Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN REFLEKSI

MANAJEMEN PELAYANAN KEBIDANAN PROFESIONAL


DI PUSKESMAS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Stase Manajemen Pelayanan Kebidanan


Profesional

Disusun Oleh:
Kelompok 2 Pandeglang
JUJU RUSJUANA 215491517012
LELI KHAERIAH 215491517013
PIBRIANI 215491517014
SRI RAHMAWATI MUKSIN 215491517016
NENI NURAINI 215491517019
FITRI ULFAH FAUZIAH 215491517020
HAYATI KURNIASIH 215491517023
DWI SETYORINI 215491517024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2022
ESSAY REFLEKSI

Introduction
Essay pada kasus yang diambil menggunakan metode Gibss Reflection Cycle (1988).
Melalui Refleksi ini dapat sebagai bahan atau pengetahuan untuk pengembangan kami
kedepan.

1. Description
Rotasi pertama kami di stase Manajemen Pelayanan Kebidanan Profesional, kami
melihat bahwa pengaruh keberadaan dukun bersalin / paraji mempunyai efek besar dalam
menentukan penolong pasien ibu bersalin. Di Kabupaten Pandeglang mayoritas masyarakatnya
masih memegang teguh kepercayaan terhadap dukun paraji karena dukun paraji di daerah
pedalaman bukan hanya terbatas untuk menolong persalinan saja tetapi juga meliputi segi
lainnya, seperti mencuci baju setelah melahirkan,mencuci plasenta, rutin setiap hari
memandikan bayi setiap hari sebelum tali pusat belum puput, memijat ibu setelah melahirkan.
Keberadaan dukun bayi ini memberikan ketenangan pada pasien karena Tindakan-tindakannya
di hubungkan dengan alam suara natural yang menurut kepercayaan masyarakat akan
mempengaruhi kehidupan sehari hari. Dukun bayi kebanyakan merupakan orang yang cukup
di kenal di desa dan di anggap sebagai orang tua yang di percayai dan sangat besar
pengaruhnya terhadap keluarga yang di tolong.
Akibat dari pertolongan persalinan dengan dukun paraji mengakibatkan AKB tahun
2022 di Puskesmas X sebanyak 6 kasus sedangkan AKI di tahun 2021 di Puskesmas X
sebanyak 2 kasus.

2. Feelings
Di jaman era digital saat ini kami sebagai bidan sangat menyayangkan banyaknya
pasien yang lahir di dukun paraji, adanya diskriminasi kepada bidan jika mendapat kasus ibu
dan bayi yang bermasalah masyarakat tidak bisa menerima, jika dukun paraji yang menolong
masyarakat bisa menerima.
Dengan adanya perbandingan dan perbedaan yang ada di masyatakat, kami tidak begitu
saja menyerah dalam upaya meningkatkan persalina di tenaga kesehatan. Apabila kami
menyerah dengan ini, berarti kami menyerah juga dengan derajat kesehatan di masyarakat.
Kami hanya berusaha dalam upaya mengubah pola pikir masyarakat demi pentingnya
kesehatan masyarakat yang mandiri.
3. Evaluation
 Kekuatan (Strange)
1) Bisa melakukan tugas sebagai bidan (melakukan APN, merawat BBL, KB)
walaupun belum semuanya.
2) Jumlah bidan desa (SDM) yang memadai, terdapat 2 bidan setiap desa
3) Bidan desa sudah terlatih APN, CTU, MU dan pelatihan lainnya
4) Kader kesehatan yang aktif yang siap membantu masyarakat terkait kesehatan
5) Ingin mengurangi AKI dan AKB
6) Senang terhadap profesi yang bisa menolong orang terutama ibu dan bayi
7) Mampu bersikap sopan dan santun pada pasien/klien
8) Menerapkan asuhan sayang ibu dan bayi pada setiap persalinan
9) Menerapkan pencegahan infeksi dalam setiap perawatan ibu dan bayi
 Kelemahan (Weakness)
1) Bidan tidak tinggal di desa
2) Kurangnya komunikasi bidan dengan paraji, lintas sector dan kader kesehatan
3) Belum berkompeten
 Kesempatan (Oppurtunity)
1) Ada lahan/tempat untuk praktek (BPS)
2) Adanya Jaminan BPJS/Jampersal untuk ibu bersalin
3) Pengalaman saudara ibu bersalin yang nyaman setelah bersalin dengan bidan,
sebagai bahan informasi kepada ibu bersalin.
4) Adanya dukungan dari stakeholder
 Ancaman (Threart)
1) Dukun paraji lebih mempunya pengaruh besar di masyarakat, hal yang terpenting
adalah bahwa dukun mempunyai jampe-jampe yang kuat sehingga ibu bersalin
lebih tenang bila di tolong oleh dukun.
2) Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan
3) Perekonomian masyarakat yang kurang, sehingga lebih memilih lahir di paraji.
4) Bidan terlalu kaku dalam memberikan pelayanan karena terpaku pada aturan
5) Dari konsep “3 Terlambat” salah satu factor kematian ibu dan bayi adalah
terlambat mengambil keputusan yang di ambil oleh keluarga dan masyarakat
termasuk dukunnya. Maka mengakibatkan kejadian kematian ibu dan bayi karena
akibat dari terlambatnya mengambil keputusan dari keluarga, masyarakat dan
dukun.
Strategi SWOT
Kekuatan (Strange) Kelemahan (Weakness)
1) Bisa melakukan tugas sebagai bidan (melakukan APN, merawat BBL, KB) 1) Bidan tidak tinggal di desa
Faktor-faktor
walaupun belum semuanya. 2) Kurangnya komunikasi bidan dengan
Internal
2) Jumlah bidan desa (SDM) yang memadai, terdapat 2 bidan setiap desa paraji, lintas sector dan kader
3) Bidan desa sudah terlatih APN, CTU, MU dan pelatihan lainnya kesehatan
4) Kader kesehatan yang aktif yang siap membantu masyarakat terkait 3) Belum berkompeten
kesehatan
Faktor-faktor
5) Ingin mengurangi AKI dan AKB
Eksternal 6) Senang terhadap profesi yang bisa menolong orang terutama ibu dan bayi
7) Mampu bersikap sopan dan santun pada pasien/klien
8) Menerapkan asuhan sayang ibu dan bayi pada setiap persalinan
9) Menerapkan pencegahan infeksi dalam setiap perawatan ibu dan bayi
Kesempatan (Oppurtunity) Strategi SO Strategi WO
1) Ada lahan/tempat untuk praktek (BPS) 1) Bekerja sama dengan Stakeholder terkait pelayanan persalinan dengan 1) Mengatur jadwal bidan untuk keluar
2) Adanya Jaminan BPJS/Jampersal untuk ibu bersalin jaminan BPJS maupun Jampersal desa supaya masyarakat tahu jadwal
3) Pengalaman saudara ibu bersalin yang nyaman setelah bersalin dengan bidan, sebagai bahan informasi 2) Update tren informasi terkait pelatihan untuk bidan bidan desa
kepada ibu bersalin. 3) Bidan melakukan pendekatan dan penyuluhan tentang persalinan kepada 2) Memperbaik komunikasi dan kerjasama

4) Adanya dukungan dari stakeholder masyarakat dengan paraji, lintas esktor dan kader
kesehatan
3) Bidan harus rajin mengikuti pelatihan
dan seminar.
Ancaman (Threart) Strategi ST Strategi WT
1) Dukun paraji lebih mempunya pengaruh besar di masyarakat, hal yang terpenting adalah bahwa dukun 1) Mendekati dan kerjasama dengan dukun paraji dalam melakukan komunikasi 1) Selalu melakukan evalusi terkait kinerja
mempunyai jampe-jampe yang kuat sehingga ibu bersalin lebih tenang bila di tolong oleh dukun. dan meyakinkan masyarakat, sehingga persalinan meningkat. bidan di desa.
2) Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan 2) Meningkatkan penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran 2) Bidan bisa melakukan rapat dengan
3) Perekonomian masyarakat yang kurang, sehingga lebih memilih lahir di paraji. masyarakat lintas sector yang menghadirkan tokoh
4) Bidan terlalu kaku dalam memberikan pelayanan karena terpaku pada aturan 3) Menginformasikan kepada masyarakat tentang jaminan persalinan yang dapat masyarakat, paraji dan kader kesehatan

5) Dari konsep “3 Terlambat” salah satu factor kematian ibu dan bayi adalah terlambat mengambil keputusan digunakan bersalin dengan tenaga kesehatan di fasyankes mengenai cakupan persalinan dengan

yang di ambil oleh keluarga dan masyarakat termasuk dukunnya. Maka mengakibatkan kejadian kematian 4) Dari awal kehamilan bidan , ibu hamil , suami dan dukun paraji melakukan nakes.

ibu dan bayi karena akibat dari terlambatnya mengambil keputusan dari keluarga, masyarakat dan dukun. penandatangan surat pernyataan persalinan, sehingga tidak ada lagi kata
terlambat.
4. Analysis
Permenkes RI nomor 97 tahun 2014 Bagian Ketiga tentang Persalinan Pasal 14 menyatakan bahwa :
(1) Persalinan harus dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.
(2) Persalinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada ibu bersalin dalam bentuk 5 (lima)
aspek dasar meliputi:
a. membuat keputusan klinik;
b. asuhan sayang ibu dan sayang bayi;
c. pencegahan infeksi;
d. pencatatan (rekam medis) asuhan persalinan; dan
e. rujukan pada kasus komplikasi ibu dan bayi baru lahir.
(3) Persalinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan standar Asuhan Persalinan
Normal (APN).
Pada Bab VII Tentang Pemberdayaan Masyarakat Pasal 46 (1) Dalam rangka membantu
mempercepat pencapaian derajat kesehatan ibu yang optimal diperlukan peran serta masyarakat baik
secara perseorangan maupun terorganisasi. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat berupa : a. program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi; b. penyelenggaraan
kelas ibu hamil; c. kemitraan bidan dan dukun; dan d. rumah tunggu kelahiran. (3) Peran serta
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikembangkan dalam bentuk lain sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat.
Pasal 47 (1) Program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 ayat (2) huruf a merupakan suatu kegiatan dalam rangka meningkatkan cakupan dan
mutu pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi baru lahir. Program perencanaan persalinan dan pencegahan
komplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui upaya peningkatan peran aktif
suami, keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan persiapan menghadapi
komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas termasuk perencanaan penggunaan alat kontrasepsi pasca
persalinan. (3) Kegiatan program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa: a. pendataan dan pemetaan sasaran ibu hamil; b. penyiapan donor darah;
c. penyiapan tabungan ibu bersalin (tabulin) dan dana sosial ibu bersalin (dasolin); d. penyiapan
ambulans (transportasi); e. pengenalan tanda bahaya kehamilan dan Persalinan; dan f. penandatanganan
amanat Persalinan.
Kemitraan antara bidan dan dukun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan pada
daerah tertentu dengan mempertimbangkan kendala sosial budaya. (3) Kemitraan antara bidan dan dukun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam kesepakatan secara tertulis antara kedua pihak
dan sekurang-kurangnya diketahui oleh Kepala Desa/Lurah setempat.
Pasal 49 (1) Kemitraan antara bidan dan dukun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) huruf
c dapat dilakukan untuk meningkatkan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh (Nurhidayanti et al., 2018) menunjukkan bahwa informan
lebih memilih dukun bayi sebagai penolong persalinan karena informan percaya dukun bayi lebih
berpengalaman dalam menolong persalinan, dukun bayi juga dinilai lebih perhatian dan sabar dalam
melayani pasiennya. Pemilihan dukun bayi sebagai penolong persalinan berkaitan dengan pelayanan yang
diberikan dan kepercayaan masyarakat itu sendiri.
Menurut penelitian (Putri Hrp, Indah. & Nst, 2021) bahwa terdapat hubungan antara persepsi dan
tingkat ekonomi terhadap pemilihan tempat dan penolong persalinan dan tidak terdapat hubungan umur,
paritas, pendidikan, pekerjaan, asuransi kesehatan, dan dukungan keluarga dengan pemilihan tempat dan
penolong persalinan.
Hubungan antara Pengetahuan ibu dengan kemitraan bidan dan dukun dalam pertolongan
persalinan Pengetahuan ibu yang cukup memegang peranan penting terhadap kemitraan bidan
dan dukun dalam pertolongan persalinan, secara teoritis, pengetahuan merupakan hasil dari tau,
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, jadi melalui
panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebahagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Natoatmojo, 2005).
Program Kemitraan Bidan Dukun merupakan salah satu program untuk
meningkatkan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Kemitraan Bidan dan Dukun adalah
suatu bentuk kerjasama antara bidan dan dukun yang saling menguntungkan dengan prinsip
keterbukaan, kesetaraan dan kepercayaan dalam upaya untuk menyelamatkan ibu dan bayi,
dengan menempatkan bidan sebagai penolong persalinan dan mengalihfungsikan dukun dari penolong
persalinan menjadi mitra dalam merawat ibu dan bayi pada masa nifas, dengan berdasarkan
kesepakatan yang telah dibuat antara bidan dan dukun serta melibatkan seluruh elemen masyarakat yang
ada. (Yusriani, 2014).
Kemitraan merupakan salah satu solusi untuk menurunan kematian ibu dan bayi pendekatan ini
terutama akan menguntungkan daerah terpencil dimana akses pelayanan Kesehatan sangat terbatas.

5. Conclusion
Penyebab masyarakat memilih bersalin dengan dukun diantaranya dukun paraji lebih mempunya
pengaruh besar di masyarakat, hal yang terpenting adalah bahwa dukun mempunyai jampe-jampe yang
kuat sehingga ibu bersalin lebih tenang bila di tolong oleh dukun, bidan terlalu kaku dalam memberikan
pelayanan karena terpaku pada aturan.
Selain dari luar, kendala dari dalam yaitu dari bidan itu sendiri diantaranya bidan mudah capek dan
sakit, rasa males sering muncul, kurang percaya diri, skill masih kurang dan belum berkompeten.
Sesuai dengan Permenkes RI nomor 97 tahun 2014 Bagian Ketiga tentang Persalinan Pasal 14
menyatakan bahwa :
(1) Persalinan harus dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.
(2) Persalinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada ibu bersalin dalam bentuk 5 (lima)
aspek dasar meliputi:
a. membuat keputusan klinik;
b. asuhan sayang ibu dan sayang bayi;
c. pencegahan infeksi;
d. pencatatan (rekam medis) asuhan persalinan; dan
e. rujukan pada kasus komplikasi ibu dan bayi baru lahir.
(3) Persalinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan standar Asuhan Persalinan
Normal (APN).
Keberadaaan dukun di Indonesia masih mempunyai peranan dalam menolong suatu persalinan dan
tidak bisa dipungkiri, masih banyak persalinan yang ditolong oleh dukun, walaupun dalam menolong
persalinan dukun tidak berdasarkan kepada pengalaman dan berbagai kasus persalinan oleh dukun
seringkali terjadi dan menimpa seorang ibu dana tau bayinya. Tetapi keberadaan dukun di Indonesia
tidak boleh dihilangkan tetapi bisa melakukan kerjasama dengan dukun untuk mengatasi hal-hal atau
berbagai kasus persalinan oleh dukun.

6. Action Plan
Setelah dilakukan evaluasi dan dilihat dari analisa yang didapatkan maka, untuk meningkatkan
cakupan pertolongan persalinan sesuai dengan Permenkes RI Nomor 97 Tahun 2014 pasal 47 ayat 1
bidan melakukan P4K dimana tidak hanya ibu hamil yang terlibat akan tetapi pentingnya peran suami,
keluarga dan stakeholder dalam merencanakan persalinan dengan tenaga kesehatan, serta
penandatanganan amanat persalinan di awal kehamilan yang terdapat pada buku KIA, membina
hubungan baik dan membangun kepercayaan dengan ibu hamil dan keluarga, melaksanakan kelas ibu
hamil, serta melakukan kerjasama atau bermitra dengan dukun paraji sebagai ikon kepercayaan budaya
masyarakat. Sehingga bidan walaupun hanya dianggap sebelah mata, tapi bidan memantau dan
menggiring ibu bersalin di faskes dan tenaga kesehatan, sehingga dapat menekan AKI dan AKB.
Referensi

Nurhidayanti, S., Margawati, A., & Kartasurya, M. I. (2018). Kepercayaan Masyarakat terhadap Penolong
Persalinan di Wilayah Halmahera Utara. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 13(1), 46.
https://doi.org/10.14710/jpki.13.1.46-60

Putri Hrp, Indah., I., & Nst, N. (2021). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Ibu Dalam
Pemilihan Tempat Dan Penolong Persalinan Di Desa Rondaman. 16, 1–8.

Kemenkes RI. (2014). Peraturatan Menteri Kesehatan RI Nomor 97 Tahun 2004 tentang Pelayanan
Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan,
Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual. Jakarta

Yusriani. (2014). Partnership Between Midwives And Traditional Birth Attendants (Tbas) In
TheWork Health District Minasate'ne Pangkep. International Conference on
EmergingTrends In Academic Research

Notoatmodjo S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan, EdisiRevisi. Jakarta : RinekaCipta

Anda mungkin juga menyukai