Anda di halaman 1dari 77

SISTEM OUTSOURCING DALAM REKRUTMEN

PEKERJA PT. FEDERAL INTERNATIONAL


FINANCE KOTA PONTIANAK

Skripsi

Oleh :

Syarifah Indah
A11111213

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS HUKUM
PONTIANAK
2015
SISTEM OUTSOURCING DALAM REKRUTMEN
PEKERJA PT. FEDERAL INTERNATIONAL
FINANCE KOTA PONTIANAK

Skripsi

Oleh :

Syarifah Indah
A11111213

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS HUKUM
PONTIANAK
2015
SISTEM OUTSOURCING DALAM REKRUTMEN
PEKERJA PT. FEDERAL INTERNATIONAL
FINANCE KOTA PONTIANAK

Skripsi

Oleh :

Syarifah Indah
A11111213

Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Memperoleh Gelar Sarjana

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS HUKUM
PONTIANAK
2015
SISTEM OUTSOURCING DALAM REKRUTMEN
PEKERJA PT. FEDERAL INTERNATIONAL
FINANCE KOTA PONTIANAK

Tanggung – Jawab Yuridis Pada :

Syarifah Indah
A11111213

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Agus, SH. MH Lolita, SH. MH


NIP. 196008211987031001 NIP. 197206052009122000

Disahkan Oleh :
Dekan Fakultas Hukum
Universitaas Tanjungpura

Dr. Sy. Hasyim Az, SH, M. Hum


NIP. 196305131988101001

Tanggal : 30 januari 2015


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

FAKULTAS HUKUM

TIM PENGUJI

Jabatan Nama Gol. Tanda Tangan

Ketua Penguji AGUS, SH.,MH. III/d

Sekretaris Penguji LOLITA, SH.,MH III/b

Penguji I H. WAN ROMEO, SH.,M.Hum IV/b

Penguji II H. ALHADIANSYAH, SH.,MH IV/a

Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum

Universitas Tanjung Pura Pontianak

Pontianak

No : 356/UN22.1/EP/2015

Tgl : 26 JANUARI 2015


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, atas

limpahan berkat rahmat dan segala kuasaNya maka penulis dapat menyelesaikkan

skripsi ini. Skripsi ini merupakan tugas terakhir, sebagai salah satu persyaratan

untuk menempuh sidang sarjana guna untuk memperoleh gelar Sarjan Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak. Sehubungan dengan

hal tersebut maka penulis melakukan penelitian yang berjudul : “SISTEM

OUTSOURCING DALAM REKRUTMEN PEKERJA PT.FEDERAL

INTERNATIONAL FINANCE KOTA PONTIANAK”.

Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

mencapai derajat Sarjana S-1 dalam Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum

Universitas Tanjungpura.

Sebagai rasa syukur dan terimakasih yang tak terhingga, saya ucapkan

terimakasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan kali ini penulis menghaturkan rasa

terimakasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. H. Thamrin Usman, DEA selaku Rektor Universitas Tanjungpura

Pontianak.

2. Dr. Sy. Hasyim Az, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Tanjungpura Pontianak.

3. H. Asikin, SH. MH selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan.


4. Agus, SH, MH selaku dosen pembimbing akademik sekaligus sebagai

pembimbing I.

5. Lolita, SH, MH sebagai pembimbing II.

6. H. Wan Romeo, SH, M.Hum sebagai penguji I.

7. H. Alhadiansyah, SH, MH sebagai penguji II.

8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum universitas Tanjungpura Pontianak.

9. Staf serta Karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak.

10. Kepala Cabang PT. Federal International Finance Pontianak yang telah

membantu penulis dalam perolehan data-data untuk keperluan skripsi penulis.

11. Karyawan Outsourcing PT. Federal International Finance yang telah

membantu dalam pengisian angket penelitian penulis.

12. Teman-teman seperjuangan yang telah memberikan dorongan moril sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

13. Untuk semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

banyak membantu memperlancar penulisan skripsi ini.

Besar harapan penulis agar skripsi ini bermanfaat serta menambah

pengetahuan untuk kita semua, meskipun skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Amin.

Pontianak, Januari 2015

Penulis

Syarifah Indah
NIM. A11111213
ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “SISTEM OUTSOURCING DALAM REKRUTMEN


PEKERJA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE KOTA
PONTIANAK”. Masalah yang diteliti “faktor apakah yang menyebabkan PT.
Federal International Finance Kota Pontianak menggunakan sistem out sourcing
dalam rekrutmen pekerjanya”. Metode yang digunakan Deskriptif Analis yaitu
suatu penelitian yang dilakukan dengan cara menggambarkan keadaan yang
sebenarnya sebagaimana yang terjadi pada saat penelitian dilakukan. Sistem
outsourcing adalah penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa
pekerja secara tertulis. Ketentuan ini secara khusus diatur dalam undang-undang
nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 9 tahun 2012 Tentang Syarat-syarat Penyerahan
Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. Hak dan kewajiban
para pihak dalam hubungan kerja outsourcing yaitu: 1). Hak pekerja yaitu hak
akan upah, hak pekerjaan dan hak perlindungan, 2). Hak pengusaha yaitu hak
mengatur dan hak memerintah, 3). Kewajiban pekerja yaitu melaksanakan
perintah dan menaati peraturan, 4). Kewajiban pengusaha yaitu membayar upah,
memberikan pekerjaan dan memberikan perlindungan. Selanjutnya penelitian ini
dilakukan di PT. Federal International Finance Kota Pontianak, dengan cara
pengumpulan data melalui wawancara dan penyebaran angket. Berdasarkan hasil
penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa PT. Federal International Finance Kota
Pontianak tidak bertanggung jawab atas karyawan yang direkrut secara
outsourcing, yang bertanggung jawab adalah perusahaan penyedia jasa tenaga
kerja untuk memenuhi hak-hak karyawan berupa gaji, tunjangan kesehatan,
jamsostek, dan sebagainya, hal ini dikarenakan tidak adanya keterikatan hukum
antara PT. Federal International Finance dengan pihak pekerja yang direkrut
secara outsourcing. Kemudian faktor penyebab PT. Federal International Finance
menggunakan sistem outsourcing dalam perekrutan karyawan adalah suatu
strategi yang digunakan untuk menghemat pengeluaran perusahaan dalam
membiayai sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di PT. Federal
International Finance Kota Pontianak, selain itu juga untuk menghindari resiko
apabila terjadi pemutusan hubungan kerja perusahaan tidak perlu membayar
pesangon. Tidak ada ikatan hukum antara pekerja dengan PT. Federal
International Finance Kota Pontianak, maka akibat hukum bagi pekerja yang
direkrut secara outsourcing oleh PT. Federal International Finance tidak ada.
Apabila suatu saat terjadi perselisihan antara pihak pekerja dengan PT. Federal
International Finance tidak akan bisa ditempuh dengan jalur hukum. Upaya
hukum yang dapat dilakukan oleh karyawan outsourcing apabila PT. Federal
International Finance Kota Pontianak tidak bertanggung jawab atas perjanjian
outsourcing adalah hanya sekedar memberikan informasi wanprestasi yang terjadi
di perusahaan tempatnya bekerja kepada perusahaan (vendor) agar bisa
ditindaklanjuti oleh perusahaan (vendor) dan apabila tidak ditindaklanjuti pekerja
bisa saja melaporkan kepada petugas pengawas ketenagakerjaan melalui serikat
pekerja/buruh agar bisa ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan hukum yang
berlaku. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penunjang hasil produksi.
Dilihat dari sisi penawaran, umumnya hampir di setiap negara menunjukkan
perkembangan yang terus meningkat dari Tahun ketahun sehingga diperlukan
kebijakan-kebijakan yang mampu mendorong pertumbuhan produksi dengan
tujuan agar dapat menyerap angkatan kerja. Mempekerjakan karyawan dalam
ikatan kerja outsourcing nampaknya sedang menjadi tren atau model bagi pemilik atau
pemimpin perusahaan baik itu perusahaan milik negara maupun perusahaan milik
swasta. Banyak perusahaan outsourcing yakni perusahaan yang bergerak di bidang
penyedia tenaga kerja aktif menawarkan keperusahaan-perusahaan pemberi
kerja, sehingga perusahaan yang memerlukan tenaga kerja tidak perlu susah-susah
mencari, menyeleksi dan melatih tenaga kerja yang dibutuhkan. Outsourcing
menjadi cukup populer belakangan ini terkait dengan kebijakan pemerintah
mengenai tenaga kerja. Outsourcing juga dikenal dengan istilah alih daya. Dalam
dunia bisnis, outsourcing (alih daya) dapat diartikan sebagai penyerahan sebagian
pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya non-core atau penunjang oleh suatu
perusahaan atau penyedia jasa pekerja/buruh. Banyak pembisnis yang
menggunakan sistem outsourcing (alih daya) karena dinilai lebih mengurangi biaya produksi
dan lebih cepat pengerjaannya dibanding dengan mengerjakan sendiri. Manfaat outsourcing
(alih daya) bagi masyarakat adalah untuk perluasan kesempatan kerja, outsourcing
(alih daya) sebagai salah satu solusi dalam menanggulangi pengangguran dan
menjadi salah satu solusi dari perluasan kesempatan kerja. Bagi pemerintah,
pelaksanaan outsourcing (alih daya) memberikan manfaat untuk mengembangkan
dan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Keberadaan perusahaan yang
bergerak pada bidang outsourcing (alih daya) secara tidak langsung telah
membantu pemerintah dalam mengatasi pengangguran dengan menciptakan
lapangan pekerjaan. Kecenderungan beberapa perusahaan untuk memperkerjakan
karyawan dengan sistem outsourcing (alih daya) pada saat ini umumnya
dilatarbelakangi oleh strategi perusahaan untuk melakukan penghematan
pengeluaran biaya perusahaan. Dengan menggunakan sistem outsourcing (alih
daya) pihak perusahaan berusaha untuk menghemat biaya pengeluaran dalam
membiayai sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di perusahaan yang
bersangkutan. Gagasan awal berkembangnya outsourcing adalah untuk membagi
risiko usaha dalam berbagai masalah, termasuk masalah ketenagakerjaan.
Kehadiran negara yang semula diharapkan dapat memberikan jaminan
perlindungan atas hak-hak pekerja/buruh, malah justru sebaliknya, kehadiran
negara lebih terkesan represif bahkan aksploitatif terhadap kepentingan
pekerja/buruh. Sementara peran Negara dalam hubungan industrial terkesan
fasilitatif dan akomodatif terhadap kepentingan pemodal. Problema outsourcing
(alih daya) di Indonesia semakin parah seiring dilegalkannya praktik outsourcing
(alih daya) dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan yang banyak menuai kontroversi itu. Ditengah kekhawatiran
masyarakat akan lahirnya kembali bahaya kapitalisme, pemerintah justru
melegalkan praktik outsourcing (alih daya) yang secara ekonomi dan moral
merugikan pekerja/buruh. Kontroversi itu berdasarkan kepentingan yang
melatarbelakangi konsep pemikiran dari masing-masing subjek. Bagi yang setuju
berdalih bahwa outsourcing (alih daya) bermanfaat dalam pengembangan usaha,
memacu tumbuhnya bentuk-bentuk usaha baru yang secara tidak langsung
membuka lapangan pekerjaan bagi para pencari kerja dan bahkan di berbagai
Negara praktik seperti ini bermanfaat dalam hal peningkatan pajak, pertumbuhan
dunia usaha, pengentasan pengangguran dan kemiskinan serta meningkatkan daya
beli masyarakat, sedangkan bagi perusahaan sudah pasti, karena setiap kebijakan
bisnis tetap berorientasi pada keuntungan. PT. Federal International Finance Kota
Pontianak merupakan salah satu perusahan yang menggunakan jasa outsourcing
(alih daya) dalam rekrutmen tenaga kerja. Sistem perekrutan tenaga
kerja outsourcing (alih daya) ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan sistem
perekrutan karyawan pada umumnya. Perbedaannya, karyawan ini direkrut oleh
perusahaan penyedia jasa tenaga kerja (vendor) yaitu PT. Swakarya Insan
Mandiri, bukan oleh PT. Federal International Finance Kota Pontianak Secara
Langsung. Kemudian, oleh PT. Swakarya Insan Mandiri karyawan akan
dikirimkan ke perusahaan lain (klien) yang membutuhkannya, termasuklah PT.
Federal International Finance Kota Pontianak. Dalam sistem kerja ini, PT.
Swakarya Insan Mandiri melakukan pembayaran terlebih dahulu kepada
karyawan outsourcing. Selanjutnya mereka menagih ke PT. Federal International
Finance. Pekerja outsourcing (alih daya) biasanya bekerja berdasarkan kontrak,
dengan perusahaan penyedia jasa outsourcing bukan dengan perusahaan pengguna
jasa, dapat simpulkan memang sistem ini lebih menguntungkan satu pihak yaitu
pihak perusahaan, bagaimana dengan pekerjanya? pekerjanya akan semakin susah
untuk menikmati hasil pekerjaannya.

Keywords: Rekrutmen Pekerja, Sistem Outsourcing


DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR …………………………………………………….. i

ABSTRAK …………………………………………………………………. iii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. v

DAFTAR TABEL …………………………………………………………. vii

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………. 1

B. Rumusan Masalah ………………………………………………….. 4

C. Tujuan Penelitian …………………………………………………… 5

D. Kerangka Pemikiran ………………………………………………... 5

1. Tinjauan Pustaka ………………………………………………. 5

2. Kerangka Konsep ………………………………………………. 8

E. Hipotesis ……………………………………………………………. 10

F. Metode Penelitian …………………………………………………... 10

1. Bentuk Penelitian ……………………………………………….. 10

2. Teknik dan Alat Pengumpul Data ………………………………. 11

3. Populasi dan Sampel ……………………………………………. 11


BAB II KETENTUAN HUKUM SISTEM OUTSOURCING DALAM

REKRUTMEN PEKERJA

A. Makna dan Dasar Hukum Sistem Outsourcing Rekrutmen Pekerja ... 13

1. Makna Outsourcing ……………………………………………... 13

2. Dasar Hukum Outsourcing ……………………………………… 14

B. Tinjauan Umum Mengenai Perlindungan Hukum ………………….. 18

1. Makna Perlindungan Hukum ………………………….………… 18

2. Makna Perlindungan Hukum Ketenagakerjaan ……….………… 22

3. Penegakan Hukum ………………………………………………. 25

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Kontrak Kerja Outsourcing … 33

D. Akibat Hukum Atas Pelanggaran Ketentuan dan Syarat Outsourcing.. 36

BAB III PENGOLAHAN DATA

A. Analisis Data ………………………………………………………… 38

B. Pembuktian Hipotesis ……………………………………………….. 49

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………………………... 52

B. Saran …………………………………………………………………. 53

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman

TABEL 1 Bentuk Perjanjian Kerja 39

TABEL 2 Jangka Waktu Perjanjian Kerja 40

TABEL 3 Lamanya Pekerja Outsourcing Bekerja di PT. Federal

International Finance 41

TABEL 4 Pernah Atau Tidak Terjadi Penundaan Atau Pemutusan

Hak Pekerja 41

TABEL 5 Sikap Pekerja Terhadap Perusahaan yang Lalai

Dalam Memenuhi Hak Pekerja 42

TABEL 6 Sebab Terjadinya Kelalaian Pemenuhan Hak Pekerja 43

TABEL 7 Sikap PT. Federal International Finance Kota

Pontianak Terhadap Kelalaian Pemenuhan Hak Pekerja

yang Terjadi 44
TABEL 8 Faktor Penyebab Kelalaian Pihak Perusahaan yang

Tidak Bertangung Jawab Terhadap Pemenuhan Hak

yang Terjadi Kepada Pekerja Outsourcing 45

TABEL 9 Akibat Hukum kepada Perusahaan yang Tidak

Bertanggung Jawab Terhadap Kelalaian Pemenuhan

Hak Pekerja yang Terjadi Pada Pekerja Outsourcing 46

TABEL 10 Upaya Hukum yang dilakukan Pekerja Outsourcing

Terhadap Perusahaan yang Tidak Bertanggung Jawab

Atas Perjanjian Outsourcing 47


DAFTAR LAMPIRAN

I. Surat Keterangan Melakukan Penelitian Dari Fakultas Hukum

Universitas Tanjungpura Pontianak

II. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Dari PT. Federal

International Finance Kota Pontianak

III. Lembar Wawancara Kepada PT. Federal International Finance Kota

Pontianak

IV. Lembar Angket/Quisioner Kepada Pekerja Outsourcing di PT. Federal

International Finance Kota Pontianak

V. Kontrak Kerja Karyawan Outsourcing di PT. Federal International

Finance Kota Pontianak

VI. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 9 Tahun

2012 Tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan

Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penunjang hasil produksi.

Dilihat dari sisi penawaran, umumnya hampir di setiap negara menunjukkan

perkembangan yang terus meningkat dari Tahun ketahun sehingga diperlukan

kebijakan-kebijakan yang mampu mendorong pertumbuhan produksi dengan

tujuan agar dapat menyerap angkatan kerja.

Mempekerjakan karyawan dalam ikatan kerja outsourcing nampaknya

sedang menjadi tren atau model bagi pemilik atau pemimpin perusahaan baik

itu perusahaan milik negara maupun perusahaan milik swasta. Banyak

perusahaan outsourcing yakni perusahaan yang bergerak di bidang penyedia

tenaga kerja aktif menawarkan keperusahaan-perusahaan pemberi

kerja, sehingga perusahaan yang memerlukan tenaga kerja tidak perlu susah-

susah mencari, menyeleksi dan melatih tenaga kerja yang dibutuhkan.

Outsourcing menjadi cukup populer belakangan ini terkait dengan

kebijakan pemerintah mengenai tenaga kerja. Outsourcing juga dikenal

dengan istilah alih daya. Dalam dunia bisnis, outsourcing (alih daya) dapat

diartikan sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya

non-core atau penunjang oleh suatu perusahaan atau penyedia jasa

pekerja/buruh. Banyak pembisnis yang menggunakan sistem outsourcing (alih


daya) karena dinilai lebih mengurangi biaya produksi dan lebih cepat pengerjaannya

dibanding dengan mengerjakan sendiri.

Manfaat outsourcing (alih daya) bagi masyarakat adalah untuk perluasan

kesempatan kerja, outsourcing (alih daya) sebagai salah satu solusi dalam

menanggulangi pengangguran dan menjadi salah satu solusi dari perluasan

kesempatan kerja. Bagi pemerintah, pelaksanaan outsourcing (alih daya)

memberikan manfaat untuk mengembangkan dan mendorong pertumbuhan

ekonomi masyarakat. Keberadaan perusahaan yang bergerak pada bidang

outsourcing (alih daya) secara tidak langsung telah membantu pemerintah

dalam mengatasi pengangguran dengan menciptakan lapangan pekerjaan.

Kecenderungan beberapa perusahaan untuk memperkerjakan karyawan

dengan sistem outsourcing (alih daya) pada saat ini umumnya

dilatarbelakangi oleh strategi perusahaan untuk melakukan penghematan

pengeluaran biaya perusahaan. Dengan menggunakan sistem outsourcing (alih

daya) pihak perusahaan berusaha untuk menghemat biaya pengeluaran dalam

membiayai sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di perusahaan yang

bersangkutan. Gagasan awal berkembangnya outsourcing adalah untuk

membagi risiko usaha dalam berbagai masalah, termasuk masalah

ketenagakerjaan.

Kehadiran negara yang semula diharapkan dapat memberikan jaminan

perlindungan atas hak-hak pekerja/buruh, malah justru sebaliknya, kehadiran

negara lebih terkesan represif bahkan aksploitatif terhadap kepentingan


pekerja/buruh. Sementara peran Negara dalam hubungan industrial terkesan

fasilitatif dan akomodatif terhadap kepentingan pemodal.

Problema outsourcing (alih daya) di Indonesia semakin parah seiring

dilegalkannya praktik outsourcing (alih daya) dengan Undang-undang Nomor

13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang banyak menuai kontroversi itu.

Ditengah kekhawatiran masyarakat akan lahirnya kembali bahaya kapitalisme,

pemerintah justru melegalkan praktik outsourcing (alih daya) yang secara

ekonomi dan moral merugikan pekerja/buruh.

Kontroversi itu berdasarkan kepentingan yang melatarbelakangi konsep

pemikiran dari masing-masing subjek. Bagi yang setuju berdalih bahwa

outsourcing (alih daya) bermanfaat dalam pengembangan usaha, memacu

tumbuhnya bentuk-bentuk usaha baru yang secara tidak langsung membuka

lapangan pekerjaan bagi para pencari kerja dan bahkan di berbagai Negara

praktik seperti ini bermanfaat dalam hal peningkatan pajak, pertumbuhan

dunia usaha, pengentasan pengangguran dan kemiskinan serta meningkatkan

daya beli masyarakat, sedangkan bagi perusahaan sudah pasti, karena setiap

kebijakan bisnis tetap berorientasi pada keuntungan.

PT. Federal International Finance Kota Pontianak merupakan salah satu

perusahan yang menggunakan jasa outsourcing (alih daya) dalam rekrutmen

tenaga kerja. Sistem perekrutan tenaga kerja outsourcing (alih daya) ini

sebenarnya tidak jauh berbeda dengan sistem perekrutan karyawan pada

umumnya. Perbedaannya, karyawan ini direkrut oleh perusahaan penyedia

jasa tenaga kerja (vendor) yaitu PT. Swakarya Insan Mandiri, bukan oleh PT.
Federal International Finance Kota Pontianak Secara Langsung. Kemudian,

oleh PT. Swakarya Insan Mandiri karyawan akan dikirimkan ke perusahaan

lain (klien) yang membutuhkannya, termasuklah PT. Federal International

Finance Kota Pontianak. Dalam sistem kerja ini, PT. Swakarya Insan Mandiri

melakukan pembayaran terlebih dahulu kepada karyawan outsourcing.

Selanjutnya mereka menagih ke PT. Federal International Finance.

Pekerja outsourcing (alih daya) biasanya bekerja berdasarkan kontrak,

dengan perusahaan penyedia jasa outsourcing bukan dengan perusahaan

pengguna jasa, dapat simpulkan memang sistem ini lebih menguntungkan satu

pihak yaitu pihak perusahaan, bagaimana dengan pekerjanya? pekerjanya akan

semakin susah untuk menikmati hasil pekerjaannya.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menelitinya lebih lanjut

dan membahasnya dalam bentuk skripsi dengan judul: “SISTEM

OUTSOURCING DALAM REKRUTMEN PEKERJA PT. FEDERAL

INTERNATIONAL FINANCE KOTA PONTIANAK”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian ini, maka yang

menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : “Faktor Apakah Yang

Menyebabkan PT. Federal International Finance Kota Pontianak

Menggunakan Sistem Outsourcing Dalam Rekrutmen Pekerjanya?”.


C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendapatkan data dan informasi tentang tanggung jawab PT. Federal

International Finance Kota Pontianak dengan karyawan yang direkrut secara

outsourcing.

2. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan PT. Federal International

Finance Kota Pontianak menggunakan sistem Outsourcing dalam perekrutan

karyawan.

3. Untuk mengungkapkan akibat hukum terhadap karyawan yang direkrut secara

outsourcing pada PT. Federal International Finance Kota Pontianak.

4. Untuk mengungkapkan upaya hukum yang dapat dilakukan karyawan yang

direkrut secara outsourcing apabila PT. Federal International Finace Kota

tidak bertanggung jawab langsung atas perjanjian outsourcing.

D. Kerangka Pemikiran

1. Tinjauan Pustaka

Pelaksanaan pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa

pekerja/buruh diarahkan untuk menciptakan iklim hubungan industrial

yang harmonis,dinamis dan berkeadilan.“Terdapat perbedaan pengertian

antara pemborongan pekerjaan dalam KUH Perdata dengan pemborongan

pekerjaan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan. Dalam KUH Perdata semata-mata pemborongan dengan

objek pekerjaan tertentu sedangkan dalam Undang-undang Nomor 13


Tahun 2003 selain mengatur pemborongan pekerjaan juga mengatur

penyediaan jasa pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan tertentu."1

Outsourcing (alih daya) juga berbeda dengan kontrak kerja biasa.

Kontrak kerja biasa umumnya sekedar menyerahkan pekerjaan tertentu

kepada pihak ketiga untuk jangka pendek dan tidak diikuti dengan transfer

sumber daya manusia, peralatan atau aset perusahaan. Sedangkan dalam

outsourcing (alih daya), kerjasama yang diharapkan adalah untuk jangka

panjang (long term) sehingga selalui diikuti dengan mentransfer sumber

daya manusia, peralatan atau aset perusahaan. Dari uraian-uraian tersebut

di atas mengenai tinjauan umum rekrutmen sistem outsourcing (alih daya),

maka dapat dijelaskan bahwa sistem outsourcing dalam rekrutmen pekerja

pada PT. Federal International Finance Kota Pontianak, sebenarnya tidak

jauh berbeda dengan sistem perekrutan karyawan pada umumnya.

Perbedaannya, karyawan ini direkrut oleh perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh, bukan oleh perusahaan yang membutuhkan jasanya secara

langsung.

”Dalam praktik outsourcing (alih daya) terdapat tiga pihak yang

melakukan hubungan hukum, yaitu pihak principal (perusahaan pemberi

kerja), pihak vendor (perusahaan penerima pekerjaan atau jasa penyedia

tenaga kerja/buruh) dan pihak pekerja/buruh, dimana hubungan hukum

pekerja/buruh bukan dengan perusahaan principal tetapi dengan

1
Sehat Damanik, 2006, Outsourcing dan Perjanjian Kerja menurut UU. No.13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan. Penerbit: DSS Publishing.
perusahaan vendor.”2 Penentuan sifat dan jenis pekerjaan tertentu yang

dapat di-outsource merupakan hal yang prinsip dalam praktik outsourcingi

(alih daya), karena hanya sifat dan jenis atau kegiatan penunjang

perusahaan saja yang boleh di-outsource, outsourcing (alih daya) tidak

boleh dilakukan untuk sifat dan jenis kegiatan pokok.

Konsep dan pengertian usaha pokok atau (core business) dan

kegiatan penunjang atau (non core business) adalah konsep yang berubah

dan berkembang secara dinamis. Keempat pengertian itu ialah:

a. Kegiatan yang secara tradisional dilakukan didalam perusahaan.

b. Kegiatan yang bersifat kritis terhadap kinerja bisnis.

c. Kegiatan yang menciptakan keunggulan kompetitif babik sekarang

maupun diwaktu yang akan datang.

d. Kegiatan yang akan mendorong pengembangan yang akan

dating,inovasi,atau peremajaan kembali.

Ketetapan akan sifat dan jenis pekerjaan penunjang perusahaan

secara keseluruhan saja yang boleh di-Outsource ini berlaku dalam dua

jenis Outsourcing (alih daya), baik pemborongan pekerjaan maupun

penyediaan jasa pekerja/buruh. Praktik Outsourcing (alih daya) tidak jauh

berbeda dengan eksploitasi oleh kaum kapitalis terhadap pekerja/buruh.,

karena berkaitan dengan ekspresi jual beli tenaga kerja. Dalam kapitalisme

modern, hampir tidak seorang pun yang memiliki sarana produksi, dengan

demikian banyak orang termasuk yang bekerja disektor jasa kerah putih

2
Sehat Damanik, 2006, Outsourcing dan Perjanjian Kerja menurut UU. No.13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan. Penerbit: DSS Publishing.
terpaksa menjual kerja mereka kepada beberapa orang yang

menggunakannya.

Salah satu kontradiksi dalam kapitalisme adalah hubungan antara

pekerja dan para kapitalis pemilik pabrik-pabrik dan sarana-sarana produksi

lainnya yang digunakan untuk bekerja. Hubungan kerja merupakan

hubungan yang mengatur atau memuat hak dan kewajiban antara

pekerja/buruh dan pengusaha yang takarannya harus seimbang. Oleh sebab

itu hakikat hak pekerja/buruh merupakan kewajiban pengusaha dan

sebaliknya hak pengusaha merupakan kewajiban pekerja/buruh.

Pelaksanaan hak dan kewajiban yang wajar dalam hubungan kerja akan

menguntungkan para pihak. Bagi pekerja, terpenuhinya hak-hak dasar

mereka sebagai pekerja/buruh disamping meningkatkan kesejahteraan juga

meningkatkan motivasi kerja. Motivasi adalah keadaan dalam pribadi

seseorang yang mendorong keinginan untuk melakukan kegiatan-kegiatan

tertentu guna mencapai tujuan.

2. Kerangka Konsep

Berdasarkan pelaksanaannya, suatu pekerjaan ada yang dilakukan

sendiri oleh perusahaan dan ada pula pekerjaan yang diserahkan atau

dipindahkan pada perusahaan lain. Proses memindahkan suatu pekerjaan

dan layanan yang sebelumnya dilakukan oleh sebuah perusahaan kepada

pihak ketiga dinamakan outsourcing (alih daya). Outsourcing (alih daya)

ini juga berarti usaha untuk mendapatkan tenaga ahli serta mengurangi

beban dan biaya perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaan agar


dapat terus kompetitif dalam menghadapi perkembangan ekonomi dan

teknologi global dengan menyerahkan kegiatan perusahaan kepada pihak

lain yang tertuang dalam kontrak.

“Konsep outsourcing (alih daya) adalah pendelegasian operasi dan

manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan

penyedia jasa tenaga kerja)”.3 Melalui pendelegasian, maka pengelolaan

tak lagi dilakukan oleh perusahaan, melainkan dilimpahkan kepada

perusahaan jasa outsourcing (alih daya) karena dalam outsourcing (alih

daya) terdapat hubungan kerja segitiga. Principal hanya terikat untuk

memenuhi kewajibannya atas vendor dan begitu pula sebaliknya, jadi

dalam keadaan normal principal tidak bertanggung jawab untuk

memenuhi kebutuhan pekerja/buruh kecuali apabila terjadi pelanggaran

atas syarat-syarat dan ketentuan outsoutcing.

Bagan Hubungan Kerja Outsourcing:

PERUSAHAAN PEMBERI PERUSAHAAN


PEKERJAAN(PRINCIPAL) PENYEDIA TENAGA
KERJA (VENDOR)

PEKERJA/BURUH

3
Amin Widjaja Tunggal, 2008, Outsourcing Konsep dan Kasus, Penerbit: Harvindo.
E. Hipotesis

Berdasarkan masalah penelitian di atas, maka penulis mengemukakan

hipotesis sebagai jawaban sementara atas masalah penelitian yang masih perlu

dibuktikan kebenarannya, yakni : “ Bahwa faktor yang menyebabkan PT.

Federal International Finance Kota Pontianak menggunakan sistem

outsourcing dalam rekrutmen pekerja adalah untuk penghematan

pengeluaran biaya perusahaan dan menguntungkan perusahaan dengan

tidak memberi pesangon apabila pada saat tenaga kerja tersebut tidak

dibutuhkan lagi atau jika terjadi pemutusan hubungan kerja”.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode empiris dengan

pendekatan Deskriptif Analis, yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan

cara menggambarkan keadaan yang sebenarnya sebagaimana yang terjadi

pada saat penelitian ini dilakukan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan

sehubungan dengan masalah yang diteliti.

1. Bentuk Penelitian

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Yaitu dengan mempelajari literatur-literatur, tulisan para ahli,

peraturan perundang-undangan, artikel yang sesuai dengan masalah

yang berkaitan dengan penelitian ini.


b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Yaitu melakukan penelitian langsung ke lapangan yang menjadi objek

penelitian guna mengamati dan mengumpulkan data sesuai dengan

permasalahan penelitian.

2. Teknik dan Alat Pengumpul Data

a. Teknik Komunikasi Langsung

Yaitu dengan mengadakan kontak secara langsung dengan sumber data

(responden) melalui wawancara dengan pihak PT. Federal

International Finance Kota Pontianak yang menjadi objek penelitian.

b. Teknik Komunikasi Tidak Langsung

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan secara tidak langsung dengan

penyebaran angket (questioner) yang terstruktur dan pertanyaan-

pertanyaan tertutup dengan para pekerja yang menjadi pekerja

outsourcing pada PT. Federal International Finance Kota Pontianak.

3. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Adapun yang menjadi

populasi dalam penelitian ini adalah:

1. Pihak PT. Federal International Finance Kota Pontianak Selaku

Perusahaan Pemberi Kerja (principal).

2. Pihak Pekerja Outsourcing sebanyak 9 Orang dari Tahun 2013 sampai

Tahun 2014.
b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi sumber data dalam

penelitian ini. Sesuai dengan pendapat Masri Singarimbun dan Sofian

Effendi yang menyatakan: “apabila jumlah populasi kecil, maka

pengambilan sampel secara keseluruhan sesuai dengan jumlah populasi”.4

Berdasarkan pendapat tersebut, maka penulis dapat menentukan

jumlah sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan sampel total

(total sampling) yaitu sebagai berikut:

1. Kepala Cabang PT. Federal International Finance Kota Pontianak.

2. 9 Orang pekerja outsourcing di PT. Federal International Finance Kota

Pontianak.

4
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. Metode Penelitian Survei. Penerbit: LP3S. Jakarta.1997.
Hal. 125
BAB II

KETENTUAN HUKUM SISTEM OUTSOURCING DALAM REKRUTMEN

PEKERJA

A. Makna dan Dasar Hukum sistem Outsourcing Rekrutmen Pekerja

1. Makna Outsourcing

Thomas L. Wheelen dan J.David Hunger sebagaimana dikutip Amin

Widjaja mengatakan: “outsourcing is a process in which resources are

purchased from others trough long-term contracts instead of being made

with the company” (terjemahan bebasnya; Outsourcing adalah suatu proses

dimana sumber-sumber daya dibeli dari orang lain melalui kontrak jangka

panjang sebagai ganti yang dulunya dibuat sendiri oleh perusahaan).5

Pengertian di atas lebih menekankan pada istilah yang berkaitan dengan

proses “alih daya” dari suatu proses bisnis melalui sebuah

perjanjian/kontrak. Sementara menurut Libertus Jehani: “Outsourcing

adalah penyerahan pekerjaan tertentu suatu perusahaan kepada pihak

ketiga yang dilakukan dengan tujuan untuk membagi risiko dan

mengurangi beban perusahaan tersebut. Penyerahan pekerjaan tersebut

dilakukan atas dasar perjanjian kerja sama operasional antara perusahaan

pemberi kerja (principal) dengan perusahaan penerima pekerjaan

(perusahaan outsourcing)”.6

5
Amin Widjaja, Outsourcing Konsep dan Kasus, Harvarindo, 2008, Hal. 11
6
Libertus Jehani, Hak-hak Karyawan Kontrak, Penerbit: Forum Sahabat, 2008, Hal. 1
2. Dasar Hukum Outsourcing

Dasar Hukum sistem outsourcing adalah Undang-undang No. 13

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Permenakertrans No. 19 Tahun

2012 Tentang Syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan

kepada perusahaan lain.

Dua jenis kegiatan yang dikenal sebagai outsourcing menurut

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 diatur dalam pasal 64 Undang-

undang yang menyebutkan bahwa : “Perusahaan dapat menyerahkan

sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui

perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/buruh yang

dibuat secara tertulis”.7

a. Pemborongan Pekerjaan

Berdasarkan Pasal 65 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan, diatur bahwa:

(1). Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan

lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang

dibuat secara tertulis.

(2). Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

a). dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;

7
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
b). dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari

pemberi pekerjaan;

c). merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan;

dan

d). tidak menghambat proses produksi secara langsung.

(3). Perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

berbentuk badan hukum.

(4). Perlindungan kerja dan syarat-syarat bagi pekerja/buruh pada

perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-

kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja

pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

(5). Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan

Menteri.

(6). Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara

tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang

dipekerjakannya.

(7). Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat

didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian

kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 59.


(8). Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan

ayat (3), tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan

pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih

menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi

pekerjaan.

(9). Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi

pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan

kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan

hubungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).

b. Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh

Penyediaan jasa pekerja/buruh diatur dalam pasal 66 Undang-

undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang

menyatakan bahwa:

(1). Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak

boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan

pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses

produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang

tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

(2). Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau

kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi

harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a). Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh;


b). Perjanjian yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana

dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu

tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu

yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah

pihak;

c). Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta

perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh; dan

d). Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan

perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia

jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat

pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

(3). Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang

berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung

jawab dibidang ketenagakerjaan.

(4). Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat

(2) huruf , huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka

demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan

perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan

antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.

Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 dan Kemenakertrans

Nomor 19 Tahun 2012 tidak diatur secara rinci klasifikasi mengenai jenis-
jenis pekerjaan pokok (core business) dan pekerjaan penunjang (non core

business), kategori yang ditentukan bersifat umum dan tidak

mengakomodir perkembangan dunia usaha, sehingga dalam

pelaksanaannya terjadi tumpang tindih dan penyelewengan. Pelanggaran

atas ketentuan dan syarat-syarat outsourcing tidak dikenakan sanksi pidana

atau sanksi administrasi, dalam Pasal 65 ayat (8) dan Pasal 66 ayat (4)

hanya menentukan apabila syarat-syarat outsourcing tersebut tidak

terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh

dengan Vendor beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh

dengan principal. Artinya principal hanya dibebani untuk menjalin

hubungan kerja dengan pekerja/buruh dengan segala konsekwensinya

apabila syarat-syarat outsourcing tidak terpenuhi.

B. Tinjauan Umum Mengenai Perlindungan Hukum

1. Makna Perlindungan Hukum

Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah “zoon politicon”,8

makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, oleh karena tiap anggota

masyarakat mempunyai hubungan antara satu dengan yang lain. Sebagai

makhluk sosial maka sadar atau tidak sadar manusia selalu melakukan

perbuatan hukum (rechtshandeling) dan hubungan hukum

(rechtsbetrekkingen). Perbuatan hukum diartikan sebagai setiap perbuatan

manusia yang dilakukan dengan sengaja atau atas kehendaknya untuk

8
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit: Sinar Grafika, Cetakan Kedelapan 2006. Op.Citt.
Hal.49.
menimbulkan hak dan kewajiban yang akibatnya diatur oleh hukum.

Perbuatan hukum terdiri dari perbuatan hukum sepihak seperti pembuatan

surat wasiat atau hibah dan perbuatan hukum dua pihak seperti jual-beli,

perjanjian kerja dan lain-lain.

Hubungan hukum diartikan sebagai hubungan antara dua atau lebih

subyek hukum, hubungan mana terdiri atas ikatan antara individu dengan

individu, antara individu dengan masyarakat atau antara masyarakat

dengan masyarakat yang lain. Dalam hubungan hukum ini hak dan

kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak

lain.9

Hubungan hukum tercermin pada hak dan kewajiban yang diberikan

dan dijamin oleh hukum. Hak dan kewajiban timbul karena adanya

peristiwa hukum, menurut Van Apeldorn10 “peristiwa hukum adalah

peristiwa yang berdasarkan hukum menimbulkan atau menghapuskan

hak”. Berdasarkan peristiwa hukum maka hubungan hukum dibagi

menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:

1. Hubungan hukum yang bersegi satu dimana hanya terdapat satu pihak

yang berwenang memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak

berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata) sedangkan pihak lain hanya

memiliki kewajiban.

2. Hubungan hukum bersegi dua yaitu hubungan hukum dua pihak yang

disertai adanya hak dan kewajiban pada masing-masing pihak, kedua

9
Ibid. Hal.269.
10
Ibid. Hal.251.
belah pihak masing-masing berwenang/berhak untuk meminta sesuatu

dari pihak lain, sebaliknya masing-masing pihak juga berkewajiban

member sesuatu kepada pihak lainnya, misalnya hubungan kerja antara

pengusaha dengan pekerja/buruh.

3. Hubungan antara satu subyek hukum dengan semua subyek hukum

lainnya, hubungan ini terdapat dalam hal hak milik.

Logemann sebagaimana dikuti Soeroso11 berpendapat bahwa dalam

tiap hubungan hukum terdapat pihak yang berwenang/berhak meminta

prestasi yang disebut dengan “prestatie subject” dan pihak yang wajib

melakukan prestasi yang disebut “plicht subject”. Dengan demikian setiap

hubungan hukum mempunyai dua segi yaitu kekuasaan/wewenang atau

hak dan kewajiban. Kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada

subjek hukum dinamakan “Hak”, yaitu kekuasaan/kewenangan untuk

berbuat sesuatu atau menuntut sesuatu yang diwajibkan oleh hak itu.

Tiap hubungan hukum tentu menimbulkan hak dan kewajiban, selain

itu masing-masing anggota masyarakat tentu mempunyai hubungan

kepentingan yang berbeda-beda dan saling berhadapan atau berlawanan,

untuk mengurangi ketegangan dan konflik maka tampilan hukum yang

mengatur dan melindungi kepentingan tersebut yang dinamakan

perlindungan hukum. Perlindungan hukum mempunyai makna sebagai

perlindungan dengan menggunakan sarana hukum atau perlindungan yang

diberikan oleh hukum, ditujukan kepada perlindungan terhadap

11
Ibid. Hal.270.
kepentingan-kepentingan tertentu, yaitu dengan cara menjadikan

kepentingan yang perlu dilindungi tersebut kedalam sebuah hak hukum.

Berkaitan dengan peran hukum sebagai alat untuk memberikan

perlindungan dan fungsi hukum untuk mengatur pergaulan serta

menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat,

Bohannan yang terkenal dengan konsepsi reinstitutionalization of norm,

menyatakan bahwa: “suatu lembaga hukum merupakan alat yang

dipergunakan oleh warga-warga suatu masyarakat untuk menyelesaikan

perselisihan-perselisihan yang terjadi dan untuk mencegah terjadinya

penyalahgunaan daripada aturan-aturan yang terhimpun di dalam berbagai

lembaga kemasyarakatan. Setiap masyarakat mempunyai lembaga-

lembaga hukum dalam arti ini, dan juga lembaga-lembaga non-hukum

lainnya”.12 Selanjutnya Bohannan mengatakan “lembaga hukum

memberikan ketentuan-ketentuan tentang cara-cara menyelesaikan

perselisihan-perselisihan yang timbul didalam hubungannya dengan tugas-

tugas lembaga kemasyarakatan lainnya”. Cara-cara menyelesaikan

perselisihan yang timbul inilah yang kemudian dinamakan upaya hukum.

Upaya hukum diperlukan agar kepentingan-kepentingan yang telah

menjadi hak benar-benar dapat terjaga dari gangguan pihak lain.

Upaya hukum dikenal dalam dua jenis, yaitu upaya hukum non-

yudisial (di luar pengadilan) dan upaya hukum yudisial (peradilan). Upaya

hukum non-yudisial bersifat pencegahan sebelum pelanggaran terjadi

12
Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka Pembangunan di ndonesia.
Penerbit: UI-Press, 1983, Cetakan Ketiga, Hal.15.
(preventif) yang berupa tindakan-tindakan seperti peringatan, teguran,

somasi, keberatan dan pengaduan. Sedangkan upaya hukum yudisial

bersifat represif/korektif artinya telah memasuki proses penegakan hukum

(law enforcement), upaya ini dilakukan setelah pelanggaran terjadi dengan

maksud untuk mengembalikan atau memulihkan keadaan. “Muara dari

upaya hukum adalah agar hak yang dimiliki seseorang terhindar dari

gangguan atau apabila hak tersebut telah dilanggar maka hak tersebut akan

dapat dipulihkan kembali. Namun demikian, tidaklah dapat diartikan

bahwa dengan adanya upaya hukum maka keadaan dapat dikendalikan

sepenuhnya”.13

2. Makna Perlindungan Hukum Ketenagakerjaan

Kedudukan pekerja pada hakikatnya dapat ditinjau dari dua segi,

yaitu dari segi yuridis dan dari segi sosial ekonomis. Dari segi sosial

ekonomis, pekerja membutuhkan perlindungan hukum dari Negara atas

kemungkinan adanya tindakan sewenang-wenang dari pengusaha.14

Bentuk perlindungan yang diberikan pemerintah adalah dengan membuat

peraturan-peraturan yang mengikat pekerja/buruh dan majikan,

mengadakan pembinaan, serta melaksanakan proses hubungan industrial.

“Hubungan industrial pada dasarnya adalah proses terbinanya komunikasi,

konsultasi musyawarah serta berunding dan ditopang oleh kemampuan dan

13
Harjono, Op.Cit. Hal. 386.
14
Asri Wijayanti, Op.Cit. Hal.8.
komitmen yang tinggi dari semua elemen yang ada di dalam

perusahaan”.15

Secara yuridis berdasarkan Pasal 27 UUD 1945 kedudukan

pekerja/buruh sama dengan majikan/pengusaha, namun secara sosial

ekonomis kedudukan keduanya tidak sama, dimana kedudukan majikan

lebih tinggi dari pekerja/buruh. Kedudukan tinggi rendah dalam hubungan

kerja ini mengakibatkan adanya hubungan diperatas, sehingga

menimbulkan kecenderungan pihak majikan/pengusaha untuk berbuat

sewenang-wenang kepada pekerja/buruhnya.

Berbeda dengan hubungan hukum keperdataan yang lain, dalam

hubungan kerja kedudukan para pihak tidak sederajat, pihak pekerja/buruh

tidak bebas menentukan kehendaknya dalam perjanjian. Kedudukan yang

tidak sederajat ini mengingat pekerja/buruh hanya mengandalkan tenaga

untuk melaksanakan pekerjaan, sedangkan majikan atau pengusaha adalah

pihak yang secara sosial ekonomis lebih mampu sehingga setiap kegiatan

apapun tergantung pada kehendaknya.

Secara teori, ada asas hukum yang mengatakan bahwa, buruh dan

majikan mempuanyai kedudukan yang sejajar. “Menurut istilah

perburuhan disebut fartner kerja. Namun dalam praktiknya, keduduukan

keduanya ternyata tidak sejajar. Pengusaha sebagai pemilik modal

mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan pekerja. Ini jelas

15
Adrian Sutedi, Op.Cit. Hal.23.
tampak dalam penciptaan berbagai kebijakan dan peraturan perusahaan”.16

Mengingat kedudukan pekerja/buruh yang lebih rendah dari majikan inilah

maka perlu campur tangan pemerintah untuk memberikan perlidungan

hukum. Perlindungan hukum menurut Philipus sebagaimana dikutip Asri

Wijayanti,17 yakni: “selalu berkaitan dengan kekuasaan. Ada dua

kekuasaan yang selalu menjadi perhatian, yakni kekuasaan pemerintahan

dan kekuasaan ekonomi. Dalam hubungan dengan kekuasaan pemerintah,

permasalahan perlindungan hukum bagi rakyat (yang diperintah), terhadap

pemerintah (yang memerintah). Dalam hubungan dengan kekuasaan

ekonomi, permasalahan perlindungan hukum adalah perlindungan bagi

silemah (ekonomi) terhadap sikuat (ekonomi), misalnya perlindungan bagi

pekerja/buruh terhadap pengusaha”.

Perlindungan terhadap pekerja/buruh dimaksudkan untuk menjamin

terpenuhinya hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan,

kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk

mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap

memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. Menurut Adrian

Sutedi,18 hanya ada dua cara melindungi pekerja/buruh. Pertama, melalui

Undang-undang Perburuhan, karena dengan Undang-undang berarti ada

jaminan Negara untuk memberikan pekerjaan yang layak, melindunginya

di tempat kerja (kesehatan, keselamatan kerja, dan upah layak) sampai

dengan pemberian jaminan sosial setelah pensiun. Kedua, melalui serikat


16
Sehat Damanik Op.Cit, Hal.102.
17
Asri Wijayanti, Op.Cit. Hal.10.
18
Adrian Sutedi, Op.Cit. Hal.13.
pekerja/serikat buruh (SP/SB). Karena melalui SP/SB pekerja/buruh dapat

menyampaikan aspirasinya, berunding dan menuntut hak-hak yang

semestinya mereka terima. SP/SB juga dapat mewakili pekerja/buruh

dalam membuat perjanjian kerja bersama (PKB) yang mengatur hak-hak

dan kewajiban pekerja/buruh dengan pengusaha melalui suatu kesepakatan

umum yang menjadi pedoman dalam hubungan industrial.

Berbicara mengenai hak pekerja/buruh berarti kita membicarakan

hak-hak asasi, maupun hak yang bukan asasi. Hak asasi adalah hak yang

melekat pada diri pekerja/buruh itu sendiri yang dibawa sejak lahir dan

jika hak tersebut terlepas/terpisah dari diri pekerja itu akan menjadi

turuun derajat dan harkatnya sebagai manusia. Sedangkan hak yang bukan

asasi berupa hak pekerja/buruh yang telah diatur dalam peraturan

perundang-undangan yang sifatnya non asasi.19

3. Penegakan Hukum

a. Sistem Penegakan Hukum

Menurut Satjipto Rahardjo, sebagaimana dikutip Nyoman Serikat

Putra Jaya,20 penegakan hukum adalah: “suatu usaha untuk

mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep menjadi kenyataan.

Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-

keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut keinginan-

keinginan hukum disini adalah pikiran-pikiran pembuat Undang-

undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu”.

19
Adrian Sutedi, Op.Cit. Hal.15.
20
Nyoman Serikat Putra Jaya, Op.Cit. Hal.134.
Terkait dengan perwujudan ide-ide dan konsep-konsep menjadi

kenyataan itu, agar hukum berfungsi dengan baik, hukum harus

memenuhi 3 (tiga) macam kelakuan hukum. Pertama, hal berlakunya

secara yuridis dimana penentunya berdasarkan kaedah yang lebih

tinggi (ini didasarkan pada teori “Stufenbau” nya Kelsen),21 kaedah

hukum itu terbentuk menurut cara yang telah ditetapkan, dan

menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dan akibatnya.

Kedua, hal berlakunya hukum secara filosofis, artinya bahwa hukum

tersebut sesuai dengan cita-cita hukum, sebagai nilai positif yang

tertinggi. Ketiga, hal berlakunya hukum secara sosiologis, yang

berintikan pada efektivitas hukum. Terkait dengan ini ada dua teori

yang menyatakan sebagai berikut:

1. Teori kekuasaan yang pada pokoknya menyatakan, bahwa hukum


berlaku secara ssosiolodis, apabila dipaksakan berlakunya oleh
penguasa, terlepas apakah masyarakat menerima atau menolaknya.
2. Teori pengakuan yang berpokok pangkal pada pendirian, bahwa
berlakunya hukum didasarkan pada penerimaan atau pengakuan
oleh mereka kepada siapa hukum tadi tertuju.22

Tiga macam kelakuan hukum tersebut merupakan satu kesatuan

dalam sistem hukum, sebab apabila salah satu tidak terpenuhi maka

akan terdapat kepincangan-kepincangan. Apabila hukum hanya

mempunyai kekuatan yuridis, maka ada kemungkinan bahwa hukum

tadi hanya merupakan kaedah yang mati (dode regel), jika kaedah

hukum hanya mempunyai kelakuan sosiologis dalam arti teori

21
Soerjono Soekanto, Op.Cit. Hal.35.
22
Ibid.
kekuasaan, maka hukum tersebut menjadi aturan pemaksa, dan apabila

suatu kaedah hukum hanya mempunyai kelakukan filosofis, maka

hukum tersebut hanya berupa angan-angan.

Menurut Soerjono Soekanto, ada empat faktor yang saling

berkaitan dan merupakan inti dari sistem penegakan hukum, keempat

faktor tersebut adalah:

1. Hukum atau peraturan itu sendiri. Kemungkinannya adalah


bahwa terjadi ketidakcocokan dalam peraturan perundang-
undangan mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu.
Kemungkinan lainnya adalah ketidakcocokan antara peraturan
perundang-undangan dengan hukum tidak tertulis atau hukum
kebiasaan. Kadangkala ada ketidakserasian antara hukum
tercatat dengan hukum kebiasaan, dan seterusnya.
2. Mentalitas petugas yang menegakkan hukum. Penegak hukuum
antara lain mencakup hakim, polisi, jaksa, pembela, petugas
permasyarakatan, dan seterusnya. Apabila peraturan
perundang-undangan sudah baik, akan tetapi mental penegak
hukum kurang baik, maka akan terjadi gangguan pada sistem
penegakan hukum.
3. Fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan
hukum. Kalau peraturan perundang-undangan sudah baik dan
juga mentalitas penegaknya baik, akan tetapi fasilitas kurang
memadai (dalam ukuran-ukuran tertentu), maka penegakan
hukum tidak akan berjalan dengan semestinya.
4. Kesadaran hukum, kepatuhan hukum dan perilaku warga
masyarakat.23

b. Peran Administrasi Negara

Supremasi hukum merupakan salah satu aspek daripada

kedaulatan suatu Negara untuk menerapkan kaedah-kaedah tertentu

terhadap warga Negara. Hal ini terkait dengan keadaan politik yang

memberikan corak dan bentuk pada pelaksanaan rule of law tersebut.

Soejono Soekanto mengatakan, suatu sistem politik merupakan suatu

23
Ibid, Hal. 36.
mekanisme untuk mengidentifisir serta mengemukakan masalah-

masalah, serta merupakan pembentukan dan pengaturan pengambilan

keputusan dalam masalah-masalah publik. Apabila mekanisme tadi

bersifat sah dan resmi, maka namanya adalah pemerintah. Jadi disatu

pihak pemerintah menyediakan suatu mekanisme yang resmi dan

berwenang untuk mengambil keputusan-keputusan, sedangkan dilain

pihak pemerintah menyediakan fasilitas-fasilitas untuk memberikan

dasar-dasar bagi sahnya pengambilan keputusan-keputusan tadi.

Dengan demikian dari sudut sistem politik, maka suatu kaedah

mempuanyai sifat hukum oleh karena kaedah itu dipertahankan oleh

negara, dalam hal ini oleh pejabat-pejabatnya.

Campur tangan Negara dalam pemeliharaan kepentingan umum

menjadikan peran pemerintah kemudian menjadi semakin luas,

menurut Utrecht “sejak Negara turut serta secara aktif dalam pergaulan

kemasyarakatan, maka lapangan pekerjaan pemerintah makin lama

makin luas”. Selanjutnya beliau mengatakan: “dalam melakukan

fungsinya, maka administrasi negara melakukan bermacam-macam

perbuatan untuk menyelenggarakan kepentingan umum. Perbuatan

administrasi Negara yang disebut juga besturs handeling/overheids

handeling adalah perbuatan yang dilakukan oleh alat perlengkapan

pemerintah/penguasa dalam tingkat tinggi dan rendahan secara spontan

dan mandiri (zelfstanding) untuk pemeliharaan kepentingan Negara

dan rakyat”.
c. Fungsi Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan

Sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 32 Undang-undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, bahwa konsep

pengawasan Ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan

menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang

ketenagakerjaan. Selanjutnya dalam pasal 176 disebutkan bahwa

pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas

ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna

menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan

ketenagakerjaan.

Pengawasan ketenagakerjaan merupakan sistem dengan

mekanisme yang efektif dan vital dalam menjamin efektivitas

penegakan hukum ketenagakerjaan dan penerapan peraturan

perundang-undangan ketenagakerjaan dalam rangka menjaga

keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan

pekerja/buruh, menjaga kelangsungan usaha dan ketenangan kerja,

meningkatkan produktivitas kerja serta melindungi pekerja/buruh.

Pengawasan ketenagakerjaan berfungsi untuk meniadakan atau

memperkecil pelanggaran terhadap norma kerja dan norrma

keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sehingga proses hubungan

industrial dapat berjalan dengan baik dan harmonis. “pengawasan

ketenagakerjaan meruupakan unsur penting dalam perlindungan tenaga

kerja, sekaligus sebagai upaya penegakan hukum ketenagakerjaan


secara menyeluruh” 116 karena kondisi persyaratan kerja bagi

pekerja/buruh belum dapat dikatakan cukup hanya dengan penetapan

peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, agar hukum

ketenagakerjaan dipatuhi maka perlu eksistensi dan peran aktif dari

petugas pengawas ketenagakerjaan.

Menurut Manulang sebagaimana dikutip Abdul Khakim, fungsi

pengawas ketenagakerjaan adalah:

1. Mengawasi pelaksanaan Undang-undang Ketenagakerjaan.

2. Memberikan penerangan teknis dan nasihat kepada pengusaha dan

tenaga kerja agar tercapai pelaksanaan Undang-undang

Ketenagakerjaan secara efektif.

3. Melaporkan kepada pihak berwenang atas kecurangan dan

penyelewengan Undang-undang Ketenagakerjaan.24

Selanjutnya Abdul Khakim mengatakan bahwa secara

operasional pengawasan ketenagakerjaan meliputi:

1. Sosialisasi Norma Ketenagakerjaan, untuk meningkatkan

pemahaman norma kerja bagi masyarakat industri, sehingga

tumbuh persepsi positif dan mendorong kesadaran untuk

melaksanakan ketentuan ketenagakerjaan secara proporsional dan

bertanggungjawab.

2. Tahapan Pelaksanaan Pengawasan.

24
Abdul Khakim, Op.Cit. Hal.123.
a). Upaya pembinaan (preventif educative), yang ditempuh dengan

memberikan penyuluhan kepada masyarakat induustri,

penyebarluasan informasi ketenagakerjaan, pelayanan

konsultasi dan lain-lain.

b). Tindakan refresif non yustisial, yang ditempuh dengan

memberikan peringatan secara lisan pada saat pemeriksaan,

maupun peringatan secara tertulis melalui nota pemeriksaan

kepada pimpinan perusahaan apabila ditemui pelanggaran.

c). Tindakan refresif yustisial, sebagai alternatif terakhir dan

dilakukan melalui lembaga peradilan. Upaya ini ditempuh

apabila pegawai pengawas sudah melakukan pembinaan dan

memberikan peringatan, tetapi pengusaha tetap tidak

mengindahkan maksud pembinaan tersebut. Dengan demikian

pegawai pengawas dapat melanjutkan tindakan tahap

penegakan hukum melalui penyidik pegawai negeri sipil

(PPNS) Ketenagakerjaan agar dilakukan penyidikan dan

menindaklanjuti sesuai prosedur hukum yang berlaku

(KUHP).25

Sebagai aparatur penegak hukum, pegawai pengawas

ketenagakerjaan dapat menerima pengaduan dari pekerja/buruh

termasuk pekerja/buruh outsourcing, serta pengaduan dari SP/SB

atau pengusaha terhadap setiap peristiwa pelanggaran peratturan

25
Abdul Khakim, Op.Cit. Hal.125.
perundang-undangan ketenagakerjaan. Pegawai pengawas

ketenagakerjaan selanjutnya dapat memproses pengaduan tersebut

sesuai prosedur hukum yang berlaku.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 182 ayat (2) Undang-

undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, selain

PPNS, kepada Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dapat diberikan

wewenang untuk:

a). Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta

keterangan tindak pidana dibidang ketenagakerjaan;

b). Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga

melakukan tindak pidana dibidang ketenagakerjaan;

c). Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan

hukum sehubungan dengan tindak pidana dibidang

ketenagakerjaan;

d). Melakukan pemeriksaan atas penyitaan bahan barang bukti

dalam perkara tindak pidana dibidang ketenagakerjaan;

e). Melakukan pemeriksaan atas surat dan atau dokumen lain

tentang tindak pidana dibidang ketenagakerjaan;

f). Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas

penyidikan tindak pidana dibidang ketenagakerjaan;

g). Memberhentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup

bukti.
C. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Kontrak Kerja Outsourcing

Hak harus dijalankan sesuai dengan tujuannya yaitu sesuai dengan

kepentingan sosial atau kepentingan umum. Menjalankan hak yang tidak

sesuai dengan tujuannya dinamakan penyalahgunaan hak. Menurut Utrecht

sebagaimana dikutif Chainur Arrasjid,26 menjalankan hak tidak sesuai

tujuannya adalah menyimpang dari tujuan hukum, yaitu menyimpang dari

menjamin kepastian hukum. Maka dari itu yang bersangkutan harus

menjalankan haknya sesuai dengan tujuan hukum itu.

Secara umum hak dibagi menjadi dua golongan, yaitu Hak Mutlak atau

hak Absolut (absolute techten, onpersoonlijke rechten) dan Hak Relatif (nibsi,

relative rechten, persoonlijke rechten). Hak Mutlak atau Hak Absolut

merupakan setiap kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada subjek

hukum untuk berbuat sesuatu atau untuk bertindak dalam memperhatikan

kepentingannya, hak ini berlaku secara mutlak terhadap subjek hukum lain

dan wajib dihormati oleh setiap subjek hukum. Hak Mutlak atau Hak Absolut

terdiri dari dari Hak Asasi Manusia, Hak Publik Absolut dan sebagian dari

Hak Privat. Sedangkan Hak Relatif (nisbi) merupakan setiap

kekuasaan/kewenangan yang oleh hukum diberikan kepada subyek hukum

lain/tertentu supaya ia berbuat sesuatu, tidak berbuat sesuatu atau memberi

sesuatu, hak ini timbul akibat terjadinya perikatan. Hak relatif (nibsi) terdiri

Hak publik relatif, Hak keluarga relati dan Hak kekayaan relatif.

26
Chainur Arrasjid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Penerbit: Sinar Grafika, Cetakan ketiga, 2005, Hal.
115.
Hak kekayaan relatif merupakan semua hak kekayaan yang bukan hak

kebendaan atau barang ciptaan manusia, hak ini hanya dapat dijalankan

terhadap orang tertentu (bukan droit de suite) atau disebut juga dengan

perutangan (verbintenis) menurut Hofman Van Opstal sebagaimana dikutip

Chainur Arrasjid,27 perutangan itu harus dirumuskan sebagai suatu pertalian

menurut hukum kekayaan antara dua pihak yang member

kekuasaan/kewenangan pihak yang satu untuk menagih kepada pihak yang

lain agar berbuat sesuatu, tidak berbuat sesuatu atau member sesuatu,

sedangkan pihak yang lain tersebut wajib melakukan dan bertanggungjawab

atas apa yang ditagih kepadanya. Hak inilah yang melekat pada pekerja/buruh

dan pengusaha dalam hubungan kerja, dimana kedua belah pihak terikat untuk

berbuat sesuatu, tidak berbuat sesuatu dan memberi sesuatu sesuai dengan

perjanjian kerja.

Perjanjian kerja yang berupa kontrak kerja dapat diartikan sebagai

perjanjian yang berisi bahwa pihak pertama (pekerja/buruh) mengikatkan diri

untuk bekerja pada pihak lain (vendor) selama suatu waktu yang telah

disepakati dengan menerima upah, sementara itu pihak lain (vendor)

mengikatkan diri untuk mempekerjakan pihak pertama (pekerja/buruh) dengan

membayar upah. Segala biaya yang timbul untuk pembuatan perjanjian kerja

dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab pengusaha (vendor).

Sesuai dengan ketentuan Pasal 54 UU No.13 Tahun 2003, perjanjian

kerja sekurang-kurangnya memuat:

27
Chainur Arrasjid, Op.Cit. Hal.290
1. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;

2. Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja;

3. Jabatan atau jenis pekerjaan;

4. Tempat pekerjaan;

5. Besarnya upah dan cara pembayarannya;

6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan

pekerja;

7. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;

8. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan

9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Berdasarkan UU No.13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah setiap

orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau

jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau masyarakat.

Ciri khas atau keterkaitan antara tenaga kerja adalah sebagai berikut:

1. Adanya upah;

2. Adanya perintah;

3. Adanya pekerjaan.

Berdasarkan hal itu, berikut ini hak dan kewajiban dalam hubungan

kerja.

Hak dan Kewajiban dalam Hubungan Kerja:

1. Hak Pekerja

− Hak akan upah;

− Hak pekerjaan;
− Hak Perlindungan.

2. Hak Pengusaha

− Hak mengatur;

− Hak memerintah.

3. Kewajiban Pekerja

− Melaksanakan perintah;

− Menaati peraturan.

4. Kewajiban Pengusaha

− Membayar upah;

− Memberikan pekerjaan;

− Memberikan perlindungan.

D. Akibat Hukum Atas Pelanggaran Ketentuan dan Syarat Outsourcing

Secara legalitas, praktik outsourcing yang terjadi tidak

mengimplementasikan ketentuan dan syarat-syarat outsourcing sebagaimana

diatur dalam Pasal 65 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan, pelanggaran ketentuan dan syarat-syarat tersebut

diantaranya yaitu:

1. Perusahaan pemberi pekerjaan (principal) telah menyerahkan sebagian

pelaksanaan pekerja/kegiatan pokok atau (core bussiness) kepada

perusahaan lain (vendor) melalui perjanjian pemborongan pekerjaan. Hal

ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 65 Ayat (2) Undang-undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa


pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain harus memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut:

a). Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;

b). Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi

pekerjaan;

c). Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan

d). Tidak menghambat proses produksi secara langsung.

2. Perusahaan pemberi pekerjaan (principal) telah menyerahkan sebagian

pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penerima pekerjaan (vendor)

yang tidak berbadan hukum. Hal ini bertentangan dengan Pasal 65 Ayat

(3) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang

menyatakan bahwa perusahaan penerima pekerjaan (vendor) harus

berbentuk badan hukum. Sedangkan dalam praktik outsourcing di

lapangan, masih sering terjadi pelanggaran-pelanggaran tersebut.

3. Perusahaan penerima pekerjaan (vendor) tidak memberikan perlindungan

kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruhnya sama dengan

perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi

pekerjaan (principal) atau tidak memberikan perlindungan kerja dan

syarat-syarat kerja yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Hal ini bertentangan dengan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 65 Ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan.
BAB III

PENGOLAHAN DATA

A. Analisis Data

Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap data hasil penelitian

lapangan guna dijadikan dasar dalam pembuktian hipotesis yang telah

dirumuskan pada bagian awal penelitian.

Untuk menganalisis data hasil penelitian lapangan dengan menggunakan

quesioner (angket) sebagai teknik komunikasi tidak langsung dan untuk

komunikasi langsung dengan menggunakan wawancara sebagai alat

pengumpul data, maka digunakan metode deskriftif analis, yaitu untuk

menggambarkan keadaan yang sebenarnya pada saat penelitian ini

dilaksanakan.

Tujuan digunakan metode ini adalah untuk menjadikan dasar dalam

pembuktian hipotesis sebagaimana yang telah dirumuskan pada bagian awal

dari penelitian ini.

Sampel dalm penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kepala Cabang PT. Federal International Finance Kota Pontianak.

2. 9 Orang pekerja outsourcing yang ditempatkan di PT. Federal

International Finance Kota Pontianak.

Sebagai langkah awal akan dilihat atau diketahui dahulu bentuk

perjanjian kerja yang digunakan apakah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu


(PKWT) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Hal ini

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1

BENTUK PERJANJIAN KERJA

NO ALTERNATIF FREKUENSI PERSENTASE

1 PKWT 9 100

2 PKWTT 0 0

N=9 9 100

Sumber Data : Hasil Penelitian Lapangan yang diolah

Dari Tabel 1 dapat diketahui dari 9 responden ternyata semua responden

9 Orang (100%) menggunakan perjanjian kerja secara tertulis. Perjanjian kerja

yang digunakan yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang

kemudian Perjanjian tersebut mengikat antara pekerja dengan perusahaan

penyedia tenaga kerja (vendor).

Sesuai dengan Perjanjian Kerja yang telah disepakati, maka berikut akan

dilihat jangka waktu perjanjian kerja yang telah disepakati kedua belah pihak.

Untuk mengetahui kapan jangka waktu perjanjian kerja berakhir dapat dilihat

pada tabel 2 berikut ini:


Tabel 2

JANGKA WAKTU PERJANJIAN KERJA

NO ALTERNATIF FREKUENSI PERSENTASI

1 6 Bulan 6 66,7

2 1Tahun 3 33,3

3 2 Tahun 0 0

N=9 9 100

Sumber Data : Hasil Penelitian Lapangan yang diolah

Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 6 orang

(66,7%) responden menyatakan perjanjian kerja yang telah disepakati jangka

waktunya adalah setiap 6 bulan sekali, dan sebanyak 3 Orang (33,3)

responden menyatakan perjanjian kerja yang telah disepakati jangka waktunya

adalah setiap 1 tahun sekali.

Selanjutnya, untuk mengetahui sudah berapa lama praktik rekrutmen

secara outsourcing ini terjadi dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini:
Tabel 3

LAMANYA PEKERJA OUTSOURCING BEKERJA DI PT. FEDERAL

INTERNATIONAL FINANCE

NO ALTERNATIF FREKUENSI PERSENTASE

1 Kurang Dari 1 Tahun 6 66,7

2 Lebih Dari 1 Tahun 3 33,3

N=9 9 100

Sumber data : Hasil penelitian lapangan yang diolah

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 6 Orang (66,7%)

sudah mulai bekerja kurang dari 1 (satu) Tahun kemudian 3 Orang (33,3%)

sudah lebih dari 1 (satu) Tahun bekerja.

Untuk mengetahui permasalahan yang ada dilapangan akan dilihat atau

diketahui terlebih dahulu apakah pernah terjadi penundaan atau pemutusan

hak pekerja. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4

PERNAH ATAU TIDAK TERJADI PENUNDAAN ATAU PEMUTUSAN

HAK PEKERJA

NO ALTERNATIF FREKUENSI PERSENTASE

1 Pernah 3 33,3

2 Tidak Pernah 6 66,7

N=9 9 100

Sumber data : Hasil penelitian lapangan yang diolah


Dari tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 3 orang responden

(33,3%) menyatakan pernah mengalami penundaan atau pemutusan hak yang

menjadi hak pekerja sedangkan 6 Orang responden (66,7) menyatakan tidak

pernah mengalami penundaan hak yang menjadi hak pekerja.

Selanjutnya untuk mengetahui apa yang dilakukan pihak pekerja apabila

terjadi penundaan atau pemutusan hak pekerja sesuai dengan perjanjian yang

telah disepakati. Untuk mengetahui hal tersebut dapat dilihat pada tabel 5

berikut ini:

Tabel 5

SIKAP PEKERJA TERHADAP PERUSAHAAN YANG LALAI DALAM

MEMENUHI HAK PEKERJA

NO ALTERNATIF FREKUENSI PERSENTASE

1 Diam Saja karena takut di 9 100

PHK

2 Menyelesaikan secara 0 0

kekeluargaan

N=9

Sumber data : Hasil penelitian lapangan yang diolah

Berdasarkan tabel di atas, semua responden yang menjadi sampel

penelitian ini, yakni 9 Orang (100%) menyatakan bahwa tindakan yang


dilakukan hanya diam saja karena takut di putuskan hubungan kerja oleh

perusahaan .

Untuk mengetahui penyebab terjadinya kelalaian perusahaan dalam

memenuhi hak-hak pekerja di PT. Federal International Finance Kota

Pontianak dapat kita lihat pada tabel berikut:

Tabel 6

SEBAB TERJADINYA KELALAIAN PEMENUHAN HAK PEKERJA

NO ALTERNATIF FREKUENSI PERSENTASE

1 KARENA KELALAIAN 3 33,3

PERUSAHAAN VENDOR

2 KARENA KELALAIAN 0 0

PERUSAHAAN

PRINCIPAL

3 TIDAK TAHU 6 66,7

N=9 9 100

Sumber data : Hasil penelitian lapangan yang diolah

Berdasarkan tabel diatas sebanyak 3 Orang responden (33,3%)

menyatakan penyebab terjadinya kelalaian dalam pemenuhan hak mereka

adalah Karena kelalaian perusahaan penyedia tenaga kerja (vendor),

sedangkan 6 Orang responden (66,7%) menyatakan tidak tahu.


Selanjutnya untuk mengetahui apakah pihak PT. Federal International

Finance bertanggung jawab atau tidak pada pekerja yang mengalami kelalaian

pada pemenuhan hak pekerja dapat kita lihat pada tabel berikut:

Tabel 7

SIKAP PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE KOTA PONTIANAK

TERHADAP KELALAIAN PEMENUHAN HAK PEKERJA YANG

TERJADI

NO ALTERNATIF FREKUENSI PERSENTASE

1 Bertanggung 0 0

jawab

2 Tidak 9 100

bertanggung

jawab

N=9 9 100

Sumber data : Hasil penelitian lapangan yang diolah

Berdasarkan tabel di atas, sebanyak 9 Orang responden (100%)

menyatakan bahwa pihak PT. Federal International finance tidak bertanggung

jawab terhadap kelalaian pemenuhan hak pekerja yang terjadi tersebut.

Untuk mengetahui apakah penyebab pihak PT. Federal International

Finance Kota Pontianak tidak bertanggung jawab terhadap kelalaian

pemenuhan hak pekerja outsourcing dapat kita lihat pada tabel berikut:
Tabel 8

FAKTOR PENYEBAB KELALAIAN PIHAK PERUSAHAAN YANG

TIDAK BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP PEMENUHAN HAK

YANG TERJADI KEPADA PEKERJA OUTSOURCING

NO ALTERNATIF FREKUENSI PERSENTASE

1 Kelalaian terjadi karena 0 0

kesalahan vendor

2 Tidak adanya keterikatan hukum 9 100

antara PT. FIF dengan Pekerja

outsourcing

N=9 9 100

Sumber data : Hasil penelitian lapangan yang diolah

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa semua responden yaitu

sebanyak 9 Orang (100%) menyatakan penyebab pihak PT. Federal

International finance tidak bertanggung jawab terhadap kelalaian pemenuhan

hak pekerja yang terjadi kepada pekerja adalah karena tidak adanya

keterikatan antara PT. Federal International Finance Kota Pontianak dengan

pekerja outsourcing.

Untuk mengetahui apa akibat hukum PT. Federal International Finance

yang tidak bertanggung jawab terhadap kelalaian pemenuhan hak pekerja yang

terjadi kepada pekerja outsourcing dapat kita lihat pada tabel berikut:
Tabel 9

AKIBAT HUKUM KEPADA PERUSAHAAN TIDAK BERTANGGUNG

JAWAB TERHADAP KELALAIAN PEMENUHAN HAK PEKERJA

YANG TERJADI PADA PEKERJA OUTSOURCING

NO ALTERNATIF FREKUENSI PERSENTASE

1 Menuntut ganti rugi 0 0

2 Tidak menuntut apa-apa 9 100

N=9 9 100

Sumber data : Hasil penelitian lapangan yang diolah

Dari tabel di atas, pernyataan 9 responden (100%) terhadap akibat

hukum perusahaan (principal) yang tidak bertanggung jawab terhadap pekerja

outsourcing yang mengalami kelalaian dalam pemenuhan haknya adalah tidak

menuntut apa-apa.

Untuk mengetahui upaya apa yang dilakukan pekerja outsourcing

terhadap PT. Federal International Finance Kota Pontianak yang tidak

bertanggung jawab atas perjanjian outsourcing dapat dilihat pada tabel

berikut:
Tabel 10

UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN PEKERJA OUTSOURCING

TERHADAP PERUSAHAAN YANG TIDAK BERTANGGUNG JAWAB

ATAS PERJANJIAN OUTSOURCING

NO ALTERNATIF FREKUENSI PERSENTASE

1 Tidak ada upaya hukum 9 100

2 Melakukan tuntutan 0 0

3 Melaporkan kepada lembaga 0 0

yang berwenang

N=9 9 100

Sumber data : hasil penelitian lapangan yang diolah

Dari data di atas, sebanyak 9 Orang (100%) responden menyatakan tidak

ada upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap PT. Federal International

Finance Kota Pontianak yang tidak bertanggung jawab atas perjanjian

outsourcing.

Selanjutnya untuk mengetahui tanggapan dari pihak PT. Federal

International Finance dapat dilihat pada hasil wawancara dengan Pimpinan

Cabang PT. Federal international Finance Kota Pontianak sebagai perusahaan

pemberi pekerjaan (principal).

Hasil wawancara tersebut adalah sebagai berikut:


1. PT. Federal International Finance memilih merekrut dengan cara

outsourcing karena alasan penghematan pengeluaran dalam menyiapkan

sumber daya manusia yang bekerja di perusahaan dan mengurangi resiko-

resiko yang ada.

2. Tidak ada ikatan hukum antara PT. Federal International Finance Kota

Pontianak dengan Pekerja yang direkrut secara outsourcing. Perjanjian PT.

Federal International Finance hanya sebatas perjanjian kerja sama dengan

PT. SIM selaku perusahaan penyedia jasa tenaga kerja (vendor).

3. Secara hukum Pihak PT. Federal International Finance Tidak bertanggung

jawab apabila terjadi suatu hal yang tidak di inginkan kepada pekerja

outsourcing pada saat bekerja, yang bertanggung jawab terhadapa pekerja

outsourcing seluruhnya adalah PT. SIM.

4. Pihak PT. Federal international Finance Kota Pontianak sampai saat ini

tidak pernah mendapat keluhan dari pekerja outsoutcing.

5. Menindaklanjuti masalah kelalaian pemenuhan hak pekerja outsourcing,

pihak PT. Federal International Finance sendiri sudah memberikan hak-

hak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kesalahan ini dinilai murni

kelalaian dari PT. SIM sebagai penanggung jawab pekerja outsourcing

yang ada di PT. Federal International Finance Kota Pontianak.

6. Sampai pada saat ini PT. Federal International Finance belum pernah

mengalami gugatan dari pihak pekerja outsourcing, tetapi apabila terjadi

gugatan hingga kepada proses peradilan, pihak PT. Federal International


Finance akan menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan perkara yang

menjadi kasus hukum yang berlaku.

B. Pembuktian Hipotesis

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di dalam analisis data, maka dalam

pembuktian hipotesis ini dapat dipaparkan hal-hal sebagai berikut:

1. Berdasarkan Tabel 1 dikemukakan fakta bahwa sebanyak 100% pekerja

outsourcing terikat dalam perjanjian kerja secara tertulis. Perjanjian kerja

yang digunakan yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang

kemudian Perjanjian tersebut mengikat antara pekerja dengan perusahaan

penyedia tenaga kerja (vendor).

2. Berdasarkan tabel 2 dikemukakan fakta bahwa 66,7 % pekerja menyatakan

perjanjian kerja yang telah disepakati jangka waktunya adalah setiap 6

bulan sekali, dan sebanyak 33,3 % pekerja menyatakan perjanjian kerja

yang telah disepakati jangka waktunya adalah setiap 1 tahun sekali.

3. Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa 66,7% dari pekerja outsourcing

sudah mulai bekerja kurang dari 1 (satu) Tahun dan 33,3% sudah lebih

dari 1 (satu) Tahun bekerja.

4. Dari tabel 4 dapat dikemukakan bahwa sebanyak 33,3% pekerja

outsourcing menyatakan pernah mengalami penundaan hak yang menjadi

hak pekerja dan 66,7% menyatakan tidak pernah mengalami penundaan

hak yang menjadi hak pekerja.


5. Berdasarkan tabel 5, diketahui bahwa semua 100% pekerja outsourcing

menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan hanya diam saja karena takut

di putuskan hubungan kerja oleh perusahaan.

6. Berdasarkan tabel 6, sebanyak 33,3% menyatakan penyebab terjadinya

kelalaian dalam pemenuhan hak mereka adalah Karena kelalaian

perusahaan penyedia tenaga kerja (vendor), sedangkan 66,7% lainnya

menyatakan tidak tahu.

7. Berdasarkan tabel 7, sebanyak 100% pekerja outsourcing menyatakan

bahwa pihak PT. Federal International finance tidak bertanggung jawab

terhadap kelalaian pemenuhan hak pekerja.

8. Dari tabel 8, dapat diketahui bahwa 100% menyatakan penyebab pihak

PT. Federal International finance tidak bertanggung jawab terhadap

kelalaian pemenuhan hak pekerja yang terjadi kepada pekerja adalah

karena tidak adanya keterikatan antara PT. Federal International Finance

Kota Pontianak dengan pekerja outsourcing.

9. Dari tabel 9, dapat diketahui bahwa 100% responden menyatakan tidak

menuntut apa-apa apabila perusahaan (principal) tidak bertanggung jawab

terhadap pekerja outsourcing yang mengalami kelalaian dalam pemenuhan

haknya

10. Dari tabel 10, sebanyak 100% responden menyatakan tidak ada upaya

hukum yang dapat dilakukan terhadap PT. Federal International Finance

Kota Pontianak yang tidak bertanggung jawab atas perjanjian outsourcing


11. Berdasarkan wawancara dengan pihak PT. Federal International Kota

Pontianak bahwa perusahaan memilih merekrut dengan cara outsourcing

karena alasan penghematan pengeluaran dalam menyiapkan sumber daya

manusia yang bekerja di perusahaan dan mengurangi resiko-resiko yang

ada.

Berdasarkan uraian pada pembuktian di atas, maka hipotesis yang telah

penulis ajukan yang berbunyi: “Bahwa faktor yang menyebabkan PT. Federal

International Finance Kota Pontianak menggunakan sistem outsourcing dalam

rekrutmen pekerja adalah untuk penghematan pengeluaran biaya perusahaan

dan menguntungkan perusahaan dengan tidak memberi pesangon apabila pada

saat tenaga kerja tersebut tidak dibutuhkan lagi atau jika terjadi pemutusan

hubungan kerja”, telah Terbukti.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab III tentang pengolahan data, maka penulis

merumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa PT. Federal International Finance Kota Pontianak tidak

bertanggung jawab atas karyawan yang direkrut secara outsourcing, yang

bertanggung jawab adalah perusahaan penyedia jasa tenaga kerja untuk

memenuhi hak-hak karyawan berupa gaji, tunjangan kesehatan, jamsostek,

dan sebagainya, hal ini dikarenakan tidak adanya keterikatan hukum antara

PT. Federal International Finance dengan pihak pekerja yang direkrut

secara outsourcing.

2. Bahwa faktor penyebab PT. Federal International Finance menggunakan

sistem outsourcing dalam perekrutan karyawan adalah suatu strategi yang

digunakan untuk menghemat pengeluaran perusahaan dalam membiayai

sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di PT. Federal International

Finance Kota Pontianak, selain itu juga untuk menghindari resiko-resiko

yang ada.

3. Bahwa dikarenakan tidak ada ikatan hukum secara langsung antara pekerja

dengan PT. Federal International Finance Kota Pontianak, maka akibat

hukum bagi pekerja yang direkrut secara outsourcing oleh PT. Federal

International Finance tidak ada. Apabila suatu saat terjadi perselisihan


antara pihak pekerja dengan PT. Federal International Finance maka

penyelesaiannya akan dilakukan melalui PT. Swakarya Insan Mandiri

sebagai vendor.

4. Bahwa upaya hukum yang dapat dilakukan oleh karyawan outsourcing

apabila PT. Federal International Finance Kota Pontianak tidak

bertanggung jawab atas perjanjian outsourcing adalah hanya sekedar

memberikan informasi wanprestasi yang terjadi di perusahaan tempatnya

bekerja kepada PT. Swakarya Insan Mandiri sebagai vendor agar bisa

ditindaklanjuti dan apabila tidak ditindaklanjuti pekerja bisa saja

melaporkan kepada petugas pengawas ketenagakerjaan melalui serikat

pekerja/buruh agar bisa ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan hukum yang

berlaku.

B. Saran

Dari uraian pada kesimpulan di atas, maka penulis mengemukakan

saran-saran sebagai berikut :

1. Hendaknya bagi pihak perusahaan (principal) agar lebih memperhatikan

hak-hak karyawan outsourcing seperti jam kerja yang lebih yang

seharusnya dihitung lembur.

2. Bagi pihak perusahaan (vendor) agar lebih sering memantau keadaan

dilapangan apakah sudah sesuai antara perjanjian kerja yang diperjanjikan

antara perusahaan (principal) dengan perusahaan (vendor) dan antara

perusahaan (vendor) dengan pekerja/buruh.


3. Bagi pekerja agar lebih diperhatikan lagi perjanjian kerja sebelum

menandatangani apakah sudah sesuai dengan kehendak atau tidak, dan

selalu bijak dalam memilih perusahaan (vendor) agar tidak merasa

dirugikan.

4. Bagi pemerintah khususnya dinas atau departemen yang terkait diharapkan

agar lebih bisa mengawasi perusahaan-perusahaan dan pekerja yang ada di

dalamnya agar tidak terjadi wanprestasi serta melakukan tindakan tegas

terhadap perusahaan yang melakukan wanprestasi terhadap pekerjanya

khususnya pekerja outsourcing yang masih belum jelas perlindungan

hukumnya.

5. Jaminan sosial, upah dan perlindungan hukum bagi pekerja outsourcing

harus ditetapkan lebih kongkrit dan jika perlu harus lebih besar dari

karyawan tetap.
DAFTAR PUSTAKA

A.Sony Keraf. Etika Bisnis. cet-16. Penerbit: Kanisius Bandung. 1998.

Abdul Khakim. Penghantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Berdasarkan


Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003. Penerbit: PT. Citra Aditya Bhakti.
Bandung. 2007.

Adrian Sutedi. Hukum Perburuhan. Penerbit: Sinar Grafika. Jakarta. 2009.

Agus Yudha Hernoko. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak


Komersial. Penerbit: Kencana. Jakarta. 2010.

Amin Widjaja Tunggal. Outsourcing Konsep dan Kasus. Penerbit: Harvindo.


2008.

Asri Wijayanti. Hukum Ketenagakerjaan Pasca reformasi. Penerbit: Sinar Grafika.


Jakarta. 2009.

JB. Daliyo (dkk). Pengantar Ilmu Hukum. Penerbit: PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. 1992.

Kansil. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia. Penerbit: Balai
Pustaka. Jakarta. 1989.

Libertus Jehani. Hak-hak Karyawan Kontrak. Penerbit: Forum Sahabat. Jakarta.


2008.

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. Metode Penelitian Survey. Penerbit:


LP3S. Jakarta. 1997.

M. Yahya Harahap. Segi-segi Hukum Perjanjian. Alumni. Bandung. 1993.

-----------------------. Hukum Perjanjian. Penerbit: PT. Intermasa. Jakarta. 1991.

Sehat Damanik. Outsourcing dan Perjanjian Kerja menurut UU. No.13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan. Penerbit: DSS Publishing. 2006.

Subekti. Hukum Perjanjian Cet-19. Penerbit: PT. Intermasa. Jakarta. 2008.


Subekti dan Tjitrosudibio. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Penerbit:
Pradnya Paramita. Jakarta. 2003.

Soerjono Soekanto. Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka


Pembangunan di Indonesia. Cetakan Ketiga. Penerbit: UI-Press. Jakarta.
1983.

----------------------------. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.


Penerbit: CV. Rajawali Pers. Jakarta. 2008.

Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. Cetakan Kedelapan. Penerbit: Sinar Grafika.


2006.

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 9 Tahun 2012.


ANGKET PENELITIAN
UNTUK PEKERJA OUTSOURCING DI PT. FEDERAL INTERNATIONAL
FINANCE KOTA PONTIANAK

JUDUL SKRIPSI

“SISTEM OUTSOURCING DALAM REKRUTMEN PEKERJA PT.


FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE KOTA PONTIANAK”

Identitas Peneliti:
Nama : Syarifah Indah
No. Mahasiswa : A11111213
Fakultas : Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak

Identifikasi Member/Responden :
Nama :
Pekerjaan :
Alamat :

Petunjuk Pengisian
1. Berikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di bawah ini berdasarkan
alternatif jawaban yang telah disediakan dengan cara memberi tanda silang
(X) pada jawaban yang dianggap benar.
2. Penelitian ini semata-mata hanya untuk kepentingan ilmiah dalam rangka
untuk menyelesaikan penulisan skripsi.
3. Atas kesediaan Bapak/Ibu, Saudara/I untuk mengisi memberikan jawaban atas
angket ini, saya ucapkan terima kasih.
Pertanyaan-pertanyaan:
1. Apa bentuk perjanjian kerja yang digunakan dalam perjanjian kerja di PT.
Federal International Finance?
a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
b. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
2. Berapa lama jangka waktu perjanjian kerja?
a. 6 Bulan
b. 1 Tahun
c. 2 Tahun
3. Sudah berapa lama saudarai/i bekerja di PT. Federal International Finance
Kota Pontianak?
a. Kurang dari 1 Tahun
b. Lebih dari 1 Tahun
4. Apakah pernah terjadi penundaan hak yang menjadi hak saudara/i dalam
bekerja?
a. Pernah
b. Tidak Pernah
5. Jika Pernah, tindakan apa yang saudara/i lakukan kepada perusahaan yang
lalai dalam memenuhi hak saudara/i?
a. Diam saja karena takut diPHK
b. Menyelesaikan secara kekeluargaan
6. Apakah penyebab terjadinya kelalaian dari pemenuhan hak saudara/i saat
bekerja di PT. Federal International Finance Kota Pontianak?
a. Karena kelalaian perusahaan penyedia jasa tenaga kerja (vendor)
b. Karena kelalaian perusahaan pemberi kerja (principal)
c. Tidak tahu
7. Apakah tindakan PT. Federal International Finance terhadap kelalaian
pemenuhan hak saudara/i?
a. Bertanggung jawab
b. Tidak bertanggung jawab
8. Apa penyebab pihak PT. Federal International Finance Kota Pontianak tidak
bertanggung jawab terhadap kelalaian pemenuhan hak yang terjadi kepada
saudara/i?
a. Kelalaian terjadi karena kesalahan perusahaan penyedia tenaga kerja
(vendor)
b. Tidak ada keterikatan hukum antaraPT. Federal International Finance
dengan saudara/i.
9. Apa akibat hukum bagi PT. Federal International Finance yang tidak
bertanggung jawab terhadap kelalaian pemenuhan hak saudara/i?
a. Menuntut ganti rugi
b. Tidak menuntut apa-apa
10. Upaya hukum apa yang saudara/i lakukan terhadap PT. Federal International
Finance Kota Pontianak yang tidak bertangguung jawab atas perjanjian
outsourcing?
a. Tidak ada upaya hukum
b. Melakukan tuntutan
c. Melaporkan kepada lembaga yang berwenang

Pontianak,
Responden

( ………………………. )
PEDOMAN WAWANCARA
UNTUK PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE KOTA
PONTIANAK

JUDUL SKRIPSI

“SISTEM OUTSOURCING DALAM REKRUTMEN PEKERJA PT.


FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE KOTA PONTIANAK”

Identitas Peneliti:
Nama : Syarifah Indah
No. Mahasiswa : A11111213
Fakultas : Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak

Wawancara ini dilakukan bukan untuk menggali atau mencari dan


mengungkapkan rahasia pribadi atau rahasia instansi tempat responden bekerja,
melainkan semata-mata hanya untuk mencari data guna penulisan dan penyusunan
skripsi sebagai tugas akhir mahasiswa untuk mendapat gelar Sarjana Hukum.
Untuk itu kami mohon Bapak/Ibu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan dengan sejujur-jujurnya tanpa prasangka negatif sedikitpun terhadap
wawancara yang dilakukan ini.
Atas kesediaan Bapak/Ibu menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dan
kesediaan untuk membubuhkan tanda tangan dan cap perusahaan/instansi pada
akhir lembaran wawancara ini saya ucapkan terima kasih.

Pertanyaan-pertanyaan:
1. Apa alasan perusahaan merekrut pekerja dengan cara outsourcing?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
2. Apakah ada ikatan hukum antara PT. Federal International Finance dengan
Pekerja yang direkrut secara outsourcing?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

3. Apakah PT. Federal International Finance Kota Pontianak bertanggung jawab


apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan terhadap pekerja outsourcing?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

4. Apakah PT. Federal International Finance Kota Pontianak pernah menerima


keluhan dari pekerja outsourcing?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

5. Bila pernah, bagaimanakah pihak PT. Federal International Finance Kota


Pontianak menyikapi hal ini?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

6. Apakah hak-hak pekerja outsourcing di PT. Federal International Finance


Kota Pontianak sudah dipenuhi?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

7. Bila belum, apa yang akan PT. Federal International Finance Lakukan?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
8. Bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban yang PT. Federal International
Finance lakukan apabila terjadi suatu yang tidak diinginkan pada pekerja
outsourcing?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

9. Apakah PT. Federal International Finance Kota Pontianak pernah menerima


gugatan dari pihak pekerja outsourcing?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

10. Apabila sampai kepada proses hukum, apa tindakan yang dilakukan oleh
pihak PT. Federal International Finance?
…………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………

Pontianak,
PT. FEDERAL INTERNATIONAL
FINANCE
KOTA PONTIANAK

( …………………………………..)

Anda mungkin juga menyukai