Anda di halaman 1dari 10

Modul Mata Kuliah Portofolio Prodi Manajemen

PERTEMUAN KE-20
ANALISIS EKONOMI INDUSTRI

1. TUJUAN PEMBELAJARAN
Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai adalah mahasiswa mampu
menghitung dan memilih kombinasi portofolio efisien dan optimal

2. URAIAN MATERI
Istilah industri ataupun sektor/kelompok industry telah begitu dikenal luas oleh
masyarakat, misalnya industry otomatif, makanan, dan lain sebagainya. Tetapi pada
dasarnya, pengelompokkan industry tidaklah sesederhana seperti yang dibayangkan.
Sebagai contoh, untuk mengelompokkan suatu perusahaan uang memproduksi produk
makanan kaleng, terkadang mengalami kebingungan apakah perusahaan itu akan
dikelompokkan ke dalam industry makanan ataukah industry alumunium. Masalah
pengelompokkan industry juga akan menjadi semakin rumit ketika kita berhadapan
dengan banyak perusahaan yang mempunyai sekian banyak ragam lini bisnis. Kita
akan semakin sulit menentukan jenis industry apakah yang benar – benar sesuai
dengan jenis industry perusahaan bersangkutan.
Berkenan dengan masalah tersebut analisis dengan investor memerlukan metode
yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan indutri dengan tepat. Salah satu
sistem klasifikasi industry yang telah dikenal dan digunakan secara luas adalah sistem
Standard Industry Classification (SIC) yang didasarkan pada data sensus dan
pengklasifikasian perusahaan berdasarkan produk dasar yang dihasilkan. Standard
Industry Classification (SIC) mempunyai 11 divisi dan masing – masing divisi deberi
tanda A sampai K. sebagai contoh, misalnya perkebunan, pertanian dan perikanan
dikelompokan dalam divisi A, pertambangan dalam divisi B, perdagangan eceran G
dan kelompok terakhir yaitu yang belum terklasifikasi tersebut dengan divisi K.
Masing – masing divisi akan terdiri dari beberapa kelompok industry utama dan diberi
kode dua digit. Sebagai contoh, misalnya industry logam yang termasuk dalam divisi
D yaitu industry pertambangan, akan diberi kode 33.
Kelompok industry utama pada masing – masing divisi dalam SIC akan dibagi
lagi dalam tiga, empat sampai lima digit kode SIC. Semakin banyak kode digit SIC,
semakin spesifik pengelompokan industry tersebut. Disamping standard klasifikasi
SIC, ada beberapa sistem klasifikasi lainnya yang juga digunakan untuk

Manajemen S1 1
Modul Mata Kuliah Portofolio Prodi Manajemen

mengelompokan industry, diantaranya adalah indeks industry yang dikeluarkan oleh


standard & Poor Corporation yang mengelompokan industry dalam 113 kelompok,
dan klasifikasi industry versi value line yang mengklasifikasikan perusahaan kedalam
90 industry.
Pengelompokan industry untuk kasus di Indonesia juga dilakukan dengan
berdasarkan suatu standard klasifikasi industry tertentu. Salah satu standard yang
banyak dipakai untuk mengelokpokan industry bagi perusahaan – parusahaan yang
terdaftar dibursa efek jakarata adalah Jakarta stock Exchange Sectoral Industry
Classification (JASICA). Klasifikasi (JASICA) ini terdiri dari 9 divisi dan masing –
masing divisi tersebut dibagi lagi menjadi kelompok industry utama dan diberi kode 2
digit. Contoh klasifikasi industry (JASICA) di BEJ dapat dilihat pada tabel berikut ini:
1. Pertanian 5. Industry Barang Konsumsi
1.1 Pertanian 5.1 makanan dan minuman
1.2 Perkebunan 5.2 industri tembakau
1.3 Pertekanan 5.3 farmasi
1.4 Perikanan 5.4 Kosmetik dan barang keperluan
1.5 Kehutanan rumah tangga
1.6 Lain-lain yang belum terklasifikasi 5.5 Lain-lain yang belum terklasifikasi
2. Pertambangan 6. Konstruksi, Properti dan Real
2.1 Pertambangan batu bara 6.1 Konstruksi
2.2 Pertambangn minyak dan gas buni 6.2 Properti dan real estate
2.3 Pertambangan logam dan mineral 6.3 Lain-lain yang belum terklasifikasi
lainnya 7. Infrastruktur, Utilitas dan
2.4 Pengalian batu atau tanah Transportasi
2.5 Lain lain yang belum terklarifikasi 7.1 Energi
3. Industry Dasar dan Kimia 7.2 Jalan tol, bandara, pelabuhan dan
3.1 Semen sejenisnya
3.2 Keramik, gelas, porselen 7.3 Telekomunikasi
3.3 Produk logam dan sejenisnya 7.4 Transportasi
3.4 Kimia 7.5 Lain-lain yang belum terklasifikasi
3.5 Plastik 8. Keuangan
3.6 Pakan Ternak 8.1 Bank
3.7 Industri kayu dan pengolahannya 8.2 Lembaga pembiayaan
3.8 Puip dan kertas 8.3 Perusahaan efek
3.9 Lain-lain yang belum terklarifikasi 8.4 Asuransi
4. Aneka Industri 8.5 Reksa dana
4.1 Mesin dan alat berat 8.6 Lain-lain yang belum terklasifikasi

Manajemen S1 2
Modul Mata Kuliah Portofolio Prodi Manajemen

4.2 Otomatif dan komponennya 9. Perdagangan dan Jasa


4.3 Tekstil dan garmen 9.1 Perdagangan besar barang industry
4.4 Kabel 9.2 Perdagangan besar barang
4.5 Elektronik konsumsi
4.6 Lain-lain yang belum terklarifikasi 9.3 Perdagangan eceran
9.4 Hotel dan restoran
9.5 Pariwisata dan hiburan
9.6 Periklanan dan media massa
9.7 Jasa computer dan perangkatnya
9.8 Lain-lain yang belum terklasifikasi
Sumber: Laporan mingguan BEJ 1997

Pentingnya Analisis Industri


Analisis industry merupakan tahap penting yang perlu dilakukan investor, karena
analisis tersebut dipercaya bisa membantu investor untuk mengidentifikasi peluang-
peluang investasi dalam industry yang mempunyai karakteristik risiko dan return yang
menguntungkan bagi investor.
Beberapa penelitian yang terkait dengan analisis industry, telah didokumentasikan
oleh Reilly dan Brown (1997), dan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan seperti
berikut ini:
1. Studi mengenai kinerja tahunan industry, menunjukkan bahwa industry yang
berbeda mempunyai tingkat return yang berbeda pula. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa analisis industry itu penting, dan perlu dilakukan untuk
mengetahui perbedaan kinerja antar industry, sehingga akan membantu investor
dan para analisis untuk mengidentifikasi peluang-peluang yang menguntungkan
dan yang tidak menguntungkan
2. Tingkat return masing-masing industry berbeda di setiap tahunnya. Dengan
demikian, return industry di masa yang akan datang tidak bisa diestimasi dengan
hanya menggunakan data return industry masa lalu. Oleh karena itu, analisis dan
investor disamping menggunakan data return industry di masa lalu, juga perlu
menambahkan dengan beberapa data lain yang relevan untuk mengestimasi return
industry di masa yang datang.
3. Tingkat return perusahaan-perusahaan di suatu industry yang sama terlihat cukup
beragam. Hal ini menunjukkan bahwa analisis industry juga perlu diikuti dengan
analisis perusahaan.

Manajemen S1 3
Modul Mata Kuliah Portofolio Prodi Manajemen

4. Tingkat risiko berbagai industry juga beragam, sehingga analisis dan investor perlu
mempelajati dan mengestimasi faktor-faktor risiko yang relevan untuk suatu
industry tertentu seperti halnya estimasi return.
5. Tingkat risiko suatu industry relative stabil sepanjang waktu, sehingga analisis
risiko berdasarkan data historis dapat digunakan untuk mengestimasi risiko
industry di masa datang.

Mengidentifikasi Industri Yang Memiliki Prospek Menguntungkan


Estimasi Tingkat Keuntungan Industri

Dalam melakukan analisis industry, investor perlu menilai suatu industry dan
menentukan return yang diharapkan dari suatu industry yang akan dianalisis. Dengan
menilai dan menentukan return yang diharapkan dari suatu industry, investor akan
dapat menentukan peluang investasi pada industry – industry yang punya prospek
terbaik. Untuk menilai suatu industry, ada dua langkah yang perlu dilakukan yaitu
yang pertama, mengestimasi Earing Per Share (EPS)yang diharapkan dari suatu
industry, kedua, mengestimasi Price Earing Ratio (P/E) yang diharapkan atau disebut
juga sebagai expected earning multiplier industry. Selanjutnya, jika hasil kedua
estimasi tersebut dikalikan, maka kita akan memperoleh nilai akhir yang diharapkan
dari suatu industry (expected ending value of industry).
Dengan mengetahui nilai akhir yang diharapkan dari suatu industry, selanjutnya
akan dapat ditentukan tingkat return yang diharapkan dari suatu industry. Caranya
adalah dengan membagi nilai akhir yang diharapkan dari suatu industry ditambah
dividen yang diharapkan dari suatu industry, dengan nilai awal industry tersebut pada
periode sebelumnya. Selanjutnya dengan membandingkan tingkat return yang
diharapkan dari industry terhadap tingkat return yang diisyaratkan oleh investor,
investor akan dapat menentukan industry mana saja yang layak dijadikan pilihan
investasinya. Dalam penentuan keputusan investasi industry tersebut, pilihan investor
sebaiknya pada industry – industry yang mampu memberikan return diharapkan yang
lebih besar dibandingkan tingkat return yang diisyaratkan investor.

Estimasi Earning Per Share Industri


Untuk mengestimasi EPS kita perlu mengestimasi penjualan per lembar saham
dari suatu industry terlebih dahulu. Ada tiga teknik yang dapat digunakan untuk
mengestimasi tingkat penjualan suatu industry, yaitu dengan daur hidup industry
(Industry Life Cycle), analisis input – output, serta hubungan antara industry dengan

Manajemen S1 4
Modul Mata Kuliah Portofolio Prodi Manajemen

ekonomi secara keseluruhan. Ketiga teknik tersebut sifatnya saling melengkapi


sehingga investor dapat mengkombinasikan ketiga teknik tersebut untuk mendapatkan
gabaran lengkap mengenai posisi dan prospek industry dalam berbagai scenario.
Perkiraan penjualan dan daur hidup industry. Tahap perkembangan industry
dapat digunakan untuk mengestimasi besarnya penjualan dari suatu Industri. Tahap
perkembangan industry umumnya dapat dibagi jadi lima yaitu, tahap permulaan,
pertumbuhan yang cepat, tahap kedewasaan (mature), stabil, dan penurunan. Tahapan
perkembangan industry dapat dilihat dari gambar berikut ini.

Gambar
Daur Hidup Suatu Industri

Untuk mengestimasi penjualan industry kita perlu menentukan lamanya waktu


masing-masing tahap dalam daur hidup industry, dan lamanya waktu untuk masing –
masing industry akan berbeda satu dengan yang lain. Masing-masing tahap tersebut
memiliki dampak terhadap pertumbuhan penjualan dan keuntungan industry.
1. Tahap Permulaan. Tahap ini merupakan masa awal perkembangan sebuah industry.
Pada tahap ini pertumbuhan penjualan sangat kecil dan profit yang dihasilkan
kemungkinan akan menunjukan angka negative karena perusahaan harus
mengeluarkan dana yang cukup besar untuk menutupi biaya promosi dan
pengembangan produk di awal – awal pertumbuhan industry.
2. Tahap Pertumbuhan. Pada tahap ini, penjualan tumbuh sangat cepat. Permintaan
semakin meningkat, sedangkan persaingan belum begitu ketat, sehingga profit
dalam tahap pertumbuhan akan tumbuh dengan tinggi. Pertumbuhan industry pada
tahap ini akan cenderung lebih besar dari pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan.
3. Tahap Kedewasaan (mature). Pada tahap ini, pertumbuhan penjualan mulai
menurun, karena banyaknya pesaing yang mulai masuk dan permintaan yang sudah

Manajemen S1 5
Modul Mata Kuliah Portofolio Prodi Manajemen

relative stabil. Oleh karena itu, profit pada tahap ini akan mengalami pertumbuhan
yang mulai menurun dan menuju tingkat keuntungan yang normal. Pertumbuhan
industry pada tahap ini sedikit lebih besar dari pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan.
4. Tahap Stabil. Tahap ini adalah tahap paling panjang dalam daur hidup industry.
Pertumbuhan industry akan cenderung sama dengan pertumbuhan ekonomi pada
keseluruhan atau segmen ekonomi di mana industry tersebut berada. Pada tahap ini
investor dapat mengestimasi pertumbuhan penjualan secara mudah karena
penjualan berkorelasi tinggi dengan kondisi ekonomi. Meskipun penjualan terkait
erat dengan kondisi ekonomi, tetapi besarnya pertumbuhan penjualan masing-
masing perusahaan berbeda-beda satu dengan yang lain, tergantung dari
kemampuan manajerial dari masing-masing perusahaan.
5. Tahap Penurunan. Pada tahap ini, tingkat penjualan dan profit industry semakin
menurun. Oleh karena itu, pada tahap ini perusahaan akan mulai keluar dari
industry dan investor mulai berpikie untuk mencari alternatif industry lain yang
lebih menguntungkan. Pertumbuhan industry pada tahap ini akan jauh dibawah
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Dengan mengetahui tahap daur hidup suatu industry, secara umum kita dapat
mengestimasi tingkat pertumbuhan penjualan suatu industry. Untuk melengkapi
analisis terhadap tahap daur hidup industry kita juga dapat membandingkan
pertumbuhan industry tersebut dengan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Prakiraan penjualan dan analisis input-output. Analsis input-output adalah
suatu cara alternative untuk mengetahui gambaran prospek penjualan suatu industry di
masa yang akan datang, dengan cara mengidentifikasi pemasok dan konsumen dari
suatu industry. Dengan melakukan analisis ini, kita dapat mengestimasi permintaan
konsumen dimasa yang akan datang, serta kemampuan pemasok untuk menyediakan
barang dan jasa yang diperlukan dalam suatu industry. Informasi tersebut nantinya
dapat digunakan untukmemperkirakan tingkat penjualan dan keuntungan suatu
industry di masa depan.
Prakiraan penjualan dan hubungan industry dan ekonomi. Teknik yang
ketiga ini dilakukan dengan cara membandingkan tingkat penjualan industry dengan
kondisi perekonomian secra keseluruhan yang berhubungan dengan barang dan jasa
yang diproduksi oleh industry tersebut. Teknik ini didasari oleh asumsi bahwa kondisi
perekonomian dimana suatu industry beroperasi akan terkait dengan penjualan dan
keuntungan suatu industry.
Manajemen S1 6
Modul Mata Kuliah Portofolio Prodi Manajemen

Estimasi Earning Multiplier Suatu Industri

Teknik untuk melakukan estimasi earning multiplier industry ada dua yaitu,
analisis makro dan analisis mikro. Dalam analisis makro, investor mempelajari
hubungan antara earning multiplier untuk industry dengan earning multiplier pasar.
Sedangkan dalam analisis mikro, estimasi earning multiplier industri dilakukan dengan
cara mengamati variabel-variabel yang mempengaruhi earning multiplier industri
seperti, dividen payout ratio (DPR), tingkat return yang diisyaratkan dalam industri
(k), dan tingkat pertumbuhan earning dan dividen industri yang diharapkan (g)
Analisis makro mengasumsikan adanya hubungan antara perubahan dalam k dan g
untuk industri tertentu dengan pasar keseluruhan. Asumsi ini ini sama halnya dengan
hubungan atara perubahan dalam P/E rasio industri dengan P/E pasar secara
keseluruhan. Tetapi perlu diingat bahwa hubungan antara industri dengan pasar
tidaklah sama untuk setiap industri, bahkan untuk industri tertentu hubungan tersebut
tidak signifikan. Oleh karena itu, sebelum menggunakan analsis makro untuk
mengestimasi earning multiplier untuk industri, kita perlu mengevalusi terlebih dahulu
kualitas hubungan antara rasio P/E industri yang akan dianalisis dengan P.E pasar.
Disamping itu kita perlu melengkapi analisis makro dengan analsisi mikro.
Estimasi earning multiplier industri dengan analisis mikro dilakukan dengan cara
mengestimasi tiga variabel yang menentukan earning mutiplier industri (dividen
payout ratio, tingkat return yang diisyaratkan dan tingkat pertumbuhan earning dan
dividen yang diharapkan) dan membandingkan ketiga variabel tersebut dengan P/E
pasar. Dari hasil analisis tersebut, selanjutnya dapat diketahui apakah earning
multiplier industri berada diatas, dibawah ataupun sama dengan earning multiplier
pasar.

Persaingan Dan Return Industri yang Diharapkan

Faktor peting lain yang mempengaruhi besarnya profit yang bisa diperoleh suatu
industry adalah intensitas persaingan dalam industry tersebut. Intensitas persaingan
dalam suatu industry akan menentukan kemampuan industry untuk tetap memperoleh
tingkat return diatas rata-rata. Intensitas persaingan merupakan gambaran dari lima
faktor utama persaingan dan pengaruh masing-masing faktor tersebut untuk masing-
masing industry akan berbeda-beda. Lima kekuatan persaingan akan menentukan
profitabilitas industry karena lima faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap
komponen return on investment (ROI) dalam suatu industry. Kekuatan masing-masing
Manajemen S1 7
Modul Mata Kuliah Portofolio Prodi Manajemen

faktor tersebut merupakan fungsi dari struktur industry. Investor harus menganalisis
struktur industry untuk menilai kekuatan dari lima faktor persaingan, sehingga
investor dapat menentukan profitabilitas dari suatu industry. Struktur industry
cenderung berubah, sehingga investor perlu terus memperbaharui analisis lingkungan
industry sesuai dengan perubahan yang terjadi.
Pada gambar 2.2 berikut ini, terdapat lima faktor yang menentukan intensitas
persaingan dalam suatu industry tersebut yaitu:
1. Ancaman adanya pemain baru
2. Daya tawar (bargaining power) pembeli
3. Persaingan diantara pemain yang ada
4. Ancaman adanya barang atau jasa subtitusi
5. Daya tawar (bargaining power) pemasok

Gambar 2.2
Lima Faktor Persaingan Yang Menentukan Profitabilitas Industri

a. Persaingan antara perusahaan yang ada dalam industry. Persaingan dalam suatu
industry akan semakin meningkat jika terdapat banyak perusahaan yang
ukurannya relaif sama bersaing dalam industry tersebut. Disamping itu,
persaingan juga akan dipengaruhi oleh pertumbuhan industry dan biaya tetap,
serta hambatan untuk keluar dari industry tersebut. Pertumbuhan yang lambat
akan membuat perusahaan semakin ketat bersaing memperebutkan pangsa pasar
yang relative kecil. Tingginya biaya tetap juga akan mendorong peningkatan
persaingan, karena dengan tingginya biaya tetap akan mengharuskan perusahaan
untuk memproduksi dengan kapasitas penuh. Hal ini akan membuat penawaran
dipasar akan semakin meningkat yang kemudia akan menyebabkan harga barang
semakin menurun, sehingga persaingan akan semakin ketat.
b. Ancaman Pemain Baru. Meskipun sebuah industry mempunyai jumlah pesaing
yang sedikit, investor juga perlu menidentifikasi perusahaan-perusahaan yang
Manajemen S1 8
Modul Mata Kuliah Portofolio Prodi Manajemen

potensial menjadi pemain baru dalam industry. Besarnya ancaman pemain baru ini
akan dipengaruhi oleh adanya hambatan-hambatan masuk dalam suatu industry
seperti tingginya biaya investasi, peraturan pemerintah dan harga barang yang
relatif kecil dibandingkan biaya produksi. Jika hambatan masuk suatu industry
relatif tinggi maka kemungkinan adanya pemain baru yang akan masuk dalam
industry tersebut akan semakin kecil.
c. Ancaman Adanya Produk Subtitusi. Produk subtitusi akan membatasi profit
potensial suatu industry karena barang subtitusi akan memunculkan alternative
bagi produk perusahaan. Dalam kondisi seperti ini, kemampuan perusahaan untuk
menentukan harga produk akan semakin berkurang, karena dibatasi adanya
produk subtitusi. Artinya, jika harga produk perusahaan terlalu tinggi, konsumen
bisa saja berpindah ke produk subtitusi yang ditawarkan di pasar.
d. Bargaining Power Pembeli. Daya tawar pembeli dipasar yang kuat bisa
mempengaruhi profitabilitas industry. Hal ini terjadi jika konsumen dapat
menawar harga atau meminta kualitas yang lebih tinggi dengan kemungkinan
pilihan dari produk yang diberikan oleh pesaing lain. Bila jumlah konsumen lebih
banyak dari jumlah industrinya maka bargaining power konsumen akan rendah.
Sebaliknya jika jumlah industry lebih banyak dari konsumen maka bargaining
power konsumen akan besar.
e. Bargaining Power Pemasok. Pemasok dapat mempengaruhi return industry
dimasa yang akan datang karena mereka mempunyai kekuatan untuk menentukan
harga dam kualitas produknya. Jika jumlah pemasok lebih sedikit dibandingkan
dengan jumlah industrinya, maka pemasok memiliki bargaining power yang
besar. Begitu juga sebaliknya, jika pemasok lebih banyak dari industrinya makan
bargaining power pemasok akan berkurang.

Analisis lima faktor yang menentukan persaingan industry dapat digunakan untuk
menilai profit potensial dari suatu industry untuk jangka panjang. Seperti dijelaskan
diatas bahwa masing-masing industry mempunyai profil struktur industry yang
berbeda, sehingga investor perlu menganalisis lima faktor yang mempengaruhi
persaingan untuk masing-masing industry. Disampng itu investor juga dapat
mengamati perubahan lingkungan yang terjadi setiap saat, karena bisa jadi struktur
industry akan berubah akibat adanya perubahan lingkungan tersebut

Manajemen S1 9
Modul Mata Kuliah Portofolio Prodi Manajemen

3. DAFTAR PUSTAKA
1. Donald E. Fischer, Ronald J. Jordan, Security Analysis & Portofolio
Management, Sixth Edition, New Jersey 1995
2. Edianto Ong, Technical Analysis for Mega Profit, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta 2011
3. Frank J. Fabozzi , Franco Modigliani, Frank J. Jones, Michael G. Ferri,
Foundations of Financial Markets and Institutions, Third Edition, Pearson
Education
4. Frank J. Fabozzi, The Handbook of Fixed Income Securities, Sixth Edition,
McGraw Hill 2001
5. Jogiyanto Hartono, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi Kedelapan,
BPFE-Yogyakarta, September 2013
6. Martin J. Pring, Study Guide for Technical Analysis Explained
7. Muniya Alteza, Diktat Manajemen Investasi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial
dan Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta 2010.
8. Peter S. Rose, Money and Capital Markets Financial Institutions and Instruments
in a Global Marketplace, Sixth Edition, IRWIN
9. Suad Husnan, Dasar-Dasar Teori Portofolio & Analisis Sekuritas, Edisi
Keempat, UPP STIM YKPN, Agustus 2005
10. Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. BPFE
Yogyakarta. Yogyakarta
11. William F. Sharpe, Gordon J. Alexander, Jeffrey V. Bailey, Investasi, Jilid I, PT.
INDEKS Kelompok Gramedia, 2005
12. Zvi Bodie, Alex Kane, Alan J. Marcus, Manajemen Portofolio dan Investasi,
Edisi 9 Buku 1, Mc Graw Hill Education/Penerbit Salemba Empat, 2014

Manajemen S1 10

Anda mungkin juga menyukai