ABSTRAK
Banda Aceh adalah kota yang sarat dengan peninggalan kawasan bersejarah seperti
kawasan pusat kota (Mesjid Raya Baiturrahman), Taman Sari, komplek Meuligoe kediaman
Gubernur dan Lapangan Blang Padang merupakan kawasan strategis pusat aktifitas
perkotaan. Ruang kota (Urban Space) ini harus dipertahankan dan dipelihara sesuai kaidah
tata ruang yang telah diatur dalam Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang. Dijelaskan bahwa tata ruang wilayah Perkotaan memiliki Struktur Ruang dan Pola
Ruang. Struktur ruang menggambarkan interaksi antar-aktifitas perdagangan, perkantoran.
pendidikan dan hunian masyarakat . Pola ruang meliputi peruntukan ruang yang mewadahi
aktifitas sosial ekonomi masyarakat, sehingga haruslah ditata dan dikendalikan
pemanfaatan ruangnya secara seimbang antara kawasan terbangun dan ruang terbuka
hijau.
Kata kunci : Penataan Ruang, Struktur Ruang, Pola Ruang, Arsitektur Kota
PENDAHULUAN
Sebagai kota yang sedang berkembang sejalan dengan pertumbuhan aktifitas
ekonomi masyarakat, saat ini kawasan pusat kota Banda Aceh juga mengalami
perubahan secara drastis. Fenomena perubahan ini harus dikendalikan melalui
perangkat perencanaan dan perancangan kawasan ruang kota secara lebih detil
melalui pedoman rencana detil tata ruang kawasan (RDTRK) maupun rencana tata
bangunan dan lingkungan (RTBL) .
Menurut Kevin Lynch dalam The Image of The City,1969, kota harus selalu
memiliki identitas dan karakter untuk mempertahankan jati dirinya. Dan citra kota
Banda Aceh yang sudah sangat dikenal sebagai jantung pusat kota Banda Aceh
adalah Kawasan Mesjid Raya Baiturrahman. Bila penataan ruang Kawasan Mesjid
Raya Baiturahman yang dilakukan baik, maka akan dapat diterima oleh warga
masyarakat karena memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan kualitas
kehidupan masyarakat. Namun bagaimana respon masyarakat bila penataan kawasan
pusat kota Banda Aceh ini nantinya tidak seindah dalam bentuk ilustrasi gambar
Edisi III, Vol. 1, Periode September - Desember 2015 43
Azhar Abdullah Arif : PROBLEMATIKA PENATAAN…
rancangan bahkan menghilangkan elemen struktur ruang kota dan pola ruang yang
telah terbentuk sejak lama dan telah dituangkan dalam Qanun Rencana Tata Ruang
Kota Banda Aceh tahun 2009-2029. Sejarah akan menjawabnya.
DISKUSI
Hilangnya Aktifitas Budaya di Ruang Publik
Dalam masyarakat Aceh dikenal hari pasar mingguan yang disebut uroe
gantoe, atau gantoe rayeuk yang menyerupai aktifitas Agora di Athena pada masa
Yunani kuno. Pada hari tersebut ini banyak warga masyarakat dari berbagai kalangan
berkumpul untuk bertemu melakukan aktifitas jual beli, dan berdiskusi segala hal
mulai masalah lokal di gampong hingga persoalan politik mancanegara. Sehingga
sulit dibayangkan bila di Aceh kehadiran sebuah kota tanpa adanya tempat aktifitas
publik (urban space) yang dapat menampung aktifitas pasar , warung kupi dan
tempat ibadah atau mesjid. Kehidupan urban di pusat kota Banda Aceh pun ditandai
dengan kehadiran komponen kota tersebut. Melalui perspektif sejarah ini, dapat
dirasakan adanya suatu kehidupan perkotaan yang berpusat di kawasan Mesjid Raya
Baiturrahman yang terus mengalami perubahan dari masa lalu hingga saat ini.
Keberadaan Mesjid Raya Baiturrahman sebagai elemen fisik primer kota (landmark)
kota Banda Aceh, secara berkelanjutan menghidupkan kawasan perdagangan Pasar
Aceh dan sekitarnya.
Mesjid Raya Baiturahman akan terlihat lebih asri melalui jembatan Pante Pirak
Krueng Aceh dan halaman akan lebih luas sehingga akan menampung jumlah jamaah
lebih banyak.
Gambar 3 : Ilustrasi Payung Elektrik pada halaman Masjid Raya Baiturrahman sebagai
elemen pendukung aktifitas ibadah ( sumber : Serambi Indonesia, 2015 ).
Gambar 4 : Ilustrasi Master Plan Kawasan Masjid Raya Baiturrahman dan Penataan
Kawasan Pusat Kota Banda Aceh pada masa Gubernur Dr. Zaini Abdullah
( Sumber : Serambi Indonesia,2015 ).
Gambar 5 : Kantor Gubernur Aceh yang mengambil bentuk Rumoh Aceh yang
didirikan Oleh Gubernur Ibrahim Hasan (1986-1993 ).
KESIMPULAN
Upaya mengembalikan citra Aceh di masa kepemimpinan para Gubernur
Aceh yang telah diuraikan di atas dilakukan dengan cara menggalakkan penerapan
unsur-unsur tradisional terutama pada bangunan-bangunan pemerintah. Namun
agaknya penerapan unsur tradisional ini lebih cenderung untuk ide dekoratif kurang
mengedepankan kepentingan makna. Demikian pula keterampilan Tukang kayu yang
ada sekarang dalam membuat detail konstruksi kayu dan ornamentasinya jauh
DAFTAR PUSTAKA
Kevin Lynch (1996), The Image of the City, MIT Press, Cambridge.
Hamid Shirvani, (1984), Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold, New York.
Danisworo, (1997), Penerapan Urban Desain dalam Penataan Ruang Kota, ITB,
Bandung
J.M.Peter Nash (1999), Etnic Identity in Urban Architecture in Banda Aceh, Leiden.