Anda di halaman 1dari 49

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH PENDAPATAN PAJAK, PDB, INFLASI, TARIF PAJAK,


DAN FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) TERHADAP INKLUSI
KEUANGAN DI INDONESIA

DISUSUN OLEH:

JUWITA

G2E1 19 023

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS ILMU EKONOMI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021/2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Akses terhadap produk dan layanan keuangan telah menjadi kebutuhan yang
sangat penting bagi masyarakat modern. Alasannya adalah karena ketersediaan
akses tersebut memungkinkan individu atau organisasi untuk melakukan beragam
transaksi keuangan, baik yang bersifat produktif maupun konsumtif. Kemudahan
akses keuangan memungkinkan transaksi berlangsung dengan cepat, sehingga
volume transaksi keuangan menjadi lebih besar, dan demikian pula sebaliknya.

Di tingkat mikro, transaksi keuangan yang bersifat produktif dapat


menciptakan kesempatan kerja dan memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk meningkatkan pendapatannya. Di tingkat makro, akumulasi transaksi
keuangan akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator jasa keuangan di Indonesia


mendefinisikan inklusi keuangan sebagai “ketersediaan akses pada berbagai
lembaga, produk dan layanan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.”
The United Nations Millenium development Goal Summit 2010 mendefiniskan
inklusi keuangan sebagai layanan keuangan yang dimkasud harus disediakan
secara tanggung jawab dan berkelanjutan, serta berada di dalam lingkungan
regulasi yang kondusif.

Ada hampir 1,2 miliar masyarakat dewasa yang secara finansial termasuk di
dalam dunia sejak 2011. Menurut database Global Findex, ada 1.2 miliar
masyarakat dewasa yang telah memiliki akun sejak 2011, termasuk 515 juta sejak
2014. Antara 2014 dan 2017, bagian orang dewasa dengan akun di lembaga
keuangan atau melalui ponsel layanan digital naik secara global dari 62 persen
menjadi 69 persen. Peningkatan ini pesat dalam inklusi keuangan menghasilkan
sejumlah besar pendapatan ke dalam ekonomi global, yang menciptakan berbagai
peluang dan tantangan yang perlu dipersiapkan oleh negara-negara (Sarma, 2008;
Cull et al., 2012; Blackburn et al., 2012; Bose et al., 2012; Capasso dan Jappelli,
2013; Park dan Mercado, Jr., 2015; Maherali, 2017).

Ketika orang menjadi lebih termasuk secara finansial dan pendapatan mereka
tumbuh dari waktu ke waktu, ini akan meningkatkan pajak mereka kontribusi
kepada pemerintah. Dalam hal ini, saat dunia bergerak menuju inklusi keuangan,
penting bagi pembuat kebijakan memanfaatkan situasi ini untuk meningkatkan
pendapatan pajak mereka. Pemungutan pajak dan penegakan hukum pajak sulit
untuk ditegakkan baik negara maju dan berkembang. Jadi, pajak meningkat
pendapatan merupakan perhatian utama para pembuat kebijakan. Pembuat
kebijakan bisa meningkatkan pendapatan secara langsung dengan memperhatikan
faktor penentu akun penghasilan pajak.

Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan suatu indikator yang amat penting
dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi, hal ini dikarenakan
PDB mencerminkan kondisi perekonomian suatu negara. Banyak faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan PDB suatu negara, salah satunya yaitu pembangunan
sektor keuangan. Pembangunan sektor keuangan, terutama sektor perbankan,
dapat meningkatkan akses dan penggunaan jasa perbankan oleh masyarakat
sehingga dapat mendorong pertumbuhan PDB (Cheng & Degryse, 2010). Dengan
terbukanya akses terhadap jasa keuangan, diharapkan masyarakat akan
memanfaatkan kesempatan tersebut untuk meningkatkan pendapatan mereka
melalui pinjaman kredit untuk kegiatan produktif. Kurangnya akses terhadap jasa
keuangan menyebabkan terjadinya ketimpangan pendapatan dan pembangunan
ekonomi yang lambat (Allen, dkk 2012). Hal ini dikarenakan, masyarakat miskin
yang tidak mengakses perbankan harus mengandalkan tabungannya untuk
investasi sedangkan pengusaha kecil harus mengandalkan laba demi kelangsungan
usahanya, sehingga akan memperlambat kinerja perekonomian.

Inflasi mendapat perhatian khusus dalam perekonomian Indonesia. Setiap


kali ada distorsi di masyarakat, politik atau ekonomi, orang selalu mengaitkannya
dengan inflasi. Tingkat inflasi yang rendah dan stabil akan menjadi inflasi
stimulator pertumbuhan ekonomi.

Inflasi perlu dikendalikan karena ini menjadi salah satu perhatian


pemerintah karena beberapa alasan Pertama, inflasi memperburuk distribusi
pendapatan (menjadi tidak seimbang). Kedua, inflasi menyebabkan berkurangnya
tabungan domestik yang merupakan sumber dana investasi bagi negara-negara
berkembang. Ketiga, inflasi mengakibatkan terjadinya defisit neraca perdagangan
serta meningkatkan besarnya utang luar negeri. Keempat, inflasi dapat
menimbulkan ketidakstabilan politik.

Menurut pandangan monetaris penyebab utama inflasi adalah kelebihan


penawaran uang dibandingkan yang diminta oleh masyarakat. Sedangkan
golongan non monetaris, yaitu keynesian, tidak menyangkal pendapat pandangan
monetaris tetapi menambahkan bahwa tanpa ekspansi uang beredar, kelebihan
permintaan agregat dapat saja terjadi jika terjadi kenaikan pengeluaran konsumsi,
investasi, pengeluaran pemerintah atau ekspor netto. Dengan demikian inflasi
dapat disebabkan oleh faktor - faktor moneter dan non moneter (Gunawan, 1995).
Selanjutnya pandangan tentang inflasi disempurnakan dengan munculnya teori
ekspektasi, yang mengungkapkan bahwa para pelaku ekonomi membentuk
ekspektasi laju inflasi berdasarkan ekspektasi adaptif dan ekspektasi rasional.

Indonesia disinyalir akan menurunkan pajak penghasilan badan hingga


18%. Wacana ini dalam rangka untuk mencegah investor dalam negeri membawa
dananya berinvestasi di luar negeri. Hal ini juga terkait dengan adanya kompetisi
pajak antar negara ASEAN. Namun hingga saat ini, tarif pajak penghasilan badan
di Indonesia masih belum diturunkan. Saat ini tarif pajak penghasilan badan yang
berlaku di Indonesia adalah 25%. Tarif ini secara global masih terbilang rendah,
karena masih banyak negara di dunia yang memiliki tarif pajak penghasilan
badan di atas 30%. Namun untuk kawasan ASEAN sendiri Indonesia terbilang
masih tinggi.
Maraknya penurunan tarif pajak penghasilan badan di berbagai negara,
ASEAN khususnya, mau tidak mau membuat pemerintah Indonesia harus melirik
tarif yang berlaku saat ini. Sebab penurunan tarif di negara lain akan menarik
perusahaan-perusahaan multinasional untuk berinvestasi di luar negeri guna
menurunkan beban pajak. Penanaman investasi di luar negeri merupakan salah
satu bentuk strategi pengurangan pajak yang dimanfaatkan oleh perusahaan
multinasional. Jika Indonesia masih tetap bertahan dengan tarif 25% tersebut,
maka Indonesia akan menjadi negara di ASEAN dengan tarif pajak tertinggi.
Bahkan, meskipun dengan diterapkannya tax amnesty, tetap tidak akan membuat
wajib pajak jera untuk menginvestasikan uang mereka keluar negeri daripada di
Indonesia. Perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
multinasional, telah menyebabkan rendahnya beban pajak yang mereka bayar.
Sehingga efektifnya tarif pajak yang menjadi beban wajib pajak tidak lagi sebesar
tarif yang berlaku atau dikenal dengan isitlah Statutory Tax Rate (STR).

Ketidakstabilan sistem moneter akhir-akhir ini sangatlah mengkhawatirkan


perekonomian Indonesia, peran aktif pemerintah dalam mengatasi hal ini
sangatlah diharapkan oleh seluruh masyarakat Indonesia, mengingat bahwa
moneter yang terjadi sangatlah berpengaruh besar terhadap pelaksanaan
pembangunan. Dalam pengambilan kebijakan moneter, pemerintah diharapkan
dapat mencegah dan mengendalikan tingkat inflasi, tingkat ekspor, serta
terpeliharanya keseimbangan neraca perdagangan. Masalah tinggi rendahnya
inflasi akan menjadi faktor penting yang menjadi pertimbangan para investor
asing untuk menanamkan modal di Negara lain, karena hal ini akan berpengaruh
terhadap meningkatnya biaya produksi yang mesti dikeluarkan terutama bagi
investor yang bahan bakunya berasal dari Negara yang dituju. (Rusdin, 2002 : 2-
10)

Investasi langsung dari luar negeri merupakan salah satu variabel penting
dalam mempercepat proses peningkatan kesejahteraan penduduk Indonesia.
Investasi langsung luar negeri merupakan salah satu penggerak motor
pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak masa pemerintahan orde baru hingga kini.
Selain salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi investasi langsung juga
saling berpengaruh terhadap beberapa variabel makro penting seperti tingkat suku
bunga, inflasi, dan nilai tukar dan investasi langsung juga sangat dipengaruhi oleh
inklusi keuangan.

Tabel 1.1 data Pendapatan Pajak, PDB, Inflasi, Tarif Pajak, dan
Foreign Direct Investment tahun 2011 – 2013

N VAR Series Series Code Country Countr DATA


O IA Name Name y Code SOU
BEL 2011 2012 2013
1. TR Tax GC.TAX.TOTL Indonesia IDN 11,29 10,84 10,75 IMF,Government
.GD.ZS Yearbook and dat
Revenue
Bank and OECD G
2. GDP GDP per NY.GDP.PCAP Indonesia IDN 10,06 10,27 10,24 IMF,Government
capita, PPP .PP.CD
Yearbook and data
(current
international
$)

3. INF Inflation, FP.CPI.TOTL.Z Indonesia IDN 6,41 6,39 6,36 IMF,Government


Consumer G
Yearbook and data
Prices
(annual %)

4. TARI Tariff rate, TM.TAX.MRC Indonesia IDN 2,6 2,5 2,4 World Bank staf
F applied, H.SM.AR.ZS the World Integrat
simple system, based on
mean, all Nations Conferen
products Development's Tr
(%) Information Sys
database and th
Organization’s (W
Data Base (IDB)
Tariff Schedules (C

5. CF Foreign BX.KLT.DINV. Indonesia IDN 2,55 2,82 2,30 International M


direct WD.GD.ZS International Finan
investment, Balance of Pay
net inflows World Bank, In
(% of GDP) Statistics, and W
OECD GDP estim

SUMBER : WORLD BANK DATA


Berdasarkan tabel diatas Dapat dilihat bahwa dari ke lima variable diatas
yaitu, pendapatan pajak, Product Domestik Bruto (GDP), Inflasi, Tarif pajak, dan
Foreign Direct Investment (FDI) terjadi penurunan dari tahun 2013 – 2016.
Namun, dilihat dari jurnal internasional yaitu peningkatan inklusi keuangan dan
indikator pembangunan di Indonesia. Dimana OJK selaku regulator jasa keuangan
di Indonesia telah melakukan dua kali survei nasional literasi dan inklusi
keuangan, yaitu ditahun 2013 dan 2016. Hasil survey OJK cukup
menggembirakan, dimana tingkat literasi keuangan mengalami peningkatan dari
21,84 persen ditahun 2013 menjadi 29,66 persen ditahun 2016 sedangkan tingkat
inklusi keuangan dari 59,74 persen menjadi 67,82 persen pada periode yang sama.
Hal ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
Pengaruh Pendapatan Pajak, Produk Domestk Bruto (GDP), Inflasi, Tarif Pajak,
Foreign Direct Investment (FDI) terhadap Inklusi keuangan di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka adapun rumusan masalah dalam


penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh pendapatan pajak terhadap Inklusi Keuangan di
Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Bruto (GDP) terhadap Inklusi
Keuangan di Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh Inflasi terhadap Inklusi Keuangan di Indonesia?
4. Bagaimana pengaruh Tarif Pajak terhadap Inklusi Keuangan di Indonesia?
5. Bagaimana pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) terhadap Inklusi
Keuangan di Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari latar belakang diatas adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan pajak terhadap Inklusi Keuangan
di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh GDP terhadap Inklusi Keuangan di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui pengaruh Inflasi terhadap Inklusi Keuangan di
Indonesia.
4. Untuk mengetahui Tarif Pajak terhadap Inklusi Keuangan di Indonesia.
5. Untuk mengetahui pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) terhadap
Inklusi Keuangan di Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Hal-hal yang diperoleh dari penelitian tentang Pengaruh Pendapatan Pajak,
Produk Domestik Bruto (GDP), Inflasi, Tarif Pajak, dan Foreign Direct
Investment (FDI) terhadap Inkusi Keuangan di Indonesia diharapkan dapat
bermanfaat bagi pihak-pihak terkait dengan permasalahan yang penulis teliti.
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini diantaranya adalah:
1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pemahaman tentang Pendapatan Pajak, Product Domestik Bruto (GDP),
Inflasi, Tarif Pajak, Foreign Direct Investment (FDI) terhadap Inklusi
Keuangan di Indonesia.
2. Bagi para pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
salah satu bahan pertimbangan dan masukan dalam upaya peningkatan
Pendapatan Pajak, Product Domestik Bruto (GDP), Inflasi, Tarif Pajak,
Foreign Direct Investment (FDI) sehingga berpengaruh positif terhadap
Inklusi Keuangan di Indonesia.
3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pengetahuan mengenai permasalahan dan memahami seberapa besar
pengaruh Pendapatan Pajak, Product Domestik Bruto (GDP), Inflasi, Tarif
Pajak, Foreign Direct Investment (FDI) terhadap Inklusi Keuangan di
Indonesia.
4. Bagi pihak lain, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kepustakaan
dan sumber informasi tambahan dalam melakukan penelitian-penelitian
selanjutnya dengan mengangkat tema yang sama atau dengan menambah
beberapa variable lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LANDASAN TEORI
2.1.1 Pendapatan Pajak
Menurut jurnal kajian Ekonomi dan keuangan (2019) Penerimaan pajak
adalah penerimaan dari Pajak Penghasilan (pajak langsung) dan Pajak
Pertambahan Nilai (pajak tidak langsung). Pajak penghasilan adalah pajak yang
dikenakan atas penghasilan yang diperoleh atau diperoleh dalam tahun pajak.
Penghasilan kena pajak adalah penghasilan dalam arti luas atau penghasilan yang
mendunia, yaitu pajak yang dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomi
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari mana saja asalnya dapat digunakan
untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak. Pajak penghasilan
termasuk pajak penghasilan badan dan pajak penghasilan orang pribadi
(Uppal,2003) & (Direktorat Jenderal Pajak, 2013). Tarif pajak yang dikenakan
pada Penghasilan Kena Pajak untuk PPh badan adalah 28% tetapi untuk PPh
orang pribadi tergantung pada lapisan penghasilan kena pajak, berkisar antara 5%
sampai dengan 30%. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak atas konsumsi
barang dan jasa di dalam negeri.
Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Penerimaan pajak adalah semua penerimaan yang terdiri dari Pajak Dalam Negeri
dan Pajak Perdagangan Internasional. Pajak Dalam Negeri adalah semua
penerimaan negara yang berasal dari Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai
dan Jasa, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea
Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan, Cukai, dan Pajak Lainnya. Pajak
Perdagangan Internasional adalah semua penerimaan yang berasal dari bea masuk
dan pajak ekspor.

2.1.2 Jenis Pajak

Ditinjau dari segi lembaga pemungut pajak, pajak dapat dibagi dua jenis,
yaitu:

1. Pajak Negara, sering disebut juga sebagai pajak pusat yaitu pajak yang
dipungut oleh Pemerintah Pusat, terdiri atas Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Bea Materai, Bea Masuk dan Cukai.
2. Pajak Daerah, sesuai UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi
Daerah. Pajak Daerah terdiri dari :
a. Pajak Provinsi, yang terdiri dari Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik
Nama
Kendaraan Bermotor. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air
Permukaan, Pajak Rokok.
b. Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak
Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan, Pajak Mineral Bukan Logam
dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan.
Berdasarkan instansi pemungutnya, pajak digolongkan menjadi 2 jenis,
yaitu:
1. Pajak Daerah (Lokal)

Pajak daerah merupakan pajak yang dipungut pemerintah daerah dan


terbatas hanya pada rakyat daerah itu sendiri, baik yang dipungut Pemda Tingkat
II maupun Pemda Tingkat I. Contohnya pajak hotel, pajak hiburan, pajak
restoran, pajak kendaraan bermotor, BPHTB, PBB (perdesaan dan perkotaan), dan
pajak daerah lainnya. 

2. Pajak Negara (Pusat)


Pajak negara merupakan pajak yang dipungut pemerintah pusat melalui
instansi terkait, yakni DJP. Contohnya: PPN, Pajak Penghasilan (PPh), PPnBM,
bea meterai, PBB (perkebunan, perhutanan, dan pertambangan).
Berdasarkan sifatnya, pajak digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Pajak Objektif

Pajak objektif adalah pajak yang pengambilannya berdasarkan objeknya


tanpa memperhatikan keadaan maupun kondisi wajib pajak bersangkutan. Pajak
objektif dikenakan pada setiap Warga Negara Indonesia (WNI) apabila
penghasilan yang dimiliki telah memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang
yang berlaku. Pajak objektif meliputi beberapa golongan. Pertama, pihak yang
menggunakan alat atau benda kena pajak. Kedua, pajak yang berkaitan dengan
kekayaan yang dimiliki, kepemilikan barang-barang mewah, dan pemindahan
harta dari Indonesia ke negara lain. Contohnya: pajak impor, pajak kendaraan
bermotor, bea meterai, dan masih lainnya. 

2. Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah pajak yang pengambilannya berdasarkan subjeknya.
Pada dasarnya setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah Indonesia memiliki
kewajiban untuk membayar pajak. Namun, khusus bagi warga negara asing,
apabila memiliki keterkaitan secara ekonomis dengan Indonesia (contohnya
menjadi pengusaha di Indonesia), maka juga dikenakan kewajiban pajak
Contohnya pajak kekayaan dan pajak penghasilan.

2.1.3 Sistem pemungutan pajak.


Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia antara lain:

1. Oficial Assessment System. 

Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pemerintah


untuk menentukan besarnya pajak yang terutang kepada wajib pajak. Dalam hal
ini pemerintah mempunyai wewenang penuh untuk menentukan besarnya pajak
terutang dengan mengeluarkan surat ketetapan dan wajib pajak hanya bersifat
pasif.

2. With Holding System.

Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pihak ketiga


selain pemerintah dan wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak.

3. Self Holding System. 


Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada wajib pajak
untuk menentukan besarnya pajak terutang. Dalam sistem ini wajib pajak
mempunyai wewenang dalam menentukan sendiri besarnya pajak terutang,
sehingga wajib pajak mempunyai peran aktif mulai dari menghitung, menyetor,
dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Sedangkan peran pemerintah
hanyalah mengawasi dan tidak mempunyai hak untuk campur tangan.

2.1.4 pengertian produk domestic Bruto (GDP)

Produk domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP)


merupakan ringkasan aktivitas ekonomi yang dinyatakan dalam satuan uang suatu
Negara selama periode waktu tertentu (Mankiew: 2006). Peningkatan PDB
mengambarkan kondisi perekonomian yang sedang baik, sebaliknya penurunan
PDB menggambarkan keadaan perekonomian sedang lesu. Terdapat tiga
pendekatan untuk mengukur PDB yaitu pendekatan pengeluaran ( expenditure
approach), pendekatan pendapatan ( income approach), dan pendekatan produksi
(Nanga, 2005).

Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP)


merupakan suatu perhitungan dari keseluruhan nilai suatu barang dan jasa yang
dapat diproduksi suatu negara dalam periode tertentu (biasanya satu tahun) yang
juga digunakan untuk dapat mengukur tingkat kemampuan perekonomian negara.

Hasil pengukuran tersebut dapat mencerminkan kinerja ekonomi, sehingga


semakin tinggi PDB atau GDB sebuah negara maka akan semakin baik kinerja
ekonomi di negara tersebut.

Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) ini
merupakan sebuah indikator tingkat pertumbuhan ekonomi di suatu negara.
Kegiatan perekonomian di suatu negara yang akan menghasilkan suatu barang dan
jasa yang diproduksi oleh warga negaranya, perusahaan negara dan sebuah
perusahaan swasta.
Berikut dibawah ini pengertian PDB menurut para ahli:

1. Menurut Wijaya

PDB adalah nilai uang yang dikalkulasikan berdasarkan harga pasar


seluruh barang dan juga jasa yang dihasilkan oleh perekonomian dalam kurun
waktu satu tahun. PDB juga dapat ditafsirkan sebagai nilai akhir barang dan jasa
yang dihasilkan oleh negara dalam waktu satu tahun.

2. Menurut Sukirno

PDB adalah nilai barang dan jasa di sebuah negara yang diproduksi oleh
faktor produksi dalam waktu satu tahun. Baik oleh produksi yang dimiliki oleh
negara di luar negeri, sementara di wilayah yang sama negara.

3. Menurut Samuelson

PDB adalah jumlah total output yang dihasilkan pada batas teritorial
negara dalam satu tahun. PDB berfungsi untuk mengukur nilai layanan dan barang
yang diproduksi di wilayah negara tanpa membedakan status kewarganegaraan
dalam periode negara tertentu.

4. Menurut Herlambang

Warga yang bekerja di negara lain bukan bagian dari PDB dimana warga
berasal. Namun, ia adalah bagian dari PDB negara tempat ia bekerja.

2.1.5 Fungsi Produk Domestik Bruto (PDB)

Berikut dibawah ini fungsi PDB, yaitu:

1. PDB ini dapat dihitung berdasarkan jumlah nilai tambah yang dihasilkan
oleh seluruh aktivitas manufaktur dalam perekonomian. Ini, serta
peningkatan PDB, dapat mencerminkan peningkatan layanan pada faktor
produksi yang digunakan dalam proses produksi.
2. PDB dapat dihitung berdasarkan konsep aliran Edaran. Artinya, dalam
penghitungan PDB termasuk nilai produk yang dapat diproduksi pada
jangka waktu tertentu. Perhitungan ini juga tidak berkaitan dengan
perhitungan pada periode sebelumnya. Dengan menggunakan konsep daya
dalam penghitungan PDB, jumlah produksi tahun ini dapat dibandingkan
dengan tahun sebelumnya.
3. Batas perhitungan PDB adalah di negara (ekonomi domestik). Mungkin
untuk mengukur sejauh mana kebijakan ekonomi diterapkan oleh
pemerintah atau untuk mendorong kegiatan ekonomi domestik yang
berbeda.

2.1.6 Komponen – Komponen PDB

Berikut dibawah ini merupakan komponen PDB, yaitu:

1. Konsumsi

Menghitung konsumsi individu dan rumah tangga untuk beberapa jenis


barang, seperti:

a. Layanan yaitu konsumsi untuk layanan jasa. Misalnya (layanan dokter)


b. Barang tidak tahan lama adalah barang yang dikonsumsi dan habis
secara langsung. Misalnya (pakaian, makanan dan minuman, dll.)
c. Barang tahan lama adalah barang yang tidak cepat rusak dan memiliki
rentang hidup relatif atau minimal lebih dari 3 tahun. Misalnya
(kendaraan, elektronik, dll)

2. Investasi
Investasi menyediakan pembelian barang yang akan digunakan di masa
depan untuk produksi barang dan jasa. Pembelian barang yang merupakan
investasi yang merupakan pembelian peralatan, bangunan dan persediaan.

3. Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran publik memperhitungkan semua pengeluaran oleh pemerintah


daerah dan pusat untuk pembelian barang dan jasa. Misalnya, untuk membayar
gaji pegawai negeri. Namun, pengeluaran publik tidak termasuk dalam
penyediaan bantuan negara, karena pengeluaran tersebut tidak menyediakan
barang atau jasa.

4. Ekspor Bersih atau Ekspor Neto

Export bersih memperhitungkan selisih antara pembelian barang lokal oleh


warga negara asing (Export) dengan pembelian barang asing yang dibuat oleh
warga lokal (Import).

2.1.7 Jenis – jenis PDB

Menurut McEachern (2000:146), ada dua jenis produk domestik bruto


(PDB), termasuk:

1. Produk Domesti Bruto (PDB) Ril/Harga Tetap

Produk domestik bruto/harga tetap adalah total nilai harga barang dan jasa
yang dihasilkan oleh suatu negara selama periode tertentu (biasanya satu tahun)
dan dinilai berdasarkan harga yang berlaku dalam batas waktu yang ditentukan.

2. Produk Domestik Bruto (PDB) Nominal/Harga Berlaku

Produk/harga domestik nominalgross berlaku, ini adalah total nilai barang


dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam jangka waktu tertentu dan
dinilai berdasarkan harga yang berlaku pada saat penilaian.
2.1.8 Pengertian Inflasi

Menurut venieris dan sebold (Gunawan,1995) mendefinisikan inflasi


sebagai “ a sustainned tendency for general price. Kenaikan harga umum yang
terjadi sekali waktu. Di dalam pengertian tersebut tercakup tiga aspek, yaitu: 1)
Tendency atau kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti
mungkin saja tingkat harga yang terjadi atau aktual pada waktu tertentu turun
atau naik dibanding dengan sebelumnya, tetapi secara umum tetap menunjukkan
kecenderungan meningkat; 2) Sustained. Peningkatan harga tersebut tidak hanya
terjadi pada waktu tertentu atau sekali waktu saja, melainkan secara terus
menerus dan dalam jangka waktu yang lama; dan 3) General level of prices.
Tingkat harga yang dimaksud adalah tingkat harga barang-barang secara umum
sehingga tidak hanya satu macam barang saja.

Menurut Lerner (Gunawan, 1995), inflasi adalah keadaan dimana terjadi


kelebihan permintaan (excess demand) terhadap barang dan jasa secara
keseluruhan. Sedangkan menurut

Sukirno (1998), inflasi merupakan suatu proses kenaikan harga-harga


yang berlaku secara umum dalam suatu perekonomian.

Sementara itu Mankiw (2000) menyatakan bahwa inflasi merupakan


peningkatan dalam seluruh tingkat harga. Hampir semua negara, menjaga inflasi
agar tetap rendah dan stabil adalah tugas bank sentral. Tingkat inflasi yang
rendah dan stabil, akan tercipta pertumbuhan ekonomi yang diharapkan,
perluasan lapangan kerja, dan ketersediaan barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.

2.1.9 Penggolongan Inflasi

Inflasi dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu menurut sifat,


penyebab dan asal inflasi.

1. Jenis inflasi menurut sifat


a. Inflasi ringan (creeping inflation)

Inflasi ringan ditandai dengan laju inflasi yang rendah, biasanya


bernilai satu digit per tahun (kurang dari 10%). Kenaikan harga pada jenis inflasi
ini berjalan secara lambat, dengan persentase yang kecil serta dalam jangka yang
relatif lama.

b. Inflasi menengah (galloping inflation)

Inflasi menengah ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar


(biasanya double digit, yaitu diantara 10% -< 30% per tahun) dan kadang-kala
berjalan dalam waktu yang relative pendek serta mempunyai sifat akselerasi.
Artinya, harga-harga minggu/bulan ini lebih tinggi dari minggu/bulan lalu dan
seterusnya.

c. Inflasi tinggi (hyper inflation)

Inflasi tinggi merupakan inflasi yang paling parah akibatnya. Harga-


harga naik sampai 5 atau 6 kali (lebih dari 30%). Masyarakat tidak lagi
berkeinginan untuk menyimpan uang. Perputaran uang makin cepat, harga naik
secara akselerasi (Nopirin, 1990).

2. Jenis inflasi menurut sebab


a. Demand-pull inflation
Demand pull inflation adalah inflasi yang terjadi karena adanya
kenaikan permintaan agregat (agregate demand, AD), sedangkan produksi telah
berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan
kerja penuh.

b. Cost-push inflation

Cost-push inflation ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya


produksi. Keadaan ini timbul dimulai dengan adanya penurunan dalam
penawaran agregat (aggregate supply, AS) sebagai akibat kenaikan biaya
produksi. Beberapa contoh penyebab inflasi dari sudut penawaran adalah
kenaikan upah pekerja, kenaikan BBM dan kenaikan tarif listrik serta kenaikan
tarif angkutan. Kenaikan variabel-bariabel ini akan menyebabkan kenaikan pada
biaya produksi.

c. Mixed inflation

Dalam prakteknya, jarang sekali dijumpai inflasi dalam bentuk yang


murni, yaitu inflasi karena tarikan permintaan dan inflasi karena penurunan
penawaran yang terjadi secara sendiri-sendiri. Inflasi yang terjadi di berbagai
negara di dunia ini pada umumnya adalah campuran dari kedua macam inflasi
tersebut di atas, atau apa yang biasa disebut sebagai inflasi campuran (mixed
inflation). Inflasi campuran disebabkan karena adanya campuran antara inflasi
tarikan permintaan dengan inflasi dorongan biaya. Sekalipun sering terjadi pada
awalnya yang menimbulkan inflasi adalah murni tarikan permintaan atau
dorongan biaya, namun dapat terjadi setelah gejala inflasi mulai terasa
dampaknya terhadap perekonomian, unsur penyebab timbulnya macam inflasi
yang lainnya mulai ikut bergabung bersama memperbesar laju inflasi.

3. Jenis inflasi menurut asal


a. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation).

Inflasi ini dapat timbul antara lain karena defisit anggaran belanja yang
dibiayai dengan pencetakan uang baru ataupun terjadinya kegagalan panen.

b. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation).

Inflasi ini merupakan inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga


(inflasi) di luar negeri atau di luar negara tersebut. Dalam hubungan ini pengaruh
inflasi dari luar negeri ke dalam negeri dapat terjadi melalui kenaikan harga
barang-barang impor maupun kenaikan harga barang- barang ekspor.

2.1.10 Teori – Teori Inflasi

1. Teori Kuantitas
Menurut teori ini, inflasi hanya dapat terjadi bila ada penambahan
jumlah uang beredar. Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang
beredar dan oleh harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa
mendatang.

Dalam teori kuantitas dikenal dua aliran, yaitu Teori Kuantitas


Tradisional dan Teori Kuantitas Modern. Pada dasarnya Teori Kuantitas
Tradisional merupakan suatu hipotesa mengenai penyebab utama nilai uang atau
tingkat harga. Teori ini menghasilkan suatu kesimpulan bahwa perubahan yang
terjadi dalam nilai uang atau tingkat harga merupakan akibat dari adanya
perubahan jumlah uang beredar.

Bertambahnya jumlah uang beredar dalam masyarakat akan


mengakibatkan nilai uang menurun. Karena menurunnya nilai uang mempunyai
makna yang sama dengan naiknya tingkat harga, maka kesimpulan teoritik yang
dihasilkan oleh teori kuantitas tersebut di atas dapat pula dikatakan bahwa
bertambahnya jumlah uang beredar mempunyai tendensi atau kecenderungan
mengakibatkan naiknya tingkat harga. Demikian pula sebaliknya, berkurangnya
jumlah uang beredar cenderung mengakibatkan turunnya tingkat harga. Dengan
demikian, menurut teori kuantitas tradisional inflasi hanya dapat terjadi apabila
terdapat penambahan jumlah uang beredar.

2. Teori Keynes

Teori Keynes mengenai inflasi memandang bahwa inflasi terjadi karena


masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Dengan kata
lain, proses inflasi merupakan proses perebutan bagian output diantara
kelompok-kelompok masyarakat yang menginginkan bagian yang lebih besar
daripada yang dapat disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini
akhirnya diwujudkan sebagai keadaan dimana permintaan masyarakat akan
barang-barang selalu melebihi jumlah barang yang tersedia atau timbulnya apa
yang disebut sebagai inflationary gap.
Inflationary gap tersebut dimungkinkan, karena masyarakat berhasil
memperoleh dana untuk mewujudkan rencana pembelian mereka menjadi suatu
permintaan yang efektif. Apabila permintaan efektif dari semua golongan
masyarakat melebihi jumlah output yang tersedia, maka harga-harga akan naik.
Inflasi akan berhenti bila masyarakat tidak lagi memperoleh dana untuk
membiayai rencana pembelian mereka pada harga yang berlaku, sehingga
permintaan efektif total tidak melebihi jumlah output yang tersedia (inflationary
gap hilang).

3. Teori Strukturalis

Teori strukturalis menerangkan proses inflasi jangka panjang di negara-


negara sedang berkembang. Menurut teori ini ada beberapa hal yang dapat
menimbulkan inflasi dalam perekonomian negara-negara sedang berkembang
adalah :

a. Ketidakelastisan dari penerimaan ekspor, yaitu nilai ekspor yang


tumbuh secara lamban dibandingkan dengan pertumbuhan pada
sektor-sektor lain. Kelambanan ini disebabkan karena supply atau
produksi barang-barang ekspor yang tidak responsif terhadap
kenaikan harga.
b. Ketidakelastisan dari supply atau produksi bahan makanan di
dalam negeri. Kenaikan bahan makanan ini mendorong kenaikan
upah karyawan, sehingga meningkatkan biaya produksi yang
nantinya akan menaikkan harga barang. Kenaikan harga barang-
barang ini akan menimbulkan kenaikan upah lagi, yang kemudian
diikuti oleh kenaikan harga-harga. Demikian seterusnya, dimana
proses tersebut akan berhenti seandainya harga bahan makanan
tidak terus naik.

2.1.11 Pengertian Tarif Pajak


Tarif pajak merupakan dasar pengenaan besarnya pajak yang harus
dibayar subjek pajak terhadap objek pajak yang menjadi tanggungannya. Tarif
pajak pada umumnya dinyatakakan dengan persentase.

Pengertian tarif pajak menurut para ahli ialah:

a. Menurut Ibrahim Pranoto K (1997:55)

Tarif disebut juga bea atau duty yaitu sejenis pajak yang dipungut atas
barang-barang yang melewati batas negara. Bea yang dibebankan pada impor
barang disebut bea impor atau bea masuk (import tarif, import duty) dan bea yang
dibebankan pada ekspor disebut bea ekspor, sedangkan bea yang dikenakan pada
barang-barang yang melewati daerah pabean negara pemungut disebut bea transitu
atau transit duty.

b. Menurut Sobri (1997:71)

yaitu suatu pembebanan atas barang yang melintasi daerah pabean


(costum area). Daerah pabean adalah suatu daerah geografis, yang mana barang-
barang bebas bergerak tanpa dikenakan cukai (= bea pabean).

c. Menurut Aliminsyah, dkk (2002:290-291)

Mendefinisikan tarif sebagai pengaturan yang sistematik dari bea yang


dipungut atas barang dan jasa yang melewati batas-batas Negara.

Dari pendapat-pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tarif


merupakan pungutan  yang dibebankan untuk semua barang-barang yang
melewati batas negara baik untuk barang yang masuk maupun keluar. Tarif
merupakan salah satu kebijakan pemerintahan dalam mengatasi perdagangan
dalam negeri dan merupakan salah satu devisa negara.

2.1.12 Jenis – Jenis Tarif Pajak


1. Effective Tax Rate

Besarnya beban pajak dihitung dari dasar pengenaan pajak dikalikan


dengan tarif pajak yang berlaku. Tarif pajak yang berlaku adalah berdasarkan
tarif yang telah ditetapkan dalam aturan perpajakan. Tarif pajak yang ditetapkan
dalam peraturan pajak ini dikenal dengan Statutory Tax Rate (STR). Di
Indonesia, STR untuk penghasilan orang pribadi adalah berupa tarif progresif.
Sedangkan tarif pajak penghasilan badan adalah tarif proporsional yaitu 25%
yang berlaku sejak tahun 2010.

Menurut Hassett & Mathur, STR bukanlah ukuran yang baik untuk
melihat daya saing antar perusahaan, sebab STR tidak memperhitungkan luasnya
dasar pengenaan pajak. Untuk membandingkan daya saing antar perusahaan
sebaiknya menggunakan tarif pajak efektif. Dalam banyak penelitian, para ahli
lebih banyak menggunakan tarif pajak efektif. Ruba’I mengatakan bahwa
penggunaan tarif pajak efektif untuk mengukur beban pajak perusahaan memiliki
keuntungan antara lain dapat dibandingkan dengan perusahaan lain dan dapat
dibandingkan dengan tarif pajak efektif tahun-tahun sebelumnya.

Gravelle membedakan tarif pajak atas tiga tipe, yaitu statutory tax rate,
effective tax rate dan marginal effective rate. Setiap tipe tarif pajak memiliki
manfaat dan kerugian masing- masing dan berguna untuk menentukan perilaku-
perilaku tertentu. Statutory tax rate berpotensi untuk mempengaruhi usaha
perusahaan untuk memindahkan laba dengan memanfaatkan pinjaman atau
transfer asset atau produk pada harga tertentu. Tarif pajak efektif lebih cocok
digunakan untuk menentukan beban investasi yang sebenarnya.

2. Cash Effective Tax Rate

Cash Effective Tax Rate (Cash ETR) merupakan salah satu cara untuk
menghitung besaran beban pajak yang sebenarnya dibayar oleh wajib pajak. Cash ETR
dihitung sebagai bentuk rasio pajak yang dibayar secara kas terhadap pendapatan
akuntansi sebelum pajak [2]. Cash ETR digunakan dalam banyak literatur karena dapat
menunjukkan aktivitas penghindaran pajak secara lebih luas, termasuk pemindahan
pendapatan dari negara dengan tarif pajak tinggi ke negara dengan tarif pajak rendah,
investasi pada asset yang menguntungkan secara pajak, mempercepat pengurangan
penyusutan, kredit pajak dan lain sebagainya.

2.1.13 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tarif Pajak Efektif

Tarif pajak efektif lebih disebabkan oleh aktivitas perusahaan, bukan


tarif yang ditetapkan oleh pemerintah. Tarif pajak efektif secara cross section
maupun time series akan berbeda-beda. Variasi atau perbedaan dalam tarif pajak
efektif telah menimbulkan isu ketidaklayakan dan ketidaknetralan dalam sistem
pajak perusahaan (Gupta and Newberry, 1997; Nicodeme, 2001; Buijink et al.,
2002; Janssen, 2005). Salah satu bentuk ketidakadilan dan ketidaknetralan dalam
sistem perpajakan karena adanya insentif dan perlakuan pajak khusus atas
industri tertentu. Adanya ketidakmerataan insentif dan provisi pajak yang
diberikan pada berbagai sektor telah menyebabkan variasi dalam tarif pajak
efektif. Kondisi ini dimanfaatkan oleh beberapa perusahaan untuk melakukan
strategi kompetisi pajak.

Kompetisi pajak dilakukan perusahaan-perusahaan untuk meminimalkan


beban pajaknya. Mereka melakukan tindakan penghindaran pajak dengan
berbagai cara. Penghindaran pajak (tax avoidance) adalah tindakan yang
dilakukan oleh wajib pajak dalam rangka meminimalkan beban pajak
terutang secara legal. Kadang aktivitas penghindaran pajak telah beralih menjadi
aktivitas penggelapan pajak (tax evasion). Penggelapan pajak merupakan
tindakan ilegal dan biasanya melibatkan kecurangan (fraud) atau sengaja
menyembunyikan pendapatan.

Dalam usaha mengurangi beban pajak, perusahaan memanfaatkan


berbagai faktor karakteristik perusahaan. Faktor-faktor tersebut kemudian
menjadi penyebab perbedaan tariff pajak efektif perusahaan. Di antaranya yang
sudah diteliti adalah ukuran perusahaan, leverage, ROA, capital intensity,
inventory intensity, aktivitas luar negeri dan perusahaan multinasional.
Berdasarkan hasil penelitian, insentif pajak telah menjadi fungsi ukuran
perusahaan. Perusahaan besar cenderung memiliki tarif pajak efektif tinggi
karena mereka cenderung mendapatkan insentif pajak lebih sedikit daripada
perusahaan kecil (Sansing,1998; Holland, 1998; Desai, 2003) [10]. Namun
Hanlon berpendapat ukuran perusahaan berkorelasi negatif dengan tarif pajak
efektif karena perusahaan besar memiliki kekuatan politik untuk
mendapatkan insentif pajak.

2.1.14 Pengertian Foreign Direct Investment (FDI)

Menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman


Modal Asing (FDI), di definisikan sebagai berikut; Penanaman modal asing
adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara
Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negeri.

Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa penanaman modal asing


merupakan bentuk usaha yang dilakukan didalam wilayah Negara Republik
Indonesia dengan menggunakan modal yang berasal dari luar negeri maupun
berpatungan dengan modal dalam negeri.

Dijelaskan pula dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 istilah


modal asing. Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing,
perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing,
dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki
oleh pihak asing.

Dari definisi tersebut dapat dimaknai bahwa modal asing merupakan


modal yang dimiliki asing baik berbentuk badan usaha berbadan hukum asing
maupun berbadan hukum Indonesia dengan sebagian atau seluruh modalnya milik
asing. Modal asing juga dapat dikategorikan untuk para pemilik modal asing
perseorangan.

Sedangkan M. Sornarajah memberikan definisi penanaman modal asing


(FDI) sebagai berikut; Penanaman modal asing merupakan transfer modal, baik
yang nyata maupun tidak nyata dari suatu Negara ke Negara lain, tujuannya untuk
digunakan di Negara tersebut agar menghasilkan keuntungan di bawah
pengawasan dari pemilik modal, baik secara total atau sebagian.

2.1.15 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Foreign Direct Investment (FDI)

Investasi dalam bentuk penanaman modal asing (FDI) sangat


bergantung pada elemen-elemen pendukung yang terdapat dalam suatu negara
sebagai tolak ukur keberlangsungan dan berjalannya iklim investasi yang kondusif
sebagai jaminan bagi investor untuk menanamkan modalnya di dalam negeri.

Berikut ini teori para ahli yang membahas faktor-faktor yang


mempengaruhi penanaman modal asing (PMA):

1. Teori Alan M. Rugman

Alan M. Rugman menyatakan bahwa penanaman modal asing


dipengaruhi oleh variabel lingkungan dan variabel internalisasi. Ada tiga jenis
variabel lingkungan yang menjadi perhatian, yaitu ; Ekonomi, non Ekonomi dan
pemerintah.

Variabel ekonomi merupakan elemen paling penting yang menjadi


perhatian bagi para penanam modal. Sedangkan variabel non ekonomi mencakup
kondisi sosial, budaya dan masyarakat dalam suatu negara. Sementara pemerintah
akan selalu diperhatikan oleh investor karena kondisi politis suatu negara akan
sangat menentukan arah kebijakan pemerintah dalam perekonomian. Sementara
variabel lainnya adalah internalisasi yakni keunggulan internal yang dimiliki oleh
perusahaan multinasional.
2. Teori Jhon During

Teori ini merumuskan persyaratan yang terdiri dari tiga hal bila sebuah
perusahaan ingin berkecimpung dalam penanaman modal asing. Pertama,
keunggulan perusahaan yang terdiri dari; teknologi pemilikan, penelitian,
pengembangan, keterampilan manajerial, pemasaran, organisasi perusahaan,
diferensiasi produk, merek dagang, nama, ukuran besar yang menerminkan skala
ekonomi dan keperluan modal. Kedua, keunggulan internalisasi dengan asumsi
kondisi paragraf diatas terpenuhi. Kondisi yang mendukung internalisasi meliputi;
biayanya tinggi dalam membuat kontrak, ketidakpastian pembeli tentang nilai
teknologi yang dijual, keunggulan untuk menggunakan diskriminasi harga.7
Ketiga, keunggulan spesifik negara meliputi; sumber daya alami, kekuatan tenaga
kerja biaya rendah dan efisien serta rintangan perdagangan membatasi impor.

3. Teori David K. Eiteman

Teori ini menjelaskan bahwa Penanaman Modal Asing (FDI) didasari atas
tiga motif, yaitu; Motif strategi, motif perilaku dan motif ekonomi. Motif perilaku
merupakan motif yang dipengaruhi oleh kondisi eksternal perusahaan dan
organisasi sementara motif ekonomi merupakan motif mencari keuntungan baik
dalam jangkan pendek maupun jangka panjang.

2.1.16 Dasar Hukum Foreign Direct Investment (FDI)

Adapun Dasar Hukum dari Penananam Modal Asing di Indonesia adalah


sebagai beikut:

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (PT)

3. Peraturan Presiden RI Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Daftar Bidang


Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di
Bidang Penanaman Modal (Daftar Negatif Investasi/DNI)38
4. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Pedoman Dan Tata Cara Izin Prinsip (IP)
Penanaman Modal.Peraturan kepala Badan Koordinasi.

5. Penanaman Modal Nomor 6 tahun 2018 Tentang Pedoman Dan Tatacara


Perizinan Dan Fasilitas Penanaman Modal.

6. Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018


Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,


mengatur dua macam investasi, yaitu investasi asing dan investasi domestik.
Ketentuan-ketentuan yang mempunyai hubungannya dengan investasi asing,
disajikan berikut ini:

1. Pasal 1 angka 3, angka 6, dan angka 8 tentang Pengertian Penanaman Modal


Asing, Penanam Modal Asing, dan Modal Asing;

2. Pasal 3 tentang Asas dan Tujuan Penanaman Modal;

3. Pasal 4 tentang Kebijakan Dasar Penanaman Modal;

4. Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) tentang Bentuk Badan Usaha;

5. Pasal 6 tentang Perlakuan terhadap Penanaman Modal;

6. Pasal 7 tentang Pemerintah tidak akan Melakukan Tindakan Nasionalisasi atau


pengambilalihan hak;

7. Pasal 8 tentang Kebebasan Mengalihkan Aset;

8. Pasal 9 tentang Tanggung Jawab Hukum yang belum diselesaikan oleh


penanam modal;
9. Pasal 10 tentang Penggunaan Tenaga Kerja, khususnya Tenaga Kerja Asing;
10. Pasal 11 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;

11. Pasal 12 tentang Bidang Usaha;

12. Pasal 15 sampai dengan Pasal 17 tentang Hak, Kewajiban, dan Tanggung
Jawab Penanam Modal;

13. Pasal 18 sampai dengan Pasal 24 tentang Fasilitas Penanaman Modal;

14. Pasal 32 ayat (1) dan ayat (3) tentang Penyelesaian Sengketa; dan

15. Pasal 33 sampai dengan Pasal 34 tentang Sanksi.

2.1.17 Bentuk Foreign Direct Investment (FDI)

Dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang


Penanaman Modal telah ditentukan secara jelas tentang bentuk hukum perusahaan
penanaman modal asing. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk Perseroan
Terbatas (PT PMA). Secara lengkap, bunyi Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal:

“penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas


berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah
Negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-
undang.”

Unsur yang melekat dalam ketentuan ini meliputi:

1) Bentuk hukum dari perusahaan penanaman modal asing adalah Perseroan


Terbatas (PT); 2) Didasarkan pada hukum Indonesia;

2) Berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia.


Dari definisi menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas, maka dapat di tarik unsur-unsur yang melekat pada Perseroan
yakni:

3) Perseroan Terbatas merupakan badan hukum

Badan hukum adalah suatu badan yang dapat memiliki hak-hak dan
kewajiban kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan seperti manusia, memiliki
kekayaan sendiri, dan digugat dan menggugat di depan pengadilan.

H.M.N Purwosutjipto mengemukan beberapa syarat agar suatu badan dapat


dikategorikan badan hukum meliputi keharusan:

1) Adanya harta kekayaan (hak – hak) dengan tujuan tertentu yang


terpisah dengan kekayaan pribadi para sekutu atau pendiri badan itu.
Tegasnya ada pemisahan kekayaan perusahaan dengan kekayaan
pribadi para sekutu.

2) Kepentingan yang menjadi tujuan adalah kepentingan bersama

3) Adanya beberapa orang sebagai pengurus badan tersebut.

2. Perseroan Terbatas Merupakan Persekutuan Modal

Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal


merupakan penegasan bahwa perseroan tidak mementingkan sifat kepribadian
para pemegang saham yang ada di dalamnya. Penegasan ini ditujukan pula untuk
membedakan secara jelas substansi atau sifat badan usaha perseroan dibandingkan
dengan badan usaha lainnya, seperti persekutuan perdata.

3. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum Didirikan Berdasarkan Perjanjian


Pasal 1 ayat (1) UUPT dengan tegas menyatakan bahwa Perseroan adalah badan
hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian. Ketentuan ini berimplikasi bahwa
pendirian perseroan harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
hukum perjanjian. Jadi, dalam pendirian persero, selain tunduk kepada UUPT,
tunduk juga kepada hokum perjanjian.

Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa Perjanjian adalah suatu


perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih.

4. Perseroan Terbatas Melakukan Kegiatan Usaha

Mengingat perseroan adalah persekutuan modal, maka tujuan perseroan


adalah mendapat keuntungan atau keuntungan untuk dirinya sendiri. Untuk
mencapai tujuan itu, perseroan harus melakukan kegiatan usaha.

Jika Undang – Undang Perseroan Terbatas nomor 40 Tahun 2007


menggunakan istilah kegiatan usaha, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) menggunakan istialh menjalankan perusahaan.

5. Modal Dasar Perseroan Terbatas Seluruhnya Terbagi Dalam Saham

Pasal 31 ayat (1) UUPT menyebutkan bahwa modal perseroan terdiri


seluruh nilai nominal saham. Modal dasar (maatschappelijk kapitaal atau
autohorized capital atau nominal capital) merupakan keseluruhan nilai nominal
saham yang ada dalam perseroan.

Disamping mempunyai unsur-unsur persero Perseroan Terbatas (PT)


sebagai sebuah badan hukum adalah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Memiliki kekayaan tersendiri yang terpisah dari kekayaan orang-orang yang


menjalankan kegiatan dari badan-badan hukum tersebut.

2) Memilki hak-hak dan kewajiban yang terpisah dari hak-hak dan kewajiban-
kewajiban orang-orang yang menjalankan kegiatan badan-badan tersebut.

3) Memilki tujuan tertentu.


4) Berkesinambungan (memilki kontinuitas) dalam arti keberadaannya tidak
terikat pada orang-orang tertentu, karena hak-hak dan kewajiban-kewajibannya
tetap ada meskipun orang-orang yang menjalankannya berganti.

2.1.18 Manfaat Foreign Direct Investment (FDI)

Terlepas dari pendapat pro dan kontra terhadap kehadiran investasi


asing, namun secara teoritis kiranya dapat dikemukakan, bahwa kehadiran
investor asing di suatu negara mempunyai manfaat yang cukup luas (multiplier
effect). Manfaat yang dimaksud yakni kehadiran investor asing dapat menyerap
tenaga kerja di negara penerima modal, dapat menciptakan demand bagi produk
dalam negeri sebagai bahan baku, menambah devisa apalagi investor asing yang
berorientasi ekspor, dapat menambah penghasilan negara dari sektor pajak;
adanya alih teknologi (transfer of technology) maupun alih pengetahuan (transfer
of know how).

Sebagaimana dikemukakan oleh Dhaniswara K. Harjono, permodalan


yang diperlukan oleh negara untuk pencapaian pembangunan ekonomi dalam
bentuk investasi dengan memanfaatkan pemupukan modal dan pemanfaatan
modal dalam negeri dan luar negeri (penanaman modal) secara maksimal.

Dilihat dari sudut pandang ini terlihat bahwa, kehadiran investor cukup
berperan dalam pembangunan ekonomi dalam suatu negara, khususnya
pembangunan ekonomi di daerah dimana FDI (Foreign Direct Investment)
menjalankan aktivitasnya. Arti pentingnya kehadiran investor asing dikemukakan
oleh Gunarto Suhardi: “Investasi langsung lebih baik jika dibandingkan dengan
investasi portofolio, karena investasi langsung lebih permanen.” Selain itu
investasi langsung:

a. Memberikan kesempatan kerja bagi penduduk.

b. Mempunyai kekuatan penggandaan dalam ekonomi lokal.


c. Memberikan risidu baik berupa peralatan maupun alih teknologi.

d. Bila produksi diekspor memberikan jalan atau jalur pemasaran yang dapat
dirunut oleh pengusaha lokal di samping seketika memberikan tambahan devisa
dan pajak bagi negara.

e. Lebih tahan terhadap fluktuasi bunga dan valuta asing.

f. Memberikan perlindungan politik dan keamanan wilayah karena bila


investor berasal dari negara kuat niscaya bantuan keamanan juga akan diberikan.

2.1.19 Pengertian Inklusi Keuangan

Inklusi keuangan juga dikenal sebagai pengecualian keuangan adalah


salah satunya alat kebijakan utama untuk meningkatkan kesejahteraan,
mengurangi kemiskinan dan meningkatkan stabilitas makroekonomi (Beck et al.,
2004; Andrianaivo dan Kpodar, 2011; Sarma dan Pais, 2011; Han dan Melecky,
2013; Kim, 2016). Ada berbagai macam definisi tentang keuangan inklusif.

Dalam jurnal Internasional Menurut beberapa para ahli pengertian


inklusi keuangan ialah:

1. Sinclair (2001) mendefinisikan inklusi keuangan sebagai


“ketidakmampuan untuk mengakses layanan keuangan yang diperlukan
dalam bentuk yang sesuai ”.
2. Sarma (2008) mendefinisikan inklusi keuangan sebagai “kemudahan
akses, ketersediaan dan penggunaan sistem keuangan formal oleh semua
anggota ekonomi". Inklusi keuangan dianggap sebagai salah satu yang
penting alat kebijakan untuk pembuat kebijakan.
3. Mohan (2006) menunjukkan bahwa, bagi India, inklusi keuangan dapat
membantu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan mengarah pada
perkembangan keuangan.
4. Andrianaivo dan Kpodar (2011) menyelidiki hubungan antara teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) dan ekonomi pertumbuhan di negara-
negara Afrika selama tahun 1988-2007. Mereka menyatakan bahwa
inklusi keuangan memiliki peran sentral dalam hubungan ini dan bagian
dari efek positif TIK pada pertumbuhan berasal dari yang lebih tinggi
inklusi keuangan.
5. World Bank (2014) mendefenisikan inklusi keuangan sebagai individu dan
usaha yang memiliki akses atas produk dan layanan keuangan yang
bermanfaat dan terjangkau yang memenuhi kebutuhan mereka, yaitu
transaksi, pembayaran, tabungan, krodit dan asuransi, disampaikan secara
bertanggung jawab dan berkelanjutan.
6. Inklusi keuangan menurut Yoo (2017) adalah suatu pendekatan yang dapat
digunakan untuk membantu masyarakat menjadi mandiri secara keuangan
dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Inklusi keuangan
membantu penduduk yang belum terlayani untuk meningkatkan
produktivitas dan pendapatannya sehingga menjadi prioritas utama dan
sarana mengurangi pengangguran.

2.1.20 Tujuan Inklusi Keuangan

1. Untuk meningkatkan akses masyarakat pada suatu produk, lembaga atau


layanan jasa keuangan.

2. untuk menyediakan produk atau layanan jasa keuangan PUJK (Pelaku Usaha
Jasa Keuangan).

3. Meningkatkan produk atau layanan jasa keuangan yang bisa disesuaikan


dengan kemampuan dan keperluan masyarakat luas. Terakhir, demi meningkatkan
kualitas produk serta layanan jasa keuangan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, bisa kita simpulkan bahwa tujuan utama


dari inklusi keuangan adalah demi menghindari adanya ketimpangan ekonomi di
berbagai lapisan masyarakat. Kenapa? Karena dengan memanfaatkan inklusi
keuangan, maka akan memudahkan setiap masyarakat untuk bisa mendapatkan
akses produk atau layanan keuangan secara lebih menyeluruh untuk bisa
digunakan secara baik.

2.1.21 Manfaat Inklusi Keuangan

1. Membantu Meningkatkan Pemerataan Ekonomi

Dikutip dari laman resmi FINCA, inklusi keuangan mempunyai efek yang
sangat besar karena mampu membantu meningkatkan pemerataan finansial dalam
seluruh lapisan masyarakat.

setiap orang bisa menggunakan produk atau layanan jasa keuangan secara
tepat dan akan mampu membantu meringankan masalah ekonominya. Seperti
dengan cara mengajukan pinjaman pada bank yang akan digunakan untuk modal
membangun usaha bisnis.

Selain itu, ketika menghadapi kondisi kesulitan finansial, mereka juga bisa
menjual asetnya sehingga akan mampu menyelamatkan kondisi finansial mereka.

1. Memberikan Pemahaman Pada Masyarakat

Ketika masyarakat sudah bisa mengakses produk atau layanan keuangan,


maka hal tersebut tentunya sangat bermanfaat untuk kehidupan mereka.
Masyarakat bias melakakukan investasi jika ingin memiliki passive income.
Sehingga, inklusi keuangan mampu meningkatkan pemahaman dan kesadaran
masyarakat terkait pengelolaan kondisi finansialnya.

2. Mempersiapkan Rencana Keuangan Dengan Baik

Inklusi keuangan akan mampu memberikan kesempatan pada setiap orang


untuk bisa menyiapkan rencana keuangannya secara matang. Adanya kemudahan
untuk mengakses layanan keuangan ini akan memudahkan setiap orang dalam
menyiapkan rencana keuangannya di masa depan. Sehingga, akan menguntungkan
mereka di masa depan. Untuk itu, cobalah untuk mencari tahu produk atau
layanan keuangan yang mampu membantu Anda untuk bisa menyiapkan rencana
keuangan secara tepat.

3. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Negara

Sistem keuangan negara akan stabil jika kegiatan ekonomi di dalamnya


bisa meningkat. masyarakat juga bisa mendapatkan pinjaman modal untuk
memulai bisnisnya, sehingga akan mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Jadi, tingkat pengangguran pun akan mampu ditekan ketika banyak tercipta
lapangan kerja yang dibuat oleh para pebisnis. Ketika angka pengangguran pada
suatu negara bisa berkurang dan tidak ada kesenjangan sosial di masyarakat, maka
tingkat perekonomian pada suatu negara juga pastinya akan menjadi lebih kuat.

2.1.22 Usaha Pemerintah meningkatkan Inklusi Keuangan

1. Edukasi Keuangan

Dalam hal ini, pemerintah memiliki strategi dalam memberikan edukasi


terkait pengelolaan keuangan. Edukasi ini dimulai dari memberikan pemahaman
dan meningkatkan kesadaran masyarakat terkait produk atau jasa keuangan yang
saat ini tersedia yang disertai dengan ragam dan risiko yang ada didalamnya.
Namun, hal tersebut juga diikuti dengan pemberian edukasi terkait hak
perlindungan nasabah serta pengetahuan dalam mengelola finansial.

2. Fasilitas Keuangan Publik

Dalam hal ini, pihak pemerintah  berperan dalam menyediakan pembiayaan


keuangan publik secara langsung atau dengan syarat, tujuannya adalah agar bisa
lebih mendorong pemberdayaan ekonomi yang ada di masyarakat. Beberapa
inisiatif pihak pemerintah dalam melakukan strategi ini adalah seperti
memberikan subsidi atau bantuan sosial, pemberdayaan UMKM, serta
pemberdayaan masyarakat.
3. Pemetaan Informasi Keuangan

Pemerintah juga turut serta melakukan pemetaan informasi keuangan guna


meningkatkan kapasitas masyarakat, khususnya yang tadinya memang tidak layak
menjadi layak, atau yang dulunya unbankable menjadi bankable dalam
mendapatkan akses layanan keuangan oleh institusi keuangan yang legal.

4. Fasilitas Intermediasi dan Saluran Distribusi

Strategi lain yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan kesadaran


berbagai lembaga keuangan tentang adanya segmen berpotensial yang ada di
lapisan masyarakat, sekaligus mencari cara lain dalam meningkatkan distribusi
produk dan juga jasa keuangan, seperti meningkatkan kerjasama antar lembaga
keuangan demi meningkatkan skala bisnis.

5. Perlindungan Konsumen

Usaha ini dikerjakan pemerintah agar setiap masyarakat mempunyai jaminan


rasa aman dalam melakukan interaksi dengan produk keuangan yang ditawarkan.
Komponen tersebut terdiri dari, penanganan keluhan nasabah, transparansi
produk, sertifikasi, mediasi, serta pengawasan pemilik jasa serta edukasi
konsumen.

6. Pemanfaatan Teknologi Keuangan

Selama lima tahun terakhir, teknologi keuangan atau yang sering disebut
dengan fintech atau financial technology menjadi semakin populer di tengah-
tengah masyarakat. Berbagai produk di dalamnya berupa peminjaman, payment
gateway, atau modal aggregator. Tujuannya adalah untuk bisa meningkatkan
inklusi keuangan masyarakat, karena akses kemudahan yang tersedia di dalamnya.

7. Berpartisipasi Mewujudkan Inklusi Keuangan

Jika ada banyak pihak yang terlibat atau berpartisipasi, maka tujuan utama
dari inklusi keuangan tentu akan menjadi lebih cepat terwujud.
2.1.23 Strategi Nasional Keuangan Inklusif

Dalam rangka meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat yang


dapat membuka jalan untuk keluar dari kemiskinan serta mengurangi kesenjangan
ekonomi, Pemerintah memiliki visi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,
menciptakan stabilitas sistem keuangan, mendukung program penanggulangan
kemiskinan, serta mengurangi kesenjangan antarindividu dan antardaerah melalui
peningkatan akses seluruh masyarakat terhadap layanan keuangan. Peningkatan
akses terhadap layanan keuangan ini dilakukan melalui peningkatan dari sisi
permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan, Pemerintah berupaya
meningkatkan kemampuan ekonomi dan keuangan serta kesadaran masyarakat
akan pentingnya sistem keuangan. Dari sisi penawaran, Pemerintah meningkatkan
ketersediaan layanan keuangan yang dapat diakses oleh seluruh lapisan
masyarakat.

Upaya Pemerintah dalam meningkatkan akses terhadap layanan


keuangan selanjutnya diterjemahkan ke dalam lima pilar dalam SNKI yang
ditopang oleh tiga fondasi yaitu:

1. Pilar pertama adalah edukasi keuangan yang bertujuan untuk


meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai lembaga
keuangan formal, produk, dan jasa keuangan.
2. Pilar kedua adalah hak properti masyarakat yang bertujuan untuk
meningkatkan akses kredit masyarakat kepada lembaga keuangan formal.
3. Pilar ketiga adalah fasilitas intermediasi dan saluran distribusi yang
bertujuan untuk memperluas jangkauan layanan keuangan untuk
memenuhi kebutuhan berbagai kelompok masyarakat.
4. Pilar keempat adalah layanan keuangan pada sektor Pemerintah yang
bertujuan untuk meningkatkan tata kelola dan transparansi pelayanan
publik dalam penyaluran dana Pemerintah secara nontunai.
5. Pilar kelima adalah perlindungan konsumen yang bertujuan untuk
memberikan rasa aman kepada masyarakat dalam berinteraksi dengan
lembaga keuangan.

Selanjutnya, kelima pilar dalam SNKI ini ditopang oleh tiga fondasi.
Fondasi pertama adalah kebijakan dan regulasi yang kondusif untuk mendukung
pelaksanaan program keuangan inklusif. Fondasi kedua adalah infrastruktur dan
teknologi informasi keuangan yang mendukung untuk meminimalkan informasi
asimetris yang mejadi hambatan dalam mengakses layanan keuangan. Fondasi
ketiga adalah organisasi dan mekanisme implementasi yang efektif untuk
mendorong pelaksanaan berbagai kegiatan secara bersama dan terpadu.

2.1.24 komponen Inklusi Keuangan

Alliance for Financial Inclusion (2010) secara umum mendefinisikan


dimensi keuangan inklusif ke dalam 4 (empat) komponen sebagai berikut:

1. Akses

Komponen ini terutama menekankan pada kemampuan untuk


menggunakan layanan jasa keuangan dan produk-produk yang disediakan oleh
lembaga keuangan formal. Untuk memahami tingkatan akses atas jasa keuangan
dibutuhkan analisa dan pengetahuan mengenai potensi hambatan- hambatan yang
terjadi ketika membuka dan menggunakan rekening bank untuk segala urusan,
serta biaya dan lokasi pelayanan bank.

2. Quality

Sebagai ukuran atas kesesuaian jasa atau produk keuangan terhadap


kebutuhan konsumen, komponen kualitas mencakup pengalaman konsumen yang
ditunjukkan dalam opini dan sikap tentang produk – produk jasa keuangan yang
tersedia bagi mereka. Kualitas akan menjadi alat ukur hubungan antara penyedia
jasa keuangan dan konsumen . serta pilihan – pilihan produk keuangan yang
tersedia dan dan tingkat pemahaman konsumen atas implikasi dari produk
keuangan pilihannya.

3. Usage

Tidak hanya menekankan pada penggunaan layanan perbankan, komponen


usage lebih memfokuskan pada aspek permanence and depth dari layanan dan
produk sektor keuangan di sebuah negara. Dengan kata lain, komponen usage
menjelaskan secara detail mengenai frekuensi dan durasi penggunaan layanan dari
sebuah produk jasa keuangan. Selain itu, komponen usage juga mengukur
kombinasi produk – produk keuangan yang digunakan oleh rumah tangga atau
individu.

4. Welfare

Salah satu komponen tersulit adalah mengukur dampak dari suatu produk
atau layanan jasa keuangan terhadap konsumen, seperti perubahan pada pola
konsumsi, aktivitas usaha dan investasi, serta kesejahteraan. Komponen ini
terutama menckankan pada kemampuan untuk menggunakan layanan jasa
keuangan dan produk-produk yang disediakan oleh lembaga keuangan formal.
Untuk memahami tingkat akses atas jasa keuangan diperlukan Analisis dan
pengetahuan mengenai potensi hambatan- hambatan yang terjadi ketika membuka
dan menggunakan rekening bank untuk segala urusan, serta biaya dan lokasi
pelayanan bank. kor me Seli kon Quality Sebagai ukuran atas jasa atau produk
keuangan terhadap kebutuhan konsumen, komponen kualitas mencakup
pengalaman konsumen yang ditunjukkan dalam pendapat dan sikap tentang
produk-produk.

2.2 PENELITIAN TERDAHULU

Andrianaivo dan Kpodar (2011) menyelidiki hubungan antara teknologi


informasi dan komunikasi (TIK) dan ekonomi pertumbuhan di negara-negara
Afrika selama tahun 1988-2007. Mereka menyatakan bahwa inklusi keuangan
memiliki peran sentral dalam hubungan ini dan bagian dari efek positif TIK pada
pertumbuhan berasal dari yang lebih tinggi inklusi keuangan.

Lenka dan Sharma (2017) menunjukkan signifikan dan pengaruh positif


keuangan inklusif terhadap pertumbuhan ekonomi di keduanya periode jangka
panjang dan pendek di India. Dalam hal makroekonomi dan stabilitas keuangan,
Hannig dan Jansen (2010) meneliti hubungan antara stabilitas keuangan dan
inklusi keuangan. Mereka menunjukkan bahwa inklusi keuangan meningkatkan
keuangan stabilitas.

Cull, Demirguc-Kunt dan Lyman (2012) menyatakan bahwa keuangan


inklusi mungkin membuat rumah tangga dan sektor usaha kecil lebih sehat dan
dengan demikian berkontribusi pada peningkatan makroekonomi stabilitas. Juga,
Han dan Melecky (2013) dan Morgan dan Pontines (2014) menunjukkan bahwa
peningkatan inklusi keuangan berkontribusi stabilitas keuangan. Chibba (2009)
menunjukkan bahwa inklusi keuangan sangat penting dalam memerangi
kemiskinan. Begitu pula dengan Park dan Mercado, Jr. (2015) menganalisis
hubungan antara inklusi keuangan dan kemiskinan di 37 negara berkembang di
Asia. Temuan mereka menunjukkan hal itu inklusi keuangan mengurangi
kemiskinan dan memberikan kontribusi pendapatan persamaan. Jelas bahwa
peningkatan inklusi keuangan mungkin membawa banyak keuntungan dengan
pendapatan besar ke global ekonomi, yang menciptakan peluang dan tantangan
berbeda untuknegara. Salah satu peluangnya adalah pembuat kebijakan dapat
menggunakan keuangan inklusi sebagai alat kebijakan untuk meningkatkan
penerimaan pajak.

Ada sebuah sejumlah studi empiris yang meneliti hubungan tersebut


antara perkembangan keuangan dan penerimaan pajak, tetapi tidak ada makalah
khusus apa pun yang berfokus pada pengaruh inklusi keuangan pada penghasilan
pajak. Misalnya, Taha et al. (2013) menganalisis hubungan tersebut antara
penerimaan pajak langsung dan aktivitas sistem keuangan di Malaysia. Mereka
menemukan bahwa ada kausalitas searah dari pasar saham untuk mengarahkan
pendapatan pajak. Selain itu, hubungan ini lebih mendalam dalam jangka pendek.

Maherali (2017) menggunakan berbagai global dataset dan


mengembangkan metodologi untuk meramalkan pajak individu pendapatan yang
diperoleh pemerintah pada tahun 2020 karena keuangan penyertaan. Di sisi lain,
dengan memperluas database dan memasukkan data 2017 dan menyelidiki
kemungkinan langsung hubungan antara inklusi keuangan dan penerimaan pajak
dengan menggunakan metodologi data panel. Lebih jelas bahwa sumber
perpajakan merupakan aspek penting dari penerimaan pajak. Makalah ini
menggunakan tiga kategori berbeda dari pendapatan pajak selain pajak total
pendapatan seperti pendapatan pajak perusahaan, pendapatan pajak pendapatan,
dan
pendapatan pajak langsung. Hasilnya menunjukkan hubungan yang signifikan dan
positif antara inklusi keuangan dan penerimaan pajak.

Peningkatan akses keuangan atau inklusi keuangan erat kaitannya


dengan PDB. Sharma (2016) meneliti hubungan inklusi keuangan dengan PDB
India periode 2004 sampai 2013. Hasil penelitian menunjukkan adanya
hubungan positif dan signifikan antara inklusi keuangan dengan PDB. Selain
itu hasil uji Granger-causality juga menunjukkan adanya hubungan dua arah
antara letak geografis dengan pertumbuhan PDB, yang artinya semakin mudah
masyarakat mengakses layanan keuangan maka akan meningkatkan PDB.
Negara yang memiliki PDB yang tinggi cenderung memiliki sektor
keuangan yang inklusif sehingga terdapat kemudahan dalam mengakses
layanan keuangan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
pengaruh inklusi keuangan terhadap PDB di suatu negara.

Berdasarkan jurnal Analisis Tarif Pajak Efektif di Indonesia, Berdasarkan


hasil dari beberapa penelitian tersebut, penelitian ini berusaha meganalisis
pergerakan tarif pajak efektif di Indonesia sejak tahun 2000 hingga 2016. Dengan
diketahuinya tren tarif pajak efektif pada perusahaan yang listing di Bursa Efek
Indonesia selama kurun 16 tahun terakhir ini (2000-2016), diharapkan dapat
menjadi salah satu rujukan bagi pemerintah dalam merencanakan penurunan tarif
pajak penghasilan badan. Apalagi dengan digulirkannya Tax Amnesty, sebagai
bentuk reformasi baru dibidang perpajakan, pemerintah tentu perlu melihat
dengan lebih bijaksana sehingga tidak menimbulkan kehilangan pemasukan kas
negara. Selain itu, penelitian yang menelusuri besaran tarif pajak efektif
perusahaan atas semua perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia selama
kurun waktu 16 tahun atau lebih belum pernah dilakukan. Penelitian yang ada
selama ini hanya melihat tarif pajak efektif pada beberapa sektor perusahaan dan
paling lama untuk waktu 5 tahun. Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan
agar pemerintah mendapatkan gambaran besaran beban pajak yang real dibayar
oleh wajib pajak selama ini sehingga dapat menetapkan besaran tarif pajak yang
tidak akan mengurangi pemasukan negara.

Dari beberapa penelitian terdahulu diatas dalam makalah ini penulis,


mengambil beberapa variabel dari kebijakan ekonomi moneter dan Fiskal yaitu
diantaranya pendapatan pajak, PDB, Inflasi, Tarif Pajak, FDI (penanaman modal
asing) terhadap inklusi keuangan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
data sekunder dari world bank dari masing – masing variable tahun 2014 – 2020
untuk mengkaji lebih dalam perkembangan variabel – variable tersebut terhadap
inklusi keuangan.

2.3 KERANGKA BERFIKIR

Penelitian ini akan menjelaskan mengenai pengaruh Pendapatan Pajak,


PDB, Inflasi,Tarif Pajak, dan FDI (penanaman modal asing) terhadap Inklusi
Keuangan. Kerangka berfikir teoritis penelitian ini disajikan pada Gambar 2.1
Pendapatan
pajak (X1)

Inklusi Keuangan Data World


bank PDB (X2)
(Y)
2014- 2020
Inflasi (X3)

Tabungan dan Kredit


di Indonesia tahun Tarif pajak
2014 (X4)

FDI (X5)

Analisis regresi
Berganda

Sampel Non Probability


Sampling dengan
pendekatan purposive
sampling

Pengaruh Pendapatan Pajak,


PDB, Inflasi, Tarif Pajak, FDI
terhadap Inklusi Keuangan di
Indonesia
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir

2.4 HIPOTESIS

Berdasarkan kerangka berfikir dan landasan teori dari penelitian yang


telah diuraikan sebelumnya, maka dibuat hipotesis penelitian sebagai berikut :

Berdasarkan jurnal internasional, Makalah ini menggunakan tiga kategori


berbeda dari pendapatan pajak selain pajak total pendapatan seperti pendapatan
pajak perusahaan, pendapatan pajak pendapatan, dan pendapatan pajak langsung.
Hasilnya menunjukkan hubungan yang signifikan dan positif antara inklusi
keuangan dan penerimaan pajak.

Beberapa ahli memiliki pandangan yang berbeda terhadap


sector keuangan dan pembangunan ekonomi. Menurut Schumpter (1911)
bank yang berfungsi dengan baik dapat meningkatkan inovasi yang selanjutnya
akan meningkatkan kemajuan teknologi, kemajuan teknologi tersebut dicapai
melalui inovasi dari pengusaha, namun menurut Robinson (1952) para
pengusaha yang memicu sektor perbankan tumbuh. Sementara Pembanguan
sektor keuangan telah menjadi faktor penting terhadap pembangunan
ekonomi suatu negara. Hadirnya sektor keuangan akan mengefisiensi
proses pembangunan melalui mobilisasi modal. Mobilisasi modal
kepada pihak produktif akan menciptakan kesempatan kerja, dan
pemerataan pendapatan Sehingga ada pengaruh yang positif antara variabel
PDB terhadap Inklusi Keuangan di Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh Mbutor dan Uba (2013) menganalisis


dampak inklusi keuangan terhadap kebijakan moneter di Nigeria pada tahun
1980- 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan inklusi keuangan
dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter. Secara khusus ada hubungan
yang kuat tapi negatif antara tingkat inflasi dan kredit dari bank komersial yang
dimiliki masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa semata-mata jumlah kredit yang
ditawarkan akan meningkatkan investasi dan meredam inflasi.

Berdasarkan hasil penelitian, insentif pajak telah menjadi fungsi ukuran


perusahaan. Perusahaan besar cenderung memiliki tarif pajak efektif tinggi
karena mereka cenderung mendapatkan insentif pajak lebih sedikit daripada
perusahaan kecil (Sansing,1998; Holland, 1998; Desai, 2003). Namun Hanlon
berpendapat ukuran perusahaan berkorelasi negatif dengan tarif pajak efektif
karena perusahaan besar memiliki kekuatan politik untuk mendapatkan
insentif pajak
4Analisis Tarif Pajak EfektifRasyidah
di Indonesia
Mustika, Rangga Putra Ananto, dan Desi Handayani
4
7 7

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data


Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Hal ini sesuai dengan pendapat
Creswell (2014) yang menyatakan penelitian kuantitatif merupakan pendekatan untuk menguji
teori objektif dengan menguji hubungan antar variabel. Variabel ini, pada gilirannya, dapat
diukur dengan menggunakan instrumen, sehingga data jumlah dapat dianalisis dengan
menggunakan prosedur statistik. jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder. Menurut Sugiyono, (2014:131) data sekunder adalah sumber data penelitian yang
diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh
pihak lain). Data yang digunakan berupa database world bank periode 2014 - 2020, yang
meliputi data pendapatan pajak, PDB, Inflasi, tariff pajak, dan FDI yang diperoleh dari situs The
Global Findex melalui internet. Yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah database world
bank dari tahun 2014 - 2020.

3.2 Populasi dan Sampel


Populasi dari penelitian ini adalah meliputi data pendapatan pajak, PDB, Inflasi, Tarif
pajak, dan FDI. Sampel dalam penelitian ini adalah database world bank periode 2014-2020.
Adapun teknik yang digunakan penulis dalam mengambil sampel adalah Non Probability
Sampling dengan pendekatan purposive sampling.

3.3 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data


Data pendapatan pajak, PDB, Inflasi, tariff pajak, dan FDI diperoleh dengan cara
mengunduh di website World Bank. Alat yang akan digunakan untuk pengujian statistik adalah
SPSS. Data diunduh, kmudian dimasukkan ke dalam perangkat lunak Microsoft Excel 2007
dalam format .xlsx, lalu diimpor ke dalam alat analisis SPSS untuk diuji.
2.4 Operasional Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
4Analisis Tarif Pajak EfektifRasyidah
di Indonesia
Mustika, Rangga Putra Ananto, dan Desi Handayani
4
8 8

1. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Inklusi Keuangan. Adapun inklusi
keuangan diukur dengan menggunakan indikator berupa tabungan dan kredit di Indonesia tahun
2014. Penulis menggunakan indikator inklusi keuangan berupa tabungan dan kredit sesuai
dengan pernyataan world bank (2014) mendefinisikan inklusi keuangan sebagai individu dan
usaha yang memiliki akses atas produk dan layanan keuangan yang bermanfaat dan terjangkau
yang memenuhi kebutuhan mereka, yaitu transaksi, pembayaran, tabungan, kredit dan asuransi
yang disampaikan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.
2. Variable Independen
Variable independen dalam penelitian ini terdiri dari Pendapatan Pajak, PDB,
Inflasi,Tarif Pajak, dan FDI (penanaman modal asing).

2.5 Metode Analisis Regresi Berganda


Analisis regresi berganda adalah suatu metode untuk meramalkan nilai
pengaruh dua variabel independen atau lebih terhadap satu variabel dependen.
Lebih mudahnya yaitu untuk membuktikan ada tidaknya hubungan antara dua
variabel atau lebih dari dua variabel independen X1, X2, X3,....,Xi terhadap satu
variabel terikat Y. Persamaan umum analisis regresi adalah:
Dimana:
Y= Variabel dependen
= Parameter
X= Variabel Independen
= Error
Menurut Drapper dan Smith (1992) hubungan antara satu variabel dependen
dengan satu atau lebih variabel independen dapat dinyatakan dalam regresi linier
berganda. Hubungan tersebut dapat dinyatakan secara umum sebagai berikut :

𝑌𝑖 = 𝛽0+ 𝛽𝑖𝑋𝑖1 + 𝛽2𝑋𝑖2 +... + 𝛽𝑘𝑋𝑖𝑘 + 𝜀𝑖


Dimana :
𝑌𝑖 : variabel dependen untuk pengamatan ke i = 1,2,...,n.
4Analisis Tarif Pajak EfektifRasyidah
di Indonesia
Mustika, Rangga Putra Ananto, dan Desi Handayani
4
9 9

𝛽0,1,...,𝛽𝑘 : parameter
𝑋𝑖1 ,2 ,...,𝑋𝑖𝑘 : variabel independen
𝜀𝑖 : sisaan (𝜀) untuk pengamatan ke i

Anda mungkin juga menyukai