Anda di halaman 1dari 16

BAB II

STUDY LITERATUR

2.1. Metode Penelitian Kuantitatif


Menurut Sugiyono (2017), metode penelitian kuantitatif dapat
diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivism, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data
bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang
telah ditetapkan. Proses penelitian kuantitatif dapat dilihat pada gambar 1.
Pengujian
Instrumen

Populasi dan Pengembangan


sample Instrumen

Rumusan Perumusan Analisis Data


Landasan Teori Pengumpulan Data
Masalah Hipotesis

Kesimpulan dan
Saran

Gambar 1 Proses Penelitian Kuantitatif

2.2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


Menurut Mangkunegara (2015), keselamatan kerja menunjukkan
kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian
di tempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari
lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan,
terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh,
penglihatan, dan pendengaran. Semua itu dihubungkan dengan
perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik, dan mencakup tugas-tugas
kerja yang membutuhkan pemeliharaan serta pelatihan. Sedangkan
kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan
fisik, mental, emosi, atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan
kerja.

2.2.1. Tujuan Kesehatan Keselamatan Kerja


Menurut Mangkunegara (2015), tujuan kesehatan dan
keselamatan kerja diantaranya sebagai berikut:
1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan
kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
2. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
3. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
gizi pegawai.
4. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan
sebaikbaiknya dan seefektif mungkin.
5. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
lingkungan atau kondisi kerja.
6. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian, dan partisipasi kerja.
7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

2.2.2. Manfaat Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Menurut Soehatman Ramli (2018), aspek K3 bersifat multifungsi,
karena itu manfaat K3 harus dilihat dari berbagai sisi seperti:
2.2.2.1. Aspek Hukum
Hukum kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di Indonesia telah
banyak diterbitkan baik dalam bentuk Undang-undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Menteri, dan Surat Edaran, antara lain:
1. Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13/2003
2. Undang-undang Keselamatan Kerja No. 1/1997
3. Undang-undang No.8 tahun 1998 tentang Perindungan
Konsumen.
4. Undang-undang No. 22 tentang MIGAS.
5. Undang-undang tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja No.
3/1992
6. UUD 1945 pasal 27 ayat 1 dan 2.
7. Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Jaminan
Sosial Tenaga Kerja No. 14/1993.
8. Keputusan Presiden, Penyakit yang timbul Karena Hubungsn
Kerja No.22/1993.
9. Peraturan Menteri Perburuhan tentang Syarat Kesehatan,
Kebersihan, serta Penerangan dalam Tempat Kerja No.
7/1964.
10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja dalam penyelenggaraan
Keselamatan Kerja No. 2/1980.
11. Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja No. 3/1982.

2.2.2.2. Perlindungan Tenaga Kerja


Perlindungan tenaga kerja ini menyangkut berbagai aspek
seperti jaminan social, jam kerja, upah minimum, hak
berserikat dan berkumpul.

2.2.2.3. Aspek Ekonomi


a. K3 dan Produktivitas
Kecelakaan mempengaruhi produktivitas perusahaan. Di
dalam prose produksi, produktivitas ditopang oleh tiga pilar
utama yaitu Kuantitas (Quantity), Kualitas (Quality), dan
Keselamatan(Safety).
b. K3 dan pengendalian kerugian
Banyak kecelakaan yang tidak mengakibatkan korban
manusia, tetapi hanya berupa kerusakan sarapa produksi
yang disebut non injury incident atau damage accident.
2.2.3. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Menurut J.B Miner, mengatasi masalah K3 dapat dilakukan
dengan cara Safety Psychology dan Industrial Clinical Psychology.
Safety Psychology lebih menitikberatkan usaha mencegah
kecelakaan itu terjadi, dengan meneliti kenapa dan bagaimana
kecelakaan bisa terjadi. Industrial Clinical Psychology
menitiberatkan pada kinerja karyawan yang menurun, sebab-sebab
penurunan dan bagaimana mengatasinya.
Faktor-faktor dari dua cara tersebut adalah sebagai berikut:
1. Safety Psychology terdiri dari enam faktor, yaitu:
a. Laporan dan Statistik Kecelakaan
Laporan dan statistik kecelakaan sangat penting dalam program
kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Dengan adanya laporan
dan statistic kecelakaan yang terjadi di tempat kerja, perusahaan
akan memiliki gambaran mengenai potensi terjadinya
kecelakaan dan cara mengantisipasinya.
b. Pelatihan Keselamatan
Merupakan salah satu program K3 yang diperlukan karyawan
sebagai pengetahuan tentang keselamatan kerja. Pelatihan
keselamatan yang dilakukan perusahaan kepada karyawannya
diharapkan dapat mengurangi atau mencegah terjadinya
kecelakaan kerja.
c. Publikasi Keselamatan Kerja
Publikasi keselamatan kerja adalah hal-hal yang berhubungan
dengan pemberian informasi dan pesan-pesan terkait
keselamatan kerja karyawan, melalui berbagai macam cara
diantaranya lewat spanduk, pamflet, gambar, poster, dan
selebaran yang berguna untuk mengurangi tindakan-tindakan
yang membahayakan saat bekerja. Publikasi keselamatan kerja
juga dapat memberikan pemahaman kepada karyawan mengenai
pentingnya K3.
d. Kontrol Lingkungan Kerja
Kontrol lingkungan kerja adalah pemeriksaan/pengendalian
yang berhubungan dengan kondisi lingkungan kerja yang
bertujuan untuk melindungi karyawan dari bahaya kecelakaan
kerja yang mungkin terjadi dan menciptakan lingkungan kerja
yang nyaman dan aman. Perusahaan harus dapat melindungi
karyawannya dari kemungkinan kecelakaan kerja. Oleh karena
itu, perusahaan harus menyediakan peralatan pengaman dan
peralatan pelindung diri untuk karyawannya.
e. Pengawasan dan Disiplin
Pengawasan dan disiplin adalah melakukan kontrol terhadap
lingkungan kerja dan perilaku kerja karyawan. Pengawasan
dilakukan dengan maksud untuk menjaga setiap mesin dan
peralatan selalu dalam kondisi stabil dan siap untuk digunakan.
f. Peningkatan Kesadaran K3
Peningkatan kesadaran K3 merupakan usaha perusahaan dalam
mensukseskan program K3. Adanya komitmen yang kuat dan
perhatian yang besar dari manajemen perusahaan membuat
karyawan sadar terhadap pentingnya kesehatan dan keselamatan
saat bekerja.
2. Industrial Clinical Psychology terdiri dari dua faktor, yaitu:
a. Konseling
Konseling atau pemimbingan dilakukan untuk meningkatkan
kembali semangat kerja dari karyawan. Disebabkan penurunan
kinerja karyawan dari suatu permasalahan yang dihadapi.
b. Employee Assistance Program
Karyawan yang memiliki masalah akan dibimbing secara
intensif oleh supervisor yang ditunjuk. Hal ini digunakan untuk
menangani bermacam-macam masalah karyawan terutama yang
berhubungan dengan kinerja karyawan.
2.2.4. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(SMK3)
Menurut Soehatman Ramli (2018), Sistem manajemen K3 terdiri
atas 2 (dua) unsur pokok yaitu proses manajemen dan elemen-elemen
implementasinya. Proses SMK3 menjelaskan bagaimana sistem
manajemen tersebut dijalankan atau digerakkan. Sedangkan elemen
merupakan komponen-komponen kunci yang terintegrasi satu dengan
yang lainnya membentuk satu kesatuan sistem manajemen. Elemen-
elemen ini mencakup antara lain tanggung jawab, wewenang, hubungan
antar fungsi, aktivitas, proses, praktis, prosedur, dan sumber daya.
Elemen ini dipakai untuk menetapkan kebijakan K3, perencanaan,
objektif dan program K3.
Proses sistem manajemen K3 menggunakan pendekatan PDCA
(plan-do-check-action) yaitu mulai dari perencanaan, penerapan,
pemeriksaan, dan tindakan perbaikan. Dengan demikian, sistem
manajemen K3 akan berjalan terus menerus secara berkelanjutan selama
aktivitas organisasi masih berlangsung.

ACTION PLAN
Tinjauan Perencanaan
Manajemen SMO

CHECK
Pengukuran DO
dan Implementasi
Pemantauan

Gambar 2 Proses Sistem Manajemen K3


7

2.3. Kecelakaan Kerja


2.3.1. Faktor-faktor Kecelakaan
Menurut Mangkuprawira dan Vitayala (2007). Faktor penyebab
terjadinya kecelakaan kerja dapat dilihat dari berbagai sudut. Bisa dari
sudut kebijakan pemerintah, kondisi pekerjaan, kondisi fisik, dan
mental karyawan, serta kondisi fasilitas yang disediakan.
1. Kebijakan Pemerintah
a. Undang-undang Ketenagakerjaan, khususnya yang menyangkut
tentang keselamatan dan kesehatan kerja karyawan belum ada.
b. Peraturan pemerintah tentang pelaksanaan keselamatan dan
kesehatan kerja karyawan belum ada.
c. Pengendalian dan tindakan hukum bagi perusahaan yang
mengabaikan undang-undang dan peraturan yang berlaku
keselamatan dan kesehatan kerja belum ada kalaupun sudah ada,
tetapi tidak diterapkan secara tegas.
2. Kondisi Pekerjaan
a. Standar kerja yang kurang tepat dan pelaksanaannya juga tidak
tepat.
b. Jenis pekerjaan fisik yang sangat berbahaya. Namun, di sisi lain,
fasilitas keselamatan kerja sangat kurang.
c. Kenyamanan kerja yang sangat kurang karena kurang
tersedianya unsur pendukung keselamatan dan kenyamanan
kerja.
d. Tidak tersedianya prosedur manual petunjuk kerja.
e. Kurangnya kontrol, evaluasi, dan pemeliharaan tentang alat-alat
kerja secara rutin.
3. Kondisi Karyawan
a. Keterampilan karyawan mengenai kesehatan dan keselamatan
kerja (K3) yang rendah.
b. Kondisi kesehatan fisik karyawan yang tidak prima.
c. Kondisi kesehatan mental, seperti rendahnya motivasi tentang
K3 serta tingginya derajat stres dan depresi.
8

d. Kecanduan merokok, minuman keras, dan narkoba.


4. Kondisi Fasilitas Perusahaan
a. Ketersediaan fasilitas yang kurang cukup (jumlah dan mutu)
b. Kondisi ruangan kerja yang kurang nyaman.
c. Tidak tersediannya fasilitas kesehatan dan klinik perusahaan
d. Tidak tersediannya fasilitas asuransi kecelakaan.
e. Kurangnya pelatihan dan sosialisasi tentang pentingnya
keselamatan kerja dikalangan karyawan..

2.3.2. Pencegahan Kecelakaan


Menurut Bennett NBS (1995) dalam Santoso (2004),
mengungkapkan bahwa teknik pencegahan kecelakaan harus didekati
dengan dua aspek, yaitu: aspek perangkat keras (peralatan,
perlengkapan, mesin, dan letak) dan aspek perangkat lunak ( manusia
dan segala unsur yang berkaitan).
Menurut Olishifski dalam Santoso (2004), bahwa aktivitas
pencegahan kecelakaan dalam keselamatan kerja profesional dapat
dilakukan dengan beberapa hal berikut:
1. Memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan dari mesin,
cara kerja, material, dan struktur perencanaan.
2. Memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan sumber
daya yang ada dalam perusahaan tersebut.
3. Memberikan pendidikan (training) kepada tenaga kerja atau
karyawan tentang kecelakaan dan keselamatan kerja.
4. Memberikan alat pelindung diri tetentu terhadap tenaga kerja yang
berada pada area yang membahayakan.
Menurut Suma’mur dalam Santoso (2004), kecelakaan akibat
kerja dapat dicegah dengan 12 hal berikut ini:
1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang
diwajibkan mengenai kondisi kerja pada umumnya, perencanaan,
konstruksi, perawatan, dan pemeliharaan, pengawasan,
9

pengujian,dan cara kerja peralatan industri, serta P3K dan


pemeriksaan kesehatan.
2. Standardisasi yang ditetapkan secara resmi, setengah resmi, dan
tidak resmi mengenai misalnya syarat-syarat keselamatan sesuai
instruksi peralatan industri dan alat pelindung diri (APD).
3. Pengawasan, agar ketentuan Undang-Undang wajib dipatuhi.
4. Penelitian bersifat teknik, misalnya tentang bahan-bahan yang
berbahaya, pagar pengamanan, pengujian alat pelindung diri
(APD), pencegahan ledakan dan peralatan lainnya.
5. Riset medis, terutama meliputi efek fisiologis dan psikologis,
faktor lingkungan, dan teknologi, serta keadaan yang
mengakibatkan kecelakaan.
6. Penelitian psikologis, meliputi penelitian tentang pola-pola
kewajiban yang mengakibatkan kecelakaan.
7. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis
kecelakaan yang terjadi.
8. Pendidikan
9. Latihan-latihan
10. Asuransi, yaitu insetif finansial untuk meningkatkan pencegahan
kecelakaan.
11. Penggairahan, pendekatan lain supaya bersikap selamat.
12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan.

2.4. Skala Likert


Skala likert digunakan untuk mengetahui penilaian seseorang
terhadap sesuatu. Pilihan jawaban yang di buat dalam kuesioner
untuk penelitian ini adalah menggunakan skala likert dengan empat
pilihan jawaban. Pilihan jawaban yang digunakan yaitu:
Sangat tidak setuju = 1
Tidak setuju = 2
Setuju = 3
Sangat setuju = 4
10

Setiap jawaban dari responden dalam kuesioner diberikan skor.


Cara menghitung skor rataan adalah sebagai berikut:

X =∑( . )Xini ni (2.1)

Keterangan:
X = Skor rataan
Ni = Jumlah jawaban responden untuk skor i
xi = Skor nilai jawaban renponden i
n = Jumlah responden

Selanjutnya menggunakan rentang skala penilaian untuk


menentukan posisi tanggapan responden dengan menggunakan
nilai skor. Setiap skor alternatif yang terbentuk dari teknik skala
peringkatan terdiri dari kisaran antara 1 hingga 4 yang
menggambarkan posisi yang sangat negatif ke yang sangat positif,
kemudian di hitung rentang skala dengan rumus sebagai berikut:

R skor( )
Rs =
(2.2)
M

Keterangan:
R (skor) = Skor terbesar - skor terkecil
M = Banyaknya kategori skor

Nilai skor rataan (Rs) yang didapatkan adalah 0,75. angka ini
diperoleh dari hasil perhitungan:
4−1
Rs = = 0 ,75
4
11

Nilai skor rataan diperoleh dari perkalian antara bobot nilai


jawaban berdasarkan skala dengan jumlah jawaban responden,
kemudian di bagi dengan jumlah responden. Berdasarkan nilai skor
rataan tersebut, maka posisi keputusan penilaian memiliki rentang
skala yang dapat dilihat pada Tabel 2.
No Skor Rataan Keterangan
1 1,00-1,75 Sangat tidak setuju
2 1,75-2,50 Tidak setuju
4 2,50-3,25 Setuju
4 3,25-4,00 Sangat setuju
Tabel 1 Skala Likert

Interpretasi untuk setiap posisi tersebut adalah:


- Jika nilai skor rataan yang dihasilkan berada pada rentang 1,00-
1,75 maka pelaksanaan SMK3 dinyatakan sangat tidak baik.
- Jika nilai skor rataan yang dihasilkan berada pada rentang 1,75-2,5
maka pelaksanaan SMK3 dinyatakan tidak baik.
- Jika nilai skor rataan yang dihasilkan berada pada rentang 2,5-3,25
maka pelaksanan SMK3 dinyatakan baik
Jika nilai skor rataan yang dihasilkan berada pada rentang 3,25-4,00
maka pelaksanaan SMK3 dinyatakan sangat baik.

2.5. Uji Validitas


Langkah-langkah untuk mengukur validitas kuesioner menurut
Umar (2003):
1) Mendefenisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur.
2) Melakukan uji coba pengukur tersebut kepada sejumlah responden.
3) Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban.
Menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing
pertanyaan atau pernyataan dengan skor total. Nilai korelasi dapat
diketahui dengan menggunakan korelasi product moment. Rumus dari
korelasi product moment yang digunakan yaitu:
12

( ) ( )
( ) (2.3)
√( ( ) )( ( )

Keterangan:
r = Angka korelasi
Xi = Skor masing-masing pernyataan ke-I
r (Xi,Y) Y = Skor total
n = Jumlah responden

2.6. Uji Reabilitas


Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen yang
dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling
tidak oleh responden yang sama. uji reliabilitas untuk mengetahui
sejauh mana suatu instrumen dapat dipercaya. Suatu instrumen akan
reliabel apabila instrumen tersebut dipakai dua kali untuk mengukur
gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif
konsisten. Pada uji reliabilitas ini digunakan teknik Chronbach Alpha
yang skornya rentang antara beberapa nilai, misalnya 0-10 atau 0-100,
bila dalam bentuk skala 1-3, 1-5, 1-7, dan seterusnya (Umar,2003).
Penilaian koefisien mengacu pada Chronbach Alpha yang
memiliki aturan, dapat dilihat pada Tabel 3.

R Alpha Klasifikasi
>0.9 Sempurna
>0.8 Baik
>0.7 Dapat Diterima
>0.6 Dipertanyakan
>0.5 Buruk
<0.5 Tidak Dapat Diterima
Tabel 2 Klasifikasi Chronbach Alpha
13

Uji reliabilitas menggunakan rumus Chronbach Alpha sebagai


berikut:
( )
( )( ) dan (2.4)

Dimana:
= Reliabilitas isntrumen
= Banyak butir pernyataan
= Jumlah Varian total
= Jumlah varian pernyataan
= Jumlah responden
X = Nilai skor yang dipilih

2.7. Analisis Kecelakaan


Laporan analisa kecelakaan kerja diklasifikasikan menurut cidera
ringan, cidera berat, fatality, property damage. Perhitungan yang
dilakukan untuk mengetahui tingkat kecelakaan kerja yaitu (Ramli,
2010):
a. Tingkat Kekerapan Kecelakaan ( Accident Frequency Rate)
Dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

AFR = JKK x 2000 (2.5)


JJK

AFR = Accident Frequency Rate


JKK = Jumlah Kecelakaan Kerja (Frekuensi)
JJK = Jumlah Jam Kerja (Jam/Tahun)
2000 = Rata-rata Jam Kerja dalam Satu Tahun (Jam/Tahun) JJK
dihitung dari:
Jumlah karyawan (Orang) x Jam Kerja di Perusahaan (Jam/Tahun)
14

b. Tingkat Keparahan Kecelakaan ( Severity Rate)


Digunakan untuk menghitung tingkat keparahan kecelakaan yang
terjadi yang dihitung berdasarkan jumlah hari yang hilang di hitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

SR = JHH x 2000 (2.6)


JJK

Keterangan:
SR = Severety Rate
JHH = Jumlah Hari Hilang (Hari)
JJK = Jumlah Jam Kerja (Jam/Tahun)
2000 = Rata-rata Jam Kerja dalam Satu Tahun (Jam/Tahun) 2000
Dihitung Dari:
8 Jam/Hari X 5 Hari/Minggu X 50 Minggu /Tahun

2.8. Produktivitas
Menurut Umar (2005) produktivitas adalah perbandingan hasil
yang di capai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang
digunakan (input). Produktivitas mempunyai dua dimensi yaitu
efektifitas yang mengarah pada pencapaian kerja yang maksimal, yaitu
pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan
waktu. Sedangkan dimensi yang lain adalah efesiensi yang berkaitan
dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi
penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.
Tingkat produktivitas karyawan dapat dihitung dengan rumus (Umar,
2005):
P = O
I (2.7)

Keterangan:
P = Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja (Unit/Persentase)
15

O = Tingkat Output (Unit)


I = Tingkat Input (Jumlah Karyawan x Jumlah Jam Kerja)

2.9. Analisis Regresi Berganda


Analisis regresi berganda digunakan sebagai alat analisis statistik
untuk meneliti variabel-variabel bebas yang berpengaruh terhadap
variabel terikat, dimana variabel bebasnya labih dari satu (Santoso,
2007). . Rumus yang digunakan dalam analisis regresi ini yaitu:

Y= a+b1X1+b2X2+ξ1
(2.8)
Keterangan:
16

Y = Peubah tidak bebas (produktivitas kerja karyawan)


a = Konstanta
b = Koefisien arah garis regresi
X1 = Tingkat keseringan kecelakaan
X2 = Tingkat keparahan kecelakaan
ξ1 = Standar galat
n = Contoh

2.10. Hubungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dengan


Produktivitas
Menurut Ramli (2010) kecelakaan mempengaruhi produktivitas perusahaan. Di
dalam proses produksi, produktivitas ditopang oleh tiga pilar utama yaitu kuantitas,
kualitas dan keselamatan. Produktivitas hanya dapat dicapai jika ketiga unsur
produktivitas tersebut dapat berjalan secara seimbang. Setiap pekerjaan, proses dan
produk memiliki persyaratan kualitas dan kuantitas yang ditetapkan baik dalam
spesifikasi teknis, ukuran, volume, kapasitas produksi atau yang waktu diperlukan.
Menurut Ramli (2010) produktivitas tidak dapat tercapai jika dalam proses
hanya mengejar kualitas saja, tetapi kuantitas produksi tidak tercapai atau sebaliknya.
Namun faktor kualitas dan kuantitas saja belum mencukupi. Produktivitas juga tidak
akan tecapai jika dalam proses terjadi kecelakaan atau kerusakan yang
mengakibatkan kualitas menurun dan kapasitas produksi tidak tercapai. Pekerjaan
harus dilakukan dengan aman tanpa adanya kecelakaan, pemborosan dan kerusakan
sarana produksi. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) berperan menjamin
keamanan proses produksi sehingga produktivitas dapat tercapai.

Anda mungkin juga menyukai