Anda di halaman 1dari 54

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Inklusi keuangan telah menjadi prioritas bagi para pembuat kebijakan,

regulator, dan lembaga pembangunan global. Komitmen ini antara lain terlihat

dari penetapan inklusi keuangan sebagai penggerak (enabler) terhadap tujuh

dari 17 tujuan yang tertuang di dalam Sustainable Development Goals (SDGs).

Selanjutnya negara-negara yang tergabung dalam G20 juga berkomitmen untuk

meningkatkan inklusi keuangan di seluruh dunia, termasuk dengan

melaksanakan prinsip-prinsip inklusi keuangan secara digital (G20 High Level

Principles for Digital Financial Inclusion). World Bank memandang inklusi

keuangan sebagai penggerak utama bagi pengurangan kemiskinan ekstrim dan

dapat memicu pemerataan kesejahteraan, sehingga berambisi untuk mencapai

tujuan global berupa akses keuangan universal (Universal Financial Access)

pada tahun 2020. Lebih dari 55 negara telah membuat komitmen menyangkut

inklusi keuangan sejak tahun 2010. Dari jumlah tersebut, lebih dari 30 negara di

antaranya telah mengembangkan dan meluncurkan strategi nasional inklusi

keuangan. Strategi ini pada dasarnya digunakan sebagai basis untuk

mempercepat implementasi inklusi keuangan di negara yang bersangkutan.

Data yang paling sering digunakan dan dianggap paling mewakili kondisi

inklusi keuangan di dunia adalah Global Findex yang diterbitkan secara berkala

oleh World Bank. Global Findex menyediakan data yang mendalam mengenai

bagaimana individu- individu menabung, meminjam, melakukan pembayaran,


2

dan mengelola risiko. Basis data ini dipandang sebagai suatu basis data yang

paling komprehensif mengenai inklusi keuangan yang secara konsisten

mengukur penggunaan layanan keuangan oleh masyarakat di banyak negara

dari waktu ke waktu. Global Findex 2014 memuat lebih dari 100 indikator,

termasuk pengelompokkan data inklusi keuangan menurut gender, pendapatan,

dan usia. Data tersebut dikumpulkan melalui kemitraan dengan suatu lembaga

bernama Gallup World Poll dan dibiayai oleh Bill & Melinda Gates Foundation.

Angka yang muncul bersumber dari hasil wawancara terhadap sekitar 150.000

responden yang berusia 15 tahun atau lebih yang dipilih secara acak dari lebih

140 negara. Aspek yang menarik dari survei Global Findex 2014 adalah mulai

dibahasnya topik mengenai daya tahan keuangan. Secara global, 76 persen

penduduk dewasa dapat memenuhi persyaratan jumlah dana yang dibutuhkan

dalam situasi darurat, yaitu 1/20 dari gross national income (GNI) dalam mata

uang lokal atau setara US$ 2,600. Kepada responden juga ditanyakan

mengenai sumber utama untuk mendapatkan dana tersebut. Sekitar tiga

perempat dari 76 persen menjawab bahwa tabungan atau keluarga dan

sahabat merupakan sumber utama dana darurat. Park dan Mercado, Jr. (2015)

menganalisis hubungan antara inklusi keuangan dan kemiskinan di 37 negara

berkembang di Asia. Temuan mereka menunjukkan inklusi keuangan dapat

mengurangi kemiskinan dan memberikan kontribusi penerimaan pendapatan

pajak. Jelas bahwa peningkatan inklusi keuangan mungkin membawa banyak

keuntungan dengan pendapatan besar ke global ekonomi, yang menciptakan

peluang dan tantangan berbeda untuk negara. Salah satu peluangnya adalah

pembuat kebijakan dapat menggunakan keuangan inklusi sebagai alat kebijakan

untuk meningkatkan penerimaan pajak.

. Pembangunan sektor keuangan, terutama sektor perbankan, dapat

meningkatkan akses dan penggunaan jasa perbankan oleh masyarakat sehingga


3

dapat mendorong pertumbuhan PDB (Cheng & Degryse, 2010). Dengan

terbukanya akses terhadap jasa keuangan, diharapkan masyarakat akan

memanfaatkan kesempatan tersebut untuk meningkatkan pendapatan mereka

melalui pinjaman kredit untuk kegiatan produktif.

Penelitian Mbutor dan Uba (2013) menyebutkan bahwa inklusi keuangan

dapat menurunkan tingkat inflasi. Menurut mereka, baik penambahan DPK

maupun pertumbuhan kredit dapat menurunkan inflasi. Mereka menjelaskan

bahwa pertumbuhan kredit yang menurunkan inflasi bisa terjadi akibat kegunaan

kredit yang terarah untuk keperluan investasi. Penelitian Omar dan Inaba (2020)

menemukan bahwa inflasi berdampak negatif pada inklusi keuangan. Semakin

tinggi inflasi, semakin sedikit rumahtangga masuk ke dalam sistem keuangan.

Mereka menjelaskan bahwa volatilitas inflasi yang tinggi membuat nilai uang

yang ditabung tidak aman sehingga membuat rumahtangga tidak tertarik

membuka tabungan. Bengoa dan Sanchez-Robles (2003) menemukan

bukti bahwa PMA berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi melalui modal sumber daya manusia yang memadai, stabilitas

ekonomi, dan pasar liberal. Sementara, Inklusi keuangan merupakan bagian

penting dalam proses inklusi sosial ekonomi untuk mendorong pertumbuhan

ekonomi, menciptakan stabilitas sistem keuangan, mendukung program

penanggulangan kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan antar individu atau

antar daerah. Penduduk Indonesia memiliki kebutuhan yang besar akan layanan

keuangan, terutama terkait layanan keuangan dasar yang mencakup tabungan,

transaksi pembayaran tunai atau nontunai, tabungan, kredit atau pembiayaan,

dan asuransi. Maraknya penurunan tarif pajak penghasilan badan di berbagai

negara, ASEAN khususnya, mau tidak mau membuat pemerintah Indonesia

harus melirik tarif yang berlaku saat ini. Sebab penurunan tarif di negara lain

akan menarik perusahaan-perusahaan multinasional untuk berinvestasi di luar


4

negeri guna menurunkan beban pajak. Penanaman investasi di luar negeri

merupakan salah satu bentuk strategi pengurangan pajak yang dimanfaatkan

oleh perusahaan multinasional. Jika Indonesia masih tetap bertahan dengan tarif

25% tersebut, maka Indonesia akan menjadi negara di ASEAN dengan tarif

pajak tertinggi. Bahkan, meskipun dengan diterapkannya tax amnesty, tetap tidak

akan membuat wajib pajak jera untuk menginvestasikan uang mereka keluar

negeri daripada di Indonesia. Perencanaan pajak yang dilakukan oleh

perusahaan-perusahaan multinasional, telahmenyebabkan rendahnya beban

pajak yang mereka bayar. Sehingga efektifnya tarif pajak yang menjadi beban

wajib pajak tidak lagi sebesar tarif yang berlaku atau dikenal dengan isitlah

Statutory Tax Rate (STR).

Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak, PDB, Inflasi, Tarif Pajak,

Foreign Direct Investment, Kredit dan Tabungan tahun 2015 – 2019

Perkembangan (dalam Jutaan Rupiah) %

No Variable 2015 2016 2017 2018 2019

1. Tax 10,75 10,34 9,88 10,23 9,75

revenue

2. GDP 39,99 42,82 38,82 38,60 39,40

3. INF 6,36 3,53 3,81 3,20 3,03

4. Tarif Rate 2,4 2,6 2,1 2,0 2,0

5. FDI 2,30 0,49 2,02 1,81 2,19

6. Kredit 3,294,343 3,707,899 4,611,044 5,407,346 6,467,351

7. Tabungan 1,018,384 1,159,411 1,423,405 1,745,872 2,171,464

Sumber : World Bank Data

Berdasarkan tabel diatas Dapat dilihat bahwa dari ke lima variable diatas

yaitu, pendapatan pajak, Product Domestik Bruto (GDP), Inflasi, Tarif pajak, dan

Foreign Direct Investment (FDI) berfluktuasi dari tahun 2015 – 2019. Namun,

untuk jumlah kredit dan tabungan terus mengalami kenaikan dari tahun 2015-
5

2019, hal ini juga dapat dilihat dalam penelitian Githarie dkk(2014) meneliti

tentang akses kredit terhadap rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk

menguji faktor – faktor penentu yang menghalangi akses masyarakat terhadap

layanan keuangan, khususnya kredit usaha. Hasil penelitian ini memberikan profil

rumah tangga dan mengidentifikasi faktor penentu rumah tangga untuk

mengakses kredit usaha dari beberapa sumber yaitu bank, no bank, dan

perorangan. Prasad (2010), mengatakan dalam penelitiannya pada level negara

inklusi keuangan dapat meningkatkan efisiensi dalam intermediasi keuangan

melalui peningkatan tabungan domestik dan investasi sehinggga mendorong

stabilitas keuangan. Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penerimaan Pajak,

Produk Domestk Bruto (GDP), Inflasi, Tarif Pajak, Foreign Direct Investment

(FDI) terhadap Inklusi keuangan di Indonesia”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka adapun rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah penerimaan pajak berpengaruh terhadap Inklusi Keuangan di

Indonesia?

2. Apakah Produk Domestik Bruto (GDP) berpengaruh terhadap Inklusi

Keuangan di Indonesia?

3. Apakah Inflasi berpengaruh terhadap Inklusi Keuangan di Indonesia?

4. Apakah Tarif Pajak berpengaruh terhadap Inklusi Keuangan di Indonesia?

5. Apakah Foreign Direct Investment (FDI) berpengaruh terhadap Inklusi

Keuangan di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari latar belakang diatas adalah:


6

1. Mengetahui dan menganalisis pengaruh pendapatan pajak terhadap

Inklusi Keuangan di Indonesia.

2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh GDP terhadap Inklusi Keuangan

di Indonesia.

3. Mengetahui dan menganalisis pengaruh Inflasi terhadap Inklusi Keuangan

di Indonesia.

4. Mengetahui dan menganalisis Tarif Pajak terhadap Inklusi Keuangan di

Indonesia.

5. Mengetahui dan menganalisis pengaruh Foreign Direct Investment (FDI)

terhadap Inklusi Keuangan di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun secara empiris sebagai berikut :

1. Manfaat Teoretis

a. Memperluas dan memperdalam konsep dan teori terkait Penerimaan

pajak, GDP, Inflasi, tariff Pajak dan FDI t e r h a d a p Inklusi Keuangan

dengan analisis regresi berganda.

b. Menjadi bahan referensi bagi penelitian yang relevan

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan informasi dan masukan berharga bagi kreditur,

debitur dan stakeholder dalam mengambil dan membuat kebijakan.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1.1 Tinjauan tentang

Penerimaan pajak

2.1.1.1 Pengertian Penerimaan

Pajak

Menurut jurnal kajian Ekonomi dan keuangan (2019) Penerimaan

pajak adalah penerimaan dari Pajak Penghasilan (pajak langsung) dan Pajak

Pertambahan Nilai (pajak tidak langsung). Pajak penghasilan adalah pajak yang

dikenakan atas penghasilan yang diperoleh atau diperoleh dalam tahun pajak.

Penghasilan kena pajak adalah penghasilan dalam arti luas atau penghasilan

yang mendunia, yaitu pajak yang dikenakan atas setiap tambahan kemampuan

ekonomi yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari mana saja asalnya dapat

digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak. Pajak

penghasilan termasuk pajak penghasilan badan dan pajak penghasilan orang

pribadi (Uppal,2003) & (Direktorat Jenderal Pajak, 2013). Tarif pajak yang

dikenakan pada Penghasilan Kena Pajak untuk PPh badan adalah 28% tetapi

untuk PPh orang pribadi tergantung pada lapisan penghasilan kena pajak,

berkisar antara 5% sampai dengan 30%. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah

pajak atas konsumsi barang dan jasa di dalam negeri.


8

Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara, Penerimaan pajak adalah semua penerimaan yang terdiri dari Pajak

Dalam Negeri dan Pajak Perdagangan Internasional. Pajak Dalam Negeri adalah

semua penerimaan negara yang berasal dari Pajak Penghasilan, Pajak

Pertambahan Nilai dan Jasa, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Pajak Bumi

dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan, Cukai, dan

Pajak Lainnya. Pajak Perdagangan Internasional adalah semua penerimaan

yang berasal dari bea masuk dan pajak ekspor.

2.1.1.2 Jenis Pajak

Ditinjau dari segi lembaga pemungut pajak, pajak dapat dibagi dua

jenis, yaitu:

1. Pajak Negara, sering disebut juga sebagai pajak

pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah

Pusat, terdiri atas Pajak Penghasilan (PPh), Pajak

Pertambahan Nilai (PPN), Bea Materai, Bea Masuk

dan Cukai.

2. Pajak Daerah, sesuai UU No. 28 Tahun 2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak Daerah

terdiri dari :

a. Pajak Provinsi, yang terdiri dari Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik

Nama

Kendaraan Bermotor. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air

Permukaan, Pajak Rokok.

b. Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak

Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan, Pajak Mineral Bukan Logam

dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan
9

Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, Bea Perolehan Hak atas Tanah

dan Bangunan.

Berdasarkan instansi pemungutnya, pajak digolongkan menjadi 2 jenis,

yaitu:

1. Pajak Daerah (Lokal)

Pajak daerah merupakan pajak yang dipungut pemerintah daerah dan

terbatas hanya pada rakyat daerah itu sendiri, baik yang dipungut Pemda Tingkat

II maupun Pemda Tingkat I. Contohnya pajak hotel, pajak hiburan, pajak

restoran, pajak kendaraan bermotor, BPHTB, PBB (perdesaan dan perkotaan),

dan pajak daerah lainnya. 

2. Pajak Negara (Pusat)

Pajak negara merupakan pajak yang dipungut pemerintah pusat melalui

instansi terkait, yakni DJP. Contohnya: PPN, Pajak Penghasilan (PPh), PPnBM,

bea meterai, PBB (perkebunan, perhutanan, dan pertambangan).

Berdasarkan sifatnya, pajak digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Pajak Objektif

Pajak objektif adalah pajak yang pengambilannya berdasarkan objeknya

tanpa memperhatikan keadaan maupun kondisi wajib pajak bersangkutan. Pajak

objektif dikenakan pada setiap Warga Negara Indonesia (WNI) apabila

penghasilan yang dimiliki telah memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang

yang berlaku. Pajak objektif meliputi beberapa golongan. Pertama, pihak yang

menggunakan alat atau benda kena pajak. Kedua, pajak yang berkaitan dengan

kekayaan yang dimiliki, kepemilikan barang-barang mewah, dan pemindahan

harta dari Indonesia ke negara lain. Contohnya: pajak impor, pajak kendaraan

bermotor, bea meterai, dan masih lainnya. 

2. Pajak Subjektif
10

Pajak subjektif adalah pajak yang pengambilannya berdasarkan

subjeknya. Pada dasarnya setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah

Indonesia memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Namun, khusus bagi

warga negara asing, apabila memiliki keterkaitan secara ekonomis dengan

Indonesia (contohnya menjadi pengusaha di Indonesia), maka juga dikenakan

kewajiban pajak Contohnya pajak kekayaan dan pajak penghasilan.

2.1.1.3 Sistem Pemungutan Pajak.

Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia antara lain:

1. Oficial Assessment System. 

Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pemerintah

untuk menentukan besarnya pajak yang terutang kepada wajib pajak. Dalam hal

ini pemerintah mempunyai wewenang penuh untuk menentukan besarnya pajak

terutang dengan mengeluarkan surat ketetapan dan wajib pajak hanya bersifat

pasif.

2. With Holding System.

Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pihak ketiga

selain pemerintah dan wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang oleh wajib pajak.

3. Self Holding System. 

Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada wajib pajak

untuk menentukan besarnya pajak terutang. Dalam sistem ini wajib pajak

mempunyai wewenang dalam menentukan sendiri besarnya pajak terutang,

sehingga wajib pajak mempunyai peran aktif mulai dari menghitung, menyetor,

dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Sedangkan peran pemerintah

hanyalah mengawasi dan tidak mempunyai hak untuk campur tangan.

2.1.1.4 Pengertian Produk Domestic Bruto (GDP)


11

Produk domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP)

merupakan ringkasan aktivitas ekonomi yang dinyatakan dalam satuan uang

suatu Negara selama periode waktu tertentu (Mankiew: 2006). Peningkatan PDB

mengambarkan kondisi perekonomian yang sedang baik, sebaliknya penurunan

PDB menggambarkan keadaan perekonomian sedang lesu. Terdapat tiga

pendekatan untuk mengukur PDB yaitu pendekatan pengeluaran ( expenditure

approach), pendekatan pendapatan ( income approach), dan pendekatan

produksi (Nanga, 2005). Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic

Product (GDP) merupakan suatu perhitungan dari keseluruhan nilai suatu barang

dan jasa yang dapat diproduksi suatu negara dalam periode tertentu (biasanya

satu tahun) yang juga digunakan untuk dapat mengukur tingkat kemampuan

perekonomian negara. Hasil pengukuran tersebut dapat mencerminkan kinerja

ekonomi, sehingga semakin tinggi PDB atau GDB sebuah negara maka akan

semakin baik kinerja ekonomi di negara tersebut. Produk Domestik Bruto (PDB)

atau Gross Domestic Product (GDP) ini merupakan sebuah indikator tingkat

pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Kegiatan perekonomian di suatu negara

yang akan menghasilkan suatu barang dan jasa yang diproduksi oleh warga

negaranya, perusahaan negara dan sebuah perusahaan swasta.

Berikut dibawah ini pengertian PDB menurut para ahli:

1. Menurut Wijaya

PDB adalah nilai uang yang dikalkulasikan berdasarkan harga pasar

seluruh barang dan juga jasa yang dihasilkan oleh perekonomian dalam kurun

waktu satu tahun. PDB juga dapat ditafsirkan sebagai nilai akhir barang dan jasa

yang dihasilkan oleh negara dalam waktu satu tahun.

2. Menurut Sukirno
12

PDB adalah nilai barang dan jasa di sebuah negara yang diproduksi oleh

faktor produksi dalam waktu satu tahun. Baik oleh produksi yang dimiliki oleh

negara di luar negeri, sementara di wilayah yang sama negara.

3. Menurut Samuelson

PDB adalah jumlah total output yang dihasilkan pada batas teritorial

negara dalam satu tahun. PDB berfungsi untuk mengukur nilai layanan dan

barang yang diproduksi di wilayah negara tanpa membedakan status

kewarganegaraan dalam periode negara tertentu.

4. Menurut Herlambang

Warga yang bekerja di negara lain bukan bagian dari PDB dimana warga

berasal. Namun, ia adalah bagian dari PDB negara tempat ia bekerja.

2.1.1.5 Fungsi Produk Domestic Bruto (GDP)

Berikut dibawah ini fungsi PDB, yaitu:

1. PDB ini dapat dihitung berdasarkan jumlah nilai tambah yang dihasilkan

oleh seluruh aktivitas manufaktur dalam perekonomian. Ini, serta

peningkatan PDB, dapat mencerminkan peningkatan layanan pada faktor

produksi yang digunakan dalam proses produksi.

2. PDB dapat dihitung berdasarkan konsep aliran Edaran. Artinya, dalam

penghitungan PDB termasuk nilai produk yang dapat diproduksi pada

jangka waktu tertentu. Perhitungan ini juga tidak berkaitan dengan

perhitungan pada periode sebelumnya. Dengan menggunakan konsep

daya dalam penghitungan PDB, jumlah produksi tahun ini dapat

dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

3. Batas perhitungan PDB adalah di negara (ekonomi domestik). Mungkin

untuk mengukur sejauh mana kebijakan ekonomi diterapkan oleh


13

pemerintah atau untuk mendorong kegiatan ekonomi domestik yang

berbeda.

2.1.1.6 Komponen – Komponen Produk Domestic Bruto (GDP)

Berikut dibawah ini merupakan komponen PDB, yaitu:

1. Konsumsi

Menghitung konsumsi individu dan rumah tangga untuk beberapa jenis

barang, seperti:

a. Layanan yaitu konsumsi untuk layanan jasa. Misalnya (layanan dokter)

b. Barang tidak tahan lama adalah barang yang dikonsumsi dan habis

secara langsung. Misalnya (pakaian, makanan dan minuman, dll.)

c. Barang tahan lama adalah barang yang tidak cepat rusak dan memiliki

rentang hidup relatif atau minimal lebih dari 3 tahun. Misalnya

(kendaraan, elektronik, dll)

2. Investasi

Investasi menyediakan pembelian barang yang akan digunakan di masa

depan untuk produksi barang dan jasa. Pembelian barang yang merupakan

investasi yang merupakan pembelian peralatan, bangunan dan persediaan.

3. Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran publik memperhitungkan semua pengeluaran oleh

pemerintah daerah dan pusat untuk pembelian barang dan jasa. Misalnya, untuk

membayar gaji pegawai negeri. Namun, pengeluaran publik tidak termasuk

dalam penyediaan bantuan negara, karena pengeluaran tersebut tidak

menyediakan barang atau jasa.


14

4. Ekspor Bersih atau Ekspor Neto

Export bersih memperhitungkan selisih antara pembelian barang lokal

oleh warga negara asing (Export) dengan pembelian barang asing yang dibuat

oleh warga lokal (Import).

2.1.1.7 Jenis - Jenis Produk Domestic Bruto (GDP)

Menurut McEachern (2000:146), ada dua jenis produk domestik bruto

(PDB), termasuk:

1. Produk Domesti Bruto (PDB) Ril/Harga Tetap

Produk domestik bruto/harga tetap adalah total nilai harga barang dan

jasa yang dihasilkan oleh suatu negara selama periode tertentu (biasanya satu

tahun) dan dinilai berdasarkan harga yang berlaku dalam batas waktu yang

ditentukan.

2. Produk Domestik Bruto (PDB) Nominal/Harga Berlaku

Produk/harga domestik nominalgross berlaku, ini adalah total nilai barang

dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam jangka waktu tertentu dan

dinilai berdasarkan harga yang berlaku pada saat penilaian.

2.1.1.8 Pengertian Inflasi

Menurut venieris dan sebold (Gunawan,1995) mendefinisikan inflasi

sebagai “ a sustainned tendency for general price. Kenaikan harga umum yang

terjadi sekali waktu. Di dalam pengertian tersebut tercakup tiga aspek, yaitu: 1)

Tendency atau kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti

mungkin saja tingkat harga yang terjadi atau aktual pada waktu tertentu turun
15

atau naik dibanding dengan sebelumnya, tetapi secara umum tetap

menunjukkan kecenderungan meningkat; 2) Sustained. Peningkatan harga

tersebut tidak hanya terjadi pada waktu tertentu atau sekali waktu saja,

melainkan secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama; dan 3)

General level of prices. Tingkat harga yang dimaksud adalah tingkat harga

barang-barang secara umum sehingga tidak hanya satu macam barang saja.

Menurut Lerner (Gunawan, 1995), inflasi adalah keadaan dimana

terjadi kelebihan permintaan (excess demand) terhadap barang dan jasa secara

keseluruhan. Sedangkan menurut

Sukirno (1998), inflasi merupakan suatu proses kenaikan harga-harga

yang berlaku secara umum dalam suatu perekonomian.

Sementara itu Mankiw (2000) menyatakan bahwa inflasi merupakan

peningkatan dalam seluruh tingkat harga. Hampir semua negara, menjaga inflasi

agar tetap rendah dan stabil adalah tugas bank sentral. Tingkat inflasi yang

rendah dan stabil, akan tercipta pertumbuhan ekonomi yang diharapkan,

perluasan lapangan kerja, dan ketersediaan barang dan jasa untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat.

2.1.1.9 Penggolongan Inflasi

Inflasi dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu menurut sifat,

penyebab dan asal inflasi.

1. Jenis inflasi menurut sifat

a. Inflasi ringan (creeping inflation)

Inflasi ringan ditandai dengan laju inflasi yang rendah, biasanya

bernilai satu digit per tahun (kurang dari 10%). Kenaikan harga pada jenis inflasi
16

ini berjalan secara lambat, dengan persentase yang kecil serta dalam jangka

yang relatif lama.

b. Inflasi menengah (galloping inflation)

Inflasi menengah ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar

(biasanya double digit, yaitu diantara 10% -< 30% per tahun) dan kadang-kala

berjalan dalam waktu yang relative pendek serta mempunyai sifat akselerasi.

Artinya, harga-harga minggu/bulan ini lebih tinggi dari minggu/bulan lalu dan

seterusnya.

c. Inflasi tinggi (hyper inflation)

Inflasi tinggi merupakan inflasi yang paling parah akibatnya. Harga-

harga naik sampai 5 atau 6 kali (lebih dari 30%). Masyarakat tidak lagi

berkeinginan untuk menyimpan uang. Perputaran uang makin cepat, harga

naik secara akselerasi (Nopirin, 1990).

2. Jenis inflasi menurut sebab

a. Demand-pull inflation

Demand pull inflation adalah inflasi yang terjadi karena adanya kenaikan

permintaan agregat (agregate demand, AD), sedangkan produksi telah berada

pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan

kerja penuh.

b. Cost-push inflation

Cost-push inflation ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya

produksi. Keadaan ini timbul dimulai dengan adanya penurunan dalam

penawaran agregat (aggregate supply, AS) sebagai akibat kenaikan biaya

produksi. Beberapa contoh penyebab inflasi dari sudut penawaran adalah

kenaikan upah pekerja, kenaikan BBM dan kenaikan tarif listrik serta kenaikan
17

tarif angkutan. Kenaikan variabel-bariabel ini akan menyebabkan kenaikan pada

biaya produksi.

c. Mixed inflation

Dalam prakteknya, jarang sekali dijumpai inflasi dalam bentuk yang

murni, yaitu inflasi karena tarikan permintaan dan inflasi karena penurunan

penawaran yang terjadi secara sendiri-sendiri. Inflasi yang terjadi di berbagai

negara di dunia ini pada umumnya adalah campuran dari kedua macam inflasi

tersebut di atas, atau apa yang biasa disebut sebagai inflasi campuran (mixed

inflation). Inflasi campuran disebabkan karena adanya campuran antara inflasi

tarikan permintaan dengan inflasi dorongan biaya. Sekalipun sering terjadi pada

awalnya yang menimbulkan inflasi adalah murni tarikan permintaan atau

dorongan biaya, namun dapat terjadi setelah gejala inflasi mulai terasa

dampaknya terhadap perekonomian, unsur penyebab timbulnya macam inflasi

yang lainnya mulai ikut bergabung bersama memperbesar laju inflasi.

3. Jenis inflasi menurut asal

a. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation).

Inflasi ini dapat timbul antara lain karena defisit anggaran belanja yang

dibiayai dengan pencetakan uang baru ataupun terjadinya kegagalan panen.

b. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation).

Inflasi ini merupakan inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga

(inflasi) di luar negeri atau di luar negara tersebut. Dalam hubungan ini pengaruh

inflasi dari luar negeri ke dalam negeri dapat terjadi melalui kenaikan harga

barang-barang impor maupun kenaikan harga barang- barang ekspor.

2.1.1.10 Teori – Teori Inflasi

1. Teori Kuantitas
18

Menurut teori ini, inflasi hanya dapat terjadi bila ada penambahan

jumlah uang beredar. Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang

beredar dan oleh harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa

mendatang.

Dalam teori kuantitas dikenal dua aliran, yaitu Teori Kuantitas

Tradisional dan Teori Kuantitas Modern. Pada dasarnya Teori Kuantitas

Tradisional merupakan suatu hipotesa mengenai penyebab utama nilai uang

atau tingkat harga. Teori ini menghasilkan suatu kesimpulan bahwa perubahan

yang terjadi dalam nilai uang atau tingkat harga merupakan akibat dari adanya

perubahan jumlah uang beredar.

Bertambahnya jumlah uang beredar dalam masyarakat akan

mengakibatkan nilai uang menurun. Karena menurunnya nilai uang mempunyai

makna yang sama dengan naiknya tingkat harga, maka kesimpulan teoritik yang

dihasilkan oleh teori kuantitas tersebut di atas dapat pula dikatakan bahwa

bertambahnya jumlah uang beredar mempunyai tendensi atau kecenderungan

mengakibatkan naiknya tingkat harga. Demikian pula sebaliknya, berkurangnya

jumlah uang beredar cenderung mengakibatkan turunnya tingkat harga. Dengan

demikian, menurut teori kuantitas tradisional inflasi hanya dapat terjadi apabila

terdapat penambahan jumlah uang beredar.

2. Teori Keynes

Teori Keynes mengenai inflasi memandang bahwa inflasi terjadi karena

masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Dengan kata

lain, proses inflasi merupakan proses perebutan bagian output diantara

kelompok-kelompok masyarakat yang menginginkan bagian yang lebih besar

daripada yang dapat disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini

akhirnya diwujudkan sebagai keadaan dimana permintaan masyarakat akan


19

barang-barang selalu melebihi jumlah barang yang tersedia atau timbulnya apa

yang disebut sebagai inflationary gap.

Inflationary gap tersebut dimungkinkan, karena masyarakat berhasil

memperoleh dana untuk mewujudkan rencana pembelian mereka menjadi suatu

permintaan yang efektif. Apabila permintaan efektif dari semua golongan

masyarakat melebihi jumlah output yang tersedia, maka harga-harga akan naik.

Inflasi akan berhenti bila masyarakat tidak lagi memperoleh dana untuk

membiayai rencana pembelian mereka pada harga yang berlaku, sehingga

permintaan efektif total tidak melebihi jumlah output yang tersedia (inflationary

gap hilang).

3. Teori Strukturalis

Teori strukturalis menerangkan proses inflasi jangka panjang di negara-

negara sedang berkembang. Menurut teori ini ada beberapa hal yang dapat

menimbulkan inflasi dalam perekonomian negara-negara sedang berkembang

adalah :

a. Ketidakelastisan dari penerimaan ekspor, yaitu nilai ekspor yang

tumbuh secara lamban dibandingkan dengan pertumbuhan pada

sektor-sektor lain. Kelambanan ini disebabkan karena supply atau

produksi barang-barang ekspor yang tidak responsif terhadap

kenaikan harga.

b. Ketidakelastisan dari supply atau produksi bahan makanan di

dalam negeri. Kenaikan bahan makanan ini mendorong kenaikan

upah karyawan, sehingga meningkatkan biaya produksi yang

nantinya akan menaikkan harga barang. Kenaikan harga barang-

barang ini akan menimbulkan kenaikan upah lagi, yang kemudian

diikuti oleh kenaikan harga-harga. Demikian seterusnya, dimana


20

proses tersebut akan berhenti seandainya harga bahan makanan

tidak terus naik.

2.1.1.11 Pengertian Tarif Pajak

Tarif pajak merupakan dasar pengenaan besarnya pajak yang harus

dibayar subjek pajak terhadap objek pajak yang menjadi tanggungannya. Tarif

pajak pada umumnya dinyatakakan dengan persentase.

Pengertian tarif pajak menurut para ahli ialah:

a. Menurut Ibrahim Pranoto K (1997:55)

Tarif disebut juga bea atau duty yaitu sejenis pajak yang dipungut

atas barang-barang yang melewati batas negara. Bea yang dibebankan pada

impor barang disebut bea impor atau bea masuk (import tarif, import duty) dan

bea yang dibebankan pada ekspor disebut bea ekspor, sedangkan bea yang

dikenakan pada barang-barang yang melewati daerah pabean negara pemungut

disebut bea transitu atau transit duty.

b. Menurut Sobri (1997:71)

yaitu suatu pembebanan atas barang yang melintasi daerah pabean

(costum area). Daerah pabean adalah suatu daerah geografis, yang mana

barang-barang bebas bergerak tanpa dikenakan cukai (= bea pabean).

c. Menurut Aliminsyah, dkk (2002:290-291)

Mendefinisikan tarif sebagai pengaturan yang sistematik dari bea

yang dipungut atas barang dan jasa yang melewati batas-batas Negara.
21

Dari pendapat-pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

tarif merupakan pungutan  yang dibebankan untuk semua barang-barang yang

melewati batas negara baik untuk barang yang masuk maupun keluar. Tarif

merupakan salah satu kebijakan pemerintahan dalam mengatasi perdagangan

dalam negeri dan merupakan salah satu devisa negara.

2.1.1.12 Jenis – Jenis Tarif Pajak

1. Effective Tax Rate

Besarnya beban pajak dihitung dari dasar pengenaan pajak

dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku. Tarif pajak yang berlaku adalah

berdasarkan tarif yang telah ditetapkan dalam aturan perpajakan. Tarif pajak

yang ditetapkan dalam peraturan pajak ini dikenal dengan Statutory Tax Rate

(STR). Di Indonesia, STR untuk penghasilan orang pribadi adalah berupa tarif

progresif. Sedangkan tarif pajak penghasilan badan adalah tarif proporsional

yaitu 25% yang berlaku sejak tahun 2010.

Menurut Hassett & Mathur, STR bukanlah ukuran yang baik untuk

melihat daya saing antar perusahaan, sebab STR tidak memperhitungkan

luasnya dasar pengenaan pajak. Untuk membandingkan daya saing antar

perusahaan sebaiknya menggunakan tarif pajak efektif. Dalam banyak

penelitian, para ahli lebih banyak menggunakan tarif pajak efektif. Ruba’I

mengatakan bahwa penggunaan tarif pajak efektif untuk mengukur beban pajak

perusahaan memiliki keuntungan antara lain dapat dibandingkan dengan

perusahaan lain dan dapat dibandingkan dengan tarif pajak efektif tahun-tahun

sebelumnya.

Gravelle membedakan tarif pajak atas tiga tipe, yaitu statutory tax rate,

effective tax rate dan marginal effective rate. Setiap tipe tarif pajak memiliki

manfaat dan kerugian masing- masing dan berguna untuk menentukan perilaku-
22

perilaku tertentu. Statutory tax rate berpotensi untuk mempengaruhi usaha

perusahaan untuk memindahkan laba dengan memanfaatkan pinjaman atau

transfer asset atau produk pada harga tertentu. Tarif pajak efektif lebih cocok

digunakan untuk menentukan beban investasi yang sebenarnya.

2. Cash Effective Tax Rate

Cash Effective Tax Rate (Cash ETR) merupakan salah satu cara untuk

menghitung besaran beban pajak yang sebenarnya dibayar oleh wajib pajak.

Cash ETR dihitung sebagai bentuk rasio pajak yang dibayar secara kas

terhadap pendapatan akuntansi sebelum pajak [2]. Cash ETR digunakan dalam

banyak literatur karena dapat menunjukkan aktivitas penghindaran pajak secara

lebih luas, termasuk pemindahan pendapatan dari negara dengan tarif pajak

tinggi ke negara dengan tarif pajak rendah, investasi pada asset yang

menguntungkan secara pajak, mempercepat pengurangan penyusutan, kredit

pajak dan lain sebagainya.

2.1.1.13 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tarif Pajak Efektif

Tarif pajak efektif lebih disebabkan oleh aktivitas perusahaan, bukan

tarif yang ditetapkan oleh pemerintah. Tarif pajak efektif secara cross section

maupun time series akan berbeda-beda. Variasi atau perbedaan dalam tarif

pajak efektif telah menimbulkan isu ketidaklayakan dan ketidaknetralan dalam

sistem pajak perusahaan (Gupta and Newberry, 1997; Nicodeme, 2001; Buijink

et al., 2002; Janssen, 2005). Salah satu bentuk ketidakadilan dan ketidaknetralan

dalam sistem perpajakan karena adanya insentif dan perlakuan pajak khusus

atas industri tertentu. Adanya ketidakmerataan insentif dan provisi pajak yang

diberikan pada berbagai sektor telah menyebabkan variasi dalam tarif pajak

efektif. Kondisi ini dimanfaatkan oleh beberapa perusahaan untuk melakukan

strategi kompetisi pajak.


23

Kompetisi pajak dilakukan perusahaan-perusahaan untuk

meminimalkan beban pajaknya. Mereka melakukan tindakan penghindaran pajak

dengan berbagai cara. Penghindaran pajak (tax avoidance) adalah tindakan

yang dilakukan oleh wajib pajak dalam rangka meminimalkan beban pajak

terutang secara legal. Kadang aktivitas penghindaran pajak telah beralih menjadi

aktivitas penggelapan pajak (tax evasion). Penggelapan pajak merupakan

tindakan ilegal dan biasanya melibatkan kecurangan (fraud) atau sengaja

menyembunyikan pendapatan. Dalam usaha mengurangi beban pajak,

perusahaan memanfaatkan berbagai faktor karakteristik perusahaan. Faktor-

faktor tersebut kemudian menjadi penyebab perbedaan tariff pajak efektif

perusahaan. Di antaranya yang sudah diteliti adalah ukuran perusahaan,

leverage, ROA, capital intensity, inventory intensity, aktivitas luar negeri dan

perusahaan multinasional.

Berdasarkan hasil penelitian, insentif pajak telah menjadi fungsi ukuran

perusahaan. Perusahaan besar cenderung memiliki tarif pajak efektif tinggi

karena mereka cenderung mendapatkan insentif pajak lebih sedikit daripada

perusahaan kecil (Sansing,1998; Holland, 1998; Desai, 2003) [10]. Namun

Hanlon berpendapat ukuran perusahaan berkorelasi negatif dengan tarif pajak

efektif karena perusahaan besar memiliki kekuatan politik untuk

mendapatkan insentif pajak.

2.1.1.14 Pengertian Foreign Direct Investment (FDI)

Menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman

Modal Asing (FDI), di definisikan sebagai berikut; Penanaman modal asing

adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara

Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang

menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan

penanam modal dalam negeri. Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa
24

penanaman modal asing merupakan bentuk usaha yang dilakukan didalam

wilayah Negara Republik Indonesia dengan menggunakan modal yang berasal

dari luar negeri maupun berpatungan dengan modal dalam negeri.

Dijelaskan pula dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 istilah

modal asing. Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing,

perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing,

dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki

oleh pihak asing. Dari definisi tersebut dapat dimaknai bahwa modal asing

merupakan modal yang dimiliki asing baik berbentuk badan usaha berbadan

hukum asing maupun berbadan hukum Indonesia dengan sebagian atau seluruh

modalnya milik asing. Modal asing juga dapat dikategorikan untuk para pemilik

modal asing perseorangan.

Sedangkan M. Sornarajah memberikan definisi penanaman modal

asing (FDI) sebagai berikut; Penanaman modal asing merupakan transfer modal,

baik yang nyata maupun tidak nyata dari suatu Negara ke Negara lain, tujuannya

untuk digunakan di Negara tersebut agar menghasilkan keuntungan di bawah

pengawasan dari pemilik modal, baik secara total atau sebagian.

2.1.1.15 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Foreign Direct Investment

(FDI)

Investasi dalam bentuk penanaman modal asing (FDI) sangat

bergantung pada elemen-elemen pendukung yang terdapat dalam suatu negara

sebagai tolak ukur keberlangsungan dan berjalannya iklim investasi yang

kondusif sebagai jaminan bagi investor untuk menanamkan modalnya di dalam

negeri.

Berikut ini teori para ahli yang membahas faktor-faktor yang

mempengaruhi penanaman modal asing (PMA):

1. Teori Alan M. Rugman


25

Alan M. Rugman menyatakan bahwa penanaman modal asing

dipengaruhi oleh variabel lingkungan dan variabel internalisasi. Ada tiga jenis

variabel lingkungan yang menjadi perhatian, yaitu ; Ekonomi, non Ekonomi dan

pemerintah.

Variabel ekonomi merupakan elemen paling penting yang menjadi

perhatian bagi para penanam modal. Sedangkan variabel non ekonomi

mencakup kondisi sosial, budaya dan masyarakat dalam suatu negara.

Sementara pemerintah akan selalu diperhatikan oleh investor karena kondisi

politis suatu negara akan sangat menentukan arah kebijakan pemerintah dalam

perekonomian. Sementara variabel lainnya adalah internalisasi yakni keunggulan

internal yang dimiliki oleh perusahaan multinasional.

2. Teori Jhon During

Teori ini merumuskan persyaratan yang terdiri dari tiga hal bila sebuah

perusahaan ingin berkecimpung dalam penanaman modal asing. Pertama,

keunggulan perusahaan yang terdiri dari; teknologi pemilikan, penelitian,

pengembangan, keterampilan manajerial, pemasaran, organisasi perusahaan,

diferensiasi produk, merek dagang, nama, ukuran besar yang menerminkan

skala ekonomi dan keperluan modal. Kedua, keunggulan internalisasi dengan

asumsi kondisi paragraf diatas terpenuhi. Kondisi yang mendukung internalisasi

meliputi; biayanya tinggi dalam membuat kontrak, ketidakpastian pembeli tentang

nilai teknologi yang dijual, keunggulan untuk menggunakan diskriminasi harga.7

Ketiga, keunggulan spesifik negara meliputi; sumber daya alami, kekuatan

tenaga kerja biaya rendah dan efisien serta rintangan perdagangan membatasi

impor.

3. Teori David K. Eiteman

Teori ini menjelaskan bahwa Penanaman Modal Asing (FDI) didasari

atas tiga motif, yaitu; Motif strategi, motif perilaku dan motif ekonomi. Motif
26

perilaku merupakan motif yang dipengaruhi oleh kondisi eksternal perusahaan

dan organisasi sementara motif ekonomi merupakan motif mencari keuntungan

baik dalam jangkan pendek maupun jangka panjang.

2.1.1.16 Dasar Hukum Foreign Direct Investment (FDI)

Adapun Dasar Hukum dari Penananam Modal Asing di Indonesia

adalah sebagai beikut:

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (PT)

3. Peraturan Presiden RI Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Daftar Bidang

Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan

Persyaratan di Bidang Penanaman Modal (Daftar Negatif Investasi/DNI)38

4. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia

Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Pedoman Dan Tata Cara Izin Prinsip (IP)

Penanaman Modal.Peraturan kepala Badan Koordinasi.

5. Penanaman Modal Nomor 6 tahun 2018 Tentang Pedoman Dan Tatacara

Perizinan Dan Fasilitas Penanaman Modal.

6. Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018

Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,

mengatur dua macam investasi, yaitu investasi asing dan investasi domestik.

Ketentuan-ketentuan yang mempunyai hubungannya dengan investasi asing,

disajikan berikut ini:

1. Pasal 1 angka 3, angka 6, dan angka 8 tentang Pengertian Penanaman

Modal Asing, Penanam Modal Asing, dan Modal Asing;

2. Pasal 3 tentang Asas dan Tujuan Penanaman Modal;

3. Pasal 4 tentang Kebijakan Dasar Penanaman Modal;

4. Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) tentang Bentuk Badan Usaha;
27

5. Pasal 6 tentang Perlakuan terhadap Penanaman Modal;

6. Pasal 7 tentang Pemerintah tidak akan Melakukan Tindakan Nasionalisasi

atau pengambilalihan hak;

7. Pasal 8 tentang Kebebasan Mengalihkan Aset;

8. Pasal 9 tentang Tanggung Jawab Hukum yang belum diselesaikan oleh

penanam modal;

9. Pasal 10 tentang Penggunaan Tenaga Kerja, khususnya Tenaga Kerja

Asing;

10. Pasal 11 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;

11. Pasal 12 tentang Bidang Usaha;

12. Pasal 15 sampai dengan Pasal 17 tentang Hak, Kewajiban, dan Tanggung

Jawab Penanam Modal;

13. Pasal 18 sampai dengan Pasal 24 tentang Fasilitas Penanaman Modal;

14. Pasal 32 ayat (1) dan ayat (3) tentang Penyelesaian Sengketa; dan

15. Pasal 33 sampai dengan Pasal 34 tentang Sanksi.

2.1.1.17 Bentuk Foreign Direct Investment (FDI)

Dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal telah ditentukan secara jelas tentang bentuk hukum

perusahaan penanaman modal asing. Penanaman modal asing wajib dalam

bentuk Perseroan Terbatas (PT PMA). Secara lengkap, bunyi Pasal 5 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal:

“penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan

hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah Negara Republik

Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.”

Unsur yang melekat dalam ketentuan ini meliputi:

1) Bentuk hukum dari perusahaan penanaman modal asing adalah Perseroan

Terbatas (PT); 2) Didasarkan pada hukum Indonesia;


28

2) Berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia.

Dari definisi menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang

Perseroan Terbatas, maka dapat di tarik unsur-unsur yang melekat pada

Perseroan yakni:

3) Perseroan Terbatas merupakan badan hukum

Badan hukum adalah suatu badan yang dapat memiliki hak-hak dan

kewajiban kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan seperti manusia, memiliki

kekayaan sendiri, dan digugat dan menggugat di depan pengadilan.

H.M.N Purwosutjipto mengemukan beberapa syarat agar suatu badan

dapat dikategorikan badan hukum meliputi keharusan:

1) Adanya harta kekayaan (hak – hak) dengan tujuan tertentu yang

terpisah dengan kekayaan pribadi para sekutu atau pendiri badan itu.

Tegasnya ada pemisahan kekayaan perusahaan dengan kekayaan

pribadi para sekutu.

2) Kepentingan yang menjadi tujuan adalah kepentingan bersama

3) Adanya beberapa orang sebagai pengurus badan tersebut.

4. ) Perseroan Terbatas Merupakan Persekutuan Modal

Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan

modal merupakan penegasan bahwa perseroan tidak mementingkan sifat

kepribadian para pemegang saham yang ada di dalamnya. Penegasan ini

ditujukan pula untuk membedakan secara jelas substansi atau sifat badan usaha

perseroan dibandingkan dengan badan usaha lainnya, seperti persekutuan

perdata.

5) Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum Didirikan Berdasarkan

Perjanjian Pasal 1 ayat (1) UUPT dengan tegas menyatakan bahwa Perseroan

adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian. Ketentuan ini

berimplikasi bahwa pendirian perseroan harus memenuhi ketentuan-ketentuan


29

yang diatur dalam hukum perjanjian. Jadi, dalam pendirian persero, selain tunduk

kepada UUPT, tunduk juga kepada hokum perjanjian.

Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa Perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang atau lebih.

6) Perseroan Terbatas Melakukan Kegiatan Usaha

Mengingat perseroan adalah persekutuan modal, maka tujuan perseroan

adalah mendapat keuntungan atau keuntungan untuk dirinya sendiri. Untuk

mencapai tujuan itu, perseroan harus melakukan kegiatan usaha.

Jika Undang – Undang Perseroan Terbatas nomor 40 Tahun 2007

menggunakan istilah kegiatan usaha, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

(KUHD) menggunakan istialh menjalankan perusahaan.

7) Modal Dasar Perseroan Terbatas Seluruhnya Terbagi Dalam Saham

Pasal 31 ayat (1) UUPT menyebutkan bahwa modal perseroan terdiri

seluruh nilai nominal saham. Modal dasar (maatschappelijk kapitaal atau

autohorized capital atau nominal capital) merupakan keseluruhan nilai nominal

saham yang ada dalam perseroan.

Disamping mempunyai unsur-unsur persero Perseroan Terbatas (PT)

sebagai sebuah badan hukum adalah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Memiliki kekayaan tersendiri yang terpisah dari kekayaan orang-orang

yang menjalankan kegiatan dari badan-badan hukum tersebut.

2) Memilki hak-hak dan kewajiban yang terpisah dari hak-hak dan

kewajiban-kewajiban orang-orang yang menjalankan kegiatan badan-

badan tersebut.

3) Memilki tujuan tertentu.


30

4) Berkesinambungan (memilki kontinuitas) dalam arti keberadaannya

tidak terikat pada orang-orang tertentu, karena hak-hak dan kewajiban-

kewajibannya tetap ada meskipun orang-orang yang menjalankannya berganti.

2.1.1.18 Manfaat Foreign Direct Investment (FDI)

Terlepas dari pendapat pro dan kontra terhadap kehadiran investasi

asing, namun secara teoritis kiranya dapat dikemukakan, bahwa kehadiran

investor asing di suatu negara mempunyai manfaat yang cukup luas (multiplier

effect). Manfaat yang dimaksud yakni kehadiran investor asing dapat menyerap

tenaga kerja di negara penerima modal, dapat menciptakan demand bagi produk

dalam negeri sebagai bahan baku, menambah devisa apalagi investor asing

yang berorientasi ekspor, dapat menambah penghasilan negara dari sektor

pajak; adanya alih teknologi (transfer of technology) maupun alih pengetahuan

(transfer of know how).

Sebagaimana dikemukakan oleh Dhaniswara K. Harjono,

permodalan yang diperlukan oleh negara untuk pencapaian pembangunan

ekonomi dalam bentuk investasi dengan memanfaatkan pemupukan modal dan

pemanfaatan modal dalam negeri dan luar negeri (penanaman modal) secara

maksimal.

Dilihat dari sudut pandang ini terlihat bahwa, kehadiran investor cukup

berperan dalam pembangunan ekonomi dalam suatu negara, khususnya

pembangunan ekonomi di daerah dimana FDI (Foreign Direct Investment)

menjalankan aktivitasnya. Arti pentingnya kehadiran investor asing dikemukakan

oleh Gunarto Suhardi: “Investasi langsung lebih baik jika dibandingkan dengan

investasi portofolio, karena investasi langsung lebih permanen.” Selain itu

investasi langsung:

a. Memberikan kesempatan kerja bagi penduduk.

b. Mempunyai kekuatan penggandaan dalam ekonomi lokal.


31

c. Memberikan risidu baik berupa peralatan maupun alih teknologi.

d. Bila produksi diekspor memberikan jalan atau jalur pemasaran yang dapat

dirunut oleh pengusaha lokal di samping seketika memberikan tambahan

devisa dan pajak bagi negara.

e. Lebih tahan terhadap fluktuasi bunga dan valuta asing.

f. Memberikan perlindungan politik dan keamanan wilayah karena bila

investor berasal dari negara kuat niscaya bantuan keamanan juga akan

diberikan.

2.1.1.19 Pengertian Inklusi Keuangan

Inklusi keuangan juga dikenal sebagai pengecualian keuangan adalah

salah satunya alat kebijakan utama untuk meningkatkan kesejahteraan,

mengurangi kemiskinan dan meningkatkan stabilitas makroekonomi (Beck et al.,

2004; Andrianaivo dan Kpodar, 2011; Sarma dan Pais, 2011; Han dan Melecky,

2013; Kim, 2016). Ada berbagai macam definisi tentang keuangan inklusif.

Dalam jurnal Internasional Menurut beberapa para ahli pengertian inklusi

keuangan ialah:

1. Sinclair (2001) mendefinisikan inklusi keuangan sebagai

“ketidakmampuan untuk mengakses layanan keuangan yang diperlukan

dalam bentuk yang sesuai ”.

2. Sarma (2008) mendefinisikan inklusi keuangan sebagai “kemudahan

akses, ketersediaan dan penggunaan sistem keuangan formal oleh semua

anggota ekonomi". Inklusi keuangan dianggap sebagai salah satu yang

penting alat kebijakan untuk pembuat kebijakan.

3. Mohan (2006) menunjukkan bahwa, bagi India, inklusi keuangan dapat

membantu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan mengarah pada

perkembangan keuangan.
32

4. Andrianaivo dan Kpodar (2011) menyelidiki hubungan antara teknologi

informasi dan komunikasi (TIK) dan ekonomi pertumbuhan di negara-

negara Afrika selama tahun 1988-2007. Mereka menyatakan bahwa

inklusi keuangan memiliki peran sentral dalam hubungan ini dan bagian

dari efek positif TIK pada pertumbuhan berasal dari yang lebih tinggi

inklusi keuangan.

5. World Bank (2014) mendefenisikan inklusi keuangan sebagai individu dan

usaha yang memiliki akses atas produk dan layanan keuangan yang

bermanfaat dan terjangkau yang memenuhi kebutuhan mereka, yaitu

transaksi, pembayaran, tabungan, krodit dan asuransi, disampaikan

secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.

6. Inklusi keuangan menurut Yoo (2017) adalah suatu pendekatan yang

dapat digunakan untuk membantu masyarakat menjadi mandiri secara

keuangan dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Inklusi

keuangan membantu penduduk yang belum terlayani untuk meningkatkan

produktivitas dan pendapatannya sehingga menjadi prioritas utama dan

sarana mengurangi pengangguran.

2.1.1.20 Tujuan Inklusi Keuangan

1. Untuk meningkatkan akses masyarakat pada suatu produk, lembaga atau

layanan jasa keuangan.

2. untuk menyediakan produk atau layanan jasa keuangan PUJK (Pelaku

Usaha Jasa Keuangan).

3. Meningkatkan produk atau layanan jasa keuangan yang bisa disesuaikan

dengan kemampuan dan keperluan masyarakat luas. Terakhir, demi

meningkatkan kualitas produk serta layanan jasa keuangan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, bisa kita simpulkan bahwa tujuan utama

dari inklusi keuangan adalah demi menghindari adanya ketimpangan ekonomi di


33

berbagai lapisan masyarakat. Kenapa? Karena dengan memanfaatkan inklusi

keuangan, maka akan memudahkan setiap masyarakat untuk bisa mendapatkan

akses produk atau layanan keuangan secara lebih menyeluruh untuk bisa

digunakan secara baik.

2.1.1.21 Manfaat Inklusi Keuangan

1) Membantu Meningkatkan Pemerataan Ekonomi

Dikutip dari laman resmi FINCA, inklusi keuangan mempunyai efek yang

sangat besar karena mampu membantu meningkatkan pemerataan finansial

dalam seluruh lapisan masyarakat. setiap orang bisa menggunakan produk atau

layanan jasa keuangan secara tepat dan akan mampu membantu meringankan

masalah ekonominya. Seperti dengan cara mengajukan pinjaman pada bank

yang akan digunakan untuk modal membangun usaha bisnis.

Selain itu, ketika menghadapi kondisi kesulitan finansial, mereka juga bisa

menjual asetnya sehingga akan mampu menyelamatkan kondisi finansial

mereka.

2) Memberikan Pemahaman Pada Masyarakat

Ketika masyarakat sudah bisa mengakses produk atau layanan

keuangan, maka hal tersebut tentunya sangat bermanfaat untuk kehidupan

mereka. Masyarakat bias melakakukan investasi jika ingin memiliki passive

income. Sehingga, inklusi keuangan mampu meningkatkan pemahaman dan

kesadaran masyarakat terkait pengelolaan kondisi finansialnya.

3) Mempersiapkan Rencana Keuangan Dengan Baik

Inklusi keuangan akan mampu memberikan kesempatan pada setiap

orang untuk bisa menyiapkan rencana keuangannya secara matang. Adanya

kemudahan untuk mengakses layanan keuangan ini akan memudahkan setiap

orang dalam menyiapkan rencana keuangannya di masa depan. Sehingga, akan


34

menguntungkan mereka di masa depan. Untuk itu, cobalah untuk mencari tahu

produk atau layanan keuangan yang mampu membantu Anda untuk bisa

menyiapkan rencana keuangan secara tepat.

4) Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Negara

Sistem keuangan negara akan stabil jika kegiatan ekonomi di dalamnya

bisa meningkat. masyarakat juga bisa mendapatkan pinjaman modal untuk

memulai bisnisnya, sehingga akan mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja.

Jadi, tingkat pengangguran pun akan mampu ditekan ketika banyak tercipta

lapangan kerja yang dibuat oleh para pebisnis. Ketika angka pengangguran pada

suatu negara bisa berkurang dan tidak ada kesenjangan sosial di masyarakat,

maka tingkat perekonomian pada suatu negara juga pastinya akan menjadi lebih

kuat.

2.1.1.22 Usaha Pemerintah meningkatkan Inklusi Keuangan

1. Edukasi Keuangan

Dalam hal ini, pemerintah memiliki strategi dalam memberikan

edukasi terkait pengelolaan keuangan. Edukasi ini dimulai dari memberikan

pemahaman dan meningkatkan kesadaran masyarakat terkait produk atau jasa

keuangan yang saat ini tersedia yang disertai dengan ragam dan risiko yang ada

didalamnya. Namun, hal tersebut juga diikuti dengan pemberian edukasi terkait

hak perlindungan nasabah serta pengetahuan dalam mengelola finansial.

2. Fasilitas Keuangan Publik

Dalam hal ini, pihak pemerintah  berperan dalam menyediakan

pembiayaan keuangan publik secara langsung atau dengan syarat, tujuannya

adalah agar bisa lebih mendorong pemberdayaan ekonomi yang ada di

masyarakat. Beberapa inisiatif pihak pemerintah dalam melakukan strategi ini

adalah seperti memberikan subsidi atau bantuan sosial, pemberdayaan UMKM,

serta pemberdayaan masyarakat.


35

3. Pemetaan Informasi Keuangan

Pemerintah juga turut serta melakukan pemetaan informasi keuangan

guna meningkatkan kapasitas masyarakat, khususnya yang tadinya memang

tidak layak menjadi layak, atau yang dulunya unbankable menjadi bankable

dalam mendapatkan akses layanan keuangan oleh institusi keuangan yang legal.

4. Fasilitas Intermediasi dan Saluran Distribusi

Strategi lain yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan

kesadaran berbagai lembaga keuangan tentang adanya segmen berpotensial

yang ada di lapisan masyarakat, sekaligus mencari cara lain dalam

meningkatkan distribusi produk dan juga jasa keuangan, seperti meningkatkan

kerjasama antar lembaga keuangan demi meningkatkan skala bisnis.

5. Perlindungan Konsumen

Usaha ini dikerjakan pemerintah agar setiap masyarakat mempunyai jaminan

rasa aman dalam melakukan interaksi dengan produk keuangan yang

ditawarkan. Komponen tersebut terdiri dari, penanganan keluhan nasabah,

transparansi produk, sertifikasi, mediasi, serta pengawasan pemilik jasa serta

edukasi konsumen.

6. Pemanfaatan Teknologi Keuangan

Selama lima tahun terakhir, teknologi keuangan atau yang sering

disebut dengan fintech atau financial technology menjadi semakin populer di

tengah-tengah masyarakat. Berbagai produk di dalamnya berupa peminjaman,

payment gateway, atau modal aggregator. Tujuannya adalah untuk bisa

meningkatkan inklusi keuangan masyarakat, karena akses kemudahan yang

tersedia di dalamnya.

7. Berpartisipasi Mewujudkan Inklusi Keuangan

Jika ada banyak pihak yang terlibat atau berpartisipasi, maka

tujuan utama dari inklusi keuangan tentu akan menjadi lebih cepat terwujud.
36

2.1.1.23 Strategi Nasional Keuangan Inklusif

Dalam rangka meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat yang

dapat membuka jalan untuk keluar dari kemiskinan serta mengurangi

kesenjangan ekonomi, Pemerintah memiliki visi untuk mendorong pertumbuhan

ekonomi, menciptakan stabilitas sistem keuangan, mendukung program

penanggulangan kemiskinan, serta mengurangi kesenjangan antarindividu dan

antardaerah melalui peningkatan akses seluruh masyarakat terhadap layanan

keuangan. Peningkatan akses terhadap layanan keuangan ini dilakukan melalui

peningkatan dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan,

Pemerintah berupaya meningkatkan kemampuan ekonomi dan keuangan serta

kesadaran masyarakat akan pentingnya sistem keuangan. Dari sisi penawaran,

Pemerintah meningkatkan ketersediaan layanan keuangan yang dapat diakses

oleh seluruh lapisan masyarakat.

Upaya Pemerintah dalam meningkatkan akses terhadap layanan

keuangan selanjutnya diterjemahkan ke dalam lima pilar dalam SNKI yang

ditopang oleh tiga fondasi yaitu:

1. Pilar pertama adalah edukasi keuangan yang

bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan

kesadaran masyarakat mengenai lembaga keuangan

formal, produk, dan jasa keuangan.

2. Pilar kedua adalah hak properti masyarakat yang

bertujuan untuk meningkatkan akses kredit

masyarakat kepada lembaga keuangan formal.

3. Pilar ketiga adalah fasilitas intermediasi dan saluran

distribusi yang bertujuan untuk memperluas jangkauan

layanan keuangan untuk memenuhi kebutuhan

berbagai kelompok masyarakat.


37

4. Pilar keempat adalah layanan keuangan pada sektor

Pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan tata

kelola dan transparansi pelayanan publik dalam

penyaluran dana Pemerintah secara nontunai.

5. Pilar kelima adalah perlindungan konsumen yang

bertujuan untuk memberikan rasa aman kepada

masyarakat dalam berinteraksi dengan lembaga

keuangan.

Selanjutnya, kelima pilar dalam SNKI ini ditopang oleh tiga fondasi.

Fondasi pertama adalah kebijakan dan regulasi yang kondusif untuk mendukung

pelaksanaan program keuangan inklusif. Fondasi kedua adalah infrastruktur dan

teknologi informasi keuangan yang mendukung untuk meminimalkan informasi

asimetris yang mejadi hambatan dalam mengakses layanan keuangan. Fondasi

ketiga adalah organisasi dan mekanisme implementasi yang efektif untuk

mendorong pelaksanaan berbagai kegiatan secara bersama dan terpadu.

2.1.1.24 komponen Inklusi Keuangan

Alliance for Financial Inclusion (2010) secara umum mendefinisikan

dimensi keuangan inklusif ke dalam 4 (empat) komponen sebagai berikut:

1. Akses

Komponen ini terutama menekankan pada kemampuan untuk

menggunakan layanan jasa keuangan dan produk-produk yang disediakan oleh

lembaga keuangan formal. Untuk memahami tingkatan akses atas jasa

keuangan dibutuhkan analisa dan pengetahuan mengenai potensi hambatan-

hambatan yang terjadi ketika membuka dan menggunakan rekening bank untuk

segala urusan, serta biaya dan lokasi pelayanan bank.

2. Quality
38

Sebagai ukuran atas kesesuaian jasa atau produk keuangan terhadap

kebutuhan konsumen, komponen kualitas mencakup pengalaman konsumen

yang ditunjukkan dalam opini dan sikap tentang produk – produk jasa keuangan

yang tersedia bagi mereka. Kualitas akan menjadi alat ukur hubungan antara

penyedia jasa keuangan dan konsumen . serta pilihan – pilihan produk keuangan

yang tersedia dan dan tingkat pemahaman konsumen atas implikasi dari produk

keuangan pilihannya.

3. Usage

Tidak hanya menekankan pada penggunaan layanan perbankan,

komponen usage lebih memfokuskan pada aspek permanence and depth dari

layanan dan produk sektor keuangan di sebuah negara. Dengan kata lain,

komponen usage menjelaskan secara detail mengenai frekuensi dan durasi

penggunaan layanan dari sebuah produk jasa keuangan. Selain itu, komponen

usage juga mengukur kombinasi produk – produk keuangan yang digunakan

oleh rumah tangga atau individu.

4. Welfare

Salah satu komponen tersulit adalah mengukur dampak dari suatu produk

atau layanan jasa keuangan terhadap konsumen, seperti perubahan pada pola

konsumsi, aktivitas usaha dan investasi, serta kesejahteraan. Komponen ini

terutama menckankan pada kemampuan untuk menggunakan layanan jasa

keuangan dan produk-produk yang disediakan oleh lembaga keuangan formal.

Untuk memahami tingkat akses atas jasa keuangan diperlukan Analisis dan

pengetahuan mengenai potensi hambatan- hambatan yang terjadi ketika

membuka dan menggunakan rekening bank untuk segala urusan, serta biaya

dan lokasi pelayanan bank. kor me Seli kon Quality Sebagai ukuran atas jasa

atau produk keuangan terhadap kebutuhan konsumen, komponen kualitas


39

mencakup pengalaman konsumen yang ditunjukkan dalam pendapat dan sikap

tentang produk-produk.

2.2 PENELITIAN TERDAHULU

Andrianaivo dan Kpodar (2011) menyelidiki hubungan antara teknologi

informasi dan komunikasi (TIK) dan ekonomi pertumbuhan di negara-negara

Afrika selama tahun 1988-2007. Mereka menyatakan bahwa inklusi keuangan

memiliki peran sentral dalam hubungan ini dan bagian dari efek positif TIK pada

pertumbuhan berasal dari yang lebih tinggi inklusi keuangan.

Lenka dan Sharma (2017) menunjukkan signifikan dan pengaruh positif

keuangan inklusif terhadap pertumbuhan ekonomi di keduanya periode jangka

panjang dan pendek di India. Dalam hal makroekonomi dan stabilitas keuangan,

Hannig dan Jansen (2010) meneliti hubungan antara stabilitas keuangan dan

inklusi keuangan. Mereka menunjukkan bahwa inklusi keuangan meningkatkan

keuangan stabilitas.

Cull, Demirguc-Kunt dan Lyman (2012) menyatakan bahwa keuangan

inklusi mungkin membuat rumah tangga dan sektor usaha kecil lebih sehat dan

dengan demikian berkontribusi pada peningkatan makroekonomi stabilitas. Juga,

Han dan Melecky (2013) dan Morgan dan Pontines (2014) menunjukkan bahwa

peningkatan inklusi keuangan berkontribusi stabilitas keuangan. Chibba (2009)

menunjukkan bahwa inklusi keuangan sangat penting dalam memerangi

kemiskinan. Begitu pula dengan Park dan Mercado, Jr. (2015) menganalisis

hubungan antara inklusi keuangan dan kemiskinan di 37 negara berkembang di

Asia. Temuan mereka menunjukkan hal itu inklusi keuangan mengurangi

kemiskinan dan memberikan kontribusi pendapatan persamaan. Jelas bahwa

peningkatan inklusi keuangan mungkin membawa banyak keuntungan dengan

pendapatan besar ke global ekonomi, yang menciptakan peluang dan tantangan

berbeda untuknegara. Salah satu peluangnya adalah pembuat kebijakan dapat


40

menggunakan keuangan inklusi sebagai alat kebijakan untuk meningkatkan

penerimaan pajak.

Ada sebuah sejumlah studi empiris yang meneliti hubungan tersebut antara

perkembangan keuangan dan penerimaan pajak, tetapi tidak ada makalah

khusus apa pun yang berfokus pada pengaruh inklusi keuangan pada

penghasilan pajak. Misalnya, Taha et al. (2013) menganalisis hubungan tersebut

antara penerimaan pajak langsung dan aktivitas sistem keuangan di Malaysia.

Mereka menemukan bahwa ada kausalitas searah dari pasar saham untuk

mengarahkan pendapatan pajak. Selain itu, hubungan ini lebih mendalam dalam

jangka pendek.

Maherali (2017) menggunakan berbagai global dataset dan

mengembangkan metodologi untuk meramalkan pajak individu pendapatan yang

diperoleh pemerintah pada tahun 2020 karena keuangan penyertaan. Di sisi lain,

dengan memperluas database dan memasukkan data 2017 dan menyelidiki

kemungkinan langsung hubungan antara inklusi keuangan dan penerimaan pajak

dengan menggunakan metodologi data panel. Lebih jelas bahwa sumber

perpajakan merupakan aspek penting dari penerimaan pajak. Makalah ini

menggunakan tiga kategori berbeda dari pendapatan pajak selain pajak total

pendapatan seperti pendapatan pajak perusahaan, pendapatan pajak

pendapatan, dan pendapatan pajak langsung. Hasilnya menunjukkan hubungan

yang signifikan dan positif antara inklusi keuangan dan penerimaan pajak.

Peningkatan akses keuangan atau inklusi keuangan erat kaitannya

dengan PDB. Sharma (2016) meneliti hubungan inklusi keuangan dengan PDB

India periode 2004 sampai 2013. Hasil penelitian menunjukkan adanya

hubungan positif dan signifikan antara inklusi keuangan dengan PDB. Selain itu

hasil uji Granger-causality juga menunjukkan adanya hubungan dua arah antara

letak geografis dengan pertumbuhan PDB, yang artinya semakin mudah


41

masyarakat mengakses layanan keuangan maka akan meningkatkan PDB.

Negara yang memiliki PDB yang tinggi cenderung memiliki sektor keuangan

yang inklusif sehingga terdapat kemudahan dalam mengakses layanan

keuangan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh

inklusi keuangan terhadap PDB di suatu negara.

Berdasarkan jurnal Analisis Tarif Pajak Efektif di Indonesia, Berdasarkan hasil

dari beberapa penelitian tersebut, penelitian ini berusaha meganalisis

pergerakan tarif pajak efektif di Indonesia sejak tahun 2000 hingga 2016. Dengan

diketahuinya tren tarif pajak efektif pada perusahaan yang listing di Bursa Efek

Indonesia selama kurun 16 tahun terakhir ini (2000-2016), diharapkan dapat

menjadi salah satu rujukan bagi pemerintah dalam merencanakan penurunan

tarif pajak penghasilan badan. Apalagi dengan digulirkannya Tax Amnesty,

sebagai bentuk reformasi baru dibidang perpajakan, pemerintah tentu perlu

melihat dengan lebih bijaksana sehingga tidak menimbulkan kehilangan

pemasukan kas negara. Selain itu, penelitian yang menelusuri besaran tarif pajak

efektif perusahaan atas semua perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia

selama kurun waktu 16 tahun atau lebih belum pernah dilakukan. Penelitian yang

ada selama ini hanya melihat tarif pajak efektif pada beberapa sektor

perusahaan dan paling lama untuk waktu 5 tahun. Oleh karena itu penelitian ini

perlu dilakukan agar pemerintah mendapatkan gambaran besaran beban pajak

yang real dibayar oleh wajib pajak selama ini sehingga dapat menetapkan

besaran tarif pajak yang tidak akan mengurangi pemasukan negara.

Dari beberapa penelitian terdahulu diatas dalam makalah ini penulis,

mengambil beberapa variabel dari kebijakan ekonomi moneter dan Fiskal yaitu

diantaranya pendapatan pajak, PDB, Inflasi, Tarif Pajak, FDI (penanaman modal

asing) terhadap inklusi keuangan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

data sekunder dari world bank dari masing – masing variable tahun 2014 – 2020
42

untuk mengkaji lebih dalam perkembangan variabel – variable tersebut terhadap

inklusi keuangan.
43

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3. 1 Kerangka Konseptual

Layanan keuangan berjalan /bergerak (mobile financial services) telah

menjadi perantara yang penting bagi inklusi keuangan di semakin banyak

negara. Kondisi ini dilandasi oleh keterbatasan bank untuk menjangkau banyak

populasi penduduk, sehingga jaringan telepon seluler berkembang sangat cepat

dengan menawarkan pendistribusian teknologi layanan keuangan digital.

International Teleconmmunication Union (ITU, 2016) mengungkapkan bahwa

antara tahun 2011 dn 2014, terdapat 700 juta penduduk dewasa di seluruh dunia

telah menjadi pemilik rekening, sehingga jumlah penduduk dewasa yang tidak

memiliki rekening menurun 20 persen menjadi 2 milyar orang. Jumlah rekening

mobile money telah mencapai 411 juta pada tataran global di tahun 2015.

Jumlah ini meningkat tiga kali lipat jika dibandingkan dengan tahun 2014. Mobile

money saat ini telah tersedia di 93 negara. Bagi banyak orang, melakukan

transfer dan pembayaran dengan menggunakan mobile money merupakan

langkah pertama untuk memasuki sistem keuangan formal. Aktivitas nasabah

yang melakukan transfer dan pembayaran dicatat dan nantinya dapat menjadi

dasar bagi kredit yang dapat menyalurkan kredit secara digital. Pergeseran dari

simpanan dan kredit informal ke dalam sistem keuangan formal (melalui berbagai

LJK) dapat menyediakan akses yang sebelumnya tidak tersedia. Namun

demikian, data yang ada menunjukkan bahwa hingga saat ini masih banyak

penduduk di berbagai negara yang belum menggunakan mobile money.

Wilayah- tetap wilayah dan perdesaan masih belum terlayani. Penggunaan


44

mobile money yang paling banyak adalah untuk layanan transfer dan

pembayaran, dan hanya sedikit negara yang telah mengembangkan pasar

penggunaan perangkat digital untuk keperluan simpanan, kredit, dan asuransi.

Meskipun mobile money telah meningkatkan inklusi keuangan, tetapi

penggunaan aktualnya masih terbatas pada layanan keuangan tertentu.

Kebijakan dan regulasi menjadi sangat penting dengan perkembangan industri

berbasis teknologi yang sangat pesat. Pada awalnya, mungkin sulit untuk

memulai suatu layanan keuangan digital, namun jika telah dimulai, maka akan

bertumbuh secara eksplosif. pertumbuhan ini akan menghadirkan kekuatan

serta kekuatannya kekuatan pada penyedia-penyedia layanan layar besar.

Ketika orang menjadi lebih termasuk secara finansial dan pendapatan

mereka tumbuh dari waktu ke waktu, ini mungkin pada gilirannya meningkatkan

pajak mereka kontribusi kepada pemerintah. Dalam hal ini, saat dunia bergerak

menuju inklusi keuangan, penting bagi pembuat kebijakan memanfaatkan situasi

ini untuk meningkatkan pendapatan pajak mereka. Pemungutan pajak dan

penegakan hukum pajak sulit untuk ditegakkan baik negara maju dan

berkembang. Jadi, pajak meningkat pendapatan merupakan perhatian utama

para pembuat kebijakan. Pembuat kebijakan bisa meningkatkan pendapatan

secara langsung dengan memperhatikan faktor penentu akun penghasilan pajak.

Ada banyak makalah dalam literatur yang menjadi fokus determinan yang

berbeda dari pendapatan pajak (Ghura, 1998; Piancastelli, 2001; Eltony, 2002;

Mertens, 2003; Gupta, 2007; Bird dkk., 2014; Mahdavi, 2008; Chaudhry dan

Munir, 2010; Clist dan Morrissey, 2011; Le et al., 2012; Addison dan Levin, 2012;

Dioda, 2012; Karagoz, 2013 €; Castro dan Camarillo, 2014).

Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan suatu indikator yang amat

penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi, hal ini

dikarenakan PDB mencerminkan kondisi perekonomian suatu negara. Banyak


45

faktor yang mempengaruhi pertumbuhan PDB suatu negara, salah satunya yaitu

pembangunan sektor keuangan. Pembangunan sektor keuangan, terutama

sektor perbankan, dapat meningkatkan akses dan penggunaan jasa perbankan

oleh masyarakat sehingga dapat mendorong pertumbuhan PDB (Cheng &

Degryse, 2010). Dengan terbukanya akses terhadap jasa keuangan, diharapkan

masyarakat akan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk meningkatkan

pendapatan mereka melalui pinjaman kredit untuk kegiatan produktif. Inflasi

mendapat perhatian khusus dalam perekonomian Indonesia. Setiap kali ada

distorsi di masyarakat, politik atau ekonomi, orang selalu mengaitkannya dengan

inflasi. Tingkat inflasi yang rendah dan stabil akan menjadi inflasi stimulator

pertumbuhan ekonomi. saat ini, tarif pajak penghasilan badan di Indonesia masih

belum diturunkan. Saat ini tarif pajak penghasilan badan yang berlaku di

Indonesia adalah 25%. Tarif ini secara global masih terbilang rendah, karena

masih banyak negara di dunia yang memiliki tarif pajak penghasilan badan di

atas 30%. Namun untuk kawasan ASEAN sendiri Indonesia terbilang masih

tinggi. Maraknya penurunan tarif pajak penghasilan badan di berbagai negara,

ASEAN khususnya, mau tidak mau membuat pemerintah Indonesia harus melirik

tarif yang berlaku saat ini. Sebab penurunan tarif di negara lain akan menarik

perusahaan-perusahaan multinasional untuk berinvestasi di luar negeri guna

menurunkan beban pajak. Penanaman investasi di luar negeri merupakan salah

satu bentuk strategi pengurangan pajak yang dimanfaatkan oleh perusahaan

multinasional. Jika Indonesia masih tetap bertahan dengan tarif 25% tersebut,

maka Indonesia akan menjadi negara di ASEAN dengan tarif pajak tertinggi.

Investasi langsung dari luar negeri merupakan salah satu variabel penting

dalam mempercepat proses peningkatan kesejahteraan penduduk Indonesia.

Investasi langsung luar negeri merupakan salah satu penggerak motor

pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak masa pemerintahan orde baru hingga


46

kini. Selain salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi investasi

langsung juga saling berpengaruh terhadap beberapa variabel makro penting

seperti tingkat suku bunga, inflasi, dan nilai tukar dan investasi langsung juga

sangat dipengaruhi oleh inklusi keuangan.

Penelitian ini akan menjelaskan mengenai pengaruh Pendapatan Pajak,

PDB, Inflasi,Tarif Pajak, dan FDI (penanaman modal asing) terhadap Inklusi

Keuangan. Kerangka berfikir teoritis penelitian ini disajikan pada Gambar 3.1

Pendapatan
pajak (X1)
pajak
Inklusi Keuangan Data World PDB (X2)
(Y) bank
2014- 2019
Inflasi (X3)

Tabungan dan Kredit Tarif pajak


bank BPR (X4)
konvensional
Sulawesi Tenggara
tahun 2014-2019 FDI (X5)

Analisis regresi
Berganda

Sampel Non Probability


Sampling dengan
pendekatan purposive
sampling

Pengaruh Pendapatan Pajak,


PDB, Inflasi, Tarif Pajak, FDI
terhadap Inklusi Keuangan di
Indonesia

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Berfikir

Adapun Gambar Kerangka Konseptual penelitian ini dapat dilihat sebagai


47

Berikut:

Tabungan dan Kredit Penerimaan pajak


tahun 2014 - 2019 PDB
Inflasi
Tariff Pajak
Foreign Direct
Investment (FDI)

Analisis
Regresi
Berganda

Gambar 3.2 Bagan Kerangka Konseptual

3. 2 HIPOTESIS

Berdasarkan kerangka berfikir dan landasan teori dari penelitian yang telah

diuraikan sebelumnya, maka dibuat hipotesis penelitian sebagai berikut :

Berdasarkan jurnal internasional, Makalah ini menggunakan tiga kategori

berbeda dari pendapatan pajak selain pajak total pendapatan seperti pendapatan

pajak perusahaan, pendapatan pajak pendapatan, dan pendapatan pajak

langsung. Hasilnya menunjukkan hubungan yang signifikan dan positif antara

inklusi keuangan dan penerimaan pajak. Beberapa ahli memiliki pandangan

yang berbeda terhadap sector keuangan dan pembangunan ekonomi.

Menurut Schumpter (1911) bank yang berfungsi dengan baik dapat

meningkatkan inovasi yang selanjutnya akan meningkatkan kemajuan teknologi,

kemajuan teknologi tersebut dicapai melalui inovasi dari pengusaha, namun

menurut Robinson (1952) para pengusaha yang memicu sektor perbankan


48

tumbuh. Sementara Pembanguan sektor keuangan telah menjadi faktor

penting terhadap pembangunan ekonomi suatu negara. Hadirnya sektor

keuangan akan mengefisiensi proses pembangunan melalui mobilisasi

modal. Mobilisasi modal kepada pihak produktif akan menciptakan

kesempatan kerja, dan pemerataan pendapatan Sehingga ada pengaruh yang

positif antara variabel PDB terhadap Inklusi Keuangan di Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh Mbutor dan Uba (2013) menganalisis dampak

inklusi keuangan terhadap kebijakan moneter di Nigeria pada tahun 1980- 2012.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan inklusi keuangan dapat

meningkatkan efektivitas kebijakan moneter. Secara khusus ada hubungan yang

kuat tapi negatif antara tingkat inflasi dan kredit dari bank komersial yang dimiliki

masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa semata-mata jumlah kredit yang

ditawarkan akan meningkatkan investasi dan meredam inflasi.

Berdasarkan hasil penelitian, insentif pajak telah menjadi fungsi ukuran

perusahaan. Perusahaan besar cenderung memiliki tarif pajak efektif tinggi

karena mereka cenderung mendapatkan insentif pajak lebih sedikit daripada

perusahaan kecil (Sansing,1998; Holland, 1998; Desai, 2003). Namun Hanlon

berpendapat ukuran perusahaan berkorelasi negatif dengan tarif pajak efektif

karena perusahaan besar memiliki kekuatan politik untuk mendapatkan

insentif pajak.

H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Pendapatan Pajak, PDB,

Inflasi, Tarif Pajak, dan Foreign direct Investment (FDI) terhadap Inklusi

keuangan di Indonesia.

HI : Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara Pendapatan Pajak, PDB,

Inflasi, Tarif Pajak, dan Foreign direct Investment (FDI) terhadap Inklusi

keuangan di Indonesia.
49

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Hal ini sesuai dengan

pendapat Creswell (2014) yang menyatakan penelitian kuantitatif merupakan

pendekatan untuk menguji teori objektif dengan menguji hubungan antar

variabel. Variabel ini, pada gilirannya, dapat diukur dengan menggunakan

instrumen, sehingga data jumlah dapat dianalisis dengan menggunakan

prosedur statistik. jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder. Menurut Sugiyono, (2014:131) data sekunder adalah sumber data

penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara

(diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data yang digunakan berupa database

world bank periode 2014 - 2020, yang meliputi data pendapatan pajak, PDB,

Inflasi, tariff pajak, dan FDI yang diperoleh dari situs The Global Findex melalui

internet. Yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah database world bank

dari tahun 2014 - 2019.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


Karena jenis data ini merupakan data sekunder dimana data tabungan

dan kredit diperoleh dari data perbankan Bank BPR konvensional situs resmi

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) , adapun variabel independen diambil dari

database world bank periode 2014 – 2019. Penelitian ini direncanakan akan

dilaksanakan dari bulan Desember - Januari 2022.

4.3. Jenis Data

jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Menurut Sugiyono, (2014:131) data sekunder adalah sumber data penelitian

yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh
50

dan dicatat oleh pihak lain). Data tabungan dan kredit diperoleh data perbankan

bank BPR konvensional situs resmi dari OJK. Kemudian variabel independen

digunakan data berupa database world bank periode 2014 - 2020, yang meliputi

data pendapatan pajak, PDB, Inflasi, tariff pajak, dan FDI yang diperoleh dari

situs The Global Findex melalui internet. Yang menjadi sampel pada penelitian ini

adalah database world bank dari tahun 2014 - 2020.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2010) menyatakan bahwa teknik pengumpulan data

merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan

utama dari penelitian adalah untuk mendapatkan data. Dalam rangka untuk

mendukung obyektivitas analisis dan pembahasan masalah yang diteliti, penulis

melakukan pengumpulan data atau informasi sebagai bahan penelitian melalui

cara-cara, sebagai berikut:

1. Dokumentasi

Hamidi (2004) menyatakan bahwa teknik atau metode dokumentasi

adalah informasi yang berasal dari catatan penting baik itu dari lembaga atau

organisasi maupun perorangan. Sugiyono (2013) menyatakan bahwa

dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental

dari seseorang. Teknik pengumpulan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu

teknik dokumentasi, yaitu melakukan penghimpunan atas data-data

sekunder untuk mendapatkan data yang mendukung penelitian ini.

4.5. Instrumen Pengumpulan Data

Sugiyono (2010) menyatakan bahwa instrument penelitian adalah suatu

alat yang digunakan dalam melakukan pengukuran kejadian (variabel

penelitian) alam maupun sosial yang diamati. Sanjaya (2011) menyatakan

bahwa instrument penelitian adalah alat yang dapat digunakan untuk


51

mengumpulkan data atau informasi penelitian. Berdasarkan uraian diatas maka

dapat disimpulkan bahwa instrument dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.

4.6. Teknik Analisis Data

Bogdan dan Taylor dalam Meleong (2004) menjelaskan bahwa

Teknik analisa data adalah proses yang merinci dan mendetailkan usaha secara

formal dari peneliti untuk menemukan tema dan merumuskan gagasan dan

hipotesis yang disarankan oleh data dan sebagai upaya dalam memberikan

bantuan pada tema dan idea atau hipotesis tersebut. Teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis regresi berganda.

Analisis regresi berganda adalah suatu metode untuk meramalkan nilai

pengaruh dua variabel independen atau lebih terhadap satu variabel dependen.

Lebih mudahnya yaitu untuk membuktikan ada tidaknya hubungan antara dua

variabel atau lebih dari dua variabel independen X1, X2, X3,....,Xi terhadap satu

variabel terikat Y. Persamaan umum analisis regresi adalah:

Dimana:

Y= Variabel dependen

= Parameter

X= Variabel Independen

= Error

Menurut Drapper dan Smith (1992) hubungan antara satu variabel

dependen dengan satu atau lebih variabel independen dapat dinyatakan dalam

regresi linier berganda. Hubungan tersebut dapat dinyatakan secara umum

sebagai berikut:

𝑌𝑖 = 𝛽0+ 𝛽𝑖𝑋𝑖1 + 𝛽2𝑋𝑖2 +... + 𝛽𝑘𝑋𝑖𝑘 + 𝜀𝑖

Dimana :
52

𝑌𝑖: variabel dependen untuk pengamatan ke i = 1,2,...,n.

𝛽0,1,...,𝛽𝑘 : parameter

𝑋𝑖1 ,2 ,...,𝑋𝑖𝑘 : variabel independen

𝜀 : sisaan (𝜀) untuk pengamatan ke i

1. Uji F  

Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara

bersama-sama (simultan) terhadap variabel terikat. Signifikan berarti hubungan

yang terjadi dapat berlaku untuk populasi.

Penggunaan tingkat signifikansinya beragam, tergantung keinginan

peneliti, yaitu 0,01 (1%) ; 0,05 (5%) dan 0,10 (10%). Hasil uji F dilihat dalam tabel

ANOVA dalam kolom sig. Sebagai contoh, kita menggunakan taraf signifikansi

5% (0,05), jika nilai probabilitas < 0,05, maka dapat dikatakan terdapat pengaruh

yang signifikan secara bersama-sama antara variabel bebas terhadap variabel

terikat. Namun, jika nilai signifikansi > 0,05 maka tidak terdapat pengaruh yang

signifikan secara bersama-sama antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

Uji F bisa dilakukan dengan bantuan software SPSS, apabila ingin mempelajari

Langkah Uji F dengan Software SPSS 2.1

2. Uji t

Uji t digunakan untuk menguji secara parsial masing-masing variabel. Hasil uji t

dapat dilihat pada tabel coefficients pada kolom sig (significance).  Jika

probabilitas nilai t atau signifikansi < 0,05, maka dapat dikatakan bahwa terdapat

pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial. Namun,

jika probabilitas nilai t atau signifikansi > 0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak

terdapat pengaruh yang signifikan antara masing-masing variabel bebas


53

terhadap variabel terikat. Sama halnya dengan Uji F, Uji t juga bisa dilakukan

dengan bantuan software SPSS, apabila ingin mempelajari Langkah Uji t dengan

Software SPSS 21.

3. Koefisien Determinasi (Adjusted R Square)

Uji ini bertujuan untuk menentukan proporsi atau persentase total

variasi dalam variabel terikat yang diterangkan oleh variabel bebas. Apabila

analisis yang digunakan adalah regresi sederhana, maka yang digunakan adalah

nilai R Square. Namun, apabila analisis yang digunakan adalah regresi

bergenda, maka yang digunakan adalah Adjusted R Square.

Hasil perhitungan Adjusted R2 dapat dilihat pada output Model

Summary. Pada kolom Adjusted R2 dapat diketahui berapa persentase yang

dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat.

Sedangkan sisanya dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang

tidak dimasukkan dalam model penelitian.


54

Anda mungkin juga menyukai