Anda di halaman 1dari 8

Azhar Abdullah Arif : PROBLEMATIKA PENATAAN…

PROBLEMATIKA PENATAAN RUANG DAN


ARSITEKTUR KOTA BANDA ACEH
Azhar Abdullah Arif
azhar_aarif@yahoo.com
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala

ABSTRAK

Banda Aceh adalah kota yang sarat dengan peninggalan kawasan bersejarah seperti
kawasan pusat kota (Mesjid Raya Baiturrahman), Taman Sari, komplek Meuligoe kediaman
Gubernur dan Lapangan Blang Padang merupakan kawasan strategis pusat aktifitas
perkotaan. Ruang kota (Urban Space) ini harus dipertahankan dan dipelihara sesuai kaidah
tata ruang yang telah diatur dalam Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang. Dijelaskan bahwa tata ruang wilayah Perkotaan memiliki Struktur Ruang dan Pola
Ruang. Struktur ruang menggambarkan interaksi antar-aktifitas perdagangan, perkantoran.
pendidikan dan hunian masyarakat . Pola ruang meliputi peruntukan ruang yang mewadahi
aktifitas sosial ekonomi masyarakat, sehingga haruslah ditata dan dikendalikan
pemanfaatan ruangnya secara seimbang antara kawasan terbangun dan ruang terbuka
hijau.

Kata kunci : Penataan Ruang, Struktur Ruang, Pola Ruang, Arsitektur Kota

PENDAHULUAN
Sebagai kota yang sedang berkembang sejalan dengan pertumbuhan aktifitas
ekonomi masyarakat, saat ini kawasan pusat kota Banda Aceh juga mengalami
perubahan secara drastis. Fenomena perubahan ini harus dikendalikan melalui
perangkat perencanaan dan perancangan kawasan ruang kota secara lebih detil
melalui pedoman rencana detil tata ruang kawasan (RDTRK) maupun rencana tata
bangunan dan lingkungan (RTBL) .
Menurut Kevin Lynch dalam The Image of The City,1969, kota harus selalu
memiliki identitas dan karakter untuk mempertahankan jati dirinya. Dan citra kota
Banda Aceh yang sudah sangat dikenal sebagai jantung pusat kota Banda Aceh
adalah Kawasan Mesjid Raya Baiturrahman. Bila penataan ruang Kawasan Mesjid
Raya Baiturahman yang dilakukan baik, maka akan dapat diterima oleh warga
masyarakat karena memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan kualitas
kehidupan masyarakat. Namun bagaimana respon masyarakat bila penataan kawasan
pusat kota Banda Aceh ini nantinya tidak seindah dalam bentuk ilustrasi gambar
Edisi III, Vol. 1, Periode September - Desember 2015 43
Azhar Abdullah Arif : PROBLEMATIKA PENATAAN…

rancangan bahkan menghilangkan elemen struktur ruang kota dan pola ruang yang
telah terbentuk sejak lama dan telah dituangkan dalam Qanun Rencana Tata Ruang
Kota Banda Aceh tahun 2009-2029. Sejarah akan menjawabnya.

Gambar 1 : Penjelasan fungsi UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

DISKUSI
Hilangnya Aktifitas Budaya di Ruang Publik
Dalam masyarakat Aceh dikenal hari pasar mingguan yang disebut uroe
gantoe, atau gantoe rayeuk yang menyerupai aktifitas Agora di Athena pada masa
Yunani kuno. Pada hari tersebut ini banyak warga masyarakat dari berbagai kalangan
berkumpul untuk bertemu melakukan aktifitas jual beli, dan berdiskusi segala hal
mulai masalah lokal di gampong hingga persoalan politik mancanegara. Sehingga
sulit dibayangkan bila di Aceh kehadiran sebuah kota tanpa adanya tempat aktifitas
publik (urban space) yang dapat menampung aktifitas pasar , warung kupi dan
tempat ibadah atau mesjid. Kehidupan urban di pusat kota Banda Aceh pun ditandai
dengan kehadiran komponen kota tersebut. Melalui perspektif sejarah ini, dapat
dirasakan adanya suatu kehidupan perkotaan yang berpusat di kawasan Mesjid Raya
Baiturrahman yang terus mengalami perubahan dari masa lalu hingga saat ini.
Keberadaan Mesjid Raya Baiturrahman sebagai elemen fisik primer kota (landmark)
kota Banda Aceh, secara berkelanjutan menghidupkan kawasan perdagangan Pasar
Aceh dan sekitarnya.

44 Edisi III, Vol. 1, Periode September - Desember 2015


Azhar Abdullah Arif : PROBLEMATIKA PENATAAN…

Gambar 2 : Masjid Raya Baiturrahman Sebagai Landmark Kota Banda Aceh


yang mengalami perubahan bentuk kubah dari kubah tunggal hingga berjumlah
tujuh kubah. (dokumen pribadi,2015).

Kurangnya jumlah dan luas bangunan pasar lama menumbuhkan minat


investor dan pengusaha untuk membangun fasilitas perdagangan modern seperti
Barata Plaza dan pertokoan lainnya bahkan Pemerintah Kota Banda Aceh telah
merevitalisasi Pasar Aceh menjadi bangunan pasar modern (mall). Transformasi
fungsi, spasial dan bentuk kota Banda Aceh ini merupakan manifestasi fisik
pengambilan keputusan ataupun kebijakan pemerintah kota dan provinsi Aceh
tentunya. Hal ini sejalan dengan teori Perancangan Kota oleh Prof. Danisworo
(Penerapan Urban Desain dalam Penataan Ruang Kota, ITB,1997).

Penataan Kawasan Pusat Kota Banda Aceh


Sejalan dengan rencana besar Pemerintah Aceh dan Pemerintah kota Banda
Aceh (Serambi Indonesia tanggal 21/9 2014) bahwa kawasan Mesjid Raya
Baiturrahman akan diperluas dan untuk itu akan dilakukan pembongkaran bangunan
pertokoan disekitarnya. Muncul beberapa pertanyaan, apakah perencanaan kawasan
Mesjid Raya Baiturrahman telah mengacu pada produk rencana tata ruang yang
telah menjadi Qanun Kota Banda Aceh nomor 4 tahun 2009. Ataukah telah mengacu
pada aspek struktur ruang dan pola ruang yang telah hadir selama ini dimana bagian
depan kawasan Mesjid Raya Baiturrahman merupakan kawasan pertokoan dan
perdagangan jasa yang dalam skenario Masterplan Kawasan Mesjid Raya
Baiturrahman akan dibongkar dan dipindahkan ke suatu tempat lain. Diharapkan
Edisi III, Vol. 1, Periode September - Desember 2015 45
Azhar Abdullah Arif : PROBLEMATIKA PENATAAN…

Mesjid Raya Baiturahman akan terlihat lebih asri melalui jembatan Pante Pirak
Krueng Aceh dan halaman akan lebih luas sehingga akan menampung jumlah jamaah
lebih banyak.

Gambar 3 : Ilustrasi Payung Elektrik pada halaman Masjid Raya Baiturrahman sebagai
elemen pendukung aktifitas ibadah ( sumber : Serambi Indonesia, 2015 ).

Penataan ruang kawasan strategis bila menimbulkan perubahan fungsi akan


lebih bijaksana bila disosialisasikan kepada publik, karena Mesjid Raya
Baiturrahman sudah menjadi ikon Aceh, gerbang barat Indonesia dan termasuk
bangunan cagar budaya yang dilestarikan tentu tidak elok bila kita menafikan ide
kreatif perluasan halaman dan penataan kawasan Mesjid raya Baiturrahman yang
telah melewati sejarah panjang dalam perluasan pembangunan pada berbagai era
kepemimpinan Gubernur Aceh sebelumnya. Perluasan Mesjid Raya Baiturrahman
dimulai sejak masa Gubernur Muzakkir Walad dengan bertambahnya kubah utama
menjadi lima dan dilanjutkan dengan Gubernur Ibrahim Hasan menjadi tujuh kubah
dan menara modal di depan halaman Mesjid Raya Baiturrahman.

Gambar 4 : Ilustrasi Master Plan Kawasan Masjid Raya Baiturrahman dan Penataan
Kawasan Pusat Kota Banda Aceh pada masa Gubernur Dr. Zaini Abdullah
( Sumber : Serambi Indonesia,2015 ).

46 Edisi III, Vol. 1, Periode September - Desember 2015


Azhar Abdullah Arif : PROBLEMATIKA PENATAAN…

Penerapan Bentuk Rumoh Aceh pada Bangunan Modern Berdasarkan Periode


Pembangunan
Pengadopsian bentuk Rumoh Aceh dalam bentuk baru yang modern dimulai
pada masa pemerintahan Gubernur Ali Hasjmi di Darussalam tahun 1959. Dr. T.
Iskandar Presiden Unsyiah yang pertama, memprakarsai berdirinya sebuah aula
dalam bentuk Rumoh Aceh di kompleks Fakultas Ekonomi. Aula tersebut dibangun
dengan konstruksi beton bertulang, karena fungsinya berupa aula, proporsinya agak
berbeda dengan proporsi Rumoh Aceh pada umumnya.
Di tengah kompleks Darussalam juga di bangun sebuah tugu yaitu Tugu Darussalam
yang bentuknya di adopsi dari bentuk Gunongan yang terletak di dalam taman
Bustanussalatin yang merupakan artefak sejarah peninggalan dari masa Sultan
Iskandar Muda.

Gambar 5 : Kantor Gubernur Aceh yang mengambil bentuk Rumoh Aceh yang
didirikan Oleh Gubernur Ibrahim Hasan (1986-1993 ).

Pada masa pemerintahan Gubernur Ibrahim Hasan (1986-1993), meski situasi


kurang aman, namun ia cukup mempunyai kesempatan membangun ibukota Provinsi
Daerah Istimewa Aceh. Perhatiannya terhadap seni budaya tradisional Aceh
demikian besar, ia memprakarsai untuk membuka jurusan Arsitektur di Unsyiah.
Mahasiswa arsitektur yang belum memiliki dosen, dititipkan sementara di ITS
Surabaya. Ibrahim Hasan membangun ruas jalan protokol dari Simpang Lima hingga
ke Darussalam. Jalan ini diperlebar dan dibagi menjadi dua ruas, di tengah-tengahnya
diberi median jalan dan diberi lampu hias ukiran tradisional Aceh yang atraktif.
Serta-merta di kiri kanan jalan protokol ini dipenuhi dengan pembangunan kantor-
kantor pemerintah yang saat itu amat marak dengan mengedepankan arsitektur
Edisi III, Vol. 1, Periode September - Desember 2015 47
Azhar Abdullah Arif : PROBLEMATIKA PENATAAN…

bernuansa tradisional pada bangunan-bangunan pemerintah. (Sumber : J.M.Peter


Nash, Etnic Identity in urban Architecture in Banda Aceh,Leiden University,1999.).
Sedangkan makna dari Rumoh Aceh seperti orientasi kiblat, penggunaan
tulak angen untuk ventilasi, rumah panggung tidak lagi menjadi perhatian utama.
Halini merupakan catatan tipologi arsitektur Rumoh Aceh yang harus diteliti dan
dipelajari lebih lanjut . Dalam workshop Identifikasi Rumoh Aceh yang dilaksanakan
oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisara Provinsi Aceh, Dr. Kamal A. Arif,2015,
memaparkan bahwa sistem tektonika dan aspek filosofi Rumoh Aceh harus
dilestarikan sehubungan dengan telah berkurangnya para Utoh (tukang ahli) Rumoh
Aceh saat ini yang mampu mendirikan bangunan Rumoh Aceh tersebut.
Gubernur Abdullah Puteh membangun Arena Pekan Kebudayaan Aceh di
atas lahan yang cukup luas di kawasan Lampriek ,mengikuti bentuk Jakarta Fair yang
ada di Jakarta. Arena PKA ini diresmikan pada bulan Agustus 2004 saat
diselenggarakannya Pekan Kebudayaan Aceh ke 4. Semua kabupaten yang ada di
wilayah provinsi Aceh memiliki stand masing-masing. Berbagai tipe rumah-rumah
tradisional dari semua etnis yang ada di Aceh dibangun di sini yang difungsikan
sebagai stand tersebut. Dari arsitektur bangunannya kita dapat mempelajari bentuk-
bentuk asli daerah dengan bentuk-bentuk baru hasil modifikasi kreasi para arsitek. Di
depan lahan tersebut dibangun taman dengan air mancur dan didirikan monumen Cap
Sikureueng perlambang symbol kepemimpinan Sultanah Safiatuddin.

Hilangnya Bangunan Lama di Kota Banda Aceh


Selain aspek tata ruang dalam penataan kawasan kota yang perlu diperhatikan
adalah karakter lingkungan (genius loci) yang merupakan warisan sejarah yang hidup
berdampingan dengan waktu dan gerak perubahan. Walaupun dalam diam, setiap
bangunan menyimpan memori kolektif tentang perjalanan waktu yang menyertainya.
Kita sering mengunjungi tempat bersejarah ataupun bangunan yang dilestarikan
dengan pendekatan desain kreatif, sehingga bangunan tua dapat difungsikan sebagai
wadah aktifitas baru. Bahkan dengan pendekatan desain konservasi bangunan , maka
bangunan baru dapat berdampingan dengan bangunan lama (heritage) tanpa harus
dirobohkan.

48 Edisi III, Vol. 1, Periode September - Desember 2015


Azhar Abdullah Arif : PROBLEMATIKA PENATAAN…

Pemerintah Ibukota Jakarta misalnya sedang menggalakkan pelestarian kota


tua dengan merenovasi bangunan peninggalan tempo dulu. Bagaimana yang terjadi
di kota Banda Aceh dewasa ini. Perupa Aceh Mahdi Abdullah pernah melukiskan
kegetiran hatinya di Warta IAI Aceh (2002), menyaksikan sejumlah gedung tua di
kota Banda Aceh telah hilang dan diganti dengan bangunan baru berupa pertokoan
ataupun kantor, padahal gedung tua tersebut banyak memberikan kontribusi sejarah
dan kesinambungan penciptaan arsitektur ,nilai estetika sejak masa Kesultanan Aceh
Darussalam, periode kolonial Belanda, masa awal kemerdekaan hingga era
pembangunan awal kota Banda Aceh. Saat ini (2015) bangunan tua terbaru yang
telah hilang adalah bangunan rumah peninggalan era kolonial bergaya tropis klasik di
lahan bangunan Mes Pemerintah Kota Sabang dan rumah dinas Bank Indonesia
bergaya art deco yang berada di jalan Tgk Daoed Beureueh- Banda Aceh. Upaya
penyelamatan dan pelestarian bangunan tua dan bersejarah yang telah dilakukan oleh
berbagai kelompok pemerhati warisan budaya (heritage) diberbagai kota besar di
Indonesia hendaknya memotivasi para pemerhati budaya dan pelestarian bangunan.
Pemerintah kota dalam memberikan izin mendirikan bangunan (IMB)
haruslah memperhatikan upaya perlindungan, pemeliharaan dan konservasi arsitektur
di kota Banda Aceh sebagai pusat Pemerintahan Aceh, pusat pendidikan dan
sekaligus sebagai barometer bagi perkembangan peradaban dan budaya Aceh yang
luhur. Akankah perobohan bangunan tua kembali berulang, berganti dengan
bangunan wajah baru yang tidak memiliki karakter identitas kultural selalu akan
menjadi problematika dalam penataan ruang kota dan sejarah akan mencatat
pengambilan kebijakan yang menyertainya.

KESIMPULAN
Upaya mengembalikan citra Aceh di masa kepemimpinan para Gubernur
Aceh yang telah diuraikan di atas dilakukan dengan cara menggalakkan penerapan
unsur-unsur tradisional terutama pada bangunan-bangunan pemerintah. Namun
agaknya penerapan unsur tradisional ini lebih cenderung untuk ide dekoratif kurang
mengedepankan kepentingan makna. Demikian pula keterampilan Tukang kayu yang
ada sekarang dalam membuat detail konstruksi kayu dan ornamentasinya jauh

Edisi III, Vol. 1, Periode September - Desember 2015 49


Azhar Abdullah Arif : PROBLEMATIKA PENATAAN…

merosot dibandingkan dengan keterampilan tukang kayu sebelum perang


kemerdekaan.
Tentunya mekanisasi dan standarisasi di era teknologi industri sekarang ini
memiliki segi-segi positifnya, diantaranya ialah semua komponen dapat diproduksi
lebih cepat dan ukurannya lebih akurat. Pelaksanaan konstruksipun dapat dipercepat,
apalagi dengan semakin canggihnya mekanisasi dalam bidang konstruksi, tenaga
kerja yang diperlukanpun makin menurun jumlahnya. Gejala bahwa arsitektur
bangunan publik akan bergeser dari lokal ke internasional memang semakin deras
kita rasakan sekarang, karena penggunaan komponen bangunan maupun keinginan
untuk terlihat modern (tidak memandang kearifan lokal/cultural symbolic).
Disamping itu relasi antar negara telah semakin mudah sehingga pengaruh global
tidak dapat kita hindari.
Disamping itu perubahan budaya ditengah masyarakat Aceh dan Kota Banda
Aceh telah pula mewarnai ruang publik seperti Bangunan Kantor Walikota,
Bangunan Mesjid Komplek Polda, dan beberapa bangunan pemerintah kota Banda
Aceh yang saat ini banyak menerapkan pola arsitektur modern.

DAFTAR PUSTAKA

Kevin Lynch (1996), The Image of the City, MIT Press, Cambridge.

Hamid Shirvani, (1984), Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold, New York.

Danisworo, (1997), Penerapan Urban Desain dalam Penataan Ruang Kota, ITB,
Bandung

J.M.Peter Nash (1999), Etnic Identity in Urban Architecture in Banda Aceh, Leiden.

Kamal A.Arif (2010), Ragam Citra Kota Banda Aceh.Yayasan Bustanussalatin.

Kamal A. Arif, (2015), Menghidupkan kembali budaya tektonika rumoh Aceh,


Workshop Inventarisasi dan Dokumentasi Rumoh Aceh, Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Provinsi Aceh.

50 Edisi III, Vol. 1, Periode September - Desember 2015

Anda mungkin juga menyukai