Anda di halaman 1dari 11

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Gambaran perilaku aman (safe behaviour) pada pekerja di PT.


Gunanusa Utama Fabricators tahun 2017

Kecelakaan kerja secara umum disebabkan oleh 2 hal pokok yaitu perilaku
kerja yang tidak aman (unsafe action) dan kondisi kerja yang tidak aman
(unsafe condition). Menurut Suma’mur (1981), 80-85% kecelakaan
disebabkan oleh kelalaian (unsafe human act) dan kesalahan manusia (human
eror). Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa perilaku manusia
merupakan unsur yang memegang peranan penting dalam mengakibatkan
suatu kecelakaan (Sucipto, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian di PT. Gunanusa Utama Fabricators tahun 2017


yang tertera pada tabel 5.1 diketahui responden yang memiliki perilaku aman
lebih banyak dibandingkan dengan perilaku yang tidak aman. Meskipun
demikian, masih terdapat responden yang berperilaku tidak aman saat bekerja,
hal ini dapat berdampak pada resiko terjadinya kejadian yang tidak diinginkan
seperti near miss, kecelakaan kerja, dan penyakit akibat kerja.

Perilaku tidak aman yang paling banyak dilakukan oleh pekerja di PT.
Gunanusa Utama Fabricators adalah mengoperasikan peralatan kerja tidak
sesuai dengan kecepatan yang dianjurkan (12,8%), sedangkan perilaku aman
lain yang dilakukan oleh pekerja adalah tidak slalu menggunakan APD saat
bekerja dan diarea kerja (9,6%), menyimpan barang disembarang tempat
(7,4%), memaksakan mengangkat beban yang berlebihan (5,3%), mengambil
dan mengangkat beban dengan posisi yang tidak nyaman dan tidak benar
(3,2%), mengoperasikan peralatang yang bukan haknya (2,1%), tidak
memberitahukan kepada pengawas saat terjadi kondisi yang berbahaya
(2,1%), serta menggunakan peralatan tidak sesuai dengan pekerjaan (1,1%).

56
57

Perilaku aman pada pekerja dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya status
karyawan, umur, dan masa kerja. Karyawan dengan status tetap (100%)
cenderung berperilaku aman dibandingkan dengan karyawan dengan status
kontrak. Pada kategori umur pertengahan (45-59 tahun) (68,8%) dan usia
lanjut (>60 tahun) (100%) cenderung berperilaku aman. Serta pada masa
kerja yang lama (>10 tahun) (68,2%) juga cenderung berperilaku secara
aman. Namun pada ketiga faktor tersebut tidak ditemukan hubungan yang
bermakna dengan perilaku aman (safe behaviour).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Halimah (2010), menyatakan bahwa


responden yang berperilaku perilaku aman (83,9%) lebih banyak
dibandingkan dengan responden yang berperilaku tidak aman (16,2%).
Perilaku aman yang diteliti merupakan aktifitas/kegiatan pekerja dalam
memelihara keselamatan kerja seperti mengikuti standar prosedur kerja,
menggunakan APD, dan juga turut berkontribusi dalam kegiatan keselamatan
kerja seperti pelatihan dan kegiatan keselamatan lainnya.

B. Gambaran pelatihan K3 pada pekerja di PT. Gunanusa Utama


Fabricators tahun 2017

Pengertian pelatihan berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah


keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta
mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos
kerja pada keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan
kualifikasi jabatan atau pekerjaan.

Pelatihan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja sangat bervariasi,


sebagai contoh adalah:

a. Pelatihan Alat Pelindung Diri (APD)


b. Fire fighting
c. Basic first aid
d. Emergency respon
e. Permit to work

STIKes Faletehan
58

f. Job safety analysis


g. Manual handling
h. Spill handling
i. Environment management

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 94 responden sebanyak 22


(23,4%) responden mengatakan tidak pernah mendapatkan pelatihan K3,
sebanyak 45 (47,9%) responden mengatakan jarang (1x) mendapatkan
pelatihan K3 dan sebanyak 27 responden (28,7%) mengatakan sering (>1x)
mendapatkan pelatihan K3 dalam jangka waktu 1(satu) tahun terakhir. Serta
hasil analisi menunjukan bahwa 32 (34%) responden menyatakan kurang
paham mengenai materi pelatihan K3 yang diberikan.

Pelatihan K3 yang diberikan berupa pelatihan mengenai Alat Pelindung Diri


setiap pekerjaan (49,9%), pelatihan mengenai tanggap darurat kecelakaan
(27,3%), pelatihan mengenai pertolongan pertama pada kecelakaan (14,1%),
dan pelatihan lainnya (8,7%).

Dari hasil penelitian tersebut dapat digambarkan bahwa tidak meratanya


pemberian pelatihan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja. Hal ini
disebabkan karena PT. Gunanusa Utama Fabricators merupakan industri
fabrikasi dengan sistem project (kontrak) sehingga dengan seringnya
penggantian karyawan yang tidak menentu karena sistem project (kontrak)
menyebabkan pemberian pelatihan K3 yang tidak merata, serta target
pencapaian kerja yang diharapkan juga tidak memungkinkan untuk
memberikan pelatihan K3 secara efisien dan efektif.

C. Gambaran media promosi K3 pada pekerja di PT. Gunanusa Utama


Fabricators tahun 2017

Media promosi K3 merupakan suatu alat dalam menyampaikan pesan


mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, yang bertujuan :

a. Membantu pekerja untuk mengenal sedini mungkin lingkungan tempat


kerjanya yang beresiko menimbulkan kecelakaan kerja.

STIKes Faletehan
59

b. Mempengaruhi pekerja untuk selalu menggunakan alat-alat keselamatan


yang telah disediakan.
c. Mempengaruhi pekerja untuk menerapkan pola atau gaya hidup sehat dan
positif.
d. Membantu pekerja untuk terbiasa mengatasi stress yang dialami dalam
kehidupannya.
e. Mengajarkan pekerja mengenai kemampuan P3K.
f. Mengajarkan pekerja mengenai penyakit umum dan penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan dan bagaimana mencegah serta
meminimalisir akibatnya (Konradus, 2006).

Terdapat 2 (dua) media dalam menyampaikan pesan K3 yaitu media cetak dan
media elektronik. Media cetak dapat berupa booklet, leaflet, flit chart, rubric,
poster, dan foto. Sedangkan untuk media elektronik dapat berupa televisi,
radio, video, slide, dapat berupa media papan (Billboard) (Notoatmodjo,
2012).

Bentuk media promosi K3 yang diberikan oleh PT. Gunanusa Utama


Fabricators diantaranya berbentuk poster, spanduk, baliho, dan safety sign. Isi
dari media tersebut bervariasi tergantung tempat dan jenis pekerjaan yang
dilakukan serta selalu diganti setiap 1 (satu) bulan sekali sesuai dengan isu
kejadian yang terbaru.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 94 responden terdapat 45


(47,9%) responden menyatakan media promosi K3 yang kurang baik dan
sebanyak 49 (42,1%) responden menyatakan media promosi K3 yang baik.
Hasil analisa juga menunjukan sebanyak 6 (6,4%) responden menyatakan
tidak terdapat media promosi K3 di dekat area kerjanya, sebanyak 28 (29,8%)
responden berpendapat bahwa media promosi K3 tidak memiliki letak yang
startegis, serta sebanyak 32 (34%) responden berpendapat media promosi K3
tersebut tidak memiliki tampilan yang menarik.

STIKes Faletehan
60

D. Gambaran meeting harian K3 pada pekerja di PT. Gunanusa Utama


Fabricators tahun 2017

Dalam pelaksanaan program keselamatan tidak pernah lepas dari meeting


harian yang dilakukan sebelum bekerja yang disebut dengan safety talk,
toolbox meeting, dan tailgate meeting. Meeting harian merupakan rapat
singkat tentang keselamatan kerja, yang dilakukan sebelum pekerjaan dimulai
dengan topik yang bervariasi sesuai jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan,
berkaitan dengan pengamanan peralatan kerja dan keselamatan tenaga kerja.

Meeting harian di PT. Gunanusa Utama Fabricators dilaksanakan setiap hari


sebelum memulai pekerjaan di setiap unit pekerjaan. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa responden yang menyatakan meeting harian yang
kurang baik sebanyak 39 (41,5%) responden, sedangkan responden yang
menyatakan meeting harian yang baik sebanyak 55 (58,5%) responden.

Pada meeting harian yang dilakukan oleh PT. Gunanusa Utama Fabricators
didalam membahas seputar Alat Pelindung Diri (APD), sumber bahaya pada
pekerjaan dan lingkungan kerja, temuan kejadian yang tidak aman atau
kecelakaan kerja, penggunaan peralatan kerja yang baik dan benar, dan
prosedur kerja yang sesuai.

Hasil wawancara lebih lanjut diperoleh sebanyak 22 (23,4%) responden


menyatakan tidak memperhatikan saat meeting harian yang diberikan,
sebanyak 11 (11,7%) responden menyatakan tidak memahami isi dari materi
meeting harian yang diberikan, dan sebanyak 16 (17%) responden menyatakan
tidak merasakan manfaat dari meeting harian yang diberikan.

Diperlukannya variasi penyampaian materi meeting harian dan juga cara yang
efektif agar para pekerja dapat mudah memahami maksud dan tujuan yang
diberikan. Diperlukannya juga hiburan saat meeting harian berlangsung seperti
games, senam, olahraga ringan, dan hiburan lainya. Namun tidak menyimpang
dari konseptual penyampaian pesan K3.

STIKes Faletehan
61

E. Gambaran peran pengawas/supervisor K3 pada pekerja di PT. Gunanusa


Utama Fabricators tahun 2017

Tindakan pengawasan bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan yang


dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, pengawasan
merupakan salah satu kegiatan yang mutlak diselenggarakan oleh semua pihak
tingkatan manajerial dan secara langsung mengendalikan kegiatan-kegiatan
teknis yang dilakukan oleh petugas operasional.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 30 (31,9%) responden


menyatakan kurang baik, sedangkan sebanyak 64 (68,1%) responden
menyatakan baik pada peran pengawas/supervisor.

Berdasarkan hasil wawancara juga diperoleh hasil menurut pernyataan


responden pengawasan yang di lakukan oleh supervisor sebanyak 82 (87,2%),
pengawasan yang dilakukan oleh safety officer sebanyak 9 (9.6%), dan
pengawasan yang dilakukan oleh rekan kerja sebanyak 3 (3,2%).

Tugas yang dilakukan pengawas/supervisor dalam menyampaikan pesan


mengenai keselamatan dan kesehatan kerja di PT. Gunanusa Utama
Fabricators dapat berupa mengawasi jalannya pekerjaan, mengingatkan
pekerja untuk bekerja secara hati-hati, mengingatkan untuk memeriksa
peralatan kerja terlebih dahulu sebelum memulai pekerjaan, mengingatkan
untuk selalu mengenakan APD, mengingatkan dan menegur jika ditemukan
perbuatan yang tidak aman serta kondisi lingkungan kerja yang berbahya.

F. Hubungan antara pelatihan K3 dengan perilaku aman (safe behaviour)


pada pekerja di PT. Gunanusa Utama Fabricators tahun 2017

Menurut Andrew E. Sikula (1981), pelatihan (training) adalah suatu proses


pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan
terorganisir dimana pegawai no-manajerial memperlajari pengetahuan dan
keterampilan teknis dalam tujuan terbatas.

STIKes Faletehan
62

Berdasarkan hasil analisa yang tertera pada tabel 5.6 diketahui bahwa dari 22
responden yang tidak pernah mendapatkan pelatihan K3 terdapat 13 (59,1)
responden berperilaku aman. Dari 45 responden yang jarang mendapatkan
pelatihan K3 terdapat 27 (60%) responden berperilaku aman. Serta dari 27
responden yang sering mendapatkan pelatihan K3 terdapat 17 (63%)
responden berperilaku aman.

Setiap responden baik yang tidak pernah, jarang, dan sering mendapatkan
pelatihan K3 semuanya cendurung berperilaku aman. Sehingga hasil analisa
bivariat dengan menggunakan uji Chi square diperoleh bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara pelatihan K3 dengan perilaku aman (safe
behaviour), dengan nilai Pvalue (0,956) > α (0,05).

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Halimah
(2010), bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pelatihan
keselamatan dengan perilaku aman (Pvalue 0,449), serta menyatakan
responden yang jarang (81,8%) ataupun sering (86,8%) mendapatkan
pelatihan memiliki perilaku yang aman. Namun, penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sipayung (2014), bahwa ada hubungan
yang bermakna antara pelatihan dengan perilaku aman (Pvalue 0,007).

Pelatihan K3 yang diberikan memiliki tujuan untuk meningkatkan


produktivitas kerja, meningkatkan kualitas kerja, meningkatkan ketetapan
perencanaan sumber daya manusia, meningkatkan sikap moral dan semangat
kerja, meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja, menghindari keusangan
(absolescence). Namun pada pelatihan K3 yang diberikan PT. Gunanusa
Utama Fabricators tidak memiliki pengaruh dalam merubah pekerja agar
berperilaku secara aman.

STIKes Faletehan
63

G. Hubungan antara media promosi K3 dengan perilaku aman (safe


behaviour) pada pekerja di PT. Gunanusa Utama Fabricators tahun 2017

Bentuk media promosi K3 yang diterapkan oleh PT. Gunanusa Utama


Fabricators diantaranya berbentuk poster, spanduk, baliho, dan safety sign,
dengan bentuk materi keselamatan kerja dan kesehatan kerja yang berisi
anjuran/ajakan berperilaku dan bertindak secara sehat dan aman.

Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa dari 45 responden yang


menyatakan media promosi K3 yang kurang baik terdapat 20 (44,4%)
responden berperilaku tidak aman dan sebanyak 25 (55,6%) responden
berperilaku aman. Sedangkan dari 49 responden yang menyatakan media
promosi K3 yang baik terdapat 10 (37%) responden berperilaku tidak aman
dan sebanyak 17 (63%) responden berperilaku aman.

Pada analisa bivariat tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara media
promosi K3 dengan nilai Pvalue (0,450) > α (0,05). Dikarenakan responden
yang menyatakan media promosi K3 yang kurang baik dan baik keduanya
cenderung memilikin perilaku yang aman.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sipayung
(2014), bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara rambu-rambu K3
dengan perilaku aman. Hal tersebut disebabkan keberadaan rambu-rambu K3
yang menyentuh para pekerja dalam membenahi atau mengarahkan perilaku
kerja yang aman.

Dalam penerapannya media promosi K3 yang diberikan seharusnya memiliki


letak yang strategis agar mudah dilihat oleh pekerja serta memiliki konsep
yang menarik agar para pekerja tertarik untuk melihat media tersebut. Tidak
hanya itu, motivasi para pekerja juga mempengaruhi pekerja untuk dapat
melihat dan menerapkan ajakan/anjura dari media promosi K3 tersebut. Hal
tersebut merupakan faktor keberhasilan suatu media promosi K3.

STIKes Faletehan
64

H. Hubungan antara meeting harian dengan perilaku aman (safe behaviour)


pada pekerja di PT. Gunanusa Utama Fabricators tahun 2017

Meeting harian yang diterapkan oleh PT. Gunanusa Utama Fabricator


dipimpin dan diisi oleh superviser dan safety officer dengan penyampaian
pesan seputar target pencapian kerja, keselamatan, dan kesehatan kerja dengan
durasi waktu 10-20 menit sebelum memulai pekerjaan.

Berdasarkan hasil analisa yang tertera pada tabel 5.5 diketahui bahwa dari 39
responden yang menyatakan meeting harian yang kurang baik terdapat 21
(53,8%) responden berperilaku tidak aman. Sedangkan dari 55 responden yang
menyatakan meeting harian yang baik terdapat 39 (70,9%) responden
memiliki perilaku yang aman.

Dari hasil analisa bivariat dengan menggunakan uji Chi square diperoleh
Pvalue (0,027) bila dibandingkan dengan nilai α (0,05) maka Pvalue < α,
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara meeting harian dengan perilaku aman (safe behaviour).

Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sipayung (2014), menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara komunikasi K3 dengan perilaku aman. Hal ini disebabkan intensitas
pada komunikasi pesan K3 yang diberikan tidaklah efektif karena diberikan
saat apel pagi setiap bulan, perayaan hari K3, dan pada saat inspeksi saja.
Berbeda halnya dengan penerapan meeting harian yang dilakukan di PT.
Gunanusa Utama Fabricators yang dilakukan setiap hari sebelum memulai
pekerjaan secara menyeluruh setiap unit pekerjaan dan pada shift kerja pagi
serta shift kerja malam secara merata.

Meskipun meeting harian memiliki hubungan dalam merubah perilaku


menjadi aman, namun disaat melakukan wawancara lebih lanjut sebagian
besar (68,1%) responden merasa bosan saat kegiatan meeting harian diberikan.
Hal ini dapat disebabkan karena kegiatan meeting harian yang dilakukan

STIKes Faletehan
65

setiap hari, kemungkinan juga materi yang diberikan tidaklah bervariasi, serta
konsep yang kurang dipahami para pekerja.

I. Hubungan antara peran pengawas/supervisor dengan perilaku aman


(safe behaviour) pada pekerja di PT. Gunanusa Utama Fabricators tahun
2017

Bird dan Germain (1990) menyebutkan supervisor (pengawas) memiliki posisi


kunci dalam mempengaruhi pengetahuan, sikap keterampilan, dan kebiasaan
akan keselamatan setiap karyawan dalam suatu area tanggung jawabnya. Para
pengawas mengetahui lebih baik dari pada pihak lain mengenai
diperhatikannya individu-individu, cacatan cuti, kebiasaan bekerja, perbuatan,
keterampilan dalam bekerja. Peran pengawas juga memonitor kinerja pekerja,
yang mana hal ini merupakan sesuatu yang penting untuk kesuksesan
program.

Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa dari 30 responden yang


menyatakan peran pengawas/supervisor yang kurang baik terdapat 21 (70%)
responden berperilaku tidak aman. Sedangkan dari 64 responden yang
menyatakan peran pengawas/supervisor yang baik terdapat 48 (75%)
responden memiliki perilaku yang aman.

Dari hasil analisa bivariat dengan menggunakan uji Chi square diperoleh
Pvalue (0,000) bila dibandingkan dengan nilai α (0,05) maka Pvalue < α,
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara meeting harian dengan perilaku aman (safe behaviour).

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Halimah
(2010), bahwa ada hubungan yang bermakna antara peran pengawas dengan
perilaku aman (Pvalue 0,000). Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sipayung (2014), bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara pengawasan dengan perilaku aman (Pvalue 1,000), hal
tersebut dikarnakan pengawasan yang dilakukan hanya sekedar mengingatkan

STIKes Faletehan
66

pekerja namun tidak menegur atau memberi sanksi jika ada pekerja yang
memiliki perilaku yang tidak aman.

Tentu saja sebagai pengawas/supervisor seharusnya menegur pekerja yang


memiliki perilaku yang tidak aman, namun dengan cara yang sopan dan tidak
menyinggung pekerja itu sendiri. Ternyata pada wawancara yang dilakukan di
PT. Gunanusa Utama Fabricators terdapat sebagian kecil responden (9,6%)
merasa tersinggung atau marah saat ditegur jika melakukan kesalahan atau
perbuatan yang tidak aman.

Perlu terjalinnya komunikasi yang baik antara pengawas/supervisor terhadapa


bawahannya, karena dalam sistem manajemen pengawas/supervisor
merupakan jembatan komunikasi antara pihak manajerial dengan para pekerja.
Sehingga jika peran pengawas/supervisor yang baik ditambah juga dengan
komunikasi yang baik terhadap pekerja akan sangat mempengaruhi perubahan
perilaku pekerja secara aman (safe behaviour).

STIKes Faletehan

Anda mungkin juga menyukai