i
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cerebral Palsy (CP) pertama dipublikasikan oleh William John Little pada
tahun 1861 dan dikenal dengan istilah ‘cerebral paresis’. Menurut National Institute of
Neurological Disorder and Stroke (NINDS), cerebral palsy disebabkan oleh kelainan
di bagian otak yang mengendalikan gerakan otot (Ni’amah, 2017). Cerebral palsy
terjadi karena cedera pada sel-sel otak, cacat motorik yang mungkin progresif dan
mempengaruhi sepanjang hidup mereka. Mekanisme keseimbangan yang terganggu,
tonus otot yang tidak normal, kelemahan otot, dan hilangnya kontrol motorik selektif
menyebabkan ketidakmampuan untuk meregangkan otot dan fungsinya yang tepat, dan
ini menyebabkan kontraktur dan deformitas pada pasien (Himmelmann, 2013)
Di Indonesia penderita CP diperkirakan sekitar 1-5 per 1000 kelahiran hidup
dengan 80% merupakan tipe CP Spastik. Dalam survei kesehatan publik, 54% dari 380
penderita dengan diagnosa cerebral palsy menggunakan alat penunjang atau orthosis.
Banyak penderita Cerebral Palsy memiliki kemungkinan untuk berjalan. 60% dengan
tanpa alat bantu, 10% berjalan dengan alat bantu, 30% menggunakan kursi roda atau
alat bantu ambulatori. Namun tanpa latihan dan rehabilitasi medis, penderita dengan
Cerebral Palsy dapat mengalami penurunan fisik (Ni’amah, 2017).
Orthosis didefinisikan oleh International Standards Organisation sebagai
perangkat yang diterapkan secara eksternal yang digunakan untuk memodifikasi
karakteristik struktural dan fungsional dari sistem neuromuskuler dan kerangka
(Eddison and Chockalingam, 2012). Tujuan utama dalam penggunaan orthosis adalah
untuk memperbaiki postur dan kontraktur otot, untuk mendukung posisi sendi normal,
memfasilitasi atau meningkatkan fungsi gerak untuk ambulasi penderita, pembatasan
penggunaan Range of Motion (ROM) penting untuk membantu otot yang lemah,
melawan kekakuan otot, meningkatkan keseimbangan, menjaga jaringan halus paska
operasi, atau meningkatkan pola gerakan untuk penderita yang memiliki kontrol gerak
yang lemah mendekati normal (Ni’amah, 2017). Perlu dilakukan evaluasi terhadap
orthosis yang digunakan pasien agar mengetahui perkembangan aktifitas fungsional
pada pasien CP dan kemampuan berjalan pada penderita.
Pada era digital ini, diperlukan alat evaluasi yang dapat dikontrol melalui
android sehingga dapat diketahui perkembangan penggunaan orthosis dengan
menampilkan grafik sinyal otot pada smartphone. Berdasarkan permasalahan yang
dialami penderita CP dan hasil penelitian yang ada maka perlu adanya alat evaluasi
orthosis untuk pasien CP. Maka pada kegiatan ini diusulkan rancangan konseptual
evaluasi bagi penderita Cerebral Palsy dengan Myoware Muscle Sensor yang dapat
dikontrol melalui aplikasi android pada smarthphone. Sehingga dapat membantu
pencegahan deformitas struktur penderita dan meningkatkan kemandirian aktivitasnya.
2
Secara ringkas kegiatan ini merupakan Cerebral Palsy Muscle Sensor yang kemudian
dinamakan CYLOR.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas maka permasalahan yang dapat dirumuskan:
bagaimana membuat rancangan konseptual dan prototype CYLOR (Cerebral Palsy
Muscle Sensor) dengan Myoware Muscle Sensor berbasis android pada smartphone
sebagai alat evaluasi orthosis pasien Cerebral Palsy?
1.3 Tujuan Program
Kegiatan karsa cipta ini bertujuan untuk :
a. Merancang konsep desain CYLOR sebagai alat evaluasi orthosis yang digunakan
oleh pasien Cerebral Palsy dengan Myoware Muscle Sensor berbasis android pada
smartphone.
b. Membuat prototype CYLOR sebagai alat evaluasi orthosis yang digunakan oleh
pasien Cerebral Palsy dengan Myoware Muscle Sensor berbasis android pada
smartphone.
1.4 Luaran Program
Luaran kegiatan kegiatan karsa cipta berupa:
a. Laporan kemajuan;
b. Laporan akhir;
c. Prototype atau produk fungsional; dan
d. Artikel ilmiah
1.5 Manfaat Program
Adapun manfaat dari kegiatan karsa cipta yang dimaksud yaitu
a. Sebagai alat evaluasi orthosis bagi penderita CP dalam perbaikan postur dan
pola jalan bagi penderita CP sehingga meningkatkan aktivitas fungsional pada
penderita.
b. Mempunyai publikasi ilmiah yang paten dalam perkembangan teknologi
sebagai evaluasi orthosis pasien Cerebral Palsy.
yang terganggu, tonus otot yang tidak normal, kelemahan otot, dan hilangnya kontrol
motorik selektif menyebabkan ketidakmampuan untuk meregangkan otot dan
fungsinya yang tepat, dan ini menyebabkan kontraktur dan deformitas pada pasien
(Himmelmann, 2013).
Sinyal otot akan yang telah ditangkap elektrode akan dibaca oleh
Myoware muscle sensor. Arduino UNO, yang merupakan pusat control sistem
yang akan mengolah data input dan output, akan membaca data dari Myoware
muscle sensor dan mengirimkan data digital serta ditampilkan pada Bluetooth
HC-05 yang telah terhubung dengan pin RX-TX pada arduino. Bluetooth HC-
05 harus sudah terhubung pada koneksi bluetooth android, sehingga pada
aplikasi bluetooth Terminal HC-05 di android akan menerima data yang dikirim
melalui bluetooth HC-05.
3 Perjalanan Rp 100.000,-
Jumlah Rp 10.000.000,-
DAFTAR PUSTAKA
Destiana (2019) ‘Pengaruh teknologi informasi berbasis android (Smartphone) dalam
pendidikan industry 4.0’, Prosiding seminar nasional pendidikan program
pascasarjana universitas pgri palembang, pp. 190–197.
Eddison, N. and Chockalingam, N. (2012) ‘The effect of tuning ankle foot orthoses –
footwear combination on the gait parameters of children with cerebral palsy’. doi:
10.1177/0309364612450706.
Fahmi, F., Mukhlis, H. and Siregar, B. (2019) ‘Electrical signal recording on leg muscle
for footwear ergonomic analysis Electrical signal recording on leg muscle for
footwear’. doi: 10.1088/1757-899X/505/1/012036.
Kholilah, I., Rafi, A. and Tahtawi, A. (2016) ‘Aplikasi Arduino-Android untuk Sistem
Keamanan Sepeda Motor’, 1(1), pp. 53–58.
LAMPIRAN
A. Identitas Diri
Myoware dan
Elektrode