Anda di halaman 1dari 5

Luangkan waktu 15 menit sehari untuk menuliskan catatan harian.

Orang-orang yang menuliskan catatan harian, pada awalnya, menulis untuk dirinya sendiri.

Lantas bergeser, menulis apa yang terjadi pada sekitarnya. Mereka percaya, orang-orang yang

membacanya, bisa berdialog dan mengubah dunia mereka sendiri. Tulisan mereka akan terbaca.

Kartini menulis surat-surat dan catatan sampai dunia membuka mata tentang Hindia Belanda di
mata seorang perempuan Jawa. Kartini memiliki visi, mimpi tentamg masa depan, dan

menceritakan apa yang sedang ia kerjakan.

Leonardo Da Vinci menuliskan coretan yang sebagian besar tersandikan, hanya bisa dibaca

seorang ahli, bahkan kebanyakan belum selesai, namun ia tidak berhenti menuliskan catatan.

Kelak, ia mempunyai 400 lebih, karya yang belum dipatenkan. Tan Malaka sering hidup

berpindah, sangat terbatas dan kurang sehat, namun dari catatannya kita tahu seperti apa ia
menghargai perlawanan dan mengimajinasikan ideologi untuk Indonesia. Antonio Gramsci

menuliskan buku catatan, berjudul Notebooks from Prison, dari dalam penjara, juga Hitler

menuliskan Meijn Kampf (namun dengan kawalan) selama di penjara.

Catatan harian bisa menjadi tempat orang menuliskan yang paling rahasia. Apa keahlian yang

kamu miliki? Keputusan apa yang menurutmu sangat berarti bulan ini? Kapan kamu menjadi

kurang produktif? Bagaimana keadaan keluargamu? Apa pekerjaanmu yang belum selesai?

Bagaimana caramu mengatasi kegagalan?

Sebagian besar orang, gembira menerima media sosial, tidak jarang, memfungsikan media
sosial sebagai catatan harian.

Media Sosial Bukan Catatan Harian

Beberapa akun kawan saya, berfungsi sebagai “catatan harian”. Mereka mengaku demikian.

Bisa dilihat dari bagaimana ia memposting menu makan, jalan-jalan, bertemu kawan, mengikuti acara,
melihat video, mereka share di Beranda. Tidak segan, hal-hal pribadi mereka share. Untuk

urusan yang rahasia, mereka atur privacy ke “Only Me” (hanya saya), dengan catatan, hanya Facebook
yang bisa begini. Medsos juga mengenalkan #hashtag (dulu dari Tumblr, kemudian

diadopsi Twitter) yang berfungsi untuk pengelompokan jenis tulisan.

Saya juga termasuk orang yang share aktivitas harian di Twitter dan Instagram, namun hanya
pada hal-hal yang saya anggap boleh dilihat orang lain. Namun saya tidak memfungsikan media sosial
sebagai catatan harian.

Untuk pintasan praktis dan sekadar perbincangan publik, tidaklah masalah. Namun media sosial

hanyalah Timeline (kronologi) yang tidak memadai untuk sebuah catatan harian. Tepatnya, tidak

mungkin mencapai fungsi catatan harian.

Singkatnya, memakai media sosial sebagai catatan harian, mengandung kelemahan mendasar.

Anda mungkin juga menyukai