Disusun Oleh :
Novi Triwanto
145190119
2015
BAB I
KASUS
Karyawan Perusahaan Pulp and Paper Tewas Tergiling
Kompeyor
PEKANBARU - Kecelakaan kerja terjadi di Perusahaan PT Indah Kiat Pulp and Paper
(IKKP) yang merupakan perusahaan menghasil pulp and kertas di Riau. Dalam
insiden ini, satu karyawan perusahaan anak Sinarmas Grub itu tewas.
Korban diketahui bernama Yunardi (50), warga Jalan Panglima Sukaramai, Kelurahan
Perawang, Kecamatan Tualang, Siak. "Kecelakaan ini terjadi tadi malam, sekitar pukul
20.30 WIB. Korban sempat dilarikan, namun saat di rumah sakit Yunardi yang
merupakan karyawan IKPP menghembuskan napas terakirnya," kata Kepala Bidang
Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo, Kamis (17/12/2015).
Kejadian tersebut terjadi di lokasi pabrik PT IKPP Perawang Siak, tepatnya di WP 9.
Saat itu, sejumlah teman-teman korban sudah mendapati tubuh dan kepalanya terjepit
di bagian kompeyor. Kompeyor merupakan alat untuk menggiling kayu gelondongan
maupun kayu akasia yang merupakan bahan baku pulp dan kertas. Melihat itu,
sejumlah teman korban berusaha mengeluarkan korban dari mesin kompeyor. Setelah
berhasil mengeluarkan Yunardi, teman satu kerja korban membawanya ke rumah sakit
terdekat. Setelah sampa di klinik milik perusahaan, nyawa korban tidak tertolong lagi.
Saat ini, kasusnya sedang ditangani oleh Polres Siak. Petugas kemudian melakukan
olah Tempat Kejadian Perkara (TKP). "Apa penyebab korban sehingga bisa terjepit di
kompeyor masih dalam penyelidikan Polres Siak," ucap Guntur.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PERILAKU KESELAMATAN
Menurut Zhou et al., (2007) ada empat faktor yang paling efektif untuk
meningkatkan perilaku keselamatan, yaitu: safety attitudes, employee’s
involvement, safety management systems and procedures, and safety
knowledge. Faktor iklim keselamatan lebih berpengaruh terhadap perilaku
keselamatan jika dibandingkan dengan pengalaman pekerja. Diperlukan
strategi gabungan antara iklim keselamatan dan pengalaman kerja untuk
meningkatkan perilaku keselamatan secara maksimal guna mencapai
total budaya keselamatan.
Rundmo dan Hale (2003) melakukan studi terhadap sikap (attitude)
manajemen terhadap keselamatan dan pencegahan terjadi kecelakaan. Hasil
studi menunjukkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh sikap. Sikap yang ideal
untuk manajemen adalah:
Komitmen yang tinggi.
Kefatalan rendah.
Toleransi terhadap pelanggaran rendah.
Emosi dan kekhawatiran tinggi.
Tunakuasa rendah.
Prioritas keselamatan tinggi.
Penguasaan dan kesadaran tinggi.
Paul P.S. dan Maiti J. (2007) mempelajari peranan perilaku keselamatan
pekerja terhadap terjadinya kecelakaan pada perusahaan tambang. Dari studi
yang dilakukan diperoleh struktural model yang menunjukkan hubungan work
injury secara signifikan dipengaruhi oleh:
Pengaruh negatif
Pengambilan resiko
Ketidakpuasan kerja
Umur
Kinerja keselamatan
Menurut Mullen J. (2004), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perilaku keselamatan individu pekerja, yaitu:
Faktor organisasi; yaitu beban kerja yang berlebih, persepsi kinerja
keselamatan, pengaruh sosialisasi, sikap keselamatan dan persepsi
terhadap resiko.
Faktor personal image; yaitu kesan macho dan mampu untuk
menghindari konsekuensi negatif, misalnya diejek atau diremehkan rekan
kerja dan ketakutan kehilangan posisi.
Menurut Mullen bahwa faktor organisasi menentukan perilaku
keselamatan pekerja. Sosialisasi organisasi terhadap karyawan baru sedini
mungkin akan mempengaruhi persepsi pekerja terhadap iklim keselamatan,
sikap keselamatan, komitmen terhadap keselamatan dan perilaku
keselamatan.
OHS training dan edukasi serta penegakan aturan, inspeksi, dan
komunikasi merupakan karakteristik perilaku yang paling dibutuhkan untuk
meningkatkan kinerja keselamatan untuk semua posisi diatas.
Mengembangkan atau merubah budaya organisasi merupakan tantangan
serta membutuhkan biaya dan waktu yang lama. Dengan menentukan target
yang tepat, seperti OHS advisor dan supervisor, kemudian mengidentifikasi
keahlian dan kemampuan serta perilaku yang paling dibutuhkan yang dapat
mengarah kebudaya keselamatan yang positif, kinerja keselamatan dapat
diperbaiki dan dimaksimalkan. Dalam hal ini ditunjukkan pentingnya peran
pimpinan dalam merubah budaya organisasi dan keselamatan. Pimpinan
disini bukan hanya pada tingkatan manajemen akan tetapi sampai pada
pimpinan lapangan sepertiforemen (Dingsdag et al., 2008).
Pendekatan budaya keselamatan dimulai dari level manajemen ke
level yang lebih rendah (top-down approach), sementara pendekatan perilaku
keselamatan dimulai dari level bawah ke level atas (bottom-up approach).
Keberhasilan kedua pendekatan tersebut bergantung pada ada
tidaknya perubahan pada tata nilai dasar dari organisasi, itikad, dan asumsi
tentang keselamatan di tempat kerja. DeJoy (2005) mengusulkan metode
pendekatan terintegrasi antara pendekatan budaya keselamatan dan perilaku
keselamatan. Pendekatan budaya keselamatan lebih bersifat komprehensif
namun kurang memberikan solusi pada masalah keselamatan yang spesifik.
Disisi lain, pendekatan perilaku lebih bersifat spesifik dalam menyelesaikan
masalah keselamatan namun kurang komprehensif. Dengan demikian,
disimpulkan bahwa kombinasi pendekatan kedua metode ini akan saling
melengkapi dan menghasilkan perubahan yang lebih komprehensif sekaligus
menyelesaikan masalah-masalah keselamatan yang spesifik. Model
pendekatan terintegrasi yang diusulkan sangat baik dan dapat diterima
secara konsep (DeJoy, 2005).
Salah satu program yang paling banyak digunakan untuk memperbaiki
perilaku pekerja adalah behavior-based safety. Behavior-based safety atau
lebih dikenal dengan singkatan BBS adalah suatu pendekatan yang bersifat
proaktif dalam meningkatkan kinerja K3, dan sistem ini juga memberikan
peringatan dini terhadap potensi bahayakecelakaan serta dapat mengukur
perilaku aman dan tidak aman di tempat kerja. Sistem ini juga memberikan
kesempatan kepada setiap individu untuk berbagi informasi mengenai kinerja
K3 dan umpan balik terhadap rekan-rekan kerja mereka, mendorong
keterlibatan pekerja dalam semua aktifitas K3, meningkatkan kesadaran
pribadi akan K3, memperbaiki presepsi terhadap resiko dan mengarahkan
konsep berpikir pada pencegahan kecelakaan (IET, 2007).
Program BBS adalah merupakan program perbaikan kontinu yang
melibatkan manajemen dan pekerja. Ada lima program yang harus dijalan
secara kontinu dalam BBS, yaitu :
1. Observasi, diskusi dan umpan balik dari pekerja di lingkungan kerja.
Program ini dilakukan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya
guna mengetahui perilaku aman dan tidak aman dari pekerja.
2. Melakukan komunikasi dengan semua pekerja sebagai bentuk
pembelajaran berdasarkan informasi yang diperoleh dari program
pertama.
3. Membuat program perencanaan implementasi BBS berdasarkan
masukan dan data yang diperoleh dari program pertama.
4. Implementasi perbaikan dan berbagi pembelajaran antar organisasi.
5. Training dan pembinaan untuk meningkatkan kesadaran akan
keselamatan dan presepsi terhadap resiko, membina individu untuk
melakukan pekerjaan sesuai dengan standar dan
menguji dampak perilaku.
B. PERILAKU AMAN DAN TIDAK AMAN
Perilaku Aman
a. Buku Budiono (2003) yang berjudul Bunga Rampai Hiperkes dan
Kecelakaan Kerja, definisi perilaku aman menurut Heinrich
(1980), isinya yaitu:
Perilaku aman adalah tindakan atau perbuatan dari seseorang atau beberapa
orang karyawan yang memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan
terhadap karyawan.
b. Buku Bird dan Germain (1990) yang berjudul Practical Loss Control
Leadership, penulis gunakan untuk mendapatkan definisi dan jenis-jenis
perilaku aman, isinya meliputi: Perilaku aman adalah perilaku yang tidak
dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau insiden. Perbedaan perilaku
aman dan perilaku Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yaitu perilaku
aman hanya berfokus pada keselamatannya saja sedangkan perilakau K3
tidak hanya pada keselamatan tetapi juga pada kesehatan kerjanya. Dibawah
ini adalah jenis-jenis perilaku aman, yaitu :
1) Teori Loss Causation Model menyatakan bahwa jenis-jenis perilaku aman,
meliputi :
a) Melakukan pekerjaan sesuai wewenang yang diberikan
b) Berhasil memberikan peringatan terhadap adanya bahaya
c) Berhasil mengamankan area kerja dan orang-orang disekitarnya
d) Bekerja sesuai dengan kecepatan yang telah ditentukan
e) Menjaga alat pengaman agar tetap berfungsi
f) Tidak menghilangkan alat pengaman keselamatan
g) Menggunakan peralatan yang seharusnya
h) Menggunakan peralatan yang sesuai
i) Menggunakan APD dengan benar
j) Pengisian alat atau mesin yang sesuai dengan aturan yang berlaku
k) Penempatan material atau alat-alat sesuai dengan tempatnya dan cara
mengangkat yang benar
l) Memperbaiki peralatan dalam kondisi alat yang telah dimatikan
m) Tidak bersenda gurau atau bercanda ketika bekerja.
c. Buku Budiono (2003) yang berjudul Bunga Rampai Hiperkes dan
Kecelakaan Kerja, penulis gunakan untuk mendapatkan jenis-jenis perilaku
aman menurut Heinrich (1980), isinya yaitu:
Perilaku aman terdiri dari :
1) Mengoperasikan peralatan dengan kecepatan yang sesuai
2) Mengoperasikan peralatan yang memang haknya
3) Menggunakan peralatan yang sesuai.
4) Menggunakan peralatan yang benar.
5) Menjaga peralatan keselamatan tetap berfungsi.
6) Berhasil memperingatkan karyawan lain yang bekerja tidak aman.
7) Menggunakan PPE dengan benar.
8) Mengangkat dengan beban yang seharusnya dan menempatakannya di
tempat yang seharusnya.
9) Mengambil benda dengan posisi yang benar.
10) Cara mengangkat material atau alat dengan benar.
11) Disiplin dalam pekerjaan.
12) Memperbaiki perlatan dalam keadaan mati.
Perilaku aman adalah perilaku pekerja yang sesuai dengan peraturan, dan
tidak menimbulkan kecelakaan kerja dan kerugian bagi perusahaan.
Kategori perilaku tidak aman pada pekerja konstruksi menurut Murthi dan
Yuri (2009):
1) Tidak menggunakan APD, seperti:
a) Tidak memakai helm.
b) Tidak memakai sarung tangan.
c) Tidak memakai sepatu boot.
d) Tidak memakai peralatan khusus untuk pekerjaan tertentu (safety belt,
google, dll)
2) Kegiatan dengan kecepatan tinggi, seperti:
a) Melompat
b) Melempar
c) Berlari
d) Memanjat
e) Mengoperasikan alat berat dengan kecepatan tinggi
3) Menggunakan peralatan yang tidak layak pakai, seperti:
a) Menggunakan helm rusak
b) Menggunakan sepatu boot robek
c) Menggunakan sarung tangan robek
4) Mengambil posisi yang tidak aman
a) Bekerja/berdiri pada tempat yang tidak aman
b) Bekerja/berdiri pada area dekat dengan alat berat yang sedang bekerja.
5) Tidak memenuhi peraturan yang ada
a) Tidak mematuhi rambu-rambu yang tertulis/terpasang
b) Melakukan kegiatan lain selain pekerjaan yang telah ditentukan di dalam
area proyek, seperti: bergurau, mengganggu, merokok, dll.
Persepsi
a. Buku Gibson (1996) Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan,
bagaimana seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah
bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.
b. Tesis Sialagan (1999) yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang
Berkontribusi Pada Perilaku Aman di PT EGS Indonesia Tahun 2008, penulis
gunakan untuk mendapatkan definisi persepsi, isinya yaitu:
Persepsi sebagai suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan
dan menafsirkan kesan indra mereka bermakna pada lingkungan mereka,
sementara persepsi ini memberikan dasar pada seseorang untuk bertingkah
laku sesuai dengan yang mereka persepsikan. Winardi (2001) menyatakan
bahwa agar muncul persepsi, informasi diidentifikasi sebagai suatu stimulus–
input. Di sini terjadi proses selektivitas mana informasi yang perlu
dipersepsikan dan mana informasi yang perlu diabaikan.
c. Buku Robbins (2001) Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi ada tiga,
yaitu:
1) Perilaku persepsi
Bila seorang individu memandang pada suatu target dan mencoba
menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh
karakteristik-karakteristik pribadi dari pelaku individual.
2) Target
Karakteristik-karakteristik dalam target yang akan diamati dapat
mempengaruhi apa yang dipersepsikan.
3) Situasi
Konteks dalam kita melihat obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa.Unsur-unsur
dalam lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi kita.
Robbins juga memandang penting persepsi karena persepsi akan sesuatu
dapat saja berubah-ubah maknanya walaupun realitasnya sama saja. Adanya
faktor situasi dan faktor target yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang
terhadap obyek.
d. Skripsi Pratiwi (2009) penyebab seseorang berperilaku tidak aman yang
berhubungan dengan persepsi menurut Petersen (1998),
isinya yaitu:
Seorang pekerja cenderung melakukan perilaku tidak aman karena beberapa
hal, diantaranya:
1) Tingkat persepsi yang buruk terhadap adanya bahaya risiko di tempat kerja
2) Menganggap remeh kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja
3) Menganggap rendah biaya yang harus dikeluarkan jika terjadi kecelakaan
kerja. Persepsi adalah pandangan atau pengertian tentang bagaimana
individu memandang atau mengartikan sesuatu. Persepsi tidak muncul begitu
saja, ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang
tergantung dari kemampuan individu merespon stimulus. Kemampuan
tersebut yang menyebabkan persepsi antara individu yang satu dengan
individu yang lain berbeda-beda, dimana cara menginterpretasikan sesuatu
yang dilihat pun belum tentu sama antar individu.
Persepsi merupakan salah satu sektor yang mempengaruhi perilaku.
Perubahanperubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui
persepsi
Sikap
a. Buku Winardi (2004) Sikap adalah determinan perilaku karena berkaitan
dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.
b. sikap menurut Thomas dan Znaniecki (1920), isinya yaitu:
Sikap adalah predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu
perilaku tertentu, sehingga sikap bukan hanya merupakan kondisi internal
psikologis yang murni dari individu, tetapi juga sikap lebih merupakan proses
kesadaran yang sifatnya individual.
c. Buku Sarwono (1997) Sikap dapat dirumuskan sebagai kecendrungan
untuk berespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, obyek, atau
situasi tertentu.
d. Buku Notoatmodjo (2003) yang berjudul Kesehatan Masyarakat Ilmu dan
Seni, Sikap adalah respon yang tidak teramati secara langsung, yang masih
tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek.Newcomb dalam
Notoatmodjo menyatakan bahwa sikap lebih mengacu pada kesiapan dan
kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksana motif tertentu. Hal ini
dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi pembentukkan sikap dan
pembentukan sikap ini lah yang membuat pekerja memiliki sikap yang negatif
dan positif.
Beberapa tingkatan sikap, yaitu:
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).
2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
bila diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas
dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide
tersebut.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggungjawab (responsible)
Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dapat dilakukan
secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan
bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek,
sedangkan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan
hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden.
5) Praktik atau tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
fasilitas.
Selain itu, diperlukan juga faktor dukungan dari pihak lain, misalnya dari
keluarga, teman, atau sesama pekerja lain. Sikap yang ada pada diri
seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor fisiologis dan
psikologis, serta faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berwujud situasi
yang dihadapi oleh individu, norma-norma dan hambatan-hambatan yang ada
dalam masyarakat, semuanya ini akan berpengaruh pada sikap yang ada
pada diri seseorang.
e. sikap menurut Mar’at (1982), isinya yaitu:
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terdiri dari faktor internal yaitu
faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan, seperti
selektifitas rangsangan dari luar yang dapat ditangkap melalui persepsi.
f. perilaku menurut Mann (1969), isinya meliputi:
Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan stereotype yang
dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini dapat
disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut masalah
isi atau masalah yang kontroversial. Komponen afektif merupakan perasaan
individu terhadap objek sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan
terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin merubah sikap seseorang.
Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan bertindak terhadap
sesuatu dengan cara tertentu.
g. Buku Mueller (1992) yang berjudul Mengukur Sikap Sosial metode
pemahaman sikap, isinya yaitu:
Untuk memahami sikap, terdapat beberapa metode yang dapat digolongkan
ke dalam metode langsung dan metode tidak langsung, dan terdapat bagi
metode yang memakai tes tersusun dan tidak tersusun. Metode langsung
adalah metode dimana orang itu secara langsung diminta pendapat atau
anggapannya mengenai objek tertentu. Metode ini lebih mudah
pelaksanaannya, akan tetapi kurang dapat dipercaya daripada metode tidak
langsung. Pada metode tidak langsung, orang diminta supaya menyatakan
dirinya mengenai objek sikap yang diselidiki, tetapi tidak secara langsung.
Cara ini lebih sulit dilaksanakan, tetapi lebih mendalam.
Sikap merupakan penentu penting dalam tingkah laku. Sikap yang ada pada
seseorang akan memberikan gambaran corak tingkah laku seseorang.
Dengan mengetahui sikap seseorang, orang akan dapat menduga bagaimana
respons atau tindakan yang akan diambil oleh orang tersebut terhadap suatu
masalah atau keadaan yang dihadapinya. Selain itu, terbentuknya sikap tidak
selalu menyebabkan perubahan perilaku. Selanjutnya, dapat dikatakan bahwa
sikap merupakan kumpulan dari berpikir, keyakinan dan pengetahuan.
Pengawasan
a. Skripsi Pratiwi (2009) yang berjudul Tinjauan Faktor Perilaku Kerja Tidak
Aman pada Pekerja Konstruksi Bagian Finishing PT. Waskita Karya Proyek
Pembangunan Fasilitas dan Sarana Gelanggang Olahraga (GOR) Boker,
Ciracas,Jakarta Timur 2009, penulis gunakan untuk mendapatkan definisi
pengawasan menurut Lowie (1995)
Pengawasan merupakan cara untuk mendorong semangat seseorang untuk
melaksanakan tugas dalam artian luas. Maksud dari pengawasan adalah
lapisan pengawas dalam organisasi manajemen atau kepala dari organisasi
yang ada di lapis bawah.
b. Buku Sarwono (1991) yang berjudul Teori-Teori Psikologi Social, penulis
gunakan untuk mendapatkan pernyataan berikut ini:
Dibutuhkan pengawasan untuk menegakkan peraturan di tempat kerja. Agar
pengawasan berhasil maka manajer harus melakukan kegiatan-kegiatan
pemeriksaan, pengecekan, pencocokan, inspeksi, pengendalian dan bebagai
tindakan yang sejenis dengan itu, bahkan bilamana perlu mengatur dan
mencegah sebelumnya terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan
terjadi.
c. Tesis Alfon (2006) yang berjudul Analisis Faktor-faktor Tindakan Tidak
Aman Sebagai Penyebab Kecelakaan Kerja di Kegiatan Pemboran dan
Produksi Pada Beberapa Group KKKS Tahun 2002-2004, penulis gunakan
untuk mendapatkan kegunaan pengawasan, isinya yaitu:
Pengawasan dapat digunakan untuk menggantikan peran pertemuan seperti
safety meeting dan dapat lebih mengontrol apakah perkerja mengikuti seluruh
hal yang telah dibahas dalam safety meeting. Dengan melaksanakan
pengawasan oleh pengawas, hal ini berarti juga telah memberi kesempatan
untuk:
1) Lebih dapat menekankan pada aspek keselamatan kerja
2) Membangun kesadaran atau budaya keselamatan kerja
3) Meningkatkan hubungan diantara pengawas dan pekerja.
d. Skripsi Asih (2005) yang berjudul Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Pemakaian Alat Pelindung Telinga (Ear Plug) pada Tenaga Kerja Bagian
Produksi Divisi PM 6PT.Pura Barutama Kudus Tahun 2005, penulis gunakan
untuk mendapatkan definisi pengawasan menurut Sastrohadiwiryo (2003),
isinya yaitu:
Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin bahwa setiap
pekerjaan dilaksanakan dengan aman dan mengikuti setiap prosedur dan
petunjuk kerja yang telah ditetapkan.
e. Buku Bird dan Germain (1990) yang berjudul Practical Loss Control
Leadership,
penulis gunakan untuk mendapatkan pernyataan-pernyataan mengenai
pengawasan, isinya sebagai berikut:
Peran seorang pengawas sangat penting dan harus dapat mamanfaatkan
waktu dengan baik dalam berbicara untuk mmberitahukan ataupun
memberikan teguran terhadap pekerja yang melakukan tindakan tidak aman
dan memberikan pujian pada pekerja yang mengikuti prosedur kerja ditempat
kerja. Kontak secara personal harus dilakukan sesering mungkin untuk
mempengaruhi sikap pekerja, pengetahuan, dan keterampilan.
Bird dan Germain juga menyebutkan bahwa, supervisor (pengawas)
memiliki posisi kunci dalam mempengaruhi pengetahuan, sikap, keterampilan,
dan kebiasaan akan keselamatan setiap karyawan dalam suatu area
tanggung jawabnya.
Para pengawas juga memonitor kinerja pekerja, yang mana hal ini merupakan
sesuatu yang penting untuk kesuksesan program.
Ada enam petunjuk praktis bagi pengawas:
1) Merekognisi pentingnya peran supervisor. Sikap kepemimpinannya sangat
dibutuhkan apalagi pada saat memutuskan suatu permintaan persetujuan
apakah “ya” atau “tidak” dan pemberian rekomendasi mengenai para
pekerjanya, supervisor juga berperan sebagai pelatih dan pengarah.
2) Mengidentifikasi gejala-gejala atas berkembangnya permasalahan -
permasalahan. Gejala-gejala ini termasuk gejala perubahan perilaku, keadaan
emosional yang susah, masalah-masalah kesehatan, dan perubahan kinerja.
3) Mendokumentasikan bentuk bentuk kinerja. Para supervisor berkewajiban
untuk mencatat fakta-fakta mengenai kinerja pekerja dan melaksanakannya
dalam lingkungan kerja.
4) Mendiskusikan kinerja kepada pekerja. Para supervisor seharusnya
berdiskusi dengan pekerja yang perilakunya dibawah standar atau kinerja
menurun.
5) Belajar mendengarkan; mendengar untuk belajar. Kuncinya adalah adanya
keinginan seseorang untuk memahami apa gangguan sebenarnya yang ada
pada seseorang.
6) Mengetahui kapan mengarahkan seseorang pekerja untuk mendapatkan
seorang pembimbing.
f. Skripsi Hendrabuwana (2007) yang berjudul Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Perilaku Bekerja Selamat Bagi Pekerja Di Departemen
Cor PT Pindad Persero Bandung Tahun 2007, penulis gunakan untuk
mendapatkan pernyataan Azwar (1998) sebagai berikut:
Dengan adanya pengawasan dan peraturan yang mengikutinya merupakan
salah satu faktor yang akan mempengaruhi perilaku seseorang.
g. Buku Roughton (2002) yang berjudul Developing an effective safety culture
:
leadership approach, penulis gunakan untuk mendapatkan tipe individu yang
harus terlibat dalam mengawasi, isinya yaitu:
Beberapa tipe individu yang harus terlibat dalam mengawasi tempat kerja
yaitu:
1) Pengawas (Supervisor)
Setiap pengawas yang ditunjuk harus mendapatkan pelatihan terdahulu
mengenai bahaya yang memungkinkan ditemui dan juga pengendaliannya.
Seorang pengawas harus mampu mengatur interaksi antara lingkungan kerja,
personal approach, dan equipment (sarana, tools, machine, peralatan di
tempat
kerja).
2) Pekerja
Setiap pekerja harus mengerti potensi bahaya dan cara melindungi diri dan
rekan kerjanya dari bahaya tersebut. Mereka yang terlibat dalam pengawasan
membutuhkan pelatihan dalam mengenali dan mengendalikan potensi
bahaya.
3) Safety Professional
Safety professional harus menyediakan bimbingan dan petunjuk tentang
metode inspeksi. Safety professional dapat diandalkan untuk
bertanggungjawab terhadap kesuksesan atau permasalahan dalam program
pencegahan dan pengendalian bahaya.
h. Skripsi Helliyanti (2009) yang berjudul Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Perilaku Tidak Aman di Dept. Utility and Operation PT Indofood
Sukses Makmur Tbk Divisi Bogasari Flour Mills tahun 2009, penulis gunakan
untuk mendapatkan beberapa hal yang harus diperiksa saat melakukan
pengawasan menurut Grimaldi dan Simonds:
Ada beberapa hal yang harus diperiksa saat melakukan pengawasan, yaitu:
1) Keadaan peralatan yang digunakan
2) Letak peralatan pengaman
3) Kemungkinan masih adanya kondisi bahaya
4) Lorong dan jalan yang dilalui
5) Penataan material
6) Apakah pekerja mengikuti peraturan yang ada.
i. Buku Gibson (1996) yang berjudul Organisasi: Perilaku, Struktur, dan
Proses, penulis gunakan untuk mendapatkan pernyataan berikut ini:
Pengawasan merupakan salah satu faktor lingkungan di tempat kerja,
tepatnya sebagai faktor organisasi yang dapat mempengaruhi munculnya
perilaku tidak aman pada pekerja saat bekerja apabila pengawasan dari
pengawas rendah.
j. Buku Notoatmodjo (2007) yang berjudul Kesehatan Masyarakat Ilmu dan
Seni, penulis gunakan untuk mendapatkan langkah-langkah proses
pengawasan, isinya yaitu:
Proses pengawasan adalah suatu proses yang berarti suatu pengawasan itu
terdiri dari berbagai langkah, yakni:
1) Menyusun rencana pengawasan.
Sebelum melakukan pengawasan terlebih dahulu harus disusun rencana
pengawasaan, antara lain: tujuan pengawasan, objek pengawasan, dan
sebagainya.
2) Pelaksanaan pengawasan, yaitu melakukan kegiatan pengawasan sesuai
dengan rencana yang telah disusun.
3) Menginterpretasi dan menganalisis hasil-hasil pengawasan. Hasil-hasil
pengawasan yang antara lain berupa foto-foto, catatan dan dokumen, hasil
rekaman dan sebagainya, diolah, diinterpretasi dan dianalisis.
4) Menarik kesimpulan dan tindak lanjut. Dari hasil analisis tersebut kemudian
disimpulkan, dan menyusun saran serta rekomendasi untuk tindak lanjut
pengawasan tersebut.
k. UU No. 18 tahun 1999 pasal 9 menyatakan bahwa, pengawas konstruksi
orang perseorangan harus memiliki sertifikat keahlian.
Pengawasan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menjamin bahwa
setiap pekerjaan dilaksanakan dengan aman dan mengikuti setiap prosedur
dan petunjuk kerja yang telah ditetapkan. Pengawasan ini meliputi
menetapkan standar hasil yang diharapkan, mengukur hasil yang
sebenarnya, serta membandingkan hasil yang sebenarnya dengan standar
guna melihat adanya penyimpangan.
Pengawasan terhadap aktivitas pekerja diharapkan dapat menumbuhkan
kepatuhan dan kesadaran akan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja
bagi dirinya, pekerja lain, dan lingkungan kerjanya. Pengawasan harus
dilakukan secara berkala atau sesering mungkin sehingga apabila ada kondisi
yang berbahaya atau kegiatan yang tidak aman dapat diketahui dengan
segera dan dapat dilakukan usaha untuk memperbaikinya.
Industri Konstruksi
a. Skripsi Ferdy dan Yudi (2008) yang berjudul Macam-macam dan Penyebab
Kecelakaan Struck-by pada Proyek Konstruksi di Surabaya, penulis gunakan
untuk mendapatkan definisi Industri Konstruksi, isinya yaitu:
Industri konstruksi merupakan lapangan pekerjaan yang memiliki potensi
bahaya dan risiko kecelakaan kerja, yang mana kecelakaan kerja ini juga
dapat menimbulkan kerugian terhadap pekerja dan juga kontraktor. Pekerja
konstruksi sangat berbeda karakteristiknya dengan pekerja di sektor industri
atau pekerjaan formal lainnya. Salah satu karakteristik pekerja konstruksi
adalah mobilitasnya yang sangat tinggi dan cenderung tidak terikat dalam
satu perusahaan tertentu.
b. Artikel milik Ramli (2003) yang berjudul Keselamatan Konstruksi, penulis
gunakannuntuk mendapatkan karakteristik kegiatan konstruksi, isinya yaitu:
Karakteristik kegiatan konstruksi adalah:
1) Memiliki masa kerja terbatas
2) Melibatkan jumlah tenaga kerja yang besar
3) Melibatkan banyak tenaga kerja kasar (buruh) yang berpendidikan relatif
rendah
4) Memiliki intensitas kerja yang tinggi
5) Bersifat multidisiplin dan multi-crafts
6) Menggunakan peralatan kerja beragam, jenis teknologi, kapasitas dan
kondisinya
7) Memerlukan mobilisasi yang tinggi (peralatan, material, dan tenaga kerja).
c. Makalah Karim (2009) yang berjudul Studi Kasus Kecelakaan Kerja
Konstruksi, penulis gunakan untuk mendapatkan data berikut ini:
Dari sekitar 4.5 juta pekerja konstruksi Indonesia, lebih dari 50% di antaranya
hanya mengenyam pendidikan maksimal sampai dengan tingkat Sekolah
Dasar. Mereka adalah tenaga kerja lepas harian yang tidak meniti karir
ketrampilan di bidang konstruksi, namun sebagian besar adalah para tenaga
kerja dengan ketrampilan seadanya dan masuk ke dunia jasa konstruksi
akibat dari keterbatasan pilihan hidup.
d. Artikel Faisol (2008) yang berjudul Penerapan SMK3 Proyek, penulis
gunakan untuk mendapatkan komponen-komponen K3 yang perlu
diperhatikan dalam sebuah proyek konstruksi, isinya yaitu:
Komponen K3 yang perlu perhatian di dalam sebuah proyek adalah:
1) APD ( Helm, sepatu, masker, sarung tangan, kacamata pengaman, body
protector, rompi, safety belt, dll) tersedia dengan cukup dan kondisi baik
sesuai jenis pekerjaannya.
2) Perlengkapan K3 (Bendera K3, spanduk, papan info K3, rambu, barikade,
APAR, obat-obatan P3K, poster, segitiga pengaman, jas hujan, lampu malam
hari, dll) tersedia dengan cukup dan sesuai dengan jenis pekerjaan.
3) Alat Bantu kerja (Perancah, tangga, pesawat angkat angkut, alat berat, dll)
dalam keadaan aman dan siap pakai.
4) Peralatan Kerja (Mesin dan perkakas) dalam keadaan baik dan aman.
5) Mobilisasi alat berat , pastikan sesuai ketentuan dan aman bagi
lingkungan.
6) Safety Plant & Identifikasi bahaya yang dibuat oleh kontraktor termasuk
safety morning.
7) Barak, sanitasi dan air minum pekerja yg higienis, aman dan sehat.
8) Pembayaran premi Jamsostek dan sertifikasi.
9) Penanganan emergency dan Pola Pelaksanaan SMK3 (SOP, Aturan,
Pedoman). Industri konstruksi dan tenaga kerja dilindungi oleh Undang-
undang dan Permenaker sebagai berikut:
1) UU No. 1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja
2) UU No. 3 Tahun 1992, tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga-kerjaan
4) UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
5) Permenaker RI No.Per-01/MEN/1980 tentang K3 Konstruksi Bangunan
6) Permenaker RI No.Per-05/MEN/1996, tentang Sistem Manajemen K3
7) Permenaker R.I No. Kep-1135/MEN/1987, tentang Bendera K3
8) Keppres RI No.22 Tahun 1993, tentang Penyakit akibat kerja.
f. Skripsi Candra dan Rony (2001) yang berjudul Studi Tentang Mandor,
Pekerja, dan Kecelakaan Kerja pada Proyek Konstruksi, penulis gunakan
untuk mendapatkan data berikut ini:
Pihak-pihak yang terkait dalam sebuah industri konstruksi menurut Wulandari
(2001) dalam Candra dan Rony (2006), meliputi:
1) Pemerintah
Dalam hal ini melalui Departemen Tenaga Kerja dan bertindak sebagai
pengatur serta pembina keselamatan kerja sesuai dengan peraturan yang
telah ditetapkan.
2) Kontraktor
Kontraktor sebagai pihak yang terlibat langsung dan bertanggung jawab
dalam penyusunan dan pelaksanaan program keselamatan kerja dalam suatu
proyek. Dalam hal ini kontraktor wajib membentuk unit keselamatan kerja dan
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan serta melakukan kontrol
terhadap faktor–faktor yang mendukung program keselamatan kerja.
3) Mandor, merupakan lini terdepan yang berhubungan langsung dengan
pekerja proyek, sehingga mandor harus dapat memberi pengarahan dan
pengawasan kepada pekerja proyek.
4) Pekerja, merupakan pihak yang terkait langsung dengan proyek konstruksi,
sehingga diharapkan agar setiap pekerja proyek selalu berperilaku aman
dalam bekerja sehingga dapat meminimalisasi kecelakaan kerja yang terjadi.
Pada dasarnya kecelakaan kerja dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
1) Kondisi berbahaya yang selalu berkaitan dengan:
a) Mesin, peralatan, bahan, dan lain-lain.
b) Lingkungan kerja: kebisingan, penerangan, dan lain-lain.
c) Proses produksi: waktu kerja, sistem, dan lain-lain.
d) Sifat kerja.
e) Cara kerja
2) Tindakan berbahaya yang dalam beberapa hal dapat dilatar belakangi
oleh faktor-faktor:
a) Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan.
b) Cacat tubuh yang tidak kelihatan.
c) Keletihan dan kelelahan.
d) Sikap dan tingkah laku yang tidak aman.
Operant Conditioning
Social Learning
Giving Feedback
BAB III
PEMBAHASAN
Kecelakaan kerja yang terjadi di Perusahaan PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKKP)
yang merupakan perusahaan menghasil pulp and kertas di Riau. Dalam insiden ini,
satu karyawan perusahaan anak Sinarmas Grub itu tewas, dikarenakan terjepit pada
alat kompeyor. Dari data diatas sudah jelas ini termasuk dari bagian kecelakaan
kerja. Dari analisa penyebab kecelakaan kerja tersebut dengan menggunakan data
kejadian berita tersebut dapat dibuat analisa berupa kecelakaan kerja tersebut yang
merenggut nyawa korban yang sudah telihat tubuh dan kepalanya terjepit di bagian
kompeyor dikarenakan faktor perilaku yang tidak aman dari individu dan kurangnya
pemahaman tentang SOP pada tempat kerja.
Seperti teori yang dikemukakan pada Perilaku tidak aman pekerja konstruksi
diantaranya :
1) Kesalahan karena lupa.
Kesalahan ini terjadi pada seseorang yang sebetulnya mengetahui, mampu,
dan berniat mengerjakan secara benar dan aman serta biasa dilakukan.
Namun, orang tersebut melakukan kesalahan karena lupa. Cara
mengatasinya yaitu dengan mengubah sarana dan lingkungan, mengingatkan
untuk lebih berhati-hati,meningkatkan pengawasan, mengurangi dampak, dan
lain-lain.
2) Kesalahan karena tidak tahu.
Kesalahan ini terjadi karena orang tersebut tidak mengetahui cara
mengerjakan atau mengoperasikan peralatan dengan benar dan aman, atau
terjadi kesalahan perhitungan. Hal tersebut biasanya terjadi disebabkan
karena kurangnya pelatihan, kesalahan instruksi, perubahan informasi yang
tidak diberitahukan, dan lain-lain.
3) Kesalahan karena tidak mampu.
Kesalahan jenis ini terjadi karena orang tersebut tidak mampu melakukan
tugasnya.
4) Kesalahan karena kurang motivasi
Kesalahan karena kurangnya motivasi dapat terjadi akibat:
a) Dorongan pribadi, misalnya ingin cepat selesai, melalui jalan pintas, ingin
merasa nyaman, malas memakai APD, menarik perhatian dengan mengambil
resiko yang berlebihan, dan lain-lain.
b) Dorongan lingkungan, misalnya lingkungan fisik, sistem manajemen,
contoh dari pimpinan, dan lain-lain.
Adapun faktor faktor lain kecelakaan yang terjadi pada kasus kematian
karyawan PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKKP) adalah dikarenakan Tidak amannya
dari kondisi ruang kerja beserta mesin disekitar tempat kerja yang mempunyai
bahaya yang tinggi serta kurangnya Pelatihan dari para pegawai tentang bahaya
mesin yang seharusnya dilakukan suatu pembelajaran bagaimana mengenal hazard
dan cara mengatasinya untuk mengurangi potensial bahaya tersebut juga untuk
mengurangi aktivitas-aktivitas bahaya pada lingkungan kerja yang seperti itu.
Seperti pada teori yang sudah ada, yaitu :
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Tidak Aman
Pengetahuan
a. Pengetahuan adalah keadaan tahu, dimana manusia ingin tahu, kemudian
ia mencari dan memperoleh pengetahuan dan yang diperoleh itulah
pengetahuan, jadi Bpengetahuan adalah semua yang diketahui.
b.Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari
oleh seseorang. Ada dua jenis pengetahuan, yaitu :
1) Pengetahuan Empiris
Pengetahuan ini lebih menekankan kepada pengamatan dan pengalaman
inderawi, bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi
yang dilakukan secara empiris. Pengetahuan empiris tersebut, juga dapat
berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan
dan menggambarkan segala ciri, sifat dan gejala yang ada pada objek empiris
tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman
manusia yang terjadi berulang kali.
2) Pengetahuan Rasionalisme
Pengetahuan rasionalisme merupakan pengetahuan yang didapatkan
melalui akal budi. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat
apriori dan tidak menekankan pada pengalaman.
c. Buku Notoatmodjo (2003) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan
ini terjadi setelah individu
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
dan tes yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau
diukur dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan.
Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku
baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
1) Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus.
2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini
sikap subjek sudah mulai timbul.
3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya.
4) Trial, dimana subjek mulai mencoba untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5) Adoption, dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan
pengetahuan,kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Notoatmodjo menyatakan apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi
perilaku melalui proses seperti ini dimana didasari oleh pengetahuan,
kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat
langgeng (long lasting), dan sebaliknya apabila perilaku ini tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.
Green (1980) menyatakan bahwa peningkatan pengetahuan tidak selalu
menyebabkan perubahan perilaku, tetapi pengetahuan sangat penting
diberikan sebelum individu melakukan suatu tindakan. Tindakan akan sesuai
dengan pengetahuan apabila individu menerima isyarat yang cukup kuat
untuk memotivasi dia bertindak sesuai dengan pengetahuannya.
d. Buku Notoatmodjo (2007) Pengetahuan yang dicakup di dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni:
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut
secara benar.
3) Aplikasi (Applications)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (Synthesist)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
e. Masruri (2008), isinya yaitu:
Kurangnya pengetahuan seperti tidak cukupnya informasi yang diterima, tidak
dapat dimengerti, tidak tahu kebutuhannya, tidak dapat mengambil
keputusan, serta tidak berpengalaman adalah alasan atau penyebab
seseorang melakukan perilaku tidak aman.
f. Skripsi Pratiwi (2009) Untuk melakukan perilaku kerja tidak aman, tidak
cukup bila hanya mengetahui prosedur kerja maupun bahaya yang mereka
hadapi. Perilaku kerja aman akan muncul pada saat pekerja ini sudah sampai
pada tahap memahami manfaat dari berperilaku kerja aman kemudian
menerapkannya dalam pola kerja sehari-hari. Pengetahuan adalah semua
yang diketahui dan disadari oleh seseorang. Terjadi proses yang berurutan
dalam pengadopsian perilaku baru, yaitu awareness, interest, evaluation, trial,
adoption. Pengetahuan memiliki beberapa tingkatan, diantaranya tahu,
memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Ada dua jenis
pengetahuan, yakni pengetahuan empiris dan pengetahuan rasionalisme.
Dari segi untuk Manajemen sistem K3 yang kurang pada Perusahaan diatas
adalah dari segi pengawasan K3, ini dimaksudkan kurangnya pengawasan
dari pihak K3 yag dapat membuat pegawai menjadi tidak terlalu punya arah
saat bekerja, jadi akan bekerja dengan cepat sesuai keinginan pegawai itu
sendiri tanpa melakukan suatu kegiatan kerja dengan melakukan SOP yang
benar yang tidak sesuai dengan hasil Analisis K3 yang sudah dibuat di
Perusahaan PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKKP) tersebut.
Dalam teori yang didapat :
Pengawasan
a. Skripsi Pratiwi (2009) yang berjudul Tinjauan Faktor Perilaku Kerja Tidak
Aman pada Pekerja Konstruksi Bagian Finishing PT. Waskita Karya Proyek
Pembangunan Fasilitas dan Sarana Gelanggang Olahraga (GOR) Boker,
Ciracas,Jakarta Timur 2009, penulis gunakan untuk mendapatkan definisi
pengawasan menurut Lowie (1995)
Pengawasan merupakan cara untuk mendorong semangat seseorang untuk
melaksanakan tugas dalam artian luas. Maksud dari pengawasan adalah
lapisan pengawas dalam organisasi manajemen atau kepala dari organisasi
yang ada di lapis bawah.
b. Buku Sarwono (1991) yang berjudul Teori-Teori Psikologi Social, penulis
gunakan untuk mendapatkan pernyataan berikut ini:
Dibutuhkan pengawasan untuk menegakkan peraturan di tempat kerja. Agar
pengawasan berhasil maka manajer harus melakukan kegiatan-kegiatan
pemeriksaan, pengecekan, pencocokan, inspeksi, pengendalian dan bebagai
tindakan yang sejenis dengan itu, bahkan bilamana perlu mengatur dan
mencegah sebelumnya terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan
terjadi.
c. Tesis Alfon (2006) yang berjudul Analisis Faktor-faktor Tindakan Tidak
Aman Sebagai Penyebab Kecelakaan Kerja di Kegiatan Pemboran dan
Produksi Pada Beberapa Group KKKS Tahun 2002-2004, penulis gunakan
untuk mendapatkan kegunaan pengawasan, isinya yaitu:
Pengawasan dapat digunakan untuk menggantikan peran pertemuan seperti
safety meeting dan dapat lebih mengontrol apakah perkerja mengikuti seluruh
hal yang telah dibahas dalam safety meeting. Dengan melaksanakan
pengawasan oleh pengawas, hal ini berarti juga telah memberi kesempatan
untuk:
1) Lebih dapat menekankan pada aspek keselamatan kerja
2) Membangun kesadaran atau budaya keselamatan kerja
3) Meningkatkan hubungan diantara pengawas dan pekerja.
d. Skripsi Asih (2005) yang berjudul Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Pemakaian Alat Pelindung Telinga (Ear Plug) pada Tenaga Kerja Bagian
Produksi Divisi PM 6PT.Pura Barutama Kudus Tahun 2005, penulis gunakan
untuk mendapatkan definisi pengawasan menurut Sastrohadiwiryo (2003),
isinya yaitu:
Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin bahwa setiap
pekerjaan dilaksanakan dengan aman dan mengikuti setiap prosedur dan
petunjuk kerja yang telah ditetapkan.
e. Buku Bird dan Germain (1990) yang berjudul Practical Loss Control
Leadership,
penulis gunakan untuk mendapatkan pernyataan-pernyataan mengenai
pengawasan, isinya sebagai berikut:
Peran seorang pengawas sangat penting dan harus dapat mamanfaatkan
waktu dengan baik dalam berbicara untuk mmberitahukan ataupun
memberikan teguran terhadap pekerja yang melakukan tindakan tidak aman
dan memberikan pujian pada pekerja yang mengikuti prosedur kerja ditempat
kerja. Kontak secara personal harus dilakukan sesering mungkin untuk
mempengaruhi sikap pekerja, pengetahuan, dan keterampilan.
Bird dan Germain juga menyebutkan bahwa, supervisor (pengawas)
memiliki posisi kunci dalam mempengaruhi pengetahuan, sikap, keterampilan,
dan kebiasaan akan keselamatan setiap karyawan dalam suatu area
tanggung jawabnya.
Para pengawas juga memonitor kinerja pekerja, yang mana hal ini merupakan
sesuatu yang penting untuk kesuksesan program.
Ada enam petunjuk praktis bagi pengawas:
1) Merekognisi pentingnya peran supervisor. Sikap kepemimpinannya sangat
dibutuhkan apalagi pada saat memutuskan suatu permintaan persetujuan
apakah “ya” atau “tidak” dan pemberian rekomendasi mengenai para
pekerjanya, supervisor juga berperan sebagai pelatih dan pengarah.
2) Mengidentifikasi gejala-gejala atas berkembangnya permasalahan -
permasalahan. Gejala-gejala ini termasuk gejala perubahan perilaku, keadaan
emosional yang susah, masalah-masalah kesehatan, dan perubahan kinerja.
3) Mendokumentasikan bentuk bentuk kinerja. Para supervisor berkewajiban
untuk mencatat fakta-fakta mengenai kinerja pekerja dan melaksanakannya
dalam lingkungan kerja.
4) Mendiskusikan kinerja kepada pekerja. Para supervisor seharusnya
berdiskusi dengan pekerja yang perilakunya dibawah standar atau kinerja
menurun.
5) Belajar mendengarkan; mendengar untuk belajar. Kuncinya adalah adanya
keinginan seseorang untuk memahami apa gangguan sebenarnya yang ada
pada seseorang.
6) Mengetahui kapan mengarahkan seseorang pekerja untuk mendapatkan
seorang pembimbing.
f. Skripsi Hendrabuwana (2007) yang berjudul Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Perilaku Bekerja Selamat Bagi Pekerja Di Departemen
Cor PT Pindad Persero Bandung Tahun 2007, penulis gunakan untuk
mendapatkan pernyataan Azwar (1998) sebagai berikut:
Dengan adanya pengawasan dan peraturan yang mengikutinya merupakan
salah satu faktor yang akan mempengaruhi perilaku seseorang.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Salah satu program yang paling banyak digunakan untuk memperbaiki
perilaku pekerja adalah behavior-based safety. Behavior-based safety atau
lebih dikenal dengan singkatan BBS adalah suatu pendekatan yang bersifat
proaktif dalam meningkatkan kinerja K3, dan sistem ini juga memberikan
peringatan dini terhadap potensi bahayakecelakaan serta dapat mengukur
perilaku aman dan tidak aman di tempat kerja. Sistem ini juga memberikan
kesempatan kepada setiap individu untuk berbagi informasi mengenai kinerja
K3 dan umpan balik terhadap rekan-rekan kerja mereka, mendorong
keterlibatan pekerja dalam semua aktifitas K3, meningkatkan kesadaran
pribadi akan K3, memperbaiki presepsi terhadap resiko dan mengarahkan
konsep berpikir pada pencegahan kecelakaan kerja.
Jadi banyak faktor perilaku juga yang mempengaruhi cara kerja dan
efek kerja pada berbagai perusahaan yang ada, yaitu dari faktor individu itu
sendiri yaitu prilaku. Ini sangat penting untuk dikaji lebih lanjut dalam
Psikologi Industri, karena memang psikologi industri sangat berkaitan erat
dalam sifat-sifat manusia aytau individu di lingkungan kerja yang berpotensial
banyak bahaya didalamnya. Sistem manajemen K3 yang baik juga sangat
berpengaruh dalam terciptanya aur kerja yang diharapkan untuk memenuhi
kepentingan perusahaan bersama.
SARAN
Kepada Perusahaan, Untuk mengurangi kecelakaan kerja dibutuhkan
adanya pendekatan persuasif dalam perilaku k3 di tempat kerja pada
perusahaan
Untuk Manajemen K3, Sebagai seorang K3 Analisa yang dilakukan dengan
melihat pekerja dalam bekerja dari segi pikiran, perasaan dan tidakan yang
merupakan pembentuk perilaku harus dilakukan karena dapat menilai hal-
hal berikut :
Pembangkitan sisi pikiran pekerja
Pembangkitan sisi perasaan pekerja
Pembangkitan Sisi Tindakan
Untuk para karyawan di perusahaan, Kita seharusnya lebih lagi membuat
perilaku yang aman bagi diri kita sendiri awalnya untuk pencegahan
resioko yang dapat terjadi di tempat kerja, karena semua SOP yang sudah
dibuta bukan semata-mata hanya untuk dokumentasi perusahaan saja tapi
juga untuk keselamatan bersama, jadi dari beberapa hal yang diungkapkan
diatas, maka perilaku K3 harus terus dilatih agar menjadi suatu kebiasaan
(safe behavior).
Kepada pemerintah, lebih ditingkatkan lagi aturan dan hukum yang berlaku
kepada perusahaan agar perusahaan lebih giat lagi membangun tata cara
K3 yang lebih baik lagi untuk mengurangi angka kecelakaan kerja terutama
di negara kita Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
http://daerah.sindonews.com/read/1070108/174/karyawan-perusahaan-pulp-and-
paper-tewas-tergiling-kompeyor-1450333662
http://healthsafetyprotection.com/perilaku-keselamatan-safety-behavior/
http://hermawankesling.blogspot.co.id/2014/08/perilaku-keselamatan-dan-
kesehatan-kerja.html
http://www.hse-info.com/2014/02/behavior-based-safety-bbs-keselamatan.html