Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ANALISIS INDUSTRI

(Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Manajemen


Portofolio dan Investasi)

Dosen : Ghazali Syamni,

Oleh

Hasatiru Auwa (200410109)

Mohammad Haydi Pane

(200410004)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSTAS MALIKUSSALEH

TAHUN AJARAN 2022


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Analisis industri merupakan salah satu bagian dari analisis fundamental.


Analisis industry biasanya dilakukan setelah kita melakukan analisis ekonomi.
Analisis industri menjadi tahap penting yang harus dilakukan. Para investor dan
analis dapat mengidentifikasi peluang investasi, risiko dan return yang diharapkan
ke depannya.

Dalam analisis industry, investor mencoba memperbandingkan kinerja dari


berbagai industri, untuk bisa mengetahui jenis industry apa saja yang memberikan
prospek paling menjanjikan ataupun sebaliknya. Setelah melakukan analisis
industry, investor nantinya akan dapat menggunakan informasi tersebut sebagai
masukan untuk mempertimbangkan saham-saham dari kelompok industry mana
sajakah yang akan dimasukan dalam portofolio yang akan dibentuknya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan industry dan pengklasifikasiannya?


2. Bagaimana pentingnya analisis industry?
3. Bagaimana mengidentifikasi industry yang memiliki prospek
menguntungkan?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan industry dan


pengklasifikasiannya.
2. Untuk mengetahui pentingnya analisis industry.
3. Untuk mengetahui industry yang memiliki prospek menguntungkan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Industri

Istilah industri ataupun sektor/kelompok industry telah begitu dikenal luas


oleh masyarakat, misalnya industry otomatif, makanan, dan lain sebagainya.
Tetapi pada dasarnya, pengelompokkan industry tidaklah sesederhana seperti
yang dibayangkan. Sebagai contoh, untuk mengelompokkan suatu perusahaan
uang memproduksi produk makanan kaleng, terkadang mengalami kebingungan
apakah perusahaan itu akan dikelompokkan ke dalam industry makanan ataukah
industry alumunium. Masalah pengelompokkan industry juga akan menjadi
semakin rumit ketika kita berhadapan dengan banyak perusahaan yang
mempunyai sekian banyak ragam lini bisnis. Kita akan semakin sulit menentukan
jenis industry apakah yang benar – benar sesuai dengan jenis industry perusahaan
bersangkutan.

Berkenan dengan masalah tersebut analisis dengan investor memerlukan


metode yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan indutri dengan tepat.
Salah satu sistem klasifikasi industry yang telah dikenal dan digunakan secara luas
adalah sistem Standard Industry Classification (SIC) yang didasarkan pada data
sensus dan pengklasifikasian perusahaan berdasarkan produk dasar yang
dihasilkan. Standard Industry Classification (SIC) mempunyai 11 divisi dan
masing – masing divisi deberi tanda A sampai K. sebagai contoh, misalnya
perkebunan, pertanian dan perikanan dikelompokan dalam divisi A, pertambangan
dalam divisi B, perdagangan eceran G dan kelompok terakhir yaitu yang belum
terklasifikasi tersebut dengan divisi K. Masing – masing divisi akan terdiri dari
beberapa kelompok industry utama dan diberi kode dua digit. Sebagai contoh,
misalnya industry logam yang termasuk dalam divisi D yaitu industry
pertambangan, akan diberi kode 33.

Kelompok industry utama pada masing – masing divisi dalam SIC akan
dibagi lagi dalam tiga, empat sampai lima digit kode SIC. Semakin banyak kode
digit SIC, semakin spesifik pengelompokan industry tersebut. Disamping standard
klasifikasi SIC, ada beberapa sistem klasifikasi lainnya yang juga digunakan
untuk mengelompokan industry, diantaranya adalah indeks industry yang
dikeluarkan oleh standard & Poor Corporation yang mengelompokan industry
dalam 113 kelompok, dan klasifikasi industry versi value line yang
mengklasifikasikan perusahaan kedalam 90 industry.

Pengelompokan industry untuk kasus di Indonesia juga dilakukan dengan


berdasarkan suatu standard klasifikasi industry tertentu. Salah satu standard yang
banyak dipakai untuk mengelokpokan industry bagi perusahaan – parusahaan
yang terdaftar dibursa efek jakarata adalah Jakarta stock Exchange Sectoral
Industry Classification (JASICA). Klasifikasi (JASICA) ini terdiri dari 9 divisi
dan masing
– masing divisi tersebut dibagi lagi menjadi kelompok industry utama dan diberi
kode 2 digit. Contoh klasifikasi industry (JASICA) di BEJ dapat dilihat pada table
2.1 berikut ini :

1. Pertanian 5. Industry Barang Konsumsi


1.1 Pertanian 5.1 makanan dan minuman
1.2 Perkebunan 5.2 industri tembakau
1.3 Pertekanan 5.3 farmasi
1.4 Perikanan 5.4 Kosmetik dan barang
1.5 Kehutanan keperluan rumah
1.6 Lain-lain yang tangga
belum terklasifikasi 5.5 Lain-lain yang
2. Pertambangan belum terklasifikasi
2.1 Pertambangan batu bara 6. Konstruksi, Properti dan
2.2 Pertambangn minyak dan Real
gas buni 6.1 Konstruksi
2.3 Pertambangan logam 6.2 Properti dan real estate
dan mineral lainnya 6.3 Lain-lain yang
2.4 Pengalian batu atau tanah belum terklasifikasi
2.5 Lain lain yang belum 7. Infrastruktur, Utilitas dan
terklarifikasi Transportasi
7.1 Energi
3. Industry Dasar dan Kimia 7.2 Jalan tol, bandara,
3.1 Semen pelabuhan dan
3.2 Keramik, gelas, porselen sejenisnya
3.3 Produk logam dan 7.3 Telekomunikasi
sejenisnya 7.4 Transportasi
3.4 Kimia 7.5 Lain-lain yang
3.5 Plastik belum terklasifikasi
3.6 Pakan Ternak 8. Keuangan
3.7 Industri kayu 8.1 Bank
dan 8.2 Lembaga pembiayaan
pengolahannya 8.3 Perusahaan efek
3.8 Puip dan kertas 8.4 Asuransi
3.9 Lain-lain yang 8.5 Reksa dana
belum terklarifikasi 8.6 Lain-lain yang
4. Aneka Industri belum terklasifikasi
4.1 Mesin dan alat berat 9. Perdagangan dan Jasa
4.2 Otomatif dan komponennya 9.1 Perdagangan besar
4.3 Tekstil dan garmen barang industry
4.4 Kabel 9.2 Perdagangan besar
4.5 Elektronik barang konsumsi
4.6 Lain-lain yang 9.3 Perdagangan eceran
belum terklarifikasi 9.4 Hotel dan restoran
9.5 Pariwisata dan hiburan
9.6 Periklanan dan
media massa
9.7 Jasa computer dan
perangkatnya
9.8 Lain-lain yang belum
terklasifikasi
Sumber: Laporan mingguan BEJ 1997
2.2 Pentingnya Analisis Industri

Analisis industry merupakan tahap penting yang perlu dilakukan investor,


karena analisis tersebut dipercaya bisa membantu investor untuk mengidentifikasi
peluang-peluang investasi dalam industry yang mempunyai karakteristik risiko
dan return yang menguntungkan bagi investor.

Beberapa penelitian yang terkait dengan analisis industry, telah


didokumentasikan oleh Reilly dan Brown (1997), dan menghasilkan kesimpulan-
kesimpulan seperti berikut ini:

1. Studi mengenai kinerja tahunan industry, menunjukkan bahwa industry


yang berbeda mempunyai tingkat return yang berbeda pula. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa analisis industry itu penting, dan
perlu dilakukan untuk mengetahui perbedaan kinerja antar industry,
sehingga akan membantu investor dan para analisis untuk mengidentifikasi
peluang- peluang yang menguntungkan dan yang tidak menguntungkan
2. Tingkat return masing-masing industry berbeda di setiap tahunnya.
Dengan demikian, return industry di masa yang akan datang tidak bisa
diestimasi dengan hanya menggunakan data return industry masa lalu.
Oleh karena itu, analisis dan investor disamping menggunakan data return
industry di masa lalu, juga perlu menambahkan dengan beberapa data lain
yang relevan untuk mengestimasi return industry di masa yang datang.
3. Tingkat return perusahaan-perusahaan di suatu industry yang sama terlihat
cukup beragam. Hal ini menunjukkan bahwa analisis industry juga perlu
diikuti dengan analisis perusahaan.
4. Tingkat risiko berbagai industry juga beragam, sehingga analisis dan
investor perlu mempelajati dan mengestimasi faktor-faktor risiko yang
relevan untuk suatu industry tertentu seperti halnya estimasi return.
5. Tingkat risiko suatu industry relative stabil sepanjang waktu, sehingga
analisis risiko berdasarkan data historis dapat digunakan untuk
mengestimasi risiko industry di masa datang.
2.3 Mengidentifikasi Industri Yang Memiliki Prospek Menguntungkan

1. Estimasi Tingkat Keuntungan Industri

Dalam melakukan analisis industry, investor perlu menilai suatu industry


dan menentukan return yang diharapkan dari suatu industry yang akan dianalisis.
Dengan menilai dan menentukan return yang diharapkan dari suatu industry,
investor akan dapat menentukan peluang investasi pada industry – industry yang
punya prospek terbaik. Untuk menilai suatu industry, ada dua langkah yang perlu
dilakukan yaitu yang pertama, mengestimasi Earing Per Share (EPS)yang
diharapkan dari suatu industry, kedua, mengestimasi Price Earing Ratio (P/E)
yang diharapkan atau disebut juga sebagai expected earning multiplier industry.
Selanjutnya, jika hasil kedua estimasi tersebut dikalikan, maka kita akan
memperoleh nilai akhir yang diharapkan dari suatu industry (expected ending
value of industry).

Dengan mengetahui nilai akhir yang diharapkan dari suatu industry,


selanjutnya akan dapat ditentukan tingkat return yang diharapkan dari suatu
industry. Caranya adalah dengan membagi nilai akhir yang diharapkan dari suatu
industry ditambah dividen yang diharapkan dari suatu industry, dengan nilai awal
industry tersebut pada periode sebelumnya. Selanjutnya dengan membandingkan
tingkat return yang diharapkan dari industry terhadap tingkat return yang
diisyaratkan oleh investor, investor akan dapat menentukan industry mana saja
yang layak dijadikan pilihan investasinya. Dalam penentuan keputusan investasi
industry tersebut, pilihan investor sebaiknya pada industry – industry yang
mampu memberikan return diharapkan yang lebih besar dibandingkan tingkat
return yang diisyaratkan investor.

a. Estimasi Earning Per Share Industri

Untuk mengestimasi EPS kita perlu mengestimasi penjualan per lembar


saham dari suatu industry terlebih dahulu. Ada tiga teknik yang dapat digunakan
untuk mengestimasi tingkat penjualan suatu industry, yaitu dengan daur hidup
industry (Industry Life Cycle), analisis input – output, serta hubungan antara
industry dengan ekonomi secara keseluruhan. Ketiga teknik tersebut sifatnya
saling melengkapi sehingga investor dapat mengkombinasikan ketiga teknik
tersebut untuk mendapatkan gabaran lengkap mengenai posisi dan prospek
industry dalam berbagai scenario.

a. Perkiraan penjualan dan daur hidup industry. Tahap perkembangan


industry dapat digunakan untuk mengestimasi besarnya penjualan dari suatu
Industri. Tahap perkembangan industry umumnya dapat dibagi jadi lima
yaitu, tahap permulaan, pertumbuhan yang cepat, tahap kedewasaan (mature),
stabil, dan penurunan. Tahapan perkembangan industry dapat dilihat dari
gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1
Daur Hidup Suatu Industri

Untuk mengestimasi penjualan industry kita perlu menentukan lamanya


waktu masing-masing tahap dalam daur hidup industry, dan lamanya waktu untuk
masing – masing industry akan berbeda satu dengan yang lain. Masing-masing
tahap tersebut memiliki dampak terhadap pertumbuhan penjualan dan keuntungan
industry.

1. Tahap Permulaan. Tahap ini merupakan masa awal perkembangan


sebuah industry. Pada tahap ini pertumbuhan penjualan sangat kecil dan
profit yang dihasilkan kemungkinan akan menunjukan angka negative
karena
perusahaan harus mengeluarkan dana yang cukup besar untuk menutupi
biaya promosi dan pengembangan produk di awal – awal pertumbuhan
industry.
2. Tahap Pertumbuhan. Pada tahap ini, penjualan tumbuh sangat cepat.
Permintaan semakin meningkat, sedangkan persaingan belum begitu ketat,
sehingga profit dalam tahap pertumbuhan akan tumbuh dengan tinggi.
Pertumbuhan industry pada tahap ini akan cenderung lebih besar dari
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
3. Tahap Kedewasaan (mature). Pada tahap ini, pertumbuhan penjualan
mulai menurun, karena banyaknya pesaing yang mulai masuk dan
permintaan yang sudah relative stabil. Oleh karena itu, profit pada tahap
ini akan mengalami pertumbuhan yang mulai menurun dan menuju tingkat
keuntungan yang normal. Pertumbuhan industry pada tahap ini sedikit
lebih besar dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
4. Tahap Stabil. Tahap ini adalah tahap paling panjang dalam daur hidup
industry. Pertumbuhan industry akan cenderung sama dengan
pertumbuhan ekonomi pada keseluruhan atau segmen ekonomi di mana
industry tersebut berada. Pada tahap ini investor dapat mengestimasi
pertumbuhan penjualan secara mudah karena penjualan berkorelasi tinggi
dengan kondisi ekonomi. Meskipun penjualan terkait erat dengan kondisi
ekonomi, tetapi besarnya pertumbuhan penjualan masing-masing
perusahaan berbeda-beda satu dengan yang lain, tergantung dari
kemampuan manajerial dari masing- masing perusahaan.
5. Tahap Penurunan. Pada tahap ini, tingkat penjualan dan profit industry
semakin menurun. Oleh karena itu, pada tahap ini perusahaan akan mulai
keluar dari industry dan investor mulai berpikie untuk mencari alternatif
industry lain yang lebih menguntungkan. Pertumbuhan industry pada tahap
ini akan jauh dibawah pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Dengan mengetahui tahap daur hidup suatu industry, secara umum kita
dapat mengestimasi tingkat pertumbuhan penjualan suatu industry. Untuk
melengkapi analisis terhadap tahap daur hidup industry kita juga dapat
membandingkan pertumbuhan industry tersebut dengan pertumbuhan ekonomi
secara keseluruhan.

b. Prakiraan penjualan dan analisis input-output. Analsis input-output


adalah suatu cara alternative untuk mengetahui gambaran prospek penjualan
suatu industry di masa yang akan datang, dengan cara mengidentifikasi
pemasok dan konsumen dari suatu industry. Dengan melakukan analisis ini,
kita dapat mengestimasi permintaan konsumen dimasa yang akan datang,
serta kemampuan pemasok untuk menyediakan barang dan jasa yang
diperlukan dalam suatu industry. Informasi tersebut nantinya dapat digunakan
untukmemperkirakan tingkat penjualan dan keuntungan suatu industry di
masa depan.

c. Prakiraan penjualan dan hubungan industry dan ekonomi. Teknik yang


ketiga ini dilakukan dengan cara membandingkan tingkat penjualan industry
dengan kondisi perekonomian secra keseluruhan yang berhubungan dengan
barang dan jasa yang diproduksi oleh industry tersebut. Teknik ini didasari
oleh asumsi bahwa kondisi perekonomian dimana suatu industry beroperasi
akan terkait dengan penjualan dan keuntungan suatu industry.

b. Estimasi Earning Multiplier Suatu Industri

Teknik untuk melakukan estimasi earning multiplier industry ada dua


yaitu, analisis makro dan analisis mikro. Dalam analisis makro, investor
mempelajari hubungan antara earning multiplier untuk industry dengan earning
multiplier pasar. Sedangkan dalam analisis mikro, estimasi earning multiplier
industri dilakukan dengan cara mengamati variabel-variabel yang mempengaruhi
earning multiplier industri seperti, dividen payout ratio (DPR), tingkat return yang
diisyaratkan dalam industri (k), dan tingkat pertumbuhan earning dan dividen
industri yang diharapkan Analisis makro mengasumsikan adanya hubungan
antara perubahan dalam
k dan g untuk industri tertentu dengan pasar keseluruhan. Asumsi ini ini sama
halnya dengan hubungan atara perubahan dalam P/E rasio industri dengan P/E
pasar secara keseluruhan. Tetapi perlu diingat bahwa hubungan antara industri
dengan pasar tidaklah sama untuk setiap industri, bahkan untuk industri tertentu
hubungan tersebut tidak signifikan. Oleh karena itu, sebelum menggunakan
analsis makro untuk mengestimasi earning multiplier untuk industri, kita perlu
mengevalusi terlebih dahulu kualitas hubungan antara rasio P/E industri yang
akan dianalisis dengan P.E pasar. Disamping itu kita perlu melengkapi analisis
makro dengan analsisi mikro.
Estimasi earning multiplier industri dengan analisis mikro dilakukan
dengan cara mengestimasi tiga variabel yang menentukan earning mutiplier
industri (dividen payout ratio, tingkat return yang diisyaratkan dan tingkat
pertumbuhan earning dan dividen yang diharapkan) dan membandingkan ketiga
variabel tersebut dengan P/E pasar. Dari hasil analisis tersebut, selanjutnya dapat
diketahui apakah earning multiplier industri berada diatas, dibawah ataupun sama
dengan earning multiplier pasar.

2. Persaingan Dan Return Industri yang Diharapkan

Faktor peting lain yang mempengaruhi besarnya profit yang bisa diperoleh
suatu industry adalah intensitas persaingan dalam industry tersebut. Intensitas
persaingan dalam suatu industry akan menentukan kemampuan industry untuk
tetap memperoleh tingkat return diatas rata-rata. Intensitas persaingan merupakan
gambaran dari lima faktor utama persaingan dan pengaruh masing-masing faktor
tersebut untuk masing-masing industry akan berbeda-beda. Lima kekuatan
persaingan akan menentukan profitabilitas industry karena lima faktor tersebut
mempunyai pengaruh terhadap komponen return on investment (ROI) dalam suatu
industry. Kekuatan masing-masing faktor tersebut merupakan fungsi dari struktur
industry. Investor harus menganalisis struktur industry untuk menilai kekuatan
dari lima faktor persaingan, sehingga investor dapat menentukan profitabilitas dari
suatu industry. Struktur industry cenderung berubah, sehingga investor perlu terus
memperbaharui analisis lingkungan industry sesuai dengan perubahan yang
terjadi.
Pada gambar 2.2 berikut ini, terdapat lima faktor yang menentukan
intensitas persaingan dalam suatu industry tersebut yaitu:

1. Ancaman adanya pemain baru


2. Daya tawar (bargaining power) pembeli
3. Persaingan diantara pemain yang ada
4. Ancaman adanya barang atau jasa subtitusi
5. Daya tawar (bargaining power) pemasok

Gambar 2.2

Lima Faktor Persaingan Yang Menentukan Profitabilitas Industri

a) Persaingan antara perusahaan yang ada dalam industry.


Persaingan dalam suatu industry akan semakin meningkat jika
terdapat banyak perusahaan yang ukurannya relaif sama bersaing
dalam industry tersebut. Disamping itu, persaingan juga akan
dipengaruhi oleh pertumbuhan industry dan biaya tetap, serta
hambatan untuk keluar dari industry tersebut. Pertumbuhan yang
lambat akan membuat perusahaan semakin ketat bersaing
memperebutkan pangsa pasar yang relative kecil. Tingginya biaya
tetap juga akan mendorong peningkatan persaingan, karena dengan
tingginya biaya tetap akan mengharuskan perusahaan untuk
memproduksi dengan kapasitas penuh. Hal ini akan
membuat penawaran dipasar akan semakin meningkat yang kemudia
akan menyebabkan harga barang semakin menurun, sehingga
persaingan akan semakin ketat.
b) Ancaman Pemain Baru. Meskipun sebuah industry mempunyai
jumlah pesaing yang sedikit, investor juga perlu menidentifikasi
perusahaan-perusahaan yang potensial menjadi pemain baru dalam
industry. Besarnya ancaman pemain baru ini akan dipengaruhi oleh
adanya hambatan-hambatan masuk dalam suatu industry seperti
tingginya biaya investasi, peraturan pemerintah dan harga barang yang
relatif kecil dibandingkan biaya produksi. Jika hambatan masuk suatu
industry relatif tinggi maka kemungkinan adanya pemain baru yang
akan masuk dalam industry tersebut akan semakin kecil.
c) Ancaman Adanya Produk Subtitusi. Produk subtitusi akan
membatasi profit potensial suatu industry karena barang subtitusi akan
memunculkan alternative bagi produk perusahaan. Dalam kondisi
seperti ini, kemampuan perusahaan untuk menentukan harga produk
akan semakin berkurang, karena dibatasi adanya produk subtitusi.
Artinya, jika harga produk perusahaan terlalu tinggi, konsumen bisa
saja berpindah ke produk subtitusi yang ditawarkan di pasar.
d) Bargaining Power Pembeli. Daya tawar pembeli dipasar yang kuat
bisa mempengaruhi profitabilitas industry. Hal ini terjadi jika
konsumen dapat menawar harga atau meminta kualitas yang lebih
tinggi dengan kemungkinan pilihan dari produk yang diberikan oleh
pesaing lain. Bila jumlah konsumen lebih banyak dari jumlah
industrinya maka bargaining power konsumen akan rendah.
Sebaliknya jika jumlah industry lebih banyak dari konsumen maka
bargaining power konsumen akan besar.
e) Bargaining Power Pemasok. Pemasok dapat mempengaruhi return
industry dimasa yang akan datang karena mereka mempunyai
kekuatan untuk menentukan harga dam kualitas produknya. Jika
jumlah pemasok lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah
industrinya, maka pemasok
memiliki bargaining power yang besar. Begitu juga sebaliknya, jika
pemasok lebih banyak dari industrinya makan bargaining power
pemasok akan berkurang.

Analisis lima faktor yang menentukan persaingan industry dapat


digunakan untuk menilai profit potensial dari suatu industry untuk jangka
panjang. Seperti dijelaskan diatas bahwa masing-masing industry
mempunyai profil struktur industry yang berbeda, sehingga investor perlu
menganalisis lima faktor yang mempengaruhi persaingan untuk masing-
masing industry. Disampng itu investor juga dapat mengamati perubahan
lingkungan yang terjadi setiap saat, karena bisa jadi struktur industry akan
berubah akibat adanya perubahan lingkungan tersebut.

a. Estimasi Earing Multiplier Industri


Estimasi earing multiplier industri dengan analisis mikro dilakukan
dengan cara mengestimasi tiga variavel yang menentukan earing
mulplier industri dan tingkat pertumbuhan earing dan deviden yang
diharapkan dan analisis tersebut, selanjutnya dapat diketahui apakah
earing multiplier industri akan berada di atas , di bawah ataupun
sama dengan earing multiplier pasar.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Istilah industri ataupun sektor/kelompok industry telah begitu dikenal luas


oleh masyarakat, misalnya industry otomatif, makanan, dan lain
sebagainya.
2. Analisis industry merupakan tahap penting yang perlu dilakukan investor,
karena analisis tersebut dipercaya bisa membantu investor untuk
mengidentifikasi peluang-peluang investasi dalam industry yang
mempunyai karakteristik risiko dan return yang menguntungkan bagi
investor.
3. Cara Mengidentifikasi Industri Yang Memiliki Prospek Menguntungkan
dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
1. Estimasi Tingkat Keuntungan Industri
b. Estimasi Earning Per Share Industri
c. Estimasi Earning Multiplier Suatu Industri
2. Persaingan Dan Return Industri yang Diharapkan
a. Estimasi Earing multipier Industri

Anda mungkin juga menyukai