Anda di halaman 1dari 20

PENGARUH RISK PERCEPTION DAN SAFETY CLIMATE TERHADAP SAFETY PERFORMANCE DENGAN VARIABEL

MEDIASI SAFETY KNOWLEDGE PADA PT SHANTY WIRAPERKASA UNIT PURI MAS

Rizqi Yoga Ananta

Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga

Jl. Airlangga 4-6 Surabaya

Email : rizqiyoga.93@gmail.com

Abstract- This study aims to investigate the effects of risk perception and safety climate to safety performance
by using knowledge of safety as mediating variables in PT Shanty Wiraperkasa Unit Puri Mas. The sample used in
this study as many as 77 people using sampling methods saturated which is to make the entire population as
the study sample. The sample in this study is a project worker of Unit Puri Mas undertaken by PT Shanty
Wiraperkasa. Researchers get answers from the respondents by spreading questionnaires to workers who are in
Unit Puri Mas. This study uses a quantitative approach using analytical tools Partial Least Square (PLS) with 3.0
WarpPls application. The results of this study indicate that the safety knowledge to become a mediator
relationship between risk perception towards safety performance, and safety climate on safety performance,
as well as in this study showed that risk perception directly affects safety performance.

Keywords : Risk Perception, Safety Climate, Safety Knowledge, Safety Performance

1. Pendahuluan

Keselamatan kerja merupakan hal paling penting dan harus diperhatikan oleh setiap perusahaan.
Permasalahan keselamatan kerja di Indonesia membutuhkan perhatian yang serius dimana penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia nyatanya masih sering diabaikan oleh perusahaan,
pemerintah, bahkan pekerja itu sendiri. Berdasarkan informasi yang didapat, Republika (2011) jumlah
kecelakaan di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, hal ini dibuktikan berdasarkan data kecelakaan kerja
Jamsostek dimana pada tahun 2008 hingga 2010 jumlah kecelakaan kerja yang terjadi meningkat sebanyak
14%, sementara pada tahun 2011 hingga 2012 angka kecelakaan kerja meningkat sebanyak 3,4% (Antara
News, 2013). Dunia internasional juga memberikan perhatian khusus bagi kecelakaan kerja di Indonesia.
International Labour Organization (ILO) pada tahun 2012 terdapat 29 kecelakaan kerja yang mengakibatkan
kematian dalam 100.000 pekerja Indonesia. ILO juga mencatat bahwa setiap tahunnya Indonesia
mendapatkan 99.000 kecelakaan dengan 70% di antaranya menyebabkan kematian dan cacat seumur
hidup. Kecelakaan kerja yang terjadi telah mengakibatkan Indonesia merugi hingga Rp. 280 Triliun.
International Labour Organization (ILO) tahun 2013, satu pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena
kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja.

PT Shanty Wiraperkasa menjadi objek penelitian disebabkan karena perusahaan ini bergerak di
bidang konstruksi baja dan bangunan, dimana aktifitasnya membutuhkan tingkat keselamatan kerja yang
tinggi dan harus memperhatikan serta menjamin keselamatan para pekerjanya. Perusahaan ini melaksanakan
proyek-proyek yang terdiri dari perumahan dan pemukiman, gedung dan pabrik, bidang sipil terdiri dari
drainase dan jaringan pengairan, jalan raya, jembatan, runway dan bendungan serta bidang tata lingkungan

1
yang terdiri dari bangunan pengolahan air bersih dan instalasi pengolahan air limbah. Perusahaan konstruksi
ini sangat memperhatikan perihal keselamatan kerja, karena menyangkut dengan kinerja para pekerja dan
hasil dari apa yang dikerjakan oleh perusahaan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh persepsi
pekerja mengenai resiko pekerja dan pendidikan tentang keselamatan terhadap perilaku keselamatan kerja
dalam perusahaan konstruksi, karena keselamatan kerja merupakan hal yang penting bagi perusahaan serta
karyawan.

Dari uraian latar belakang diatas maka didapat rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut :

1. Apakah Risk Perception berpengaruh terhadap Safety Performance pada PT Shanty Wiraperkasa Unit
Puri Mas?

2. Apakah Safety Climate berpengaruh terhadap Safety Performance pada PT Shanty Wiraperkasa Unit
Puri Mas?

3. Apakah Risk Perception berpengaruh terhadap Safety Performance dengan mediasi Safety
Knowledge pada PT Shanty Wiraperkasa Unit Puri Mas?

4. Apakah Safety Climate berpengaruh terhadap Safety Performance dengan mediasi Safety Knowledge
pada PT Shanty Wiraperkasa Unit Puri Mas?

5. Apakah Safety Knowledge berpengaruh terhadap Safety Performance pada PT Shanty Wirperkasa Unit
Puri Mas?

2. Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis

2.1 Risk Perception

Persepsi diartikan sebagai persepsi untuk melihat, memahami dan ditafsirkan oleh seluruh pekerja
mengenai resiko kerja yang dihadapi dalam sehari-hari. Persepsi itu terjadi dengan adanya interaksi sosial,
sikap–sikap, dan perasaan-perasaan suatu kelompok manusia atau orang-perseorangan dapat diketahui oleh
kelompok-kelompok lain atau orang-orang lainnya (Romel G. dan Ricardo J. 2014). Hal yang menjadi dasar
adanya perbedaan persepsi tentang resiko antar pekerja meskipun berada dalam satu lingkungan kerja yang
sama adalah perbedaan tingkat pengetahuan karyawan mengenai keselamatan kerja (Vinodkumar dan
Bhasi, 2010). Dalam interaksi sosial kemungkinan terjadi berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku
orang lain ataupun terhadap sesuatu yang pada hakikatnya menghasilkan persepsi pada individu atau
masyarakat.

Meskipun persepsi risiko yang akurat dan dapat diandalkan mungkin adaptif dalam memotivasi
pekerja untuk mematuhi peraturan keselamatan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja yang
menantang, kekhawatiran dan ruminasi tentang potensi risiko dan tantangan juga mungkin memiliki
konsekuensi negatif. Misalnya, sebuah badan mengumpulkan penelitian telah menunjukkan bahwa persepsi
berkelanjutan memiliki hasil kesehatan negatif yang signifikan bagi karyawan (Grau et al., 1992).

2.2 Safety Climate

2
Iklim keselamatan adalah salah satu jenis iklim yang dapat dialami oleh individu dalam organisasi. Tipe
iklim lain yang telah diidentifikasi termasuk iklim untuk layanan pelanggan (Burke, Borucki, & Hurley, 1992;
Schneider, Wheeler, & Cox, 1992) dan iklim untuk inovasi (NR Anderson & West, 1998; Klein & Sporra, 1996).
Semua jenis iklim didasarkan pada persepsi individu dari praktek, prosedur, dan imbalan dalam organisasi
(Schneider, 1990).Iklim keselamatan mengacu pada aspek tertentu dari iklim di organisasi yang berfokus pada
orang-orang persepsi bersama tentang kebijakan organisasi, prosedur dan praktik yang berfungsi sebagai
indikator pentingnya keselamatan karyawan dan kesehatan (Zohar, 2000). Iklim keselamatan mengacu pada
aspek tertentu dari iklim di organisasi yang berfokus pada orang-orang persepsi bersama tentang kebijakan
organisasi, prosedur dan praktik yang berfungsi sebagai indikator pentingnya keselamatan karyawan dan
kesehatan (Zohar, 2000). Iklim keamanan organisasi telah terbukti memengaruhi perilaku keselamatan dan
hasil di berbagai industri. Dalam lingkungan minyak lepas pantai skor iklim keamanan yang tidak
menguntungkan telah terbukti berhubungan dengan peningkatan kecelakaan (Mearns et al., 2003). Iklim
keselamatan organisasi di bidang manufaktur sebuah pengaturan berkorelasi dengan program keselamatan
sektor efektivitas organisasi sebagaimana dinilai oleh inspektur keselamatan peringkat (Zohar, 1980).

2.3 Safety Knowledge

Keselamatan kerja adalah bentuk khusus dari 'kompetensi organisasi'. Dalam hal itu adalah bentuk
kompetensi muncul berkelanjutan dalam organisasi oleh interaksi antara berbagai aktor kolektif dalam
organisasi (Gherardi dan Nicolini, 2000). Sikap menekankan pada evaluasi individu terhadap obyek sikap,
seperti ditunjukkan oleh definisi yang dikemukakan Eagly dan Chaiken (1993) bahwa sikap merupakan
tendensi psikologi yang ditunjukkan dengan penilaian senang/tidak senang terhadap suatu obyek.
Sedangkan pengetahuan keselamatan kerja merupakan ilmu pengetahuan dan penerapannya guna
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan atau penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan
lingkungan kerja. Dengan demikian, definisi sikap terhadap pengetahuan keselamatan kerja lebih
menekankan adanya evaluasi untuk setuju/tidak setuju terhadap pengetahuan. Pengetahuan tentang
pentingnya sebuah keselamatan dalam lingkungan kerja merupakan salah satu aspek yang harus
diperhatikan oleh manajer suatu perusahaan, namun pengetahuan tentang keselamatan kerja diiringi
dengan adanya persepsi dari karyawan. Di tempat kerja, persepsi karyawan mungkin dipengaruhi tidak hanya
oleh praktek-praktek manajerial dan kebijakan dan prosedur formal, tetapi juga oleh rekan-rekan dalam
karya-unit yang sama (Clarke dan Ward, 2006; DeJoy et al, 2004.).

2.4 Safety Performance

Komponen kinerja menggambarkan perilaku aktual yang individu melakukan di tempat kerja. Borman
dan Motowidlo (1993) mengusulkan dua komponen utama dari kinerja: kinerja tugas dan kinerja kontekstual.
Kedua komponen dari kinerja dapat digunakan untuk membedakan perilaku keselamatan di tempat kerja.
Borman dan Motowidlo (1993) membedakan perilaku keselamatan di tingkat individu ke dalam dua kategori,
yaitu kepatuhan keselamatan dan partisipasi keselamatan. Kepatuhan keselamatan didefinisikan sebagai
aktivitas utama yang harus dilakukan individu untuk mempertahankan keselamatan di tempat kerja, termasuk
didalamnya kepatuhan akan prosedur kerja dan menggunakan peralatan pelindung diri (Personal Protective
Equipment). Beberapa contoh partisipasi keselamatan adalah mengikuti rapat- rapat keselamatan, dan
membantu rekan kerja untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan keselamatan kerja. Perilaku ini

3
mungkin tidak langsung berkontribusi terhadap keselamatan kerja, tetapi mereka membantu untuk
mengembangkan lingkungan yang mendukung keselamatan (Griffin, 2000).

Indikator penentu kinerja mewakili penyebab proksimal variabilitas dalam kinerja. Ini adalah faktor
yang secara langsung bertanggung jawab untuk perbedaan individu dalam tugas dan kinerja kontekstual
(Griffin, 200). Campbell et al. (1993) (dalam Griffin ,2000) berpendapat bahwa hanya ada tiga indikator
penentu kinerja individu: pengetahuan, keterampilan, dan motivasi. Kinerja keselamatan harus ditentukan oleh
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan oleh seorang individu dan dengan menggunakan motivasi
untuk berperilaku (Griffin, 2000).

2.5 Hubungan Antar Variabel

2.5.1 Hubungan Antara Risk Perception Dengan Safety Performance

Persepsi risiko yang akurat dan dapat diandalkan mungkin adaptif dalam memotivasi pekerja untuk
mematuhi peraturan keselamatan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja yang menantang,
kekhawatiran dan ruminasi tentang potensi risiko dan tantangan juga mungkin memiliki konsekuensi negatif.
Persepsi tersebut dapat mempengaruhi sikap karyawan terhadap keselamatan, cara karyawan
melaksanakan pekerjaan dan cara karyawan berinteraksi sesama karyawan yang mempunyai dampak
langsung pada hasil keselamatan seperti kecelakaan kerja pada perusahaan (Griffin dan Neal, 2003:15).
Persepsi karyawan pada tingkat praktek manajemen keselamatan yang diterapkan dalam organisasi
dianggap sebagai faktor yang dapat memengaruhi kinerja keselamatan mereka. (Vinodkumar dan Bhasi
,2010). Jika seorang individu telah membentuk kesan awal yang kuat tentang bahaya, hasil dari psikologi sosial
kognitif menunjukkan bahwa keyakinan dapat menyusun cara bahwa bukti berikutnya ditafsirkan (Slovic,
1984). Bukti baru akan muncul dan konsisten dengan keyakinan awal seseorang; bukti sebaliknya dapat
dijadikan untuk menyangkal terhadap apa yang dirasakan oleh seorang pekerja yang menjadikan dugaan
awal yang dirasakan menjadi salah, atau tidak representatif. Dengan uraian diatas maka dapat didapat
hipotesis sebagai berikut :

1. H1 : Risk perception berpengaruh secara signifikan terhadap Safety performance.

2.5.2 Hubungan Antara Safety Climate Dengan Safety Performance

Dalam konteks keamanan, ketika manajer dan supervisor menunjukkan komitmen mereka terhadap
keselamatan dan kepedulian kesejahteraan, maka karyawan bersedia untuk membalas dengan memperluas
definisi peran mereka untuk menyertakan keselamatan (Hofmann, Morgeson, dan Gerras, 2003). Sebuah
elemen kunci dari iklim keselamatan berkaitan dengan persepsi karyawan dari nilai-nilai keselamatan
manajemen dan komitmen terhadap keselamatan (Flin, Mearns, O'Connor, dan Bryden, 2000); dengan
demikian, iklim keselamatan akan mendorong partisipasi keselamatan. Model yang diusulkan oleh Neal dan
Griffin (1997) berdasarkan teori prestasi kerja (Borman dan Motowidlo, 1993;. Campbell et al, 1993) juga
membedakan antara anteseden kinerja, faktor penentu kinerja dan komponen kinerja. Neal et al. (2000)
menganggap iklim keselamatan sebagai anteseden kinerja keselamatan. Berdasarkan uraian diatas maka
dapat didapat hipotesis sebagai berikut :

4
2. H2 : Safety climate berpengaruh secara signifikan terhadap Safety performance.

2.5.3 Hubungan Antara Risk Perception Terhadap Safety Performance Dengan Mediasi Safety Knowledge.

Sebuah elemen kunci dalam setiap program keselamatan dan kesehatan kerja adalah pelatihan
keselamatan yang efektif (Vinodkumar dan Bhasi, 2010). Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan
keterampilan perilaku, pengetahuan dan / atau sikap terkait keselamatan kerja. Studi dari Zohar (1980) telah
menemukan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat kecelakaan yang lebih rendah ditandai
dengan pelatihan keselamatan yang baik bagi karyawan. Dengan diadakannya pelatihan tentang
keselamatan kerja maka pekerja akan mendapatkan pengetahuan tentang pentingnya keselamatan kerja
(Vredenburgh, 2002). Branden (1993) menyebutkan bahwa persepsi tentang risiko memiliki hubungan yang
erat dengan pengetahuan tentang bahaya, apabila salah satunya diabaikan maka akan berakibat fatal
pada tingkat individu. Berdasarkan uraian tersebut maka didapat hipotesis sebagai berikut :

3. H3 : Safety knowledge memediasi secara signifikan hubungan antara Risk perception dengan
Safety performance.

2.5.4 Hubungan Antara Safety Climate Terhadap Safety Performance Dengan Mediasi Safety Knowledge.

Penelitian yang dilakukan oleh Vinodkumar dan Bhasi (2010) menunjukkan bahwa pengetahuan
keselamatan (safety knowledge) menjadi mediator yang digunakan untuk mengukur kinerja keselamatan
(safety performance). Barling dan Hutchinson (2000) menyoroti keuntungan dari pendekatan komitmen
berbasis keselamatan (termasuk omset rendah dan produktivitas yang lebih tinggi), yang menggunakan
praktek manajemen untuk menimbulkan kepercayaan dan komitmen afektif di antara para pekerja. Menurut
Griffin dan Neal (2000) mengatakan bahwa pengetahuan keselamatan dapat menjadi mediator antara iklim
keselamatan terhadap kinerja keselamatan. Dengan berdasarkan uraian tersebut didapat hipotesis sebagai
berikut :

4. H4 : Safety knowledge memediasi secara signifikan hubungan antara Safety climate dan Safety
performance.

2.5.5 Hubungan Antara Safety Knowledge Terhadap Safety Performance

Griffin dan Neal (2000) menemukan bahwa pada tingkat lebih rendah, pengetahuan keselamatan
adalah prediktor signifikan dari kinerja keselamatan. Vinodkumar dan Bhasi (2010) juga menyatakan bahwa
pengetahuan tentang keselamatan dapat memprediksi kinerja keselamatan dari para pekerja, sehingga
berdasarkan uraian tersebut didapat hipotesis sebagai berikut :

5. H5 : Safety Knowledge berpengaruh secara signifikan terhadap Safety Performance.

2.6 Kerangka Berpikir

Dari hipotesis yang dibangun maka kerangka berfikir yang dapat diajukan penulis adalah sebagai
berikut :

5
3. Metode Penelitian

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif yang dapat diartikan sebagai
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau
sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012: 7).

3.2 Definisi Operasional Variabel

Pengukuran secara operasional dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian
adalah:

3.2.1 Risk Perception

1. Tingkat Kecelakaan Kerja.


Persepsi terhadap tingkat kecelakaan kerja yang terjadi sehingga pekerja lebih berhati hati
pada saat bekerja.
2. Kualitas Pelatihan.
Persepsi pekerja terhadap risiko pekerjaan berdasarkan kualitas pelatihan tentang
keselamatan kerja yang diadakan oleh perusahaan.
3. Kepedulian Pekerja.
Persepsi pekerja proyek tentang pentingnya pekerjaan sehingga pekerja peduli terhadap
keselamatan kerja.
4. Rekan Kerja.
Interaksi pekerja dengan rekan kerjanya terkait dengan pentingnya keselamatan kerja.
5. Supervisor
Persepsi pekerja terhadap perhatian supervisor mengenai keselamatan kerja.
6. Sarana Penunjang Keselamatan.
Persepsi pekerja terhadap risiko pekerjaannya terkait ketersediaan sarana untuk menunjang
keselamatan kerja.

6
3.2.2 Safety Climate

1. Prioritas Manajemen.
Kebijakan dari manajemen perusahaan yang memprioritaskan keselamatan kerja.
2. Peraturan Manajemen.
Peraturan manajemen yang berkaitan dengan pelaksanaan keselamatan kerja.
3. Standar Keselamatan Kerja.
Manajemen menjelaskan kepada para pekerja mengenai standar keselamatan kerja.
4. Konsekuensi Manajemen.
Kebijakan manajemen memberikan konsekuensi bagi pekerja yang tidak memperhatikan
keselamatan kerja.
5. Apresiasi Manajemen.
Kebijakan manajemen memberikan apresiasi kepada pekerja yang selalu menerapkan
keselamatan kerja.
6. Kontrol Keselamatan Kerja.
Kebijakan manajemen untuk melakukan pemeriksaan terhadap penerapan keselamatan
kerja.
7. Investigasi Kecelakaan Kerja.
Kebijakan manajemen untuk melakukan investigasi terhadap penyebab terjadinya
kecelakaan kerja.
8. Komunikasi Keselamatan Kerja.
Manajemen melakukan komunikasi secara intens tentang keselamatan kerja kepada para
pekerja.
9. Sarana Penunjang Keselamatan Kerja.
Manajemen menyediakan saran penunjang keselamatan dengan lengkap.
10. Pelatihan Keselamatan Kerja.
Kebijakan manajemen yang secara rutin memberikan pelatihan tentang keselamatan kerja.
3.2.3 Safety Knowledge

1. Pekerja proyek paham tentang cara bekerja dengan benar sesuai standar keselamatan
kerja.

2. Pekerja proyek paham tentang cara menggunakan sarana peralatan penunjang


keselamatan kerja.

3. Pekerja proyek paham tentang cara menjaga tempat kerja agar tetap aman dari material
berserakan.

4. Pekerja proyek mampu memperkecil risiko terjadinya kecelakaan dalam pekerjaan.

5. Pekerja proyek memahami setiap risiko yang terjadi dari setiap pekerjaan.

7
3.2.4 Safety Performance

A.Safety Compliance

1. Pekerja menggunakan sarana penunjang keselamatan kerja secara lengkap dalam setiap
melakukan pekerjaan.

2. Pekerja mampu menggunakan sarana penunjang keselamatan kerja dengan benar.

3. Pekerja melakukan pekerjaan dengan memperhatikan standar keselamatan kerja.

4. Pekerja mampu mengikuti prosedur tentang keselamatan kerja.

B. Safety Participant

1. Pekerja memiliki tanggung jawab terhadap keselamatan kerja.

2. Pekerja sebagai pelopor dalam keselamatan kerja di tempat kerja.

3.Pekerja mampu menjaga situasi tempat yang sesuai dengan standar keselamatan kerja.

4. Hasil Dan Pembahasan

4.1 Hasil Penelitian

Tabel 4.1

Nilai Outer Loading Convergent Validity Dimensi Variabel Safety Performance

Dimensi Outer P value Validitas


Loading

Safety Compliance 1 (0.706) <0.001 Valid

Safety Compliance 2 (0.800) <0.001 Valid

Safety Compliance 3 (0.713) <0.001 Valid

Safety Compliance 4 (0.673) <0.001 Valid

Safety Participant 1 (0.861) <0.001 Valid

Safety Participant 2 (0.886) <0.001 Valid

Safety Participant 3 (0.883) <0.001 Valid

Sumber: Hasil Output PLS

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa seluruh indikator dalam variabel safety performance yakni
dimensi safety compliance dan safety participant memiliki nilai outer loading >0,60 sehingga dimensinya valid
untuk mengukur variabel safety performance.

4.1.1 Convergent Validity

8
Pengukuran convergent validity digunakan untuk menunjukkan apakah indikator dapat mengukur
dengan benar variabel yang akan diukurnya. Pengukuran tersebut menggunakan nilai outer loading dari
setiap indikator dengan kriteria harus diatas 0,60. Berikut adalah nilai outer loading dari setiap indikator:

Tabel 4.2

Nilai Outer Loading Convergent Validity Variabel Penelitian

Indikator Nilai Outer Loading P value Validitas

SP1 (0.706) <0.001 Valid

SP2 (0.800) <0.001 Valid

SP3 (0.713) <0.001 Valid

SP4 (0.673) <0.001 Valid

SP5 (0.861) <0.001 Valid

SP6 (0.886) <0.001 Valid

SP7 (0.883) <0.001 Valid

RP1 (0.846) <0.001 Valid

RP2 (0.802) <0.001 Valid

RP3 (0.711) <0.001 Valid

RP4 (0.711) <0.001 Valid

RP5 (0.640) <0.001 Valid

RP6 (0.582) <0.001 Dipertimbangkan

SC1 (0.508) <0.001 Dipertimbangkan

SC2 (0.684) <0.001 Valid

SC3 (0.692) <0.001 Valid

SC4 (0.541) <0.001 Dipertimbangkan

SC5 (0.591) <0.001 Dipertimbangkan

SC6 (0.653) <0.001 Valid

SC7 (0.569) <0.001 Dipertimbangkan

SC8 (0.662) <0.001 Valid

SC9 (0.688) <0.001 Valid

SC10 (0.746) <0.001 Valid

SK1 (0.717) <0.001 Valid

SK2 (0.683) <0.001 Valid

SK3 (0.754) <0.001 Valid

SK4 (0.741) <0.001 Valid

SK5 (0.798) <0.001 Valid

Sumber: Hasil Output PLS

9
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa seluruh indikator dari 4 variabel penelitian memiliki nilai P
sesuai ketentuan yakni <0,05 ,tetapi terdapat 5 indikator yang memiliki nilai loading masih dipertimbangkan.
Indikator yang masih dipertimbangkan antara lain indikator RP6 pada variabel risk perception, indikator SC1,
SC4, SC5 dan SC7 pada variabel safety climate. Inidikator tersebut masih dipertimbangkan karena nilai
loading masih dibawah 0,60 menurut Hair ,dkk 2013 jika nilai loading berada pada kisaran 0,40 hingga 0,60
maka indikator tersebut perlu dipertimbangkan dengan melihat nilai AVE dan composite reliability. Jika
nilainya meningkat diatas batasan maka indikator harus di hapus (Hair, 2013:104 dalam Sholihin & Ratmono,
2013:66).

Setelah menghilangkan seluruh indikator yang dipertimbangkan maka diperoleh tabel seperti berikut:

Tabel 4.3
Nilai Outer Loading Convergent Validity Variabel Penelitian (Setelah Penghapusan Indikator Yang
Dipertimbangkan)
Indikator Nilai Outer Loading P value Validitas
SP1 (0.706) <0.001 Valid
SP2 (0.800) <0.001 Valid
SP3 (0.713) <0.001 Valid
SP4 (0.673) <0.001 Valid
SP5 (0.861) <0.001 Valid
SP6 (0.886) <0.001 Valid
SP7 (0.883) <0.001 Valid
RP1 (0.846) <0.001 Valid
RP2 (0.802) <0.001 Valid
RP3 (0.711) <0.001 Valid
RP4 (0.711) <0.001 Valid
RP5 (0.640) <0.001 Valid
SC2 (0.684) <0.001 Valid
SC3 (0.692) <0.001 Valid
SC6 (0.653) <0.001 Valid
SC8 (0.662) <0.001 Valid
SC9 (0.688) <0.001 Valid
SC10 (0.746) <0.001 Valid
SK1 (0.717) <0.001 Valid
SK2 (0.683) <0.001 Valid
SK3 (0.754) <0.001 Valid
SK4 (0.741) <0.001 Valid
SK5 (0.798) <0.001 Valid

Sumber: Hasil Output PLS

Berdasarkan tabel 4.5 indikator yang masih dipertimbangkan antara lain indikator RP6 pada variabel risk
perception, indikator SC1, SC4, SC5 dan SC7 pada variabel safety climate dihilangkan dengan artian bahwa
kelima indikator tersebut tidak diikutkan dalam uji selanjutnya sehingga pada akhir penelitian diperoleh

10
sebanyak 23 indikator yang dapat diuji dan diperoleh perbandingan nilai AVE dan composite reliability
sebelum dan sesudah indikator yang dipertimbangkan dihapus sebagai berikut:

Tabel 4.4

Perbandingan Nilai AVE dan Composite Reliability

SP RP SC SK

Composite reliability Sebelum 0.889 0.865 0.873 0.858


coefficients
Setelah 0.889 0.869 0.865 0.858

Average variances extracted Sebelum 0.800 0.520 0.410 0.547

Setelah 0.800 0.572 0.519 0.547

Sumber: Hasil Output PLS

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa perbandingan nilai AVE dari variabel risk perception dan
safety climate mengalami kenaikan hingga melebihi batas minimum yang telah ditetapkan yakni >0.5 setelah
menghapus indikator yang masih dipertimbangkan. Untuk variabel risk perception setelah menghilangkan
indikator RP6 nilai AVE mengalami kenaikan dari yang sebelumnya sebesar 0.520 menjadi 0.572, sedangkan
variabel safety climate nilai AVE juga mengalami kenaikan setelah menghapus indikator SC1, SC4, SC5 dan
SC7 dari yang sebelumnya 0.410 menjadi 0.519. Hal ini menunjukkan bahwa indikator yang dipertimbangkan
memang harus dihapus untuk memenuhi syarat minimum nilai AVE yaitu >0.50 sehingga seluruh indikator yang
ada sudah memenuhi syarat convergent validity.

4.1.2 Discriminant Validity

Pada discriminant validity digunakan nilai cross loading yaitu nilai outer loading dari suatu indikator variabel
harus menjadi nilai yang paling tinggi terhadap outer loading variabel lainnya. Berikut adalah nilai croos
loading dari seluruh indikator dalam variabel penelitian:

Tabel 4.5

Nilai Outer Loading Discriminant Validity Variabel Penelitian

Risk Safety Safety Safety


Perception Climate Knowledge Performance
Indikator

RP1 0.841 -0.174 0.117 -0.323

RP2 0.784 -0.109 0.121 -0.181

RP3 0.757 0.235 0.010 -0.123

RP4 0.744 -0.019 -0.311 0.479

RP5 0.643 0.105 0.047 0.233

SC2 0.319 0.695 -0.109 -0.133

11
SC3 -0.307 0.778 -0.174 0.249

SC6 0.344 0.672 0.129 -0.497

SC8 0.025 0.641 0.168 -0.137

SC9 -0.204 0.733 0.035 0.199

SC10 -0.102 0.790 -0.011 0.221

SK1 0.225 0.038 0.717 -0.746

SK2 -0.154 -0.070 0.683 0.200

SK3 0.193 0.132 0.754 0.258

SK4 -0.207 -0.101 0.741 0.629

SK5 -0.060 -0.005 0.798 -0.329

SP1 0.201 -0.041 -0.276 0.706

SP2 0.074 -0.203 0.074 0.800

SP3 -0.174 -0.022 0.077 0.713

SP4 -0.115 0.308 0.120 0.673

SP5 -0.011 -0.185 0.003 0.861

SP6 0.026 0.199 -0.112 0.886

SP7 -0.015 -0.020 0.109 0.883

Sumber: Hasil Output PLS

Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa indikator pada variabel risk perception, safety climate, safety
knowledge dan safety performance memiliki nilai cross loading yang paling tinggi dalam setiap variabelnya
jika dibandingkan dengan variabel lainnya. Dengan demikian bisa dikatakan indikator-indikator yang
digunakan dalam penelitian ini telah memiliki discriminant validity yang baik.

Tabel 4.6

Nilai Composite Reliability dan Cronbach’s Alpha

Variabel Composite Reliability Cronbach's Alpha

Risk Perception 0.869 0.811

Safety Climate 0.865 0.813

Safety Knowledge 0.858 0.792

Safety Performance 0.889 0.751

Sumber: Hasil Output PLS

Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa nilai composite reliability dan cronbach's alpha variabel
risk perception, safety climate, safety knowledge dan safety performance lebih besar dari 0,70. Dengan
demikian semua variabel dalam penelitian ini dinyatakan reliabel.

12
Tabel 4.7

Hasil Path Coefficients

Uji Statistik Path P Signifikansi Hasil


Coefficient
RP Ke Sp 0.442 <0.001 Signifikan Diterima
SC Ke SP 0.195 0.062 Tidak Ditolak
Signifikan
RP Ke SP Melalui SK 0.207 0.001 Signifikan Diterima
SC Ke SP Melalui SK 0.286 <0.001 Signifikan Diterima
SK Ke SP 0.331 0,001 Signifikan Diterima
Sumber: Hasil Output PLS

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil interpretasi data yang sudah dijelaskan, berikut adalah penjelasan yang mendalam
mengenai hubungan-hubungan variabel.

4.2.1. Pengaruh Risk Perception Terhadap Safety Performance

Pada hipotesis 1 penelitian ini menduga bahwa risk perception berpengaruh terhadap safety
performance. Hasil dari uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Dapat disimpulkan bahwa
risk perception berpengaruh signifikan terhadap safety performance. Perusahaan yang ingin meningkatkan
safety performance para pekerjanya harus memiliki anggapan dan kesadaran bahwa pekerjaan yang
dilakukan berbahaya. Meskipun persepsi risiko yang akurat dan dapat diandalkan mungkin adaptif dalam
memotivasi pekerja untuk mematuhi peraturan keselamatan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja
yang menantang, kekhawatiran tentang potensi risiko dan tantangan juga mungkin memiliki konsekuensi
negatif. Persepsi tersebut dapat mempengaruhi sikap karyawan terhadap keselamatan, cara karyawan
melaksanakan pekerjaan dan cara karyawan berinteraksi sesama karyawan yang mempunyai dampak
langsung pada hasil keselamatan seperti kecelakaan kerja pada perusahaan (Griffin dan Neal, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa kualitas pelatihan juga mampu menjelaskan pengaruh
antara risk perception terhadap safety performance. Hal ini dibuktikan dengan jawaban responden yang
menyetujui bahwa mereka memahami tentang risiko pekerjaannya karena mendapat pelatihan yang
berkualitas baik dari PT Shanty Wiraperkasa, sehingga para pekerja berhati-hati dalam melakukan pekerjaan.
Anggapan bahwa pekerjaan merupakan sandaran utama bagi para pekerja juga dapat menjelaskan
pengaruh risk perception terhadap safety performance, karena ketika para pekerja menganggap bahwa
pekerjaan itu adalah satu-satunya cara agar dapat mencukupi kebutuhan keluarga, maka mereka akan
berhati-hati dalam bekerja. Adanya interaksi antar sesama pekerja juga dapat meningkatkan persepsi pekerja
akan bahaya yang dapat menimpanya ketika bekerja. Para pekerja di PT Shanty Wiraperkasa berpendapat
bahwa rekan sesama pekerja saling mengingatkan akan risiko dari pekerjaan mereka, sehingga dalam
melakukan pekerjaan para pekerja memperhatikan standar keselamatan kerja. Jajaran manajemen yakni
supervisor di PT Shanty Wiraperkasa juga memberikan perhatian terhadap setiap risiko dari pekerjaan kepada
seluruh pekerja. Dengan demikian hasil dari penilitian ini mendukung pernyataan Vinodkumar dan Bhasi
(2010) yang berpendapat bahwa Persepsi karyawan pada tingkat praktek manajemen keselamatan yang

13
diterapkan dalam organisasi dianggap sebagai faktor yang dapat memengaruhi kinerja keselamatan
mereka.

4.2.2. Pengaruh Safety Climate Terhadap Safety Performance

Berdasarkan hasil uji data pada pengaruh safety climate terhadap safety performance menunjukkan
hasil yang tidak signifikan. Dalam penelitian ini safety climate diukur dengan persepsi pekerja terhadap sikap
manajemen dalam penerapan keselamatan kerja. Berdasarkan tabulasi dari jawaban responden, indikator
yang paling berpengaruh terhadap safety climate adalah komunikasi yang dilakukan oleh manajemen
secara intens. Hal ini terbukti bahwa mayoritas pekerja menyetujui pernyataan tentang bagaimana
manajemen dari PT Shanty Wiraperkasa melakukan komunikasi secara intens kepada para pekerja, namun
sayangnya dalam komunikasi tersebut pihak manajemen tidak memberikan info terbaru mengenai
keselamatan kerja. Hal ini diperoleh dari bagaimana respon para pekerja dalam memberikan pendapatnya
tentang apakah PT Shanty Wiraperkasa juga memberikan info terbaru mengenai keselamatan kerja dan
mayoritas merespon dengan jarang sekali ada update tentang info terbaru mengenai keselamatan kerja.

Seharusnya jika mengacu kepada teori sebelumnya maka terdapat pengaruh antara safety climate
terhadap safety performance di PT Shanty Wiraperkasa. Hofmann, Morgeson, dan Gerras (2003) menyatakan
bahwa Dalam konteks keamanan, ketika manajer dan supervisor menunjukkan komitmen mereka terhadap
keselamatan dan kepedulian kesejahteraan, maka karyawan bersedia untuk membalas dengan memperluas
definisi peran mereka untuk menyertakan keselamatan. Keadaan di lapangan sangat berbeda dengan teori
tersebut, karena berdasarkan pengamatan terlhat bahwa pihak manajemen PT Shanty Wiraperkasa telah
melakukan upaya untuk peduli terhadap keselamatan para pekerja, namun perilaku dan sikap dari para
pekerja tidak menampilkan adanya timbal balik terhadap sikap manajemen. Seperti contohnya adalah para
pekerja tidak mau menggunakan peralatan penunjang keselamatan secara lengkap, padahal menurut
Suhaibi selaku Koordinator K3 dari PT Shanty Wiraperkasa menyatakan bahwa pihak manajemen perusahan
telah menyediakan segala kebutuhan yang berkaitan dengan keselamatan kerja sehingga hal itulah yang
memicu terjadinya kecelakaan kerja.

Hasil ini didukung oleh penelitian Cooper dan Phillips (2004) yang menghasilkan bahwa safety climate
pada suatu perusahaan tidak selalu mencerminkan safety performance. Jiang dkk (2010) juga menyebutkan
bahwa safety climate sebuah perusahaan tidak dapat dengan efektif memprediksi secara langsung terhadap
safety performance setiap individu, meskipun safety climate pada perusahaan tersebut baik. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa safety climate di PT Shanty Wiraperkasa sudah baik, namun beberapa
pekerja tidak dapat memanfaatkan hal itu untuk melakukan safety performance.

4.2.3. Pengaruh Risk Perception Terhadap Safety Performance Melalui Safety Knowledge

Berdasarkan hasil uji data pada pengaruh risk perception terhadap safety performance melalui safety
knowledge menunjukkan adanya pengaruh dari hubungan tersebut. Berdasarkan hasil uji statistik, hasilnya
adalah signifikan yang berarti bahwa hipotesis 3 diterima. Dapat disimpulkan bahwa safety knowledge
memediasi pengaruh risk perception terhadap safety performance. Vinodkumar dan Bhasi (2010)

14
berpendapat bahwa yang menjadi dasar adanya perbedaan persepsi tentang resiko antar pekerja meskipun
berada dalam satu lingkungan kerja yang sama adalah perbedaan tingkat pengetahuan karyawan
mengenai keselamatan kerja. Hal tersebut lebih condong terhadap bagaimana pekerja PT Shanty
Wiraperkasa berhati-hati dalam melakukan pekerjaan dengan berdasarkan pada seberapa besar terjadinya
kecelakaan kerja, sehingga mereka memahami seberapa besar bahaya yang akan ditimbulkan karena
sudah memiliki pengetahuan yang baik. Dapat disimpulkan bahwa para pekerja dari PT Shanty Wiraperkasa
memiliki pemahaman yang baik akan keselamatan kerja sehingga mereka juga memahami risiko yang akan
terjadi pada saat melakukan pekerjaan dan hasilnya adalah para pekerja lebih berhati-hati dan bekerja
secara aman untuk menghindari kecelakaan kerja. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Vinodkumar
dan Bhasi (2010) juga menunjukkan bahwa safety knowledge mampu menjadi mediator untuk menjelaskan
safety performance.

4.2.4 Pengaruh Safety Climate Terhadap Safety Performance Melalui Safety Knowledge

Berdasarkan hasil uji data pada pengaruh safety climate terhadap safety performance melalui safety
knowledge menunjukkan adanya pengaruh dari hubungan tersebut. Berdasarkan hasil uji statistik, hasilnya
adalah signifikan yang berarti bahwa hipotesis 4 diterima. Dapat disimpulkan bahwa safety knowledge
memediasi pengaruh safety climate terhadap safety performance. Griffin dan Neal (2000) menemukan
bahwa pada tingkat lebih rendah, pengetahuan keselamatan adalah prediktor signifikan dari kinerja
keselamatan. Berdasarkan teori tersebut, kondisi di lapangan memang sama, yakni bagaimana pihak
manajemen PT Shanty Wiraperkasa memiliki sikap yang baik terhadap safety climate namun para pekerja
tidak dapat secara maksimal untuk menerapkan safety performance dengan baik. Hal ini dikarenakan tidak
semua pekerja memiliki pengetahuan tentang keselamatan, sehingga ketika mereka memiliki pengetahuan
yang baik maka mereka akan dengan baik juga menerapkan safety performance. Pengetahuan yang baik
juga berasal dari upaya manajemen untuk mengadakan pelatihan dengan kualitas yang baik juga. Dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan dari pekerja PT Shanty Wiraperkasa memiliki safety knowledge yang baik
karena manajemen perusahan mengadakan pelatihan keselamatan kerja dengan baik. Penelitian ini
mendukung hasil penelitian dari Griffin dan Neal. (2000) yang menyebutkan bahwa knowledge memiliki peran
sebagai mediator dari safety climate terhadap safety performance,

5. Simpulan

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan, maka dapat disimpulan sebagai berikut:

1. Risk perception berpengaruh secara signifikan terhadap Safety performance dengan arah hubungan
yang positif.

2. Safety climate tidak berpengaruh terhadap Safety performance.

3. Safety knowledge memediasi secara parsial pada hubungan pengaruh Risk perception terhadap
Safety performance.

15
4. Safety knowledge memediasi secara penuh pada hubungan pengaruh Safety climate terhadap
Safety performance.

5. Safety Knowledge berpengaruh secara signifikan terhadap Safety Performance dengan arah
hubungan yang positif.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dalam rangka meningkatkan safety performance para pekerja, maka
saran yang diberikan oleh peneliti kepada pihak PT Shanty Wiraperkasa adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan sebaiknya memberikan sanksi bagi para pekerja berupa denda maupun sanksi lain yang
sifatnya melatih pekerja untuk disiplin dalam penerapan safety performance. Sanksi tersebut diberikan
kepada para pekerja yang tidak menggunakan sarana penunjang keselamatan dengan lengkap dan
benar. Hal ini dikarenakan tidak semua para pekerja di PT Shanty Wiraperkasa menggunakan sarana
penunjang keselamatan dengan lengkap dan benar, sehingga memiliki risiko kecelakaan kerja yang
besar. Pemberian sanksi itu bertujuan untuk memberikan efek jera kepada para pekerja sehingga
kedepannya para pekerja memiliki kesadaran bahwa penggunaan sarana penunjang keselamatan
kerja dengan lengkap dan benar sangat penting agar terhindar dari kecelakaan kerja.

2. Perusahaan perlu untuk memberikan apresiasi bagi pekerja yang dengan baik menaati dan
menerapkan prosedur tentang penerapan keselamatan kerja serta bagi pekerja yang mampu
menjadikan dirinya sebagai teladan bagi rekan-rekan kerjanya, karena berdasarkan hasil penelitian
mayoritas pekerja dari PT Shanty Wiraperkasa tidak menaati prosedur penelitian. Dengan adanya
pemberian apresiasi bagi pekerja yang menaati dan menerapkan prosedur keselamatan kerja, maka
para pekerja yang sebelumnya tidak menaati akan terpacu untuk menerapkan safety performance
dengan baik sedangkan bagi pekerja yang telah menaati prosedur keselamatan akan semakin
terpacu juga untuk menjadi teladan bagi rekan-rekan kerjanya.

3. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa para pekerja di PT Shanty Wiraperkasa tidak dapat
menjaga tempat kerjanya agar tetap aman dari material-material yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja, sehingga perusahaan perlu untuk memberikan kebijakan yaitu para pekerja wajib
membersihkan tempat kerja dari material-material yang tercecer pada saat sebelum jam istirahat dan
sebelum jam kerja selesai. Dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan kedepannya para pekerja
dapat terhindar dari material yang berisiko menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja, selain itu juga
akan menjadikan para pekerja dapat bekerja dengan nyaman karena tempat kerjanya bersih dari
material bangunan.

DAFTAR REFERENSI

Anderson, N. R., & West, M.A. 1998. Measuring Climate For Work Group Innovation: Development and
Validation Of The Team Climate Inventory. Journal of Organizational Behavior, 19, 235-258.
Barling, J., & Hutchinson, I. 2000. Commitment vs. Control-based Safety Practices, Safety Reputation,
and Perceived Safety Climate. Canadian Journal of Administrative Sciences, 17, 76–84.

16
Borman, W.C. & S.J. Motowidlo. 1993. “Expanding The Criterion Domain To Include Elements Of
Contextual Performance”. Personnel Selection In Organizations, (pp. 71-98).San Francisco: Jossey-
Bass.
Burke, M. J., Borucki, C. C., & Hurley, A. E. (1992). Reconceptualizing Psychological Climate In A
Retail Service Environment: A Multiple Stakeholder Perspective. Journal of Applied Psyclwlogy, 77,
717-729.

Campbell, J. P. et al. 1993. “ A Theory Of Perfonnance”. Personnel Selection in Organizations (pp. 35-70). San
Francisco: Jossey-Bass.

Clarke, S. 2006. “The Relationship Between Safety Climate And Safety Performance: A Meta-Analytic Review”.
Journal of Occupational Health Psychology 11, 315–327.

Cheyne, A., Cox, S., Oliver, A., & Tomas, J. M. (1998). Modelling Safety Climate In The Prediction Of Levels Of
Safety Activity. Work and Stress, 12, 255–271.

Cooper, M.D., R.A. Phillips. 2004. “Exploratory Analysis Of The Safety Climate And Safety Behavior Relationship”.
Journal of Safety Research, 35, 497-512.

DeJoy, D. M. 1994. “Managing Safety In The Workplace: An Attribution Theory Analysis And Model”. Journal Of
Safety Research, 25, 3-17.

Donald, I., & Canter, D. 1994. Employee Attitudes and Safety in The Chemical Industry. Journal of Loss Preven-
tion in the Process Industries, 7, 203–208.

Eagly, A. H. & Chaiken, S. 1993. The Psychology Of Attitudes. Fort Worth, TX: Harcourt Brace Jovanovich.

Fleming, M., Flin, R., Mearns, K. and Gordon, R. 1998, “Risk Perceptions of Offshore Workers on UK Oil and Gas
Platforms”, Risk Analysis, Vol. 18 No. 1, pp. 103-110.

Flin, R., Mearns, K., O‟Connor, P. and Bryden, R. 2000 Mesuring Safety Climate: Identifying The Common
Feature. Journal of Safety Science, 34, 177-192.

Gherardi, Silvia. & Davide Nicolini. 2000. “To Transfer Is To Transform: The Circulation of Safety Knowledge”.
Organization Studies 20(1): 101-24.

Grau, L., Colombotos, J. & Gorman, S. 1992, “Psychological Morale and Job-Satisfaction Among Homecare
Workers Who Care For Persons With Aids”,Women & Health, Vol. 18 No. 1, pp. 1-21.

Griffin, M.A. & Andrew Neal. 2000. “Perception Of Safety At Work : A Framework For Linking Safety Climate To
Safety Performance, Knowledge And Motivation”. Journal Of Occupational Health Psychology. Vol.5 no. 3,
347-358.

Griffin, M.A. & Andrew Neal. 2003. “Safety Climate And Safety At Work. Hand book : The Psychology Of Work
Place”. American Psychological Assocation. PP 15-34.

Hofmann, D. A., & A. Stetzer. 1996. “A Cross-Level Investigation Of Factors Influencing Unsafe Behaviors And
Accidents”. Personnel Psychology, 49, 307-339.

Hofmann, D. A., & A. Stetzer. 1999. “The Role Of Safety Climate And Communication In Accident
Interpretation: Implications For Learning From Negative Events”. Academy of Management Journal, 41,
644-657.

17
Hofmann, D. A., Morgeson, F. P., & Gerras, S. J. 2003. Climate As A Moderator Of The Relationship Between
Leader Member Exchange and Content Specific Citizenship: Safety Climate As An Exemplar. Journal of
Applied Psychology, 88, 170–178.

Jiang, Li., et al. 2010. “Perceived Colleagues‟ Safety Knowledge/behavior And Safety Performance: Safety
Climate As A Moderator In A Multilevel Study”, Accident Analysis and Prevention 42 (2010) 1468–1476.

Kapp, E.A. 2012. “The Influence Of Supervisor Leadership Practices And Perceived Group Safety Climate On
Employee Safety Performance”, Safety Science 50 (2012) 1119-1124.

Lee, T. 1998. Assessment of safety culture at a nuclear reprocessing plant. Work and Stress, 12, 217–237.

Mearns, K. and Flin, R. 1995, “Risk Perception and Attitudes to Safety By Personnel In the Offshore Oil and Gas-
Industry – a review”, Journal of Loss Prevention in the Process Industries, Vol. 8 No. 5, pp. 299-305.

Mearns, K., Flin, R., Gordon, R., & Fleming, M. (2001). Human and Organizational Factors In Offshore Safety.
Work and Stress, 15, 144 –160.

Neal, A., & Griffin, M. A. 2006. A Study Of The Lagged Relationships Among Safety Climate, Safety Motivation,
Safety Behavior, nd Accidents At The Individual and Group Levels. Journal of Applied Psychology, 91, 946–
953.

Nielsen, M.B. et al. 2011 “Using The Job Demands-Resources Model to Investigate Risk Perception, Safety
Climate and Job Satisfaction in Safety Critical Organizations”, Scandinavian Journal of Psychology, Vol. 52
No. 5, pp. 465-475.

Niskanen, T. 1994 „Safety Climate In The Road Administration‟, Safety Science, Vol. 17, No. 4, pp.237–255.

Oliver, A., Cheyne, A., Tomas, J. M., & Cox, S. (2002). The Effects Of Organizational and Individual Factors On
Occupational Accidents. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 75, 473–488.

Schneider, B. 1990. The Climate For Service: An Application Of The Climate Construct. Organizational climate
and culture (pp. 383-412). San Francisco: Jossey-Bass.

Schneider, B., Wheeler, J. K., & Cox, J. F. 1992. A Passion For Service: Using Content Analysis To Explica
Service Climate Themes. Journal of Applied Psychology, 77, 705-716.

Sekaran, Uma. 2007. Research Methods of Business 4th Edition. Jakarta: Salemba Empat.

Sholihin, Mahfud & Dwi Ratmono. 2013. Analisis SEM-PLS Dengan WarpPLS 3.0. Yogyakarta: ANDI.

Slovic, Paul et al .1984. “Behavioral Decision Theory Perspectives On Risk And Safety”, Acta Psychologica 56
(1984) 183-203 North-Holland.

Solis-Carcano, Romel G et al .2014. “Construction Workers‟ Perceptions Of Safety Practices: A Case Study In
Mexico”, Journal Of Building Construction And Planning Research (2014) 2, 1-11.

Sugiyono, 2001, Statistika Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta.

Varonen, U., Mattila, M., 2000. The Safety Climate and Its Relationship To Safety Practices, Safety Of Work
Environment and Occupational Accidents in Eight Wood Processing Companies. Accident Analysis and
Prevention 32, 761–769.

Vinodkumar, M.N. & Bhasi ,M .2010. “Safety Management Practices And Safety Behaviour: Assessing The
Mediating Role Of Safety Knowledge and Motivation”, Accident Analysis and Prevention 42 (2010) 2082–
2093.

18
Vredenburgh, A.G., 2002. Organizational Safety Which Management Practices Are Most Effective In Reducing
Employee Injury Rates? Journal of Safety Research 33, 259–276.

Zohar, D. 1980. Safety Climate In Industrial Organizations:Theoretical and Applied Implications. Journal of
Applied Psychology, 65, 96–102.

Zohar, D. 2000. A Group-level Model Of Safety Climate: Testing The Effect Of Group Climate On Micro-
accidents In Manufacturing Jobs. Journal of Applied Psychology, 85, 587–596.

www.antaranews.com
www.ilo.org

www.republika.co.id

19

Anda mungkin juga menyukai