Anda di halaman 1dari 44

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

TERJADINYA PERNIKAHAN USIA DINI


DI DESA SUKAMAHI KAB. BOGOR
TAHUN 2021

SKRIPSI

Oleh:
MIA LESTARI
NPM :

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KEBIDANAN
PROGRAM SARJANA TERAPAN
JAKARTA
2021
ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
TERJADINYA PERNIKAHAN USIA DINI
DI DESA SUKAMAHI KAB. BOGOR
TAHUN 2021

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Terapan Kebidanan pada
Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas NasionalJakarta

Oleh:
MIA LESTARI

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KEBIDANAN
PROGRAM SARJANA TERAPAN
JAKARTA
2021
ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
TERJADINYA PERNIKAHAN USIA DINI
DI DESA SUKAMAHI KAB. BOGOR
TAHUN 2021

Oleh:
MIA LESTARI

Telah dipertahankan dihadapan Penguji Skripsi


Program Studi Kebidanan Program Sarjana Terapan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional
Pada tanggal 16 Februari 2022

Penguji I : Dr. Retno Widowati, M.Si (………………………….)

Penguji II : Ibu Risza Choirunissa, SSiT., MKM (…………………………)

Penguji III : Ibu Putri Azzahroh, SST., M.Ke (…………………………)

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

(Dr.Retno Widowati, M.Si)


PERSETUJUAN

Judul Skripsi : Analisis terjadinya Faktor yang berhubungandengan pernikahan usia

dini di Des. Sukamahi Tahun 20221

Nama : Mia Lestari

NPM :

Menyetujui,

Pembimbing 1, Pembimbing 2,

Ibu Risza Choirunissa, SSiT., MKM Ibu Putri Azzahroh,


SST., M.Kes
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974 menyebutkan bahwa anak


dianggap remaja bila sudah cukup matang untuk menikah yaitu pada usia 16 tahun
untuk anak perempuan dan usia 19 tahun untuk anak laki-laki Pernikahan usia dini
terjadi bila pernikahan yang dilaksanakan pada usia yang melanggar aturan undang-
undang perkawinan yaitu perempuan kurang dari 16 tahun dan laki-laki kurang dari
l9 tahun ( Puspasari et al., 2020 ).
Permasalahan kesehatan di Indonesia, terutama pada perempuan muda
dipengaruhi oleh status pernikahan, status pendidikan, nutrisi, kebiasaan merokok,
perilaku sehat dalam kehidupan seksual dan juga penggunaan kontrasepsi. Menkes
menambahkan, Kementerian Kesehatan berbagai reformasi sektor kesehatan,
kebijakan dan strategi dalam mencapai Millenium Development Goals, khususnya
MDGs-1 tentang pengentasan kemiskinan dan gizi, MDGs-5 tentang peningkatan
kesehatan ibu, dan MDGs -6 penyakit menular khususnya tentang kontrol-kontrol
HIV / AIDS.
Menurt WHO yang dikutip oleh BPS, kehamilan dan persalinan perempuan
di usia 10-19 tahun berisiko lebih tinggi mengalami eklamsia, puerperal endometritis,
dan Systemic infections dibandingkan yang di usia 20-24 tahun ( Kementrian
Komunikasi dan Informatika RI. 2022 ).
Menurut Fakultas Kedokteran UGM , perempuan yang melahirkan sebelum
usia 15 tahun lima kali lipat lebih besar berisiko meinggal dari pada saat usia 20
tahun ke atas, selain itu, bayi yang lahir dari perempuan berusia dibawah 18 tahun
memiliki risiko mortalitas dan morbiditas 50% lebih tinggi, premature, berat badan
lahir rendah ( BBLR). Dan perdarahan saat persalinan ( Kementrian Komunikasi dan
Informatika RI. 2022 ).
Berdasarkan Laporan Profil Anak Indonesia Tahun 2018 menunjukan bahwa
sekitar 39.17 % atay 2 dari anak perempuan usia 10-17 menikah sebelum usia 10-17
menikah sebelum usia 15 tahun dimana sekitar 37.91% manikah di usia 16 tahun
kemudian 22.92% meninakah di usia 17 tahun. Angka tersebut menempatkan
Indonesia pada peringkat ke 7 tertinggi didunia serta menduduki peringkat kedua di
ASEAN ( Puspasari et al., 2020 ).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik ( BPS ) tahun 2020 Jumlah
pernikahan dini pada tahun 2019 ada sebanyak 10.82 % dan pada tahun 2020
terdapat penurunan menjadi 10.8%, dan setelah di nilai, pernikahan dini ini banyak
terjadi di wilayah pedesaan dibandingkan diwilayah perkotaan dilihat dari hasil yang
didapatkan pada tahun 2020 terdapat 15.24% pernikahan dini terjadi di wilayah
pedesaan dan 6.82% pernikahan dini yang terjadi di perkotaan (Jonata. 2021).
Pada saat pandemic, Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama juga
Mencatat ada lebih dari 34 ribu dispensasi pernikahan sepanjang Januari – Juni 2020,
ada sebanyak 60 % anak dibawah umur yang mengajukan kompensasi dan sebagian
besar adalah Wanita (Jonata. 2021).
Pada tahun 2017 tercatat dari 10.4 juta jiwa penduduk DKI Jakarta, terdapat
presentasi Penduduk Yang sudah Kawin sebanyak 47.2% atau setara dengan 4.9
Jiwa, kemudian penduduk DIK Jakarta dengan Status Belum Kawin mempunyai
selisih 1.1 poin dengan Status Sudah kawin. Dengan ( Dinas Komunikasi,
Informatika dan Statistik Jakarta. 2022).
Dinas Komunikasi, Informasi dan Statistik Jakarta Mengatakan bahwa
Jakarta timur sebagai Kota DKI Jakarta dengan jumlah penduduk terbanyak dengan
Status kawin sebanyak 1.3 Juta jiwa dan 1.4 Juta jiwa dengan status belum kawin.
Kemudian dibandingkan dengan Kabupaten kepulauan seribu mempunyai penduduk
terendah dengan status kawin dan belum kawin dengan hasil 11 ribu jiwa sudah
kawin, 10 ribu jiwa belum kawin. Setelah melihat data Statistik Perkawinan di DKI
Jakarta, terbukti bahwa rata – tara usia menikah untuk pertama kali penduduk DKI
Jakarta adalah 24 tahun. Untuk kepulauan seribu mempunyai rata – rata usia
pernikahan pertama kali termuda yaitu 22 tahun, dan sebaliknya Jakarta selatan dan
Jakarta pusat mempunyai usia pernikahan pertama kali tertinggi yaitu 25 Tahun
( Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Jakarta. 2022).
Berdasarkan data dari Kantor Urusan Agama (KUA), didapatkan bahwa Desa
Kuta merupakan desa dengan angka pernikahan dini terbesar, dimana jumlah remaja
yang melakukan perkawinan dibawah usia 20 tahun pada tahun 2015 sebanyak 61
orang dari 86 perkawinan (70,8 %). Hal tersebut menunjukkan bahwa angka
perkawinan dibawah usia 20 tahun masih tergolong tinggi ( Rahayu. 2020).
Dari data yang penulis dapatkan di Sekertariat Desa Sukamahi , terdapat total
jumlah Pria dan Wanita yang menikah di tahun 2021 sebanyak 88 orang, dimana
diantaranya yang menikah usia <20 tahun ada sebanyak 48 orang ( 55%), dan yang
menikah > 20 tahun sebanyak 40 orang (45%). Maka dari data tersebut terilihat
Jumlah yang menikah usia < 20 tahun lebih besar dari Jumlah menikah dengan usia
> 20 Tahun ( Sekertariat Desa Sukamahi. 2021).
Jika hal tersebut terus terjadi, maka ada banyak hal yang berdampak, seperti
sismtem reproduksi yang belum siap sampai dengan risiko tingkat social ekonomi
yang rendah. Kebijakan dan program Kementerian Kesehatan antara lain, program
untuk mengantisipasi masalah kaum muda, mengantisipasi ledakan penduduk,
memperkuat penelitian dan pengembangan untuk kebutuhan dewasa muda,
memperkuat pelatihan dan sistem pendidikan profesi kesehatan dan penguatan
kapasitas untuk program dan pengelolaan perencanaan.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, pernikahan dini dan
eksperimentasi seksual pada usia dini merupakan masalah yang terjadi di Indonesia.
Masalah ini harus diselesaikan dengan pengembangan program khusus untuk kaum
muda dalam hal kesehatan, pendidikan dan pendidikan seksual. Dalam melakukan
pelatihan bagi para profesional kesehatan, kejujuran dan transparansi pada masalah
orang dewasa muda yang penting dan dapat membantu sistem perawatan medis, serta
fungsi promosi kesehatan Kementerian Kesehatan untuk lebih selaras dengan
kebutuhan remaja dan dewasa muda, terutama perempuan dengan kebutuhan khusus.
Komponen Perencana Kesehatan dan program pembangunan Kementerian
Kesehatan perlu lebih pro-aktif dalam menangani program-program yang terkait
tentang kebutuhan kesehatan remaja dan kaum muda, terutama perempuan muda.
Unit Keluarga Berencana harus direvitalisasi agar lebih efektif dalam pengembangan
program penundaan usia perkawinan, promosi program pantang aktivitas seksual
sebelum menikah dan juga promosi penggunaan kontrasepsi bagi yang sudah
menikah.
Masalah tersebut mejadi sebuah dasar Untuk peneliti apasajakah factor –
factor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan Usia dini di Desa Sukamahi
Kabupaten bogor pada tahun 2021, karena masih banyaknya yang melakukan
Pernikahan pada usia dibawah 19 tahun di Desa Sukamahi ini.
1.2 Perumusan Masalah
Apa Saja Faktor – Faktor yang mempengaruhi Pernikahan Usia dini di Desa
Sukamahi Kab. Bogor pada tahun 2021.
1.3 Tujuan
3.1.1 Tujuan umum

Untuk Mengetahui apa saja Faktor – Faktor yang mempengaruhi


Pernikahan Usia dini di Desa Sukamahi Kab. Bogor pada tahun 2021?

3.1.2 Tujuan khusus


a. Mengetahui apakah ada Hubungan antara Faktor ekonomidengan pernikahan
Usia dini di Desa Sukamahi Kab Bogor pada tahun 2021?
b. Mengetahui apakah ada Hubungan antara Faktor orangtua dengan pernikahan
Usia dini di Desa Sukamahi Kab Bogor pada tahun 2021?
c. Mengetahui apakah ada Hubungan antara Faktor Poka fikir Masyarakat
dengan pernikahan Usia dini di Desa Sukamahi Kab Bogor pada tahun 2021?
d. Mengetahui apakah ada Hubungan antara Faktor Hamil diluar nikah dengan
pernikahan Usia dini di Desa Sukamahi Kab Bogor pada tahun 2021?
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi penulis

Penulis mampu mengetahui FAktor – Faktor penyebab Pernikahan usia


dini yang hingga saat ini masih banyak terjadi di Negara Indonesia Khususnya
Desa Sukamahi Kab. Bogor pada tahun 2021.

1.4.2 Instansi

Dapat menambah Referensi baru untuk perpustakaan mengenati


Pernikahan dini yang masih terjadi hingga saat ini.

1.4.3 Bagi peneliti lainnya


Dapat menjadi wawasan dan ilmu tambahan bagi peneliti selanjutnya
mengenai pernikahan usia dini
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
2.1.1 Pernikahan

Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu proses awal


terbentuknya kehidupan keluarga dan merupakan awal dari perwujudan bentuk-
bentuk kehidupan manusia. Kehidupan sehari-hari manusia yang berlainan jenis
kelaminya yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa laki-laki dan perempuan
dikatakan perempuan secara alamiah mempunyai daya tarik-menarik antara yang
satu dengan yang lain untuk berbagai kasih sayang dalam mewujudkan suatu
kehidupan bersama atau dapat dikatakan ingin membentuk ikatan lahir dan batin
untuk mewujudkan suatu keluarga atau rumah tangga yang bahagia, rukun dan
kekal. Pernikahan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis saja, alapun
kebutuhan biologis merupakan faktor yang sangat penting sebagai penunjang atau
pendorong dalam rangka merealisir kehidupan bersama baik untuk mendapatan
kebutuhan biologis. Pernikahan haruslah sebagai suatu ikatan lahir batin. Hal ini
disebabkan karena dapat pula terjadi bahwa hidup bersama antara laki-laki dan
perempuan itu tampa dilakukan persentuhan.

Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1 tujuan


pernikahan adalah “untuk membentuk keluaarga rumah tangga. Yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa”. Untuk itu suami istri perlu adanya
saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiaanya untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan material ( Subekti.
2010).

Dari sudut ilmu bahasa kata perkawinan berasal dari kata “kawin” yang
merupakan terjemahan dari bahasa Arab “nikah”. Kata “nikah” mengandung dua
pengertian, yaitu dalam arti yang sebenarnya (haqikat) berarti berkumpul dan
dalam arti kiasan berarti aqad atau mengadakan perjanjian perkawinan. Menurut
hukum Islam yang dimaksud dengan perkawinan ialah aqad yang bersifat luhur
dan suci antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya sebagai
suami isteri dan dihalalkannya hubungan seksual dengan tujuan mencapai
keluarga yang penuh kasih sayang, kebajikan dan saling menyantuni, keadaan
yang lazim disebut sakinah ( Subekti. 2010 ).

Ahmad Atabik dan Khoridatul Mudhiiah mengatakan bahwa Pernikahan


merupakan sebuah perintah agama yang diatur oleh syariat Islam dan merupakan
satu-satunya jalan penyaluran seks yang disahkan oleh agama Islam. Dari sudut
pandang ini, maka pada saat orang melakukan pernikahan pada saat yang
bersamaan dia bukan saja memiliki keinginan untuk melakukan perintah agama
(syariat), namun juga memiliki keinginan memenuhi kebutuhan biologisnya yang
secara kodrat memang harus disalurkan ( Mudhijah. 2014 ).

Abu Ishrah mendifinisikan “nikah adalah akad yang memberikan faedah


hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami isteri) antara pria dan
wanita dan mengadakan tolong menolong serta memberi batas hak–hak bagi
pemiliknya dan pemenuhan kewajibannya masing–masing

2.1.2 Pernikahan dini

Menurut WHO, pernikahan dini ( early Married ) Adalah pernikahan yang


dilakukan oleh pasangan atau salah satu pasangan masih dikategorikan anak –
anak atau remaja yang berusia dibawah 19 tahun.

Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF) menyatakan bahwa


pernikahan usia dini adalah pernikahan yang dilaksanakan secara resmi atau tidak
resmi yang dilakukan sebelum usia 18 tahun. Menurut UU RI Nomor 1 Tahun
1974 pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria
sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
Apabila masih di bawah umur tersebut, maka dinamakan pernikahan dini.

Wirjono Prodjodikoro, mengatakan perkawinan adalah hidup bersama dari


seorang laki–laki dan seorang perempuan yang memenuhi syarat–syarat
tertentu.43 Sedangkan menurut Subekti perkawinan adalah pertalian yang sah
antara seorang laki–laki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama.44
Muhammad.

Pengertian pernikahan dini menurut undang-undang adalah pernikahan


yang dilaksanakan pada usia yang melanggar aturan undang-undang perkawinan,
yaitu perempuan kurang dari 16 tahun dan lakilaki kurang dari l9 tahun (Salmah.
2016)

Dari penelitian Salmah Syarifah membagi 4 klasifikasi pola umur


perkawinan, yaitu perkawinan anak-anak (child marriage) bagi perkawinan di
bawah 18 tahun, perkawinan umur muda (early marriage) bagi perkawinan umur
18 - 19 tahun, perkawinan umur dewasa (marriage at maturity) bagi perkawinan
umur 20-21 tahun dan perkawinan yang terlambat (late marriage) bagi
perkawinan umur 22 tahun dan selebihnya ( Salmah. 2016 )

Ketentuan hukum yang mengatur masalah perkawinan dan menyebutkan


batasan umur dalam melangsungkan pernikahan termuat dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyebutkan ketentuan batasan umur
perkawinan untuk warga Negara Indonesia yang bagi perempuan apabila sudah
berumur 16 tahun dan bagi laki-laki apabila sudah berumur 19 tahun. Perkawinan
yang dilakukan di bawah batasan ketentuan peraturan perundangundangan
termasuk jenis perkawinan dini.

2.2 Tujuan Pernikahan

Menurut Alimuddin, (2014 :9), Tujuan perkawinan berdasarkan hukum islam


yaitu untuk menghindari kemaksiatan dan perzinahan serta utnuk mendapatkan anak
keturunan yang sah agar dapat melanjutkan generasi yang baik di masa yang akan datang.
Hal ini terlihat dari isyarat Q.S An-Nissa ayat (1), selain itu untuk mendapatkan keluarga
yang bahagia yang penuh dengan ketenangan hidup dan rasa kasih sayang. Selain yang
disebutkan diatas, perkawinan juga bertujuan untuk :

1. Menentramkan Jiwa
Apabila telah terjadi akad nikah, istri merasa jiwanya tentram karena ada
yang melindungi dan ada yang bertanggung jawab dalam rumah tangga. Suami pun
merasa tentram karena ada pendampingnya untuk mengurus rumah tangga, tempat
menumpahkan perasaan suka dan duka serta teman bermusyawarah.
2. Memenuhi Kebutuhan Biologis

Kecenderungan cinta lawan jenis dan hubungan seksual sudah ada tertanam
dalam diri manusia atas kehendak Allah. Oleh karena itu pemenuhan kebutuhan
biologis harus diatur melalui lembaga perkawinan agar tidak terjadi penyimpangan
sehingga norma-norma agama dan adat istiadat tidak dilanggar.

3. Latihan memikul Tanggung Jawab

Perkawinan merupakan pelajaran dan latihan praktis bagi pemikulan


tanggung jawab dan pelaksanaan segala kewajiban yang timbul dari pertanggung
jawaban tersebut.

4. Melestarikan keturunan.

Biasanya sepasang suami istri tidak ada yang tidak mendambakan anak
turunan untuk meneruskan kelangsungan hidup. Anak turunan diharapkan dapat
mengambil alih tugas, perjuangan dan ide-ide yang pernah tertanam didalam jiwa
suami atau istri (Walgito, 2002).

5. menurut Undangundang Nomor 1 tahun 1974 telah dirumuskan sangat ideal karena
tidak hanya melihat dari segi lahir saja melainkan sekaligus terdapat suatu pertautan
batin antara suami dan isteri yang ditujukan untuk membina suatu keluarga atau
rumah tangga yang kekal dan bahagia bagi keduanya dan yang sesuai dengan
kehendak Tuhan Yang Maha Esa.

2.3 Tujuan Batasan usia pernikahan

Tujuan Batas Usia Pernikahan Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun


1974 batas usia untuk melangsungkan pernikahan yaitu pada saat usia 19 tahun untuk
laki-laki dan usia 16 tahun untuk perempuan. Hal ini dilakukan demi mewujudkan tujuan
pernikahan, namun apabila pada kenyataanya suatu tujuan pernikahan itu tidak terwujud
atau tidak sesuai yang diinginkan maka hal ini bisa saaja terjadi karena kurang siapnya
mental, sosial, ekonomi pasangan suami istri, dan untuk mencegah terjadinya hal yang
tidak diinginkan sehingga Undang-Undang pernikahan menentukan batas usia
pernikahan.

Sesuai dinyatakan dalam Undang-Undang Perkawian No. 1 Tahun 1974 bahwa


tujuan pernikahan adalah untuk membentuk suatu keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka demi terwujudnya suatu tujuan
pernikahan telah dilakukan bermacam upaya yang salah 25 satunya adalah mengenai
bebas usia minimal seseorang untuk melangsungkan pernikahan. Apabila seorang calon
suami ataupun istri jika akan melangsungkan pernikahan harus siap secara lahir dan
batinnya, agar dapat mewujudkan tujuan pernikahan dengan baik dengan membina
keluarga yang harmonis dengan memiliki keturunan yang baik tanpa berakhir dengan
perceraian. Untuk itu harus dicegah adanya pernikahan usia dini, selain itu untuk menjaga
kesehatan antara calon suami dan istri dan keturunan mereka maka perlu ditetapkan
batas-batas pernikahan.

2.4 Faktor Penyebab pernikahan dini


2.4.1. Faktor pendidikan
2.4.2. Faktor Ekonomi

Masalah ekonomi pada keluarga sering kali mendorong orang tua untuk
cepat-cepat menikahkan anaknya, karena orang tua yang tidak mampu membiayai
hidup dan sekolah terkadang membuat anak memutuskan untuk menikah di usia
dini dengan alasan beban ekonomi keluarga jadi berkurang dan dapat membantu
perekonomian keluarga, karena menurut orang tua anak perempuan yang sudah
menikah menjadi tanggung jawab suaminya (Artikel BKKBN, 2016). Hal tersebut
sering banyak di jumpai di pedesaan tetapi sekarang ini banyak juga di perkotaan,
tanpa peduli usia anaknya yang belum menginjak usia dewasa, orang tua hanya
mengizinkan saja karena untuk meringankan beban keluarga.
2.4.3. Faktor Budaya

Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddayah, yang merupakan


bentuk jamak dari buddhi, berarti budi atau akal . Dengan demikian, kebudayaan
berati hal-hal yang bersangkutan dangan akal. Adapun ahli Antropologi yang
merumuskan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah
Taylor, yang menulis bukunya”Primitive Culture”, bahwa kebudayaan adalah
keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, tradisi, yang didapat oleh
manusia sebagai anggota masyarakat (Ranjabar, 2006).

Syafiq Hasyim dalam Jannah (2012) menyebutkan bahwa dalam konteks


Indonesia pernikahan lebih condong diartikan sebagai kewajiban sosial dari pada
manifestasi kehendak bebas setiap individu. Secara umum, dalam masyarakat
yang pola hubungannya bersifat tradisional, pernikahan dipersepsikan sebagai
suatu “keharusan sosial” yang merupakan bagian dari warisan tradisi dan
dianggap sakral. Sedangkan dalam masyarakat rasional modern, perkawinan lebih
dianggap sebagai kontrak sosial, dan karenanya pernikahan sering merupakan
sebuah pilihan. Cara pandang tradisional terhadap perkawinan sebagai kewajiban
sosial ini, tampaknya memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap fenomena
kawin muda yang terjadi di Indonesia dan dijadikan budaya yang sampai saat ini
masih berkembang di Indonesia terutama di pedesaan.

Goodenough (dalam Kalangie, 1994) mengemukakan bahwa kebudayaan


adalah suatu sistem kognitif , yaitu suatu sistem yang terdiri dari pengetahuan,
kepercayaan dan nilai-nilai yang berada dalam pikiran-pikiran anggota individual
masyarakat. Kebudayaan berada pada tatanan kenyataan yang idesional atau
merupakan kelengkapan mental yang oleh anggota-anggota masyarakat
dipergunakan dalam proses orientasi, transaksi, pertemuan, perumusan, gagasan,
penggolongan dan penafsiran perilaku sosial yang nyata dalam masyarakat.
Dalam Antropologi, budaya adalah pola perilaku dan pemikiran masyarakat yang
hidup dalam kelompok sosial belajar, mencipta dan berbagi (Microsoft Encarta
Reference Library, 2005).

Budaya membedakan kelompok manusia yang satu dengan yang lainnya.


Menurut Ariel Heryanto (2000), kebudayaan bukan dipandang bukan sebagai
suatu realitas kebendaan tapi persepsi pemahaman untuk melihat, menangkap dan
mencerna realitas.

Faktor budaya dapat memberikan dampak positif dan negatif terhadap


individu tergantung pada jenis budayanya. Hal ini tergantung dari bagaimana
individu dapat membedakan dampak tersebut. Budaya yang melekat pada diri
orang tua menyebabkan orang tua menikahkan anak perempuannya pada usia
muda.

Dalam budaya ini terdapat dua indikator yang mempengaruhi orang tua
menikahkan anak perempuannya diusia muda antara lain :

a. Lingkungan dalam masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap


terjadinya suatu kebiasaan atau tradisi. Hal ini pun terjadi
dimasyarakat Desa Sumberdanti dimana terdapat tradisi menikahkan
anak perempuannya diusia muda.
b. Adanya anggapan dalam masyarakat bahwa anak perempuan yang
telah berusia remaja dan belum menikah maka akan dianggap perawan
tua dan tidak laku. Hal ini juga yang menyebabkan orang tua segera
menikahkan anaknya.

Kebudayaan sebagai objek penelitian antropologi mempunyai 3 aspek


yaiitu kebudayaan sebagai tata kelakuan manusia, kebudayaan sebagai kelakuan
manusia itu sendiri dan kebudayaan sebagai hasil kelakuan manusia. Jika ditinjau
dari permasalahan pernikahan, ada beberapa daerah di Indonesia yang
membudayakan pernikahan usia muda dengan alasan-alasan tertentu yaitu
pernikahan usia muda terjadi karena orang tua takut anaknya menjadi perawan tua
sehingga mereka segera menikahkan anaknya. Budaya seperti ini memberikan
dampak negatif kepada anak perempuan, mereka tidak bisa melanjutkan
pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi karena mereka harus menikah
pada usia yang relatif muda. Pemahaman yang kurang menyebabkan masyarakat
Desa Sumberdanti yang mayoritas merupakan masyarakat Madura masih
cenderung menikahkan anaknya yang dibawah umur karena mereka akan merasa
malu apabila anak perempuannya tidak segera dinikahkan dan menganggap
menikah muda sebagai suatu kebiasaan. Tentunya hal ini mempengaruhi pola
kehidupan mereka yang diwarisi secara turun-temurun yang memandang hal ini
termasuk dalam proses rutinitas (Suparman, 2001).

Kondisi tersebut yang terjadi di Desa Sumberdanti Kecamatan Sukowono


Kabupaten Jember. Masyarakat didesa ini menikahkan anak perempuannya
ratarata pada usia 14-16 tahun atau setelah menyelesaikan pendidikan pada
tingkat sekolah dasar. Mereka beranggapan lebih baik menikahkan anak
perempuannya dibawah batas maksimal daripada harus menjadi perawan tua.
Jadi, jika anak perempuan belum menikah diatas batas usia yang ditetapkan
biasanya ia dianggap terlambat menikah. Hal tersebut yang menyebabkan orang
tua menikahkan anak perempuannya daripada melanjutkan sekolah.

2.4.4. Sikap Responden

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup


terhadap suatu stimulus atau objek (Nootoatmojo,S 2007:146). Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktifitas, tetapi merupakan prodisposisi tindakan
suatu perilaku. Sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku tertutup. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap terdiri dari
beberapa tingkatan, antara lain :

1. Menerima
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek) misalnya orang mau menerima
ceramah-ceramah.
2. Merespons
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikanadalah suatu indikasi dari
sikap.
3. Menghargai
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendidkusikan suatu
masalah, misalnya seorang ibu menggerakan ibu lain untuk
mengikuti program posbindu PMT di kelurahannya.
4. Bertanggung Jawab
Bertanggung jawab atas sesuatu yang di pelihara dengan segala
resiko misalnya seseorang mengikuti posbindu PMT lansia
meskipun mendapat tantangan dari kepala keluarga.

Suatu cara mengukur dan menilai sikap seseorang dapat menggunakan


skala atau kuesioner. Skala penilaian mengandung serangkaian pertanyaan
tentang permasalahan tertentu. Respon yang akan mengisi diharapkan
menentukan sikap setuju atau tidak tidak setuju terhadap pertanyaan tersebut.
Menurut Katz dalam (Wawan dan Dewi,2011) sikap mempunyai empat fungsi,
yaitu :

1. Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat


Fungsi ini berkaitan dengan sarana dan tujuan dengan maksud bahwa
sikap seseorang merupakan sarana untuk mencapai tujuan. seseorang
memandang sejauh mana objek sikap dapat digunakan sebagai sarana
atau sebagai alat dalam rangka mencapai tujuan. Bila obyek sikap
dapat membantu seseorang dalam 25 mencapai tujuannya, maka orang
akan bersikap positif terhadap obyek tersebut, sebaliknya jika obyek
sikap menghambat dalam mencapai tujuan, maka seseorang akan
bersikap negatif terhadap objek sikap. Dengan demikian maksud
fungsi manfaat, yaitu sejauh mana obyek sikap dalam rangka
pencapaian tujuan. Selain itu fungsi ini juga disebut sebagai fungsi
penyesuaian karena dengan sikap yang diambil seseorang orang dapat
menyesuaikan diri dengan secara baik terhadap sekitarnya.
2. Fungsi pertahanan ego Merupakan sikap yang diambil oleh seseorang
demi untuk mempertahankan egonya. Sikap ini biasanya diambil
seseorang pada waktu seseorang terancam keberadaanya dirinya atau
egonya.
3. Fungsi ekspresi diri Sikap pada diri seseorang yang merupakan jalan
individu untuk mengapresiasikan nilai yang ada dalam dirinya. Sistem
nilai yang ada dalam diri individu dapat dilihat dari nilai yang diambil
oleh individu yang bersangkutan tarhadap nilai tertentu.
4. Fungsi pengetahuan Individu ingin mempunyai dorongan untuk
mengerti, dengan pengalamanpengalamannya, untuk memperoleh
pengetahuan. Elemen-elemen dari pengalamannya yang tidak
konsisten dengan apa yang tidak diketahui oleh individu, akan disusun
kembali oleh individu sedemikian rupa hingga menjadi konsisten. Hal
ini dapat dilihat apabila seseorang mempunyai sikap tertentu 26
terhadap suatu objek, menunjukan tentang pengetahuan orang tersebut
terhadap objek sikap yang bersangkutan
2.4.5. Faktor Hamil diluar nikah

Fenomena hamil diluar nikah saat ini sudah banyak di temui di masyarkat
sekitar, karena hampir setiap hari di media TV maupun surat kabar menyajikan
berita-berita mengenai seks, seperti berita pemerkosaan, penlecehan seksual, dll.
Berkembangnya informasi secara cepat membuat video-video porno dapat
ditonton anak remaja dengan mudah. Beredarnya penjualan video porno maupun
dengan mengakses di internet secara mudah didapatkan anak remaja sekarang.
Apabila anak tidak mempunyai bekal kecerdasan emosional, maka anak akan
merasa penasaran dan anak akan mencoba hal-hal baru seperti contohnya
hubungan seks diluar nikah.

Kurangnya kasih sayang dan perhatian dalam keluarga juga menjadi salah
satu penyebab anak terjerumus dalam seks diluar nikah. Anak remaja yang
membutuhkan kasih sayang dan perhatian, apabila tidak ditopang dengan keluarga
yang harmonis maka anak akan mudah melampiaskan dengan melakukan
perbuatan yang di langgar oleh norma dan agama, seperti hubungan seks di luar
nikah.

Adapula faktor karena orang yang sudah hamil diluar nikah yang terpaksa
harus dinikahkan untuk menghinndari aib keluarga mereka, walaupun masih di
bawah umur tetap dinikahkan karena anak perempuannya yang terlanjur hamil
duluan. Selain itu gaya hidup dan perilaku seks yang bebas mempercepat
peningkatan kejadian kehamilan pada remaja, hal ini disebabkan oleh cepatnya
pertembuhan dan perkembangan remaja yang dirangsang olehh banyaknya media
yang mempertontonkan kehidupan seks.
2.5 Kerangka Teori

Faktor Internal
Faktor Eksternal
- Faktor Ekonomi
- Faktor pola fikir masyarakat
- Faktor Pendidikan Orang tua
- Faktor Hamil diluar nikah
- Factor pendidikan responden

PERNIKAHAN USIA
DINI

Gambar 2.1 : Faktor – Faktor yang berhubungan dengan terjadinya


pernikahan usia dini di desa cimahi 2021
Sumber : Yanti, Hamidah, Wiwita. 2018
2.6 Kerangka Konsep

Variable Independent Variable Dependent

Faktor pendidikan
Faktor Ekonomi
Faktor Hamil diluar nikah Pernikahan Usia dini
Sikap responden
Faktor budaya

2.7 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan


peneitian.

Menurut La Biondo-Wood dan Haber dalam Nursalam (2017) hipotesis adalah


suatu pertanyaan asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih variabel yang
diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian.

Adapun Hipotesis dalam penelitian ini yaitu :

a. Ada hubungan Faktor pendidikan responden dengan pernikahan usia dini


b. Ada hubungan Faktor Ekonomi ornag tua responden dengan Pernikahan usia dini
c. Ada hubunganSikap Responden dengan Pernikahan usia dini
d. Ada hubungan Budaya dengan Pernikahan usia dini
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif.
Desain penelitian ini menggunakan cross sectional, dimana Cross sectional adalah
penelitian yang dilakukan pada satu waktu dan satu kali untuk mencari hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen dimaksudkan untuk menganalisis faktor-
faktor yang berhubungan dengan Pernikahan Dini pada Di Desa sukamahi Tahun 2021 ,
dimana pengukuran atau pengamatan dilakukan pada saat bersamaan pada data variabel
independen dan dependen (sekali waktu).

3.2 Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi

Populasi adalah seluruh Wanita dan Pria yang menikah (15-19 tahun) Di
Desa Sukamahi Pada tahun 2021 dengan jumlah 48 Responden.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh


populasi. Sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah populasi yang
berjumlah 48 orang remaja putra dan Putri yang berusia 15-19 tahun , dengan
teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Agar
karakteristik sample ini tidak menyimpang maka perlu ditentukan kriteria inklusi
dan kriteria eklusi, adapun kriteria inklusi dan kriteria eklusi sebagai berikut

1. Kriteriteria inklusi sebagai berikut :


- Wanita / Pria yang menikah di usia <20 Tahun
- Wanita / pria yang bersedia menjadi responden
2. Kriteria eklusi sebagai berikut :
- Wanita/ pria menikah > usia 20 tahun
- Wanita/ pria yang tidak bersedia menjadi responden
3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi dilakukannya penelitian adalah di Des. Sukamahi Kab Bogor


3.4 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada januari - februari tahun 2022.

3.5 Teknik Pengambilan Data


3.5.1 Teknik pengumpulan data
a. Data Primer

Data primer ini diperoleh melalui wawancara secara langsung kepada


responden ( remaja yang menikah usia 15-19tahun) di Desa Sukamahi Kab.
Bogor pada tahun 2021 dengan menggunakan kuisioner yang sudah divalidasi
oleh peneliti sebelumnya. Sample 48 orang

b. Data Sekunder

Data sekunder in diperoleh dari catatan dan Dokumen yang sudah


tercatat di Kantor Desa Sukamahi Kab. Bogor Tahun 2021.
3.6 Instrumen Penelitian dan teknik pengambilan data
Instrumen adalah alat alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data
( Soekidjo.2010). dan instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuisioner.
3.7 Definisi Oprasional
Definisi Operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari
sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang diamati (diukur) itulah yang
merupakan kunci definisi operasional (Nursalam, 2016).
Perumusan definisi operasional pada penelitian ini diuraikan dalam tabel sebagai
berikut:

No Variabel Definisi Oprasional Alat Ukur Skala Ukur Hasil ukur

Usia Responden pada


Pernikahan Pria
1. saat pertama kali Kuisioner Kategorik
dini Wanita
melakukan pernikahan

Jumlah Pendapatan
Faktor 0 = <UMR
2 yang dihasilkan orang Kuisioner Ordinal
ekonomi 1 = UMR/>UMR
tua Setiap bulannya

Kepercayaan
responden terhadap 1 = Mendukung
Faktor
3 pernikahan diusia dini Kuisioner Ordinal 0=Tidak
Budaya
agar tidak menjadi Mendukung
perawan tua

Tanggapan responden 0=Tidak


Sikap
4 terhadap pernikahan Kuisioner Ordinal Mendukung
Responden
usia dini 1 = Mendukung

3.8 Teknik pengambilan data


3.8.1 Wawancara
Wawancara merupakan metode untuk mengumpulkan data dimana peneliti
mendapatkan keterangan dari seseorang sasaran penelitian (Responden). Sehingga
data tersebut diperoleh secara langsung dari responden melalui sebuah percakapan
(Notoatmodjo, 2010 )

3.8.2 Metode dokumentasi


Metode dokumentasi dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh
dokumentasi data perempuan yang berusia 15 tahun sampai 20 tahun pada tahun
2021 di Desa Sukamahi yang berkaitan dengan penelitian, meiputi profil Desa
Sukamahi , data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini serta data jumlah
perempuan yang berusia 15 – 20tahun.
3.8.3 Prosedur penelitian
Penelitian ini dilakukan pada masyarakat kecamatan Pulokulon kabupaten
Grobogan. Urutan pelaksanaan data dalam penelitian ini adalah :
1. Pra Penelitian
- Perijinan Kegiatan yang dilakukan

peneliti mengajukan surat ijin penelitian ke Desa Sukamahi


untuk mengadakan penelitian di Desa Sukamahi.

- Koordinasi

Peneliti melakukan koordinasi dengan pihak yang terkait dalam


penelitian ini tentang tujuan dan prosedur penelitian.

- Persiapan

Dalam tahap persiapan adalah persiapan kuesioner, lembar


daftar nama responden dan alamat responden.

2. Tahap penelitian
- Melakukan observasi dan wawancara dengan menggunakan kuesioner
oleh peneliti kepada responden
- Pengisian kuesioner untuk mengetahui variabel yang berhubungan
dengan pernikahan usia dini .
- Pengukurandilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah
teruji validitas dan reliabilitasnya.
3. Tahap Pasca Penelitian

Tahap pasca penelitian ini adalah kegiatan setelah melakukan


pengolahan data. Data yang sudah dianalisis ditampilkan dalam bentuk
narasi, tabel dan perhitungan persentase

3.8.4 Teknik Analisis Data


1. Teknik Pengelolaan Data
Data mentah yang dikumpulkan oleh peneliti kemudian dianalisis
dalam rangka untuk memberikan arti yang berguna dalam memecahkan
masalah dalam penelitian ini. Adapun langkah-langkah analisis data dalam
penelitian ini meliputi, editing, coding, entry dan tabulating.
- Editing
Sebelum diolah data tersebut diteliti terlebih dahulu. Data atau
keterangan yang telah dikumpulkan perlu diperiksa kembali dan
diperbaiki jika masih ada kesalahan dan keraguan data. Langkah ini
dimaksudkan untuk melakukan pengecekan kelengkapan data,
kesinambungan dan keseragaman data, kelengkapan pengisian
kuesioner, kejelasan jawaban, konsistensi antar jawaban, relevansi dan
keseragaman suatu pengukuran.
- Coding
Untuk memudahkan analisa jawaban responden perlu diberi
kode. Mengkode jawaban adalah memberikan angka pada setiap
jawaban.
- Entry
Data yang telah dikode kemudian dimasukan dalam program
komputer untuk selanjutnya diolah dengan bantuan software.
- Tabulating
Sebagai kelanjutan dari tahap entri data, maka dilakukan
tabulasi data yaitu mengelompokan data sesuai dengan variabel dan
kategori penelitian. Tabulasi data yang dilakukan meliputi faktor –
faktor yang berhubungan dengan pernikahan usia dini di Desa
Sukamahi.
3.8.5 Uji validitas dan Reabilitas
Peneliti menggunakan Kuisioner yang sudah di lakukan uji reabilias dan
uji validitas oleh peneliti sebelumnya, yaitu berdasarkan penelitian Siti salamah
pada tahun 2016 dengan judul Faktor –Faktor yang berhubungan dengan
pernikahan usia dini Dikecamatan Pulokulon.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Penulis akan menguraikan hasil penelian yang telah di lakukan oleh peneliti
mengenai Analisis faktor yang berhubungan dengan Pernikahan dini di desa Sukamahi
tahun 2021.

Data di proses melalui pengumpulan data dengan cara Kuisioner dan pengolahan
data mengunakan SPSS. Dimana Jumlan Responden ini ada sebanyak 40 wanita yang
melakukan pernikahan dini di Desa. Sukamahi.

4.2. Analisis data


4.2.1. Hasil Univariat

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Analisis Faktor yang berhubungan dengan pernikahan dini di Desa
sukamahi Berdasrkan Jenis kelamin

  Frekuensi %
Perempuan 40 83
Laki - Laki 8 17
Total 48 100

Berdasarkan Tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa dari 48 responden data yang

dijadikan sampel terdapat 40 orang (83,3%) yang berjenis kelamin perempuan.

Sedangkan terdapat 8 orang (16,7%) berjenis kelamin laki-laki. Hal ini berarti responden

dengan jumlah terbanyak terdapat pada responden berjenis kelamin perempuan


Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Analisis Faktor yang berhubungan dengan pernikahan dini di Desa
sukamahi Berdasarkan pendidikan

Frekuensi %
Rendah 11 22.9
Cukup 37 77.1
Total 48 100.0

Berdasarkan Tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa dari 48 responden data yang
dijadikan sampel terdapat 11 orang (22,9%) dengan Pendidikan rendah. Sedangkan
terdapat 37 orang (77,1%) dengan Pendidikan cukup. Hal ini berarti responden dengan
jumlah terbanyak terdapat pada responden Pendidikan cukup

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Analisis Faktor yang berhubungan dengan pernikahan dini di Desa
sukamahi Berdasarkan Penghasilan orang tua

  Frekuensi %
<UMR 31 64.6
UMR 17 35.4
Total 48 100.0

Berdasarkan Tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa dari 48 responden data yang
dijadikan sampel terdapat 31 orang (64,6%) dengan penghasilan orangtua kurang dari
UMR. Sedangkan terdapat 17 orang (35,4%) dengan penghasilan orangtua UMR. Hal ini
berarti responden dengan jumlah terbanyak terdapat pada responden Penghasilan
orangtua kurang dari UMR.
Table 4.4
Distribusi Frekuensi Analisis Faktor yang berhubungan dengan pernikahan dini di Desa
sukamahi Berdasarkan Sikap Responden
  Frekuensi %
Mendukung 32 64.7
Tidak Mendukung 16 33.3
Total 48 100.0

Berdasarkan Tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa dari 48 responden data yang
dijadikan sampel terdapat 32 orang (64,6%) dengan penghasilan orangtua kurang dari
UMR. Sedangkan terdapat 16 orang (35,4%) dengan penghasilan orangtua UMR. Hal ini
berarti responden dengan jumlah terbanyak terdapat pada responden Penghasilan
orangtua kurang dari UMR
Table 4.5

Distribusi Frekuensi Analisis Faktor yang berhubungan dengan pernikahan dini di Desa
sukamahi Berdasarkan budaya responden
  Frekuensi %
Mendukung 24 50
Tidak
Mendukung 24 50
Total 48 100.0

Berdasarkan Tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa dari 48 responden data yang
dijadikan sampel terdapat masing-masing 24 orang (50,0%) yang mendukung dan tidak
mendukung.

4.2.2. Hasil Bivariat


Tabel 4.7
Hasil Distribusi responden berdasarkan hubungan
Kejadian pernikahan dini dengan Pendidikan Responden

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


(2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.156a 1 .282
Continuity Correctionb .377 1 .539
Likelihood Ratio 1.056 1 .304
Fisher's Exact Test .361 .259
Linear-by-Linear 1.132 1 .287
Association
N of Valid Cases 48

Berdasarkan hasil table 4.7 diatas Hasil uji statistic Chi-Square didapatkan nilai)
dengan nilai p-value sebesar 0,361 > taraf signifikansi (0,05) maka H0 diterima dan Ha
ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat Hubungan antara pendidikan
dengan pernikahan usia dini.

Table 4.8
Distribusi responden berdasarkan hubungan
Kejadian pernikahan dini dengan penghasilan orang tua responden
Value Df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .018a 1 .893
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .018 1 .893
Fisher's Exact Test 1.000 .595
Linear-by-Linear .018 1 .894
Association
N of Valid Cases 48

Menurut Tabel 4.8 diatas Hasil uji statistic Chi-Square didapatkan nilai
Fisher's Exact Test Exact. Sig.(2-sided) dengan nilai p-value sebesar 1,000 > taraf
signifikansi (0,05) maka H0 diterima dan Ha ditolak. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat Hubungan antara penghasilan orangtua dengan pernikahan
usia dini.
Table 4.9
Distribusi responden berdasarkan hubungan
Kejadian pernikahan dini dengan Sikap Respoden

Value Df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


(2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.200a 1 .273
Continuity Correctionb .469 1 .494
Likelihood Ratio 1.146 1 .284
Fisher's Exact Test .413 .242
Linear-by-Linear 1.175 1 .278
Association
N of Valid Cases 48

Berdasarkan Tabel 4.9 diatas Hasil uji statistic Chi-Square didapatkan


nilai Fisher's Exact Test Exact. Sig.(2-sided) dengan nilai p-value sebesar 0,413 >
taraf signifikansi (0,05) maka H0 diterima dan Ha ditolak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat Hubungan antara sikap responden dengan
pernikahan usia dini.
Table 4.10
Distribusi responden berdasarkan hubungan
Kejadian pernikahan dini dengan Budaya responden
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
(2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 2.400a 1 .121
Continuity Correctionb 1.350 1 .245
Likelihood Ratio 2.494 1 .114
Fisher's Exact Test .245 .122
Linear-by-Linear 2.350 1 .125
Association
N of Valid Cases 48

Menurut table 4.9 diatas Hasil uji statistic Chi-Square didapatkan nilai Fisher's
Exact Test Exact. Sig.(2-sided) dengan nilai p-value sebesar 0,245 > taraf signifikansi
(0,05) maka H0 diterima dan Ha ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat Hubungan antara Faktor budaya dengan pernikahan usia dini.
4.3. Pembahasan
4.3.1 Analisis Bivariat
Pada bagian ini penulis akan membahas hasil penelitian sesuai dengan
data distribusi frekuensi. Pembahasan dilakukan dengan menganalisa hasil yang
diperoleh dan dikaitkan dengan teori. Pembahasan dilakukan terhadap masing-
masing variabel sebagai berikut :
A. Distribusi Frekuensi Analisis Faktor yang berhubungan dengan pernikahan dini
di Desa sukamahi Berdasarkan Jenis kelamin

Berdasarkan nilai yang di dapatkan oleh peneliti diketahui bahwa dari 48

responden data yang dijadikan sampel terdapat 40 orang (83,3%) yang berjenis

kelamin perempuan. Sedangkan terdapat 8 orang (16,7%) berjenis kelamin laki-laki.

Hal ini berarti responden dengan jumlah terbanyak terdapat pada responden berjenis

kelamin perempuan, melihat dari nilai tersebut hal ini tidak sesuai dengan ketentuang

yang telah di tetapkan oleh pemerintah, dimana Undang-Undang Perkawinan No.1

tahun 1974 menyebutkan bahwa anak dianggap remaja bila sudah cukup matang

untuk menikah yaitu pada usia 16 tahun untuk anak perempuan dan usia 19 tahun

untuk anak laki-laki Pernikahan usia dini terjadi bila pernikahan yang dilaksanakan

pada usia yang melanggar aturan undang-undang perkawinan yaitu perempuan

kurang dari 16 tahun dan laki-laki kurang dari l9 tahun ( Puspasari et al., 2020 ).

B. Hubungan pendidikan dengan pernikahan usia dini Di Desa. Suka mahi tahun

2021

Semakin muda usia menikah, maka semakin rendah tingkat pendidikan yang
dicapai oleh seorang anak. Pernikahan anak seringkali menyebabkan anak tidak lagi
bersekolah, karena kini ia mempunyai tanggungjawab baru, yaitu sebagai istri dan
sebagai calon ibu, atau kepala keluarga dan calon ayah, yang lebih banyak berperan
mengurus rumah tangga dan anak yang akan hadir. Pola lainnya yaitu karena biaya
pendidikan yang tak terjangkau, anak berhenti sekolah dan kemudian dinikahkan
untuk mengalihkan beban tanggung jawab orang tua menghidupi anak tersebut
kepada pasangannya Dari berbagai penelitian didapatkan bahwa terdapat korelasi
antara tingkat pendidikan yang rendah dan usia saat menikah.

Dilihat dari hasil penelitian yang peneliti dapatkan melihat bahwa Hasil uji
statistic Chi-Square didapatkan nilai dengan nilai p-value sebesar 0,361 > taraf
signifikansi (0,05) maka H0 diterima dan Ha ditolak. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat Hubungan antara pendidikan dengan pernikahan usia dini.
hal tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eka
Wulandari pada tahun2018 yang menyatakan ada hubungan antara pendidikan dengan
kejadian pernikahan usia dini karena dari hasil uji statistik Chi-Square pada taraf
kepercayaan 95% (0,05) menunjukkan bahwa pvalue = 0,020, jadi pvalue ≤ α
sehingga H1 di terima dan H0 ditolak, menunjukkan bahwa adanya hubungan 62
antara pendidikan dengan pernikaha usia dini di Desa Torobulu Kecamatan Laeya
Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2015- 2017.

Menurut Rafidah tahun2009 Semakin tinggi pendidikan seseorang, informasi


yang dimiliki lebih luas dan lebih mudah diterima termasuk informasi tentang
kesehatan reproduksi, usia pernikahan yang baik dan dampak apabila melakukan
pernikahan usia muda. Sedangkan bila tingkat pendidikan seseorang rendah maka
akan berakibat terputusnya informasi yang diperoleh pada jenjang pendidikan yang
lebih selain juga meningkatkan kemungkinan aktivitas remaja yang kurang. Dalam
persepsi remaja tentang pernikahan dengan pendidikan lebih tinggi akan mengurangi
risiko menikah usia muda (Rafidah, 2009).
C. Hubungan penghasilan orang tua responden dengan kejadian Pernikahan usia
dini di desa Sukamahi tahun 2021

Masalah ekonomi pada keluarga sering kali mendorong orang tua untuk cepat-
cepat menikahkan anaknya, karena orang tua yang tidak mampu membiayai hidup
dan sekolah terkadang membuat anak memutuskan untuk menikah di usia dini dengan
alasan beban ekonomi keluarga jadi berkurang dan dapat membantu perekonomian
keluarga, karena menurut orang tua anak perempuan yang sudah menikah menjadi
tanggung jawab suaminya (Artikel BKKBN, 2016). Hal tersebut sering banyak di
jumpai di pedesaan tetapi sekarang ini banyak juga di perkotaan, tanpa peduli usia
anaknya yang belum menginjak usia dewasa, orang tua hanya mengizinkan saja
karena untuk meringankan beban keluarga.

Penghasilan adalah seluruh penerimaan baik barang atau uang dari pihak lain
atau hasil sendiri dengan jumlah uang atau harga yang berlaku saat ini. Tingkat
penghasilan atau pendapatan adalah gambaran yang lebih jelas tentang posisi
ekonomi keluarga dalam masyarakat yang merupakan jumlah seluruh penghasilan
dan kekayaan keluarga sehingga penghasilan dapat digolongkan menjadi 3 golongan
yaitu penghasilan tinggi, sedang, dan rendah (Juanita, 2012).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai penghasilan


Orang tua, di dapatkan hasil diatas Hasil uji statistic Chi-Square dengannilai Fisher's
Exact Test Exact. Sig.(2-sided) dengan nilai p-value sebesar 1,000 > taraf signifikansi
(0,05) maka H0 diterima dan Ha ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat Hubungan antara penghasilan orangtua dengan pernikahan usia dini.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tamhur razi pada tahun
2020 dengan judul Hubungan pengetahuan, pendapatan dan budaya dengan kejadian
pernikahan usia dini pada remaja di kecamatan Martapura. Dimana hasil penelitian ini
menyatakan bahwa pengujian statistik menggunakan Uji Pearson Chi Square di
peroleh nilai p = 0,277 (p > 0,05) artinya tidak ada hubungan antara pengetahuan
dengan kejadian pernikahan usia dini pada wanita di Kecamatan Martapura
Kabupaten Banjar Tahun 2020.
Alfiyah (2010) menemukan bahwa perkawinan usia muda terjadi karena
keadaan keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan, untuk meringankan beban
orang tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang-orang yang dianggap
mampu. Karena banyak orang tua yang beralasan menikahkan anaknya karena
desakan ekonomi, kehidupan orang di desa sangat membutuhkan ekonomi keluarga,
jika tidak mencukupi uang upaya untuk memenuhi kebutuhan keluarga terhambat.

D. Hubungan Sikap Responden dengan kejadian pernikahan usia dini di Desa.


Sukamahi pada tahun 2021
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus sosial, sikap mengandung unsur menerima,
merespon, menghargai, dan bertanggungjawab (Notoadmojo,2005).
Hasil penelitian yang peneliti dapatkan yaitu Hasil uji statistic Chi-Square
didapatkan nilai Fisher's Exact Test Exact. Sig.(2-sided) dengan nilai p-value sebesar
0,413 > taraf signifikansi (0,05) maka H0 diterima dan Ha ditolak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat Hubungan antara sikap responden dengan
pernikahan usia dini.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitianyang di lakukan oleh Siti Salamah
tahun 2016 yang berjudul Faktor – Faktor yang berhubungan dengan pernikahanusia
dini di kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobokan. dengan hasil p value
0,001(<0.05) Sehingga H0 ditolak, yang artinya ada hubungan antara sikap responden
dengan kejadian pernikahan usia dini, Hal ini dikarenakan sikap responden terbentuk
oleh lingkungan tempat tinggal di mana sekitar tempat tinggal responden banyak
yang seusia responden yang melakukan pernikahan usia dini (Salamah. 2016).
E. Hubungan Budaya Responden dengan Kejadian penikahan usia dini di Desa.
Sukamahi Kab. Bogor Tahun 2021
Budaya adalah satu kesatuan yang kompleks, termasuk didalamnya
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum adat, dan kesanggupan serta kebiasaan
yang diperolah manusia sebagai anggota masyarakat. Latar belakang budaya
mempunyai pengaruh yang penting terhadap aspek kehidupan manusia, yaitu
kepercayaan, tanggapan, emosi, bahasa, agama, bentuk keluarga, diet, pakian, bahasa
tubuh (Syafrudin and N, 2010).
Masih banyak daerah yang ada di Indonesia khususnya di wilayah terpencil
yang beranggapan bahwa Wanita yang belum minikah di usia 20 tahun adalah
perawan Tua , kemudian itu yang menyebabkan menjadi aib di keluarga atau di
wilayah itu sendiri .

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu menggunakan uji
statistic Chi-Square didapatkan nilai Fisher's Exact Test Exact. Sig.(2-sided) dengan
nilai p-value sebesar 0,245 > taraf signifikansi (0,05) maka H0 diterima dan Ha
ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat Hubungan antara Faktor
budaya dengan pernikahan usia dini.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tamhur razi pada
tahun 2020 dengan judul Hubungan pengetahuan, pendapatan dan budaya dengan
kejadian pernikahan usia dini pada remaja di kecamatan Martapura, dimana hasil uji
Hasil uji statistik ChiSquare pada taraf kepercayaan 95% (0,05) menunjukkan bahwa
pvalue = 0,034, jadi pvalue ≤ α sehingga H1 di terima dan H0 ditolak, dan
menerangkan bahwa adanya hubungan antara 64 pendidikan dengan pernikaha usia
dini, kemudian pada penelitian ini menyebukan Semakin tinggi pengaruh
kebudayaan di lingkungan sekitar yang dipercaya oleh remaja dan lingkungannya
maka semakin besar remaja melakukan pernikahan usia muda. Sehingga diharapkan
dengan kemajuan zaman maka remaja dan lingkungan seperti orang tua, tokoh
agama, tokoh masyarakat mampu mengembangkan pemikirannya secara rasional dan
tidak terpatok pada kebudayaan yang turun temurun ada. sehingga pemikiran tentang
pernikahan dapat ditinjau dari keuntungan, dampak dan usia yang tepat untuk
menikah, serta kesiapan dari remaja itu sendiri, sehingga dalam menentukan
keputusan menikah tidak hanya semata-mata karena budaya yang ada di lingkungan
masyarakat (Landung, 2009).
4.4. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan yang peneliti alami yaitu keterbatasan waktu dan keterbatasan lokasi
antara tempat yang di teliti dengan domisili tempat peneliti tinggal, sehingga memakan
waktu dalam proses pengambilan Sample, dan melakukan penelitian dengan jarak jauh.
Waktu juga menjadi hambatan bagi peneliti yang dominan menghabiskan waktu deadline
untuk bekerja dan kehilangan fokus dalam mengerjakan tanggung jawab sebagai
mahasiswa , dan menyebabkan banyak kesulitan dan kendala dalam menyusun penelitian
ini, maka dari itu peneliti mengucapkan permintaan maaf sebesar besarnya atas
keterlambatan yang sering peneliti lakukan.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Analisis Faktor yang
berhubungan dengan terjadinya pernikahan usia dini di Desa. Sukamahi tahun 2021 yang
peneliti lakukan pada 48 orang responden, maka peneliti dapat memberikan kesimpulan
sebagai berikut :
5.1.1. Pada Uji Hubungan Pendidikan dengan pernikahan dini , terdapat nilai p-value
sebesar 0,361 > taraf signifikansi (0,05) maka H0 diterima dan Ha ditolak. Sehingga
tidak terdapat Hubungan antara pendidikan dengan pernikahan usia dini.
5.1.2. Pada Uji Hubungan Penghasilan dengan pernikahan dini mendapatkan hasil p-
value sebesar 1,000 > taraf signifikansi (0,05) maka H0 diterima dan Ha ditolak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat Hubungan antara penghasilan orangtua
dengan pernikahan usia dini.
5.1.3. Pada Uji Hubungan Sikap responden dengan pernikahan dini mendapatkan nilai
p-value sebesar 0,413 > taraf signifikansi (0,05) maka H0 diterima dan Ha ditolak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat Hubungan antara sikap responden
dengan pernikahan usia dini.
5.1.4. Pada Uji Hubungan Budaya responden dengan pernikahan dini mendapatkan
hasil p-value sebesar 0,245 > taraf signifikansi (0,05) maka H0 diterima dan Ha ditolak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat Hubungan antara Faktor budaya
dengan pernikahan usia dini.
5.2 Saran
5.2.1. Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti berharap Untuk peneliti selanjutnya dapat mengembangkan
penelitian mengenai Faktor yang berhubungan dengan pernikahan dini sebaik
mungkin , selain dapat menambah wawasan baru untuk masyarakat, penelitian
dan pembahasan ini dapat menjadi tambahan inspirasi untuk peneliti selanjutnya
5.2.2. Bagi pendidikan

Peneliti berharap penelitian ini dapat menambah wawasan dan bahan ajar
yang dapat diberikan kepada mahasiswi atau pelajar selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Puspasari Herti Windya. 2020. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak pada pernikahan Usia
dini di beberapa Etnis Indonesia : Dampak dan Pencegahannya.
http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/hsr/article/view/3672/1981 Diakses
pada Tanggal 17 Januari 2022 Pukul 21.00 WIB.

Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. 2011.


https://www.kemkes.go.id/article/print/1453/menkes-kemkes-perhatikan-kesehatan-
perempuan-muda.html diakses pada Tanggal 17 Januari 2022 Pukul 21.30 WIB

Jonata Willen. 2021. Pernikahan Dini di Indonesia Masih Marak.


https://www.tribunnews.com/lifestyle/2021/09/17/pernikahan-dini-di-indonesia-
masih-marak-ketahui-faktor-penyebabnya Diakses Pada Tanggal 18 Januari 2022
Pukul 08.00 WIB

Kementiran Komunikasi dan Informatika RI. 2022. Wabah Pernikahan dini di tengah
pandemi dan Dampak buruknya. https://katadata.co.id Diakses pada tanggal 18
Januari 2022 Pukul 09.00 WIB

Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Jakarta. 2022. Portal Statistik Provinsi DKI
Jakarta. https://statistik.jakarta.go.id/lebih-dari-46-penduduk-dki-jakarta-berstatus-
lajang/ Dakses pada 18 Januari 2022 Pukul 09.30 WIB

Rahayu Rosalia. 2020. Hubungan Pendidikan perempuan dan penghasialn orang tua
dengan pernikahan dini pada perempuan di Desa Kuta Kabupaten Bogor
https://jurnal.syntax-idea.co.id/index.php/syntax-idea/article/view/261/302 Diakses
pada tanggal 18 Januari 2022 Pukul 10.00 WIB.

Naibaho Hotnatalia. 2013. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


PERNIKAHAN USIA MUDA (STUDI KASUS DI DUSUN IX SEROJA PASAR
VII TEMBUNG KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI
SERDANG. https://media.neliti.com/media/publications/222063-faktor-faktor-yang-
mempengaruhi-pernikah.pdf Diakses pada Tanggal 20 Januari 2022
Subekti Trusto. 2010. SaPerkawinan Menurut Undang- undang No1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dintinjau dari hu kum Perjanjian Diakses pada Tanggal 20 Januari
2022 http://dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article/view/103/99

Rohman Moh Faizur. 2017. Implikasi Putusan mahkamah konstitusi No


69/PUU/XIII/2015/ Tentang perjanjian Perkawinan Terhadap Tujuan Perkawinan.
http://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/aldaulah/article/view/446 Diakses Pada
Tanggal 20 januari 2022 Pada pukul 21.00 WIB.

Salmah Syarifah. 2016. Pernikahan dini ditinjau Dari sudut pandang Sosial dan
Pendidikan . file:///C:/Users/Dipo/Downloads/1215-3154-1-SM.pdf Diakses pada
tanggal 20 Januari 2022 Pukul 21.00 WIB.

Fitrianingsih. 2015 Faktor Faktor terjadinya Menikah Muda Usia Muda Perempuan Desa
Sumberdanti Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember.
https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/73383/100210301056--
RANI%20FITRIANINGSIH-1-41.pdf?sequence=1 Diakses pada tanggal 28 Januari
2022 Pukul 06.40 WIB

Tambur Razi. 2020. HUBUNGAN PENGETAHUAN, PENDAPATAN DAN BUDAYA


DENGAN KEJADIAN PERNIKAHAN USIA DINI PADA REMAJA PUTRI DI
KECAMATAN MARTAPURA KOTA.
http://eprints.uniska-bjm.ac.id/3309/1/ARTIKEL_RAZI_TAMHUR-dikonversi
%5B1%5D.pdf diakses pada tanggal 15 Februari tahun 2022 Pukul 12.00 WIB

Salamah Siti. 2016. Grobokan berjudul Faktor – Faktor yang berhubungan dengan
pernikahanusia dini di kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobokan.
file:///D:/SKRIPSI%20LEMON%20DAN%20JAHE/skripsi%20orang.pdf
Diakses pada tanggal 15 Februari 2021 Pukul 21.00 WIB
BAB IV

Anda mungkin juga menyukai