Anda di halaman 1dari 6

DENPASAR TOURISM AND CULTURAL INFORMATION CENTER

Penerapan Tema Perancangan pada Desain Bangunan

I Gede Wiryasuta1), Ida Bagus Gde Wirawibawa2), dan I Wayan Kastawan3)


1)Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana
dragon_vandalgion@yahoo.com
2)Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana

ib_wirawibawa@unud.ac.id
3)Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana

iwayankastawan@gmail.com

ABSTRACT

Information is an important thing that is needed by all people. Every town or region must have information center, such as
tourism and cultural information center. Denpasar city already has building with the same function as above, but it does
not work maximally in terms of the facilities and service, so it is needed a building with tourism and cultural information
center function and have complete facilities and good service. This building is not just functioned as information center,
but also as an education media and place for artist, art and tourism community to do their creation, particularly in Denpasar
city. In accordance with the building function and the chosen location, when planning the Tourism and Cultural Information
Center building, it is needed a design theme about how the building will be presented. It is needed an approach in terms
of function, culture dan location. Thus it would be easier to determine the design theme. Based on that, the theme that will
be used in designing this Tourism and Culutral Information Center is “smooth and cozy” that is applied to some parts such
as building display, building mass and open space arrangement.
Keywords: information center, tourism, culture, neo vernacular

ABSTRAK

Informasi adalah salah satu hal penting yang sangat dibutuhkan oleh semua orang. Pada setiap kota atau
daerah harus memiliki pusat informasi, seperti halnya informasi pariwisata dan budaya. Di Kota Denpasar,
bangunan yang mewadahi fungsi ini sudah ada, akan tetapi fungsinya kurang maksimal baik dari fasilitas dan
pelayanan, sehingga diperlukan sebuah wadah yang memiliki fasilitas memadai dan pelayanan yang
maksimal. Nantinya bangunan ini tidak hanya sebagai pusat informasi wisata dan budaya, akan tetapi juga
sebagai media edukasi dan wadah berkreatifitas baik itu penggiat seni, budaya dan pariwisata, khususnya di
Kota Denpasar. Sesuai dengan fungsi bangunan dan lokasi yang dipilih, dalam merancang Tourism and
Culutral Information Center, diperlukan tema rancangan bagaimana bangunan tersebut akan ditampilkan
nantinya. Diperlukan pendekatan dari segi fungsi, budaya dan lokasi. Dengan demikian akan mempermudah
dalam menentukan tema rancangan. Berdasarkan hal tersebut, tema yang digunakan dalam perancangan
Tourism and Culutral Information Center ini yaitu “smooth and cozy” yang diterapkan pada beberapa bagian
yaitu tampilan bangunan, penataan masa dan ruang terbuka, serta sirkulasi.
Kata Kunci: pusat informasi, pariwisata, budaya, neo vernakular

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kota Denpasar telah ditetapkan menjadi Kota Pusaka oleh komite World Heritage City, karena memiliki banyak
kekayaan budaya benda dan non benda. Selain itu Kota Denpasar salah satu destinasi favorit wisatawan,
memiliki banyak objek wisata yang berbasis budaya. Dapat dilihat dari kunjungan yang meningkat tiap
tahunnya dari tahun 2010 dengan jumlah kunjungan sebanyak 418.057 dan pada tahun 2014 meningkat
menjadi 504.130, peningkatannya sebesar 5,9% pertahunnya, selain itu terdapat juga event pariwisata dan
budaya yang diadakan di Kota Denpasar seperti Denpasar Heritage City Tour, Mahabandana Prasadhaa dan
Pesta kesenian Bali (Dinas Pariwisata Kota Denpasar Th. 2015). Oleh karena itu diperlukan sebuah wadah
untuk menampung dan menyampaikan informasi pariwisata dan budaya tersebut, selain memberi informasi
juga sebagai media edukasi, sebagai wadah beraktivitas berbagai sekaa, sanggar dan komunitas seni yang

I Gede Wiryasuta (1219251051)1), Ida Bagus Gde Wirawibawa2), dan I Wayan Kastawan3)–Denpasar Tourism and
Cultural Information Center, Bali 1
ada di Kota Denpasar, penyelengaraan event pariwisata dan budaya dan juga sebagai wadah membantu
pemasaran bisnis lokal di Kota Denpasar, yaitu Tourism and Cultural Information Center.

Metode

Metode yang digunakan yaitu metode 5 tahapan perancangan (Snyder,1984:225), untuk menyelesaikan tiap
persoalan dalam perancangan Tourism and Cultural Information Center ini. Adapun tahapannya yaitu sebagai
berikut :
1. Identifikasi, tahapan ini membahas mengenai pemahaman dan identifikasi objek yang akan dirancang,
mulai dari pengenalan Tourism and Cultural Information Center.
2. Persiapan, yaitu pengumupulan data dan analisa mengenai Tourism and Cultural Information Center. terdiri
dari data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi literatur, hasil penelitian, dan dari sumber lain
dan data primer adalah data yang didapat dari pengamatan langsung, observasi dan wawancara
3. Sintesis, yaitu mengumpulkan dan menyaring hasil-hasil data disesuaikan dengan permasalahan serta
konteks terkait perancangan Tourism and Cultural Information Center.
4. Evaluasi, mengevaluasi hasil dari sintesis, dilakukan dengan menganalisis konsep rancangan dari
berbagai aspek, sehingga didapat beberapa alternatif desain yang dapat digunakan
5. Tindakan, tahap perealisaian alternatif terpilih menjadi sebuah gambar rancangan.

PENERAPAN TEMA DAN KONSEP PERANCANGAN PADA DESAIN BANGUNAN

Tema Rancangan

Dalam penentuan tema, dipilih dengan melakukan beberapa pendekatan yaitu pendekatan dari segi fungsi
dan pendekatan budaya serta lokasi. Dari pendekatan tersebut maka didapat tema rancangan yaitu “Smooth
and Cozy”, yang diterapkan sebagai berikut : Menggunakan gaya arsitektur Neo Vernakular, yaitu
menggunakan bentuk yang modern, akan tetapi masih menggunakan tata nilai dan unsur Arsitektur
Tradisional Bali, mengambil bentuk-bentuk tradisional yang ramah lingkungan dengan proporsi yang lebih
vertikal. Tata nilai yang digunakan dalam perancangan yaitu konsep natah, Tri Angga dan mengambil bentuk
serta pola rumah tradisional Bali.

Sesuai dengan pemahannya, natah adalah ruang tengah yang dikelilingi massa-massa bangunan untuk pusat
orientasi dan pusat sirkulasi, natah juga dapat berfungsi sebagai ruang tamu sementara atau ruang komunal
untuk tamu dan pemiliknya (Glebet dkk, 1985 : 107). Penerapan konsep natah pada fungsi bangunan
bertujuan untuk memberikan ruang komunal sebagai wadah aktivitas sehingga tercipta keterkaitan antara
fungsi ruang dalam dan ruang luar dan mempermudah sirkulasi ke tiap massa bangunan

natah

Gambar 1. Pola dan posisi natah pada rumah tradisional Bali


Sumber : Wiryasuta, 2015
Dan penerapannya pada TCIC ini yaitu memberikan ruang terbuka atau plaza, sebagai natah, dengan fungsi

2 e-Jurnal Arsitektur Universitas Udayana-Volume 1 Edisi Januari 2017-ISSN No. 9 772338 505007
yang hampir sama yaitu sebagai pusat sirkulasi dan penghubung untuk mengakses setiap bangunan yang
ada disekelilingnya. Plaza ini dapat juga difungsikan sebagai tempat beraktifitas outdoor, dengan memberikan
furniture outdoor, seperti meja dan kursi, dilengkapi juga dengan dengan memberikan softscape berupa
tanaman peneduh. Pada bagian ini, ditutupi dengan deck kayu, sebagian dibiarkan terbuka, sebagai area
hijau.

KEY PLAN
Natah, sebagai plaza atau ruang komunal dan
sebagai pusat sirkulasi, penghubung tiap masa
bangunan

Batas antara bagian terluar bangunan dan masa


bangunan, difungsikan sebagai area arkir pengunjung.

Gambar 2. Penerapan konsep natah dan pola rumah tradisional Bali pada TCIC
Sumber : Wiryasuta, 2016

Menggunakan juga konsep Tri Angga pada bangunan, yaitu pembagian bangunan menjadi tiga bagian, yaitu
kepala, badan dan kaki yang disesuaikan dengan proporsi tubuh manusia. Sementara perwujudannya pada
tapak yaitu pembagian area tapak menjadi 3, yaitu parhyangan, pawongan, dan palemanan.
Pengimplementasian konsep tersebut pada rancangan adalah sebagai berikut.

Gambar 3. Penerapan konsep Tri Angga pada tapak


Sumber : Wiryasuta 2016
Keterangan :
1. Area palemahan merupakan bagian kaki (nista), berfungsi sebagai area servis. Pada arean ini memiliki
sifat publik dan bising.
2. Area pawongan merupakan bagian badan (madya), sebagai tempat aktifitas utama, terdiri dari masa
bangunan dan natah atau plaza yang dirancang sebagai ruang luar, bersifat semi publik dan semi bising.
3. Area parhyangan merupakan bagian kepala (utama), sebagai area suci tempat memposisikan merajan
yang ada di dalam TCIC dan tempat aktivitas pengelola, bersifat privat dan tenang.

Sementara penerapannya pada bentuk bangunan yaitu, membagi komposisi bangunan dengan memberikan
I Gede Wiryasuta (1219251051)1), Ida Bagus Gde Wirawibawa2), dan I Wayan Kastawan3)–Denpasar Tourism and
Cultural Information Center, Bali 3
bataran sebagai kaki, dinding bangunan sebagai badan dan atap sebagai kepala. Proporsi bangunan
disesuaikan dengan proporsi tubuh manusia. Dengan penggunaa konsep tersebut pada tapak maka akan
didapatkan kesesuaian dengan budaya Bali, selain itu juga dapat diterapkan pada pembagian zoning area
tapak, sesuai sifat serta fungsinya. Sementara penerapannya pada bangunan, selain untuk memenuhi
peraturan daerah setempat, yang harus menampilkan gaya arsitektur Bali, juga untuk memberikan
kenyamanan bagi civitas, baik itu penglola dan pengunjung, sehingga lebih nyaman dalam beraktifitas.

KEPALA

BADAN

KAKI

Gambar 4. Penerapan konsep Tri Angga pada bangunan


Sumber : Wiryasuta, 2016

Untuk tampilan bangunan, mengambil morfologi bentuk bale sakanem atau sakutus, dengan tampilan
memanjang, tiang penyangga berjajar (saka) dan kental konsep Tri Angga-nya. Bentuk masa tersebut lalu
dimodifikasi dengan tampilan dan fungsi yang lebih modern. Untuk tampilan saka, disusun kolom struktur yang
modular dan terekspose, bentuk pintu masuk bangunan mengambil bentuk angkul-angkul yang proporsinya
dibuat lebih vertikal sesuai dengan dimensi rancangan (lihat gambar 4, garis merah).

Gambar 5. Tampilan fisik bangunan utama


Sumber : Wiryasuta 2016

4 e-Jurnal Arsitektur Universitas Udayana-Volume 1 Edisi Januari 2017-ISSN No. 9 772338 505007
Sesuai fungsinya, TCIC memerlukan kelancaran dan kecepatan dalam akses informasi budaya atau
pariwisata, oleh karena itu dari sisi arsitektur diperlukan pengelolaan pola dan sistem sirkulasi baik di dalam
atau luar bangunan. Hal tersebut mencerminkan unsur smooth yang ada pada tema. Untuk sirkulasi pada luar
bangunan, menggunakan natah atau plaza yang dirancang sebagai pusatnya dengan pola sirkulasi menyebar,
sehingga mudah mengakses tiap masa yang ada.

Gambar 6. Pola sirkulasi pada ruang luar TCIC


Sumber, Wiryasuta, 2016
Sementara sirkulasi pada dalam bangunan menggunakan pola sirkulasi linear, pengunjung diarahkan melalui
selasar dan koridor untuk mengakses tiap ruang yang ada di lamannya. Dengan demikian maka akan lebih
mudah mengakses tiap ruang dan pengunjung tidak kebingungan. Untuk pengelola, menggunakan sirkulasi
menembus ruang, pada tiap ruang diberikan penghubung agar mengevisienkan sirkulasi sehingga antara
sirkulasi penglola dan pengunjung tidak tercampur.

Gambar 7. Pola sirkulasi dalam bangunan


Sumber, Wiryasuta, 2016

SIMPULAN DAN SARAN

Dalam merancang Tourism and Cultural Information Center harus menyediakan fasilitas yang lengkap, agar
dapat memenuhi kebutuhan pengunjung dan lokasi yang dipilih berada di pusat atau sekitar kegiatan
pariwisata. Dan dalam menentukan tema agar lebih mudah, dapat melakukan pendekatan, sesuai fungsi
bangunan itu sendiri dan karakteristik serta kebudayaan daerah lokasi yang dipilih yaitu Kota Denpasar.
Sehingga Tema yang diaplikasikan yaitu “Smooth and Cozy”. Unsur smooth tersebut bermakna, TCIC harus
lancar dan cepat dalam akses informasi, sehingga selain berada pada lokasi yang merupakan jalur akses
utama dan pelayanannya, juga harus melakukan pengelolaan sirkulasi civitas pada TCIC dengan memilih pola
sirkulasi yang efisien. Sementara unsur cozy pada tema memiliki makna, sebuah bangunan harus memberikan
I Gede Wiryasuta (1219251051)1), Ida Bagus Gde Wirawibawa2), dan I Wayan Kastawan3)–Denpasar Tourism and
Cultural Information Center, Bali 5
kenyamanan baik pada civitas dan pada lingkungan. Kenyamanan tersebut dapat diterapkan pada tampilan
bangunan yang proposional sesuai dengan ukuran rata-rata tubuh manusia, selain itu pada tampilan luar dan
dalam bangunan, menggunakan warna-warna cerah, perpaduan material lokal serta modern dan furniture
yang menarik.

Selain itu agar selaras dengan lingkungan, budaya dan fungsi bangunan, dapat diterapkaan gaya atau konsep
arsitektur neo vernakular, yaitu menggunakan bentuk yang modern, akan tetapi masih menggunakan tata nilai
dan unsur Arsitektur Tradisional Bali, mengambil bentuk-bentuk tradisional yang ramah lingkungan dengan
proporsi yang lebih vertikal, dengan demikian akan tercipta kesesuaian antara fungsi dan budaya lokasi yang
terpilih, yaitu Kota Denpasar. Kota Denpasar terkenal akan arsitektur lokalnya yaitu Arsitektur Tradisional Bali
yang memiliki berbagai konsep serta aturan dalam merancang bangunan. Beberapa konsep yang akan
diterapkan pada bangunan yaitu Konsep natah dan Tri Angga.

DAFTAR PUSTAKA

Glebet, I Nyoman,1985, ‘Arsitektur Tradisional Daerah Bali’, Denpasar: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Daerah.
Snyder, James C dan Anthony J. Catanese,1984,’Pengantar Arsitektur’,Jakarta: Erlangga.
Wiryasuta, I Gede, 2015, ‘Menggambar Rumah Tradisional Bali’, Tugar Mata Kuliah Perundagian pada
Universitas Udayana: tidak diterbitkan.
Wiryasuta, I Gede, 2016, ‘Denpasar Tourism and Cultural Information Center’, Tugar Akhir Arsitektur pada
Universitas Udayana: tidak diterbitkan.

6 e-Jurnal Arsitektur Universitas Udayana-Volume 1 Edisi Januari 2017-ISSN No. 9 772338 505007

Anda mungkin juga menyukai