di Atas Mercu I masih masih (retakan kecil) mengalami sedikit retakan yang mengalami sedikit retakan yang terjadi keruntuhan
sesuai rencana sesuai rencana tidak tidak
menyebabkan keruntuhan menyebabkan keruntuhan
Kurang stabil untuk transportasi, Kurang stabil untuk transportasi, Tidak stabil dan tidak kuat untuk
Stabil dan cukup kuat untuk masih dapat dilalui terbatas untuk masih dapat dilalui terbatas untuk transportasi kendaraan/sudah tidak
II Stabil dan kuat untuk transportasi Stabil dan kuat untuk transportasi
transportasi kendaraan tertentu/pelayanan kendaraan tertentu/pelayanan dapat dilalui/pelayanan
Papan Operasi pada Papan operasi kurang jelas dibaca Papan operasi kurang jelas dibaca
f I Papan operasi masih baik Papan operasi masih baik Papan operasi kurang jelas dibaca Papan rusak/tidak ada papan operasi
Intake dan ada kerusakan dan ada kerusakan
Data operasi bendung tidak selalu Data operasi bendung tidak rutin Data operasi bendung tidak rutin Tidak ada pencatatan data operasi
II Data operasi bendung rutin diisi Data operasi bendung rutin diisi
diisi diisi diisi bendung
Mistar Ukur di Bendung Papan duga yang bisa dibaca Papan duga yang bisa dibaca dengan Papan duga yang bisa dibaca dengan Papan duga sudah kurang jelas Papan duga sudah kurang jelas
g I Papan duga sudah tidak bisa dibaca
dan Intake dengan baik baik baik dibaca tidak baik dibaca tidak baik
159
ASPEK
NO URAIAN Kondisi Baik Sekali (90-100%) Kondisi Baik (80-89%) Kondisi Sedang (60-79%) Kondisi Jelek (0-59%)
Papan duga terpasang di elevasi Papan duga terpasang di elevasi Papan duga terpasang di elevasi Papan duga terpasang di elevasi Papan duga terpasang di elevasi Papan duga terpasang di elevasi yang
II
yang tepat yang tepat yang cukup tepat yang kurang tepat yang kurang tepat salah
Terdapat tabel pembaca debit aliran Terdapat tabel pembaca debit aliran
yang melimpas diatas mercu yang melimpas diatas mercu
Terdapat tabel pembaca debit Terdapat tabel pembaca debit yang Terdapat tabel pembaca debit tetapi bendung tetapi kabur sulit dibaca bendung tetapi kabur sulit dibaca
III dan belum dikalibrasi dan belum dikalibrasi Tidak terdapat tabel pembaca debit
yang sudah dikalibrasi sudah dikalibrasi belum dikalibrasi
Terdapat pagar pengaman bendung Terdapat pagar pengaman bendung Terdapat pagar pengaman bendung
Terdapat pagar pengaman bendung
yg mengalami kerusakan ringan tapi yg mengalami kerusakan sedang dan yg mengalami kerusakan sedang dan Terdapat pagar pengaman bendung yg
yg masih baik (pagar pengaman
Terdapat pagar pengaman masih berfungsi aman perlu perhatian dari sisi pengamanan perlu perhatian dari sisi pengamanan mengalami kerusakan berat dan
h Pagar Pengaman I miring dan/atau
bendung yg masih baik (pagar pengaman miring dan/atau (pagar pengaman miring dan/atau (pagar pengaman miring dan/atau membahayakan (roboh atau berlubang
putus/sobek/berlubang ≤10%
putus/sobek/berlubang putus/sobek/berlubang putus/sobek/berlubang >0% luasannya)
luasannya)
>10-20% luasannya) >20-30% luasannya) 30-40% luasannya)
Semua daun pintu terpasang Semua daun pintu terpasang dengan Sebagian daun pintu ada yang mulai
Sebagian daun pintu yg terpasang Sebagian daun pintu yg terpasang Daun pintu yg terpasang dijumpai
II dengan baik dan tidak dijumpai baik dan tidak dijumpai tampak keropos dan sedikit
dijumpai keropos dan kebocoran dijumpai keropos dan kebocoran kebocoran
kebocoran kebocoran kebocoran
2 Saluran Pembawa
Tidak terdapat sadap liar dan Tidak Terdapat sadap liar dan bocor, Terdapat sadap liar dan bocor yang Terdapat sadap liar dan bocor yang Terdapat sadap liar dan bocor yang Terdapat sadap liar dan bocor yang
II
bocor, efisiensi 100% efisiensi >90-99% relatif kecil, efisiensi 80-90% cukup besar, efisiensi 70-<80% cukup besar, efisiensi 60-<70% besar, efisiensi <60%
Endapan yg mempengaruhi Endapan yg mempengaruhi Endapan yg mempengaruhi Endapan yg mempengaruhi Endapan yg mempengaruhi Endapan yg mempengaruhi kapasitas
III
kapasitas 0% kapasitas 1-10% kapasitas >10-20% kapasitas >20-30% kapasitas >30-40% >40%
2.2 Tinggi Tanggul Tanggul mempunyai stabilitas yang Tanggul mempunyai stabilitas yang
Tanggul mempunyai stabilitas Tanggul mempunyai stabilitas yang Tanggul tidak stabil, tinggi jagaan
Tanggul mempunyai stabilitas yang kurang baik, tinggi jagaan masih kurang baik, tinggi jagaan masih
yang baik, tinggi jagaan yg aman baik, tinggi jagaan masih cukup tidak aman untuk elevasi air
baik, tinggi jagaan yg aman untuk cukup aman untuk elevasi air cukup aman untuk elevasi air
untuk mencegah air melimpah aman untuk elevasi air maksimum maksimum selama operasi dan musim
mencegah air melimpah selama maksimum selama operasi dan maksimum selama operasi dan
I selama operasi dan musim hujan selama operasi dan musim hujan,(tinggi jagaan tersisa) :
operasi dan musim hujan (tinggi musim hujan,(tinggi jagaan tersisa) musim hujan,(tinggi jagaan tersisa)
(tinggi jagaan tersisa) : sal. hujan,(tinggi jagaan tersisa) : - Saluran tanah < 10 cm
jagaan tersisa) : sal. Tanah> 30cm; : :
Tanah> 30cm; sal. - Saluran tanah 20-30 cm - Saluran pasangan < 5 cm atau
sal. Pasangan>20cm - Saluran tanah 10-20 cm - Saluran tanah 10-20 cm
Pasangan>20cm - Saluran pasangan 15-20 cm melimpas
- Saluran pasangan 10-15 cm - Saluran pasangan 10-15 cm
160
ASPEK
NO URAIAN Kondisi Baik Sekali (90-100%) Kondisi Baik (80-89%) Kondisi Sedang (60-79%) Kondisi Jelek (0-59%)
Perbaikan dan
2.3 I Perbaikan mencapai 95-100% Perbaikan mencapai 90-<95% Perbaikan mencapai 80-<90% Perbaikan mencapai 70-<80% Perbaikan mencapai 60-<70% Perbaikan mencapai <60%
Pemeliharaan
Semua pintu pembagi dan atau Semua pintu pembagi dan atau bagi Semua pintu pembagi dan atau bagi Sebagian pintu pembagi dan atau Sebagian pintu pembagi dan atau
Semua pintu pembagi dan atau bagi
bagi sadap dapat dioperasikan sadap dapat dioperasikan berfungsi sadap dapat dioperasikan berfungsi bagi sadap tidak dapat dioperasikan bagi sadap tidak dapat dioperasikan
sadap tidak bisa dioperasikan secara
3.1 Bangunan Pengatur I berfungsi dengan baik secara dengan baik secara mekanis dengan baik secara mekanis dan atau dan sebagian berfungsi dengan baik dan sebagian berfungsi dengan baik
mekanis dan atau hidrolis, bocoran
mekanis dan atau hidrolis. Sedikit bocoran hidrolis, sedikit bocoran pada pintu secara mekanis dan atau hidrolis, secara mekanis dan atau hidrolis,
pada pintu >40%
dan atau hidrolis. pada pintu sekitar <10% sekitar 10-20%. bocoran pada pintu >20-30% bocoran pada pintu >30-40%
Tubuh bangunan terdapat sedikit Tubuh bangunan terdapat retak Tubuh bangunan
Tubuh bangunan dalam kondisi Tubuh bangunan dalam kondisi utuh Tubuh bangunan terdapat retakan
retak struktural (rekahan) dan struktural (rekahan) dan terdapat pecah/jebol/growong/roboh dan
II utuh dan tidak terdapat dan tidak terdapat rambut dan terdapat bocoran
terdapat pancaran air / bocoran 1-5% pancaran air / bocoran >5-10% debit terdapat tingkat bocoran melebihi
bocoran bocoran kecil/rembesan air
debit aliran aliran >10% debit aliran
sayap dalam keadaan utuh, tetapi sayap terdapat sedikit retakan Terdapat banyak
Sayap bangunan masih baik Sayap bangunan masih baik dalam sayap terdapat retakan struktural
III terdapat retakan kecil sehingga air struktural (rekahan)/pecah disedikit retakan/patahan/pecah-
dalam kondisi utuh kondisi utuh (rekahan)/pecah dibeberapa tempat
bisa merembes tempat pecah/jebol,growong,roboh
Tidak ada bekas gerusan di lantai Tidak ada bekas gerusan di lantai
Terdapat bekas gerusan di lantai hilir Terdapat bekas gerusan di lantai Terdapat gerusan di lantai hilir yg terus
hilir yg terus menerus dan hilir yg terus menerus dan Terdapat bekas gerusan di lantai hilir
IV yg terus menerus dan hilir yg terus menerus dan menerus dan membahayakan
membahayakan membahayakan yg belum membahayakan konstruksi
membahayakan konstruksi membahayakan konstruksi konstruksi
konstruksi konstruksi
Tersedia papan operasi yang Tersedia papan operasi namun Tersedia papan operasi namun
Tersedia papan operasi dan masih Tersedia papan operasi yang jelas Papan operasi dalam kondisi rusak atau
kondisinya kurang jelas dibaca; kondisi kurang jelas dibaca dan ada kondisi kurang jelas dibaca dan ada
VI baik; Papan tersebut rutin diisi dibaca; Papan tersebut tidak selalu tidak ada papan operasi; Pencatatan
Papan tersebut tidak selalu diisi data kerusakan; Papan tersebut tidak kerusakan; Papan tersebut tidak
data operasi dengan benar diisi data operasi dengan benar data operasi tidak ada
operasi dengan benar rutin diisi data opersi dengan benar rutin diisi data opersi dengan benar
Kesalahan baca debit 1-10% karena Kesalahan baca debit >10-<20% Kesalahan baca debit 20-30% Kesalahan baca debit 30-<40% Kesalahan baca debit >40% karena
Bangunan Pengukur Masih berfungsi mengukur debit
3.2 I adanya endapan dibagian hulu karena adanya endapan dibagian karena banyak endapan dibagian karena banyak endapan dibagian banyak endapan dibagian hulu
Debit dengan baik
bangunan hulu bangunan hulu bangunan hulu bangunan bangunan
161
ASPEK
NO URAIAN Kondisi Baik Sekali (90-100%) Kondisi Baik (80-89%) Kondisi Sedang (60-79%) Kondisi Jelek (0-59%)
Papan duga yang bisa dibaca Papan duga yang bisa dibaca dengan Papan duga yang kurang jelas dibaca Papan duga sudah tidak bisa dibaca Papan duga sudah tidak bisa dibaca
II Tidak terdapat papan duga
Pengukuran debit dapat dengan baik dan tepat titik nolnya baik dan tepat titik nolnya atau kurang tepat titik nolnya atau sebagian sudah rusak atau sebagian sudah rusak
dilakukan sesuai dengan
rencana pengoperasian
DI: pada seluruh
bangunan Terdapat tabel pembaca debit Terdapat tabel pembaca debit yang Terdapat tabel pembaca debit yang Terdapat tabel pembaca debit tetapi Terdapat tabel pembaca debit tetapi
III Tidak terdapat tabel pembaca debit
yang sudah dikalibrasi sudah dikalibrasi sudah dikalibrasi tetapi kurang tepat belum dikalibrasi belum dikalibrasi
Siphon, gorong-gorong, Fasilitas penguras berfungsi Fasilitas penguras berfungsi dengan Fasilitas penguras berfungsi cukup Fasilitas penguras berfungsi cukup Fasilitas penguras berfungsi cukup
a II Fasilitas penguras tidak berfungsi
talang, cross drain dengan baik baik baik baik baik
Terdapat trashrack, kondisi >90- Terdapat trashrack, kondisi 70- Terdapat trashrack, kondisi 60- Tidak terdapat trashrack / kondisi
III Terdapat trashrack, kondisi 100% Terdapat trashrack, kondisi 80-90%
99% <80% <70% trashrack <60%
Konstruksi sayap masih baik Konstruksi sayap masih baik seperti Konstruksi sayap masih baik tetapi Konstruksi sayap masih baik tetapi Konstruksi sayap masih baik tetapi Konstruksi sayap rusak, terdapat
V
seperti semula semula terdapat retakan ringan terdapat retakan sedang terdapat retakan sedang banyak retakan atau patahan
Tidak ada bekas kerusakan di Tidak ada bekas kerusakan di lantai Terdapat kerusakan ringan di lantai Terdapat kerusakan sedang di lantai Terdapat kerusakan sedang di lantai
Terdapat kerusakan berat di lantai hilir
VI lantai hilir yang membahayakan hilir yang membahayakan hilir yang belum membahayakan hilir yang mulai membahayakan hilir yang mulai membahayakan
yang membahayakan konstruksi
konstruksi konstruksi konstruksi konstruksi konstruksi
Konstruksi sayap masih baik Konstruksi sayap masih baik seperti Konstruksi sayap masih baik tetapi Konstruksi sayap masih baik tetapi Konstruksi sayap masih baik tetapi Konstruksi sayap rusak, terdapat
II
seperti semula semula terdapat retakan ringan terdapat retakan sedang terdapat retakan sedang banyak retakan atau patahan
ASPEK
NO URAIAN Kondisi Baik Sekali (90-100%) Kondisi Baik (80-89%) Kondisi Sedang (60-79%) Kondisi Jelek (0-59%)
Tidak terdapat kebocoran/retak Tidak terdapat kebocoran/retak pada Tidak terdapat kebocoran, ada retak
Terjunan, Pelimpah Terdapat kebocoran atau retak pada Terdapat kebocoran atau retak pada Banyak terdapat kebocoran dan retak
c I pada mercu bangunan mercu bangunan pelimpah/ambang sedikit pada mercu bangunan
Samping, dan Drain inlet mercu/ambang terjunan mercu/ambang terjunan pada mercu/ambang terjunan
pelimpah/ambang terjunan terjunan pelimpah/ambang terjunan
Terdapat kerusakan ringan di lantai Terdapat kerusakan sedang di lantai Terdapat kerusakan sedang di lantai
Tidak ada kerusakan di lantai hilir Tidak ada kerusakan di lantai hilir Terdapat kerusakan berat di lantai hilir
II hilir yang belum membahayakan hilir yang mulai membahayakan hilir yang mulai membahayakan
yang membahayakan konstruksi yang membahayakan konstruksi yang membahayakan konstruksi
konstruksi konstruksi konstruksi
Konstruksi sayap masih baik Konstruksi sayap masih baik seperti Konstruksi sayap masih baik tetapi Konstruksi sayap masih baik tetapi Konstruksi sayap masih baik tetapi Konstruksi sayap rusak, terdapat
III
seperti semula semula terdapat retakan ringan terdapat retakan sedang terdapat retakan sedang banyak retakan atau patahan
Konstruksi bangunan mengalami Konstruksi bangunan mengalami Konstruksi bangunan terdapat retakan
Tangga Cucian dan Konstruksi bangunan masih baik
d I Konstruksi bangunan masih baik Konstruksi bangunan masih baik kerusakan pada bagian yang kerusakan pada bagian yang atau patahan yang cukup besar
Tempat Mandi Hewan tetapi terdapat retakan kecil
retak/patah retak/patah sehingga tidak berfungsi
LAMPIRAN II
DOKUMENTASI KEGIATAN LAPANGAN
164
LAMPIRAN III
PERHITUNGAN VOLUME PEKERJAAN
168
Tabel III.1 Sketsa Volume Pekerjaan Pemeliharaan Bangunan Utama D.I. Rejali
No Sketsa Pekerjaan Analisa Perhitungan
Pengerukan sedimen dan pembersihan vegetasi
V = (30 x 15 x 1) x 2 = 900 m3
1
A = 30 x 15 = 450 m2
A = 24 x 1 = 24 m2
170
Tabel III.2 Sketsa Volume Pekerjaan Rehabilitasi Saluran Pembawa D.I. Duk
No Sketsa Pekerjaan Analisa Perhitungan
-Pekerjaan bongkaran dan pemasangan pasangan
batu kali 1 : 4, plesteran 1 : 3
ruas 1(duk.1a – duk1)
1,2+0,7
V= 2
𝑥1,4 𝑥 50 = 66,5 m3
1
A = (50 x 2,45) + (50 x 0,7)
= 157,5 m2
1+0,5
V= 2
𝑥1,2 𝑥 3 = 2,7 m3
2
A = (3 x 1,69) + (3 x 0,5)
= 6,57 m2
1,2+0,7
V= 𝑥1,4 𝑥 200 = 266 m3
3 2
Lanjutan Tabel III.2 Sketsa Volume Pekerjaan Rehabilitasi Saluran Pembawa D.I. Duk
No Sketsa Pekerjaan Analisa Perhitungan
-Pekerjaan bongkaran dan pemasangan pasangan
batu kali 1 : 4, plesteran 1 : 3
-Pekerjaan pembersihan vegetasi dan longsoran
ruas 3 (duk.2 – duk3a)
1+0,5
V= 2
𝑥1,2 𝑥 20 = 18 m3
4
A = (20 x 1,69) + (20 x 0,5)
= 43,8 m2
1+0,5
V= 2
𝑥1,2 𝑥 3 = 2,7 m3
5
A = (3 x 1,69) + (3 x 0,5)
= 6,57 m2
1,3+0,7
V= 𝑥1,6 𝑥 10 = 16 m3
6 2
LAMPIRAN IV
ANALISIS HARGA SATUAN PEKERJAAN
174
Tabel IV.1 Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) Rehabilitasi D.I. Rejali
Harga Jumlah Total
Upah,
No. JenisPengeluaran/Kegiatan Satuan Koefisien Biaya Biaya
Bahan, Alat
(Rp.) (Rp.) (Rp.)
1 2 3 4 5 6 7
1. Pengukuran m2
A Tenaga Kerja
Pekerja oh 0,100 75.000,00 7.500,00
Tukang Kayu oh 0,100 85.000,00 8.500,00
Kepala Tukang oh 0,010 90.000,00 900,00
Mandor oh 0,005 100.000,00 500,00
Jumlah Harga Tenaga Kerja 17.400,00
B Bahan
Kayu Balok 5/7 m3 0,0120 1.400.000,00 16.800,00
Paku 2" - 3 " Kg 0,0200 14.000,00 280,00
Kayu Papan 3/20 m3 0,0070 1.400.000,00 9.800,00
Jumlah Harga Bahan 26.880,00
C Peralatan
B. Bahan
• Jumlah Harga Bahan = 0 (tidak ada bahan yang digunakan)
C. Peralatan
• Harga Satuan Excavator = Rp 9.600,00
• Harga Satuan Tongkang = Rp 2.520,00
179
C Peralatan