Anda di halaman 1dari 9

Penelusuran Senyawa dan Uji Toksisitas dari Kombinasi

Ekstrak Rumput Laut (Padina sp.) dan Jeruk Nipis (Citrus


aurantifolia) terhadap Larva Artemia salina

Nurul Amaliah1), Firdaus2), dan Nunuk H. Soekamto2)*


1)
Program Studi Magister Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
2)
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Hasanuddin, Makassar, Indonesia

*e-mail: nunukhariani@unhas.ac.id

Abstract. Rumput Laut (Padina sp.) merupakan rumput laut yang berasal dari kelas Phaeophyta
(rumput laut coklat) yang mengandung senyawa aktif yang berpotensi sebagai antikanker dan
antioksidan. Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia) merupakan salah satu tanaman yang dapat
digunakan sebagai bahan obat tradisional. Jeruk nipis  mengandung senyawa aktif seperti,  asam
sitrat, asam amino, minyak atsiri, saponin dan flavonoid. Kombinasi dari dua jenis tumbuhan yang
memiliki bioaktivitas yang serupa dapat menghasilkan aktivitas yang lebih tinggi. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder dari kombinasi
ekstrak rumput laut Padina sp dengan Citrus Aurantifolia serta uji toksisistasnya terhadap larva
udang Artemia salina. Rumput laut Padina sp dan Citrus aurantifolia masing-masing dimaserasi
secara bertingkat menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat , dan aseton, lalu dievaporasi hingga
didapatkan ekstrak kental masing-masing sampel, kemudian ekstrak digabung dengan
perbandingan 1:1. Kandungan senyawa metabolit sekunder dari kombinasi ekstrak Padina sp dan
Citrus aurantifolia ditentukan dengan uji fitokimia sedangkan uji toksisitas dilakukan dengan
metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Hasil pengujian senyawa metabolit sekunder
menunjukkan bahwa ketiga ekstrak kombinasi mengandung steroid dan alkaloid pada ekstrak n-
heksan dan etil asetat, sedangkan pada ekstrak aseton mengandung steroid. Hasil uji toksisitas
diperoleh aktivitas ekstrak n-heksan, etil asetat , dan aseton berturut-turut sebesar 390,93 ppm
(toksik); >1000 ppm (tidak toksik); dan 763,65 ppm (toksik).
Kata kunci: Padina sp, Citrus aurantifolia, Artemia salina, toksisitas.

PENDAHULUAN
Indonesia terletak di garis khatulistiwa dan beriklim tropis, lebih dari dua pertiga area tersebut
adalah area perairan yang dikelilingi 17.000 pulau. Kekayaan alam biota laut Indonesia terkenal sebagai
salah satu megacenter utama keanekaragaman hayati dunia dengan sekitar 40.000 jenis tumbuhan sebagai
unsur floranya. Salah satu potensi biota laut perairan Indonesia adalah rumput laut (Kelman, 2012).
Indonesia merupakan negara produsen rumput laut terbesar kedua di dunia setelah Cina dan memiliki
keanekaragaman rumput laut yang terbesar dibandingkan dengan negara lain. Rumput laut merupakan
salah satu sumber daya hayati laut yang sangat berpotensi untuk dikembangkan karena mengandung
sejumlah komponen bioaktif seperti senyawa fenolik, pigmen alami, polisakarida sulfat, serat dan
komponen bioaktif lainnya yang berkhasiat untuk kesehatan (Erniati, 2016) Rumput laut diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok besar menurut komposisi kimianya, yaitu alga hijau (Chlorophyta), alga merah
(Rhodophyta) dan alga coklat (Phaeophyta) (Nursid, 2013).
Golongan rumput laut yang menarik untuk diteliti adalah rumput laut coklat (Phaeophyta).
Rumput laut coklat mengandung senyawa metabolit sekunder berupa sterol seperti fucosterol, 24-
methylene cholesterol, kolesterol, 24-ketocholesterol dan saringosterol (Kim, 2011). Senyawa sterol
memiliki bioaktivitas untuk mencegah penyakit kanker tertentu, misalnya kanker ovarium, prostat,
payudara dan kanker usus besar karena mempunyai potensi antioksidan, hipoglikemik dan mampu
menghambat tiroid (Nasruddin, 2017).
Padina sp merupakan rumput laut yang berasal dari kelas Phaeophyta yang terdapat secara
melimpah dan bermusim. Senyawa metabolit sekunder yang telah berhasil diisolasi dari Rumput laut
genus Padina seperti pada Padina australis yang mengandung senyawa asam lemak dan senyawa
triterpenoid yang memiliki bioaktivitas sebagai Antimikroba (Suganda, 2007). Selain itu pada Padina
australis juga mengandung senyawa fukosantin yang memiliki bioaktivitas sebagai antikanker terhadap
sel MCF7 dengan nilai IC50 sebesar 34,7 µg/ml dan relatif tidak toksik terhadap sel normal Vero dengan
nilai IC50 sebesar 1071,6 µg/ml (Nursid, 2016).
Selain pada tanaman laut seperti rumput laut, tanaman darat yang memiliki potensi besar untuk
diteliti yaitu Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia). Karena sifat nutrisi dan manfaat kesehatannya, jeruk
menjadi salah satu tanaman komersial yang paling banyak ditanam di dunia. Buah jeruk bersifat bioaktif,
diantaranya sebagai antibakteri, antivirus, antioksidan, antijamur, analgesik, dan antiinflamasi karena
tanaman jeruk kaya akan asam askorbat dan senyawa bioaktif lainnya seperti kumarin, karotenoid,
limonoid, dan flavonoid (Pallavi, 2017). Penelitian yang dilakukan oleh Permata (2018) melaporkan
bahwa ekstrak metanol jeruk nipis memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 yaitu 49.589 g/mL
untuk sari buah (air perasan jeruk nipis) dan 187,36 ppm untuk kulitnya yang tergolong kategori sedang.
Sedangkan pada tahun 2021, Khadijah dkk, melaporkan pada buah jeruk nipis utuh (campuran sari buah
dan kulitnya) memiliki nilai IC50 yang lebih tinggi, yaitu 1793,06 g/mL dengan kategori lemah.
Penggunaan kombinasi herbal (poliherbal) dengan menggabungkan ekstrak tumbuhan,
menunjukkan peningkatan bioaktivitas kombinasi ekstrak tumbuhan dibandingkan dengan hasil pengujian
bioaktivitas tanpa kombinasi dengan tumbuhan lain. Kombinasi tersebut diklaim dapat mengurangi efek
samping yang tidak diinginkan, seperti insiden keracunan yang lebih rendah dibandingkan dengan hanya
menggunakan satu tanaman. Namun secara teori, kombinasi bahan kimia aktif pada beberapa tanaman
juga dapat berinteraksi dan lebih toksik daripada menggunakan satu tanaman sehingga menghasilkan efek
antagonis (Halimatussa'diah, 2014). Selain itu hal ini dapat meningkatkan efek terapeutik. Beberapa
tanaman bertindak sinergis dengan yang lain, dan beberapa memiliki efek pelengkap terhadap tanaman
lain (Badejo, 2014; Warsito, 2011)
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan
fitokimia ekstrak kombinasi Padina sp dengan Citrus aurantifolia dan menentukan toksisitasnya terhadap
larva udang Artemia salina dengan metode BSLT.

METODOLOGI PENELITIAN
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain alat-alat gelas, corong Buchner, pompa vakum,
rotary evaporator.
Bahan
Padina sp, Citrus aurantifolia, n-heksan, etil asetat aseton, anhidrida asetat, reagen Wagner, Meyer,
dan Dragendorff, FeCl3, H2SO4 pekat, serbuk Mg, telur udang Artemia salina Leach dan NaCl.
Prosedur Kerja
1. Pengambilan dan Preparasi Sampel
Sampel Padina sp yang diperoleh dari dusun Puntondo, Desa Laikang, Kecamatan Mangarabombang,
Kabupaten Takalar dan sampel Citrus aurantifolia dari Kota Palopo, Kabupaten Luwu dicuci,
dikeringkan lalu digiling hingga diperoleh bentuk serbuk.
2. Ekstraksi
Sampel Padina sp diekstraksi secara bertingkat dengan metode maserasi menggunakan pelarut
n-heksan kemudian etil asetat dan aseton. Selanjutnya, sampel C. aurantifolia di ekstraksi bertingkat
dengan perlakuan yang sama. Masing-masing Maserat yang diperoleh dievaporasi dengan suhu
40℃ sampai menghasilkan ekstrak kasar (crude extract) yang berbentuk pasta. Ekstrak kasar
masing-masing sampel digabung dengan perbandingan yang sama (1:1) kemudian dilakukan uji
fitokimia, lalu dilanjutkan dengan uji toksisitas menggunakan metode BSLT.
3. Uji Fitokimia (Harborne, 1987)
Analisis fitokimia merupakan salah satu cara untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada
suatu sampel. Analisis yang dilakukan meliputi uji alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, terpenoid dan
steroid.
a. Uji Alkaloid
Uji alkaloid dilakukan menggunakan pereaksi Mayer (kalium tetraiodomerkurat (II)), Wagner (iodin
dalam kalium iodida), dan Dragendorff (Bismut (III) iodida) Sampel yang mengandung alkaloid akan
membentuk endapan jingga sampai kecoklatan.
b. Uji Flavonoid
Identifikasi senyawa flavonoid dilakukan dengan menggunakan pereaksi serbuk magnesium (Mg) dan
asam klorida pekat (HCl). Penambahan serbuk Mg bertujuan agar membentuk ikatan dengan gugus
karbonil pada senyawa flavonoid. Penambahan HCl bertujuan untuk membentuk garam flavilium yang
ditandai dengan perubahan warna menjadi merah jingga.
c. Uji Saponin
Uji saponin dilakukan dengan melarutkan sampel dalam akuades kemudian dipanaskan selama 15
menit lalu dikocok selama 10 detik. Jika terbentuk buih yang stabil selama kurang lebih 10 menit maka
sampel positif mengandung saponin.
d. Uji Tanin
Uji tanin dilakukan dengan menambahkan larutan FeCl 3 5 % terhadap sampel. Sampel yang
mengandung tanin akan berubahan warna menjadi biru kehitaman atau hijau kecoklatan.
e. Uji terpenoid dan steroid
Uji terpenoid/ steroid dilakukan dengan melarutkan sampel dengan pereaksi Liebermann Burchard
(asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat). Sampel yang mengandung senyawa golongan steroid akan
berubah warna menjadi hijau kebiruan. Sedangkan senyawa golongan triterpenoid akan berubah warna
membentuk cincin coklat atau violet.

4. Uji Toksisitas dengan metode Brine Shrime Lethality Test (BSLT)


1. Penetasan telur A. salina
Telur udang A. salina ditetaskan dalam wadah toples kaca yang berisi air asin dan dilengkapi dengan
lampu yang berfungsi sebagai pemanas serta aerator sebagai sumber udara. Sejumlah telur A. salina
dimasukkan ke dalam wadah untuk ditetaskan selama kurang lebih 24 jam. Larva yang telah berumur 48
jam kemudian digunakan untuk pengujian (Susilowati, 2017).
2. Uji Toksisitas
Sampel dibuat dalam konsentrasi 1000 g/mL, 100 g/mL, 10 g/mL lalu di tempatkkan dalam 3 vial
berbeda. Air laut steril yang mengandung 10 larva udang ditambahkan hingga volume akhir sebanyak 5
mL, disimpan di bawah pencahayaan selama 24 jam. Setiap konsentrasi dilakukan 3 kali pengulangan dan
dibandingkan dengan kontrol. Amati dan hitung jumlah larva yang mati. Persen kematian diperoleh dari
rumus (Meyer, 1982).
% kematian =
∑ Jumlah larva yang mati x 100%
∑ larva awal
Nilai dari persen kematian selanjutnya digunakan untuk mencari data nilai probitnya, kemudian nilai
probit diplot ke dalam grafik sebagai sumbu y dan log konsentrasi larutan uji ekstrak sebagai sumbu x.
Persamaan yang diperoleh dari grafik kemudian digunakan untuk menentukan nilai lethal concentration
50 (LC50) ekstrak sebagai indikator tingkat toksisitasnya (Zuraida, 2018).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder dari
masing-masing kombinasi ekstrak Padina sp dan Citrus aurantifolia serta uji toksisitasnya
terhadap larva udang A. salina.
1. Uji Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder
Uji fitokimia adalah uji pendahuluan yang dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa
metabolit sekunder yang terdapat dalam suatu sampel. Hasil uji fitokimia masing-masing kombinasi
ekstrak Padina sp dan Citrus aurantifolia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Uji Fitokimia Kombinasi ekstrak Padina sp dan Citrus aurantifolia

Golongan Senyawa Ekstrak n-heksan Ekstrak etil Ekstrak Aseton


asetat
Alkaloid + + -
Flavonoid - - -
Saponin - - -
Tanin - - -
Steroid + + +
Terpenoid - - -

Hasil uji fitokimia dari Kombinasi ekstrak Padina sp dan Citrus aurantifolia pada
ekstrak n-heksan dan ekstrak etil asetat menunjukkan adanya kandungan senyawa Alkaloid dan
Steroid. Hasil positif Alkaloid ditandai dengan adanya endapan pada uji alkaloid dengan
menggunakan pereaksi Dragendorff (Bi(NO3)3 + KI). Pada uji alkaloid dengan menggunakan
pereaksi Dragendorff, nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K +
yang merupakan ion logam (Miroslav, 1971). Reaksi yang terjadi pada uji Dragendorff
ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Reaksi Uji Dragendorff
Selanjutnya, dapat dilihat pada tabel bahwa terdapat kandungan senyawa Steroid pada ketiga
Kombinasi ekstrak tersebut. Hasil positif Steroid ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi hijau
kebiruan. Pengujian steroid menggunakan pereaksi Lieberman Burchard (Asam asetat anhidrat + H 2SO4).
diawali dengan proses asetilasi gugus hidroksil menggunakan asam asetat anhidrat. Gugus asetil yang
merupakan gugus pergi yang baik akan lepas, sehingga terbentuk ikatan rangkap. Selanjutnya terjadi
pelepasan gugus hidrogen beserta elektronnya, mengakibatkan ikatan rangkap berpindah. Senyawa ini
mengalami resonansi yang bertindak sebagai elektrofil atau karbokation. Serangan karbokation
menyebabkan adisi elektrofilik, diikuti pelepasan hidrogen. Kemudian gugus hidrogen beserta
elektronnya dilepas, akibatnya senyawa mengalami perpanjangan konjugasi (Siadi, 2012).
2. Uji Toksisitas dengan Metode Brine Shrime Lethality Test (BSLT)
Uji BSLT digunakan sebagai uji permulaan untuk mengetahui aktivitas dari suatu zat atau senyawa
yang terkandung dalam suatu ektrak. Larva Artemia salina yang digunakan dalam pengujian ini adalah
Artemia salina yang berusia 48 jam karena pada larva umur 48 jam mulut dan saluran pencernaannya
telah terbentuk sempurna dan larva juga memiliki peningkatan ketahanan tubuh (Fatimawati, 2013). Hasil
pengujian toksisitas kombinasi ekstrak Padina sp dan Citrus aurantifolia dengan metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisis Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) kombinasi ekstrak Padina sp dan Citrus
aurantifolia
Tabel 2a. Hasil Analisis Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) kombinasi ekstrak n-heksan Padina sp
dan Citrus aurantifolia
Kode sampel [sampel] Sumbu x % kematian Sumbu y
  (ppm) (log [sampel]) larva - kontrol (nilai probit)
10 1,00 10 3,72
n-heksan 100 2,00 37 4,67
1000 3,00 60 5,25

6.00 Untuk nilai LC50 (x), nilai probit adalah 5 (y),


5.00 f(x) = 0.765 x + 3.01666666666667 dimasukkan kedalam persamaan regresi
4.00 R² = 0.980878820045812 y = 0,765x + 3,017
nilai probit

3.00 3 ,017
y- =x
2.00
0 , 765
3,017
1.00 5- = 2,592
0 ,765
0.00
0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 Jadi, log x = 2,592
x = antilog 2,592
log [sampel]
x = 390,930 ppm
LC50 sampel = 390,930 ppm
Grafik.1 Hubungan log [sampel] dengan nilai probit
Hasil analisis BSLT pada kombinasi ekstrak n-heksan Padina sp dan Citrus aurantifolia
menunjukkan bahwa ekstrak dapat membunuh larva Artemia salina Leach pada konsentrasi 10, 100 dan
1000 ppm. Jumlah kematian larva A. salina Leach pada setiap konsentrasi uji ditunjukkan pada Tabel 2a.
Selanjutnya pada Grafik.1 menunjukkan bahwa konsentrasi kombinasi ekstrak n-heksan Padina sp dan
Citrus aurantifolia berbanding lurus dengan persentase kematian larva A. salina. Semakin tinggi
konsentrasi ekstrak, maka semakin tinggi pula persentase kematian larva A. salina. Kemudian setelah
dilakukan perhitungan didapatkan nilai LC50 untuk kombinasi ekstrak n-heksan Padina sp dan Citrus
aurantifolia sebesar 390,930 ppm (toksik). Hal ini sesuai dengan penelitian Nurhayati (2006), yang
menyebutkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka sifat toksiknya akan semakin tinggi.
Mekanisme kematian larva A. salina berhubungan erat dengan fungsi senyawa metabolit sekunder
yang terkandung dalam ekstrak karena senyawa tersebut dapat menghambat daya makan larva
(antifedan). Senyawa metabolit sekunder alkaloid dapat membunuh larva udang karena alkaloid
merupakan komponen aktif yang bekerja pada saraf yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan
sehingga alkaloid dapat bertindak sebagai racun melalui mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva gagal
mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya dan larva mati kelaparan
(Khasanah, 2020).
Tabel 2b. Hasil Analisis Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) kombinasi ekstrak etil asetat Padina sp
dan Citrus aurantifolia
Kode sampel [sampel] Sumbu x % kematian Sumbu y
  (ppm) (log [sampel]) larva - kontrol (nilai probit)
10 1,00 3 3,12
Etil Asetat 100 2,00 7 3,52
1000 3,00 30 4,48

5 Untuk nilai LC50 (x), nilai probit adalah 5 (y),


dimasukkan kedalam persamaan regresi
4 f(x) = 0.68 x + 2.34666666666667
R² = 0.94650655021834 y = 0,680x + 2,347
nilai probit

3 2, 347
y- =x
2 0,680
1
2,347
5- = 3,901
0,680
0 Jadi, log x = 3,901
0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50
x = antilog 3,901
log [sampel] x = 7968,929 ppm
LC50 sampel = 7968,929 ppm
Grafik.2 Hubungan log [sampel] dengan nilai probit
Hasil analisis BSLT pada Kombinasi ekstrak Etil Asetat Padina sp dan Citrus aurantifolia
didapatkan nilai LC50 sebesar 7968,929 ppm atau lebih besar dari 1000 ppm. Berdasarkan Meyer (1982),
suatu ekstrak menunjukkan aktivitas ketoksikan dalam uji toksisitas jika ekstrak dapat menyebabkan
kematian 50% hewan uji pada konsentrasi <1000 ppm. Artinya Sampel dengan nilai LC50 (≤ 30 ppm)
dinyatakan sangat toksik, nilai LC50 (30-1000 ppm) dinyatakan toksik, dan apabila nilai LC50 (> 1000)
maka ekstrak tidak toksik. Jadi nilai LC50 untuk Kombinasi ekstrak Etil Asetat Padina sp dan Citrus
aurantifolia dinyatakan tidak toksik (>1000 ppm).
Senyawa-senyawa non polar yang terlarut dalam ekstrak, memiliki ukuran yang lebih kecil sehingga
lebih mudah untuk masuk dalam membran sel melalui proses difusi, sehingga mengakibatkan sel lebih
cepat mengalami kerusakan atau mati dalam proses difusi senyawa-senyawa non polar sedangkan
senyawa semi polar tidak mudah berdifusi memasuki dinding sel atau membran. Hal ini mengakibatkan
senyawa semi polar lebih sulit untuk masuk ke dalam dinding sel, sehingga nilai toksisitas senyawa semi
polar lebih rendah daya rusaknya terhadap sel. Proses difusi pada sel terjadi akibat kecenderungan dari
substansi yang bergerak dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang rendah.
Molekul yang lebih kecil pada pelarut non polar dapat dengan mudah masuk ke dalam phospolipid bilayer
lewat proses difusi karena kesamaan polaritasnya, sedangkan pelarut molekul semi polar tidak dapat
masuk ke dalam membran plasma hanya dengan proses difusi, melainkan dengan proses endocytosis,
difusi yang difasilitasi, dan transport aktif (Prashant et al., 2009).
Tabel 2c. Hasil Analisis Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) kombinasi ekstrak Aseton Padina sp
dan Citrus aurantifolia
Kode sampel [sampel] Sumbu x % kematian Sumbu y
  (ppm) (log [sampel]) larva - kontrol (nilai probit)
10 1,00 3 3,12
Aseton 100 2,00 27 4,39
1000 3,00 50 5,00

6 Untuk nilai LC50 (x), nilai probit adalah 5 (y),


5 dimasukkan kedalam persamaan regresi
f(x) = 0.94 x + 2.29
y 4 R² = 0.960539189042287 = 0,940x + 2,290
nilai probit

3 2, 290
y- =x
2
0,940
2,290
5- 1 = 2,882
0,940
0
Jadi, log x = 2,882
0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50
x = antilog 2,882
x log [sampel] = 763,659 ppm
LC50 sampel = 763,659 ppm
Grafik.3 Hubungan log [sampel] dengan nilai probit
Pada Tabel.2c menunjukkan Jumlah kematian larva A. salina Leach pada setiap konsentrasi uji,
dimana kombinasi ekstrak aseton Padina sp dan Citrus aurantifolia berbanding lurus dengan persentase
kematian larva A. salina. Sedangkan pada Grafik.3 yaitu analisis regresi log sampel dengan nilai probit
menunjukka bahwa semakin tinggil log sampel maka semakin tinggi pula nilai probit yang diperoleh.
Nilai LC50 yang didapatkan pada kombinasi ekstrak aseton Padina sp dan Citrus aurantifolia sebesar
763,659 ppm (toksik).
Kombinasi Ekstrak yang paling toksik dapat dilihat dari kemampuannya menyebabkan banyak
kematian pada hewan uji. Hal ini menunjukkan bahwa secara berturut-turut kombinasi ekstrak yang
paling toksik berdasarkan nilai LC 50 adalah kombinasi ekstrak n-heksan Padina dan C.aurantifolia
sebesar 390,930 ppm, kombinasi ekstrak aseton sebesar 763,659 ppm, dan kombinasi ekstrak etil asetat
7968,929 ppm. Berdasarkan data tersebut kombinasi ekstrak n-heksan dan ekstrak aseton dapat
dikategorikan toksik karena memiliki nilai LC 50 <1000 ppm, sehingga berpotensi sebagai senyawa
antitumor dan antikanker. Sedangkan kombinasi ekstrak etil asetat dikategorikan tidak toksik karena
memiliki nilai LC50 >1000 ppm. Perbedaan toksisitas dari setiap sampel disebabkan karena perbedaan
jenis pelarut yang digunakan, sehingga menyebabkan senyawa yang terlarut juga akan berbeda-beda dan
akan berakibat terhadap perbedaan tingkat toksisitas setiap sampel. Apabila bahan yang diuji memberikan
efek toksik terhadap larva Artemia salina, maka hal ini merupakan indikasi awal dari efek farmakologi
yang terkandung dalam bahan tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Artemia salina memiliki
korelasi positif terhadap ekstrak yang bersifat bioaktif (Meyer, 1982).

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Kombinasi ekstrak n-
heksan Padina sp dan C.aurantifolia mengandung senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid dan
steroid, dengan nilai LC50 sebesar 390,930 ppm (toksik); kombinasi ekstrak etil asetat Padina sp dan
C.aurantifolia juga mengandung senyawa Alkaloid dan steroid, dengan nilai LC 50 sebesar 7968,929 ppm
(tidak toksik), sedangkan kombinasi ekstrak aseton Padina sp dan C. aurantifolia mengandung senyawa
Steroid, dengan nilai LC50 sebesar 763,659 ppm (toksik).

DAFTAR PUSTAKA
Badejo, A. A., Damilare, A., & Ojuade, T. D. (2014). Processing effects on the antioxidant activities of
beverage blends developed from Cyperus esculentus, Hibiscus sabdariffa, and Moringa oleifera
extracts. Preventive Nutrition and Food Science, 19(3).
Erniati, Fransiska Rungkat Zakaria, Endang Prangdimurti dan Dede Robiatul Adawiyah. 2016. Potensi
rumput laut: Kajian komponen bioaktif dan pemanfaatannya sebagai pangan fungsional. Acta
Aquatica. 3(1); 12-17.
Fatimawati, Adithya Y, Frenly W. 2013. Acute Toxycity Test of Etanol Extract from Mangosteen
Pericarp(Garcinia mangostana L.) against Artemia salina Leach Larvae using Brine Shrimp
Letality Test (BSLT). Pharmacon. 2 (1).

Halimatussa’diah, F., Fitriani, V. Y., dan Rijai, L. 2014. Aktivitas Antioksidan Kombinasi Daun
Cempedak (Artocarpus champedan) dan daun bandotan (Ageratum conyzoides L). J. Trop.
Pharm. Chem. 2(5); 248-251.
Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Penterjemah:
K. Padmawinata dan I. Soediro, terbitan ke-2, Penerbit ITB, Bandung.

Kelman, D., Posner, E.K., McDermid, K.J., Tabandera, N.K., Wright, P.R., and Wright, A.D. 2012.
Antioxidant activity of Hawaiian marine algae. Marine Drugs. 10: 403–416.
Khasanah, Nur Wakidatul., Bhakti Karyadi dan Agus Sundaryono1. 2020. Uji Fitokimia dan Toksisitas
Ekstrak Umbi Hydnophytum sp. terhadap Artemia salina Leach. Journal of Science Education.
4(1); 47-53.

Kim SK, Bhatnagar I. 2011. Physical, chemical, and biological properties of wonder kelp –Laminaria. In
Advances in Food and Nutrition Research. Vol 64; 85-96.

Meyer, B.N., Ferrigni, N.R., Putnam, J.E., Jacobsen, L.B., Nichols, D.E., & McLaughlin, J.L.,. 1982.
Brine Shrimp : A Convenient General Bioassay for Active Plant Constiatuents. Plant Medica. 31-
34.
Miroslav, V. 1971. Detection and Identification of Organic Compound. New York: Planum Publishing
Corporation and SNTC Publishers of Technical Literatur
Nasrudin, Wahyono, Mustofa dan Ratna Asmah Susidarti. 2017. Isolasi Senyawa Steroid Dari Kulit Akar
Senggugu (Clerodendrum serratum L.Moon). Jurnal Ilmiah Farmasi. 6 (3).
Nurhayati, A.P.D. 2006. Uji Toksisitas Ekstrak Eucheuma Alvarezii Terhadap Artemia salina sebagai
Studi Pendahuluan Potensi Antikanker. FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Akta Kimindo, 2 (1). 41- 46.
Nursid, Muhammad., Dedi Noviendri , Lestari Rahayu , dan Virza Novelita. 2016. Isolasi Fukosantin dari
Rumput Laut Coklat Padina australis dan Sitotoksisitasnya Terhadap Sel MCF-7 dan Sel Vero.
Jurnal Kelautan dan Perikanan. 11 (1); 83-90.

Nursid, Muhammad., Thamrin Wikanta., dan Rini Susilowati. 2013. Aktivitas Antioksidan, Sitotoksisitas
dan Kandungan Fukosantin Ekstrak Rumput Laut Coklat dari Pantai Binuangeun, Banten. JPB
Kelautan dan Perikanan. Vol. 8, No.1; 73-84.
Pallavi, M., Ramesh, C. K., Krishna, V., Parveen, S., & Nanjunda Swamy, L. 2017. Quantitative
Phytochemical Analysis and Antioxidant Activities of Some Citrus Fruits of South India. Asian
Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 10(12): 198–205.
Permatan, Anindya., N, Atik Kurniawati, dan Betty Lukiati. 2018. Screening fitokimia, Aktivitas
Antioksidan dan Antimikroba pada buah jeruk lemon (Citrus limon) dan Jeruk Nipis (Citrus
aurantifolia). Jurnal Ilmiah Ibnu Sina. 3(1); 64-67.
Prashant., D.S. Gour., P.P. Dubey., A. Jain., D.K. Nanda., B. K. Joshi., & D. Kumar. 2009. Complete
nucleotide sequencing, SNP identification and characterization of SRY gene in Indian
Sangamneri goat. Afric J Biotechnol. 8 : 2939-2942.
Siadi, K. 2012. Ekstrak Bungkil Biji Jarak Pagar Jatropha curcas sebagai Biopestisida yang Efektif
dengan Penambahan Larutan NaCl. Jurnal MIPA. Vol. 35 (1): 77-83.
Suganda, A. G., Swandari, S., Dewi, R., Sukmawan, R. H., Maeka, L., dan Ratna, A. L., 2007. Telaah
Kandungan Kimia Padina australis Hauck (Dyctotaceae). Detail Penelitian Obat Bahan Alam.
Vol.(8); 53-58.
Susilowati, F. 2017. Uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Ekstrak Etil Asetat Spons Calthropella sp.
Asal Zona Intertidal Pantai Krakal Gunung Kidul Yogyakarta. Pharmasipha. 1(1).

Warsito, Hendri. 2011. Obat Tradisional Kekayaan Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Zuraida. 2018. Analisis Toksisitas Beberapa Tumbuhan Hutan dengan Metode Brine Shrimp Lethality
Test (BSLT), Penelitian Hasil Hutan. 36 (3); 239-246.

Anda mungkin juga menyukai