Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL PEKERJA DENGAN

BEHAVIOR-BASED SAFETY (BBS)


DI UNIT PRODUKSI PT MEGA ANDALAN KALASAN KABUPATEN SLEMAN
MAHFI YUSUF
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagian besar kecelakaan kerja, insiden maupun near miss yang menimpa

manusia di tempat kerja disebabkan oleh faktor perilaku dari manusia itu sendiri.

Human factor merupakan penyebab langsung kecelakaan kerja di industri tambang

di Cina (Li et al., 2015). Berdasarkan hasil analisis terhadap beberapa insiden oleh

National Safety Council (2011) disimpulkan bahwa 88% kecelakaan kerja secara

langsung berkaitan dengan perilaku tidak selamat sesaat sebelum kejadian

kecelakaan kerja. Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Zhang (2016) bahwa unsafe behavior merupakan faktor yang

menentukan terhadap kecelakaan kerja di industri tambang di Cina.

Ningsih (2013) menjelaskan bahwa pencegahan kecelakaan dapat

dilakukan dengan mengurangi unsafe behavior melalui penerapan Behavior-Based

Safety (BBS). Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Hermann et al. (2010) yang menyatakan bahwa program BBS mampu

mengurangi kecelakaan pada pekerja di industri manufaktur. Hasil penelitian ini

sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yeow and Goomas (2014) di

industri manufaktur yang menyatakan bahwa program BBS mampu mengurangi

angka kecelakaan kerja sekitar 75%. Program BBS dinilai murah untuk dilakukan

dan mudah untuk dipahami, sehingga bisa diterapkan di beberapa industri.

Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kaczmarek et

1
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL PEKERJA DENGAN
BEHAVIOR-BASED SAFETY (BBS)
DI UNIT PRODUKSI PT MEGA ANDALAN KALASAN KABUPATEN SLEMAN 2
MAHFI YUSUF
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

al. (2015) bahwa pendekatan BBS dapat meningkatkan prestasi K3 dan terbukti

efektif untuk diterapkan dalam kegiatan industri di Polandia.

Behavior-Based Safety (BBS) berkaitan dengan budaya keselamatan di

tempat kerja. Budaya keselamatan bisa dilakukan dengan mengubah cara pandang

atau sikap para pekerja melalui pendekatan BBS (Somad, 2013). Hal ini sejalan

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdullah et al. (2016) bahwa budaya

keselamatan memengaruhi sikap pekerja. Salah satu sikap pekerja adalah persepsi

mereka terhadap K3 dan risiko kecelakaan di tempat kerja. Pernyataan tersebut

didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Adie et al. (2005) bahwa

persepsi pekerja terhadap K3 memengaruhi budaya keselamatan pada pekerja di

offshore di Inggris. Untuk mengubah sikap dan persepsi pekerja terhadap K3 bisa

dilakukan dengan pendekatan secara psikologis sehingga budaya keselamatan bisa

dibentuk untuk mengurangi kecelakaan kerja. Hasil penelitian Boughaba (2015)

menyatakan bahwa perusahaan dengan budaya keselamatan yang baik memiliki

angka kecelakaan yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang tidak

berbudaya keselamatan pada industri petrokimia.

Kecelakaan kerja di tempat kerja disebabkan karena perilaku tidak selamat.

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Saodah et al. (2014) bahwa

penyebab utama kecelakaan kerja di pabrik peleburan aluminium adalah perilaku

tidak selamat (unsafe behavior). Oleh karena itu, pendekatan BBS diterapkan

untuk menarik keterlibatan pekerja untuk berperilaku selamat sehingga mampu

mengurangi risiko kecelakaan kerja di tempat kerja. Pernyataan tersebut diperkuat

oleh penelitian yang dilakukan oleh Mokaliran dan Panjaitan (2015) bahwa
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL PEKERJA DENGAN
BEHAVIOR-BASED SAFETY (BBS)
DI UNIT PRODUKSI PT MEGA ANDALAN KALASAN KABUPATEN SLEMAN 3
MAHFI YUSUF
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

pendekatan BBS mampu mengurangi perilaku tidak selamat pada pekerja. Salah

satu cara untuk mengurangi perilaku tidak selamat adalah dengan melakukan

komunikasi keselamatan melalui safety talk dan safety induction sehingga pekerja

dapat meningkatkan perilaku selamat dan menghindari perilaku tidak selamat.

Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Suyono dan Nawawinetu (2013) bahwa komunikasi berhubungan kuat dengan

safety behavior. Komunikasi juga bisa mendorong kepedulian di antara para

pekerja sehingga bisa meningkatkan dukungan dan kepedulian dari teman kerja

untuk berperilaku selamat. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian yang

dilakukan oleh Rinanda dan Paskarini (2014) bahwa dukungan teman kerja

berhubungan positif dengan perilaku selamat sehingga bisa menekan angka

kecelakaan kerja di tempat kerja. Mansur dan Nasution (2016) menyatakan bahwa

pendekatan BBS meningkatkan prestasi K3 dan mampu mengurangi kecelakaan

kerja di industri minyak dan gas. Berdasarkan hal tersebut, BBS merupakan

pendekatan yang efektif, mudah, dan murah untuk diterapkan pada berbagai jenis

industri untuk mengurangi angka kecelakaan kerja.

Kecelakaan kerja di Indonesia terus meningkat dalam 5 tahun terakhir.

Menurut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan jumlah

kecelakaan kerja pada tahun 2012 mencapai angka 103.074 kasus sedangkan pada

tahun 2013 tercatat sebanyak 192.911 kasus kecelakaan kerja. Pada tahun 2014

BPJS mencatat kasus kecelakaan kerja sebanyak 105.383 kasus dan 32.145 pada

pertengahan tahun 2015. Sebagian besar kecelakaan terjadi karena human factor

terutama perilaku tidak selamat (unsafe behavior) di tempat kerja.


HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL PEKERJA DENGAN
BEHAVIOR-BASED SAFETY (BBS)
DI UNIT PRODUKSI PT MEGA ANDALAN KALASAN KABUPATEN SLEMAN
MAHFI YUSUF 4
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Berdasarkan uraian di atas bahwa penyebab kecelakaan kerja adalah karena

faktor perilaku pekerja. Geller (2001) mengemukakan agar pencapaian perilaku

selamat berhasil, akan lebih baik dengan menggunakan pendekatan yang berupaya

mendorong terjadinya peningkatan perilaku aman. Dengan kata lain, pendekatan-

pendekatan tersebut harus menyentuh faktor perilaku yaitu Behavior-Based Safety

(BBS). BBS dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah sesuatu yang tidak

dapat terpisahkan. BBS merupakan isu seksi dan hal yang sangat mendasar

khususnya dalam bidang K3. Sommer (2013) berpendapat bahwa Behavior-Based

Safety adalah proses yang digunakan untuk membantu pekerja dalam

mengidentifikasi dan memilih suatu perilaku yang selamat melalui suatu tindakan

yang tidak selamat.

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh kecerdasan. Beberapa aspek yang

berhubungan dengan BBS antara lain dengan kecerdasan emosional dan

kecerdasan spiritual. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk

mengendalikan diri. Kemampuan ini yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan

orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk

meningkatkan kekuatan pribadi (Steiner, 1997 dalam Goleman, 2009). Seseorang

yang memiliki kecerdasan emosional yang baik mampu mengendalikan pada saat

beban kerja meningkat seperti rasa ketidakadilan, konflik dengan sesama rekan

kerja atau adanya konflik internal di rumah tangga (Suma’mur, 2013). Pernyataan

tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wiegand (2007) bahwa

kecerdasan emosional mampu meningkatkan perilaku selamat, performansi

seseorang, dan juga kehidupan pribadi. Berdasarkan hal tersebut, kecerdasan


HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL PEKERJA DENGAN
BEHAVIOR-BASED SAFETY (BBS)
DI UNIT PRODUKSI PT MEGA ANDALAN KALASAN KABUPATEN SLEMAN 5
MAHFI YUSUF
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

emosional bisa digunakan sebagai pondasi yang kuat bagi seorang pekerja untuk

melakukan upaya keselamatan, meningkatkan perilaku selamat, meningkatkan

produktivitas, dan pengendalian emosi dalam kehidupan pribadinya.

Kecerdasan emosional bukanlah suatu sifat bawaan sejak lahir yang tidak

dapat diubah, tetapi kecerdasan emosional dapat dipelajari dan dikembangkan

melalui hubungan dengan orang. Kecerdasan emosional ini ditunjukkan melalui

sikap empati, kasih sayang dan toleransi kepada orang lain. Sikap tersebut sangat

identik dengan prinsip penerapan Behavior-Based Safety dan kawruh jiwa yaitu

adanya perilaku caring dan prise yaitu memberikan pujian pada hal-hal yang

positif diantara para pekerja, serta mengerti diri sendiri dan lingkungan sekitar .

Kecerdasan spiritual juga dapat membawa seseorang untuk selalu menghayati hal-

hal yang ada disekitarnya merupakan sebuah nikmat dan karunia-Nya. Tak

terkecuali dengan seorang pekerja yang senantiasa berada di tempat kerja bersama

dengan rekan kerja lain. Seorang pekerja yang memiliki kecerdasan spiritual akan

selalu mencari value dari setiap tindakan yang mereka lakukan sehingga kesadaran

diri untuk berperilaku selamat ditempat kerja merupakan sebuah kebutuhan. Hal

ini sejalan dengan prinsip kawruh jiwa bahwa seseorang akan menerjemahkan

setiap kesakitan dan kesulitan sebagai makna hidup (Suryamentaram, 2015).

Selain itu, seorang pekerja yang memiliki kecerdasan spiritual selalu

belajar dari pekerja lain, memahami setiap kondisi pekerja tersebut baik yang

mengalami gejolak fisik maupun mental. Berawal dari inilah seorang pekerja dapat

menunjukkan perhatian yang tulus kepada sesama pekerja atau pekerja lain di

tempat kerja. Oleh karena itu, pekerja akan menyinergikan kecerdasan emosional
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL PEKERJA DENGAN
BEHAVIOR-BASED SAFETY (BBS)
DI UNIT PRODUKSI PT MEGA ANDALAN KALASAN KABUPATEN SLEMAN 6
MAHFI YUSUF
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dan kecerdasan spiritual secara komprehensif dengan memberi makna terhadap

pemikiran, kegiatan dan perilaku (Zohar & Marshall, 2005). Berdasarkan konsep

Zohar & Marshall di atas maka BBS dapat ditunjukkan dalam potensinya untuk

membuat pekerja merasa senang hati, suka rela dan bukan karena keharusan

dengan berpartisipasi dan peduli terhadap keselamatan kerja. Penerapan BBS akan

mengarahkan para pekerja untuk saling memerhatikan, mengingatkan dan

melindungi keselamatan rekan-rekan kerjanya untuk berperilaku selamat (safe

behavior) dan menghindari perilaku tidak selamat (unsafe behavior) di tempat

kerja. Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Moallemi (2014) bahwa kecerdasan spiritual mampu menyelesaikan berbagai

persoalan di tempat kerja serta meningkatkan kepedulian dan kemampuan

bertoleransi terhadap sesama.

Kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual berkaitan dengan kawruh

jiwa sebagai pencarian makna dan hakikat hidup (Suryomentaram, 2015).

Seseorang yang telah mampu memahami dirinya dengan baik dan jujur, maka akan

mampu untuk memahami atau mengerti orang lain dan lingkungannya. Sehingga,

muncul keselarasan antara dirinya dengan rekan kerja lainnya. Hal ini akan

mempermudah interaksi dan komunikasi di antara pekerja sehingga lebih mudah

untuk saling mengingatkan terutama untuk berperilaku selamat di tempat kerja.

Kawruh jiwa juga dimaknai sebagai cara seseorang melihat sesuatu dari perspektif

yang berbeda. Dengan kata lain, kawruh jiwa mampu mengarahkan seseorang

dalam pengambilan keputusan dan berperilaku selamat maupun tidak selamat di

tempat kerja. Oleh karena itu, pekerja dengan pemahaman atau latar belakang
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL PEKERJA DENGAN
BEHAVIOR-BASED SAFETY (BBS)
DI UNIT PRODUKSI PT MEGA ANDALAN KALASAN KABUPATEN SLEMAN 7
MAHFI YUSUF
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

kawruh jiwa yang baik akan mampu memahami pekerja lain maupun

lingkungannya. Di samping itu, pekerja dengan latar belakang kawruh jiwa yang

baik akan senantiasa berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak. Sehingga, pekerja

akan mengutamakan aspek kehati-hatian (Alon-Alon Asal Kelakon) dan

berperilaku selamat (safe behavior) dalam bekerja.

Lokasi penelitian yang dipilih peneliti adalah Unit Produksi di PT. Mega

Andalan Kalasan (MAK). PT. Mega Andalan Kalasan merupakan perusahaan

manufacturing dan engineering yang menghasilkan perlengkapan maupun

peralatan rumah sakit. Produk yang dihasilkan antara lain tempat tidur pasien,

troli, kursi roda, furniture kamar pasien, meja operasi, meja pemeriksaan, rak dan

lemari, tempat tidur lipat dan lain sebagainya. PT. Mega Andalan Kalasan

memiliki jumlah pekerja tetap 430 orang, pekerja kontrak 463 orang, pekerja

dengan masa percobaan sebanyak 17 orang sehingga total keseluruhan pekerja 910

orang. Para pekerja di perusahaan memiliki pendidikan minimal Sekolah

Menengah Atas (SMA)/sederajat di bagian produksi, sehingga pekerja memilki

latar belakang pendidikan yang homogen.

Berdasarkan hasil studi lapangan di PT. Mega Andalan Kalasan, terdapat

kasus kecelakaan kerja sebanyak 64 kasus pada tahun 2015, 24 kasus pada tahun

2014, sebanyak 23 kasus kecelakaan kerja pada tahun 2013, terdapat 25 kasus

kecelakaan kerja pada tahun 2012 dan sepanjang tahun 2011 terjadi kecelakaan

kerja sebanyak 24 kasus. Berdasarkan data sekunder tentang kecelakaan kerja

yang diperoleh dari perusahaan, jenis kecelakaan kerja yang terdapat di PT. Mega

Andalan Kalasan secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu (1)
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL PEKERJA DENGAN
BEHAVIOR-BASED SAFETY (BBS)
DI UNIT PRODUKSI PT MEGA ANDALAN KALASAN KABUPATEN SLEMAN 8
MAHFI YUSUF
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Kecelakaan Akibat Kerja (KAK), dan (2) Kecelakaan Akibat Hubungan Kerja

(KAH).

Penyebab kecelakaan kerja sebagian besar disebabkan oleh beberapa faktor

antara lain (1) jenis pekerjaan yaitu pada saat menggerinda maupun mengelas (2)

perilaku tidak selamat (unsafe behavior) seperti bekerja tidak sesuai prosedur

misalnya menggerinda tidak memakai sarung tangan dan protective footwear,

melanggar garis pembatas area kerja, bekerja pada posisi yang tidak tepat atau

tidak ergonomis, serta bekerja sambil bercanda (3) isu terkait Behavior-Based

Safety antara lain tidak pernah mengingatkan sesama pekerja ketika salah satu dari

mereka tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD), tidak pernah berdoa sebelum

berangkat bekerja, mengabaikan 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin) atau

tidak peduli terhadap kebersihan (housekeeping) dan tidak melaporkan kejadian

near miss maupun insiden di tempat kerja, kurangnya komunikasi antara pekerja

dengan pekerja dan antara pekerja dengan atasan (4) isu berhubungan dengan

budaya keselamatan antara lain bekerja dengan tergesa-gesa sehingga cenderung

mengabaikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3), tidak menggunakan

APD yang disediakan manajemen, tidak melaporkan APD yang rusak atau

memakai APD yang rusak, dan berangkat bekerja tidak tepat waktu.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, beberapa isu terkait kecerdasan

emosional antara lain (1) sulit menerima arahan dari atasan untuk menggunakan

Alat Pelindung Diri (2) sulit menerima saran dari sesama pekerja untuk

berperilaku selamat. Hal ini berkaitan dengan sistem pengaturan diri pada pekerja

yang tidak stabil. Hal ini menyebabkan pekerja kurang bisa menerima dan
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL PEKERJA DENGAN
BEHAVIOR-BASED SAFETY (BBS)
DI UNIT PRODUKSI PT MEGA ANDALAN KALASAN KABUPATEN SLEMAN 9
MAHFI YUSUF
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

memahami informasi baik dari pekerja maupun dari atasan (3) mudah emosi.

Banyaknya target dan complain dari buyer membuat beban kerja dan beban

tambahan semakin tinggi sehingga pekerja menjadi sulit mengendalikan emosi

saat bekerja.

Beberapa masalah terkait kecerdasan spiritual antara lain (1) pekerja tidak

pernah berdoa sebelum berangkat bekerja. Hal ini disebabkan karena berdoa

bukanlah suatu kebutuhan melainkan sebuah kebiasaan sehingga berdoa bukan

menjadi value dan budaya tetapi hanya rutinitas yang bisa kehilangan maknanya

sewaktu-waktu (2) rendahnya persepsi pekerja terhadap keselamatan kerja di

tempat kerja. Kurangnya pelatihan keselamatan kerja dan dukungan manajemen

atas terhadap K3 menjadi salah satu sumber penyebab pekerja mengabaikan

bahaya keselamatan kerja. (3) kurangnya perasaan dan bertujuan dalam bekerja

(work meaningful). Hal ini disebabkan karena pekerja masih menganggap bekerja

hanya terbatas pada kebutuhan fisik.

Apabila kondisi tersebut terus berlangsung dan tidak ada pengendalian dari

pihak manajemen maka akan memicu masalah baru antara lain kehilangan waktu

kerja akibat cedera (lost-time injury), absenteeism, dan presenteeism. Hal tersebut

bisa membuat banyak pekerjaan yang tertunda dan tidak selesai sesuai target serta

berpengaruh terhadap kualitas produk yang dihasilkan perusahaan. Hal ini bisa

menyebabkan penurunan produktivitas pekerja maupun perusahaan. Perusahaan

juga harus membayar kompensasi terkait Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan

Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) kepada pekerja yang mengalami cedera dan

Penyakit Akibat Kerja serius sampai pada fatalitas.


HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL PEKERJA DENGAN
BEHAVIOR-BASED SAFETY (BBS)
DI UNIT PRODUKSI PT MEGA ANDALAN KALASAN KABUPATEN SLEMAN 10
MAHFI YUSUF
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis tertarik

melakukan penelitian untuk menurunkan angka kecelakaan kerja melalui

paradigma baru yaitu dengan mengetahui hubungan kecerdasan emosional dan

kecerdasan spiritual pekerja dengan BBS di Unit Produksi PT. Mega Andalan

Kalasan.

B. Rumusan Masalah

Adakah hubungan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual

pekerja terhadap Behavior-Based Safety di Unit Produksi PT. Mega Andalan

Kalasan?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

antara kecerdasan emosional pekerja dan kecerdasan spiritual pekerja terhadap

Behavior-Based Safety di Unit Produksi.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:

a. Mengidentifikasi hubungan kecerdasan emosional pekerja dengan

Behavior-Based Safety di Unit Produksi.

b. Mengidentifikasi hubungan kecerdasan spiritual pekerja dengan Behavior-

Based Safety di Unit Produksi.

c. Mengidentifikasi hubungan antara masa kerja dengan Behavior-Based

Safety di Unit Produksi.


HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL PEKERJA DENGAN
BEHAVIOR-BASED SAFETY (BBS)
DI UNIT PRODUKSI PT MEGA ANDALAN KALASAN KABUPATEN SLEMAN 11
MAHFI YUSUF
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

d. Mengidentifikasi hubungan antara usia dengan Behavior-Based Safety di

Unit Produksi.

e. Mengidentifikasi hubungan antara kecerdasan emosional pekerja dengan

kecerdasan spiritual pekerja.

f. Menganalisis hubungan kecerdasan emosional dengan Behavior-Based

Safety di Unit Produksi.

g. Menganalisis hubungan kecerdasan spiritual pekerja dengan Behavior-

Based Safety di Unit Produksi.

h. Menganalisis hubungan antara kecerdasan emosional pekerja dengan

kecerdasan spiritual pekerja di Unit Produksi.

i. Menganalisis hubungan antara masa kerja dengan Behavior-Based Safety

di Unit Produksi.

j. Menganalisis hubungan antara usia dengan Behavior-Based Safety di Unit

Produksi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:

1. Bagi PT. MAK, dapat dijadikan sebagai informasi ilmiah bagi pimpinan utama

tentang pentingnya membangun kesadaran dan spiritual terhadap keselamatan

kerja di perusahaan serta faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja di

perusahaan sehingga dapat dilakukan Human Risk Management (HRM) untuk

meningkatkan excellent safety culture (ESC)


HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL PEKERJA DENGAN
BEHAVIOR-BASED SAFETY (BBS)
DI UNIT PRODUKSI PT MEGA ANDALAN KALASAN KABUPATEN SLEMAN 12
MAHFI YUSUF
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

2. Bagi Unit Produksi, dapat memberikan informasi ilmiah bagi para kepala

produksi PT. MAK mengenai pentingnya membangun komunikasi, persepsi,

dan keterlibatan pekerja terhadap K3.

3. Bagi pekerja di PT. MAK, dapat memberikan informasi ilmiah mengenai

pentingnya berperilaku selamat dan menghindari perilaku tidak selamat dengan

pendekatan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual melalui penerapan

Behavior-Based Safety di tempat kerja, sehingga dapat melakukan pencegahan

kecelakaan di tempat kerja.

4. Bagi Instansi Pemerintah khususnya Disnakertrans Kabupaten Sleman, sebagai

sumber informasi ilmiah untuk melakukan kegiatan pencegahan dan promosi

K3 sebagai pertimbangan dasar dalam menyusun Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan serta sebagai informasi ilmiah dalam

menargetkan Indonesia Berbudaya K3.

5. Bagi Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, penelitian ini dapat

dijadikan sumber informasi ilmiah yang dapat menambah pengetahuan bagi

pembaca mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Selain itu juga

dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya sebagai masukan kepada

instansi pemerintah terkait dan perusahaan karena penelitian ini dilakukan

menggunakan metode ilmiah.

6. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta

menjadi pengalaman berharga dalam menuntut ilmu di Perguruan Tinggi di

bidang riset sehingga dapat diterapkan di tempat kerja untuk menyelesaikan

berbagai persoalan terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).


HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL PEKERJA DENGAN
BEHAVIOR-BASED SAFETY (BBS)
DI UNIT PRODUKSI PT MEGA ANDALAN KALASAN KABUPATEN SLEMAN 13
MAHFI YUSUF
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

E. Keaslian Penelitian

1. Rivers et al. (2013) telah meneliti Emotion Skills as a Protective Factor for

Risky Behavior among College Students. Hasil penelitian Rivers et al. (2013)

menyatakan bahwa kecerdasan emosional mampu mencegah seseorang dari

perilaku berbahaya. Perbedaan penelitian Rivers et al. (2013) dengan

penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pada subyek penelitian, lokasi

penelitian, variabel terikat, serta analisis multivariat. Persamaan penelitian

Rivers et al. (2013) dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pada

variabel bebas, instrumen penelitian dan pengukuran variabel penelitian.

2. Irlianti dan Dwiyanti (2014) telah meneliti Analisis Perilaku Aman Tenaga

Kerja menggunakan Model Perilaku ABC (Antecedent Behavior

Consequence). Hasil penelitian Irlianti dan Dwiyani (2014) menunjukkan

bahwa komitmen manajemen berpengaruh dalam membentuk perilaku selamat

pada pekerja. Perbedaan penelitian Irlianti dan Dwiyanti (2014) dengan

penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pada subyek penelitian, lokasi

penelitian, dan variabel penelitian. Persamaan penelitian Irlianti dan Dwiyanti

(2014) dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terletak pada jenis

penelitian, analisis data, dan instrumen penelitian.

3. Sunindijo and Zou (2013) telah meneliti The Role of Emotional Intelligence,

Interpersonal Skill and Transformational Leadership in Improving

Construction Safety. Hasil penelitian Sunindijo and Zou (2013) menunjukkan

bahwa kecerdasan emosional merupakan kunci dalam meningkatkan dan

mengembangkan skill interpersonal dan keteladanan transformasional. Selain


HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL PEKERJA DENGAN
BEHAVIOR-BASED SAFETY (BBS)
DI UNIT PRODUKSI PT MEGA ANDALAN KALASAN KABUPATEN SLEMAN 14
MAHFI YUSUF
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

itu, kecerdasan emosional juga merupakan kunci dalam menerapkan sistem

manajemen keselamatan yang mampu meningkatkan iklim keselamatan.

Perbedaan penelitian Sunindijo and Zou (2013) dengan penelitian yang

dilakukan oleh peneliti adalah subyek penelitian, lokasi penelitian, dan

beberapa variabel penelitian. Persamaan penelitian Sunindijo and Zou (2013)

dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terletak pada beberapa variabel

penelitian dan instrumen penelitian.

4. Wiegand (2007) telah meneliti Exploring the Role of Emotional Intelligence in

Behavior-Based Safety Coaching. Hasil penelitian Wiegand (2007)

menunjukkan bahwa kecerdasan emosional berpotensi meningkatkan upaya-

upaya keselamatan, kinerja seseorang dan kehidupan pribadinya. Perbedaan

penelitian Wiegand (2007) dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti

adalah pada subyek penelitian, lokasi penelitian, analisis data, dan instrumen

penelitian. Persamaan penelitian Wiegand (2007) dengan penelitian yang

dilakukan oleh peneliti terletak pada beberapa variabel penelitian.

Anda mungkin juga menyukai